BAB
3 3.1 Pendekatan Teori Bandara adalah suatu tempat dimana kegiatan-kegiatan didalamnya berhubungan
dengan
yang
namanya
transportasi
udara.
Bandara
kebanyakan digunakan untuk tujuan komersial namun ada beberapa bandara yang berfungsi sebagai landasan pesawat militer. Pedomanpedoman perencanaan bandara secara detail ada pada
peraturan-
peraturan yang dikeluarkan FAA dan ICAO, di Indonesia sendiri aturanaturan tersebut tercakup dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
70
tahun
2001
tentang
Kebandarudaraan
dan
Kepmen
Perhubungan No. KM 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Bandara memiliki dua area berbeda yaitu sisi darat dan sisi udara. kebutuhan-kebutuhan yang berbeda pada dua bagian tersebut terkadang saling bertentangan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.
Misalnya
kegiatan
keamanan
membatasi
sedikit
mungkin
hubungan (pintu-pintu) antara sisi darat (land side) dan sisi udara (air side), sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari sisi darat ke sisi udara agar pelayanan berjalan lancar. Kegiatan-kegiatan itu saling tergantung satu sama lainnya sehingga suatu kegiatan tunggal dapat membatasi kapasitas dari keseluruhan kegiatan. Beberapa istilah kebandarudaraan yang perlu diketahui Airport Area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas untuk pendaratan,
parkir
pesawat,
perbaikan
pesawat,
bongkar
muat
penumpang dan barang, dilengkapai dengan fasiltas keamanan dan
Laporan Pendahuluan |III - 1
terminal
building
untuk
mengakomodasi
keperluar
penumpang
dan
barang dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Kebandarudaraan Meliputi segala susuatu yang berkaitan dengan pennyelenggaraan nadar udara (bandara) dan kegiatan lainnya dalang melaksanakan fungsi sebgaia bandara dalam menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalulintas pesawat udara, penumpang, barang dan pos. Airfield Area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing pesawat udara. fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi keperluar penumpang pesawat. Aerodrom Area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi bangunan sarana-dan prasarana,
instalasi
infrastruktur,
dan
peralatan
penunjang)
yang
dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya untuk kedatang, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk penerbangan yang terjadwal. Aerodom Reference Point Letak geografi suatu aerodrom. Landing Area Bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk take off dan landing,
Tidak
termasuk
terminal
area.
Landing
strip
Bagian yang bebentuk panjang dengan lebar tertentu yang terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan mendarat pesawat terbang. Runway (r/w) Bagian memanjang dari sisi darat aerodrom yang disiapkan untuk tinggal landas dan mendarat pesawat terbang.
Laporan Pendahuluan |III - 2
Taxiway (t/w) Bagian sisi darat dari aerodrom yang dipergunakan pesawat untuk berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya. Apron Bagian aerodrom yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun berdampingan dengan terminal building. Holding apron Bagian dari aerodrom area yang berada didekat ujung landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu sebelum take off. Holding bay Area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat lainnya saat taxi, atu berhenti saat taxi. Terminal Building Bagian dari aeroderom difungsikan untuk memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan ticket, imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria, penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebaginnya. Turning area Bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunaka oleh pesawat untuk berputar sebelum take off. Over run (o/r) Bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya terbagi 2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan run way dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over run yang diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput.
Laporan Pendahuluan |III - 3
Fillet Bagian tambahan dari pavement yang disediakan pada persimpangan runmway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada. Shoulders Bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka dan belakang runway, taxiway dan apron. Klasifikasi airport atau bandara Menurut Horonjeff (1994) ditentukan oleh berat pesawat terbang hal ini penting untuk menentukan tebal perkerasan runway, taxiway dan apron, panjang runway lepas landas dan pendaratan pada suatu bandara. Bentang sayap dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran apron parkir, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar runway, taxiway dan jarak antara keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan pada kurva-kurva perkerasan. Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan fasilitas-fasilitas di dalam dan yang berdekatan dengan gedung-gedung terminal. Panjang runway mempengaruhi sebagian besar daerah yang dibutuhkan di suatu bandara. Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan semakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dari beban pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar. 3.1.1 Runway (Landas pacu) Runway (Landas pacu) adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk mendarat (landing) atau lepas landas (take off). Menurut Horonjeff (1994) sistem runway di suatu bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end safety area). Terdapat banyak konfigurasi runway, diantaranya Runway Tunggal (runway ini
Laporan Pendahuluan |III - 4
adalah yang paling sederhana). Runway Sejajar, Runway Dua jalur, Runway Bersilangan, Runway V terbuka.
Untuk menghitung panjang runway akibat pengaruh prestasi pesawat (tergantung dari tipe mesin yang digunakan) dipakai suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat bekerja sama dengan Industri
Pesawat
Regulation pesawat
(FAR).
terbang
Terbang
yang
tertuang
Peraturan-peraturan pada
saat
lepas
ini
landas
dalam
Federal
menetapkan dan
Aviation
bobot
mendarat
kotor
dengan
Laporan Pendahuluan |III - 5
menentukan
persyaratan
prestasi
yang
harus
dipenuhi.
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway
harus
mempertimbangkan
tiga
keadaan
umum
agar
pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah: 1. Lepas landas normal Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut. 2. Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti. 3. Pendaratan Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan
untuk
memungkinkan
variasi
normal
dari
teknik
pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches) dan lain-lain. Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dari ketiga analisa di atas. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pesawat terbang bermesin piston secara prinsip mempertahankan kriteria diatas, tetapi kriteria yang pertama tidak digunakan. Peraturan khusus ini ditujukan
pada
manuver
lepas
landas
normal
setiap
hari,
karena
kegagalan mesin pada pesawat terbang yang digerakkan turbin lebih jarang terjadi. 3.1.2 Terminal Udara Terminal udara merupakan penghubunga antara sisi udara dengan sisi darat. Perencanaan terminal disesuaikan dengan Rencana Induk Bandara (Master Plan) menurut tingkat (stage) dan tahapan (phase). Yang pertama meliputi jangka panjang, sedangkan yang kedua berhubungan dengan dengan usaha jangka menengah masalah penyesuaian kapasitas dengan perkiraan perkembangan permintaan. Ciri pokok kegiatan di gedung terminal adalah transisionil dan operasional. Dengan pola (layout), perekayasaan (design and Engineering) dan konstruksinya harus
Laporan Pendahuluan |III - 6
memperhatikan
expansibility,
fleksibility,
bahan
yang
dipakai
dan
pelaksanaan konstruksi bertahap supaya dapat dicapai penggunaan struktur secara maksimum dan terus menerus. Secara expansibility struktur bangunan harus dapat dirubah, diperluas dan ditambah dengan pembongkaran dan gangguan yang minimum. Jadi bagian dan instalasi penting sedapat mungkin tidak perlu dipindahkan. Secara flexsibility terutama
menyangkut
rencana
tentang
menerima
perubahan
bentuk
dan
Pembagian
ruangan
,Kemungkinan
yang
pemakaian
tidak
ruangan
kemampuan
penggunaan menanggung untuk
gedung
interior beban
maksud
yang
untuk
seperti: struktural lain
dari
perencanaan sebelumnya, Memungkinkan pekerjaan perluasan dilakukan dengan
gangguan
minimum
terhadap
ruangan
/
bangunan
di
sekelilingnya, penggunaan bahan serta metoda konstruksi yang cocok dengan pekerjaan “remodelling”, dan hal-hal lainnya.
Gedung terminal mengintegrasikan kegiatan dan permintaan masyarakat, pengusaha penyewa dan pemilik/ pengelola, jadi harus berfungsi langsung secara efisien dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Sirkulasi langsung harus dimungkinkan untuk penumpang datang dan berangkat serta bagasinya sampai pada posisi bongkar muat pesawat. Jika penanganan pos dan barang dilakukan dengan kendaraan yang sama dengan untuk bagasi, maka perencanaan meliputi juga sirkulasi di apron
Laporan Pendahuluan |III - 7
Konsep-konsep operasionil lalu lintas internasional dipisahkan dari arus lalu lintas dalam negeri, karena perlu penanganan khusus. Masing-masing kemudian bisa dikelola berdasarkan: 1. Konsep terpusat (Centralised concept) Dimana semua kegiatan perusahaan-perusahaan
penerbangan
dilakukan
dalam
gedung
terminal yang sama. Konsolidasi kegiatan dapat dilakukan dengan dan dengan demikian menghemat ruangan personil dan peralatan yang diperlukan untuk tincketing dan bagage handling. Hal tersebut berlaku juga dalam hal mengelola kegiatan trasnfer di tempat/ pelabuhan udara interchange, karena bisa dilakukan oleh suatu organisasi saja. 2. Konsep
pemencaran
(unit
operation
concept)
Dimana setiap perusahaan mempunyai gedung terminal sendirisendiri. 3. Investasi untuk pemilik / pengelola pelabuhan udara adalah lebih besar karena duplikasi fasilitas sedqng dari sudut konsesioner (pengusaha penyewa) akan mengurangi keuntungan karena letak usahanya yang terpisah-pisah. 4. pada tempat-tempat interchange maka jarak untuk penumpang transfer menjadi jauh, demikian juga untuk kendaraan angkut di apron untuk bagasi, pos dan barang. 5. konsolidasi
kegiatan
airline
tidak
bisa
diterapkan
misalnya
pelayanan penumpang dan bagasi. Menurut kegiatannya daerah-daerah bangunan dapat dibagi dalam: 1. Daerah Gedung Terminal Merupakan pust dari segala kegiatan pengelolaan manusia, barang dan pesawat. Perlu diperhatikan hubungan-hubungan
(langsung
kegiatan-kegiatan
daerah
di
dan
tidak
bangunan
langsung)
lainnya.
Di
antara
termiunal
penumpang terjadi transisi penumpangm, bagasi, pos, barang, makanan, bahan bakar antara angkutan darat dan udara. 2. Daerah Penerbangan Umum dan Lokal (Commercial fixed base operations areas). Untuk kegiatan jual beli dan sewa pesawat
Laporan Pendahuluan |III - 8
ringan, parkir, perawatan dan perbaikan, charter, penyemprotan, helicopter, pendidikan, dsb. Hubungan dengan kegiatan lain di pelabuhan udara perlu dipertimbangkan dalam perencanaan daerah bangunan lapangan terbang. 3. Daerah Hangar Untuk persiapan-persiapan pesawatnya: 4. Daereah dekat tempat bongkar muat pesawat untuk peralatan dan bahan ringan pelayanan pesawat 5. Daerah dekat parkir apron pesawat untuk perawatan diantara jadwal terbangnya. 6. Daerah hangar dan sekitarnya untuk perawatan berat pesawat lengkap. Luas daerah ini diperngaruhi oleh sifat dan ruang lingkup perawatan.
Yang
terakhir
ini
tergantung
dari
pola
jaringan
udaranya dan fasilitas besat diperlukan di tempat penernbanganpenerbangan
asal,
tujuan
dan
membalik
(originating/
mulai,
ending/berakhir dan turn-around points). Kemungkinan perluasan harus diperhitungkan dalam perencanaannya. 7. Daerah Cargo Luasnya tergantung dari sistem pengelolaan dan banyaknya muatan yang ditangani supaya bisa berjalan efisien. Bisa menyatu dengan gedung terminal dan bisa mencakup pos, daerah pengelolaan pos dan kiriman barang ringan (paket pos) bisa direncanakan dekat daerah kargo atau dekat / menjadi satu dengan daerah gedung terminal penumpang sesuai intensitas kegiatan pos. 8. Daerah Parkir Pesawat (Parking Apron) Untuk perawatan yang perlu waktu di tanah agak lama. Sebaiknya disediakan parking apron terpisah untuk pesawat-pesawat type executive general aviation. 9. Daerah Khusus Untuk peralatan yang akan dipakai dalam keadaan darurat
yang
harus
bisa
mencapai
langsung
semua
daerah
sekeliling lapangan udara. Demikian juga diperlukan daerah khusus untuk
peralatan
yang
akan
dipakai
untuk
perawatan
umum
pelabuhan udara. Jadi sebaiknnya didekat fasilitas pendaratan seperti landasan dan taxiway dan jalan masuk lapangan udara, tetapi tidak perlu berdekatan dengan gedung terminal penumpang ataupun daerah bongkar muat barang.
Laporan Pendahuluan |III - 9
3.1.3 Peraturan Peratruan
–
peraturan
–peraturan
yang
terkait
dalam
penyusunan
Detailed
Engineering Design Bandara Manismata adalah sebagai berikut :\ 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaga Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075) 3. Peraturan
Pemerintah
Nomor
70
Tahun
2001
tentang
Kebandarudaraan (Lembaga Negara Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146) 4. Keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor : T.11/2/4-U tanggal 30 November 1960 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (CASR) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.22 Tahun 2002 5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum 6. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor SKEP/120/VI/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara 7. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 20 Tahun 2005 SNI 03-7046-2004
tentang
Terminal
Penumpang
Bandar
Udara
8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 21 Tahun 2005 SNI 03-7095-2005 tentang Marka dan Rambu Pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara 8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 22 Tahun 2005 SNI 03-7094-2005 tentang Rambu-Rambu di Terminal Bandar Udara 9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 23 Tahun 2005 SNI 03-7051-2004 tentang Pemberian Tanda dan Pemasangan Lampu Halangan (obstacle lights) di Sekitar Bandar Udara
Laporan Pendahuluan |III - 10
10.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM : 24 Tahun 2005 SNI 03-7067-2005 tentang Teknis Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) 11.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 25 Tahun 2005 SNI 03-7066-2005 tentang Pemeriksaan Penumpang dan Barang Yang Diangkut Pesawat Udara di Bandar Udara 12.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 26 Tahun 2005 SNI 03-7050-2004 tentang Kriteria Penempatan Distance Measuring Equipment (DME) 13.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 27 Tahun 2005 SNI 03-7097-2005
tentang
Peralatan
Komunikasi
Darat
Udara
Berfrekuensi Amat Tinggi (VHF-Air Ground) di Bandar Udara 14.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 28 Tahun 2005 SNI 03-7041-2004 tentang Kriteria Penempatan Rambu Udara Tak Terarah (Non Directional Beacom/NDB) 15.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 29 Tahun 2005 SNI 03-7047-2004 tentang Terminal Kargo Bandar Udar 16.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 30 Tahun 2005 SNI 03-7048-2004 tentang Kriteria Penempatan Fasilitas Komunikasi Darat Udara Berfrekuensi Amat Tinggi (VHF Air Ground/VHF-A/G) 17.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 31 Tahun 2005 SNI 03-7049-2004
tentang
Perancangan
Fasilitas
Bagi
Pengguna
Khusus di Bandar Udara 18.Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 32 Tahun 2005 SNI 03-7040-2004 tentang Kriteria Penempatan Pemancar Sinyal Ke Segala
Arah
Berfrekuensi
Amat
Tinggi
(VHF
Omnidirectional
Range/VOR) 19.Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor SKEP/347/XII/1999 tentang Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Bandar Udara 20.Persyaratan/ketentuan
teknis
lainnya
yang
dikeluarkan
oleh
Departemen Perhubungan
Laporan Pendahuluan |III - 11
3.2 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan 3.2.1 Metode Perencanaan Perkerasan Runway, Taxiway dan Appron (Sisi Udara) Dalam melakukan perencanaan perkerasan runway dan taxiway, analisa yang dipakai adalah dengan menggunakan Perancangan perkerasan lentur menggunakan metoda FAA yang menggunakan nilai CBR tanah dasar (subgrade) sebagai dasar perhitungan atau sering disebut CBR methode. Sedangkan
dalam
merencanakan
perkerasan
Appron,
digunakan
perancangan perkerasan kaku (Rigid Pavement) yaitu beton tanpa
tulangan agar tahan terhadap ceceran bahan bakar, minyak hidrolis pesawat dan oli. 3.2.2 Metode Perencanaan Struktur Gedung Dalam merencanakan struktur gedung digunakan analisa struktur beton dengan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 032847-2002
tentang
Tata
Cara
Perhitungan
Struktur
Beton
Untuk
Akses,
Jalan
Bangunan Gedung. 3.2.3 Metode
Perencanaan
Perkerasan
Jalan
lingkungan dan Parkir Kendaraan (Sisi Darat) Menggunakan Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Nomor Pt T-01-2002-B yang dikeluarkan oleh Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Tahun 2002. Pedoman ini mengacu kepada perancanaan metode AASHTO Guide for Design of Pavement Structure, 1993. 3.2.4 Metode Penghitungan Biaya Pembangunan Dalam menghitung beaya pembangunan digunakan 2 (dua) analisa yang dipakai supaya lebih mendekati keadaan riil di lapangan. Analisa tersebut adalah : 1. Analisa BOW (Analisa SNI DT ABK) Analisa ini digunakan untuk menghitung beaya pembangunan seluruh Gedung yang ada pada lingkungan Bandara Manismata. Analisa ini dianggap representatif dalam mempertimbangkan harga material dan upah kerja untuk setiap pekerjaan. Dalam analisa ini jarak antara bangunan dan Stok material tidak diperhitungkan
Laporan Pendahuluan |III - 12
karena dianggap dekat dan harga material dihitung dengan harga sampai di lokasi bangunan. 2. Analisa Harga Satuan E (Analisa Bina Marga) Analisa
ini
digunakan
untuk
menghitung
beaya
perkerasan
(pavement) yang ada di dalam lingkungan Bandara Manismata. Analisa ini dianggap representatif karena dalam perhitungannya memperhatikan jarak antara lokasi stok material, lokasi pekerjaan dan penggunaan alat. Hal ini dirasa cocok dengan kondisi pekerjaan jalan yang relatif panjang yaitu 1.620 meter.
Laporan Pendahuluan |III - 13