BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang
Dewasa ini, pembangunan nasional berkembang seiring dengan berjalannya perkembangan industri yang ditandai dengan moderenisasi pada mekanisme produksi. Yakni, terjadi peningkatan penggunaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, dan teknologi tinggi lainnya, serta bahan berbahaya. Namun, kemudahan dalam proses produksi dapat pula meningkatkan jumlah dan jenis bahaya di tempat kerja. Selain itu, tercipta lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang berbahaya. Masalah tersebut akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat kecelakaan kerja. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam sebuah perusahaan menjadi sebuah keharusan guna meminimalisir kejadian kecelakaan kerja. Pada hakikatnya, faktor K3 berpengaruh terhadap efisiensi produksi dari suatu perusahaan industri sehingga dapat mempengaruhi tingkat pencapaian produktivitasnya. Karena pada
dasarnya
tujuan
K3
adalah
melindungi
para
tenaga
kerja
atas
hak
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Kebijakan terkait penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, dan kondisi lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah, mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif. Salah satu caranya adalah menciptakan perusahaan yang higiene agar lingkungan kerja menjadi aman, nyaman, dan sehat. Higiene perusahaan adalah suatu upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia, radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan.Upaya ini terutama dilakukan
dalam
hal
pengamatan,
pengumpulan
data,
merencanakan,
dan
melaksanakan pengawasan terhadap segala kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan. Dengan demikian, sasaran kegiatan perusahaan adalah lingkungan kerja dan lingkungan perusahaan. Penyehatan lingkungan kerja dan perusahaan merupakan upaya pencegahan timbulnya penyakit
akibat kerja dan pencemaran lingkungan proses produksi perusahaan. Sedangkan menurut Sumakmur, higiene perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta praktiknya dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut, serta apabila diperlukan berupa tindakan pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta diharapkan dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Setiap
perusahaan
diharapkan
mampu
menerapkan
Sistem
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan dan Kerja (SMK3) dalam perusahaannya masing-masing, di
mana
sistem
tersebut
menjadi
suatu
siklus
yang
tidak
terputus
dan
berkesinambungan.SMK3 dimulai dengan penerapan K3, evaluasi dan peninjauan ulang hingga pada akhirnya peningkatan berkelanjutan. Salah satu tahapan yang paling penting dari siklus tersebut adalah penentuan hazard (potensi bahaya) yang terdapat pada perusahaan dan dapat menjadi faktor risiko bagi tenaga kerja, baik itu dari faktor fisik, kimia maupun biologi. Melihat pentingnya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan dan Kerja (SMK3) dan higiene perusahaan sebagai bentuk upaya pencegahan timbulnya penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan akibat proses produksi perusahaan, maka pada hari Kamis, 27 Juli 2017 telah dilakukan kunjungan ke sebuah Instansi Pemerintah yang terletak di daerah Jakarta Pusat, yaitu Balai K3 Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan & K3 Kementerian Tenaga Kerja RI. Kunjungan ke Instansi Pemerintahan bagi tim pe nyusun ini lebih difokuskan untuk: 1. Mengetahui pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Balai K3 Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. 2. Mengidentifikasi potensi bahaya faktor fisik, kima, dan biologis di Balai K3 Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Selanjutnya, dilakukan analisis masalah terhadap data-data yang diperoleh di lapangan dan kemudian dilakukan upaya alternatif pemecahan masalah yang ada di Balai K3 Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Diharapkan alternatif
pemecahan masalah yang ditawarkan dalam proses tersebut dapat diterapkan kepada seluruh karyawan yang terlibat sehingga dapat mengurangi potensi adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memaksimalkan kinerja para karyawan.
II.
Dasar Hukum
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja 2. UUNo. 3 Tahun 1969 tentang persetujuan konvensi organisasi perburuhan international No. 120 mengenai higine dalam perniagaan dan kantor-kantor 3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang Bahan Kimia Berbahaya. 4. Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. 5. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan dan kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja. 6. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86 dimana dikatakan bahwa pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.