BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum RSUD Ulin Banjarmasin Rumah Sakit Umum Daerah Ulin adalah rumah sakit kelas A dan telah terakreditasi Paripurna yang berada di Kota Banjarmasin. RSUD Ulin Banjarmasin berdiri tahun 1943 di atas lahan seluas 6,3 hekatr dengan konstruksi utama terdiri dari bahan kayu ulin. Renovasi RS ini pertama kali pada tahun 1985, bangunan kayu ulin diganti dengan konstruksi beton. RSUD Ulin Banjarmasin terletak di Jl. A. Yani No. 43 Banjarmasin yang merupakan Jalan Provinsi utama yang menghubungkannya dengan daerah/provinsi lain di Kalimantan Selatan, Timur dan Tengah. RSUD Ulin Banjarmasin dibangun tahun 1943 dengan luas lahan 63.920 m 2, memiliki batas-batas yaitu sebelah utara berbatasan dengan Jl. A. Yani dan Jl. Veteran, sebelah timur berbatasan dengan Komplek Veteran dan sebelah barat berbatasan dengan Jl. Simpang Ulin Duta Mall.
Visi terwujudnya pelayanan Rumah Sakit yang professional dan mampu bersaing di masyarakat ekonomi ASEAN yaitu dengan nilai menyelenggarakan pelayanan terakreditasi paripurna yang berorinetasi pada kebutuhan dan keselamatan klien, bermutu serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan sub spesialis sampai kebutuhan pelayanan ksehatan, kemajuan ilmu pengetahuan dan penapisan teknologi kedokteran, menyelenggarakan manajemen rumah akit dengan kaidah yang klinis yang sehat, terbuka, efisien, akuntabel sesuai dengan perundangundangan yang berlaku, menyiapkan sumber daya manusia, sarana prasarana dan peralatannya untuk mampu bersaing.Dalam era pasar bebas ASEAN, mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan kemampuan rumah sakit. Motto RSUD Ulin Banjarmasin yaitu keselamatan klien kami utamakan. Ketenagaan di RSUD Ulin Banjarmasin dapat dilihat pada.
Rumah Sakit Umum Daerah Ulin menyediakan 12 ruang rawat inap yang terdiri dari Ruang Rawat Inap Paviliun Aster, Ruang Rawat Inap Paviliun Boegenville, Ruang Rawat Inap Bayi & Neonatus (Teratai)/NICU, Ruang Rawat Inap Paviliun Anggrek, Ruang Rawat Inap Asoka, Ruang Rawat Inap Eidelweis, Ruang Rawat Inap Penyakit Syaraf Seruni, Ruang Rawat Inap Stroke Center, Ruang Rawat Inap Paviliun Mawar, Ruang Rawat Inap Penyakit Paru Dahlia, Ruang Rawat Inap Penyakit Paru TB-MBR dan Ruang Rawat Inap Tulip.
4.1.2
Penelitian ini dilakukan di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin. ICU RSUD Ulin Banjarmasin merupakan ICU tingkat III di rumah sakit rujukan tipe A dengan 12 bed pasien dengan masing-masing tempat tidur telah dilengkapi monitor, oksigen, dan stanby ventilator mekanik. Tenaga medis yang bertugas di ICU RSUD Ulin Banjarmasin yaitu sebanyak tujuh orang dokter spesialis anestesi, 6 orang dokter umum, dan 42 orang perawat. Ada juga untuk 4 bed perawatan intensif
jantung (ICCU/Intensif Care Cardiac Unit) dan 6 bed
perawatan intensif anak (PICU/Pediatric Intensif Care Unit). ICU RSUD Ulin terletak di gedung Instalasi Gawat Darurat Terpadu lantai tiga dengan perbatasan sebelah selatan yaitu ruang hemodialisa, sebelah timur berbatasan dengan ruang konsultasi anestesi dan sebelah barat berbatasan dengan ruang tunggu keluarga pasien. Dalam ruangan ICU ada 12 bed yang terisi sebanyak 8 orang yang masuk ICU, tersisa 4 bed yang tidak memiliki pasien diruangan ICU. Dalam tugas perawat itu terbagi menjadi 3 sip dengan pembagian tersebut ada yang pagi, ada yang sore dan ada yang malam. Dinas pagi perawat ada 14 dan dokter 2 orang terdiri dari 1 dokter spesialis anestesi dan 4 orang perawat diruangan PICU (anak) sisa perawat diruangan ICU dan ICCU , dinas sore hari ada 13 dan 2 dokter orang terdiri dari 1 dokter anestesi dan 5 orang perawat diruangan PICU (anak) sisa perawat diruangan di ICU dan ICCU, dan dinas malam hari 14 dan dokter 2 orang terdiri 1 dokter anestesi dan 5 orang perawat di ruangan PICU (anak) sisa perawat diruangan ICU dan ICCU.
4.1.3 Karakteristik responden Karakteristik responden terdiri dari umur dan jenis kela min responden di Ruang (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin. a. Umur responden Karakteristik responden menurut umur dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Umur Responden di Ruang Intensive Ca re Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018 No
Usia
Frekuensi
%
1 2
Dewasa awal (18-30 tahun) Dewasa setengah baya (31-60 tahun) Lansia (>60 tahun)
5
16,7
24
80,0
1
3,3
30
100
3 Jumlah
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia dewasa setengah baya yaitu 24 orang (80,0%). b.Jenis kelamin responden Karakteristik jenis kelamin responden dapat dilihat pada ta bel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden di Ruang (ICU) SUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018 No Jenis kelamin Frekuensi % 1 Laki-laki 16 53,3 2 Perempuan 14 46,7 Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden cenderung adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu 16 orang (53,3%).
4.1.4 Data variabel penelitian 4.1.4.1 Analisa univariat 1. Status jenis insisi pada pasien pasca operasi kraniotomi Jenis insisi pada pasien pascaoperasi kraniotomi di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin dapat dijelaskan pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Status Jenis insisi pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018 No 1 2 3 4 5
Jenis insisi Frekuensi Pterional 5 Frontal 4 Temporal 11 Subbocipital 4 Parietal 6 Jumlah 30 Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden cenderung memiliki jenis insisi pada bagian temporal yaitu 11 orang (36,7%).
% 16,7 13,3 36,7 13,3 20.0 100
2. Waktu pulih sadar pada pasein pascaoperasi kraniotomi Waktu pulih sadar pada pasien pascaoperasi kraniotomi di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin dapat dijelaskan pada tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Status Waktu pulih sadar pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018 No Waktu pulih sadar Frekuensi % 1 Kurang dari 48 jam 4 13,3 2 Lebih dari 48 jam 26 86,7 Jumlah
30
100
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki waktu pulih sadar lebih dari 48 jam yaitu 26 orang (86,7%).
4.1.4.2 Analisa bivariat a. Hubungan jenis insisi dengan waktu pulih sadar Hubungan jenis insisi dengan waktu pulih sadar pada pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang Intensive Care (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Hubungan Jenis insisi dengan Waktu pulih sadar pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018
No. 1 2 3 4 5
Jenis insisi Pterional Frontal temporal subocipital parietal Jumlah
F 2 0 0 2 0 4
Waktu pulih sadar ≤48 jam >48 jam % f 40,0 3 0 4 0 11 50,0 2 0 6 13,3 26
% 60,0 100 100 50,0 100 86,7
∑
%
5 4 11 4 6 30
100 100 100 100 100 100
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden yang memiliki jenis insisi pada bagian pterional cenderung waktu pulih sadar > 48 jam sebanyak 3 (60,0)%). Pada jenis insisi frontal, temporal dan parietal cenderung (100%) memiliki waktu pulih sadar > 48 jam. Pada bagian jenis insisi suboccipital sama dengan waktu pulih sadar > 48 jam sebanyak 2 (50,0%).
Hasil uji statistik Coefisien contiqensi
menunjukkan nilai p value =
0,027 (α < 0,05) secara statistik ada hubungan jenis insisi dengan waktu pulih sadar pada pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang Intensive Care (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin.
4.2 Pembahasan
1. Jenis insisi pada pasien pascaoperasi kraniotomi Dari hasil penelitian ini didapatkan jenis insisi pada pasien pascaoperasi kraniotomi dilihat dari distribusi 30 orang responden melalui dengan lembar observasi memiliki dengan jenis insisi temporal sebanyak 11 orang (36,7%), jenis insisi parietal sebanyak 6 orang (20,0%), jenis insisi pterional sebanyak 5 orang (16,7%), dan untuk jenis insisi frontal sebanyak 4 orang (13,3%), sedang untuk terakhir dengan jenis insisi suboccipital sebanyak 4 orang (13,3%) . Menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki jenis insisi. Dari jumlah responden yang memiliki jenis insisi pada pasien pascaopersi kraniotomi.
Otak terdiri dari cerebrum,cerebellum dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon, pons dan medulla oblongata, sulkus dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri yang memikili daerah yang lebih kecil disebut juga dengan lobus (Moore & Agus, 2010)
Pada jenis insisi temporal yang berperan penting dibagian pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. Jika sistem saraf terjadi gangguan pada bagian temporal maka akan menyebabkan fungsi pendengaran terjadi terganggu, terjadi juga gangguan pada pemaknaan informasi begitu juga dengan bahasa dalam bentuk suara juga akan terganggu, sedangkan untuk jenis insisi parietal bagian yang berperan penting untuk menerima implus dari serabut saraf sensorik yang berkaitan dengan segala jenis rangsangan somatik. Jika sistem saraf terganggunya pada bagian parietal maka akan menyebabkan masalah pada fungsi dari serabut saraf sensorik. (Eliis,2011).
Penelitian ini menyatakan bahwa jenis insisi pembedahan terbanyak adalah temporal yang mana jenis ini memberikan akses pada daerah temporal , dan kompresi atau pergeseran pada daerah temporal tidak dapat dikembalikan lagi. Akibatnya masalah dengan memori, penurunan kemampuan untuk mengingat konten audio dan visual, kesulitan dalam mengenali kata-kata dan mengingat materi visual.
2. Waktu pulih sadar pada pasien pascaoperasi kraniotomi Hasil dari penelitian menggambarkan bahwa frekuensi dari waktu pulih sadar pada pasien pascaoperasi kraniotomi di ruang intensive care unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan responden dengan waktu pulih sadar berjumlah 30 orang yang memiliki perbedaan untuk pulih sadar. Perbedaan menunjukkan bahwa responden sebagian besar waktu pulih sadar memiliki responden dengan sebanyak 26 orang yang memiliki waktu pulih sadar > 48 jam dengan (86,7%), dan responden yang memiliki dengan waktu pulih ≤ 48 jam sebanyak 4 orang dengan (13,3%).
Pada pasien pascaoperasi yang memiliki waktu pulih sadar ≤ 48 jam, merupakan suatu proses pasif yang bergantung pada farmakokenitiknya serta karakteristik fisologi pasien dalam menjalani pascaoperasi dengan baik maka sercara umum pasien dinyatakan pulih sadar atau bangun sepenuhnya dari pascaoperasi, maka dalam hal ini dapat mencegah terjadi komplikasi/ penyulit dalam pembedahan sedangkan untuk pasien yang memiliki > 48 jam terjadinya penyulit dalam pembedahan yang menyebabkan lama waktu pembedahan, rangsangan nyeri, infeksi pada pembedahan sampai menyebabkan koma. (Saleh, 2012)
Otak sebagai organ yang berfungsi sebagai pusat sistem saraf pada manusia dan pusat pengendali utama seluruh sistem tubuh manusia. Pada pasien yang mengalami cedera/trauma kepala akan berisiko mengalami kerusakan otak terutama pada jaringan otak, struktur hingga fungsi otak yang mengalami kerusakan akibat dari trauma pada kepala, hal ini akan mengakibatkan berbagai komplikasi bermunculan, seperti terjadinya
edema,
ketidakseimbangan
elektrolit,
iskemik
otak,
bahkan
bisa
menyebabkan gagal napas.
3. Hubungan jenis insisi dengan waktu pulih sadar pada pasien pascaoperasi kraniotomi. Hasil penelitian ini didapatkan dari 30 orang responden pasien pascaoperasi kraniotomi di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan bahwa responden yang memiliki jenis inisi pada bagian ptrerional cenderunga waktu pulih sadar > 48 jam sebanyak 3 (60,0%), pada jenis insisi frontal, temporal dan parietal memiliki (100%) memiliki waktu pulih sadar > 48 jam , pada jenis insisi suboccipital sama dengan waktu pulih sadar > 48 jam seban yak 2 orang (50,0%)
Berdasarkan uji statistik bivariat menunjukkan bahwa didapatkan p value 0,027 (<0,05) yang berarti ada hubungan antara jenis insisi dengan waktu pulih sadar pada pasien pascaoperasi kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin.
Pasien yang mengalami operasi kraniotomi dengan jenis insisi yang berbeda dapat memilki waktu pulih kurang lebih dari 48 jam walaupun ada beberapa gangguan penyakit lain nya yang memperlambat pasien untuk waktu pulih sadar, yang cenderung menyebabkan salah satu gangguan disfungsi otak.
Hal ini juga dipengaruhi oleh banyaknya pasien yang memiliki rata usia 31-60 tahun yang mana pada usia tersebut tubuh banyak mengalami penurunan fungsi (termasuk kesadaran). Berdasarkan teori wear and tear menggambarkan usia tua merupakan usia dimana terjadinya akumulasi sampah metabolik yang dapat merusak sintesis DNA dan sel-sel yang mati tidak berdegenerasi kembali akibat masa aktif yang telah habis sehingga di usia tua akan hadir manifestasimanifestasi dari berbagai penyakit (Miller, 2009). Pada pasien kritis terutama pada pasien pasca
kraniotomi yang mengalami
kerusakan otak dapat juga menyebabkan perubahan kesadaran, hal ini akan mempengaruhi lama waktu pulih sadar pada pasien tersebut. Gangguan waktu pulih sadar pada pasien kritis sangat sering ditemukan diruang lingkup ICU pada bagian bedah saraf. Patologi neurologi utama yang paling sering adalah perdarahan subarachnoid, serangan serebrovaskuler, tumor kepala, dan cedera kepala yang akibat syndrome of inappropriate secretion of anti diuretic hormone (SIADH) atau akibat cerebral salt wasting syndrome (CSWS), yang masing-masing mengakibatkan pelepasan ADH (antideuretik hormone) atau natriuretic peptide dari otak sebagai respon suatu cedera.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang megatakan bahwa hyponatremia akut dapat menyebabkan pembengkakan otak dan hipertensi intracranial dengan komplikasi neurologis yang mengancam jiwa, termasuk delirium, kejang, koma,
herniasi batang otak, dan pernapasan, yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian (Wulan, 2017).
Pada pasien kritis memungkinan munculnya banyak komplikasi terutama pada pasien pascaoperasi kraniotomi komplikasi yang biasa terjadi berupa perdarahan syok hypovolemi, infeksi pasca bedah dan berkaitan dengan pulihnya kesadaran pasien dapat berupa koma pascabedah, yang berpengaruh terhadap pemanjangan waktu pulih sadar.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
pada jenis insisi
pembedahan, lama tidaknya waktu pulih sadar terjadi pada pasien pascabedah terutama bedah saraf/kraniotomi ini diakibatkan oleh lama pembedahan dan terganggunya hipotalamus otak atau berbagai kejadian seperti cedera kepala, tumor otak, subarachnoid hemoragic yang berdampak pada hipotalamus, hipotalamus sendiri 4.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang peneliti temui selama proses penelitian ini yaitu 4.3.1
Waktu pengambilan data yang tidak dapat ditentukan sehingga memerlukan observasi yang intensif terhadap jenis insis dengn waktu pulih sadar pada pasien pascaoperasi kraniotomi yang tidak dapat diprediksi.
4.3.2 Prevalensi kejadian yang sedikit menyebabkan peneliti kesulitan mencari responden penelitian
4.4 Implikasi Penelitian dalam Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi pelayanan kesehatan bahwa jenis insisi dengan kejadian waktu pulih sadar pada pasien pascaoperasi kraniotomi. Sehingga memberian intervensi yang tepat pada pasien pascaoperasi kraniotomi menjadi pilihan yang tepat. Bagi bidang keperawatan, hasil penelitian ini dapat menambah referensi ilmiah dalam ilmu keperawatan sehingga memperluas wawasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan keperawatan kritis terutama pada pasien pascaoperasi kraniotomi.