BAHAN AJAR AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI I
PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN SPESIALISASI BEA DAN CUKAI
MUHAMMAD SOFJAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2010
Hal i
KATA PENGANTAR Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan bahan ajar Audit Kepabeanan dan Cukai I dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak baik dari STAN, Pusdiklat Bea dan Cukai serta Kantor Pusat Bea dan Cukai sehingga penulis dapat menyelesaikan bahan ajar ini. Bahan ajar ini berisi bahasan tentang audit kepabeanan dan cukai yang berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) ketika nanti mahasiswa menjadi pegawai. Audit Kepabeanan dan Cukai merupakan salah satu mata keahlian berkarya yang diajarkan pada kuliah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) spesialisasi Bea dan Cukai. Penulis menyadari penulisan bahan ajar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran demi kesempurnaan bahan ajar ini. Terima kasih penulis ucapkan dan kepada para mahasiswa penulis sampaikan selamat belajar
Jakarta,
November 2010
Penulis,
Muhammad Sofjan NIP. 19720428 199301 1 001
Hal ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 BAB 1 SEKILAS AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI ............................................. 4 A. Fungsi Pelayanan............................................................................................ 4 B. Fungsi Pengawasan ........................................................................................ 5 C. Tri Tunggal Pilar Kepabeanan Modern ............................................................ 7 BAB 2 GAMBARAN UMUM AUDIT ...................................................................... 21 A. Pengertian Audit ............................................................................................ 21 B. Perbedaan Auditing dan Accounting (Akuntansi) ........................................... 24 C. Jenis-jenis Audit ............................................................................................ 26 D. Profesi Akuntan di Indonesia dan di Negara Lain .......................................... 29 BAB 3 TEKNIK-TEKNIK AUDIT ............................................................................. 34 A. Arti dan Pentingnya Teknik Audit ................................................................... 34 B. Macam Teknik Audit ...................................................................................... 34 C. Macam-macam Bukti ..................................................................................... 40 BAB 4 WEWENANG, TUJUAN, DAN JENIS AUDIT ............................................. 44 A. Wewenang Audit ........................................................................................... 44 B. Tujuan Audit .................................................................................................. 45 C. Jenis Audit..................................................................................................... 45 BAB 5 TIM AUDIT DAN DASAR PELAKSANAAN AUDIT ..................................... 49 A. Tim Audit ....................................................................................................... 49 B. Dokumen-dokumen yang Digunakan Berkaitan dengan Tim Audit ................ 55 BAB 6 PERENCANAAN AUDIT ............................................................................ 73 A. Penyusunan DROA ....................................................................................... 73 B. Risk Management ......................................................................................... 74 C. Dokumen-dokumen yang digunakan berkaitan dengan Perencanaan ........... 81 BAB 7 PELAKSANAAN AUDIT ............................................................................. 91 A. Rencana Kerja Audit ..................................................................................... 91 B. Kewenangan Tim Audit ................................................................................. 92
Hal iii
C. Kewajiban Auditee......................................................................................... 92 D. Waktu Pelaksanaan Audit ............................................................................. 92 E. Pekerjaan Lapangan ..................................................................................... 93 F. Pekerjaan Kantor........................................................................................... 97 G. Dokumen-dokumen yang digunakan Berkaitan dengan Pelaksanaan Audit 100 GLOSARIOUM...................................................................................................... 128 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 132 BIODATA PENULIS.............................................................................................. 133
Hal iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Aktivitas Pengawasan DJBC ............................................................. 7 Gambar 1.2. Audit Kepabeanan dan Audit Cukai ................................................ 12 Gambar 1.3. Alur Proses Audit Kepabeanan dan Cukai ..................................... 18 Gambar 2.1. Perbedaan Auditing dan Accounting .............................................. 25 Gambar 2.2. Accounting and Auditing Contrast ................................................. 25 Gambar 7.1. Mekanisme Audit Lapangan ............................................................ 94
Hal v
PENDAHULUAN
Mata pelajaran Audit Kepabeanan dan Cukai merupakan salah satu mata pelajaran utama atau yang lebih dikenal dengan istilah mata kuliah keahlian berkarya (MKB) dalam kurikulum Program Diploma III Kepabeanan dan Cukai Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Mata pelajaran ini memberikan pengetahuan dan keterampilan di bidang audit bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Berdasarkan kurikulum diklat disebutkan bahwa mata pelajaran Audit Kepabeanan dan Cukai merupakan salah satu mata pelajaran pokok dengan alokasi waktu sebanyak 48 jam pelajaran. Materi yang disampaikan dalam mata diklat ini adalah pengetahuan umum mengenai konsep audit dan aplikasinya serta panduan umum
yang
bersifat
operasional
mengenai
pelaksanaan
Undang-undang
Kepabeanan dan Cukai sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan juga petunjuk pelaksanaan yang dikeluarkan oleh DJBC. Kami berusaha agar materi yang disampaikan dalam Bahan Ajar ini tidak membuat mahasiswa menjadi jenuh dalam belajar. Oleh karenanya layout dan variasi penulisan yang kami tampilkan, baik dalam bentuk tabel atau gambar mudahmudahan dapat membuat Mahasiswa nyaman dalam mempelajari Modul ini. Bahan ajar untuk mata kuliah ini terdiri dari dua bahan ajar. Yaitu bahan ajar I dan II. Secara umum materi pelajaran yang disampaikan dalam Bahan ajar Audit Kepabeanan dan Cukai I ini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, yang disusun secara sequential. Artinya bahwa penyampaian tiap-tiap bab disusun secara berurutan yang disesuaikan dengan urutan kegiatan yang sesungguhnya terjadi di bidang pelayanan cukai. Secara ringkas dapat kami sebutkan urutan waktu penyampaian materi Kegiatan Belajar Teknis Cukai, sebagai berikut: 1)
Sekilas Audit Kepabeanan dan Cukai; Pokok Bahasan yang disampaikan berisi hal-hal yang sifatnya me-review kembali konsep dasar pelayanan dan pengawasan di DJBC, antara lain: Fungsi pelayanan dan pengawasan serta tri tunggal pelayanan. Di samping hal tersebut
Hal 1
pokok bahasan bab 1 juga akan memberikan wawasan kepada mahasiswa mengenai sekilas atau pengantar audit kepabeanan dan cukai. 2)
Gambaran Umum Audit Setelah memahami tentang fungsi pelayanan dan pengawasan di DJBC maka pokok bahasan pada bab 2 ini mahasiswa akan diperkenalkan dengan gambaran umum audit. Untuk lebih fokus, uraian penjelasan akan dimulai dari pengertian audit, membedakan auditing dengan accounting, jenis-jenis audit kemudian membekali dengan pengetahuan tentang profesi akuntan di Indonesia dan negara lain.
3)
Teknik-Teknik Audit Pokok bahasan pada bab 3 ini akan mencakup arti dan pentingnya teknik audit serta macam dari teknik audit.
4)
Wewenang, Tujuan, dan Jenis Audit Pokok bahasan pada bab 4 ini akan berisi penjelasan tentang wewenang audit, tujuan audit serta jenis audit kepabeanan dan cukai.
5)
Tim Audit dan Dasar Pelaksanaan Audit Pokok bahasan bab 5 ini akan mencakup penjelasan mengenai tim audit, surat tugas dan perintah dan ditutup dengan penjelasan tentang periode audit.
6)
Perencanaan Audit Pokok bahasan bab 6 ini akan mencakup penjelasan mengenai bagaimana penyusunan DROA serta pembahasan tentang risk management.
7)
Pelaksanaan Audit Pokok bahasan bab 6 ini akan mencakup penjelasan mengenai kewenangan tim audit, menguraikan kewajiban auditee, penjelasan tentang waktu pelaksanaan audit, pengertian pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor.
Standar kompetensi Standar kompetensi yang ingin dicapai terhadap Mahasiswa yang mempelajari modul ini adalah agar siswa mampu melaksanakan ketentuan teknis operasional di bidang audit kepabeanan dan cukai
Hal 2
Kompetensi Dasar Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari modul ini adalah agar peserta mampu melaksanakan ketentuan teknis operasional audit kepabeanan dan cukai yang berkaitan dengan: 1)
Tinjauan audit kepabeanan dan cukai
2)
Gambaran umum audit
3)
Teknik-teknik Audit
4)
Wewenang, Tujuan, dan Jenis Audit
5)
Tim Audit dan dasar Pelaksanaan Audit
6)
Perencanaan Audit
7)
Pelaksanaan Audit Akhirnya kami berharap agar Bahan Ajar ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman dan wawasan yang tepat mengenai tata cara teknis operasional di bidang audit kepabeanan dan cukai kepada Mahasiswa STAN. Untuk selanjutnya kami akan berusaha agar bahan ajar ini akan terus di-update sesuai dengan perkembangan terbaru tata cara teknis operasional di bidang cukai .
Hal 3
BAB
SEKILAS AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI
1
Tujuan Instruksional Khusus: Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Memahami tentang Fungsi Pelayanan 2) Memahami tentang Fungsi Pengawasan 3) Memahami tentang Tri Tunggal Pelayanan 4) Memahami tentang Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai fasilitator perdagangan (trade facilitator), pengawasan (customs control), dan pengumpul penerimaan negara (revenue collecting). Secara garis besar, ketiga fungsi tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) fungsi besar, yaitu fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan. DJBC dituntut untuk melaksanakan kedua fungsi sekaligus tanpa mengurangi dan mengorbankan fungsi satu dan fungsi lainnya. Model pengawasan dan pelayanan telah diterapkan dengan berbagai kombinasi. Berbagai kombinasi tersebut membawa perubahan paradigma dari waktu ke waktu. A. Fungsi Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai dalam perkembangan sejarah telah melakukan
perubahan-perubahan
maupun
penyempurnaan-penyempurnaan
kebijakan dalam rangka melaksanakan fungsi pelayanan. Dari sejak Ordonansi Bea sampai dengan saat ini telah banyak langkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka terus meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Langkah kebijakan tersebut tidak hanya bersifat penyempurnaan prosedur dan teknis pelayanan tetapi juga menyangkut peningkatan kemampuan dan profesionalisme pegawai.
Hal 4
Perkembangan langkah dan kebijakan dalam rangka peningkatan pelayanan tersebut antara lain sebagai berikut : Fasilitas Jalur Prioritas untuk Importir dengan reputasi sangat baik dan memenuhi kriteria; Fasilitas MITA (Mitra Utama); Sistem baru penetapan jalur; Penyempurnaan Sistem Pembayaran secara on line (Online Payment System) Perbaikan sistem pengeluaran barang impor dan ekspor; Perbaikan teknik pemeriksaan barang; dan Modernisasi sistem otomasi DJBC (Aplikasi Impor, Aplikasi Ekspor, EDI-Manifest). Sistem pelayanan yang memiliki sifat mengedepankan unsur kecepatan dan kemudahan dokumen dan barang dirancang dalam rangka mewujudkan misi DJBC yang
menyatakan
“Pelayanan
terbaik
kepada
industri,
perdagangan
dan
masyarakat”. Namun demikian, peningkatan pelayanan arus barang dan dokumen melalui berbagai fasilitas kemudahan dan penyederhanaan tersebut di atas justru dapat mengakibatkan sesuatu yang merugikan baik negara maupun masyarakat apabila tidak dibarengi dan diimbangi dengan sistem dan kebijakan di sisi lainnya, yaitu fungsi pengawasan.
B. Fungsi Pengawasan Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa fungsi pengawasan wajib dilakukan oleh DJBC. Hal ini bukan sekedar memenuhi amanat yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan tetapi juga kepada konsekuensi logis dari sistem pelayanan yang diberikan Negara kepada pengguna jasa. Fungsi pengawasan menjadi penting karena bertujuan untuk melindungi masyarakat serta pengamanan penerimaan keuangan negara yang dibebankan kepada DJBC. Demikian halnya kebijakan dalam mengemban fungsi pelayanan, kebijakan dari sisi pengawasan yang dilakukan oleh DJBC juga mengalami perkembangan ke arah penyempurnaan dan peningkatan, baik secara sistem maupun teknik. Sistem pengawasan yang dilakukan DJBC di Indonesia maupun oleh institusi Kepabeanan di Negara-negara di dunia secara umum dapat dibagi dalam 4 (empat) tahapan: 1. Tahap sebelum clearance (Pre-clearance stage), yaitu Sistem RKSP/EDI Manifest dan Registrasi Importir;
Hal 5
2. Tahap pada saat clearance barang (Clearance Stage), yaitu sistem penjaluran barang dan Hi-Co Scan; 3. Tahap pasca clearance barang (Post Clearance Audit Stage), yaitu Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai; dan 4. Tahap penyelidikan dan Penyidikan (Investigation Stage). Perkembangan langkah dan kebijakan dalam rangka pengingkatan sistem pengawasan yang telah dan sedang dilakukan oleh DJBC antara lain sebagai berikut:
Pengembangan Customs Intelligent System melalui Penyusunan profil, data pelanggaran, dan analisis intelijen;
Tertib Administrasi Importir melalui Registrasi Importir;
Kampanye anti penyelundupan melalui program pemberantasan penyelundupan (eksternal) dan peningkatan integritas pegawai (internal);
Optimasilisasi penggunaan Hi-Co Scan X-Ray System;
Penyediaan tempat dan sarana pemeriksaan barang; dan
Peningkatan fungsi unit intelijen dalam pengawasan termasuk pengembangan anjing pelacak. Sebelum dikenal adanya kegiatan Audit, pelaksanaan fungsi pengawasan
yang dilakukan oleh DJBC pada awal perkembangannya memiliki keterbatasan baik yang bersifat pelaksanaan teknisnya maupun dari segi dampak yang diakibatkannya. Sistem pengawasan dengan memastikan unsur kebenaran pemberitahuan pabean dan pengawasan barang dapat berbenturan dengan fungsi dari sistem pelayanan. Selain hal tersebut, secara teknis terdapat beberapa kondisi yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menghambat dilakukannya sistem pengawasan yang ada. Kondisi tersebut antara lain sebagai berikut:
Kondisi geografi Indonesia untuk melaksanakan pengawasan fisik yang efektif;
Perkembangan sistem perdagangan internasional yang terus meningkat ke arah yang lebih efisien dan menguntungkan; serta
Keterbatasan sumber daya manusia dan biaya yang dimiliki DJBC dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan. Kegiatan pengawasan yang dilakukan DJBC pada saat ini secara ringkas dapat
digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Hal 6
Gambar 1.1. Aktivitas Pengawasan DJBC
Aktivitas Intelijen
Aktivitas Pelayanan Bea dan Cukai
Informasi
Informasi
Informasi
Jalur Merah Aktivitas Analisis
Informasi Aktivitas Audit
Pemeriksaan Fisik Barang Impor
Namun demikian, peningkatan pengembangan sistem pengawasan yang terlalu ketat dan kaku sebaliknya dapat mengurangi maupun menghambat fungsi pelayanan, yaitu peningkatan kelancaran arus barang dan dokumen serta perdagangan internasional. Sehingga dalam rangka mencapai tujuan dan misinya secara efektif, DJBC dituntut untuk melaksanakan kedua fungsi, yaitu fungsi pelayanan dan pengawasan tersebut secara seimbang tanpa mengurangi maksud dan tujuan masing-masing fungsi. C. Tri Tunggal Pilar Kepabeanan Modern Berdasarkan kondisi dan pengaruh dari fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan yang dilematis tersebut di atas, maka dikembangkanlah suatu sistem yang dapat mengakomodasi kedua kepentingan secara berimbang dan sinergis. Perkembangan paradigma pengawasan dan pelayanan akhirnya mencapai era kepabeanan yang modern. Para ahli menyatakan bahwa kepabeanan modern saat ini memiliki tiga pilar utama yang dijadikan ciri dalam menjalankan tugas-tugas kepabeanannya. Ketiga pilar tersebut adalah : 1. Self Assessment,
Hal 7
2. Risk Management, dan 3. Post Clearance Audit.
1. PILAR I : SELF ASSESSMENT Prinsip Self Assessment merupakan paradigma baru dalam proses Pelayanan Kepabeanan yang mengedepankan prinsip pelayanan yang cepat dan mudah. Tujuan dari Self Assessment adalah sebagai berikut: Peningkatan percepatan dan kelancaran arus dokumen dan barang impor/ekspor; Memberikan kepercayaan kepada pengguna jasa (market forces) dipandang dari segi tingkat kepatuhan (compliance); Mekanisme dari Prinsip Self Assessment adalah sebagai berikut: Pengisian Pemberitahuan Pabean secara mandiri; Penghitungan dan pembayaran BM dan PDRI ke bank secara mandiri; dan Pengajuan dokumen kepabeanan secara elektronik dengan jaringan Pertukaran Data Elektronik (PDE) / Electronic Data Interchange (EDI). 2. PILAR II : RISK MANAGEMENT Prinsip Risk Management merupakan prinsip yang dikembangkan dalam rangka penentuan tingkat pelayanan dan pengawasan secara selektif. Prinsip ini dilakukan dengan sistem pengukuran tingkat risiko atas sejumlah indikator risiko dan kriteria yang disusun secara sistematis dan dinamis. Prinsip penentuan tingkat risiko telah dilakukan di beberapa Sistem atau Unit seperti pada : Sistem Registrasi Importir, Direktorat Audit Kantor Pusat DJBC Research And Analysis Unit, Direktorat Audit Kantor Pusat DJBC Customs Intelligent System, Direktorat P2 Kantor Pusat DJBC 3. PILAR III : POST CLEARANCE AUDIT Post Clearance Audit (PCA) adalah suatu innovative system yang memiliki peran strategik dalam melaksanakan fungsi pengawasan kepabeanan dan cukai. Fungsi utama PCA adalah untuk menjaga keseimbangan antara prinsip “fast” dan prinsip “correct” atau antara fungsi pelayanan dan pengawasan. Kombinasi dari ketiga pilar tersebut dijadikan Bea dan Cukai sebagai Praktek dan Prinsip terbaik bagi DJBC. Prinsip pengawasan yang dilakukan tanpa mengurangi fungsi pelayanan dapat dijawab dengan melaksanakan Post Clearance
Hal 8
Audit (PCA) atau audit di bidang kepabeanan dan cukai yang didasarkan pada prinsip Risk Management. Boynton dan Kell menyatakan bahwa audit merupakan proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif terutama tentang asersi atas economic Action And events guna menilai tingkat kesesuaiannya dengan General Accepted Accounting Principle (GAAP) dan mengomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan. Berkaitan dengan audit kepabeanan, di bawah definisi dari Industry Panel Report on Audit Customs Reforms yang digunakan oleh Australian Customs Service untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai aktivitas audit di bidang kepabeanan. “As an element of a compliance improvement strategy, the panel considers Customs Audit to be an evaluation of insudtry practices and records to assist in forming a judgement about the integrity of information supplitd to Customs and, in turn, the level of compliance with legslative requirements”. Intinya adalah audit kepabeanan merupakan proses evaluasi terhadap catatan-catatan dan praktek-praktek yang dilakukan oleh dunia industri untuk membantu penilaian integritas (kejujuran) informasi yang disampaikan ke Bea dan Cukai dan tingkat ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Audit pada awalnya diterapkan untuk menguji kewajaran laporan keuangan dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan. Di Amerika, yang dimaksud kriteria adalah General Accepted Accounting Principle (GAAP). Sedangkan di Indonesia kriteria yang dimaksud adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada perkembangannya, audit mulai diterapkan di berbagai sektor untuk berbagai tujuan. Misalnya audit pada lembaga pemerintahan, lembaga amal, proyek-proyek dan lainlain. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat ini sedang giat-giatnya meningkatkan pengawasan di bidang Kepabeanan dan Cukai. Pengawasan dilakukan mulai dengan penelitian pada tahap awal pengusaha mengajukan perijinan, kegiatan operasi intelijen, penindakan, dan pelaksanaan Audit. Kegiatan Audit merupakan salah satu bidang pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Hal 9
Sebagai salah satu pilar utama praktek kepabeanan dan cukai, audit di bidang kepabeanan dan cukai memainkan peran yang semakin signifikan dalam mengemban tugas DJBC. Hal ini sebagai konsekuensi logis diterapkannya prinsip self-assesment system yang mana importir/pengguna jasa menghitung dan membayarkan kewajiban pabean dan cukainya sendiri kepada Negara. Secara etimologi, Audit berasal dari bahasa latin dengan kata “auderee” yang berarti mendengar. Mendengar yang efektif adalah sebuah aktivitas menyerap informasi dalam suatu media dengan menggunakan alat pendengaran yang diikuti dengan respon yang terprogram. Dengan demikian agar kegiatan mendengar terjadi maka: Harus ada informasi Harus ada media Harus ada alat pendengaran Harus direspon Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemeriksaan adalah suatu kegiatan menyerap, mengolah, dan merespons data yang dilakukan oleh pihak yang dapat dipercaya dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan untuk ditindaklanjuti. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan: Terdiri dari beberapa kegiatan; Dilakukan oleh orang yang dapat dipercaya; Disampaikan kepada pihak yang berkepentingan; Pihak yang berkepentingan menindaklanjutinya. Dalam prakteknya audit dikenal sebagai suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang ditetapkan. Arens dkk. mendefinisikan auditing sebagai pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti dari informasi yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen, untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Definisi ini mengandung beberapa hal sebagai berikut: a. Informasi dan Kriteria yang Ditetapkan Untuk melaksanakan audit, diperlukan beberapa informasi yang dapat diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang dapat digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut. Auditor mengaudit informasi yang dapat diukur
Hal 10
seperti laporan keuangan perusahaan dan dokumen cukai yang diajukan oleh pihak perusahaan. Auditor juga melaksanakan audit atas informasi yang bersifat subjektif seperti efektivitas sistem komputer dan efisiensi operasi manufaktur. Kriteria untuk mengevaluasi informasi dapat berupa berbagai macam tergantung dari jenis informasi yang diaudit. Sebagai contoh, dalam audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh kantor akuntan publik, kriteria yang digunakan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam Audit Kepabeanan dan Cukai kriteria yang digunakan adalah ketentuan perundangundangan di bidang Kepabeanan dan Cukai. b. Pengumpulan dan Pengevaluasian Bahan Bukti Bahan bukti adalah informasi yang digunakan auditor dalam menentukan kesesuaian informasi yang diaudit dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bahan bukti terdiri dari berbagai macam bentuk yang berbeda, termasuk pernyataan lisan dari Pihak yang diaudit (auditee), komunikasi tertulis dengan pihak luar, pengamatan oleh auditor, dan data elektronik mengenai transaksi. Adalah hal yang penting untuk memperoleh bahan bukti dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk memenuhi tujuan audit. Proses penentuan jenis dan jumlah bahan bukti yang diperlukan dan pengevaluasian kesesuaian informasi dengan kriteria yang ditetapkan merupakan bagian penting dari audit. c. Orang yang Kompeten dan Independen Auditor harus mempunyai kemampuan dalam memahami kriteria yang digunakan dan kompeten dalam menentukan jenis dan jumlah bahan bukti untuk menghasilkan kesimpulan yang tepat setelah pengevaluasian bahan bukti. Selain itu, auditor juga harus mempunyai sikap mental yang independen. Seorang auditor yang independen memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang andal walaupun auditor tersebut dibayar oleh auditee. Walaupun independen yang bersifat mutlak tidak mungkin dimiliki, auditor harus memelihara independensinya untuk menjaga tingkat kepercayaan pengguna atas laporan yang dibuatnya. d. Pelaporan Tahap terakhir dalam audit adalah penyusunan laporan audit yang merupakan alat penyampaian temuan kepada pengguna laporan tersebut. Walaupun isi laporan audit dapat berbeda, tetapi pada hakikatnya laporan tersebut harus mampu memberikan keterangan mengenai kesesuaian informasi dengan kriteria
Hal 11
yang ditetapkan.
Gambar 1.2. Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Informasi yang dapat Dikuantifikasi dari entitas Ekonomi tertentu
Dokumen yang diajukan ke DJBC
Orang yang kompeten dan Independen
AUDITOR Bea dan Cukai
Mengumpulkan dan Mengevaluasi bukti Menentukan tingkat kepatuhan
Melaporkan hasilnya
Kriteria yang ditetapkan
Penetapan atas Temuan Hasil Audit, Kekurangan Pembayaran Bea masuk, Cukai, PDRI denda, bunga
Memeriksa dokumendokumen dan catatancatatan pendukung
Undang-undang Kepabeanan dan Cukai dan peraturan pelaksanaannya
Dalam setiap audit, perlu dimulai dengan penetapan tujuan untuk menentukan jenis audit yang dilaksanakan serta standar audit yang harus diikuti oleh auditor. Berdasarkan tujuannya Audit khusus sektor publik dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
Hal 12
1) Audit Keuangan Audit keuangan meliputi audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit telah menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi/usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Audit atas hal yang berkaitan dengan keuangan, mencakup penentuan apakah: a) Informasi keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. b) Entitas yang diaudit telah memenuhi persyaratan kepatuhan terhadap peraturan keuangan tertentu. c) Sistem pengendalian intern instansi tersebut, baik terhadap laporan keuangan maupun terhadap pengamanan atas kekayaannya, telah dirancang dan dilaksanakan secara memadai untuk tujuan pengendalian. 2) Audit kinerja (audit operasional) Adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas
atau
program/kegiatan
pemerintah
yang
diaudit.
Audit
kinerja
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan tingkat akuntabilitas dan memudahkan pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi atau memprakarsai tindakan koreksi. Audit kinerja mencakup audit tentang ekonomi, efisiensi, dan program. a) Audit Ekonomi dan Efisiensi Audit Ekonomi dan Efisiensi menentukan apakah:
Entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber dayanya seperti karyawan, gedung, ruang dan peralatan kantor) secara hemat dan efisien;
Penyebab timbulnya ketidakhematan dan ketidakefisienan;
Entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi.
b) Audit Efektivitas Audit Efektivitas mencakup penentuan:
Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang;
Hal 13
Efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan atau fungsi instansi yang bersangkutan;
Apakah entitas yang telah diaudit telah menaati peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatannya.
3) Audit Untuk Tujuan Tertentu Pemeriksaan/audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan bersifat investigatif ataupun audit ketaatan tertentu. a) Audit Investigasi Secara umum pengertian Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada areaarea pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan. b) Audit Ketaatan Audit ketaatan bertujuan untuk menentukan apakah auditee telah memenuhi atau mengikuti prosedur dan peraturan tertentu yang telah ditetapkan. Contoh dari audit ketaatan adalah audit Kepabeanan dan audit Cukai yang dilakukan dengan tujuan apakah auditee telah memenuhi peraturan perundangundangan di bidang Kepabeanan dan Cukai. Audit Kepabeanan dan Audit Cukai sebagai alat pengawasan yang komprehensif, dilakukan untuk memastikan kepatuhan pengusaha terhadap Ketentuan di Bidang Cukai. Kenapa Audit Kepabeanan dan audit Cukai ini sangat kita perlukan diperlukan? Kalau kita melihat hubungannya dengan kegiatan di bidang kepabeanan, Audit Kepabeanan dilakukan sebagai konsekuensi dari pemberlakuan:
Self Assessment (Pemberitahuan Dokumen Kepabeanan)
Ketentuan Nilai pabean berdasarkan nilai transaksi
Pemberian fasilitas bea masuk tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian, atau penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang impor keluar dari kawasan pabean.
Hal 14
Di
bidang
Cukai,
Audit
Cukai
dilakukan
sebagai
konsekuensi
diberlakukannya: a. Sistem Self Assesment Pada sistem self assesment di bidang cukai terdapat kewajiban pengusaha untuk memberitahukan Barang Kena Cukai (BKC) yang selesai dibuat (untuk BKC yang dibuat di Indonesia) dan memberitahukan BKC yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean (untuk BKC yang diimpor dari luar Daerah Pabean). Hal ini didasarkan pada pasal 3 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang intinya adalah: Cukai terutang;
Saat selesai dibuat untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia. Keterangan : Kewajiban untuk memberitahukan Barang Kena Cukai yang dibuat dilakukan oleh Pengusaha, dengan dokumen cukai yang ditetapkan.
Saat Pemasukannya ke dalam Daerah Pabean untuk Barang Kena Cukai yang diimpor. Keterangan: Kewajiban memberitahukan pemasukan Barang Kena Cukai dilakukan dengan Pemberitahuan Impor Barang. Audit Cukai dilakukan untuk memastikan kepatuhan pengusaha terhadap
ketentuan peraturan di bidang cukai, apakah yang diberitahukan tentang Barang Kena Cukai yang selesai dibuat dan yang dimasukkan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b.
Pemberian fasilitas tidak dipungut cukai, pembebasan cukai, atau penundaan cukai Pada Undang-undang Cukai pasal 7A tentang penundaan cukai, pasal 8
tentang tidak dipungut cukai, dan pasal 9 tentang pembebasan cukai telah diatur norma dan syarat pemberian fasilitas cukai tersebut. Pengusaha berkewajiban untuk memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan selama
yang
bersangkutan
menggunakan
fasilitas
yang
diperolehnya.
Penyalahgunaan terhadap kriteria yang telah ditetapkan dimungkinkan terjadi selama tidak ada instrumen pengawasan yang komprehensif. Audit Cukai sebagai instrumen pengawasan yang komprehensif diperlukan untuk membandingkan antara kriteria yang ditetapkan dengan kondisi yang ada dan
Hal 15
untuk membuktikan apakah Barang Kena Cukai telah digunakan sesuai tujuan peruntukannya.
c.
Penggantian “Buku Persediaan” dengan Pembukuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia Penggantian “Buku Persediaan” dengan Pembukuan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, pada Pengusaha Pabrik non skala kecil, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, dan Penyalur non skala kecil, karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan administrasi perusahaan modern. Audit Cukai sangat terkait erat dengan pembukuan di bidang cukai. Pengaturan dan penegasan pembukuan dalam Undang-undang Cukai ini sangat penting karena dalam pelaksanaan di lapangan diperlukan suatu aturan yang tegas dan batas-batas yang jelas tentang norma-norma yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pembukuan.
d.
Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa DJBC
memainkan peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara fungsi pelayanan dan fungsi pengawasan. DJBC harus menerapkan suatu bentuk pengawasan tanpa mengganggu proses kelancaran arus barang dan dokumen. Berdasarkan pemikiran dan latar belakang tersebut, DJBC mengambil langkah maju dengan menerapkan satu bentuk pengawasan pasca pelayanan selesai dilaksanakan (post clearance control), yaitu melalui Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 125/PMK.04/2007 tanggal 5 Oktober 2007 dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-13/BC/2008 tanggal 12 Agustus 2008, pengertian Audit Kepabeanan adalah: “Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang
Hal 16
Kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang Kepabeanan.” Sedangkan pengertian Audit Cukai menurut Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 Tentang Cukai, dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : P-13/BC/2008 tanggal 12 Agustus 2008 adalah: “Serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai.” Sedangkan yang dimaksud dengan pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan. Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa salah satu unsur pembukuan yaitu laporan keuangan adalah sangat penting dalam hubungannya dengan
“Audit”
karena
laporan
keuangan
adalah
instrumen
yang
dapat
mengikhtisarkan seluruh kegiatan perusahaan, dengan berbagai karakteristiknya. Sesuai penjelasan di atas, “Laporan Keuangan” sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembukuan perlu diminta/diperlihatkan kepada pejabat bea cukai yang melaksanakan Audit Cukai karena walaupun Audit Cukai bersifat compliance tetapi pada hakikatnya audit harus dilakukan secara komprehensif. Dimulai dari Laporan Keuangan yang merupakan “suatu laporan yang disusun secara teratur dan disajikan secara ringkas atas transaksi keuangan yang meliputi neraca, laba rugi, dan arus kas” sampai dengan dokumen yang menjadi dasar pembukuan (divergen). Di samping itu, dalam melakukan audit harus dilakukan pengujian-pengujian yang dapat diperbandingkan (comparable) antara komponen pelaporan yang satu dengan yang lainnya sesuai ruang lingkup pemeriksaan dalam audit cukai. Sehingga pada prinsipnya proses audit adalah merupakan kebalikan dari proses penyusunan Laporan Keuangan, seperti bagan di bawah ini :
Hal 17
Gambar 1.3. Alur Proses Audit Kepabeanan dan Cukai
TRANSAKSI
DOKUMEN PEMBUKUAN
JURNAL
BUKU BESAR
LAPORAN KEUANGAN
BUKU PEMBANTU
proses penyusunan laporan keuangan proses auditing
Sebagai salah satu pilar utama praktek kepabeanan, audit di bidang kepabeanan dan cukai memainkan peran yang semakin signifikan dalam mengemban tugas DJBC. Audit Kepabeanan dan Cukai bertujuan untuk menguji tingkat kepatuhan orang atas pelaksanaan pemenuhan ketentuan perundangundangan di bidang kepabeanan dan cukai serta ketentuan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan kepabeanan dan cukai.
RANGKUMAN 1) Sistem pengawasan yang dilakukan DJBC di Indonesia maupun oleh institusi Kepabeanan di Negara-negara di dunia secara umum dapat dibagi dalam 4 (empat) tahapan yaitu : Tahap sebelum clearance (Pre-clearance stage), Tahap pada saat clearance barang (Clearance Stage), Tahap pasca clearance barang dan Tahap penyelidikan dan Penyidikan (Investigation Stage). 2) Perkembangan paradigma pengawasan dan pelayanan akhirnya mencapai era kepabeanan yang modern. Para ahli menyatakan bahwa kepabeanan modern saat ini memiliki tiga pilar utama yang dijadikan ciri dalam menjalankan tugastugas kepabeanannya yaitu : Self Assesment, Risk Management, dan post Clearance Audit. 3) Audit khusus sektor publik dibagi menjadi tiga jenis yaitu : Audit Keuangan, Audit Kinerja (Operasional), dan Audit Ketaatan (Compliance Audit). LATIHAN
Hal 18
PILIHAN GANDA
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih satu jawaban yang telah tersedia: 1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai berikut, kecuali: a. Trade Faciitator b. Revenue Collector c. Industrial assistance d. Revenue Protector 2. Kebijakan yang telah diambil sehubungan dengan fungsi pelayanan, yaitu: a. Jalur Prioritas dan MITA b. Online pemeriksaan barang c. Online ekspor d. Pemeriksaan badan segera 3. Perkembangan paradigma pengawasan dan pelayanan digambarkan dalam sebuah pilar yang disebut: a. Tri Tunggal Pilar Kepabeanan b. Dwi Fungsi Kepabeanan c. Single Document procedures d. Industrial assistance 4. Untuk menjaga keseimbangan antara prinsip „fast‟ dan „correct‟ maka dibuatlah suatu inovasi sistem yang disebut: a. Post Clearance Audit b. Pre Shipment Inspection c. On-Clearance Inspection d. Audit ketaatan 5. Pengertian audit menurut menurut UU kepabeanan dan peraturan di bawahnya yaitu: a. Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Kepabeanan, b. Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan
Hal 19
usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang Kepabeanan c. Kegiatan pemeriksaan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang Kepabeanan d. Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik,
serta
surat
Kepabeanan, dan/atau
yang sediaan
berkaitan barang
dengan
kegiatan
dalam
rangka
di
bidang
pelaksanaan
ketentuan perundang-undangan di bidang Kepabeanan
Essay
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1. Sebutkan Tri Tunggal Pilar Kepabeanan Modern ? 2. Sebutkan 3 Jenis Audit sektor Publik, dan Audit Kepabeanan dan Audit Cukai termasuk dalam jenis Audit yang mana ? 3. Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan apakah sehingga perlu dilakukan Audit Kepabeanan ? 4. Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan apakah sehingga perlu dilakukan Audit Cukai ?
Hal 20
BAB
2
GAMBARAN UMUM AUDIT
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Memahami tentang Pengertian Audit 2) Memahami Perbedaan Auditing dan Accounting 3) Memahami tentang Jenis-Jenis Audit 4) Mengetahui tentang Profesi Akuntan di Indonesia dan Negara Lain
A. Pengertian Audit Terdapat
beberapa
pengertian
tentang
audit/audit
sebagai
bahan
perbandingan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Menurut Wikipedia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia via internet “Audit atau audit dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, obyektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subyek dari audit telah dilaksanakan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktek yang telah disetujui dan diterima.” 2. Menurut Longman dictionary of contemporary English “Audit (verb) is to officially examine a company's financial records in order to check that they are correct” 3. Menurut Sukrisno Agoes (2004), dalam “Auditing (Audit Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik)” Dalam kaitannya dengan Audit Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) lebih dikenal dengan istilah Auditing. Menurut Sukrisno Agoes pengertian auditing adalah:
Hal 21
“Suatu audit yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” Ada beberapa hal penting dari pengertian tersebut, antara lain; Pertama, yang diperiksa adalah laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa laporan keuangan yang diperiksa meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Laporan Arus Kas. Catatan pembukuan terdiri dari buku harian (buku kas/bank, buku penjualan, buku pembelian, buku serba-serbi), buku besar, sub buku besar (piutang, utang, aktiva tetap,
kartu
persediaan).
Sedangkan
bukti-bukti
pendukung
meliputi
bukti
penerimaan dan pengeluaran kas/bank, faktur penjualan, journal voucher, dan lainlain. Dokumen lain yang harus diperiksa adalah notulen rapat direksi dan pemegang saham, akta pendirian, kontrak, perjanjian kredit, dan lain-lain. Kedua, audit dilakukan secara kritis dan sistematis. Disebutkan bahwa kritis artinya audit tersebut harus dipimpin oleh seorang yang mempunyai gelar akuntan (registered accountant) dan mempunyai izin praktek sebagai akuntan publik dari Menteri Keuangan. Pelaksana audit harus mempunyai pendidikan, pengalaman, dan keahlian di bidang akuntansi, perpajakan, sistem akuntansi dan audit akuntan. Jika tidak maka kecermatan, kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap kemungkinankemungkinan terjadinya penyimpangan atau kesalahan tidak dapat dilakukan. Sistematis artinya audit harus direncanakan sebelum pelaksanaannya dengan membuat audit plan (rencana audit). Antara lain dicantumkan kapan audit dimulai, berapa lama jangka waktu audit diperkirakan, kapan laporan harus selesai, berapa orang audit staff yang ditugaskan, masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapi di bidang auditing, akuntansi (accounting), perpajakan dan lain-lain. Juga harus menetapkan batas materialitas dan memperhitungkan risiko audit. Ketiga, audit oleh pihak yang independen. Menurut Sukrisno Agoes auditor sebagai pihak di luar perusahaan yang diperiksa, tidak boleh mempunyai kepentingan tertentu di dalam perusahaan tersebut (misal sebagai pemegang saham, direksi atau dewan komisaris), atau mempunyai hubungan khusus (misal keluarga dari pemegang saham, direksi atau dewan komisaris), mengemban
Hal 22
kepercayaan dari masyarakat, bekerja secara objective, tidak memihak ke pihak manapun dan melaporkan apa adanya. Keempat, tujuan audit akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa laporan keuangan yang wajar adalah yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum (di Indonesia: Prinsip akuntansi yang berlaku umum adalah yang dikodifikasi dalam Standar Akuntansi Keuangan, di USA: Generally Accepted
Accounting
Principles),
diterapkan
secara
konsisten
dan
tidak
mengandung kesalahan yang material (besar atau signifikan). Akuntan publik tidak dapat menyatakan bahwa laporan keuangan itu benar, karena auditnya dilakukan secara sampling (test base) sehingga mungkin saja terdapat kesalahan dalam laporan keuangan tetapi jumlahnya tidak material (kecil atau immaterial) sehingga tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
4. Menurut Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Audit Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara a. Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-undang tersebut dinyatakan; ”Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi, mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.” b. Dalam pasal 1 ayat 3 dinyatakan; ”Auditor adalah orang yang melaksanakan tugas audit pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa audit yang menjadi tugas BPK (Badan Auditor Keuangan) adalah audit atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai keuangan negara yang mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Terdapat tiga jenis audit yang menjadi kewenangan BPK, antara lain: 1) Audit keuangan, adalah audit atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Ini dilakukan dalam rangka memberikan pernyataan opini
Hal 23
tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah 2) Audit kinerja, adalah audit atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta audit atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Tujuan audit ini untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan dan bagi pemerintah dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif. 3) Audit dengan tujuan tertentu, adalah audit yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar audit keuangan dan audit kinerja. (termasuk audit atas halhal lain yang berkaitan dengan keuangan dan audit investigatif) Seluruh audit tersebut pelaksanaannya didasarkan pada suatu standar audit yang disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional setelah melakukan konsultasi dengan pihak pemerintah serta organisasi profesi di bidang audit. B. Perbedaan Auditing dan Accounting (Akuntansi) Terdapat perbedaan yang mendasar antara auditing dengan accounting. Menurut Sukrisno Agoes (2004;7) bahwa Auditing mempunyai sifat analitis, karena auditor (akuntan publik) memulai auditnya dari angka-angka dalam laporan keuangan (financial statement), lalu dicocokkan dengan neraca saldo (trial balance), buku besar (general ledger), buku harian (special journals), bukti-bukti pembukuan (documents) dan sub buku besar (sub-ledger). Sedangkan accounting (akuntansi) mempunyai sifat konstruktif, karena disusun mulai dari bukti-bukti pembukuan, buku harian, buku besar dan sub buku besar, neraca saldo sampai laporan keuangan. Akuntansi disusun dan dibuat oleh pegawai perusahaan (bagian akuntansi) dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan sedangkan auditing dilakukan oleh auditor yang apabila dari akuntan publik (khususnya financial audit) dengan berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik. Aturan Etika IAI Kompartemen Akuntan Publik dan Standar Pengendalian Mutu.
Hal 24
Perbedaan auditing dengan accounting dapat digambarkan sebagai berikut (Sukrisno Agoes, 2004:7); Gambar 2.1. Perbedaan Auditing dan Accounting
Transaksi yang mempunyai nilai uang
Bukti pembukuan
Special journal
General ledger
Trial Balance
Work Sheet
Laporan Keuangan
Subsidiary Ledger
Accounting (Konstruksi)
Auditing (Analisis)
Gambar 2.2. Accounting and Auditing Contrast
Accounting
Pencatatan transaksi dan penyusunan Laporan Keuangan
GAAP (penghubung)
Evaluasi Laporan Keuangan
Auditing
Sumber: Konrath, (2002:9)
Hal 25
C. Jenis-jenis Audit Menurut Sukrisno Agoes (2004;9) ditinjau dari luasnya audit, audit dapat dibedakan atas: 1. General Audit (Audit Umum) Suatu audit umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP Independen dengan tujuan untuk memberikan
pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan. Audit ini harus dilakukan sesuai Standar Profesional/Akuntan Publik dan memperhatikan Kode Etik Akuntan Indonesia. Aturan Etika KAP yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia serta Standar Pengendalian Mutu. 2. Special Audit (Audit Khusus) Suatu audit terbatas (sesuai permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP Independen, dan pada akhir auditnya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Misalnya KAP diminta untuk memeriksa apakah terdapat kecurangan terhadap penagihan piutang usaha di perusahaan. Dalam kasus tersebut prosedur audit terbatas untuk memeriksa piutang, penjualan, dan penerimaan kas. Pada akhir audit KAP hanya memberikan pendapat apakah terdapat kecurangan atau tidak terhadap penagihan piutang usaha di perusahaan. Jika memang ada kecurangan, berapa besar jumlahnya dan bagaimana modusnya.
Ditinjau dari jenis audit, audit dapat dibedakan atas; 1. Management Audit (Operational Audit) Suatu audit terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasional tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis. Pendekatan audit yang dilakukan adalah dengan menilai efisiensi, efektivitas dan keekonomisan masing-masing fungsi yang terdapat dalam perusahaan. Misalnya fungsi penjualan dan pemasaran, fungsi produksi, fungsi pergudangan dan
Hal 26
distribusi, fungsi personalia (sumber daya manusia), fungsi akuntansi, dan fungsi keuangan. Biasanya audit prosedur yang dilakukan mencakup:
Analytical review procedure, yaitu membandingkan laporan keuangan periode berjalan dengan periode yang lalu, budget dengan realisasinya serta analysis ratio (misal menghitung rasio likuiditas, rentabilitas, dan aktivitas
baik
untuk
tahun
berjalan
maupun
tahun
lalu,
dan
membandingkannya dengan rasio industri)
Evaluasi atas management control system yang terdapat di perusahaan. Antara lain tujuannya untuk mengetahui apakah terdapat sistem pengendalian manajemen dan internal control yang memadai dalam perusahaan, untuk menjamin keamanan harta perusahaan, dapat dipercayainya data keuangan dan mencegah terjadinya pemborosan dan kecurangan-kecurangan.
Compliance Test (Pengujian Ketaatan), yaitu untuk menilai efektifitas internal control dan sistem pengendalian manajemen dengan melakukan audit secara sampling atas bukti-bukti pembukuan, sehingga dapat diketahui
apakah
transaksi
bisnis
perusahaan
dan
pencatatan
akuntansinya sudah dilakukan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan manajemen perusahaan. Dalam management audit terdapat 4 (empat) tahapan, yaitu; a) Preliminary Survey (Survei Pendahuluan) Untuk mendapatkan gambaran bisnis perusahaan. Dilakukan tanya jawab dengan
manajemen
dan
staf
perusahaan
serta
dengan
menggunakan
questionnaires. b) Review and Testing of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian Atas Sistem Pengendalian Manajemen) Untuk mengevaluasi dan menguji efektivitas pengendalian manajemen perusahaan. Dengan menggunakan management control questionnaires (ICQ), flow chart dan penjelasan narrative serta dilakukan tes atas beberapa transaksi (walk through the documents) c) Detailed Examination (Pengujian Terinci)
Hal 27
Melakukan audit terhadap transaksi perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui apakah prosesnya sesuai kebijakan manajemen. Auditor harus melakukan observasi kegiatan dari fungsi-fungsi yang terdapat di perusahaan. d) Report Development (Pengembangan Laporan) Auditor membuat laporan mirip dengan management letter, karena isinya audit findings (temuan audit) mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria (standard)
yang
berlaku
yang
mengakibatkan
inefisiensi,
inefektifitas
dan
pemborosan dan kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen (management control system) di perusahaan. Auditor juga memberikan saran-saran perbaikan. Management audit dapat dilakukan oleh internal auditor, KAP, maupun management consultant. Yang penting
tim management audit harus mencakup
berbagai disiplin ilmu misalnya akuntan, ahli manajemen produksi, pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, dan lain-lain.
2. Compliance Audit (Audit Ketaatan) Untuk mengetahui apakah sudah menaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen/dewan komisaris) maupun pihak ekstern (Pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan lainlain).
3. Internal Audit (Audit Intern) Audit oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. Biasanya audit lebih rinci dibandingkan audit umum yang dilakukan oleh KAP. Internal auditor tidak memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan karena dianggap oleh pihak-pihak luar bahwa internal auditor tidak independen. Biasanya berisi temuan audit (auditor findings) mengenai penyimpangan dan kecurangan yang ditemukan, kelemahan pengendalian intern, serta saran-saran perbaikannya.
Hal 28
4. Computer Audit Audit oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan EDP (Electronic Data Processing) sistem. Metode yang dilakukan auditor adalah: a. Audit arround the computer Auditor memeriksa input dan output dari EDP System tanpa melakukan test terhadap proses dalam sistem tersebut. b. Audit through the computer Audit selain hal tersebut di atas, juga melakukan tes terhadap proses sistem tersebut. Pengetesan merupakan complience test dengan menggunakan generalized audit software dan memasukkan dummy data (data palsu) untuk mengetahui apakah data palsu tersebut diproses sesuai dengan sistem yang seharusnya. Dalam mengevaluasi internal control atas EDP sistem, auditor menggunakan internal control questionnaires untuk EDP system. Internal control dalam EDP system terdiri dari: General control, yaitu berkaitan dengan organisasi EDP departement, prosedur dokumentasi, testing dan otorisasi dari original system dan setiap perubahan yang akan dilakukan terhadap sistem tersebut. Juga yang berkaitan dengan control yang terdapat dalam hardwarenya. Aplication control, berkaitan dengan pelaksanaan tugas khusus yang dilakukan oleh EDP department. Misalnya membuat daftar gaji. Dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa data yang diinput, processing data, output dalam bentuk print out telah dilakukan secara akurat sehingga menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. D. Profesi Akuntan di Indonesia dan di Negara Lain Perlu sekilas kiranya sebagai wawasan diberikan pengetahuan tentang beberapa profesi akuntan baik di Indonesia maupun di negara lain. Agar dapat bermanfaat pada saat implementasi audit di lapangan. Pemakaian gelar akuntan dilindungi oleh Undang-Undang Pemakaian Gelar Akuntan tahun 1954. Mereka yang berhak menggunakan gelar tersebut adalah lulusan fakultas ekonomi negeri jurusan akuntansi (UI, UGM, UNPAD, UNDIP, UNSRAT, UNIBRAW, UNUD, ANDALAS, Syah Kuala), lulusan STAN (Diploma IV),
Hal 29
dan lulusan fakultas ekonomi swasta yang telah lulus ujian negara dan UNA Dasar serta UNA Profesi. Untuk mendapatkan gelar akuntan, harus mengikuti pendidikan profesi akuntan di perguruan tinggi tertentu dan mengambil antara 20-30 SKS dan harus mendaftar ke Kementerian Keuangan untuk mendapatkan nomor registrasi dimulai dari A dan D (sudah sekitar 50.000 an). Untuk dapat melakukan praktek sebagai akuntan publik, akuntan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Kementerian Keuangan. Antara lain harus lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang diselenggarakan oleh IAI dan Kementerian Keuangan (sampai dengan 2002 yang sudah lulus USAP dan besertifikat akuntan publik berjumlah 50 an orang). Seorang yang sudah memiliki nomor register, dapat memilih profesi sebagai;
akuntan publik (eksternal auditor); dengan memiliki atau bekerja di KAP
internal auditor; bekerja di internal audit department perusahaan swasta atau satuan pengawas intern di BUMN
government auditor; bekerja di BPKP, BPK atau inspektorat jenderal suatu Kementerian
financial accountant; bekerja di bagian akuntansi keuangan
cost accountant; bekerja di bagian akuntansi biaya
management accountant; bekerja di bagian akuntansi manajemen
tax accountant; bekerja di bagian perpajakan suatu perusahaan atau di direktorat jenderal pajak
akuntan pendidik; bekerja sebagai pengajar/dosen Di negara lain seperti Amerika, untuk mendapatkan gelar Certified Public
Accountant (CPA) harus lulus ujian yang diselenggarakan oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountant), untuk mendapatkan gelar CIA (Certified Internal Auditor) harus lulus ujian yang diselenggarakan oleh IIA (Institute of Internal Auditor), untuk mendapatkan gelar CMA (Certified Management Accountant) harus lulus ujian yang diselenggarakan oleh IMA (Institute of Management Accountant) Di Inggris, untuk mendapat gelar CA (Charactered Accountant) harus lulus ujian yang diselenggarakan oleh UK Accountant Association. Di Singapura, untuk mendapatkan gelar
CA
(Charactered Accountant)
harus
lulus ujian
yang
diselenggarakan oleh Singapore Accountant Association.
Hal 30
RANGKUMAN 1) Banyak pengertian yang dikemukakan tentang audit. Pada intinya pengertianpengertian tersebut memiliki makna yang hampir sama, yang membedakan adalah pelaksana dan tujuan auditnya. Pengertian audit dalam arti luas adalah evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, obyektif, dan tidak memihak yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subyek dari audit telah dilaksanakan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktek yang telah disetujui dan diterima. 2) Perbedaan mendasar antara auditing dengan accounting adalah: -
Auditing mempunyai sifat analitis, karena auditor (akuntan publik) memulai auditnya dari angka-angka dalam laporan keuangan, lalu dicocokkan dengan neraca saldo, buku besar, buku harian, bukti-bukti pembukuan dan sub buku besar.
-
Auditing dilakukan oleh auditor.
-
Auditing berpedoman pada Standar Akuntan Publik, Aturan Etika IAI Kompartemen Akuntan Publik dan Standar Pengendalian Mutu (untuk audit oleh akuntan publik).
-
Accounting mempunyai sifat konstruktif, karena disusun mulai dari bukti-bukti pembukuan, buku harian, buku besar dan sub buku, neraca saldo sampai laporan keuangan.
-
Accounting disusun dan dibuat oleh pegawai perusahaan (bagian akuntansi).
-
Accounting berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan.
3) Jenis-jenis audit ditinjau dari luasnya adalah: general audit (audit umum) dan special audit (audit khusus). Jika ditinjau dari jenis auditnya, audit dibagi atas: management audit (operational audit), compliance audit (audit ketaatan), internal audit (audit intern) dan computer audit. 4) Yang berhak menyandang gelar akuntan adalah mereka yang telah lulus dari fakultas ekonomi negeri jurusan akuntansi (UI, UGM, UNPAD, UNDIP, UNSRAT, UNIBRAW, UNUD, Andalas, Syah Kuala), lulusan STAN (Diploma IV), dan lulusan fakultas ekonomi swasta yang telah lulus ujian negara dan UNA Dasar serta UNA Profesi, serta telah mengikuti pendidikan profesi akuntan di perguruan
Hal 31
tinggi tertentu dan mengambil antara 20-30 SKS dan harus mendaftar ke Kementerian Keuangan untuk mendapatkan nomor registrasi. 5) Untuk dapat melakukan praktek sebagai akuntan publik, akuntan harus lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang diselenggarakan oleh IAI dan Kementerian Keuangan
LATIHAN
PILIHAN GANDA
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih satu jawaban yang telah tersedia: 1. Perbedaan antara auditing dengan accounting adalah: a. Auditing mempunyai sifat konstruktif sedangkan accounting mempunyai sifat analitis b. Auditing mempunyai sifat analitis sedangkan accounting mempunyai sifat konstruktif c. Auditing dimulai dari ledger sedangkan accounting dimulai dari laporan keuangan d. Auditing mempunyai sifat kepatuhan sedangkan accounting mempunyai sifat ketaatan 2. Suatu audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP Independen dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan, merupakan jenis audit: a. Special audit b. Common audit c. General audit d. Specific audit 3. Audit di mana auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan, merupakan jenis audit: a. Special audit b. Common audit c. General audit d. Specific audit 4. Internal control dalam EDP System terdiri dari: a. Common control dan application control
Hal 32
b. General control dan common control c. Internal control dan application control d. General control dan application control 5. Pemakaian gelar akuntan (Ak) dilindungi oleh peraturan: a. UU Pemakaian Gelar Akuntan tahun 1954 b. UU Gelar Akademik Akuntan tahun 1956 c. Perpu no 1 2007 d. PP Pemakaian Gelar Kesarjanaan tahun 1960
Essay
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar: 1) Jelaskan pengertian dari Audit! 2) Jelaskan perbedaan auditing dan accounting! 3) Jelaskan jenis-jenis audit! 4) Bagaimana profesi akuntan di Indonesia dan di negara lain?
Hal 33
BAB TEKNIK-TEKNIK AUDIT
3
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Memahami tentang Arti dan Pentingnya Teknik Audit 2) Memahami Macam Teknik Audit A. Arti dan Pentingnya Teknik Audit Teknik audit adalah cara-cara yang ditempuh auditor untuk memperoleh pembuktian dalam membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya. Pada dasarnya seorang auditor dalam proses membandingkan apa yang sebenarnya dengan apa yang seharusnya, harus mengumpulkan bukti-bukti, baik bukti mengenai keadaan yang sebenarnya maupun bukti-bukti mengenai keadaan yang seharusnya. Dalam hubungan ini perlu disadari tindakan membuktikan tidaklah selalu mudah dilakukan. Selain bukti-bukti itu tidak mudah dipahami oleh auditor, sering kali bukti-bukti tersebut tidak mudah diperoleh pada saat audit. Dengan demikian perlu ditempuh berbagai cara agar bukti-bukti itu dapat diperoleh dan dipahami oleh auditor. Mengingat pembuktian di dalam audit adalah mutlak diperlukan, sedangkan hal itu hanya bisa diperoleh dengan cara-cara tertentu, maka jelaslah bahwa teknik audit harus dipelajari secara mendalam oleh auditor. Dengan kata lain teknik audit memegang peranan penting dalam audit. Kadang-kadang istilah “teknik audit” dicampur baurkan dengan istilah “prosedur audit”. Yang dimaksud prosedur audit adalah langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan audit. Di dalam suatu langkah audit dapat digunakan lebih dari satu teknik audit.
B. Macam Teknik Audit Terdapat berbagai macam teknik audit yang bisa diterapkan dalam melaksanakan suatu audit. Teknik audit tersebut antara lain adalah inspeksi,
Hal 34
observasi, tanya jawab, konfirmasi, analisis, perbandingan, audit bukti-bukti tertulis (vouching dan verifikasi), rekonsiliasi, trasir, rekomputasi, dan scanning. Berikut ini diuraikan masing-masing teknik audit tersebut sebagai berikut: 1. Inspeksi Inspeksi merupakan cara memeriksa dengan menggunakan panca indera terutama mata, untuk memperoleh pembuktian atas suatu keadaan atau suatu masalah pada suatu saat tertentu (misalnya tentang eksistensi, jumlah, dan jenis barang). Inspeksi sebaiknya dilakukan oleh dua orang auditor. Auditor harus mencoba mengusahakan agar ada wakil instansi atau pihak ketiga yang menyertai inspeksi itu, yang dapat membenarkan/menguatkan kesimpulan auditor. Sesuai keperluannya, auditor dapat meminta wakil instansi atau pihak ketiga agar turut menandatangani berita acara mengenai inspeksi tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan timbulnya bantahan mengenai kecermatan inspeksi yang dilakukan oleh auditor. Contoh inspeksi adalah audit fisik. 2. Observasi Observasi atau pengamatan adalah cara memeriksa dengan menggunakan panca indera terutama mata, yang dilakukan secara kontinyu selama kurun waktu tertentu untuk membuktikan sesuatu keadaan atau masalah. Kadang-kadang observasi dikaitkan dengan melihat dari jarak jauh atau tanpa disadari oleh pihak yang diamati. Teknik observasi akan membantu melancarkan serta memperjelas pengertian auditor mengenai kegiatan yang diperiksa. Observasi yang efektif tergantung pada daya imajinatif dan keingintahuan yang besar dari auditor. Observasi secara cermat terhadap suatu kegiatan kadang kala dapat mengungkapkan kelemahan serius yang memerlukan audit lebih lanjut. Misalnya, pengeluaran barang dari kawasan berikat ke DPIL yang diindikasikan tanpa dilindungi dokumen. 3. Tanya Jawab Tanya jawab dapat dilakukan dengan dua cara; lisan atau tertulis. Walaupun banyak informasi/bukti yang dapat diperoleh melalui tanya jawab ini namun hasilnya dipandang bersifat subyektif, karenanya auditor perlu mengusahakan bukti penunjang dengan menggunakan teknik-teknik audit lainnya.
Hal 35
4. Lisan (Wawancara) Wawancara yang baik adalah wawancara yang menghasilkan pembuktian yang diperlukan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu auditor hendaknya merancang wawancara sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan hal-hal yang diperlukan secara lengkap. Orang yang bertanggung jawab atas kegiatan merupakan sumber informasi yang penting. Dalam hal ini auditor seharusnya mempertimbangkan dengan seksama pengetahuan pihak yang diwawancarai atau pokok persoalan yang dibicarakan, motifnya, dan apakah informasi yang disampaikan sesuai dengan informasi lain yang telah diperoleh oleh auditor. Hal yang perlu diperhatikan adalah belum tentu pihak yang menempati kedudukan yang tinggi dapat merupakan jaminan atas keabsahan informasi yang disampaikan olehnya, karena mungkin ia belum lama menempati posisi tersebut atau pun ia tidak memiliki pengetahuan langsung mengenai masalah yang ditanyakan, yang barangkali justru dipunyai oleh bawahannya. Auditor juga bisa mewawancarai ahli-ahli yang merupakan pihak luar, tapi wawancara hendaknya diarahkan untuk menjamin bahwa keterangan para ahli tersebut dapat diandalkan, dan meneguhkan sifat dapat dipercayainya pembuktian. Wawancara harus direncanakan dengan cermat. Auditor harus mengetahui tujuan wawancara dan informasi apa yang harus diperolehnya. Auditor harus mempertimbangkan dengan siapa ia hendak melakukan wawancara. Untuk menghindari reaksi yang negatif, pejabat yang mempunyai posisi/kedudukan tinggi lebih baik diwawancarai oleh orang yang cukup tinggi pula kedudukannya dalam organisasi audit. Wawancara sebaiknya dilakukan oleh dua orang auditor, agar terdapat
jaminan
yang
lebih
besar
bahwa
catatan mengenai
wawancara
mencerminkan dengan tepat informasi yang diperoleh. Auditor hendaknya melakukan wawancara dengan sikap dan perilaku yang sopan. Cara pendekatan pertama sangat penting artinya bagi kelancaran jalannya wawancara. Oleh karena itu auditor harus memperkenalkan diri dengan cara yang layak dan menjelaskan tujuan/maksud diadakannya wawancara agar pihak yang diwawancarai memahami apa yang diinginkan darinya. Sewaktu mewawancarai, auditor harus mengendalikan pembicaraan agar hemat waktu dan tepat terarah pada fakta atau informasi yang berhubungan dengan maksud wawancara. Yang perlu
Hal 36
diingat adalah auditor hendaknya bersikap sebagai pencari informasi, dan tidak seperti seorang investigator, apalagi terlibat dalam perdebatan atau pertengkaran. Pada akhir wawancara, informasi penting yang diperoleh harus diikhtisarkan dan dimintakan penugasan secara tertulis dari pihak yang diwawancarai. Tujuan utama penugasan adalah: -
Untuk menjamin kelengkapan audit tentang informasi lisan tersebut.
-
Membangkitkan kesan kepada pihak yang diwawancarai, bahwa auditor memandang penting informasi yang disampaikannya.
-
Melindungi diri auditor sendiri terhadap kemungkinan timbulnya kontroversi di kemudian hari mengenai informasi yang telah diperolehnya.
Contoh penegasan oleh pihak yang diwawancarai dapat berbentuk sebagai berikut : ----------------------------------------------------------------------------------------------------Saya yang membaca catatan hasil wawancara ini, dan membenarkan bahwa catatan ini dengan layak memaparkan hal-hal yang dibicarakan serta pernyataanpernyataan yang saya ucapkan dalam wawancara tersebut. Tanda Tangan Nama Jabatan Tanggal -----------------------------------------------------------------------------------------------------
5. Cara Tertulis Cara tanya jawab yang mudah dan praktis adalah dengan tertulis. Setelah responden ditentukan, kemudian dikirim surat pengantar beserta daftar pertanyaan (kuesioner) yang memuat masalah yang akan ditanyakan. Kelemahan dari cara tertulis adalah bahwa pada dasarnya daftar pertanyaan tidak fleksibel, dan tidak ada verifikasi. Tingkat keandalan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Oleh karena daftar pertanyaan harus digunakan secara hati-hati, dan jika tidak terdapat bukti penguat, maka bukti demikian belum mencukupi untuk digunakan sebagai pendukung kesimpulan hasil audit.
Hal 37
6. Konfirmasi Konfirmasi merupakan upaya untuk memperoleh informasi/ penugasan dari sumber lain yang independen, baik secara lisan maupun tertulis. Konfirmasi dapat dilakukan terhadap berbagai hal, misalnya : -
Konfirmasi mengenai pembayaran nilai transaksi.
-
Konfirmasi pembayaran bea masuk dan PDRI.
-
Konfirmasi polis asuransi.
a. Jenis Konfirmasi Konfirmasi dapat dilakukan secara tertulis atau secara lisan. Konfirmasi secara lisan dilakukan secara langsung kepada pihak yang bersangkutan dengan mengajukan pertanyaan atau wawancara. Konfirmasi secara tertulis dapat dibagi dua macam, yaitu konfirmasi positif dan negatif. Konfirmasi positif adalah konfirmasi di mana pihak yang bersangkutan diminta untuk memberikan jawaban dalam batas waktu yang ditetapkan, baik jawaban menolak maupun jawaban menyetujui. Sedangkan dalam konfirmasi negatif, pihak yang bersangkutan diminta memberikan jawaban dalam batas waktu yang ditentukan apabila menolak isi surat konfirmasi. Jika lewat batas waktu yang ditentukan maka dianggap menyetujui isi surat konfirmasi. 7.
Analisis Analisis artinya memecah atau menguraikan suatu keadaan atau masalah ke
dalam beberapa bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk dihubungkan dengan keseluruhan atau dibandingkan dengan yang lain. Dengan analisis auditor dapat melihat hubungan penting antara satu unsur dengan unsurunsur lainnya. Pada umumnya dengan analisis akan diketahui hubungan-hubungan atau hal-hal yang normal atau tidak normal. Analisis ini penting namun tidak handal, sebab hasil analisis hanya memberikan indikator saja, kebenaran masih harus dibuktikan dengan cara lain. 8.
Perbandingan Perbandingan adalah usaha untuk mencari kesamaan atau perbedaan antara
dua atau lebih gejala atau keadaan. Dalam audit kegiatan keuangan misalnya, audit melakukan pekerjaan membandingkan seperti: Membandingkan antara saldo buku dengan hasil audit fisik. Hasil pekerjaan membandingkan biasanya dilanjutkan dengan melakukan analisa sebab-sebab terjadinya penyimpangan.
Hal 38
9.
Audit Bukti-Bukti Tertulis (Vouching dan Verifikasi) Vouching adalah memeriksa authentik tidaknya serta lengkap tidaknya bukti
yang mendukung suatu transaksi. Sedangkan verifikasi adalah istilah yang digunakan
dalam
arti
untuk
memeriksa
ketelitian
perkalian,
penjumlahan,
pembukuan, pemilikan dan eksistensinya. Tujuan vouching dan verifikasi adalah untuk memastikan bahwa :
Bukti tersebut telah disetujui oleh pihak yang berwenang.
Bukti tersebut sesuai dengan tujuannya.
Jumlah yang tertera dalam bukti tersebut benar.
Pencatatan dilakukan secara benar.
Pemilikan dan eksistensinya sah.
10. Rekonsiliasi Rekonsiliasi berhubungan
adalah
(tetapi
penyesuaian
masing-masing
antara dibuat
dua
golongan
oleh
data
pihak-pihak
yang yang
independen/terpisah) untuk mendapatkan data yang benar. Contoh rekonsiliasi adalah penyesuaian saldo simpanan rekening Koran/giro di bank menurut salinan rekening Koran bank dengan saldo menurut catatan perusahaan/bendaharawan. 11. Trasir Trasir adalah cara memeriksa dengan jalan menelusuri proses suatu keadaan, kegiatan, atau pun masalah sampai pada sumber atau bahan/bukti pembukuannya. Sebagai contoh, dalam meneliti proses pembelian barang impor, maka auditor akan melihat buku pembelian, kemudian menelusuri ke bukti-buktinya yaitu purchase order, sales contract dan invoice. 12. Rekomputasi Rekomputasi adalah menghitung kembali kalkulasi yang telah ada untuk menetapkan kecermatannya. Sebagai contoh antara lain adalah:
Menghitung kembali penjumlahan sisi pengeluaran/penerimaan dari Buku Kas.
Menghitung kembali harga pembelian/kontrak yang tertera pada faktur pembelian atau pada kontrak.
13. Scanning Scanning berarti melakukan penelaahan secara umum dan cepat untuk menemukan hal-hal yang memerlukan audit lebih lanjut. Misalnya, membaca dengan cepat setiap lembaran catatan/pembukuan perusahaan untuk menemukan hal-hal
Hal 39
yang penting atau tidak lazim. Hal-hal yang ditemukan melalui scanning akan diteliti lebih lanjut secara mendetail melalui teknik audit lainnya. C. Macam-macam Bukti Menurut Konrath (2002: 114 & 115) menurut tipenya ada 6 macam bukti audit, yaitu: 1. Physical Evidence Physical evidence atau bukti fisik adalah bukti yang terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi atau diinspeksi, dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. Contoh: bukti-bukti fisik yang diperoleh dari kas opname, observasi dari perhitungan fisik persediaan, audit fisik surat berharga dan inventarisasi aktiva tetap. 2. Confirmation Evidence Confirmation evidence atau bukti konfirmasi adalah bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan atau penilaian, langsung dari pihak ketiga di luar klien. Contoh: jawaban konfirmasi piutang, utang, barang konsinyasi, surat berharga yang disimpan biro administrasi efek dan konfirmasi dari penasihat hukum klien. 3. Documentary Evidence Documentary evidence atau bukti dokumen adalah bukti yang terdiri dari catatan-catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi. Contoh: faktur pembelian, copy faktur penjualan, journal voucher, general ledger dan sub ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completeness dan dan eksistensi serta berkaitan dengan audit trail yang memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar dan sebaliknya. 4. Mathematical Evidence Mathematical evidence atau bukti matematis adalah bukti dari hasil perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan auditor. Contoh: footing, cross footing dan extension dari rincian persediaan, perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi penarikan aktiva tetap, PPh dan accruals. Untuk rekonsiliasi misalnya audit rekonsiliasi bank, rekonsiliasi saldo piutang usaha dan utang menurut buku besar dan sub buku besar, rekonsiliasi inter company accounts dan lain-lain.
Hal 40
5. Analytical Evidence Analytical evidence atau bukti analitis adalah bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan (audit field work). Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk:
Trend (horizontal)
analysis,
yaitu membandingkan angka-angka laporan
keuangan tahun berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun persentase.
Common size (vertical) analysis.
Ratio analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage dan rasio manajemen aset.
6. Hearsay Evidence Hearsay (oral) evidence atau bukti oral adalah bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor. Contoh: jawaban atas pertanyaan-pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contingent liabilities, persediaan yang bergerak lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca dan lain-lain. Dari 6 macam bukti di atas, yang paling reliable atau paling tinggi reliabilitasnya adalah physical evidence. Selanjutnya makin ke bawah sampai dengan hearsay evidence adalah makin rendah reliabilitasnya. RANGKUMAN 1) Teknik audit merupakan cara-cara yang ditempuh oleh auditor untuk memperoleh pembuktian dalam membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya. Pembuktian dalam audit adalah mutlak diperlukan. Hal itu hanya bisa diperoleh dengan cara-cara tertentu yaitu dengan teknik audit. Oleh karena itu teknik audit memegang peranan penting dalam audit. 2) Ada berbagai macam teknik audit, antara lain : inspeksi, observasi, tanya jawab, konfirmasi, analisis, perbandingan, vouching, verifikasi, rekonsiliasi, trasir, rekomputasi dan scanning. Untuk membuktikan sesuatu hal dalam audit bisa dilakukan satu macam atau lebih teknik audit. Makin banyak macam teknik audit
Hal 41
yang bisa membuktikan sesuatu hal, maka akan makin menguatkan bagi auditor tentang temuannya. 3) Menurut tipenya ada 6 macam bukti audit, yaitu : physical evidence, confirmation evidence, documentary evidence, mathematical evidence, analytical evidence dan hearsay evidence.
LATIHAN
PILIHAN GANDA
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih satu jawaban yang telah tersedia. 1. Yang dimaksud dengan teknik audit adalah: a. Cara-cara yang ditempuh auditor untuk memperoleh pembuktian dalam membandingkan keadaan yang sebenarnya. b. Cara-cara yang ditempuh auditor untuk memperoleh dokumen dalam membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan sebelumnya. c. Cara-cara yang ditempuh auditor untuk memperoleh pembuktian dalam membandingkan
keadaan
yang
sebenarnya
dengan
keadaan
yang
seharusnya. d. Cara-cara yang ditempuh auditor untuk membuat laporan keuangan dalam membandingkan
keadaan
yang
sebenarnya
dengan
keadaan
yang
seharusnya. 2. Macam-macam teknik audit yang dapat diterapkan yaitu: a. Inspeksi, observasi, tanya jawab, konfirmasi, analisis, perbandingan, audit bukti-bukti tertulis (vouching dan verifikasi), rekonsiliasi, trasir, rekomputasi, dan scanning. b. Inspeksi, observasi, tanya jawab, konfirmasi, analisis, perbandingan, audit bukti-bukti tertulis (vouching dan verifikasi), rekonsiliasi. c. Inspeksi, observasi, tanya jawab, konfirmasi, analisis, perbandingan, audit bukti-bukti tertulis (vouching dan verifikasi), rekomputasi, dan scanning. d. Inspeksi, observasi, tanya jawab, konfirmasi, analisis, perbandingan, audit bukti-bukti tertulis (vouching dan verifikasi), rekonsiliasi, trasir, rekomputasi, dan scanning, pengayaan 3. Teknik audit yang menggunakan cara memeriksa dengan menggunakan panca indera terutama mata, untuk memperoleh pembuktian atas suatu keadaan atau
Hal 42
suatu masalah pada suatu saat tertentu (misalnya tentang eksistensi, jumlah dan jenis barang), disebut: a. Observasi b. Konfirmasi c. Trasir d. Inspeksi 4. Teknik audit yang menggunakan cara memeriksa dengan jalan menelusuri proses suatu keadaan, kegiatan, atau pun masalah sampai pada sumber atau bahan/ bukti pembukuannya, disebut: a. Observasi b. Konfirmasi c. Trasir d. Inspeksi 5. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contingent liabilities, persediaan yang bergerak lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca dan lain-lain, merupakan cara untuk mengumpulkan bukti: a. Hearsay evidence b. Oral evidence c. Analytical evidence d. Mathematical evidence
ESSAY
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1) Jelaskan arti pentingnya teknik audit! 2) Jelaskan macam dan teknik audit dan bagaimana implementasinya!
Hal 43
BAB WEWENANG, TUJUAN, DAN JENIS AUDIT
4
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Memahami tentang Wewenang Audit 2) Memahami tentang Tujuan Audit 3) Memahami tentang Jenis Audit Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang pendahuluan mengenai Audit kepabeanan dan Audit Cukai, maka pada modul ini akan membahas tentang wewenang, tujuan dan jenis Audit. Titik berat modul ini adalah ditekankan obyek audit yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melaksanakan kegiatan Audit. Tujuan dari kegiatan audit itu sendiri, serta jenis-jenis audit kepabeanan maupun audit cukai. A. Wewenang Audit Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap perseorangan atau badan hukum yang bertindak sebagai: 1. Importir; 2. Eksportir; 3. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS); 4. Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB); - Kawasan Berikat (KB)/Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB); - Gudang Berikat; - Toko Bebas Bea (TBB)/ Duty Free Shop; dan - Entrepot untuk Tempat Pameran 5. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK); 6. Pengusaha Pengangkutan. Untuk audit Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit terhadap: a. Pengusaha Pabrik; b. Pengusaha Tempat Penyimpanan;
Hal 44
c. Importir Barang Kena Cukai; d. Penyalur; e. Pengguna Barang Kena Cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai. B. Tujuan Audit Tujuan audit di bidang kepabeanan dan cukai adalah untuk menguji kepatuhan perusahaan perseorangan dan badan hukum (seperti yang dirinci di bagian “wewenang audit”) atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.
C. Jenis Audit Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai dibagi menjadi: 1. Audit Umum Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. Pelaksanaan audit umum bisa dilakukan secara terencana atau insidental. Audit umum yang terencana diakukan sesuai Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) yang disusun setiap 6 (enam) bulan/semester sekali, berdasarkan manajemen risiko. Sedangkan audit umum yang sewaktu-waktu dilakukan atas Perintah Dirjen, Permintaan Direktur, kakanwil, KaKPU, Instansi di luar DJBC dan Informasi Masyarakat. 2. Audit Khusus Audit khusus merupakan audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan tertentu/cukai tertentu. Contohnya adalah audit dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat BC mengenai nilai pabean. Audit khusus dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan perintah-perintah dirjen, Permintaan Direktur, kakanwil, KaKPU, instansi di luar DJBC dan Informasi Masyarakat, menggunakan skala prioritas. 3. Audit Investigasi Audit Investigasi dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana kepabeanan/cukai. Audit investigasi dilakukan secara sewaktu-waktu dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang kepabeanan/cukai didasarkan pada rekomendasi Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Kepala Bidang
Hal 45
Penindakan dan Penyidikan. Pelaksanaan audit investigasi harus didahulukan dari audit umum dan audit khusus, guna penyelesaian secepatnya. RANGKUMAN 1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap perseorangan atau badan hukum yang bertindak sebagai Importir, Eksportir, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB), Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan Pengusaha Pengangkutan. 2) Untuk audit Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, Penyalur, Pengguna Barang Kena Cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai. 3) Tujuan audit di bidang kepabeanan dan cukai adalah untuk menguji kepatuhan Obyek Audit atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. 4) Audit kepabeanan dan Audit Cukai dibagi menjadi 3 jenis yaitu audit Umum, Audit Khusus, dan Audit Investigasi
LATIHAN
Pilihan Ganda
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan menjawab salah satu jawaban yang tersedia: 1. Untuk audit cukai, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit terhadap: a. Pengusaha pabrik b. Pengusaha tempat penyimpanan c. Importir barang kena cukai d. Semuanya betul 2. Tujuan audit di bidang kepabeanan dan cukai yaitu: a. Menguji kepatuhan, keselarasan, keterkaitan perusahaan dan badan hukum atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai serta aturan lainnya.
Hal 46
b. Menguji keselarasan sediaan barang perusahaan dan badan hukum atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. c. Menguji kepatuhan perusahaan perseorangan dan badan hukum atas pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. d. Menguji
ketaatan
pembukuan
dan
laporan
keuangan
perusahaan
perseorangan dan badan hukum atas pemenuhan ketentuan perundangundangan di bidang kepabeanan dan cukai. 3. Jenis audit kepabeanan dan cukai adalah: a. Audit umum, khusus dan investigasi b. Audit umum dan investigasi c. Audit khusus dan investigasi d. Audit umum, khusus , investigasi dan forensic 4. Pengertian audit umum adalah: a. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. Pelaksanaannya bisa dilakukan secara terencana atau insidental. b. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan tertentu/cukai tertentu. Contohnya adalah audit dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat BC mengenai nilai pabean. c. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan terhadap beberapa pemenuhan kewajiban kepabeanan cukai. Contohnya adalah audit dalam rangka banding atas penetapan pejabat BC mengenai nilai pabean. d. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai tertentu. Pelaksanaannya dilakukan secara insidental. 5. Pengertian audit khusus adalah: a. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. Pelaksanaannya bisa dilakukan secara terencana atau insidental.
Hal 47
b. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan tertentu/cukai tertentu. Contohnya adalah audit dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat BC mengenai nilai pabean. c. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan terhadap beberapa pemenuhan kewajiban kepabeanan cukai. Contohnya adalah audit dalam rangka banding atas penetapan pejabat BC mengenai nilai pabean. d. Audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai tertentu. Pelaksanaannya dilakukan secara insidental.
ESSAY
Jawablah Pertanyaan di bawah ini dengan benar: 1) Sebutkan siapa saja yang menjadi Obyek Audit Kepabeanan maupun Obyek Audit Cukai ? 2) Apa yang menjadi Tujuan Audit Kepabeanan dan audit Cukai ? 3) Sebutkan 3 Jenis Audit Kepabeanan dan Audit Cukai, jelaskan masing- masing ?
Hal 48
BAB TIM AUDIT DAN DASAR PELAKSANAAN AUDIT
5
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Memahami tentang Tim Audit 2) Memahami tentang Surat Tugas dan SuratPerintah 3) Memahami tentang Periode Audit 4) Membuat Dokumen yang Berkaitan dengan Tim Audit dan Dasar Pelaksanaan Audit Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang kewenangan, tujuan, dan jenis audit, maka pada modul ini akan membahas tentang Tim Audit dan Dasar pelaksanaan Audit. Titik berat modul ini adalah ditekankan pada susunan tim audit, penambahan tim audit serta Surat Tugas dan Surat Perintah yang menjadi dasar dilaksanakannya tugas audit. Pengertian di dalam susunan di dalam Tim Audit yaitu Auditor, Ketua Auditor, Pengendali Teknis Audit, Pengawas Mutu Audit. Periode audit dijelaskan pada modul ini yang merupakan periode pengawasan di dalam pelaksanaan audit.
A. Tim Audit Dalam audit kepabeanan dan audit Cukai, setiap pelaksanaan audit dapat dilakukan oleh Tim Audit Direktorat Audit, Tim Audit Kantor Wilayah atau Tim Audit Kantor Pelayanan Utama. Sebuah tim audit terdiri dari: 1. Seorang Pengawas Mutu Audit (PMA) 2. Seorang Pengendali Teknis Audit (PTA) 3. Seorang Ketua Auditor 4. Seorang atau lebih Auditor Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit di atas ditambah dengan satu lebih Pejabat Bea dan Cukai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Bidang Penindakan dan Penyidikan. Selain itu, dalam hal dipandang perlu, susunan tim audit juga dapat ditambah dengan:
Hal 49
1. seorang atau lebih Pejabat Bea dan Cukai selain auditor; dan/atau 2. seorang atau lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Auditor adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai auditor yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan audit. Tugas auditor meliputi: a.
Mengumpulkan informasi awal dalam rangka audit;
b.
Melakukan wawancara dengan auditee;
c.
Membuat konsep surat dan bukti tanda terima peminjaman buku, catatan, surat dan dokumen untuk penelitian;
d.
Meneliti kelengkapan data audit;
e.
Membuat konsep surat pernyataan penyerahan data audit;
f.
Dalam hal auditee atau wakilnya menolak untuk diaudit atau menolak membantu kelancaran audit, auditor membuat konsep surat dan/atau berita acara penolakan dan/atau tidak membantu kelancaran audit;
g.
Dalam hal auditee atau wakilnya menolak menandatangani surat penolakan dan/atau tidak membantu kelancaran audit, menandatangani berita acara penolakan;
h.
Dalam hal dilakukan pencacahan fisik, auditor membuat konsep surat pemberitahuan pencacahan fisik sediaan barang;
i.
Dalam hal dilakukan pencacahan fisik, auditor melakukan pencacahan fisik sediaan barang;
j.
Dalam hal dilakukan pencacahan fisik, auditor membuat konsep dan menandatangani Berita Acara pencacahan fisik sediaan barang;
k.
Membuat Kertas Kerja Audit (KKA) terkait dengan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor;
l.
Dalam hal terjadi pelimpahan tugas tim audit, auditor membuat laporan kemajuan kepada ketua auditor dan membuat berita acara serah terima pekerjaan;
m.
Apabila diperlukan membantu Ketua Auditor untuk melakukan tindakan pengamanan;
n.
Menyiapkan data dan ikut dalam pembahasan akhir;
o.
Membuat konsep dan menandatangani Berita Acara Hasil Audit (BAHA);
Hal 50
p.
Apabila diperlukan membuat konsep dan menandatangani Berita Acara Penghentian Audit (BAPA). Ketua Auditor adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian
sebagai Ketua Auditor Bea dan Cukai. Tugas Ketua Auditor meliputi: a.
Mengikuti pengarahan persiapan audit;
b.
Menyusun dan menandatangani Rencana Kerja Audit (RKA);
c.
Menyusun program audit sesuai dengan obyek audit;
d.
Menjelaskan maksud dan tujuan audit kepada auditee;
e.
Melakukan peminjaman buku, catatan, surat, dan dokumen untuk penelitian;
f.
Menyerahkan surat pernyataan penyerahan data audit kepada auditee untuk ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau yang mewakili;
g.
Dalam hal auditee atau wakilnya menolak untuk diaudit atau menolak membantu kelancaran audit, ketua auditor menyerahkan surat penolakan dan/atau tidak membantu kelancaran audit untuk ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau yang mewakili;
h.
Dalam hal auditee atau wakilnya menolak menandatangani surat penolakan dan/atau tidak membantu kelancaran audit, menandatangani berita acara penolakan
i.
Menyimpan data audit sampai dengan dikembalikan kepada pihak terkait;
j.
Melakukan pengujian terhadap pelaksanaan Struktur Pengendalian Intern (SPI);
k.
Mengusulkan ruang lingkup audit kepada Pengendali Teknis Audit (PTA);
l.
Dalam hal dilakukan pencacahan fisik, ketua auditor menyerahkan surat pemberitahuan pencacahan fisik sediaan barang;
m.
Dalam hal dilakukan pencacahan fisik, ketua auditor mengikuti pencacahan fisik sediaan barang;
n.
Dalam hal dilakukan pencacahan fisik, ketua auditor menyetujui dan menandatangani Berita Acara pencacahan fisik sediaan barang;
o.
Menyetujui KKA yang dibuat oleh auditor;
p.
Apabila diperlukan, membuat surat konfirmasi kepada pihak ketiga;
q.
Apabila diperlukan, melakukan konfirmasi lisan dengan pihak ketiga;
r.
Melakukan konsultasi secara periodik dengan PTA dan Pengawas Mutu Audit (PMA);
Hal 51
s.
Dalam hal terjadi pelimpahan tugas tim audit, ketua auditor membuat laporan kemajuan kepada PTA dan membuat berita acara serah terima pekerjaan;
t.
Apabila diperlukan dapat melakukan tindakan pengamanan;
u.
Dalam hal penghentian audit, ketua auditor menyetujui konsep dan menandatangani BAPA;
v.
Membuat dan menandatangani Daftar Temuan Sementara (DTS);
w.
Melaksanakan pembahasan akhir sebagai ketua auditor;
x.
Menyetujui dan menandatangani BAHA sebagai Ketua Auditor;
y.
Menyusun konsep dan menandatangani Laporan Hasil Audit (LHA). Pengendali Teknis Audit (PTA) adalah auditor yang telah memperoleh
sertifikat keahlian sebagai PTA Bea dan Cukai. Tugas PTA adalah: a.
Mendampingi PMA memberi pengarahan persiapan audit;
b.
Mengkaji dan menandatangani RKA;
c.
Mengkaji dan merekomendasikan program audit sesuai dengan obyek audit;
d.
Melakukan supervisi kepada ketua auditor dalam penilaian SPI auditee;
e.
Mempresentasikan rencana pelaksanaan audit mengenai ruang lingkup audit kepada PMA;
f.
Mengkaji KKA yang diajukan oleh ketua auditor;
g.
Melaksanakan supervisi dalam bentuk konsultasi di dalam pelaksanaan audit kepada Ketua Auditor;
h.
Mengevaluasi realisasi RKA;
i.
Dalam hal terjadi pelimpahan tugas tim audit, PTA membuat laporan kemajuan kepada PMA dan membuat berita acara serah terima pekerjaan;
j.
Dalam hal penghentian audit, PTA mengkaji dan menandatangani BAPA;
k.
Mengkaji dan menandatangani DTS;
l.
Melaksanakan pembahasan akhir sebagai PTA;
m.
Menyetujui dan menandatangani BAHA sebagai PTA;
n.
Mengkaji dan menandatangani LHA. Pengawas Mutu Audit (PMA) adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat
keahlian sebagai PMA Bea dan Cukai. Tugas PMA meliputi: a.
Memberikan pengarahan atas penugasan tim audit tentang kegiatan audit dan/atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan audit;
b.
Menyetujui dan menandatangani RKA;
Hal 52
c.
Menyetujui program audit sesuai dengan obyek audit;
d.
Menetapkan ruang lingkup audit;
e.
Mengawasi dan mengarahkan pelaksanaan audit dalam bentuk konsultasi di dalam pelaksanaan audit kepada PTA dan Ketua Auditor;
f.
Mengevaluasi realisasi RKA;
g.
Dalam hal terjadi pelimpahan tugas tim audit, PMA membuat laporan kemajuan kepada Direktur Audit/Kepala Kanwil/Kepala KPU dan membuat berita acara serah terima pekerjaan;
h.
Dalam hal penghentian audit, PMA menyetujui dan menandatangani BAPA;
i.
Menyetujui dan menandatangani DTS;
j.
Melaksanakan pembahasan akhir sebagai PMA;
k.
Menyetujui dan menandatangani BAHA sebagai PMA;
l.
Menyetujui dan menandatangani LHA. PMA, PTA, Ketua Auditor, Auditor, dan/atau pejabat Bea dan Cukai dalam
Tim Audit dapat diganti apabila dialihtugaskan, dianggap tidak mampu atau atas permintaan dari yang bersangkutan. Di samping itu, jumlah Auditor dapat ditambah dalam hal volume pekerjaan mempunyai tingkat kesulitan tinggi. Dalam hal terdapat penggantian atau penambahan Auditor dalam suatu Tim Audit, maka Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan Utama harus menerbitkan surat tugas atau surat perintah. Khusus untuk penggantian PMA, PTA, Ketua Auditor dan/atau pejabat Bea dan Cukai, surat tugas atau surat perintah baru yang diterbitkan, ditindaklanjuti dengan pembuatan berita acara serah terima penugasan. Surat Tugas dan Surat Perintah Surat tugas dan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Surat tugas digunakan sebagai dasar pelaksanaan Audit Umum dan Khusus, sedangkan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Surat tugas dan surat perintah ini diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Pelayanan Kantor Utama. 1. Surat Tugas Sebagai dasar pelaksanaan Audit umum dan Khusus, surat tugas harus diterbitkan pada periode DROA berjalan. Surat tugas diterbitkan berdasarkan NPA (Nomor Pelaksanaan Audit) yang diterbitkan oleh Direktur Audit. Fungsi dari NPA ini
Hal 53
adalah sebagai sarana pengawasan pelaksanaan audit dan dasar penerbitan surat tugas. Tetapi dalam hal pelaksanaan Audit Khusus dalam rangka keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai atau Audit Investigasi, NPA tidak diperlukan. Dalam hal audit dilaksanakan sewaktu-waktu, permintaan NPA diajukan kepada Direktur Audit. Direktur Audit memberikan keputusan atas permintaan NPA paling lama 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan NPA. Apabila dalam 5 (lima) hari sejak kerja setelah diterimanya permintaan NPA, Direktur Audit belum memberikan persetujuan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama dapat melaksanakan audit sewaktu-waktu. Sedangkan apabila dalam waktu 5 (lima) hari permintaan NPA diterima, maka surat tugas harus diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya NPA, tetapi apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari tersebut terlewati, maka NPA dinyatakan tidak berlaku. Setiap penerbitan surat tugas harus diikuti dengan penerbitan kuisioner yang ditujukan untuk diisi oleh auditee. Fungsi kuesioner ini adalah untuk menilai kinerja tim audit dan sistem audit. Kuesioner ini diterbitkan oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. Dalam hal audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Direktur Audit menyampaikan tembusan surat tugas Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Utama, sedangkan apabila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama, maka Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan tembusan surat tugas kepada Direktur Audit. 2. Surat Perintah Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Dalam hal audit investigasi berdasarkan Surat Perintah dirjen, tembusan surat perintah disampaikan kepada Direktur Audit, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang terkait. Sedangkan apabila audit berdasarkan Surat Perintah Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Utama, maka tembusan Surat Perintah disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Direktur Audit. 3. Periode Audit Periode Audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. Dalam hal Auditee belum pernah diaudit, maka periode audit dimulai sejak Auditee
Hal 54
melakukan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. PMA dapat mengajukan perubahan periode audit kepada Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
B. Dokumen-dokumen yang Digunakan Berkaitan dengan Tim Audit 1. Surat Tugas
Hal 55
Cara Pengisian
Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang menerbitkan surat tugas
Angka (2)
Diisi nomor Surat Tugas
Angka (3)
Diisi dengan surat yang melatarbelakangi penerbitan surat tugas (jika ada)
Angka (4)
Diisi nama PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (5)
Diisi Nomor Induk Pegawai PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (6) Angka (7) Angka (8)
Diisi pangkat/golongan PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan Diisi Jabatan pejabat bea dan cukai yang ditugaskan Diisi Nama, NIP, Pangkat, Jabatan dalam hal dilakukan penambahan anggota tim audit
Angka (9)
Diisi Nama perusahaan yang diaudit
Angka (10)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit
Angka (11)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (12)
Diisi tanggal periode penugasan audit lapangan Diisi Direktur Audit untuk audit dilaksanakan Direktorat Audit, diisi
Angka (13)
Kepala Kantor Wilayah untuk audit dilaksanakan Kantor Wilayah atau diisi Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit dilaksanakan Kantor Pelayanan Utama
Angka (14)
Diisi tanggal surat tugas
Hal 56
Diisi Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Angka (15)
yang
mengawasi perusahaan yang diaudit bila audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, atau diisi Direktur Audit bila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama
2. Surat Perintah
Hal 57
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang menerbitkan surat perintah
:
Angka (2)
Diisi nomor Surat Perintah
Angka (3)
Diisi dengan surat yang melatarbelakangi penerbitan surat tugas (jika
: :
ada) Angka (4)
Diisi nama PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
:
Angka (5)
Diisi Nomor Induk Pegawai PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang
:
ditugaskan Angka (6)
Diisi pangkat/golongan PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (7)
Diisi Jabatan pejabat bea dan cukai yang ditugaskan
Angka (8)
Diisi Nama, NIP, Pangkat, Jabatan dalam hal dilakukan penambahan
:
anggota tim audit Angka (9)
Diisi Nama perusahaan yang diaudit
:
Angka (10)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit
Angka (11)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (12)
Diisi tanggal periode penugasan audit lapangan
Angka (13)
Direktur : Jenderal, diisi Kepala Kantor Wilayah untuk audit dilakukan
:
: :
Kantor Wilayah atau diisi Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit dilakukan Kantor Pelayanan Utama Angka (14)
Diisi : tanggal surat perintah
Angka (15)
diisi: Direktur Jenderal u.b. Kepala Kantor Wilayah untuk audit dilakukan Kantor Wilayah atau diisi Direktur Jenderal u.b. Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit dilakukan Kantor Pelayanan Utama
Angka (16)
Diisi Direktur Penindakan dan Penyidikan, Direktur Audit, dan Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama terkait bila audit dilaksanakan dengan surat perintah Direktur Jenderal, atau diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit dan Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan bila audit dilaksanakan Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama
Hal 58
:
3. Surat Tugas/Perintah untuk pergantian anggota tim
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang menerbitkan surat
Angka (2)
Diisi nomor Surat Tugas/Perintah
:
:
Hal 59
Angka (3)
Diisi Nama perusahaan yang diaudit
Angka (4)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit
Angka (5)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (6)
Diisi Nomor dan tanggal surat tugas/perintah yang akan ditambah anggotanya atau terdapat pergantian
Angka (7)
Diisi nama PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (8):
Diisi Nomor Induk Pegawai PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (9)
Diisi pangkat PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (10):
Diisi Jabatan dari tim audit atau Jabatan pejabat bea dan cukai yang ditugaskan
Angka (11):
Diisi dengan memberi tanda silang (X) pada bagian yang diperlukan
Angka (12)
Diisi nama PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang digantikan
Angka (13)
Diisi Nomor Induk Pegawai PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang digantikan
Angka (14)
Diisi pangkat PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang digantikan
Angka (15)
Diisi Jabatan dari tim audit atau Jabatan pejabat bea dan cukai yang
:
digantikan Angka (16)
Diisi Surat Penetapan, Surat Tindak Lanjut Hasil Audit atau Surat Rekomendasi
Angka (17)
Diisi tempat dan tanggal surat tugas/perintah
Angka (18)
Diisi Direktur Jenderal untuk surat perintah yang ditandatangani Direktur Jenderal diisi Direktur Jenderal u.b. Direktur Audit untuk surat tugas yang dilakukan Direktorat Audit, diisi Direktur Jenderal u.b. Kepala Kantor Wilayah untuk audit yang dilakukan Kantor Wilayah atau diisi Direktur Jenderal u.b. Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit yang dilakukan Kantor Pelayanan Utama
Angka (19)
dilaksanakan dengan surat perintah Direktur Jenderal, diisi Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama terkait untuk surat tugas yang dilakukan Direktorat Audit, atau diisi Direktur Audit bila audit dilaksanakan Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama.
Hal 60
:
4. Perpanjangan jangka waktu surat tugas/perintah
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi nomor Nota Dinas
:
:
Hal 61
Diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Angka (3)
Kantor Pelayanan Utama
:
Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas/surat perintah
Angka (5)
Diisi nama perusahaan yang diaudit
Angka (6)
Diisi nomor pokok wajib pajak perusahaan yang diaudit
Angka (7)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (8)
Diisi waktu penugasan
Angka (9)
Diisi : hari terakhir periode surat tugas/perintah
Angka (10)
Diisi tanggal terakhir waktu perpanjangan yang dibutuhkan
Angka (11)
Diisi alasan permohonan perpanjangan
:
: :
:
:
:
:
5. Izin Perpanjangan Surat Tugas/Perintah
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Hal 62
Angka (2)
Diisi nomor Nota Dinas
:
Angka (3)
Diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala
:
Kantor Pelayanan Utama Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat permohonan perpanjangan waktu penugasan
:
pada surat tugas/perintah Angka (5)
Diisi nama perusahaan yang diaudit
:
Angka (6)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit
Angka (7)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (8)
Diisi waktu penugasan
Angka (9)
Diisi : tanda silang salah satu pilihan yang ada
Angka (10)
Diisi tanggal berakhirnya perpanjangan surat tugas/perintah jika permohonan
:
:
:
:
dikabulkan Angka (11)
Diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
Angka (12)
Cukup jelas
:
6. Berita Acara Serah Terima
Hal 63
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi hari, tanggal, bulan, dan tahun ditandatanganinya berita acara
Angka (3)
Diisi nomor Surat Tugas/Perintah Penggantian
Angka (4)
Diisi nama PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (5)
Diisi Nomor Induk Pegawai PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang
: : :
ditugaskan Angka (6)
Diisi pangkat PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
:
Angka (7)
Diisi Jabatan dari tim audit
Angka (8)
Diisi nama PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang digantikan
Angka (9)
Diisi Nomor Induk Pegawai PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang
: :
digantikan Angka (10)
Diisi pangkat PMA/PTA/Ketua Auditor/Auditor yang digantikan
:
Angka (11)
Diisi Jabatan dari tim audit yang digantikan
Angka (12)
Diisi Nama perusahaan yang diaudit
Angka (13)
Diisi nomor pokok wajib pajak perusahaan yang diaudit
Angka (14)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (15)
Diisi surat tugas/perintah yang akan ditambah anggotanya atau
: :
:
:
terdapat pergantian Angka (16)
Diisi nomor urut
:
Angka (17)
Diisi jenis pekerjaan. Contoh: Penghitungan Penjualan Lokal Barang
:
Jadi Fasilitas Angka (18)
Diisi tahap pada proses pekerjaan angka (17). Contoh: Rekapitulasi Penjualan Barang Jadi
Hal 64
:
Angka (19)
Diisi data pendukung yang sedang dikerjakan dan diserahterimakan.
:
Contoh: Dokumen Surat Jalan, Faktur Pajak Penjualan, dan Pass Keluar Satpam Angka (20)
Diisi satuan data yang diserahterimakan. Contoh: 3 kardus dan 2 disket
Angka (21)
Diisi halaman ke dari sekian halaman.
7. Pemintaan NPA untuk audit sewaktu-waktu
Cara Pengisian Angka (1) Angka (2) Angka (3)
Diisi kop surat kantor DJBC yang mengirimkan surat Diisi Nomor Surat Diisi Sifat Surat
Hal 65
:
Angka (4) Angka (5) Angka (6)
Diisi jumlah dan satuan dari lampiran Diisi dasar/alasan pelaksanaan audit secara sewaktu-waktu Diisi Nama Perusahaan, Alamat, NPWP (apabila lebih dari satu Perusahaan yang akan diaudit atau membutuhkan lampiran, maka diisi sesuai lampiran) Angka (7) Diisi nomor urut Angka (8) Diisi hal lain yang perlu ditambahkan Angka (9) Diisi halaman ke. .dari sekian halaman 8. Kuesioner
Hal 66
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Angka (2)
Diisi nomor surat
Angka (3)
Diisi Nama dan Alamat perusahaan yang akan diaudit
Angka (4)
Diisi : Direktur Audit untuk surat tugas yang dilakukan Direktorat Audit, diisi
: :
Kepala Kantor Wilayah untuk audit dilakukan Kantor Wilayah atau diisi Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit dilakukan Kantor Pelayanan Utama
Hal 67
Angka (5)
Diisi Alamat Direktur Audit untuk surat tugas yang dilakukan Direktorat
:
Audit, diisi Alamat Kepala Kantor Wilayah untuk audit dilakukan Kantor Wilayah atau diisi Alamat Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit dilakukan Kantor Pelayanan Utama Angka (6)
Diisi nomor telepon yang langsung diterima Direktur Audit, Kepala Kantor
:
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Angka (7)
Diisi nomor Faksimile yang langsung diterima Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
Angka (8)
Diisi Nama perusahaan yang diaudit
Angka (9)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas
Angka (10)
Diisi jangka waktu surat tugas
: :
9. Perubahan Periode Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Hal 68
:
Angka (2)
Diisi nomor Nota Dinas
:
Angka (3)
Diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas/perintah
:
Angka (5)
Diisi nama perusahaan yang diaudit
Angka (6)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit
Angka (7)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (8)
Diisi periode audit semula. Contoh: 1 Januari 2005 s.d. 31 Oktober 2007
Angka (9)
Diisi periode audit perubahan. Contoh: 1 Januari 2005 s.d. 30 November
: :
:
2007 Angka (10)
Diisi alasan permohonan perubahan periode audit
:
10. Izin Perubahan Periode Audit
Hal 69
:
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Angka (2)
Diisi nomor Nota Dinas
Angka (3)
Diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau
:
Kepala Kantor Pelayanan Utama Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat permohonan perubahan periode audit
Angka (5)
Diisi nama perusahaan yang diaudit
Angka (6)
Diisi nomor pokok wajib pajak perusahaan yang diaudit
Angka (7)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (8)
Diisi periode audit semula. Contoh: 1 Januari 2005 s.d. 31 Oktober
:
: :
:
2007 Angka (9)
Diisi: tanda silang salah satu pilihan yang ada
Angka (10)
Diisi periode audit perubahan. Contoh: 1 Januari 2005 s.d. 30 November 2007
RANGKUMAN 1) Sebuah tim audit terdiri dari Seorang Pengawas Mutu Audit (PMA), Seorang Pengendali Teknis Audit (PTA), Seorang Ketua Auditor, Seorang atau lebih Auditor. Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit di atas ditambah dengan satu lebih Pejabat Bea dan Cukai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Bidang Penindakan dan Penyidikan. 2) Selain itu, dalam hal dipandang perlu, susunan tim audit juga dapat ditambah dengan seorang atau lebih Pejabat Bea dan Cukai selain auditor; dan/atau seorang atau lebih pejabat instansi lain di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 3) Surat tugas dan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Periode Audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. Dalam hal Auditee belum pernah diaudit, maka periode audit dimulai sejak Auditee melakukan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas.
Hal 70
:
LATIHAN
Pilihan Ganda
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan menjawab salah satu jawaban yang tersedia: 1. Komposisi dari tim audit yaitu: a. Seorang PMA, seorang PTA, seorang ketua auditor dan seorang atau lebih auditor b. Seorang PMA, seorang ketua auditor dan seorang atau lebih auditor c. Seorang PMA, seorang PTA, beberapa ketua auditor dan seorang atau lebih auditor d. Beberapa PMA, seorang PTA, seorang ketua auditor dan seorang atau lebih auditor 2. Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit ditambah dengan: a. Pejabat BC dari Direktorat P2 atau Bidang P2 b. Pejabat BC dari Direktorat Fasilitas atau Bidang P2 c. Pejabat BC dari Direktorat P2 atau Bidang Pelayanan Pabean d. Pejabat BC dari Sekretariat P2 dan Bidang P2 3. Tugas auditor adalah seperti di bawah ini, kecuali: a. Membuat konsep surat dan bukti tanda terima peminjaman buku, catatan, surat dan dokumen untuk penelitian; b. Dalam hal auditee atau wakilnya menolak untuk diaudit atau menolak membantu kelancaran audit, auditor membuat konsep surat dan/atau berita acara penolakan dan/atau tidak membantu kelancaran audit; c. Dalam hal auditee atau wakilnya menolak menandatangani surat penolakan dan/atau tidak membantu kelancaran audit, menandatangani berita acara penolakan d. Menjelaskan maksud dan tujuan audit kepada auditee; 4. Manakah pernyataan berikut yang benar: a. Surat tugas dan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Surat tugas digunakan sebagai dasar pelaksanaan Audit Umum dan Khusus, sedangkan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya Audit
Hal 71
Investigasi. Surat tugas dan surat perintah ini diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit b. Surat tugas merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Surat tugas digunakan sebagai dasar pelaksanaan Audit Umum dan Khusus dan dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Surat tugas diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit c. Surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Surat perintah digunakan sebagai dasar pelaksanaan Audit Umum dan Khusus merupakan dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Surat perintah ini diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit d. Surat tugas dan surat perintah dan nota dinas penunjukan merupakan dasar dilaksanakannya tugas audit. Surat tugas digunakan sebagai dasar pelaksanaan Audit Umum dan Khusus, sedangkan surat perintah merupakan dasar dilaksanakannya Audit Investigasi. Surat tugas, surat perintah dan nota dinas ini diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit. 5. Periode audit adalah: a. Dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. b. Dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan awal bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. c. Dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan pertengahan bulan penerbitan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas. d. Dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya sampai dengan akhir bulan pencetakan surat tugas atau akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas.
ESSAY
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1)
Sebutkan susunan keanggotaan Tim Audit ?
2)
Sebutkan yang menjadi dasar pelaksanaan Audit oleh Tim Audit ?
3) Kapan periode audit untuk satu entitas perusahaan dimulai dan diakhiri ?
Hal 72
BAB PERENCANAAN AUDIT
6
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Memahami mekanisme Penyusunan DROA 2) Memahami tentang Risk Management 3) Membuat Dokumen yang Berkaitan dengan Perencanaan Audit 4) Audit dan Dasar Pelaksanaan Audit Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang Tim audit dan dasar pelaksanaan audit, maka pada modul ini akan membahas tentang Perencanaan Audit. Titik berat modul ini adalah ditekankan pada Penyusunan Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) dan proses manajemen risiko dan penerapan manajemen risiko dalam penentuan Obyek Audit. A. Penyusunan DROA Perencanaan audit merupakan langkah penting pertama yang harus dipersiapkan dengan baik agar pekerjaan-pekerjaan audit yang akan dilakukan dalam suatu periode berjalan dengan baik, terkoordinasi dan tidak saling tumpangtindih. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menuangkan rencana audit dalam Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) DROA merupakan daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun secara selektif untuk periode 6 (enam) bulan berdasarkan manajemen risiko, sehingga periode DROA ini adalah jangka waktu 1 Januari s.d. 30 Juni dan 1 Juli s.d. 31 Desember (semesteran). DROA disusun oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama sesuai periode DROA. Untuk DROA yang disusun oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama, harus diusulkan dan disampaikan terlebih dahulu kepada Direktur Audit selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum Periode DROA. Kemudian Direktur Audit melakukan penelitian
Hal 73
terhadap usulan DROA, melakukan koreksi bila diperlukan, memberikan persetujuan dan mencantumkan NPA. Persetujuan DROA oleh Direktur Audit harus diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterima. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari Direktur Audit belum memberikan persetujuan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama dapat melaksanakan Audit sesuai usulan DROA. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat mengajukan perubahan DROA kepada Direktur Audit paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum periode DROA berakhir. Direktur Audit melakukan penelitian terhadap usulan DROA, melakukan koreksi bila diperlukan, memberikan persetujuan dan mencantumkan NPA bila diperlukan. Keputusan atas hasil penelitian oleh Direktur Audit harus diberikan paling lama 15 (lima belas) hari sejak diterima pengajuan perubahan DROA. Apabila dalam 15 (lima belas) hari Direktur Audit belum memberikan keputusan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama dapat melaksanakan Audit sesuai usulan DROA. B. Risk Management 1. Manajemen Risiko Prinsip Risk Management merupakan prinsip yang dikembangkan dalam rangka penentuan tingkat pelayanan dan pengawasan secara selektif. Prinsip ini dilakukan dengan sistem pengukuran tingkat risiko atas sejumlah indikator risiko dan kriteria yang disusun secara sistematis dan dinamis. Prinsip penentuan tingkat risiko telah dilakukan di beberapa sistem atau unit seperti pada:
Sistem Registrasi Importir, Direktorat Audit Kantor Pusat DJBC
Research and Analysis Unit, Direktorat Audit Kantor Pusat DJBC
Customs Intelligent System, Direktorat P2 Kantor Pusat DJBC Langkah pertama untuk dapat melakukan manajemen risiko adalah
mengetahui dengan pasti tentang definisi risiko. Risiko atau risk adalah sama dengan ketidakpastian atau uncertainty dan dapat didefinisikan sebagai kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan konsekuensinya atau dengan akibatnya (ISO/IEC Guide 73:2002. British Standard Institution).
Hal 74
Untuk semua tindakan yang dilakukan oleh manusia (organisasi) selalu terdapat potensi kejadian dan akibat yang mungkin berupa keuntungan (upside risk) atau bahaya terhadap keberhasilan (downside risk). Risiko dapat juga didefinisikan sebagai pure risk dan speculative risk. Risiko murni (pure risk) adalah kemungkinan terjadinya sesuatu akan menyebabkan kerugian, sedangkan risiko spekulasi (speculative risk) adalah kemungkinan terjadinya sesuatu akan menyebabkan kemungkinan kerugian atau kemungkinan keuntungan. Manajemen risiko adalah berkaitan, tidak hanya aspek risiko negatif, tetapi juga risiko positif. Organisasi
mempertimbangkan
risiko
yang
dihadapi
setiap
kegiatan
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi atau risiko portofolio organisasi. Fokus manajemen risiko adalah mengenal pasti risiko dan mengambil tindakan yang tepat terhadap risiko. Tujuannya adalah secara terus menerus menciptakan/menambah nilai maksimum kepada semua kegiatan organisasi. Manajemen risiko merupakan proses yang dikembangkan secara terusmenerus
yang
pelaksanaannya
berdasarkan
strategi,
yang
diikuti
dengan
implementasi strategi dan harus mengintegrasikan budaya organisasi serta harus dapat menerjemahkan strategi ke dalam taktik dan tujuan operasional, sehingga dengan demikian manajemen risiko akan dapat mendukung akuntabilitas dan pengukuran kinerja dalam rangka peningkatan efisiensi operasi pada semua tingkatan organisasi. Paul Sutaryono, seorang pengamat dan praktisi perbankan (investor daily, Januari 2007) menekankan pentingnya manfaat penerapan manajemen risiko, antara lain:
Tersedianya informasi dan perspektif terhadap manajemen menyangkut jenis/ragam risiko;
Tersedianya isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen risiko dan review yang akan dilakukan;
Dapat menghitung dan mengukur besarnya risk exposure;
Dapat menetapkan alokasi sumber dana dan limit risiko;
Dapat menyediakan cadangan yang memadai untuk mengantisipasi risiko yang sudah dihitung dan diukur;
Dapat menghindari potensi kerugian yang relatif lebih besar.
Hal 75
2. Proses Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan proses sistematik untuk mengelola risiko. Pada hakikatnya ada 4 (empat ) langkah dalam proses manajemen risiko yang meliputi: a.
Identifikasi Risiko (identify risk) Tujuan
identifikasi
risiko
adalah
untuk
mengenal
pasti
ancaman
ketidakpastian yang dihadapi organisasi. Untuk dapat melakukannya dengan baik, diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang organisasi, lingkungan, hukum dan perundang-undangan, sosial, politik serta budaya di mana organisasi berada, juga tingkat kemajuan pemahaman tentang strategi dan tujuan operasional, meliputi faktor-faktor keberhasilan, ancaman serta peluang untuk mencapai tujuan. b.
Evaluasi Risiko (evaluate risk) Langkah kedua setelah identifikasi risiko adalah perlu dilakukan evaluasi
untuk setiap sumber risiko yang telah diidentifikasi. Pada tahap ini, risiko murni dapat dikategorikan berdasarkan frekuensi atau berdasarkan seringnya kerugian terjadi. Selain itu juga perlu dianalisis besarnya atau tingkat kekejaman risiko. Harus dipertimbangkan besarnya kerugian yang paling mungkin terjadi dan kerugian maksimum yang mungkin terjadi. Di dalam mengevaluasi risiko secara menyeluruh perlu dikaji derajat risiko dengan cara-cara yang akurat. c.
Pemilihan teknik manajemen risiko (select risk management techniques) Hasil analisis pada tahap kedua digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan cara-cara yang akan digunakan untuk menangani risiko. Untuk situasi tertentu mungkin tidak perlu tindakan lebih lanjut. Tetapi pada situasi lain, harus digunakan cara-cara yang canggih untuk mengatasi kerugian yang sangat mungkin terjadi. d.
Implementasi dan kaji ulang teknik (implement and review techniques) Langkah berikut adalah keputusan tentang metode optimal untuk menangani
risiko yang telah diidentifikasi, organisasi harus mengimplementasikan metode yang dipilih. Akan tetapi manajemen risiko harus merupakan proses yang terus menerus di mana keputusan-keputusan terdahulu, yang telah diputuskan harus dikaji ulang secara teratur. Kadang-kadang malah muncul risiko baru atau terjadi perubahan signifikan dari kerugian yang diharapkan atau keadaan semakin memburuk.
Hal 76
3. Asessment Risiko Menurut definisi ISO/IEC Guide 73, yang dimaksud dengan assesmen risiko adalah keseluruhan proses analisis risiko dan evaluasi risiko. Ada beberapa teknik asesmen risiko yang lazim dipergunakan yang dibedakan atas teknik-teknik yang berkaitan dengan identifikasi risiko dan teknik serta metode analisis risiko. Teknik identifikasi risiko yang dapat dipergunakan antara lain: Brainstroming, Questionnaire, Bussiness Studies, Industry Benchmarking, Scenario Analysis, Auditing and Inspection.
4. Analisis Risiko Banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk menganalisis risiko. Ada yang secara khusus untuk risiko yang menguntungkan (upside risk) dan yang merugikan (downside risk) atau dapat digunakan sekaligus untuk kedua macam risiko (both). Beberapa tahapan dalam analisis risiko dapat diuraikan secara berturut-turut adalah: a.
Identifikasi Risiko Identifikasi risiko harus dilakukan dengan metode tertentu sehingga dapat
dipastikan bahwa semua kegiatan penting telah diidentifikasi dan seluruh risiko berasal dari kegiatan diidentifikasi secara jelas. Semua perubahan (volatility) yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan harus dikenal dan dikelompokkan secara pasti. b.
Deskripsi Risiko Tujuan membuat deskripsi risiko adalah
untuk mengungkapkan atau
membentangkan risiko yang telah diidentifikasi dalam bentuk yang terstruktur, misalnya dengan menggunakan tabel. Tabel deskripsi risiko dapat digunakan untuk mempermudah deskripsi dan asesmen risiko. c.
Estimasi Risiko Estimasi risiko dapat berupa kuantitatif, semi kuantitatif atau kualitatif dalam
hal
probabilitas
(kemungkinann)
terjadinya
serta
konsekuensinya.
Contoh:
konsekuensi dalam arti ancaman (downside risk) dan peluang (upside risk) mungkin tinggi, sedang, atau rendah. Probability mungkin tinggi, sedang, atau rendah.
Hal 77
d.
Profil Risiko Hasil dari proses analisis risiko lebih lanjut dapat dipergunakan untuk
membuat profil risiko yang memberikan bobot atau peringkat pada setiap risiko dan menyediakan alat untuk menentukan prioritas risiko dan skala prioritas usaha yang diperlukan untuk mengatasi risiko. Akuntabilitas dapat membantu untuk memastikan bahwa pemilik risiko (sumber risiko) diketahui adanya dan sumber daya dapat dialokasikan manajemen dengan baik.
5. Evaluasi Risiko Setelah analisis risiko, maka perlu membandingkan risiko hasil estimasi dengan kriteria risiko yang telah ditetapkan organisasi. di dalam kriteria risiko, organisasi biasanya telah memasukkan atau mempertimbangkan unsur-unsur biaya dan manfaat, persyaratan hukum dan perundang-undangan, faktor ekonomi sosial dan lingkungan hidup, serta kepentingan para stakeholders, dan lain-lain. Jadi evaluasi risiko digunakan untuk mengambil keputusan risiko yang berpengaruh signifikan terhadap organisasi dan apakah risiko dapat diterima atau harus dihilangkan.
6. Pelaporan dan Pengomunikasian Risiko Organisasi perlu melapor kepada stakeholders secara reguler mengenai kebijaksanaan risiko dan efektivitasnya di dalam pencapaian tujuan. Good Corporate Governance mengharuskan organisasi mengadopsi pendekatan manajemen risiko berdasarkan metode tertentu yang dapat memastikan bahwa manajemen telah melakukan pengendalian dan dilakukan secara patut.
7. Tindakan Terhadap Risiko Tindakan terhadap risiko atau perlakuan atas risiko adalah proses pemilihan dan pengimplementasian kebijaksanaan untuk memodifikasi risiko. Perlakuan atas risiko meliputi unsur utama: pengendalian risiko/pengurangan risiko dan kemudian diperluas dengan penghindaran risiko, pemindahan risiko atau pendanaan risiko.
Hal 78
8. Pemantauan dan Kaji Ulang Manajemen Risiko Manajemen risiko yang efektif membutuhkan struktur dan pengkajian ulang pelaporan, sehingga dapat dipastikan risiko telah diidentifikasi dan di-asses secara efektif dan pengendalian serta pertanggungjawaban telah terlaksana secara layak. Proses pemantauan harus dapat memastikan bahwa telah dilakukan pengendalian terhadap semua kegiatan organisasi dan semua prosedur telah dipahami serta dipatuhi. Perubahan di dalam organisasi dan lingkungan tempat organisasi beroperasi harus dikenal secara pasti dan dilakukan perubahan atas sistem sesuai kebutuhan.
9. Penerapan Manajemen Risiko dalam Audit Penerapan manajemen Risiko dalam pelaksanaan Audit terutama diterapkan dalam penyusunan Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) maupun penentuan Obyek Audit secara sewaktu-waktu. Dalam Petunjuk Pelaksanaan penentuan obyek audit sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-17/BC/2008 tanggal 25 Maret 2008 telah diatur penerapan manajemen risiko dalam penentuan obyek audit. Dalam menerapkan manajemen Risiko dalam penentuan Obyek Audit mempertimbangkan : a. Profil Auditee b. Riwayat Audit/record audit seperti : 1) Belum pernah diaudit 2) Hasil Audit terdahulu; dan/atau 3) Periode yang belum diaudit; c. Nilai Fasilitas Kepabeanan dan Cukai d. Nilai Pungutan Negara e. Barang-barang yang terkena pungutan ekspor f.
Klasifikasi dan pembebanan atau tarif cukai
g. Frekuensi impor atau ekspor h. Strata Produksi Barang Kena Cukai i.
Frekuensi pemesanan pita cukai
j.
Informasi / intelijen seperti (jika ada):
Hal 79
1) Under Valuation 2) Over Valuation 3) Misclassification 4) Partial (separate) Payment 5) Terdapat assist, procced dan royalty 6) Pelanggaran dalam industri yang sama (modus) Selain hal tersebut di Manajemen risiko juga dapat mempertimbangkan: a. Informasi komoditi yang ditetapkan sebagai komoditi rawan atau berisiko tinggi; b. Negara asal yang berisiko c. Eksistensi perusahaan yang meragukan d. Nature of Business perusahaan tidak jelas e. Tarif preferensial dan tarif diskriminatif (antidumping, safeguard, pembalasan, imbalan) f.
Topik kepabeanan dan cukai yang menjadi perhatian nasional
g. Jalur pengeluaran barang. Apabila variabel-variabel di atas belum mencukupi untuk kebutuhan analisa, dapat ditambah variabel-variabel lain sesuai dengan karakteristik atau jenis obyek audit. Untuk keperluan analisis manajemen risiko dalam penentuan obyek audit perlu dilakukan kegiatan: a. Melakukan profiling data obyek audit yang berada di wilayah kerja masingmasing serta melakukan pemutakhiran data dimaksud setiap terjadi perubahan. b. Meminta data-data kegiatan kepabeanan dan cukai kepada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) di wilayah pengawasannya; atau c. Meminta data atau informasi dari Direktur di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kantor Wilayah DJBC lainnya, Kantor Pelayanan Utama, serta instansi teknis terkait atau masyarakat.
Hal 80
C. Dokumen-dokumen yang digunakan berkaitan dengan Perencanaan 1. DROA
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang mengirimkan DROA
Angka (2)
Diisi angka Romawi untuk Semester ke- dan angka arab Tahun Anggaran. Contoh: Semester I Tahun Anggaran 2009
Angka (3)
Diisi nomor urut
Angka (4)
Diisi nama Orang yang akan diaudit
Angka (5)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Orang yang akan diaudit
Angka (6)
Diisi alamat Orang yang akan diaudit
Angka (7)
Diisi alasan audit. Contoh: Belum pernah diaudit, rekomendasi Direktur..., potensi tagihan, dsb.
Angka (8)
Diisi rencana tanggal bulan pelaksanaan audit
Angka (9)
Diisi hal lain yang perlu ditambahkan, contoh: Revisi DROA sebelumnya, pengembangan audit dari Auditee lain
Hal 81
2. Penyampaian DROA
Cara Pengisian Angka (1) Angka (2) Angka (3) Angka (4) Angka (5)
Diisi kop surat kantor DJBC yang mengirimkan surat Diisi Nomor Surat Diisi Sifat Surat Diisi jumlah dan satuan dari lampiran Diisi angka Romawi untuk Semester ke- dan angka arab Tahun Anggaran. Contoh: Semester I Tahun Anggaran 2009
Hal 82
3. Tanggapan atas Penyampaian DROA
Hal 83
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi Nomor Surat
Angka (2)
Diisi Sifat Surat
Angka (3)
Diisi jumlah dan satuan dari lampiran
Angka (4)
Diisi angka Romawi untuk Semester ke- dan angka Arab Tahun Anggaran. Contoh: Semester I Tahun Anggaran 2009
Angka (5)
Diisi nama Kantor DJBC yang mengirimkan Penyampaian DROA
Angka (6)
Diisi nomor dan tanggal surat yang dikirim oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
Angka (7)
Diisi dalam angka dan huruf jumlah obyek audit yang disetujui. Contoh: 23 (dua puluh tiga) obyek audit
Angka (8)
Diisi dalam angka dan huruf jumlah obyek audit yang tidak disetujui. Contoh: 2(dua) obyek audit
Angka (9)
Diisi nomor urut
Angka (10)
Diisi Nama Obyek Audit
Angka (11)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Obyek Audit
Angka (12)
Diisi Alamat Obyek Audit
Angka (13)
Diisi Nomor Penugasan Audit
Angka (14)
Diisi hal yang perlu ditambahkan
Angka (15)
Diisi keterangan mengapa ditolak
Angka (16)
Diisi halaman ke..dari sekian halaman
Hal 84
4.
Perubahan DROA
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang mengirimkan surat
Angka (2)
Diisi Nomor Surat
Angka (3)
Diisi Sifat Surat
Angka (4)
Diisi jumlah dan satuan dari lampiran
Angka (5)
Angka Romawi untuk Semester ke- dan angka Arab Tahun Anggaran. Contoh: Semester I Tahun Anggaran 2009
Hal 85
5. Tanggapan atas Perubahan DROA
Hal 86
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi Nomor Surat
Angka (2)
Diisi Sifat Surat
Angka (3)
Diisi jumlah dan satuan dari lampiran
Angka (4)
Diisi angka Romawi untuk Semester ke- dan angka Arab Tahun Anggaran. Contoh: Semester I Tahun Anggaran 2009
Angka (5)
Diisi nama Kantor DJBC yang mengirimkan Penyampaian Perubahan DROA
Angka (6)
Diisi nomor dan tanggal surat yang dikirim oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
Angka (7)
Diisi dalam angka dan huruf jumlah perubahan obyek audit yang disetujui. Contoh: 23 (dua puluh tiga) obyek audit
Hal 87
Angka (8)
Diisi dalam angka dan huruf jumlah perubahan obyek audit yang tidak disetujui. Contoh: 2 (dua) obyek audit
Angka (9)
Diisi nomor urut
Angka (10)
Diisi Nama Obyek Audit
Angka (11)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Obyek Audit
Angka (12)
Diisi Alamat Obyek Audit
Angka (13)
Diisi Nomor Penugasan Audit
Angka (14)
Diisi hal yang perlu ditambahkan
Angka (15)
Diisi keterangan mengapa ditolak
RANGKUMAN 1) DROA merupakan daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun secara selektif untuk periode 6 (enam) bulan berdasarkan manajemen resiko. Manajemen risiko adalah suatu proses dengan metodemetode tertentu agar organisasi mempertimbangkan risiko yang dihadapi setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi atau risiko portofolio organisasi. Fokus manajemen risiko adalah mengenal pasti risiko dan mengambil tindakan yang tepat terhadap risiko. 2) Proses manajemen risiko yang meliputi Identifikasi Risiko (identify risk), Evaluasi Risiko (evaluate management
risk), Pemilihan teknik manajemen risiko (select
techniques),
IMPLEMENTASI
DAN
KAJI
ULANG
risk
TEKNIK
(IMPLEMENT AND REVIEW TECHNIQUES)
LATIHAN
PILIHAN GANDA
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan menjawab salah satu jawaban yang tersedia. 1. DROA merupakan: a. Daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun secara selektif untuk periode 3 (tiga) bulan berdasarkan manajemen risiko
Hal 88
b. Daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun secara selektif untuk periode 6 (enam) bulan berdasarkan manajemen risiko c. Daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun secara selektif untuk periode bulanan berdasarkan manajemen risiko d. Daftar yang berisi nama-nama subjek yang mengaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun secara selektif untuk periode setahun berdasarkan manajemen risiko 2. Manakah pernyataan yang benar tentang Risk? a. Risk sama dengan ketidakpastian atau uncertainty dan dapat didefinisikan sebagai kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan konsekuensinya atau dengan akibatnya b. Risk tidak sama dengan ketidakpastian atau uncertainty dan tidak dapat didefinisikan
sebagai
kombinasi
probabilitas
suatu
kejadian
dengan
konsekuensinya atau dengan akibatnya c. Risk sama dengan kepastian atau certainty dan dapat didefinisikan sebagai kombinasi unprobabilitas suatu kejadian dengan konsekuensinya atau dengan akibatnya d. Risk tidak sama dengan probabilitas suatu kejadian dan dapat didefinisikan sebagai kombinasi ketidakpastian atau uncertainty dengan konsekuensinya atau dengan akibatnya. 3. Pada hakikatnya ada 4 (empat) langkah dalam proses manajemen risiko, yaitu: a. Identifikasi, Pengamatan, Seleksi dan Implementasi b. Identifikasi, Evaluasi, Observasi dan Implementasi c. Identifikasi, Evaluasi, Seleksi dan Implementasi d. Observasi, Evaluasi, Seleksi dan Implementasi 4.
Dalam
menerapkan
manajemen
risiko
dalam
penentuan
obyek
audit
mempertimbangkan: a. Profil auditee b. Situasi makro ekonomi c. Nilai tukar mata uang
Hal 89
d. Jumlah pekerja di perusahaan auditee 5. Tindakan terhadap risiko atau perlakuan atas risiko adalah: a. Proses pemilihan dan persortiran kebijaksanaan untuk memodifikasi risiko b. Proses
pemilihan
dan
pengimplementasian
kebijaksanaan
untuk
memodifikasi risiko c. Proses pemilihan dan klasifikasi kebijaksanaan untuk merubah risiko d. Proses perbandingan kebijaksanaan untuk memodifikasi risiko
Essay
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1)
Apa yang dimaksud dengan Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) ?
2)
Apa yang dimaksud dengan manajemen risiko ? Jelaskan
3)
Sebutkan 4 langkah proses manajemen risiko ?
4)
Sebutkan beberapa pertimbangan di dalam penerapan manajemen risiko dalam penentuan Obyek Audit ?
Hal 90
BAB PELAKSANAAN AUDIT
7
Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Memahami tentang Rencana Kerja Audit 2) Memahami tentang Kewenangan Tim Audit 3) Memahami tentang Kewajiban Auditee 4) Memahami tentang Waktu Pelaksaaan Audit 5) Memahami tentang Pekerjaan Lapangan 6) Memahami tentang Pekerjaan Kantor
7) Membuat Dokumen yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Audit A. Rencana Kerja Audit Untuk memulai satu pekerjaan audit, adanya persamaan persepsi mengenai pelaksanaan audit di antara auditor dan auditee sangat diperlukan. Hal ini terutama untuk mencegah adanya kesalahpahaman dalam proses audit. Untuk itulah Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memanggil Auditee secara tertulis untuk diberikan penjelasan perihal pelaksanaan audit yang akan dilaksanakan. Selain yang berhubungan dengan Auditee, perencanaan kerja audit juga dibuat intern dalam tim audit. Sebelum melaksanakan audit, tim audit akan membuat perencanaan kerja audit yang dituangkan dalam sebuah formulir yang disebut Rencana Kerja Audit (RKA). Rencana Kerja Audit memuat prosedur dan jadwal yang terkait dengan Persiapan audit, Pekerjaan Lapangan, Penyampaian Daftar Temuan Sementara, Pembahasan Akhir, dan Pelaporan. Rencana Kerja Audit ini berfungsi sebagai pedoman di dalam melaksanakan tugas audit agar sesuai dengan prosedur dalam program audit, pembagian tugas antar anggota Tim serta pelaksanaannya agar dapat selesai tepat waktu.
Hal 91
B. Kewenangan Tim Audit Dalam melaksanakan pekerjaan audit, tim audit hendaknya memahami wewenang yang dimilikinya. Wewenang tim audit dalam suatu pekerjaan audit adalah: Meminta data audit; Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari auditee atau pihak lain yang terkait; Memasuki bangunan kegiatan usaha dan/atau ruangan tempat menyimpan data audit termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut; Melakukan dokumen
tindakan pengamanan terhadap tempat/ruangan yang
berkaitan
dengan
kegiatan
kepabeanan
penyimpanan
dan/atau
cukai
(penyegelan). C. Kewajiban Auditee Pekerjaan Audit memerlukan adanya kerja sama yang baik antara tim audit dan auditee. Untuk itu peraturan mengenai kepabeanan dan cukai mengatur kewajiban auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu: Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan data elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian khusus. D. Waktu Pelaksanaan Audit Pelaksanaan audit sampai dengan pelaporannya wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau Surat Perintah diterbitkan. Apabila diperkirakan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, maka selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian berakhir PMA wajib mengajukan permohonan perpanjangan
Hal 92
jangka waktu penyelesaian audit kepada Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU). Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit diajukan setelah berakhirnya jangka waktu penyelesaian (3 bulan), maka PMA harus memberikan penjelasan tertulis tentang alasan atas keterlambatan tersebut kepada Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU). E. Pekerjaan Lapangan Pelaksanaan audit dibagi meliputi pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor. Pekerjaan lapangan adalah suatu pekerjaan dalam rangka audit yang dilakukan di tempat Auditee yang dapat meliputi kantor, pabrik, tempat usaha, atau tempat lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Auditee. Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi: 1. Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi; 2. Pengumpulan data dan informasi
Hal 93
Mekanisme mengenai pekerjaan lapangan dapat dipahami melalui bagan berikut ini. Gambar 7.1. Mekanisme Audit Lapangan
A
• STRUKTUR ORGANISASI • SISTEM PEMASUKAN • SISTEM PRODUKSI • SISTEM PENGELUARAN
PENGUJIAN & EVALUASI INTERNAL CONTROL & SISTEM AKUNTANSI
• PENILAIAN VALIDITAS & KEASLIAN BUKU, CATATAN, DOKUMEN • PENENTUAN LUAS PEMERIKSAAN
BUKTI-BUKTI
DOKUMEN, CATATAN, BUKU & REPORT TERKAIT DGN KEGIATAN PABEAN
PEMERIKSAAN SEDIAAN
LAPORAN KEUANGAN
KEPATUHAN THD PERATURAN KEPABEANAN & ATURAN LAIN YG BERLAKU
KERTAS KERJA AUDIT
B
1. Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi Hal-hal yang harus dilakukan dalam tahap penyampaian surat tugas/surat perintah adalah: Menyerahkan surat tugas/surat perintah, memperlihatkan tanda pengenal, dan menjelaskan tujuan pelaksanaan audit kepada auditee atau yang mewakili;
Hal 94
Meminta auditee atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan tentang Struktur Pengendalian Intern (SPI) auditee; Melakukan pengujian terhadap pelaksanaan SPI guna penyempurnaan Rencana Kerja Audit 2. Pengumpulan data dan informasi Dalam tahap ini, tim audit meminta auditee atau yang mewakili untuk menyerahkan data sesuai ruang lingkup audit yang dikerjakan. Dalam proses pengumpulan data ini, kerja sama dari auditee sangat diperlukan. Untuk menghindari hambatan dalam pengumpulan data, telah diatur Kewajiban Auditee. Audit memerlukan data yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari obyek audit. Untuk itu tim audit yang mengambil data audit (baik berupa salinan, foto kopi dan/atau data elektronik) harus meminta auditee untuk mengisi Surat Pernyataan yang berisi bahwa data yang diserahkan kepada Tim Audit adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Tidak semua auditee bersikap kooperatif terhadap tim audit. Jika dalam pekerjaan lapangan ternyata auditee atau wakilnya menolak untuk diaudit, maka tim audit harus meminta auditee atau wakilnya untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Diaudit. Bila auditee atau wakilnya juga menolak untuk menandatangani surat pernyataan ini, Tim Audit harus membuat Berita Acara Penolakan Diaudit. Ada kalanya dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan, auditee atau wakilnya tidak berada di tempat. Bila hal ini terjadi, audit tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai yang ada untuk mewakili auditee dan mendampingi tim audit guna membantu kelancaran audit. Namun bila pegawai tersebut menolak membantu, tim audit harus memintanya untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Audit. Suatu pekerjaan audit dapat pula dihentikan. Penghentian pekerjaan audit dapat dilakukan dalam hal : Pekerjaan lapangan tidak dapat dilaksanakan. Pelaksanaan audit tidak dapat dilanjutkan setelah tindakan pengamanan. Terdapat alasan tertentu pelaksanaan audit tidak dapat dilaksanakan. Berdasarkan pertimbangan Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU selanjutnya tim audit menyusun LHA berdasarkan Berita Acara Penghentian
Hal 95
Audit (BAPA). Setelah itu auditee dapat direkomendasikan kepada direktorat atau bidang terkait untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan dan berdasarkan pertimbangan Direktur
Jenderal,
dapat
direkomendasikan
kepada
instansi
terkait
untuk
ditindaklanjuti sesuai ketentuan: 1. Batas waktu penyerahan data Batas waktu penyerahan Data Audit oleh auditee secara lengkap paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat. Perpanjangan batas waktu penyerahan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja. Apabila setelah batas waktu auditee belum dapat/tidak bersedia menyerahkan data audit secara lengkap, maka kepada auditee yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan I dan II dengan jangka waktu masing-masing 3 hari kerja. Apabila jangka waktu terlewati dan auditee masih belum menyerahkan data audit secara lengkap, maka auditee dianggap menolak membantu kelancaran audit serta dibuatkan Berita Acara. Untuk audit khusus, batas waktu penyerahan data audit paling lama 3 (tiga) hari kerja. Bila batas waktu dilewati, maka berdasarkan pertimbangan Direktur Audit, Kepala kantor Wilayah atau Kepala KPU, tim audit membuat Berita Acara Penghentian Audit (BAPA). Sedangkan untuk audit investigasi, penyerahan data audit dilakukan pada saat kedatangan tim audit. Apabila auditee tidak menyerahkan data audit, tim audit dapat melakukan tindakan pengamanan. Tim audit pendapat melakukan penindakan di bidang kepabeanan berupa penegahan alat angkut, penyegelan barang dan/atau alat angkut yang diduga terkait dengan tindak pidana. 2. Pencacahan Fisik Sediaan Dalam pekerjaan lapangan, tim audit melakukan pencacahan fisik sediaan barang, dengan terlebih dahulu memberitahukan rencana pelaksanaannya secara tertulis dengan bentuk formulir. Hasil pelaksanaan pencacahan fisik tersebut dituangkan dalam sebuah berita acara. Pemeriksaan fisik barang dilakukan untuk membandingkan antara saldo jenis dan jumlah barang berdasarkan pembukuan dengan saldo fisik barang sebenarnya. Hasil perbandingan antara saldo buku dengan saldo fisik akan menghasilkan beberapa kemungkinan, yaitu: saldo buku
Hal 96
sama dengan saldo fisik (sesuai); atau saldo buku lebih besar dari pada saldo fisik (Selisih kurang); atau saldo buku lebih kecil daripada saldo fisik (selisih kurang). 3. Tindakan Pengamanan Apabila dianggap perlu, Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan dalam hal: Auditee tidak memberi kesempatan Tim Audit memasuki tempat yang menurut peraturan audit dapat dimasuki Tim Audit. Auditee menolak untuk diaudit Pegawai auditee menolak membantu kelancaran audit Tim Audit memerlukan upaya pengamanan Data Audit F. Pekerjaan Kantor 1.
Menguji dan menganalisa data dan informasi Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
tersebut di atas, Tim Audit akan melakukan pengujian validitas dan keakuratan data yang ada. Proses ini sering disebut sebagai Pengujian materi terhadap data atau informasi. Setelah mendapatkan data dan informasi yang akurat dan tepercaya melalui pengujian materi, langkah selanjutnya adalah membandingkan antara praktek kegiatan Auditee dengan ketentuan atau kriteria yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan perusahaan (Compliance) yang diukur dari tingkat kesesuaian antara kinerja dan performa perusahaan dibanding ketentuan yang ada. Hasil dari pengujian dan analisis data dan informasi berguna untuk : Menguji tingkat kepatuhan (compliance) auditee terhadap kriteria; Hasil pengujian dan analisa dituangkan dalam Kertas Kerja Audit; 2. Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA) Tim Audit wajib menuangkan hasil pelaksanaan kegiatan auditnya dengan membuat Kertas Kerja Audit (KKA). KKA disusun berdasarkan hasil dari tiap jenis proses pengujian, pengolahan dan analisis data yang terstruktur dan sistematis. Kertas Kerja Audit (KKA) sekurang-kurangnya memuat: Prosedur audit yang ditempuh,
Hal 97
Pengujian yang dilakukan, Bukti dan keterangan yang dikumpulkannya dan Kesimpulan yang diambil Tim Audit. 3. Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS) Dari KKA yang telah dibuat, tim audit membuat Daftar Temuan Sementara, yaitu suatu daftar yang berisi hasil temuan sementara Tim Audit dan masih memerlukan tanggapan dari pihak perusahaan yang sedang diaudit sebelum disusun menjadi Laporan Hasil Audit (LHA). DTS dibuat oleh tim audit setelah pembuatan KKA selesai dilakukan. DTS dikirim oleh Kepala Sub Direktorat Audit atau Kepala Bidang Audit dengan surat pengantar kepada Perusahaan dengan disertai Lembar Pernyataan Persetujuan DTS. Perusahaan menanggapi DTS secara tertulis dengan cara mengisi dan menandatangani pada kolom yang telah disediakan serta mengirim kembali kepada Tim Audit selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja dihitung sejak diterimanya Surat Pengantar atau dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Perusahaan dapat menanggapi DTS dengan melalui: Mengisi dan menandatangani Lembar Pernyataan Persetujuan DTS apabila Perusahaan setuju seluruh DTS; Melampirkan bukti-bukti pendukungnya, apabila Perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh DTS. Dalam hal perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh isi DTS, maka akan ditindaklanjuti dengan pembahasan Akhir antara Tim Audit dan Pihak Perusahaan. Hasil dari Pembahasan akhir dituangkan dalam Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit dan ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit. Berita Acara Hasil Audit dilampiri Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit dan Hasil pembahasan akhir yang berupa: Temuan audit yang disetujui auditee Temuan audit yang dibatalkan oleh Tim Audit; dan/atau Temuan audit yang dipertahankan oleh Tim Audit. Hasil dari Pembahasan Akhir sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Hasil Audit atau Perusahaan yang tidak menyampaikan tanggapan DTS, maka
Hal 98
perusahaan dianggap menyetujui seluruh DTS selanjutnya akan disusun Laporan Hasil Audit (LHA). DTS yang telah dibuat perlu untuk dibahas bersama auditee. Pembahasan ini disebut Pembahasan Akhir. Pembahasan Akhir dilakukan untuk membahas tanggapan auditee terhadap DTS dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja sejak DTS diterima. Dalam hal ini auditee akan diundang oleh Kasubdit Pelaksanaan Audit atau Kepala Bidang Audit. Auditee dapat meminta perubahan waktu pelaksanaan Pembahasan Akhir ini. Daftar Temuan Sementara tidak perlu dibuat dalam Audit Investigasi dan Audit Khusus dalam rangka keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai. Pembahasan akhir DTS ini ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit. Dalam hal ini Auditee menyetujui seluruh DTS. Lembar Pernyataan Persetujuan DTS dijadikan dasar pembuatan BAHA. Dalam hal ini auditee tidak menanggapi DTS, tidak menghadiri atau tidak melaksanakan pembahasan akhir maka auditee dianggap menyetujui seluruh DTS dan dijadikan dasar pembuatan BAHA. DTS tidak diperlukan untuk audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat Bea dan Cukai dan Audit Investigasi.
Hal 99
G. Dokumen-dokumen yang digunakan Berkaitan dengan Pelaksanaan Audit 1. Pengarahan Pelaksanaan Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi nomor dan tanggal surat pemberitahuan
Angka (3)
Diisi Nama dan Alamat perusahaan yang akan diaudit
Angka (4)
Diisi jangka waktu pelaksanaan pekerjaan lapangan
Angka (5)
Diisi hari/tanggal pemanggilan
Angka (6)
Diisi waktu pemanggilan
Angka (7)
Diisi tempat pemanggilan
Angka (8)
Diisi “Pengarahan tentang maksud dan tujuan pelaksanaan audit”
Angka (9)
Diisi Direktur Audit untuk surat tugas yang dilakukan Direktorat Audit, diisi Kepala Kantor Wilayah untuk audit dilakukan Kantor Wilayah atau diisi Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit dilakukan Kantor Pelayanan Utama
Hal 100
2. Rencana Kerja Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Hal 101
Angka (2)
Diisi nomor surat tugas/perintah
Angka (3)
Diisi tanggal surat tugas/perintah
Angka (4)
Diisi Nama Auditee
Angka (5)
Diisi NPWP Auditee
Angka (6)
Diisi Alamat Auditee
3. Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi nomor Nota Dinas
:
Hal 102
Angka (3)
Diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas/perintah
Angka (5)
Diisi nama perusahaan yang diaudit
Angka (6)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit
Angka (7)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (8)
Diisi periode audit
Angka (9)
Diisi hari terakhir periode surat tugas/perintah
Angka (10)
Diisi tanggal berakhirnya perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit yang dibutuhkan
Angka (11)
Diisi alasan permohonan perpanjangan
4. Izin Perpanjangan Jangka Waktu Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Hal 103
Angka (2)
Diisi nomor Nota Dinas
Angka (3)
Diisi Direktur Jenderal, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat permohonan perpanjangan jangka waktu audit
Angka (5)
Diisi nama perusahaan yang diaudit
Angka (6)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan yang diaudit
Angka (7)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (8)
Diisi periode audit
Angka (9)
Diisi tanda silang salah satu pilihan yang ada
Angka (10)
Diisi tanggal berakhirnya perpanjangan jangka waktu jika permohonan
5. Peminjaman Data Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi nomor surat
Hal 104
Angka (3)
Diisi Nama dan Alamat perusahaan yang akan diaudit
Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas/perintah
Angka (5)
Diisi selambat-lambatnya jumlah hari sesuai dengan jenis audit (dalam hal audit)
6. Pemberitahuan Pencacahan Fisik
Hal 105
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi nomor surat
Angka (3)
Diisi Nama dan Alamat Auditee
Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas/perintah
Angka (5)
Diisi hari pelaksanaan pencacahan fisik
Angka (6)
Diisi tanggal pelaksanaan pencacahan fisik
Angka (7)
Diisi waktu pelaksanaan pencacahan fisik
7. BA Pencacahan Pemeriksaan Fisik
Hal 106
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi nama kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Angka (2)
Diisi nomor berita acara pelaksanaan pencacahan fisik sediaan barang
Angka (3)
Diisi hari, tanggal, bulan, dan tahun pelaksanaan pencacahan fisik sediaan barang
Angka (4)
Diisi waktu pelaksanaan pencacahan fisik sediaan barang
Angka (5)
Diisi dengan nomor dan tanggal surat tugas/perintah
Angka (6)
Diisi nama Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (7)
Diisi Nomor Induk Pegawai Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (8)
Diisi pangkat Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Angka (9)
Diisi dengan nama pegawai Auditee yang ditugaskan
Angka (10)
Diisi dengan jabatan pegawai Auditee yang ditugaskan
Angka (11)
Diisi nama Auditee
Angka (12)
Diisi lokasi dilakukannya pencacahan fisik sediaan barang
Angka (13)
Diisi nama pimpinan Auditee yang akan menandatangani berita acara
Angka (14)
Diisi dengan tanda tangan serta nama pegawai perusahaan yang ditugaskan
Angka (15)
Diisi dengan jabatan pegawai perusahaan yang ditugaskan
Angka (16)
Diisi tanda tangan dan nama Ketua Auditor/Auditor yang ditugaskan
Hal 107
8. Bukti Peminjaman Data Audit
9. Pernyataan Penyerahan Data Audit
Hal 108
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi dengan nama pimpinan, wakil Perusahaan, atau kuasa dari
:
Perusahaan yang diaudit Angka (2)
Diisi dengan jabatan pimpinan, wakil Perusahaan, atau kuasa dari Perusahaan yang diaudit
Angka (3)
Diisi dengan alamat rumah pimpinan, wakil Perusahaan, atau kuasa dari Perusahaan yang diaudit
Angka (4)
Diisi nama perusahaan yang diaudit
Angka (5)
Diisi NPWP perusahaan yang diaudit
Angka (6)
Diisi alamat perusahaan yang diaudit
Angka (7)
Diisi Nomor dan tanggal Surat Tugas/Perintah
Angka (8)
Diisi Tempat dan tanggal saat penandatanganan surat
Angka (9)
Nama dan tanda tangan pimpinan perusahaan, wakil Perusahaan, atau kuasa dari Perusahaan yang diaudit
10. Izin Perpanjangan Penyerahan Data Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Hal 109
Angka (2)
Diisi nomor surat
Angka (3)
Diisi sifat surat
Angka (4)
Diisi jumlah dan satuan lampiran surat
Angka (5)
Diisi Nama dan Alamat Auditee
Angka (6)
Diisi nomor dan tanggal surat permohonan dari Auditee
Angka (7)
Diisi dengan tanda silang (X) pada pilihan dimaksud
11. Peringatan I/II Penyerahan Data Audit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Hal 110
Angka (2)
Diisi nomor surat
Angka (3)
Diisi Nama dan Alamat perusahaan yang akan diaudit
Angka (4)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas/perintah
Angka (5)
Diisi nomor dan tanggal surat peminjaman data audit
Angka (6)
Diisi dengan tanggal belum diterimanya data audit
Angka (7)
Diisi dengan tanda silang (X) pada pilihan dimaksud
Angka (8)
Diisi dengan batas waktu harus diserahkan berkas data audit dimaksud
12. BAPA
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi Nomor Berita Acara Penghentian Audit
Hal 111
Angka (3)
Diisi dengan huruf tanggal bulan dan tahun pembuatan BAPA
Angka (4)
Diisi tempat / kota ditandatanganinya BAPA
Angka (5)
Diisi Nama, NIP, Jabatan Pelaksana Surat Tugas/Perintah Audit
Angka (6)
Diisi nama Auditee
Angka (7)
Diisi Alamat Auditee
Angka (8)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Auditee
Angka (9)
Diisi alasan penghentian pelaksanaan audit.
Angka (10)
Diisi nama jabatan penerbit Surat Tugas
Angka (11)
Diisi halaman ke sekian dari seluruh halaman
13. Pernyataan Penolakan Diaudit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi dengan nama pimpinan Auditee, wakil Auditee, atau kuasa dari Auditee
Hal 112
:
Angka (2)
Diisi dengan jabatan pimpinan Auditee, wakil Auditee, atau kuasa dari Auditee
Angka (3)
Diisi dengan alamat rumah pimpinan Auditee, wakil Auditee, atau kuasa dari Auditee
Angka (4)
Diisi nama Auditee
Angka (5)
Diisi NPWP Auditee
Angka (6)
Diisi alamat Auditee
Angka (7)
Diisi Nomor dan tanggal Surat Tugas/Perintah
Angka (8)
Diisi dengan alasan penolakan audit
Angka (9)
Diisi tempat dan tanggal penandatanganan surat
Angka (10)
Diisi dengan nama dan tanda tangan pimpinan perusahaan, wakil Perusahaan,
14. BA Penolakan Diaudit
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Angka (2)
Diisi hari, tanggal, bulan, dan tahun ditandatanganinya berita acara
Hal 113
penolakan diaudit/ penolakan atau tidak membantu kelancaran audit Angka (3)
Diisi dengan nomor dan tanggal surat tugas/perintah
Angka (4)
Diisi nama Auditee
Angka (5)
Diisi NPWP Auditee
Angka (6)
Diisi alamat Auditee
Angka (7)
Diisi dengan nama pimpinan/wakil/kuasa/pegawai perusahaan atau pihak ketiga yang mempunyai hubungan usaha dengan perusahaan yang diaudit
Angka (8)
Diisi dengan jabatan pada perusahaan atau pihak ketiga yang mempunyai hubungan usaha dengan perusahaan yang diaudit
Angka (9)
Diisi Jabatan pada Tim Audit
15. DTS
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi nama Auditee
Angka (3)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Auditee
:
Hal 114
Angka (4)
Diisi alamat Auditee
Angka (5)
Diisi periode audit
Angka (6)
Diisi Nomor Surat Tugas
Angka (7)
Diisi Tanggal Surat Tugas
Angka (8)
Diisi uraian kegiatan audit yang dilaksanakan
Angka (9)
Diisi Temuan Audit dari adanya perbedaan antara kondisi dan kriteria
Angka (10)
Diisi rekomendasi dari Tim Audit terhadap temuan tersebut
Angka (11)
Diisi nomor Lampiran/ Nomor KKA
Angka (12)
Diisi tanggapan Auditee terhadap temuan tersebut
Angka (13)
Diisi dengan Pimpinan, Wakil, atau Kuasa. Dalam hal bertindak sebagai kuasa harus melampirkan surat kuasa
Angka (14)
Diisi halaman ke sekian dari seluruh halaman
16. Penyampaian DTS
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi Nomor Surat
:
Hal 115
Angka (3)
Diisi Sifat Surat
Angka (4)
Diisi jumlah dan satuan dari lampiran
Angka (5)
Diisi nama Auditee
Angka (6)
Nomor dan tanggal Surat Tugas audit
Angka (7)
Diisi : Kasubdit Pelaksanaan Audit bila audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Kabid Audit bila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah atau Kantor
17. Lembar Pernyataan Persetujuan DTS
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi nama sendiri, wakil, atau kuasa dari auditee
Angka (2)
Diisi pekerjaan/jabatan dari penanda tangan lembar pernyataan persetujuan
Hal 116
Angka (3)
Diisi alamat domisili dari penanda tangan lembar pernyataan persetujuan
Angka (4)
Diisi nama Auditee
Angka (5)
Diisi Nomor Pokok Wajib Pajak Auditee
Angka (6)
Diisi Alamat Auditee
Angka (7)
Diisi salah satu Pejabat penanda tangan Surat Penyampaian DTS
Angka (8)
Diisi tempat dan tanggal penanda tangan lembar pernyataan persetujuan
18. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Tanggapan DTS
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi Nomor Surat
Hal 117
Angka (3)
Diisi Sifat Surat
Angka (4)
Diisi jumlah dan satuan dari lampiran
Angka (5)
Diisi nama Auditee
Angka (6)
Nomor dan tanggal surat dari Auditee
Angka (7)
Diisi nomor dan tanggal surat pengantar DTS
Angka (8)
Pada kotak diisi tanda X, sesuai dengan keputusan yang diberikan.
Angka (9)
Diisi : Kasubdit Pelaksanaan Audit bila audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Kasubdit Audit bila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama
19. Pembahasan Akhir
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi Nomor Surat
Angka (3)
Diisi nama Auditee
Hal 118
Angka (4)
Diisi tanggal pembahasan akhir
Angka (5)
Diisi jam pembahasan akhir
Angka (6)
Diisi tempat pembahasan akhir
Angka (7)
Diisi dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas Contoh: klarifikasi, pembahasan dan penyelesaian permasalahan selisih kurang bahan baku.
Angka (8)
Diisi: Kasubdit Pelaksanaan Audit bila audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Kasubdit Audit bila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah/Kantor
20. Persetujuan Perubahan Waktu Pembahasan Akhir
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
:
Hal 119
Angka (2)
Diisi Nomor Surat
Angka (3)
Diisi nama Auditee
Angka (6)
Diisi tanggal pembahasan akhir
Angka (7)
Diisi jam pembahasan akhir
Angka (8)
Diisi tempat pembahasan akhir
Angka (9)
Diisi :Kasubdit Pelaksanaan Audit bila audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Kasubdit Audit
21. Risalah Pembahasan Akhir
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat Kantor DJBC yang melaksanakan tugas
Angka (2)
Diisi Nama Auditee
Angka (3)
Diisi nomor dan tanggal Surat Tugas
Hal 120
Angka (4)
Diisi uraian permasalahan temuan Tim Audit yang dibahas dalam pembahasan akhir
Angka (5)
Diisi peraturan/ketentuan yang menjadi dasar temuan
Angka (6)
Diisi sanggahan Auditee atas temuan audit
Angka (7)
Diisi pendapat Tim Audit atas sanggahan perusahaan
Angka (8)
Diisi kesimpulan atas pembahasan akhir
Angka (9)
Diisi nama dan tanda tangan wakil dari Auditee
Angka (10)
Diisi nama dan jabatan dalam audit sesuai dalam surat tugas
Angka (11)
Pada setiap lembar risalah diparaf oleh pihak Auditee dan pihak Tim Audit
22. BAHA
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Hal 121
Angka (2)
Diisi Nomor Berita Acara
Angka (3)
Diisi huruf tanggal bulan dan tahun selesainya pembahasan akhir
Angka (4)
Diisi tempat pembahasan akhir
Angka (5)
Diisi nomor urut
Angka (6)
Diisi nama PMA, PTA, Ketua Auditor, dan Auditor
Angka (7)
Diisi NIP PMA, PTA, Ketua Auditor, dan Auditor
Angka (8)
Diisi Jabatan dalam Tim Audit
Angka (9)
Diisi nama Auditee
Angka (10)
Diisi alamat Auditee
Angka (11)
Diisi NPWP Auditee
Angka (12)
Diisi Nomor dan Tanggal Surat Tugas Audit
Angka (13)
Diisi nama diri pihak Auditee
Angka (14)
Diisi jabatan pihak Auditee
Angka (15)
Ditambah sesuai dengan pihak Auditee
Angka (16)
Diisi dalam hal Auditee/Wakil/Kuasa tidak bersedia menandatangani BA
Angka (17)
Diisi nama dan jabatan dalam audit sesuai dalam surat tugas
23. Hasil Pembahasan Akhir
Hal 122
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat kantor DJBC yang melaksanakan audit
Angka (2)
Diisi nama Auditee
Angka (3)
Diisi nomor dan tanggal surat tugas
Angka (4)
Angka Romawi disesuaikan dengan keadaan sebenarnya: - Temuan Disetujui dalam hal Auditee menyetujui temuan - Temuan Dipertahankan dalam hal Tim Audit mempertahankan temuan audit, sedangkan Auditee tidak menyetujui temuan tersebut. Kedua pihak bersikukuh pada pendapat masing-masing. - Temuan Dibatalkan dalam hal Tim Audit membatalkan temuan setelah mendapatkan bukti yang nyata dari Auditee
Angka (5)
Diisi nomor urut
Angka (6)
Diisi temuan tim audit yang disetujui oleh Auditee
Angka (7)
Diisi alasan persetujuan temuan
Angka (8)
Diisi KKA yang terkait
Angka (9)
Diisi temuan tim audit yang tidak disetujui oleh Auditee
Angka (10)
Diisi alasan penolakan Auditee terhadap temuan tersebut
Angka (11)
Diisi KKA yang terkait
Hal 123
Angka (12)
Diisi temuan tim audit yang dibatalkan
Angka (13)
Diisi alasan pembatalan temuan
Angka (14)
Diisi KKA yang terkait
Angka (15)
Diisi dengan Pimpinan, Wakil, atau Kuasa Auditee.
Angka (17)
Pada setiap lembar hasil pembahasan akhir diparaf oleh pihak Auditee dan pihak Tim Audit
24. Daftar Kehadiran Pembahasan Akhir
Cara Pengisian Angka (1)
Diisi kop surat
Angka (2)
Diisi Nomor dan Tanggal Surat Tugas Audit
Angka (3)
Diisi nama Auditee
Angka (4)
Diisi lokasi dan alamat diselenggarakannya pembahasan akhir
Angka (5)
Diisi tanggal pembahasan akhir
Hal 124
Angka (6)
Cukup jelas
Angka (7)
Cukup jelas
Angka (10)
Cukup jelas
Angka (11)
Diisi dengan Hadir atau Tidak Hadir
Angka (12)
Cukup jelas
Angka (13)
Cukup jelas
Angka (14)
Cukup jelas
Angka (15)
Diisi dengan Diri sendiri, Wakil, atau Kuasa. Dalam hal bertindak sebagai kuasa harus melampirkan surat kuasa
Angka (16)
Cukup jelas
Angka (17)
Diisi dengan Hadir atau Tidak Hadir
RANGKUMAN 1) Rencana Kerja Audit memuat prosedur dan jadwal yang terkait dengan Persiapan audit, Pekerjaan Lapangan, Penyampaian Daftar Temuan Sementara, Pembahasan Akhir, dan Pelaporan. Rencana Kerja Audit ini berfungsi sebagai pedoman di dalam melaksanakan tugas audit agar sesuai dengan prosedur dalam program audit, pembagian tugas antar anggota Tim serta pelaksanaannya agar dapat selesai tepat waktu. 2) Wewenang tim audit dalam suatu pekerjaan audit adalah: Meminta data audit, Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari auditee atau pihak lain yang terkait,
Memasuki bangunan kegiatan usaha dan/atau ruangan tempat
menyimpan data audit serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut, Melakukan tindakan pengamanan terhadap tempat/ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai (penyegelan). 3) Kewajiban auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya, Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis, menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan data elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian khusus.
Hal 125
4) Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi: Penyampaian Surat Tugas/Perintah dan Observasi dan Pengumpulan data serta informasi. 5) Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan dalam hal Auditee tidak memberi kesempatan Tim Audit memasuki tempat yang menurut peraturan audit dapat dimasuki Tim Audit, Auditee menolak untuk diaudit, Pegawai auditee menolak membantu kelancaran audit. Tim Audit memerlukan upaya pengamanan Data Audit. 6) Pekerjaan Kantor meliputi: Pengujian dan analisa data dan informasi, Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA), dan Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS). LATIHAN
Pilihan Ganda
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang tersedia. 1. Maksud dibuatnya Rencana Kerja Audit yaitu: a. Terdapat persamaan persepsi mengenai pelaksanaan audit di antara auditor dan auditee sangat diperlukan. Hal ini terutama untuk mencegah adanya kesalah pahaman dalam proses audit b. Terdapat persamaan tujuan mengenai pelaksanaan audit di antara auditor dan auditee sangat diperlukan. Hal ini terutama untuk mencegah adanya perbedaan dalam membuat laporan keuangan c. Terdapat persamaan prosedur mengenai pelaporan audit di antara auditor dan auditee sangat diperlukan. Hal ini terutama untuk mencegah adanya misclassificastion dalam proses audit d. Terdapat persamaan persepsi mengenai pelaksanaan audit di antara auditor dan PMA. Hal ini terutama untuk mencegah adanya kesalahpahaman dalam proses audit dan pelaporannya
2. Di bawah ini adalah wewenang tim audit, kecuali: a. Meminta data audit b. Meminta keterangan lisan/tertulis dari auditee
Hal 126
c. Memasuki bangunan/ruangan tempat menyimpan data d. Memberikan pendapat atas laporan keuangan perusahaan 3. Di bawah ini merupakan kewajiban auditee, kecuali: a. Menyerahkan data audit b. Memberikan keterangan lisan/tertulis c. Menyediakan tenaga/peralatan atas biaya auditee d. Mengajukan keberatan/banding atas laporan hasil audit 4. Pelaksanaan audit sampai dengan pelaporan wajib diselesaikan dalam waktu: a. Paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau Surat Perintah diterbitkan b. Paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau Surat Perintah diterbitkan c. Paling cepat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau Surat Perintah diterbitkan d. Paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas atau Surat Perintah diterima auditee 5. Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi: a. Penyampaian surat tugas dan pengumpulan data/informasi b. Penyampaian DTS dan kesimpulan c. Pembuatan RKA dan analisa profil d. Penyampaian surat tindak lanjut dan pertanggungjawaban Essay Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1)
Apa fungsi dari rencana kerja Audit ?
2)
Sebutkan wewenang Tim Audit dalam melaksanakan tugas Audit ?
3)
Sebutkan kewajiban Auditee (Obyek Audit) ?
4)
Dalam hal apa pekerjaan Audit dapat dihentikan ?
5)
Dalam hal apa Tim Audit dapat melakukan tindakan pengamanan ?
6)
Sebutkan 3 hal (temuan), terkait dengan Hasil pembahasan akhir ?
Hal 127
GLOSARIOUM Audit: Proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif terutama tentang asersi atas economic actions and events guna menilai tingkat kesesuaiannya dengan General Accepted Accounting Principle (GAAP) dan mengomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan.
Audit Investigasi: adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi,
lebih
spesifik
pada
area-area
pertanggungjawaban
yang
diduga
mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan.
Audit Keuangan: adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit telah menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi/usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Audit Kinerja: adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan pemerintah yang diaudit.
Audit dengan tujuan tertentu: adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Audit Ketaatan: adalah audit bertujuan untuk menentukan apakah auditee telah memenuhi atau mengikuti prosedur dan peraturan tertentu yang telah ditetapkan.
Auditor: adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai auditor yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan audit.
Hal 128
Berita Acara Hasil Audit: Berita acara yang dibuat sebagai hasil pembahasan akhir Daftar Temuan Sementara (DTS) yang telah disetujui antara auditor dan auditee.
Berita Acara Penghentian Audit (BAPA): Berita acara yang dibuat sebagai akibat tidak dapat dilanjutkannya audit.
Daftar Rencana Obyek Audit (DROA): Program kerja audit semesteran yang disusun setiap 6 (enam) bulan sekali, berdasarkan manajemen risiko.
Clearance Stage: yaitu sistem pengawasan pada saat barang memasuki dan akan dikeluarkan dari daerah pabean, misalnya sistem penyaluran barang dan Hi-Co Scan;
Daftar Temuan Sementara: yaitu suatu daftar yang berisi hasil temuan sementara Tim Audit dan masih memerlukan tanggapan dari pihak perusahaan yang sedang diaudit sebelum disusun menjadi Laporan Hasil Audit (LHA).
General Accepted Accounting Principle (GAAP): adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, yang menjadi pedoman praktik akuntansi yang berlaku secara umum.
Ketua Auditor: adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai Ketua Auditor Bea dan Cukai.
Kertas Kerja Audit (KKA): Kumpulan data dan informasi dari auditee yang telah diuji, diolah dan analisis yang disusun secara terstruktur dan sistematis. KKA sekurangkurangnya memuat: Prosedur audit yang ditempuh, Pengujian yang dilakukan, Bukti dan keterangan yang dikumpulkannya, serta Kesimpulan yang diambil Tim Audit.
Laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan (neraca), laba rugi dan arus kas perusahaan pada suatu periode tertentu.
Hal 129
Manajemen risiko: adalah suatu cara bagaimana suatu instansi mengelola risiko yang dihadapinya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Proses manajemen risiko meliputi identifikasi, evaluasi, pemilihan teknik, dan implementasi dan kaji ulang teknik risiko.
NPA: Nomor Pelaksanaan Audit, yaitu suatu dokumen yang merupakan dasar penerbitan surat tugas. NPA diterbitkan oleh Direktorat Audit berdasarkan DROA yang telah disahkan oleh Direktorat Audit.
Pekerjaan lapangan adalah suatu pekerjaan dalam rangka audit yang dilakukan di tempat Auditee yang dapat meliputi kantor, pabrik, tempat usaha, atau tempat lain yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha Auditee.
Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
Pengawas Mutu Audit (PMA) adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai PMA Bea dan Cukai.
Pengendali Teknis Audit (PTA): adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai PTA Bea dan Cukai.
Post Clearance Audit (PCA): adalah Audit yang dilakukan setelah barang-barang keluar dari daerah pabean. PCA berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara prinsip “fast” dan prinsip “correct” atau antara fungsi “pelayanan” dan “pengawasan”.
Pre-clearance stage: yaitu sistem pengawasan sebelum barang masuk ke daerah pabean, misalnya melalui sistem RKSP / EDI Manifest dan Registrasi Importir;
Hal 130
Program audit: program yang berisi tujuan audit, prosedur audit, teknik audit, dan tanggung jawab dan tugas PMA, PTA, serta auditor.
Prosedur audit: langkah-langkah audit yang akan dilaksanakan oleh Tim Audit.
Rencana Kerja Audit (RKA): dokumen yang memuat prosedur dan jadwal yang terkait dengan Persiapan audit, Pekerjaan Lapangan, Penyampaian Daftar Temuan Sementara, Pembahasan Akhir, dan Pelaporan.
Self Assessment di bidang kepabeanan: suatu sistem yang mewajibkan pengusaha secara mandiri untuk mengisi pemberitahuan pabean, menghitung, dan membayar BM dan PDRI ke bank.
Del assesment di bidang cukai: suatu sistem yang mewajibkan pengusaha untuk memberitahukan Barang Kena Cukai (BKC) yang selesai dibuat (untuk BKC yang dibuat di Indonesia) dan memberitahukan BKC yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean (untuk BKC yang diimpor dari luar Daerah Pabean).
Standar Akuntansi Keuangan (SAK): Norma-norma atau prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia, yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Standar Audit Kepabeanan & Audit Cukai: Norma-norma audit yang harus diikuti dan dipatuhi oleh para auditor dilingkungan DJBC; Terdiri atas 3 (tiga) kategori yaitu : Standar Umum, Standar Pelaksanaan Lapangan , dan Standar Pelaporan
Teknik audit: berisikan prosedur untuk membuktikan temuan hasil audit.
Hal 131
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 125/PMK.04/2007 tanggal 5 Oktober 2007 tentang Audit Kepabeanan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 91/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Audit Cukai. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 138/PMK.04/2007 tanggal 12 November 2007
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan
Pembukuan
di
Bidang
Kepabeanan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 110/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Kewajiban Pencatatan bagi pengusaha pabrik Skala Kecil, Penyalur Skala Kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat Penjualan eceran yang wajib memiliki izin Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 109/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Cukai. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-11/BC/2008 tentang Standar Audit di Bidang Kepabeanan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-13/BC/2008 tentang Tata Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: S-17/BC/2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan penentuan obyek Audit Industry Panel Report on Audit Customs Reforms, Australian Customs Service, 1995 General Accepted Accounting Principle (GAAP),United State of America Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Ikatan Akuntan Indonesia..
Hal 132
BIODATA PENULIS Nama lengkap
: Muhammad Sofjan
Alamat Rumah
: Jl. Janaka 69 Komplek Bumi Indraprasta II Bogor 16152
Institusi
: Pusdiklat Bea dan Cukai Jl. Bojana Tirta III, Jakarta Timur, 13230
No Telp.
: Kantor : (021) 4897123 Rumah: (0251) 8375494 HP
Jabatan
: +62 8159304949
: Widyaiswara Muda
Riwayat Pendidikan
SD Dewi Sartika Jakarta, lulus tahun 1985
SMPN 62 Jakarta, lulus tahun 1988
SMAN 12 Jakarta, lulus tahun 1991
Prodip III Spesialisasi Bea dan Cukai, lulus tahun 1994
LAN (S.Sos) Jakarta, lulus tahun 1996
Universitas Indonesia jurusan Kebijakan Publik (M.E.) Jakarta, lulus tahun 2006
Riwayat Pekerjaan
Pemeriksa pada Kantor Inspeksi Bea dan Cukai Tj Priok Jakarta, 1994-2000
Pemeriksa pada kantor Pusat DJBC Jakarta, 2000-2002
Auditor pada kantor Pusat DJBC Jakarta, 2002-2003
Ketua Auditor pada kantor Pusat DJBC Jakarta, 2003-2006
Kepala Seksi Pelaksanaan Audit (Pengendali Teknis Audit) pada Kanwil NAD, 2006-2008
Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai pada KPU Bea dan Cukai Batam, 2008-2010
Widyaiswara pada Pusdiklat Bea dan Cukai Jakarta, 2010- sekarang
Hal 133
Pengalaman Mengajar hingga Sekarang
Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai, Jakarta
Pengajar pada STAN, Jakarta
Pengajar PPEI
Kementerian Perindustrian, Jakarta (sertifikasi sistem
manajemen mutu 9001:2008)
Pengajar Pusdik Reserse dan Kriminal (Reskrim), Lemdiklat POLRI, Bogor
Pengajar pada kerjasama diklat lainnya
Kompetensi/Bidang Keahlian
Audit Kepabeanan dan Cukai
Penindakan Kepabeanan dan Cukai
Ekonomi Mikro
Ekonomi Makro
Hal 134