Page " i
Page " 44
BAHAN AJAR
PENEGAKAN HUKUM KEPABEANAN DAN CUKAI I (PHKC I)
PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN
SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TAHUN 2010
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, karena dengan rahmad-Nya Bahan Ajar Penegakan Hukum Kepabeanan dan Cukai dapat diselesaikan. Bahan Ajar ini akan digunakan sebagai salah satu sumber utama kegiatan pembelajaran pada Program Diploma III Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang diharapkan dapat memberikan gambaran dan arahan bagi pengajar maupun mahasiswa.
Sebagian besar Lulusan Program Diploma III Kepabeanan dan Cukai akan berkarir di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dimana salah satu tugas mereka adalah menangani masalah Ekspor dan Impor barang yang terkait dengan Bea dan Cukai.
Akhirnya, harapan penulis semoga pedoman penulisan bahan ajar ini dapat memberikan masukan dan kontribusi positif dalam rangka kegiatan belajar mengajar yang diharapkan nantinya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Jakarta, 10 November 2010
Bambang Semedi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………….....ii
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………….1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan dan Manfaat 4
C. Latar Belakang 6
BAB I
WEWENANG PADA BATAS WILAYAH NEGARA……………………………………………….13
A. A. Perairan Indonesia 13
B. Koordinat Peta Geografi 28
C. Rangkuman 33
D. Latihan 35
BAB II
WEWENANG PENINDAKAN……………………………………………………………………….47
A. Patroli Bea dan Cukai 47
B. Menghentikan Sarana Pengangkut 49
C. Pemeriksaan Pesawat Udara 58
D. Pemeriksaan Sarana Pengangkutan Darat 59
E. Monitoring dan Menghentikan Pembongkaran 60
F. Memeriksa Barang, Surat, dan Bangunan. 62
G. Pengertian Pemeriksaan Fisik Barang 65
H. Pemeriksa Barang 71
I. Pemeriksaan Bangunan 84
J. Melakukan Penegahan 102
K. Melakukan Penyegelan 109
L. Pengawalan dan Penjagaan 127
1. Pengawalan 128
2. Penjagaan 129
M. Pemeriksaan Badan 130
N. Mewawancarai Penumpang 134
O. Pemeriksaan Tiket 134
P. Penjilidan 135
1. Kertas dan Cetakan 136
2. Nomor Seri 136
3. Penyelesaian Kasus. 137
BAB III
KETENTUAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA……………………………………129
A. Penetapan Sanksi Administrasi Berupa Denda 138
1 Di bidang Kepabeanan 138
2 Di bidang Cukai 140
B. Penetapan Besarnya Denda 142
C. Menghitung Besarnya Denda 148
1. Di bidang Kepabeanan 148
2. Di bidang Cukai 151
D. Keberatadan Atas Penetapan Denda 155
E. Banding Atas Penetapan Keputusan Keberatan Atas Penetapan Denda 160
F. Badan Peradilan Pajak 167
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu sekolah tinggi kedinasan, Kurikulum dari Program Diploma Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) mempunyai karakteristik khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan profil dan kompetensi lulusan yang diharapkan oleh unit pengguna. Pada tahun 2009, STAN menyelenggarakan workshop penyusunan kurikulum dengan melibatkan seluruh unit pengguna di lingkungan Kementerian Keuangan. Worskhop tersebut berhasil merumuskan kurikulum sesuai dengan profil dan kompetensi yang diinginkan oleh unit-unit pengguna. Kurikulum tersebut ditetapkan dalam bentuk SK Kepala BPPK Nomor Kep-380/PP/2009 tentang Kurikulum Pendidikan Program Diploma Keuangan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Perubahan kurikulum STAN menjadi momentum yang tepat untuk melakukan pembenahan khususnya perbaikan proses dan kualitas pembelajaran yang ada pada saat ini. Sebagai Badan Layanan Umum, STAN berkomitmen untuk selalu meningkatkan layanannya baik kepada civitas akademika di lingkungan STAN maupun kepada seluruh unit pengguna (stakeholder) STAN. Salah satu komitmen STAN adalah menyusun Garis-Garis Besar Proses Pembelajaran (GBPP) sesuai dengan kurikulum yang baru dan menyediakan bahan ajar yang disesuaikan dengan GBPP tersebut.
Bahan ajar merupakan salah satu penunjang kegiatan pembelajaran yang mempunyai peranan penting. Melalui pedoman penulisan bahan ajar ini diharapkan para pengajar/widyaiswara dapat menghasilkan bahan ajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran dengan lebih baik dan menciptakan standarisasi mutu proses pembelajaran. Selain itu bahan ajar yang dihasilkan diharapkan dapat membantu memudahkan mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan sesuai dengan GBPP yang telah disusun berdasarkan profil dan kompetensi sesuai dengan spesialisasi jurusan yang ada di STAN.
Dalam bahan ajar ini yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah tentang penegakan hukum di bidang kepabeanan dan di bidang cukai. Penegakan Hukum melekat erat ketika kita memasuki pembicaraan tentang hukum. Hal ini disebabkan oleh karena hukum tidak akan berfungsi secara efektif bila tidak ada upaya penegakannya. Namun apa yang dimaksud dengan "penegakan hukum" itu sendiri tidak ada referensi yang dapat dijadikan acuan baku, sehingga perlu dilakukan pembedahan kata per kata terlebih dahulu agar kita mampu mengerti apa yang dimaksudkan dengan istilah yang akan kita gunakan ini. Kata "penegakan" menurut Poerwadarminta (Poerwadarminta, 2003, hal. 108) diartikan sebagai suatu perbuatan menegakan. Sedangkan kata 'menegakan' itu sendiri mempunyai arti yang beragam mulai dari menjaga sampai dengan mempertahankan sesuatu. Sehingga bila pengertian yang terakhir ini yang diambil, maka pengertian 'penegakan hukum' mengandung makna mempertahankan hukum. Pertanyaannya sekarang adalah apa yang dimaksudkan dengan hukum itu sendiri?
Hukum adalah kaidah-kaidah yang diberlakukan di suatu masyarakat yang dipatuhi dan bila dilanggar mempunyai sanksi bagi pelakunya. Soerjono Soekanto mendefinisikan hukum sebagai suatu perangkat aturan yang mengatur tata cara hidup bermasyarakat (Soekanto, 1987, hal. 23). Dari pengertian singkat ini maka istilah 'penegakan hukum' mengacu pada upaya mempertahankan aturan-aturan yang telah dibuat dan telah ditetapkan. Dalam hukum pidana, dikenal adanya hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berisi tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan diharuskan, subyek hukum, dan ancaman pidana bila perbuatan-perbuatan tersebut dilarang. Namun, hukum pidana materiil ini tidak akan mempunyai arti apa-apa bila tidak dapat ditegakan atau dipertahankan. Untuk itulah dibutuhkan apa yang disebut hukum pidana formil, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana mempertahankan dan menegakan hukum pidana materiil tersebut. Hukum pidana formil berisikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana melakukan penyelidikan adanya suatu tindak pidana materiil dan siapa penyelidik itu , bagaimana dan siapa yang dapat melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Jadi hukum pidana formil ini adalah inti dari suatu proses penegakan hukum. Dalam tata hukum pidana Indonesia ketentuan hukum materiil tersebut diatur dalam KUHP dan ketentuan-ketentuan pidana lain yang tersebar di beberapa ketentuan hukum di bidang-bidang tertentu, antara lain ketentuan pidana yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai. Sedangkan hukum pidana formil berinduk pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta beberapa ketentuan hukum pidana formil yang terdapat di beberapa ketentuan hukum di bidang tertentu lainnya. Mengacu pada uraian tersebut di atas, maka penegakan hukum sesungguhnya meliputi kegiatan-kegiatan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan. Konteks pembelajaran penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai, pokok bahasan hanya akan dibatasi pada pembahasan tentang penyelidikan dan penyidikan saja.
Penyelidikan sebagaimana tercantum dalam pasal 1 butir 4 KUHAP disebutkan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan penyelidik itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 KUHAP adalah seluruh pejabat POLRI, dengan kata lain hak untuk melakukan penyelidikan secara yuridis merupakan wewenang tunggal petugas POLRI. Sehingga petugas Bea dan Cukai tidak dapat melakukan penyelidikan sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan KUHAP tersebut. Pertanyaannya sekarang, oleh karena petugas Bea dan Cukai tidak dapat melakukan penyelidikan, adalah apa instrumen yuridis bagi petugas Bea dan Cukai untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindakan guna dapat tidaknya dilakukan penyidikan atau tindakan administratif. di dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan dan pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai, disebutkan bahwa untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai, maka Pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan. Hak penindakan inilah yang nampaknya merupakan wewenang khusus bagi petugas Bea dan Cukai yang dapat disamakan dengan penyelidikan sebagaimana yang disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sehingga instrumen hukum bagi petugas Bea dan Cukai untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dapat diduga suatu pelanggaran pidana atau pelanggaran administratif adalah wewenang penindakan.
Kegiatan penindakan meliputi penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut; pemeriksaan terhadap barang, bangunan, atau tempat lain, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang atau terhadap orang; penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut, dan Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengamanan yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut. Bahan ajar merupakan salah satu penunjang kegiatan pembelajaran yang mempunyai peranan penting. Melalui bahan ajar penegakan hukum kepabeanan dan cukai I (PHKC I) ini dapat menunjang kegiatan pembelajaran dengan lebih baik dan menciptakan standarisasi mutu proses pembelajaran. Selain itu bahan ajar yang dihasilkan diharapkan dapat membantu memudahkan mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan sesuai dengan garis-garis besar program pengajaran (GBPP) Program Diploma III (PRODIP III) Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai yang telah disusun berdasarkan profil dan kompetensi sesuai dengan spesialisasi jurusan yang ada di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
Tujuan dan Manfaat
Penyusunan bahan ajar penegakan hukum kepabeanan dan cukai I (PHKC I) ini bertujuan:
menjelaskan pentingnya bahan ajar penegakan hukum kepabeanan dan cukai I
menjelaskan konsep dasar bahan ajar penegakan hukum kepabeanan dan cukai I
menjelaskan langkah-langkah penegakan hukum kepabeanan dan cukai I
menjelaskan ketentuan-ketentuan yang ada hubungannya dengan penegakan hukum kepabeanan dan cukai I
Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dengan adanya bahan ajar ini antara lain:
Bagi STAN
Sebagai alat evaluasi penulisan bahan ajar oleh widyaiswara atau dosen atau penulis bahan ajar lainnya.
Bagi Widyaiswara/Penulis bahan ajar
Sebagai acuan yang jelas dalam penulisan bahan ajar sehingga proses pembelajaran lebih efektif.
Bagi Mahasiswa
Bahan ajar yang dihasilkan diharapkan dapat mengatasi keterbatasan frekuensi tatap muka antara mahasiswa dengan dosen/widyaiswara/ pengajar. Dengan adanya bahan ajar tersebut mahasiswa dapat belajar secara mandiri dan tidak terlalu menggantungkan belajar dan catatan.
Penjelasan secara umum isi materi penegakan hukum kepabeanan dan cukai I :
Deskripsi Singkat
Tugas penegakan hukum terhadap Undang-Undang Kepabeanan dan Cukai merupakan sisi sentral dari keberhasilan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menunjang jalannya pemerintahan. Peraturan dibuat tidak akan berarti apa-apa bila pelanggaran terhadap ketentuan tersebut terus berlangsung, dengan kaca mata seperti ini maka posisi penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai menjadi sisi sentral dari upaya organisasi untuk menegakkan citranya di masyarakat.
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Dengan memahami isi bahan ajar ini,saudara diharapkan memahami apa yang dimaksudkan dengan penegakan hukum kepabeanan dan cukai I (PHKC I) beserta ruang lingkup penegakan hukum
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah mempelajari modul tentang 'Latar Belakang Penegakan Hukum di Bidang Kepabeanan dan Cukai' ini, saudara diharapkan mampu menjelaskan tentang pendahuluan, latar belakang perairan Indonesia, laut teritorial, ZEE, landas kontinen, batas wilayah Negara RI., peta Indonesia dan navigasi, koordinat peta geografi RI., patroli, menghentikan sarana pengangkut, memeriksa sarana pengangkut, monitoring dan menghentikan pembongkaran, memeriksa barang-surat-bangunan, melakukan penegahan, melakukan penyegelan, melakukan pengawalan-penjagaan, melakukan pemerik badan, penetapan sanksi administrasi berupa denda, besarnya denda, menghitung besarnya denda, keberatan penetapan denda, banding atas penetapan keputusan keberatan, dan badan peradilan pajak.
Standar kompetensi.
Standar kompetensi yang ingin dicapai terhadap Mahasiswa yang mempelajari bahan ajar ini adalah agar siswa mampu melaksanakan ketentuan penegakan hukum kepabeanan dan cukai I (PHKC I).
Kompetensi Dasar.
Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari bahan ajar ini adalah agar peserta mampu melaksanakan ketentuan penegakan hukum kepabeanan dan cukai I (PHKC I) yang berkaitan dengan perairan Indonesia, laut teritorial, ZEE, landas kontinen, batas wilayah Negara RI, peta Indonesia dan navigasi, koordinat peta geografi RI, patroli, menghentikan sarana pengangkut, memeriksa sarana pengangkut, monitoring dan menghentikan pembongkaran, memeriksa barang-surat-bangunan, melakukan penegahan, melakukan penyegelan, melakukan pengawalan-penjagaan, melakukan pemerik badan, penetapan sanksi administrasi berupa denda, besarnya denda, menghitung besarnya denda, keberatan penetapan denda, banding atas penetapan keputusan keberatan, dan badan peradilan pajak.
Akhirnya kami berharap agar Bahan Ajar ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan yang tepat mengenai pelaksanaan kegiatan operasional dalam melakukan penegakan hukum Kepabeanan dan Cukai I. (PHKC I), kepada Mahasiswa STAN. Untuk selanjutnya kami akan berusaha agar bahan ajar ini akan terus di-update sesuai dengan perkembangan terbaru penegakan hukum kepabeanan dan cukai I (PHKC I).
Latar Belakang
Dalam bahan ajar ini yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah bahan ajar tentang penegakan hukum di bidang kepabeanan dan di bidang cukai. Penegakan Hukum melekat erat ketika kita memasuki pembicaraan tentang hukum. Hal ini disebabkan oleh karena hukum tidak akan berfungsi secara efektif bila tidak ada upaya penegakannya. Namun apa yang dimaksud dengan "penegakan hukum" itu sendiri tidak ada referensi yang dapat dijadikan acuan baku, sehingga perlu dilakukan pembedahan kata per kata terlebih dahulu agar kita mampu mengerti apa yang dimaksudkan dengan istilah yang akan kita gunakan ini. Kata "penegakan" menurut Poerwadarminta (Poerwadarminta, 2003, hal. 108) diartikan sebagai suatu perbuatan menegakan. Sedangkan kata 'menegakan' itu sendiri mempunyai arti yang beragam mulai dari menjaga sampai dengan mempertahankan sesuatu. Sehingga bila pengertian yang terakhir ini yang diambil, maka pengertian 'penegakan hukum' mengandung makna mempertahankan hukum.
Pertanyaannya sekarang adalah apa yang dimaksudkan dengan hukum itu sendiri? Hukum adalah kaidah-kaidah yang diberlakukan di suatu masyarakat yang dipatuhi dan bila dilanggar mempunyai sanksi bagi pelakunya. Soerjono Soekanto mendefinisikan hukum sebagai suatu perangkat aturan yang mengatur tata cara hidup bermasyarakat (Soekanto, 1987, hal. 23). Dari pengertian singkat ini maka istilah 'penegakan hukum' mengacu pada upaya mempertahankan aturan-aturan yang telah dibuat dan telah ditetapkan. Dalam hukum pidana, dikenal adanya hukum pidana materiil dan hukum pidana formil
Hukum pidana materiil adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berisi tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan diharuskan, subyek hukum, dan ancaman pidana bila perbuatan-perbuatan tersebut dilarang. Namun, hukum pidana materiil ini tidak akan mempunyai arti apa-apa bila tidak dapat ditegakan atau dipertahankan. Untuk itulah dibutuhkan apa yang disebut hukum pidana formil, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur bagaimana mempertahankan dan menegakan hukum pidana materiil tersebut.
Hukum pidana formil berisikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana melakukan penyelidikan adanya suatu tindak pidana materiil dan siapa penyelidik itu , bagaimana dan siapa yang dapat melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Jadi hukum pidana formil ini adalah inti dari suatu proses penegakan hukum. Dalam tata hukum pidana Indonesia ketentuan hukum materiil tersebut diatur dalam KUHP dan ketentuan-ketentuan pidana lain yang tersebar di beberapa ketentuan hukum di bidang-bidang tertentu, antara lain ketentuan pidana yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai. Sedangkan hukum pidana formil berinduk pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta beberapa ketentuan hukum pidana formil yang terdapat di beberapa ketentuan hukum di bidang tertentu lainnya. Mengacu pada uraian tersebut di atas, maka penegakan hukum sesungguhnya meliputi kegiatan-kegiatan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan. Namun, dalam konteks pembelajaran penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai, pokok bahasan hanya akan dibatasi pada pembahasan tentang penyelidikan dan penyidikan saja.
Penyelidikan sebagaimana tercantum dalam pasal 1 butir 4 KUHAP disebutkan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan penyelidik itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 KUHAP adalah seluruh pejabat POLRI, dengan kata lain hak untuk melakukan penyelidikan secara yuridis merupakan wewenang tunggal petugas POLRI. Sehingga petugas Bea dan Cukai tidak dapat melakukan penyelidikan sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan KUHAP tersebut. Pertanyaannya sekarang, oleh karena petugas Bea dan Cukai tidak dapat melakukan penyelidikan, adalah apa instrumen yuridis bagi petugas Bea dan Cukai untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindakan guna dapat tidaknya dilakukan penyidikan atau tindakan administratif.
Di dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan dan pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai, disebutkan bahwa untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai, maka Pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan. Hak penindakan inilah yang nampaknya merupakan wewenang khusus bagi petugas Bea dan Cukai yang dapat disamakan dengan penyelidikan sebagaimana yang disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sehingga instrumen hukum bagi petugas Bea dan Cukai untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dapat diduga suatu pelanggaran pidana atau pelanggaran administratif adalah wewenang penindakan.
Kegiatan penindakan meliputi penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut; pemeriksaan terhadap barang, bangunan, atau tempat lain, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang atau terhadap orang; penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut, dan Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengamanan yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut. Bahan ajar merupakan salah satu penunjang kegiatan pembelajaran yang mempunyai peranan penting. Melalui bahan ajar penegakan hukum kepabeanan dan cukai I (PHKC I) ini dapat menunjang kegiatan pembelajaran dengan lebih baik dan menciptakan standarisasi mutu proses pembelajaran. Selain itu bahan ajar yang dihasilkan diharapkan dapat membantu memudahkan mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan sesuai dengan garis-garis besar program pengajaran (GBPP) Program Diploma III (PRODIP III) Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai yang telah disusun berdasarkan profil dan kompetensi sesuai dengan spesialisasi jurusan yang ada di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
Secara umum materi pelajaran yang disampaikan dalam Bahan ajar ini terdiri dari 3 (tiga) Bab dan 22 (dua puluh dua) Sub Bab, yang disusun secara sequential. Artinya bahwa penyampaian tiap-tiap sub bab disusun secara berurutan yang disesuaikan dengan urutan kegiatan yang sesungguhnya terjadi di bidang penegakan hukum kepabeanan dan cukai.
Secara ringkas dapat kami sebutkan urutan waktu penyampaian materi Kegiatan Belajar, sebagai berikut :
Perairan Indonesia
Pokok bahasan pada sub bab 1 yang disampaikan berisi hal-hal yang sifatnya mereview kembali konsep dasar perairan Indonesia, antara lain: Koordinat peta geografi dan koordinat peta navigasi harus selalu dipedomani dalam pergerakan atau perjalanan atau pelayaran dan penerbangan yang dilakukan oleh sarana pengangkut. Koordinat tersebut diwajibkan harus ada pada setiap sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang.
Laut Teritorial Indonesia
Pokok bahasan pada sub bab 2 yang disampaikan berisi batas-batas wilayah negara adalah manifestasi kedaulatan teritorial suatu negara. Berdasarkan Deklarasi Juanda tahun 1962 lebar laut teritorial adalah selebar 12 mil; dan berdasarkan Konvensi hukum laut 1982 lebar laut teritorial adalah selebar 12 mil. Batas-batas wilayah ini ditentukan oleh proses sejarah, politik, dan hubungan antar negara, yang dikulminasikan ke dalam aturan atau ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional.
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Pokok bahasan pada sub bab 3 yang disampaikan berisi konsep dasar kepastian hukum internasional, baik dalam daya mengikatnya dan penegakannya sangat rentan, karena digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri kepadanya. Sifat koordinatif hukum internasional keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup negara-negara beradab tetap diperlukan. Lebar ZEE adalah selebar 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial.
Landas Kontinen
Pokok bahasan pada sub bab 4 berisi penjelasan mengenai Laut sebagai bagian dari wilayah negara memiliki dua aspek utama, yaitu keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity). Landas Kontinen Indonesia maksimal 350 mil laut yang diukur dari pulau terluar NKRI. Eksplorasi dan eksploitasi di Landas Kontinen meliputi membangun instalasi-instalasi, menggunakan kapal-kapal dan/atau alat-alat untuk kepentingan kegiatan tersebut, dan memelihara instalasi dan alat tersebut.
Batas Wilayah Negara R.I.
Pokok bahasan pada sub bab 5 berisi penjelasan mengenai sistem pengamanan di wilayah laut selain diperlukan dasar hukum yang jelas, juga diperlukan peningkatan sarana dan prasarana pertahanan-keamanan laut, seperti armada kapal patroli dan kapal perang yang memadai serta penambahan anggaran pemeliharaan kapal.
Peta Indonesia dan Navigasi.
Pokok bahasan pada sub bab 6 berisi penjelasan mengenai wilayah negara tentunya akan berbatasan dengan wilayah negara lainnya, dan di dalamnya akan banyak terkait aspek yang saling mempengaruhi situasi dan kondisi perbatasan yang bersangkutan. Setiap negara berwenang untuk menetapkan batas terluar wilayahnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga.
Koordinat Peta Geografi R.I.
Pokok bahasan pada sub bab 7 berisi penjelasan mengenai tujuan penegakan hukum kepabeanan dan cukai di Indonesia pada dasarnya adalah terpenuhinya hak-hak keuangan negara Indonesia dan pengawasan terhadap lalu-lintas barang yang keluar dan masuk dari/dan ke daerah pabean Indonesia. Penegakan hukum kepabeanan dan cukai memiliki peran dan fungsi untuk mengamankan potensi penerimaan keuangan negara (tax collector) dan memfasilitasi perdagangan internasional (trade facilitator).
Patroli Bea dan Cukai
Pokok bahasan pada sub bab 8 berisi penjelasan mengenai ketentuan peraturan kepabeanan, dari tingkat undang-undang sampai dengan keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang dimaksudkan dengan patroli adalah kegiatan pengamanan keliling atas kemungkinan atau pencegahan terjadinya tindak pelanggaran/kejahatan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku baik di darat, laut, dan udara.
Menghentikan Sarana Pengangkut
Pokok bahasan pada sub bab 9 berisi penjelasan mengenai indikator yang dapat dijadikan dasar bagi seorang komandan patroli untuk memerintahkan dihentikannya sarana pengangkut, kemudian melakukan pemeriksaan, Penghentian kapal yang dicurigai melakukan pelanggaran dilakukan dengan terlebih dahulu diberikan isyarat, berupa isyarat tangan, bunyi, lampu, radio, atau lainnya yang lazim digunakan. Penghentian sarana pengangkut untuk pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dalam rangka penindakan.
Pemeriksaan Sarana Pengangkut
Pokok bahasan pada sub bab 10 berisi penjelasan mengenai pemeriksaan sarana pengangkut, hal ini dimaksudkan agar hak-hak negara, berupa penerimaan keuangan negara, dapat terjamin. Juga agar jangan sampai barang-barang impor yang masuk jenis larangan dan pembatasan masuk secara ilegal dengan menggunakan sarana pengangkut tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran ini perlu diberikan beberapa pengertian, yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang ada dalam bahan ajar ini
Monitoring dan Menghentikan Pembongkaran
Pokok bahasan pada sub bab 11 berisi penjelasan mengenai pejabat yang melakukan pengawasan meneliti alasan yang dikemukakan oleh importir dalam surat permohonan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir; menunjuk petugas untuk melakukan pengecekan gudang atau lapangan penimbunan milik importir;
Pemeriksaan Barang, Surat, dan Bangunan
Pokok bahasan pada sub bab 12 berisi penjelasan mengenai pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang, atau terhadap orang; Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut dan penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut. Pelaksanaan Pemeriksaan Bangunan dilakukan bila terdapat 'bukti permulaan yang cukup' atau dengan kata lain harus dilakukan secara selektif, tidak asal periksa saja .
Melakukan Penegahan
Pokok bahasan pada sub bab 13 berisi penjelasan mengenai wewenang melakukan penegahan, menunda pemuatan, pengangkutan, dan pengeluaran barang. Penegahan tidak dapat dilakukan terhadap paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos. Pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap barangnya yang ditegah dengan melampirkan alasan keberatan, dan bukti yang mendukung, dalam hal tidak terbukti adanya kesalahan, barang dikembalikan kepada pemiliknya.
Melakukan Penyegelan
Pokok bahasan pada sub bab 14 berisi penjelasan mengenai penyegelan dilakukan dalam rangka pencegahan, penindakan, penyidikan, audit dan penyitaan oleh Juru Sita Bea dan Cukai. Tujuan penyegelan untuk mengamankan penerimaan negara. Untuk menjamin agar pengawasan dapat dilakukan dengan lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara, karena tidak diperlukan adanya pengawalan secara terus menerus oleh pejabat Bea dan Cukai
Melakukan Penyegelan
Pokok bahasan pada sub bab 15 berisi penjelasan mengenai penjagaan dan pengawalan oleh pejabat Bea dan Cukai terhadap barang impor, dan ekspor, agar dapat dipenuhinya pungutan Negara, dan pengawasan terhadap barang larangan dan pembatasan.
Pemeriksaan Badan
Pokok bahasan pada sub bab 16 mengingat bahwa beberapa barang yang sedemikian kecil ukurannya sehingga dapat disembunyikan di dalam badan atau pakaian yang dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan badan. Dalam hal ditemukan adanya pelanggaran, segala risiko dan biaya yang timbul akibat pemeriksaan badan menjadi beban dan tanggung jawab orang yang diperiksa.
Sanksi Administrasi Berupa Denda
Pokok bahasan pada sub bab 17 berisi penjelasan bahwa sanksi administrasi ditujukan untuk memulihkan hak negara dan untuk menjamin ditaatinya aturan yang secara tegas telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang, dengan demikian sanksi administrasi tersebut harus merupakan sarana fiskal yang dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sanksi administrasi merupakan kewajiban yang dapat memberatkan mereka yang terkena.
Besarnya Sanksi Administrasi Berupa Denda
Pokok bahasan pada sub bab 18 berisi penjelasan pengenaan denda minimum sampai dengan maksimum menganut asas proporsionalitas, yaitu bahwa besar kecilnya denda yang dikenai dipengaruhi oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh si pelanggar.
Menghitung Sanksi Administrasi Berupa Denda
Pokok bahasan pada sub bab 19 berisi penjelasan terhadap pelanggaran yang timbul akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-Undang dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda. Dalam hal denda yang dasar perhitungannya adalah persentase kekurangan bea masuk, ternyata bea masuk atas barang yang dilakukan pelanggaran tersebut tarif maka sanksi yang dijatuhkan tidak lagi bersifat proporsional.
Keberatan Atas Keputusan Sanksi Administrasi Berupa Denda
Pokok bahasan pada sub bab 20 berisi penjelasan Penetapan Tarif dan/ atau Nilai Pabean. Penetapan dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor. Dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar.
Banding Atas Penetapan Keputusan Keberatan
Pokok bahasan pada sub bab 21 berisi permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC oleh Direktur PPKC, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap menggunakan surat. Direktur PPKC atau kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan secara lengkap.
Badan Peradilan Pajak
Pokok bahasan pada sub bab 22 berisi penjelasan Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat Wajib Pajak, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya Sengketa Pajak antara Wajib Pajak dan pejabat yang berwenang. Proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak perlu dilakukan secara cepat, diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di tingkat Pengadilan Pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung.
BAB
1
1
WEWENANG PADA BATAS WILAYAH NEGARA
Tujuan Intruksional Khusus Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di perairan Indonesia Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di laut territorial Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di ZEE Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di landas kontinen Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di batas wilayah Negara RI Menjelaskan dan mampu menggunakan peta Indonesia dan navigasi Menjelaskan dan mampu menggunakan koordinat peta geografi RI
Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu:
Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di perairan Indonesia
Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di laut territorial
Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di ZEE
Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di landas kontinen
Menjelaskan dan melakukan penegakan hukum di batas wilayah Negara RI
Menjelaskan dan mampu menggunakan peta Indonesia dan navigasi
Menjelaskan dan mampu menggunakan koordinat peta geografi RI
1. Perairan Indonesia
A. Perairan Indonesia
Koordinat peta geografi dan koordinat peta navigasi harus selalu dipedomani dalam pergerakan atau perjalanan atau pelayaran dan penerbangan yang dilakukan oleh sarana pengangkut. Koordinat tersebut diwajibkan harus ada pada setiap sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang dapat diperoleh di Kantor Departemen Perhubungan atau perwakilannya di daerah, atau dapat diperoleh di Bagian Topografi TNI AL atau perwakilannya didaerah. Pergerakan atau perjalanan atau pelayaran dan penerbangan dilakukan dengan cara memperhatikan posisi sarana pengangkut dengan memperhatikan GPS (global position system) yang menggunakan jasa satelit, atau dapat memperhatikan peta navigasi tersebut. Letak atau posisi sarana pengangkut ditentukan dengan tanda 0 untuk derajat, ' untuk menit, dan ''untuk detik, masing-masing dari 1.°= 60', dan 1'=60 ''.
Pada peta navigasi terdapat garis atau data angka yang sejajar dengan khatulistiwa dinamakan bujur, untuk wilayah Indonesia hanya memiliki daerah bujur timur (BT), untuk garis atau data angka yang tegak lurus dengan khatulistiwa dinamakan lintang, sedangkan yang berada di atas khatulistiwa disebut lintang utara, sedangkan yang berada dibawa khatulistiwa disebut lintang selatan. Walaupun telah ditetapkan koordinat pada peta navigasi namun penindakan terhadap sarana pengangkut yang diduga melakukan pelanggaran pelayaran, penerbangan, dan keberangkatan bila tidak sesuai jalur yang ditetapkan belum optimal karena posisi sarana pengangkut wajib harus dapat diketahui atau ditetapkan posisinya untuk menentukan menuju keluar daerah pabean Indonesia atau masuk ke dalam daerah pabean Indonesia. Untuk dapat diketahui posisi sarana pengangkut di samping menggunakan GPS, juga dapat menggunakan kompas (jenis kompas berupa kompas magnetik, kompas electric, liquit compass dan sarana lain secara tradisional), kompas berpedoman pada arah utara atau selatan, misalnya dengan berpedoman pada arah utara dan dengan memperhatikan posisi haluan sarana pengangkut, arah haluan pada posisi jam berapa.
Misalnya menunjuk angka tiga, berarti posisi haluan sarana pengangkut adalah disebelah kanan, dalam hal sebelah kanan kita adalah menuju luar daerah pabean Indonesia, berarti sarana pengangkut tersebut bermaksud menuju luar daerah pabean Indonesia (kegiatan ekspor barang). Tindak lanjut dalam kesempatan pertama koordinat dan posisi haluan sarana pengangkut ditulis pada peta navigasi yang ditandatangani oleh pejabat bea dan cukai yang melakukan penindakan, nakhoda atau navigator, dan seorang saksi (oleh para pihak), selanjutnya juga dibuat berita acara yang ditandatangani oleh para pihak, dan diteruskan kepada penyidik pegawai negeri sipil bea dan cukai.
Wilayah Laut Teritorial, adalah kedaulatan negara pantai atas laut teritorialnya termasuk udara di atasnya; dan dasar laut dan tanah di bawahnya, dibatasi dengan 'hak lintas damai' bagi kapal asing, lebar laut teritorial adalah 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Pada masa ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim stbl 1939 No 442' lebar laut teritorial adalah selebar 3 mil; Pengetahuan tentang Perairan Indonesia ini penting untuk menjaga keutuhan wilayah Republik Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh yang terbentang dari ujung barat, Sabang ke ujung timur, Merauke dan dalam rangka penegakan hukum, khususnya yang berkaitan dengan bidang kepabeanan dan cukai. Pada mulanya terdapat pertikaian dalam menentukan batas-batas yurisdiksi suatu wilayah tertentu dengan wilayah lainnya
Gambar 1.1
Contoh : Pada posisi angka 23 peta lingkungan laut Indonesia,
adalah Posisi LU 3 20' 40'' dan BT 121 15' 30''
. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya kesepakatan dari pihak yang bersengketa. Dengan lahirnya bentuk negara-negara modern seperti saat ini, negara-negara ini menetapkan secara sepihak atau membuat kesepakatan dengan negara tetangganya mengenai wilayah teritorialnya. Dalam konteks kepabeanan, diperkirakan potensi ancaman terjadinya kejahatan lintas negara di wilayah yurisdiksi Indonesia di masa mendatang, meliputi penyelundupan yang meliputi barang larangan dan pembatasan, narkoba, flora-fauna langka, senjata api, amunisi, dan bahan peledak, limbah bahan beracun dan berbahaya, perdagangan anak dan perdagangan manusia, terorisme internasional yang memiliki jaringan lintas negara, pencucian uang, imigran gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan maupun batu loncatan ke negara lain, gangguan keamanan laut seperti penangkapan ikan secara ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem lingkungan.
Laut Teritorial Indonesia
Berdasarkan Deklarasi Juanda tahun 1962 lebar laut teritorial adalah selebar 12 mil; dan berdasarkan Konvensi hukum laut 1982 lebar laut teritorial adalah selebar 12 mil. Yang dimaksudkan dengan garis pangkal adalah Garis yang digunakan untuk mengukur laut teritorial suatu negara. Garis yang menghubungkan titik-titik dari pulau terluar, pada saat air rendah. Konsekuensi dari diberlakukannya laut teritorial selebar 12 mil adalah bahwa di Indonesia tidak ada lagi laut lepas di antara pulau. Hal ini juga sebagai konsekuensi logis diakuinya Republik Indonesia sebagai Negara Kepulauan.
Penentuan batas laut teritorial ditentukan oleh negara yang pantainya berhadapan dan berdampingan, dengan ketentuan sebagai berikut dihitung berdasarkan garis tengah, yaitu garis yang titik-titiknya sama jarak dari titik-titik terdekat pada 'garis pangkal' yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial masing-masing negara Kecuali ada persetujuan lain yang dibuat antara Negara-negara yang bersangkutan.
Jalur Tambahan
Di samping laut teritorial tersebut, berdasarkan Konvensi Hukum Laut tahun 1982 tersebut,dikenal juga adanya jalur tambahan selebar 24 mil yang dihitung dari garis pangkal. Hak negara pantai pada jalur tambahan adalah melakukan pencegahan atas pelanggaran kepabeanan, imigrasi, fiskal, pencemaran, dan peraturan lainnya yang berlaku dalam laut teritorialnya; Mengenakan hukuman atas pelanggaran ketentuan atau peraturan yang terjadi di dalam wilayah laut teritorial.
Perairan Pedalaman
Perairan Pedalaman adalah perairan yang berada pada arah darat "garis pangkal". Di dalam Perairan Pedalaman ini, kedaulatan suatu negara pada perairan pedalaman tidak disertai dengan keharusan untuk menjamin 'hak lintas damai' bagi kapal asing.
Perairan Kepulauan
Perairan Kepulauan adalah bagian laut yang terletak di antara kepulauan yang menjadi wilayah Darat Republik Indonesia. Sama halnya dengan perairan pedalaman, wilayah ini tidak ada keharusan bagi Negara Republik Indonesia untuk menjamin "hak lalu lintas damai" bagi kepala asing. Sebagai calon aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selayaknya kita membekali diri dengan beragam pengetahuan dan kecakapan guna mendukung pelaksanaan tugas kelak dengan jujur dan profesional di masa mendatang. Oleh karenanya, sudah sepantasnya sebagai mahasiswa kita hendaknya selalu menyimak tatkala mendapat kesempatan curahan bahagian pengalaman berdinas dari dosen maupun senior lainnya yang sudah pasti kaya akan pengalam kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berdasarkan pembahasan dalam bahan ajar ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Batas-batas wilayah negara adalah manifestasi kedaulatan teritorial suatu negara. Batas-batas wilayah ini ditentukan oleh proses sejarah, politik, dan hubungan antar negara, yang dikulminasikan ke dalam aturan atau ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional. Penanganan masalah dan pengelolaan perbatasan sangat penting saat ini untuk digunakan bagi berbagai kepentingan dan keperluan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat untuk melakukan pengelolaan wilayah perbatasan nasional Indonesia.
Laut sebagai bagian dari wilayah negara memiliki dua aspek utama, yaitu keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity). Oleh karena itu pengelolaan wilayah ini perlu dilakukan melalui kombinasi pendekatan ekonomi dan pendekatan pertahanan-keamanan. Di samping itu, pengelolaan sumberdaya kelautan memerlukan suatu kebijaksanaan pemerintah yang bersifat makro, terpadu, dan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang lengkap.
Penyempurnaan batas-batas wilayah dan yurisdiksi negara di wilayah laut dapat menciptakan tegaknya wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia, terwujudnya rasa aman bagi segenap bangsa, dan terwujudnya perekonomian yang kuat melalui pemanfaatan sumber daya alamnya.
Gambar 1.2
Oleh karena itu, ada tiga agenda besar yang perlu segera dikerjakan dalam rangka pengelolaan wilayah perbatasan laut, yaitu: Penyelesaian batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga, serta batas-batas terluar yurisdiksi negara, seperti batas Landas Kontinen di luar 200 mil, yang harus diserahkan kepada Sekjen PBB sebelum Tahun 2009; Penguatan dan pengembangan kemampuan pertahanan keamanan nasional di laut, khususnya di wilayah perbatasan; Memakmurkan kehidupan masyarakat di seluruh wilayah perbatasan Indonesia melalui berbagai kegiatan pembangunan yang efisien, berkelanjutan dan berkeadilan atas dasar potensi sumber daya dan budaya lokal serta aspek pemasaran. Pengertian batas wilayah tidak terbatas pada wilayah kedaulatan, akan tetapi mencakup yurisdiksi negara di bagian-bagian laut yang bukan wilayah negara. Bagi Indonesia, kepentingan nasional di laut tidak terbatas hanya pada zona-zona maritim yang merupakan wilayah negara, tetapi juga meliputi bagian-bagian laut di luar wilayah negara di mana Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi untuk penggunaannya. Masalah batas wilayah dan yurisdiksi negara di laut sampai saat ini masih menjadi persoalan sehingga perlu memperoleh perhatian untuk dijadikan sebagai prioritas dalam penyusunan legislasi nasional.
Eksklusif
Zona Ekonomi Eksklusif
Lebar Zona Ekonomi Eksklusif adalah selebar 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial; ZEE tidak tunduk kepada kedaulatan negara pantai; hak negara pantai di ZEE 'hanya' menikmati 'hak–hak berdaulat' tetapi tidak berdaulat. Kedaulatan negara pantai pada ZEE hanya kedaulatan ekonomis sumber daya yang ada dalam zona tersebut; Di ZEE semua negara berhak berlayar dan terbang di atasnya, bebas meletakkan pipa dan kabel bawah laut, penggunaan sah lainnya yang berhubungan dengan kebebasan tersebut; Batu karang/pulau yang tidak mendukung adanya kediaman manusia atau kehidupan tidak berhak memiliki ZEE; Hak Negara Republik di Zona Ekonomi Eksklusif adalah melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya, serta perairan di atasnya, eksploitasi ekonomis lainnya, seperti produk energi dari air, arus, dan angin), yurisdiksi atas pendirian dan penggunaan pulau-pulau buatan, riset ilmiah kelautan, dan perlindungan lingkungan laut, yurisdiksi atas pulau buatan, instalasi-instalasi, dan bangunan-bangunan tersebut berkaitan dengan pelaksanaan perundang-undangan kepabeanan, fiskal, kesehatan, keselamatan, dan imigrasi, hak untuk melaksanakan hot pursuit terhadap kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan ZEE, hak untuk menerima dan menolak kegiatan ilmiah permohonan 4 bulan harus dijawab, bila tidak dijawab dalam waktu 6 bulan, sejak diterimanya permohonan, yang bersangkutan dapat melakukan riset kelautan. Di dalam Undang Undang Kepabeanan diatur pula mengenai wilayah yurisdiksi hukum di bidang kepabeanan, di mana Undang Undang Kepabeanan berlaku untuk seluruh daerah pabean Indonesia. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang tentang kepabeanan. Dewasa ini masyarakat dunia semakin dikejutkan dengan perkembangan yang pesat dari permasalahan lintas batas negara.
Semakin maraknya kenyataan bahwa isu nasional bisa sewaktu-waktu berkembang dengan tidak terkendali menjadi isu internasional, telah menyadarkan bangsa-bangsa bahwa batas antara masalah-masalah nasional dan masalah-masalah internasional tidak lagi dapat dipisahkan oleh batas yang "rigid", melainkan hanya dibatasi oleh selapis membran yang sangat tipis sejak awal, para pendiri negara Indonesia sebagaimana para cendekia dunia lainnya juga telah menyadari hal ini, sehingga di dalam konstitusi Indonesia pun tertuang pernyataan bahwa bangsa Indonesia harus hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Oleh karena itu, tentunya tidak mengherankan jika Indonesia kemudian dalam perjalanan kenegaraannya banyak menundukkan diri kepada hukum internasional, hampir di semua aspek kehidupan bermasyarakat.
Bahkan sering kali suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang dalam satu konvensi internasional, misalnya, hanya dibuatkan Undang-Undang Pengesahannya,di mana ketentuan-ketentuan yang termuat dalam konvensi tersebut sebenarnya dapat langsung berlaku sebagai hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia. Akan tetapi sayangnya, meskipun semangat untuk terlibat di dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum internasional itu begitu besar, kenyataan di lapangan sering bicara lain. Banyak sekali konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia belum dapat dilaksanakan dengan efektif karena berbagai dalih, seperti belum ada peraturan pelaksanaannya, kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum internasional yang terkait dengan Indonesia, sampai dengan belum pahamnya jajaran pemerintah dan masyarakat awam atas pemberlakuan hukum internasional di Indonesia. Memang tidak dapat dipungkiri, kepastian hukum internasional, baik dalam daya mengikatnya dan penegakannya sangat rentan, karena digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri kepadanya. Namun demikian sifat koordinatif hukum internasional itulah yang membuat hukum internasional tetap ada di antara bangsa-bangsa di dunia, sehingga dengan alasan apapun keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup negara-negara beradab tetap diperlukan. Oleh karenanya pemahaman terhadapnya dan upaya-upaya mengimplementasikannya serta menegakkannya tetap harus dilakukan, khususnya tentu di Indonesia.
Terdorong oleh pemikiran di atas, maka perlu untuk mengkaji masalah-masalah hukum internasional yang ada, khususnya yang mempunyai implikasi dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Termasuk tentu untuk menganalisa sejauh mana suatu ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia telah dilaksanakan dengan efektif, dan kendala-kendala yang ditemukan dalam pengimplementasiannya. Sosialisasi hukum internasional pun menjadi suatu agenda, mengingat peran hukum internasional yang tidak bisa diabaikan jika negara-negara di dunia ingin hidup dalam suasana yang saling menghargai kepentingan satu sama lain. Secara luas tentunya perlu mengambil peran aktif dalam menjembatani kepentingan masyarakat dan negara Indonesia di satu sisi dengan kepentingan masyarakat internasional di sisi lain, agar keduanya bisa berjalan berdampingan dengan harmonis.
Hal-hal yang sepatutnya dilaksanakan di antaranya dapat meliputi Penetapan dan Penentuan Batas Wilayah Indonesia dan Yurisdiksi Negara Di Laut Menurut Hukum Laut Internasional dan Peraturan Perundang-undangan Nasional, Masalah Penamaan Pulau-pulau, Pulau-pulau terluar, dan Batas-batas Terluar Yurisdiksi Indonesia. Perspektif Penyelesaian Perjanjian Batas Maritim Antara Indonesia dan Negara Tetangga, Peningkatan peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Dalam Penegakan Hukum Di Wilayah Perbatasan Indonesia,Aspek Hukum Pencegahan Transnasional Organized Crimes Di Wilayah Perbatasan, Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Perbatasan Indonesia, Penerapan dan penegakan suatu produk hukum internasional di Indonesia, Sosialisasi suatu produk hukum internasional yang telah mengikat Indonesia; Membantu instansi pemerintah terkait dalam menelaah penerapan, penegakan dan pengembangan suatu produk hukum internasional;
Bekerja sama dengan berbagai lembaga baik pemerintah (governmental organization) maupun swasta (non governmental organization), nasional maupun asing, termasuk dengan berbagai organisasi internasional (international organization) dalam pengembangan hukum internasional. Indonesia sebagai sebuah negara besar yang berupa kepulauan tentunya memiliki wilayah kedaulatan hukum yang luas pula. Wilayah kedaulatan hukum Indonesia yang lebih kita kenal sebagai wilayah yurisdiksi Indonesia memiliki batas-batas wilayah yang "seolah" tidak permanen.
Gambar 1.3
Hal ini mengingat bentuk wilayah Indonesia yang berupa kepulauan sehingga batas wilayah sangat bergantung pada keadaan pesisir pulau-pulau terluar dan keadaan pasang surut perairan terluar Indonesia. Konstelasi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan posisi di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, menempatkan Indonesia menjadi daerah kepentingan bagi negara-negara dari berbagai kawasan. Posisi strategis ini menyebabkan kondisi politik, ekonomi, dan keamanan di tingkat regional dan global menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kondisi Indonesia. Dalam era globalisasi abad ke 21 ini, perkembangan lingkungan strategis regional dan global lebih menguat pengaruhnya terhadap kondisi nasional karena diterimanya nilai-nilai universal seperti perdagangan bebas, demokratisasi, serta hak asasi dan lingkungan hidup.
Landas Kontinen
Pada konvensi jenewa 1958 yang dimaksud dengan Landas Kontinen (Continental Self) adalah, daerah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar laut teritorial yang merupakan kelanjutan alamiah dari daratan,daerah dasar laut sampai kedalaman 200 m atau sampai kedalaman yang masih memungkinkan dilakukan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan pada konvensi tentang Dataran Kontinen tahun 1982 diatur sebagai berikut, bila tepian luar kontinen tidak mencapai jarak 200 mil sampai jarak 200 mil, bila di luar jarak 200 mil masih terdapat daerah dasar laut yang merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan maksimal 350 mil, maksimal 100 mil dari garis kedalaman (isobat) 2.500 meter.
Kemudahan-kemudahan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di Landas Kontinen meliputi membangun instalasi-instalasi, menggunakan kapal-kapal dan/atau alat-alat untuk kepentingan kegiatan tersebut, dan memelihara instalasi dan alat tersebut. Pada instalasi di Landas Kontinen dapat ditetapkan adanya Daerah Terlarang dan Daerah Terbatas, dimana pengaturannya adalah sebagai berikut:
Daerah Terlarang
Lebarnya maksimal 500 meter dihitung dari setiap titik terluar dari instalasi- instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat tersebut. Di wilayah ini tidak boleh dilakukan kegiatan lain kecuali kegiatan yang ada sebelumnya. Kapal pihak ketiga tidak boleh melintasi dan membuang sauh.
Daerah Terbatas
Memiliki lebar maksimal 1.250 meter dihitung dari titik terluar dari Daerah Terlarang. Kapal-kapal pihak ketiga dilarang membongkar atau membuang sesuatu di wilayah tersebut. Kapal pihak ketiga dapat melewati, tetapi dilarang membuang sauh.
Lalu Lintas Laut Damai
Yang dimaksudkan dengan Lalu Lintas Damai adalah melintasi laut wilayah Republik Indonesia dengan tujuan damai. Kendaraan laut yang melintasi wilayah laut Republik Indonesia yang membahayakan perdamaian, keamanan, ketertiban umum dan kepentingan Negara tidak lagi dianggap damai. Pelayaran dalam rangka lintas damai harus dilakukan tanpa berhenti, membuang sauh, dan mondar-mandir tanpa alasan, kecuali terdapat alasan 'keadaan memaksa (force majeur).
Begitu juga bila hal tersebut dilakukan di laut bebas dengan jarak 100 mil dari perairan Indonesia. Laut wililayah Republik Indonesia disini adalah laut teritorial, perairan pedalaman, perairan kepulauan/daratan Hak lintas damai di laut territorial di jamin oleh hokum Internasional. Hak lintas damai di perairan pedalaman diatur oleh negara Republik Indonesia. Diperairan kepulauan ditentukan Hak Lintas Transit. Lalu Lintas Laut
Hak Lintas Damai adalah melintasi perairan pedalaman dari laut bebas ke satu pelabuhan Indonesia, atau sebaliknya, dan laut bebas ke laut bebas, Lalu Lintas Laut Damai harus mengikuti jalur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang telah diumumkan terlebih dahulu ke dunia pelayaran. Kapal penangkapan ikan diwajibkan menyimpan alat-alat penangkap ikannya dalam keadaan terbungkus di atas palka Riset ilmiah oleh kapal asing di perairan pedalaman hanya boleh dilakukan atas izin Presiden Republik Indonesia.
Hak lintas damai bagi kapal perang dan kapal pemerintah asing yang bukan kapal niaga ditentukan sebagai berikut harus seizin Kasal, harus melalui jalur yang telah ditetapkan, kapal selam asing harus berlayar dipermukaan laut, melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dan melintasi perairan pedalaman dianggap bukan lintas damai, dan diwajibkan segera meninggalkan perairan pedalaman.
Laut Lepas
Semua bagian laut yang tidak termasuk ZEE, Laut teritorial, perairan pedalaman, perairan kepulauan adalah rezim Laut Lepas. Laut lepas terbuka bagi semua negara.
Digunakan untuk maksud-maksud damai. Di wilayah Laut Lepas semua negara bebas untuk berlayar, terbang di atasnya, meletakkan kabel dan pipa di bawah laut, membangun pulau-pulau buatan dan instalasi lainnya, menangkap ikan, dan melakukan riset ilmiah. Berdasarkan pembahasan dalam bahan ajar ini maka dapat dirangkum sebagai berikut batas wilayah negara adalah manifestasi kedaulatan teritorial suatu negara, batas wilayah ini ditentukan oleh proses sejarah, politik, dan hubungan antar negara, yang dikulminasikan ke dalam aturan atau ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional, penanganan masalah dan pengelolaan perbatasan sangat penting saat ini untuk digunakan bagi berbagai kepentingan dan keperluan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat untuk melakukan pengelolaan wilayah perbatasan nasional Indonesia.
Laut sebagai bagian dari wilayah negara memiliki dua aspek utama, yaitu keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity). Oleh karena itu pengelolaan wilayah ini perlu dilakukan melalui kombinasi pendekatan ekonomi dan pendekatan pertahanan-keamanan. Disamping itu,pengelolaan sumber daya kelautan memerlukan suatu kebijaksanaan pemerintah yang bersifat makro, terpadu, dan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang lengkap. Penyempurnaan batas-batas wilayah dan yurisdiksi negara di wilayah laut dapat menciptakan tegaknya wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia, terwujudnya rasa aman bagi segenap bangsa, dan terwujudnya perekonomian yang kuat melalui pemanfaatan sumber daya alamnya.
Batas Wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengertian batas wilayah tidak terbatas pada wilayah kedaulatan, akan tetapi mencakup yurisdiksi negara di bagian-bagian laut yang bukan wilayah negara. Bagi Indonesia, kepentingan nasional di laut tidak terbatas hanya pada zona-zona maritim yang merupakan wilayah negara, tetapi juga meliputi bagian-bagian laut di luar wilayah Negara dimana Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi untuk penggunaannya. Masalah batas wilayah dan yurisdiksi negara di laut sampai saat ini masih menjadi persoalan sehingga perlu memperoleh perhatian untuk dijadikan sebagai prioritas dalam penyusunan legislasi nasional. Indonesia perlu meningkatkan partisipasinya dalam berbagai Organisasi Perikanan Regional, dan mulai berpartisipasi dalam penambangan dasar laut internasional strategi dan kebijakan pembangunan atau pengembangan kawasan perbatasan laut yang harus ditempuh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah adalah meningkatkan koordinasi yang dilandasi oleh tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan dan pendayagunaan potensi nasional untuk mendukung pertahanan negara yang meliputi segala kegiatan peningkatan dan pemeliharaan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Indonesia berbatasan laut langsung dengan 10 negara tetangga, yaitu Australia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Timor Leste, Papua New Guinea, Vietnam, India, Palau. Sebagian besar penetapan batas wilayah dan yurisdiksinya di laut telah berhasil diselesaikan, akan tetapi masih ada beberapa bagian daerah perbatasan Indonesia yang belum jelas garis batasnya dengan negara tetangga. Untuk itu, Indonesia harus membuat skala prioritas dan segera menyelesaikan seluruh permasalahan batas laut melalui perundingan dengan negara-negara tetangga untuk menetapkan batas wilayah laut, yang dituangkan dalam peta dan mendepositokannya di lembaga PBB sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982.
Di luar laut wilayahnya, Indonesia masih memiliki hak-hak berdaulat atas kekayaan alam yang ada di Zona Ekonomi Eksklusif, Zona Tambahan, dan Landas Kontinen serta mempunyai kepentingan di laut Bebas.
Gambar 1.4
Untuk itu, perlu segera dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Batas ZEE Indonesia dengan negara tetangga harus ditetapkan melalui perjanjian. Batas-batas yang telah disepakati dalam perjanjian harus ditunjukkan dalam peta, atau dengan daftar koordinat geografis yang disertai data-data geodetic-nya. Peta atau daftar koordinat geografis tersebut harus dipublikasikan secara wajar dan didepositokan pada Sekretaris Jenderal PBB.
Zona Tambahan perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan untuk mengawasi dan mencegah pelanggaran imigrasi, kepabeanan, keuangan, dan karantina kesehatan dalam laut wilayah Indonesia. Peraturan perundang-undangan ini sangat diperlukan agar pengawasan atas penaatan ketentuan imigrasi, bea cukai dan karantina Indonesia dapat dilakukan jauh di luar perairan nusantara dan laut wilayah Indonesia.
UU No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen perlu segera direvisi karena UU tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Di samping itu, batas-batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga harus segera diselesaikan melalui perjanjian dan didepositokan pada Sekretaris Jenderal PBB. Batas-batas yang telah diperjanjikan tersebut harus ditunjukkan dalam peta atau daftar koordinat geografis yang dipublikasikan.
Indonesia sangat berkepentingan untuk mengelola dan ikut memanfaatkan sumber-sumber perikanan di laut lepas di luar batas 200 mil ZEE-nya, baik untuk pelestarian sumber-sumber perikanan maupun untuk pemeliharaan lingkungan laut dan laut bebas itu sendiri. Indonesia juga perlu melindungi nelayan-nelayan dan pelautnya yang memanfaatkan dan melayari laut bebas tersebut. Penegakan hukum di laut dan sistem pengawasan kegiatan di laut harus lebih dicermati. Kepemilikan laut yang luas dan kaya membawa konsekuensi akan mengundang pihak asing untuk mencoba mengambil kekayaan yang terkandung di dalamnya. Di sisi lain fakta menunjukkan bahwa kemampuan aparat laut dalam pengamanan wilayah, yaitu untuk memonitor, melakukan pengendalian dan menjaga keamanan yang dilakukan TNI-AL dan POLRI masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk melakukan sistem pengamanan di wilayah laut selain diperlukan dasar hukum yang jelas, juga diperlukan peningkatan sarana dan prasarana pertahanan-keamanan laut, seperti armada kapal patroli dan kapal perang yang memadai serta penambahan anggaran pemeliharaan kapal.
Sistem Monitoring, Controling and Surveliance (MCS) yang telah dikembangkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan belum dimanfaatkan secara optimal oleh instansi lain yang terkait dengan penegakan hukum di laut. Oleh karena itu, sistem ini perlu dimanfaatkan secara integral dan terpadu oleh seluruh stakeholders, sehingga dapat memfasilitasi kegiatan hankam di laut. Untuk dapat merealisasikan potensi ekonomi di wilayah perbatasan, khususnya pulau-pulau terluar, perlu dilaksanakan program pembangunan ekonomi yang berbasis potensi kelautan setempat yang didukung oleh kebijakan pemerintah yang kondusif bagi investasi di wilayah perbatasan ini. Sebagai suatu negara kepulauan, Indonesia ditengarai masih "inward looking" dalam arti belum menunjukkan kepedulian terhadap perkembangan di wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi nasional, seperti perikanan di laut lepas dan penambangan di dasar laut internasional. Indonesia perlu meningkatkan partisipasinya dalam berbagai Organisasi Perikanan Regional (RFMO), dan mulai berpartisipasi dalam penambangan dasar laut internasional. strategi dan kebijakan pembangunan atau pengembangan kawasan perbatasan laut yang harus ditempuh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah adalah meningkatkan koordinasi yang dilandasi oleh tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan dan pendayagunaan potensi nasional untuk mendukung pertahanan negara yang meliputi segala kegiatan peningkatan dan pemeliharaan sumber daya laut secara berkelanjutan. Berdasarkan perkiraan tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang yang semakin kompleks, maka penegakan hukum kepabeanan dan cukai akan senantiasa terkait erat dengan tugas dan fungsi untuk mengamankan potensi penerimaan keuangan negara (tax collector) dan memfasilitasi perdagangan internasional (trade facilitator) sehingga diperlukan upaya-upaya sebagai berikut revitalisasi sumber daya manusia, pemanfaatan sistem informasi dan sistem teknologi, aplikasi manajemen risiko yang handal, peningkatan sistem koordinasi antar lembaga terkait, kerja sama internasional di bidang kepabeanan.
Eksistensi kepentingan negara-negara besar di kawasan ini mendorong terjalinnya hubungan timbal balik yang erat antara permasalahan dalam negeri dan luar negeri yang memiliki kepentingan bersama. Informasi kejadian di dalam negeri dengan cepat menyebar ke segala penjuru dunia, selanjutnya negara-negara lain akan memberikan responsnya sesuai kepentingannya masing-masing. Sebaliknya, informasi kejadian di negara lain, khususnya negara-negara besar dan negara-negara di kawasan ini, dengan cepat mencapai seluruh wilayah, dan mempengaruhi kondisi nasional. Demikian pula halnya dengan isu keamanan, ancaman yang berasal dari luar dan ancaman yang timbul di dalam negeri selalu memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga sulit untuk dapat dipisahkan. Perbedaan hanya mungkin dilakukan dalam konteks bentuk dan organisasi ancaman, sementara perbedaan berdasarkan sumber timbulnya ancaman, sangat sulit ditentukan.
Berangkat dari dasar kenyataan tersebut, upaya pertahanan tidak hanya mengacu pada isu keamanan tradisional, yakni kemungkinan invasi atau agresi dari negara lain, tetapi juga pada isu keamanan non-tradisional, yaitu setiap aksi yang mengancam kedaulatan hukum, keutuhan wilayah, kestabilan nasional, serta keselamatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peta Indonesia dan Navigasi
Wilayah dapat diartikan sebagai ruang di mana manusia yang menjadi warga negara atau penduduk negara yang bersangkutan hidup serta menjalankan segala aktivitasnya. Di dalam kondisi dunia yang sekarang ini, maka sebuah wilayah negara tentunya akan berbatasan dengan wilayah negara lainnya, dan di dalamnya akan banyak terkait aspek yang saling mempengaruhi situasi dan kondisi perbatasan yang bersangkutan. Perbatasan negara sering kali didefinisikan sebagai garis imajiner di atas permukaan bumi yang memisahkan wilayah satu negara dengan wilayah negara lainnya. Sejauh perbatasan itu diakui secara tegas dengan traktat atau diakui secara umum tanpa pernyataan tegas, maka perbatasan merupakan bagian dari suatu hak negara terhadap wilayah. Atas dasar itu pula, maka setiap negara berwenang untuk menetapkan batas terluar wilayahnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berbatasan dengan 10 (sepuluh) negara tetangga.
Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste. Sedangkan di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Niugini, Australia dan Timor-Leste. Wilayah darat NKRI terdiri atas semua pulau-pulau milik Indonesia yang berada di sebelah dalam garis pangkal kepulauan Indonesia. Sedangkan sebagai negara kepulauan, maka wilayah Indonesia terdiri atas perairan pedalaman, perairan kepulauan (archipelagic waters), laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen. Berdasarkan perkiraan tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang yang semakin kompleks, maka penegakan hukum kepabeanan dan cukai akan senantiasa terkait erat dengan tugas dan fungsi untuk mengamankan potensi penerimaan keuangan negara (tax collector) dan memfasilitasi perdagangan internasional (trade facilitator) sehingga diperlukan upaya-upaya adalah revitalisasi sumber daya manusia, pemanfaatan system informasi dan sistem teknologi, aplikasi manajemen risiko yang handal, peningkatan sistem koordinasi antar lembaga terkait, kerja sama internasional di bidang kepabeanan.
Koordinat Peta Geografi
Mencermati kecenderungan perkembangan lingkungan strategis, ancaman invasi atau agresi militer negara lain terhadap wilayah teritorial Indonesia diperkirakan kecil kemungkinannya terjadi. Upaya diplomasi, peran PBB, dan opini dunia internasional menjadi faktor yang akan mencegah, atau sekurang-kurangnya membatasi negara lain untuk menggunakan kekuatan bersenjatanya terhadap Indonesia. Ancaman yang paling mungkin dari luar negeri terhadap Indonesia adalah kejahatan transnasional yang terorganisasi, dilakukan oleh aktor-aktor non-negara, untuk memperoleh keuntungan dengan keterbatasan aparatur pemerintah terutama penegak hukumnya. Tujuan penegakan hukum kepabeanan dan cukai di Indonesia pada dasarnya adalah terpenuhinya hak-hak keuangan negara Indonesia dan pengawasan terhadap lalu-lintas barang yang keluar dan masuk dari dari dan ke daerah pabean Indonesia.
Dalam menghadapi potensi tantangan yang besar di masa mendatang di bidang kepabeanan dan cukai, sudah sepatutnya diperlukan revitalisasi sumber daya manusia di dalam tubuh penegak hukum di bidang kepabeanan dan cukai secara berkelanjutan, terus menerus, dan tiada henti. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecakapan, profesionalitas, dan kapabilitas aparat penegak hukum baik secara individual maupun tim kerja serta untuk terus mengimbangi kemungkinan perkembangan kejahatan di bidang kepabeanan dan cukai.
Revitalisasi sumber daya manusia ini dapat dilaksanakan melalui penyelenggaraan pembinaan, pendidikan penyegaran, dan pelatihan dengan sarana dan prasarana yang mendukung dan memadai dalam jajaran penegak hukum kepabeanan dan cukai diharapkan dapat mendukung dan memudahkan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional. Melalui pemanfaatan sistem informasi dan sistem teknologi akan memperlancar arus komunikasi dan informasi antar petugas atau antar instansi terkait dan mempermudah petugas dalam menganalisa barang, badan, maupun sarana pengangkut. Dengan mengandalkan sistem informasi, penegakan hukum dapat berjalan secara cepat dan tepat.
Gambar 1.5
Dengan mengaplikasikan manajemen risiko secara handal, dimungkinkan aparat penegak hukum di bidang kepabeanan dan cukai lebih profesional dan tidak menghambat alur perdagangan internasional. Petugas bea dan cukai dapat memilah dan mengolah potensi-potensi tindak pelanggaran maupun pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang mungkin berpeluang terjadi. Hal ini juga untuk menyiasati keterbatasan jumlah aparat penegak hukum di bidang kepabeanan dan cukai dan menekan pembiayaan secara signifikan. Selama ini terkesan bahwa adanya hambatan dalam hal koordinasi antara penegak hukum bea dan cukai dengan lembaga terkait, padahal hal semacam ini bukanlah hal yang fundamental dalam penyelesaian masalah.
Persoalan ego-sektoral dapat diselesaikan melalui penegasan batasan kewenangan dan wilayah yurisdiksi yang dimiliki dengan diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang terkait masing-masing pihak, untuk kemudian harus ditindak lanjuti dengan komunikasi antar pihak secara sinergis dan simultan dan pada akhirnya dapat melahirkan kesepahaman mengenai batasan kewenangan masing-masing pihak.
Kerja sama internasional di bidang kepabeanan mutlak diperlukan dalam mengatasi kejahatan lintas negara karena masing-masing negara memiliki yurisdiksi yang berdaulat atas wilayahnya. Perlu kesepahaman, kerja sama, dan bantuan dari aparat penegak hukum di bidang kepabeanan dan cukai negara lain sehingga tidak dimungkinkan terjadinya perlindungan terhadap pelaku pelanggaran dan tindak pidana di negara lain. Mekanisme dan forum kerja sama internasional selama ini telah berjalan, akan tetapi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat mengambil manfaat secara optimal. Melalui kerja sama internasional, seharusnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat memperoleh informasi, kerja sama, dan pelatihan yang lebih dari institusi kepabeanan negara sahabat.
Gambar 1.6
Gambar 1.6
Bahkan, sudah selayaknya bisa transfer atau alih teknologi dan manajerial. Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar dengan wilayah yang terbentang sangat luas berupa perpaduan wilayah daratan dan lautan memiliki tantangan tersendiri untuk menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan wilayahnya. Berbagai ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dapat mengancam keutuhan bangsa dan negara Indonesia sewaktu-waktu.
Masalah perbatasan wilayah antar negara yang menyangkut kedaulatan wilayah dan yurisdiksi hukum merupakan salah satu bentuk ancaman bagi keutuhan wilayah Nusantara. Kasus Ambalat harusnya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa kita sudah jauh dari Konsep Wawasan Nusantara dan juga kelalaian Indonesia yang tidak segera menetapkan batas terluar kepulauan Indonesia sehingga tidak terwujud kedaulatan hukum nasional. Untuk mengetuk hati nurani setiap warga Negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, diperlukan pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah.
Hal ini akan mewujudkan keberhasilan dan implementasi penegakan hukum. Dengan demikian kedaulatan hukum berimplementasi dalam kehidupan nasional guna mewujudkan ketahanan nasional dalam rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ancaman yang paling mungkin dari luar negeri terhadap Indonesia adalah kejahatan transnasional yang terorganisasi, dilakukan oleh aktor-aktor non-negara, untuk memperoleh keuntungan dengan keterbatasan aparatur pemerintah terutama penegak hukumnya.
Dalam konteks kepabeanan, diperkirakan potensi ancaman terjadinya kejahatan lintas negara di wilayah yurisdiksi Indonesia di masa mendatang, meliputi penyelundupan yang meliputi barang larangan dan pembatasan, narkoba, senjata api, amunisi, dan bahan peledak, flora-fauna langka, limbah bahan beracun dan berbahaya, perdagangan anak dan perdagangan manusia, terorisme internasional yang memiliki jaringan lintas negara, pencucian uang, imigran gelap yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan maupun batu loncatan ke negara lain, gangguan keamanan laut seperti penangkapan ikan secara ilegal, pencemaran dan perusakan ekosistem lingkungan. Sebagai calon aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selayaknya kita membekali diri dengan beragam pengetahuan dan kecakapan guna mendukung pelaksanaan tugas kelak dengan jujur dan profesional di masa mendatang
. Oleh karenanya, sudah sepantasnya sebagai mahasiswa kita hendaknya selalu menyimak tatkala mendapat kesempatan curahan bahagian pengalaman berdinas dari dosen maupun senior lainnya yang sudah pasti kaya akan pengalam kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut Batas-batas wilayah negara adalah manifestasi kedaulatan teritorial suatu negara.
Batas-batas wilayah ini ditentukan oleh proses sejarah, politik, dan hubungan antar negara, yang dikulminasikan ke dalam aturan atau ketentuan hukum nasional maupun hukum internasional. Penanganan masalah dan pengelolaan perbatasan sangat penting saat ini untuk digunakan bagi berbagai kepentingan dan keperluan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat untuk melakukan pengelolaan wilayah perbatasan nasional Indonesia. Laut sebagai bagian dari wilayah negara memiliki dua aspek utama, yaitu keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity). Oleh karena itu pengelolaan wilayah ini perlu dilakukan melalui kombinasi pendekatan ekonomi dan pendekatan pertahanan-keamanan.
Di samping itu, pengelolaan sumber daya kelautan memerlukan suatu kebijaksanaan pemerintah yang bersifat makro, terpadu, dan didukung oleh perangkat peraturan perundang-undangan yang lengkap. Penyempurnaan batas-batas wilayah dan yurisdiksi negara di wilayah laut dapat menciptakan tegaknya wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia, terwujudnya rasa aman bagi segenap bangsa, dan terwujudnya perekonomian yang kuat melalui pemanfaatan sumber daya alamnya. Oleh karena itu, ada tiga agenda besar yang perlu segera dikerjakan dalam rangka pengelolaan wilayah perbatasan laut, yaitu Penyelesaian batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga, serta batas-batas terluar yurisdiksi negara, seperti batas Landas Kontinen di luar 200 mil,yang harus diserahkan kepada Sekjen PBB sebelum Tahun 2009; Penguatan dan pengembangan kemampuan pertahanan keamanan nasional di laut, khususnya di wilayah perbatasan; Memakmurkan kehidupan masyarakat di seluruh wilayah perbatasan Indonesia melalui berbagai kegiatan pembangunan yang efisien, berkelanjutan dan berkeadilan atas dasar potensi sumber daya dan budaya lokal serta aspek pemasaran.
Pengertian batas wilayah tidak terbatas pada wilayah kedaulatan, akan tetapi mencakup yurisdiksi negara di bagian-bagian laut yang bukan wilayah negara. Bagi Indonesia, kepentingan nasional di laut tidak terbatas hanya pada zona-zona maritim yang merupakan wilayah negara, tetapi juga meliputi bagian-bagian laut di luar wilayah negara di mana Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi untuk penggunaannya. Masalah batas wilayah dan yurisdiksi negara di laut sampai saat ini masih menjadi persoalan sehingga perlu memperoleh perhatian untuk dijadikan sebagai prioritas dalam penyusunan legislasi nasional.
Gambar 1.7
Rangkuman
Kemudahan-kemudahan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di Landas Kontinen meliputi membangun instalasi-instalasi ,menggunakan kapal-kapal dan/atau alat-alat untuk kepentingan kegiatan tersebut, dan memelihara instalasi dan alat tersebut. Walaupun telah ditetapkan koordinat pada peta navigasi namun penindakan terhadap sarana pengangkut yang diduga melakukan pelanggaran pelayaran, penerbangan, dan keberangkatan bila tidak sesuai jalur yang ditetapkan belum optimal karena posisi sarana pengangkut wajib harus dapat diketahui atau ditetapkan posisinya untuk menentukan menuju keluar daerah pabean Indonesia atau masuk kedalam daerah pabean Indonesia. Untuk dapat diketahui posisi sarana pengangkut disamping menggunakan GPS, juga dapat menggunakan kompas. Bagi sarana pengangkut yang dilengkapi dengan peta navigasi dan peta geografi, petugas DJBC yang melakukan pengawasan dan penindakan dengan mudah dapat melihat pada peta tersebut arah haluan sarana pengangkut. Dalam hal tidak dilengkapi dengan peta tersebut maka dapat digunakan Kompas, dengan cara berpedoman pada arah utara atau selatan, misalnya dengan berpedoman pada arah utara dan dengan memperhatikan posisi haluan sarana pengangkut, arah haluan pada posisi jam berapa.
Misalnya menunjuk angka tiga, berarti posisi haluan sarana pengangkut adalah disebelah kanan, dalam hal sebelah kanan kita adalah menuju luar daerah pabean Indonesia, berarti sarana pengangkut tersebut bermaksud menuju luar daerah pabean Indonesia (kegiatan ekspor barang). Bagi Indonesia, kepentingan nasional di laut tidak terbatas hanya pada zona-zona maritim yang merupakan wilayah negara, tetapi juga meliputi bagian-bagian laut di luar wilayah negara di mana Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan yurisdiksi untuk penggunaannya. Masalah batas wilayah dan yurisdiksi negara di laut sampai saat ini masih menjadi persoalan sehingga perlu memperoleh perhatian untuk dijadikan sebagai prioritas dalam penyusunan legislasi nasional. Wilayah Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat semenjak proklamasi kemerdekaan, Deklarasi Djuanda, Pengesahan UNCLOS, dan sampai saat ini.
Perkembangan itu tidak dapat terlepas dari perjuangan diplomasi Indonesia di forum-forum internasional. Wilayah Indonesia tidak dapat dibatasi perkembangannya dimasa lampau, sekarang ataupun di masa datang. Perkembangan yang ada di dunia dari berbagai sisi, seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya tentunya akan ikut mempengaruhi kewilayahan Indonesia. Semua hal yang ada di dalam peta NKRI ini akan selalu mengikuti perkembangan dari wilayah NKRI karena bertujuan untuk memberikan gambaran umum wilayah Indonesia. Peta NKRI bukanlah "barang" yang sakral dari sebuah perubahan. Itulah sebabnya peta NKRI juga disebut sebagai atlas yang dinamis. Pencantuman peta NKRI di dalam sebuah ketentuan perundangan tentunya akan mempersempit ruang gerak perkembangan kewilayahan Indonesia, termasuk di dalamnya juga terkait dengan border diplomacy yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Dengan bantuan perangkat GPS disamping akan mempermudah untuk menentukan arah juga akan mencegah atau memperkecil risiko tersesat maupun kehilangan arah saat dalam perjalanan. Jelaslah disini bahwa Wasantara adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Republik Indonesia.
Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan wasantara akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Walaupun telah ditetapkan koordinat pada peta navigasi namun penindakan terhadap sarana pengangkut yang diduga melakukan pelanggaran pelayaran, penerbangan atau perjalanan tidak sesuai jalur yang ditetapkan belum optimal karena posisi sarana pengangkut wajib harus dapat diketahui atau ditetapkan posisinya untuk menentukan menuju keluar daerah pabean Indonesia atau masuk kedalam daerah pabean Indonesia. Untuk dapat diketahui posisi sarana pengangkut disamping menggunakan GPS, juga dapat menggunakan kompas (jenis kompas berupa kompas magnitik, kompas electric, liquit compass dan sarana lain secara tradisional), kompas berpedoman pada arah utara atau selatan, misalnya dengan berpedoman pada arah utara dan dengan memperhatikan posisi haluan sarana pengangkut, arah haluan pada posisi jam berapa.
Upaya penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai mutlak harus dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena pelanggaran terhadap ketentuan kepabeanan dan cukai memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap roda kehidupan suatu bangsa. Pelanggaran terhadap ketentuan kepabeanan dan cukai memiliki dampak yang beraspek ekonomis, sosial dan budaya, serta keamanan. Di sisi lain penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tidak semudah mengemukakan teorinya, oleh karena hambatannya pun tidak kalah beratnya. Sebagai aparat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selayaknya kita membekali diri dengan beragam pengetahuan dan kecakapan guna mendukung pelaksanaan tugas kelak dengan jujur dan profesional di masa mendatang. Oleh karenanya, sudah sepantasnya sebagai peserta didik hendaknya selalu menyimak tatkala mendapat kesempatan curahan bahagian pengalaman berdinas dari fasilitator,pengajar, widyaiswara, dosen maupun senior lainnya di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Latihan
a. Pilihan Ganda.
1). Agar pelaksanaan penindakan menjadi optimal, dilakukan kegiatan....
a. penegahan
b. penelitian
c. pengawasan
d. penyelidikan
2). Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pegawai Bea dan Cukai dalam pelaksanaan tugasnya mempunyai tanggung jawab yaitu tanggung jawab pemeriksaan fisik barang dengan menggunakan pancaindera utamanya mata dan tanggung jawab ....
a. keuangan
b. terhadap barang
c. terhadap semua barang
d. administrasi yang akuntabilitas
3). Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), yang dikenal dengan nama ....
a. Laut teritorial
b. Unclos 1982
c. ZEE
d. Landas Kontinen
4). Penentuan batas landas lautan teritorial diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia, adalah berjarak....
a. 12 mil laut
b. 8 mil laut
c. 5 mil laut
d. 3,5 mil laut
5). Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2 ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982 yang dikenal dengan disepakatinya ....
a. hukum laut
b. hukum laut internasional
c. laut teritorial
d. wilayah laut Indonesia.
6). Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran....
a. internasional
b. nasional
c. lintas damai.
d. lintas laut
7). Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya ,diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia dan air di atasnya dengan batas terluar adalah ....
a. 3,5 mil laut
b. 5 mil laut
c. 12 mil laut
d. 200 mil laut
8). Barang siapa di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan RI. dan hukum internasional yang berlaku di bidang penelitian ilmiah mengenai kelautan dan mengakibatkan kerugian, wajib memikul tanggung jawab dan membayar ganti rugi kepada ....
a. Pemerintah Republik Indonesia.
b. Menteri Keuangan RI
c. DJBC
d. Kantor Pabean
9). Konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup
segenap bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, adalah....
a. daerah pabean Indonesia
b. kepabeanan
c. wilayah Negara
d. wawasan Nusantara
10). Aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di ZEE Indonesia, yang ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah ....
a. Polisi AIRUD
b. Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
c. Perwira Polri
d. Bakorkamla
11). Aparatur penegak hukum yang pelanggarannya dilakukan di ZEE Indonesia, di bidang penuntutan perkara tindak pidana pada pengadilan negeri adalah....
a. Polisi AIRUD
b. Perwira Polri
c. Penuntut Umum atau Jaksa
d. Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
12). Kegiatan untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan- kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia harus berdasarkan izin dari ...
a. Pemerintah Republik Indonesia
b. Menteri dalam negeri
c. Menteri perdagangan
d. Menteri keuangan
13). Produk hukum mengenai laut teritorial baru dilakukan secara formal pada tahun 1958 dalam ....
a. Sidang umum PBB
b. WTO
c. Konvensi Geneva.
d. Deklarasi Juanda
14). Dasar laut dan tanah dibawahnya diluar perairan wilayah R.I. sebagaimana diatur dalam UU No 4 Prp. Th 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam,adalah….
a. ZEE
b. Landas Kontinen Indonesia
c. Laut teritorial
d. Wilayah Republik Indonesia
15). Pada tahun 1957, Pemerintah Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, mengumumkan secara unilateral/sepihak bahwa lebar laut wilayah Indonesia adalah 12 mil. Barulah dengan UU No. 4/Prp tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia ditetapkan ketentuan tentang laut wilayah Indonesia yang diukur dari garis pangkal lurus selebar ....
a. 350 mil laut
b. 200 mil laut
c. 15 mil laut
d. 12 mil laut.
16). Barang siapa melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia dan hukum internasional yang bertalian dengan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya di ZEE Indonesia dan mengakibatkan kerugian, membayar ganti rugi kepada pemilik pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya tersebut,dan kepada orang yang melakukan pelanggaran....
a. dihukum
b. dipidana
c. dikenakan sanksi administrasi berupa denda
d. wajib memikul tanggung jawab
17). Bagi Indonesia, UNCLOS 1982 merupakan tonggak sejarah yang sangat penting, yaitu sebagai bentuk pengakuan internasional yang telah digagas sejak tahun 1957 terhadap konsep ....
a. Wawasan Nusantara
b. Daerah Pabean Indonesia
c. Kepabeanan
d. Wilayah Negara
18). Wilayah darat NKRI terdiri atas semua pulau-pulau milik Indonesia yang berada di sebelah dalam garis pangkal....
a. pulau Indonesia
b. kepulauan Indonesia.
c. pulau terluar
d. pulau nusantara
19). Sedangkan sebagai negara kepulauan, maka wilayah Indonesia terdiri atas perairan pedalaman, perairan kepulauan (archipelagic waters), laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan ....
a. pulau Indonesia
b. kepulauan Indonesia
c. landas kontinen
d. pulau nusantara
20). Usaha pemanfaatan kekayaan alam dilandasi kontinen sesuai peraturan perundangan yang berlaku adalah ....
a. eksplorasi dan eksploitasi
b. eksplorasi
c. eksploitasi
d. budidaya
21). Negara kepulauan dikenal sebagai Archipelago State yang diakui oleh ....
a. Konvensi PBB.
b. Konvensi Meja Bundar
c. Deklarasi Juanda
d. Konvensi Hukum Laut
22). Manifestasi kedaulatan teritorial suatu negara adalah ....
a. batas teritorial
b. batas wilayah negara
c. batas ZEE
d. batas Landas kontinen
23). Laut sebagai bagian dari wilayah negara memiliki dua aspek utama, yaitu keamanan (security) dan ....
a. kedaulatan
b. kemerdekaan
c. kesejahteraan (prosperity).
d. kebudayaan
24). Batas-batas yang telah disepakati dalam perjanjian harus ditunjukkan dalam peta, atau dengan daftar koordinat geografis yang disertai data geodetic-nya, adalah ....
a. Daerah perbatasan
b. Daerah Pabean
c. Wilayah Hukum
d. Wilayah Negara
25). Daerah daratan yang terbentuk secara alamiah dikelilingi oleh air dan yang berada di atas permukaan air pada waktu air pasang, adalah ....
a. pulau
b. daratan
c. teritorial
d. wilayah Republik Indonesia
26). Garis air yang bersifat tetap di suatu tempat tertentu yang menggambarkan kedudukan permukaan air laut pada surut yang terendah, adalah ....
a. garis air tertinggi
b. garis air rendah
c. garis perairan
d. garis laut tertinggi
27). Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Australia dan ....
a. landasan kontinen Indonesia
b. landasan kontinen nusantara
c. landasan kontinen Asia
d. landasan kontinen Asia tenggara.
28). Nusantara (archipelagic) dipahami sebagai konsep kewilayahan nasional dengan penekanan bahwa wilayah negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang dihubungkan oleh ....
a. perairan
b. darat
c. daratan
d. laut
29). Setiap penelitian ilmiah kelautan di ZEE Indonesia hanya dapat dilaksanakan setelah permohonan untuk penelitian disetujui oleh....
a. Departemen Perhubungan
b. Pemerintah Republik Indonesia.
c. Departemen Dalam Negeri
d. Departemen Luar Negeri
30). Wilayah darat NKRI terdiri atas semua pulau-pulau milik Indonesia yang berada di sebelah dalam garis pangkal ....
a. kepulauan Indonesia
b. pulau Indonesia
c. perairan Indonesia
d. laut Indonesia
Kunci Jawaban Latihan Untuk Pilihan Ganda.
1.c 2.d 3.b 4.a 5.b 6.c 7.d 8.a 9.d 10.b
11.c 12.a 13.c 14.b 15.d 16.d 17.a 18.c 19.c 20.a
21.a 22.b 23.c 24.d 25.a 26.b 27.c 28.d 29.b 30.a
b. Pertanyaan dengan jawaban benar/salah
1).
B – S
Setelah konvensi hukum laut 1982 yang diberlakukan sebagai hukum positif sejak tanggal 16 November 1994 wilayah RI. bertambah lagi 3 juta km² ( zee indonesia dan landas kontinen).
2).
B – S
United Nations convention on the law of the sea dikenal dengan Uncle 1982
3).
B – S
Pemerintah Indonesia terus memperjuangkan agar konsepsi hukum Negara kepulauan diterima dan diakui masyarakat internasional. Perjuangan tersebut akhirnya telah menghasilkan pengakuan masyarakat internasional secara universal (semesta) yaitu dengan diterimanya pengaturan mengenai asas dan rezim hukum negara kepulauan (Archipelagic State) dalam Bab IV Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982
4).
B – S
Bahwa segala air di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia.
5).
B – S
Penguasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di Landas Kontinen Indonesia serta pemilikannya ada pada Pejabat Negara. Dalam hal landas kontinen Indonesia, termasuk depresi-depresi yang terdapat di landas Kontinen Indonesia, berbatasan dengan negara lain, penetapan garis batas landas kontinen dengan negara lain dapat dilakukan dengan cara mengadakan perundingan untuk mencapai suatu persetujuan.
6).
B – S
Berdasarkan konsepsi TZMKO Th1939, lebar laut wilayah perairan Indonesia hanya meliputi jalur-jalur laut yang mengelilingi setiap pulau atau bagian pulau Indonesia yang lebarnya hanya 3 mil laut.
7).
B – S
Penetapan Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sebagai aparat penuntut umum di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
8).
B – S
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
9).
B – S
Wilayah negara proklamasi adalah wilayah negara ex kekuasaan Jepang, hal ini sejalan dengan prinsip hukum internasional uti possidetis juris.
10).
B – S
Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.
Kunci Jawaban atas Pertanyaan Dengan Jawaban Benar/Salah
1.B 2.S 3.B 4.S 5.S 6.B 7.S 8.B 9.S 10B
c. Soal Isian/mengisi kalimat atau kata (soal isian dengan jawaban pendek)
Lengkapilah kalimat di bawah ini agar menjadi kalimat atau pernyataan yang lengkap dan benar, dengan cara mengisi pernyataan atau jawaban Saudara dituliskan pada kolom atau ruang kosong yang bertanda titik-titik (.....). Soal ini bobot nilainya jumlah 20% untuk lima soal yang dapat Anda kerjakan dan jawabannya benar.
Pada peta navigasi terdapat garis atau data angka yang sejajar dengan khatulistiwa dinamakan bujur, untuk wilayah Indonesia hanya memiliki daerah….
2). Setelah konvensi hukum laut 1982 (unclos 1982) yang diberlakukan sebagai hukum positif sejak tanggal 16 November 1994 wilayah Republik Indonesia bertambah lagi 3 juta km² ( zee Indonesia dan landas kontinen). Dengan demikian, luas keseluruhan wilayah Indonesia menjadi ….
3). Dalam peta Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dicantumkan nama-nama geografis pulau-pulau terluar milik Indonesia yang berada disebelah dalam garis pangkal kepulauan Indonesia, serta digambarkan letak ….
4). Wilayah Indonesia ditentukan pertama kali dengan ….
5). Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar …. ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar.
Kunci Jawaban Soal Isian / mengisi kalimat atau kata (Soal Isian Dengan Jawaban Pendek)
1). bujur timur (BT),
2). 8 juta km²
3). alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).
4). Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939 ( TZMKO 1939 )
5). 200 mil laut
Pertanyaan Essay/Uraian
Jelaskan sejarah perkembangan wilayah teritorial dan yurisdiksi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia?
Jelaskan apa yang dimaksud dengan kewenangan negara menetapkan batas negara.?
Jelaskan apa yang dimaksud wawasan nusantara hubungannya dengan daerah pabean Indonesia?
Jelaskan batas laut teritorial yang ditentukan oleh negara yang pantainya berhadapan dan berdampingan, dalam rangka pengawasan dan penindakan kepabeanan.?
Untuk dapat diketahui posisi, dan haluan sarana pengangkut di samping menggunakan GPS, juga dapat menggunakan kompas. Jelaskan bagaimana caranya menentukan peta geografi dan posisi haluan sarana pengangkut tersebut.?
Umpan Balik Dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang modul ini. Hitung jawaban Anda dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.
TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100%
Jumlah keseluruhan Soal
Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:
91 %
s.d
100 %
:
Amat Baik
81 %
s.d.
90,00 %
:
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
:
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
:
Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori "Baik"), maka disarankan mengulangi materi.
Daftar Pustaka
Agoes, Etty, R., 1988. Masalah sekitar Ratifikasi dan Implementasi konvensi hukum Laut 1982. Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Basril, Chaidir , 1992. Pengetahuan tentang Penyelenggaraan Pertahanan Keamanan Negara, CV. Chitra Delima, Jakarta.
Djalal, Hasyim., 1979, Perjuangan Indonesia di bidang Hukum Laut. Bina Cipta, Bandung.
Hidayat, Imam dan Mardiono., 1983. Geopolitik. Usaha Nasional, Surabaya.
Kurniawan, Yophiandi. 27 Februari 2005. Protes Indonesia atas Ambalat .Tempo Interaktif.
Kusumastanto, Tridoyo. Ambalat dan Diplomasi Negara Kepulauan Republik Indonesia. http://www.kompas.com
Sumarsono, dkk., 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. PT Sun, Jakarta.
Tim Dosen UGM Yogyakarta. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Paradigma, Yogyakarta.
Turmudzi, Didi, Prof. Dr. H.M. Membangun Visi Negara Kepulauan. http://www.pikiran-rakyat.com
Undang Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
Undang Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
Undang Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai
Undang Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai
Undang Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup
Undang Undang Nomor 14 tentang Lalu-lintas dan angkutan Jalan
Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Kamus Besar Bahasa Indonesia, karangan HS Porwadarminta, Balai Pustaka, 2003.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat. (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942);
Undang-undang No. 44 Prp Th 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Th 1960 No. 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor2070);
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran Negara Th 1973 Nomor 1,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294);
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
BAB
2
2
WEWENANG PENINDAKAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: Menjelaskan dan dapat melakukan patroliMenjelaskan dan dapat melakukan menghentikan sarana pengangkutMenjelaskan dan dapat melakukan memeriksa sarana pengangkutMenjelaskan dan melalukan monitoring dan menghentikan pembongkaranMenjelaskan dan dapat melakukan memeriksa barang-surat-bangunanMenjelaskan dan dapat melakukan penegahanMenjelaskan dan dapat melakukan penyegelanMenjelaskan dan dapat melakukan pengawalan-penjagaanMenjelaskan dan dapat melakukan pemerik badanMenjelaskan fungsi cukai sebagai pajak tidak langsungMenjelaskan kemungkinan ekstensifikasi obyek cukai
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu:
Menjelaskan dan dapat melakukan patroli
Menjelaskan dan dapat melakukan menghentikan sarana pengangkut
Menjelaskan dan dapat melakukan memeriksa sarana pengangkut
Menjelaskan dan melalukan monitoring dan menghentikan pembongkaran
Menjelaskan dan dapat melakukan memeriksa barang-surat-bangunan
Menjelaskan dan dapat melakukan penegahan
Menjelaskan dan dapat melakukan penyegelan
Menjelaskan dan dapat melakukan pengawalan-penjagaan
Menjelaskan dan dapat melakukan pemerik badan
Menjelaskan fungsi cukai sebagai pajak tidak langsung
Menjelaskan kemungkinan ekstensifikasi obyek cukai
Patroli Bea dan Cukai
Patroli Bea dan Cukai
Kata patroli berasal dari kata Inggris 'Patrol" yang artinya meronda, sedangkan dalam kamus umum bahasa Indonesia kata patroli diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara berkeliling. Dalam peraturan-peraturan kepabeanan, dari tingkat undang-undang sampai dengan keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tidak terdapat pengertian yang tegas mengenai apa yang dimaksudkan dengan kata patroli tersebut. Sehingga kita mengalami kesulitan untuk menjelaskan lebih jauh apa saja yang masuk dalam kegiatan patroli ini. Pengertian yang lebih jelas mengenai kata patroli ini justru dapat ditemukan dalam Surat Edaran Bersama antara Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nasional No: SE-85/MK/ 1989, No. 49/SE/1989 tanggal 18 Oktober 1998 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Pemeriksa Bea dan Cukai, yang menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan patroli adalah kegiatan pengamanan keliling atas kemungkinan atau pencegahan terjadinya tindak pelanggaran/kejahatan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku baik di darat, laut, dan udara. Di darat, artinya tugas patroli yang dilakukan di dalam dan di luar wilayah pelabuhan bagian darat; di laut, artinya tugas patroli yang dilakukan di dalam dan di luar wilayah pelabuhan bagian laut; dan di udara, artinya tugas patroli yang dilakukan di udara. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan kegiatan patroli, yaitu adanya kegiatan melaksanakan pengamanan; kegiatan tersebut harus dilakukan dengan cara berkeliling; tujuan kegiatan tersebut adalah untuk melakukan upaya pencegahan terjadinya pelanggaran; dan sasarannya dapat di darat, di laut, dan di udara.
Maksud dan Tujuan Patroli
Sementara patroli Bea dan Cukai yang dimaksudkan disini adalah suatu kegiatan patroli yang dilakukan dan dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai di laut, darat, dan udara yang dilakukan untuk pencegahan, penindakan, dan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta untuk tujuan lain berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan suatu kegiatan patroli adalah mencegah terjadinya pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai. Mencari dan menemukan pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai. Kegiatan patroli darat yang dilakukan di wilayah dalam bandara udara Soekarno-Hatta dapat menemukan adanya upaya mengeluarkan barang-barang impor yang belum diselesaikan formalitas pabeannya melalui salah satu gudang domestik
Jenis-Jenis Patroli
Seperti disebutkan di muka bahwa kegiatan patroli dilakukan di darat, laut, dan udara, sehingga dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan adanya tiga jenis patroli yang dapat dilakukan oleh satuan tugas Bea dan Cukai. Jenis patroli tersebut adalah Patroli darat, yaitu patroli yang dilakukan di wilayah darat yang disesuaikan dengan kewenangan petugas Bea dan Cukai ; Patroli laut, yaitu patroli yang dilakukan di laut teritorial, perairan pedalaman, perairan kepulauan, tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen ; Dan patroli udara, yaitu patroli yang dilakukan di udara di atas wilayah teritorial Republik Indonesia.
Persiapan Patroli
Patroli yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas Patroli Bea dan Cukai dilakukan dengan mengacu pada rencana setiap tahun anggaran. Dan agar pelaksanaan patroli tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efisien, maka hal-hal yang harus diperhatikan di dalam tahap persiapan adalah Pembentukan Tim, Tim dibentuk oleh komandan patroli atau atasan komandan patroli, dimana jumlah tim ditentukan berdasarkan kebutuhan yang ada, sesuai dengan kondisi masing-masing patroli. Surat Tugas harus diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Kegunaannya dari suatu surat tugas adalah sebagai dasar yuridis dari suatu kegiatan patroli tersebut. Wilayah patroli disesuaikan dengan masing-masing jenis patroli yang bersangkutan, meliputi Bandara Internasional, Pelabuhan Laut Internasional, Kantor Cukai, dan Kawasan Berikat
Pelaksanaan Patroli
Pelaksanaan patroli harus dilaksanakan dengan mengingat bahwa suatu kegiatan patroli harus dilakukan untuk melaksanakan pengamanan, dengan cara berkeliling, dengan tujuan untuk melakukan upaya pencegahan, mencari, dan menemukan pelanggaran. Khusus untuk kendaraan yang sedang melaju maka prosedur pelaksanaannya harus dilakukan dengan mengacu pada tata cara penghentian sarana pengangkut, yaitu harus didahului dengan isyarat yang lazim (tangan atau bunyi atau lampu), dan bila isyarat tersebut tidak diindahkan maka dapat dilanjutkan dengan tembakan peringatan ke udara sebanyak dua kali, dan bila tidak diindahkan juga, maka tembakan ketiga dapat diarahkan ke roda kendaraan. Dalam hal mengalami kesulitan untuk membawa orang, barang dan sarana pengangkut sulit untuk dibawa ke kantor dikarenakan faktor keamanan, maka dapat dimintakan bantuan ke kantor, namun bila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan maka dapat menghubungi kantor POLRI atau TNI setempat untuk minta bantuan. Semua tindakan tersebut segera dibuatkan berita acara dan laporan tertulis.
Menghentikan Sarana Pengangkut
Menghentikan Sarana Pengangkut seperti Penghentian satu kapal di tengah laut harus dilakukan secara selektif, sehingga penghentian tersebut tidak mengakibatkan terganggunya perjalanan kapal ke pelabuhan tujuan. Jadi penghentian kapal di tengah laut jangan dilakukan apabila tidak memiliki dasar yang akurat. Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan dasar bagi seorang komandan patroli untuk memerintahkan dihentikannya sarana pengangkut kemudian melakukan pemeriksaan, yaitu bila kapal tersebut keluar dari jalur yang ditentukan, bila kapal tersebut masuk dalam daftar hitam, dan bila terdapat informasi intelijen dari kantor pusat, Kantor Wilayah, maupun Kantor Pelayanan. Penghentian kapal yang dicurigai melakukan pelanggaran dilakukan dengan terlebih dahulu diberikan isyarat, berupa isyarat tangan, bunyi, lampu, radio, atau lainnya yang lazim digunakan.
Bila isyarat-isyarat tersebut tidak diindahkan, maka dapat dilakukan tembakan peringatan, yang tahapannya dapat dilakukan sebagai berikut :
tembakan pertama : dilakukan dengan peluru hampa
tembakan kedua : dilakukan 450 kesatu sisi dimana kilatannya ………………………………dapat dilihat oleh kapal yang bersangkutan
tembakan ketiga : diarahkan ke depan haluan sehingga kilatannya dapat ………………………………terlihat.
Penghentian sarana pengangkut untuk pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dalam rangka penindakan dilakukan oleh Satuan Tugas yang terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang dan diterbitkan berdasarkan petunjuk yang cukup. Penghentian sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai tanpa Surat Perintah hanya dalam keadaan mendesak dan berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya belum dipenuhi/ diselesaikan kewajiban pabeannya, tersangkut pelanggaran Kepabeanan, Cukai atau peraturan larangan/ pembatasan impor atau ekspor. Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud adalah suatu keadaan dimana penegahan harus seketika itu dilakukan dan apabila tidak dilakukan dalam arti harus menunggu surat perintah terlebih dahulu, barang dan sarana pengangkut tidak dapat lagi ditegah sehingga penegakan hukum tidak dapat lagi dilakukan. Petunjuk yang cukup sebagaimana dimaksud adalah bukti permulaan ditambah dengan keterangan dan data yang diperoleh antara lain laporan pegawai; laporan hasil pemeriksaan biasa; keterangan saksi dan/atau informan; hasil intelijen; atau hasil pengembangan penyelidikan dan penyidikan. Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penghentian sebagaimana dimaksud segera melaporkan penghentian sarana pengangkut kepada Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1 X 24 jam terhitung sejak penghentian dilakukan. Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang sebagaimana dimaksud tidak menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1 X 24 jam sejak menerima laporan dari Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penghentian, pengangkut/sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dapat segera meneruskan perjalanannya. Setiap penghentian sarana pengangkut dengan menggunakan kapal patroli, Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib mencatat dalam jurnal kapal patroli. Penghentian sarana pengangkut di laut dan di perairan lainnya terlebih dahulu harus diberi isyarat yang lazim bagi pengangkut di laut dan di perairan lainnya.
Penghentian sarana pengangkut di darat terlebih dahulu harus diberi isyarat yang lazim bagi pengangkut di darat. Isyarat sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan pengangkut wajib mematuhi. Dalam hal isyarat sebagaimana dimaksud tidak dipatuhi dilanjutkan dengan tembakan peringatan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali. Apabila peringatan sebagaimana dimaksud pada poin12 tidak dipatuhi, tembakan peringatan diarahkan ke bagian yang menghambat/ melumpuhkan sarana pengangkut. Setiap tindakan sebagaimana dimaksud, Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan.
Pengejaran Hangat (Hot Pursuit)
Dalam hal kapal yang coba dihentikan tersebut tidak berhenti, bahkan melarikan diri, maka komandan patroli dapat segera melakukan perintah pengejaran. Bila kapal tersebut keluar dari wilayah laut teritorial, maka pengejaran tersebut dapat terus dilakukan sepanjang pengejarannya dilakukan tanpa henti, atau tidak terputus-putus. Pengejaran yang tidak terputus-putus inilah yang disebut dengan hot pursuit atau pengejaran hangat. Hot Pursuit dapat dilakukan sampai ke laut lepas, dan harus berhenti bila kapal yang dikejar tersebut masuk ke laut teritorial negara lain. Hot Pursuit juga dapat dilakukan secara bergantian dengan sarana pengejar lain, misalnya sarana pengejar pertama adalah kapal patroli kemudian dilanjutkan dengan pesawat udara, hal ini dapat saja dilakukan asalkan pengejaran tersebut dilakukan tanpa henti-henti.
Pemeriksaan Sarana Pengangkut
Salah satu kewenangan Bea dan Cukai dalam Penegakan Hukum di bidang Kepabeanan dan Cukai adalah melakukan Pemeriksaan Sarana Pengangkut. Sama halnya dengan kewenangan Penegakan Hukum yang lain, kewenangan ini juga harus dilakukan secara bertanggung jawab dan dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. Sarana pengangkut yang tiba dari luar daerah pabean mempunyai risiko untuk dijadikan alat untuk melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan. Hal ini mengingat banyak pihak memiliki akses terhadap sarana pengangkut ketika sarana pengangkut tersebut berada di luar daerah pabean. Dapat anda bayangkan bagaimana ramainya suatu pelabuhan laut internasional atau bandara internasional. Belum lagi bila hal tersebut dikaitkan dengan kemungkinan adanya konspirasi internal antara pelaku pelaku dengan oknum di lingkungan agen sarana pengangkut tersebut.
Dari pemikiran seperti itu maka pemeriksaan sarana pengangkut menjadi penting, hal ini dimaksudkan agar hak-hak negara, berupa penerimaan pajak, dapat terjamin. Juga agar jangan sampai barang-barang impor yang masuk jenis larangan dan pembatasan masuk secara ilegal dengan menggunakan sarana pengangkut tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran ini perlu diberikan beberapa pengertian, yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang ada dalam bahan ajar ini. Sarana pengangkut adalah setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang. Sarana Pengangkut Negara adalah pesawat Udara atau Kapal Laut yang dipergunakan oleh ABRI dan instansi pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan untuk menegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini berlaku juga untuk sarana pengangkut negara asing milik Angkatan Bersenjata asing dan/atau instansi pemerintah asing yang diberi fungsi dan kewenangan penegakan hukum atau pertahanan dan keamanan negara. Pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang nyata-nyata mengangkut barang atau orang. Penumpang adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah suatu negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tapi bukan awak sarana pengangkut, dan bukan pelintas batas. Pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas. Awak Sarana Pengangkut adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya. Pengusaha pengangkutan adalah orang yang menyediakan jasa angkutan barang impor atau ekspor dengan sarana pengangkut di darat, laut, dan udara. Kapal Patroli adalah kapal laut dan pesawat udara milik Direktorat jenderal Bea dan Cukai yang dipimpin oleh pejabat Bea dan Cukai sebagai komandan patroli, yang mempunyai kewenangan penegakan hukum di daerah pabean sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dokumen pengangkutan adalah semua dokumen yang disyaratkan baik oleh ketentuan pengangkutan nasional maupun internasional. Menegah barang adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya kewajiban pabean.
Dalam hal di tempat penghentian tidak mungkin dilakukan pemeriksaan karena alasan mengganggu ketertiban umum; dan membahayakan keselamatan pengangkut, sarana pengangkut atau Pejabat Bea dan Cukai, Satuan Tugas Bea dan Cukai memerintahkan pengangkut untuk membawa sarana pengangkut ke tempat lain yang sesuai untuk pemeriksaan, Kantor Pabean terdekat atau Kantor Pabean tempat kedudukan pejabat penerbit Surat Perintah. Dalam hal pengangkut tidak mematuhi perintah sebagaimana dimaksud, Satuan Tugas Bea dan Cukai dapat melakukan upaya paksa untuk membawa sarana pengangkut ke tempat lain yang sesuai untuk pemeriksaan; Kantor Pabean terdekat; atau Kantor Pabean tempat kedudukan pejabat penerbit Surat Perintah. Kapal adalah alat angkutan laut yang biasa digunakan dalam kegiatan perdagangan internasional yang diperuntukkan secara khusus, sesuai dengan kebutuhan dan sifat barang yang diangkut. Pemeriksaan kapal adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara mencocokkan manifest dan lampirannya dengan jumlah/jenis koli atau kemasan dari barang-barang dagangan yang ada di atas kapal, untuk mengetahui apakah ada barang-barang dagangan yang tidak diberitahukan dalam manifes dan lampirannya tersebut, dan apakah ada barang larangan dan pembatasan yang disembunyikan dalam kapal tersebut. Pemeriksaan kapal adalah agar setiap pihak yang terkait dengan pengoperasian kapal yang datang dari luar daerah pabean mematuhi ketentuan tentang kewajiban untuk memberitahukan barang-barang impor yang dibawanya dari luar daerah pabean, sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, khususnya ketentuan yang diatur dalam pasal 7 Undang-Undang tersebut. Sedangkan tujuan dari suatu pemeriksaan kapal adalah untuk mencegah, mencari dan menemukan adanya suatu tindakan yang dapat diduga sebagai pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai.
Jenis kapal
Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian sebelum melakukan pemeriksaan kapal adalah perlunya pengetahuan tentang jenis kapal. Adapun jenis kapal antara lain adalah berdasarkan rutenya : Tramper yaitu kapal dengan tujuan, rute, dan jadwal yang tidak tetap. Liner yaitu kapal dengan tujuan, rute, dan jadwal yang tetap. Berdasarkan jenisnya, Conventional liner vessel (kapal barang biasa), yaitu kapal yang melakukan pelayaran dengan jadwal tetap dan biasanya membawa muatan umum (general cargo), Container/pallet vessel yaitu kapal yang mengangkut muatan secara breakbulk, pre-slung atau unit-unit pre pallet, juga mengangkut peti kemas dalam palkanya yang terbuka dan di atas dek. Full container vessel (kapal peti kemas) yaitu kapal yang dibuat khusus untuk mengangkut petikemas (container). Kapal ini mempunyai alat bongkar/muat sendiri. Kapal ini disebut juga cellular vessel karena termasuk di dalam kapal melalui jalur-jalur general cargo break, Bulk vessel yaitu kapal yang muatannya serba guna. Kapal jenis ini adalah kapal yang mula-mula beroperasi sebelum adanya kapal-kapal container dan kapal-kapal lain. Kapal ini tidak memerlukan terminal khusus, dan banyak berfungsi sebagai tramper karena harganya murah dan dapat mengangkut muatan ke segala penjuru dunia.. Freedom vessel, juga merupakan kapal serba guna yang dibuat setelah perang dunia II., Roro (roll-on, roll-off) yaitu kapal yang dibuat khusus untuk bongkar/muat barang ke kapal di atas kendaraan beroda. Yang termasuk jenis ini antara lain: kapal ferry, kapal pengangkut mobil (car ferries), kapal general cargo yang beroperasi sebagai roro. Lighter carrier (kapal pengangkut tongkang) adalah variasi dari kapal pengangkut petikemas, kapal ini mengangkut tongkang bermuatan. Jenis kapal ini tidak memerlukan terminal khusus, bahkan tidak memerlukan pelabuhan dan tempat sandar. Jenis kapal pengangkut tongkang adalah Llash (lighter aboard ship), mampu memuat 80 tongkang @ 400 ton, Sea bees/Sea train, mampu memuat 38 tongkang @ 1.000 ton, Bacat, hanya mampu memuat 10 tongkang, Flash (feeder vessel for lash barges), merupakan feeder bagi lash. Kapal ini menyerupai dok terapung yang dapat dibenamkan atau diapungkan di air untuk memuat atau menurunkan lash,
Splash (self propelled lighter aboard ship), yaitu kapal jenis mutakhir dari jenis flash yang dilengkapi dengan motor penggerak sendiri, sehingga tidak perlu ditarik dengan kapal tunda. Bulk carrier (pengangkut muatan curah) adalah kapal besar dengan hanya mempunyai satu dek saja, yang mengangkut muatan yang tidak dibungkus atau curah (bulk), Combination carrier, yaitu kapal yang dapat mengangkut minyak dan muatan kering curah secara bergantian atau bersamaan. Jenis kapal ini adalah Kapal o/o (ore or oil), yaitu kapal tanker yang dilengkapi dengan palka muatan di tengah-tengahnya. Kapal ini tidak dapat mengangkut minyakatau biji tambang secara bersamaan. Kapal obo (ore, bulk, or oil), adalah kapal bulk carrier yang dimodifikasi untuk dapat pula mengangkut minyak dan muatan cair lainnya, Panamax class , yaitu kapal terbesar yang dapat melewati terusan panama, dengan bobot mati (deadweight) 60.000 dwt dan lebar 32 meter. Passanger ship (kapal penumpang), Tug boat (kapal tunda), yaitu kapal yang dibuat untuk menarik atau mendorong kapal atau segala sesuatu yang mengapung. Juga untuk menolong kapal yang dalam keadaan bahaya, memadamkan kebakaran di laut, dan memerangi polusi. Offsore supply ship (kapal pemasok lepas pantai), yaitu kapal untuk mengangkut pasokan bahan dan peralatan serta makanan untuk anjungan lepas pantai bagi pengeboran minyak dan gas bumi. research ship (kapal penelitian), yaitu kapal yang berfungsi untuk penelitian dan pemetaan/survey seperti hidrografi, oseanografi, geofisika, dan seismografi.
Persiapan Pemeriksaan Kapal
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan pemeriksaan kapal adalah Mempersiapkan Surat Perintah Pemeriksaan Kapal, Mempersiapkan peralatan-peralatan yang dibutuhkan, Mempersiapkan Formulir-Formulir, Mempelajari denah kapal, Menghubungi agen atau kantor perwakilan untuk kapal yang berbendera asing, Mengatur pembagian tugas pemeriksaan kapal, kapal yang dapat diperiksa di kade atau di perairan pelabuhan adalah kapal yang melakukan pembongkaran, atau singgah lebih dari 1 x 24 jam.
Menaiki kapal setelah bendera kuning diturunkan, yang merupakan tanda bahwa kapal telah selesai dilakukan pemeriksaan oleh pihak Karantina dan dinyatakan bersih. Mencatat dan menghitung draf kapal secara kasar, untuk dibandingkan dengan berat muatan kapal yang tercantum dalam manifes. Menemui nakhoda dan menunjukkan Surat Tugas/Perintah serta identitas yang menyatakan kapal akan diperiksa oleh satuan tugas Bea dan Cukai (Customs).Meminta nakhoda untuk mengisi daftar isian yang meliputi nama kapal, kebangsaan, pelabuhan terakhir yang disinggahi, nama nakhoda kapal, nama agen pelayaran, tempat dan tanggal mulai berlayar, pelabuhan terakhir dalam daerah pabean yang disinggahi sebelum keluar dari daerah pabean Indonesia, tempat berlabuh kapal sekarang, muatan narkotika/drugs, senjata api yang peruntukan bukan untuk keperluan kapal, muatan MMEA. Meminta nakhoda untuk mengisi daftar isian tentang data-data kapal, yang meliputi nama kapal, kebangsaan, pelabuhan terakhir yang disinggahi, nama nakhoda, pelabuhan tujuan lanjutan, draf kapal (depan dan belakang), berat muatan kapal, berat bahan bakar, berat air tawar/air minum, berat air balast, berat bahan makanan, jumlah berat keseluruhan, hasil pemeriksaan draf, selisih berat muatan, tanggal, bulan, tahun dan jam tinggal di ambang luar, tanggal, bulan, tahun, dan jam sandar di pelabuhan, dan tanda tangan nakhoda
Meminta nakhoda untuk mengisi surat pernyataan tentang muatan kapal, yang meliputi berat keseluruhan muatan, berat bongkaran transit, berat muatan ekspor, berat muatan re-ekspor dan pelabuhan tujuan barang tersebut, dan tanda tangan. Meminta nakhoda menyerahkan dokumen kapal, yang meliputi Manifes, Crew list, Passanger list (bila ada), Narcotic/drug list, Arms and amunition list, Inventory list, Personal effect list, dan Voyage memo. Meminta seorang perwira kapal untuk mendampingi pelaksanaan pemeriksaan kapal. Melakukan pemeriksaan ruangan-ruangan, yang meliputi antara lain haluan kapal, Tiang Utama Kapal, Ruang Palka, Ruang tengah kapal (sebelah dalam) kamar ABK, Tempat untuk minum (restoran, bar, dll), Bagian tengah kapal (sebelah luar), Buritan, dan Kamar Mesin. Menegah dan menyimpan barang-barang yang nyata-nyata merupakan barang larangan. Menahan orang yang dianggap pemiliknya atau yang bertanggung jawab atas barang yang ditegah. Membuat Berita Acara Penegahan barang yang ditandatangani oleh nakhoda kapal sebagai saksi. Melaporkan setiap kejadian adanya pelanggaran kepada atasan langsung. Menegah dan mengamankan barang yang termasuk barang yang diimpornya dibatasi. Membuat Berita Acara Penegahan atas barang pembatasan tersebut yang ditandatangani juga oleh Nakhoda sebagai saksi, Membawa barang-barang yang ditegah ke tempat penyimpanan barang-barang tegahan, Memberikan tembusan Berita Acara Penegakan barang yang bersangkutan kepada pihak-pihak yang barangnya ditegah, Meminta Nakhoda untuk menandatangani Surat Pernyataan Hasil Pemeriksaan Sarana Pengangkut, dan Membuat laporan pemeriksaan kapal untuk dilaporkan kepada atasan langsung.
Tempat Penghentian Pemeriksaan.
Satuan Tugas Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan sarana pengangkut wajib menunjukkan Surat Perintah kepada pengangkut; dan memberitahukan maksud dan tujuan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan, pengangkut wajib menunjukkan semua surat dan dokumen yang berkaitan dengan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya serta denah situasi bagi sarana pengangkut di laut kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal pengangkut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud, Satuan Tugas Bea dan Cukai berwenang mencari semua surat dan dokumen dan memeriksa tempat-tempat dimana disimpan surat atau dokumen yang diperlukan. Setiap tindakan sebagaimana dimaksud, Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan, Untuk keperluan pemeriksaan barang di atas sarana pengangkut, pengangkut atau kuasanya wajib menunjukkan bagian-bagian/tempat-tempat dimana disimpan barang, menyerahkan barang dan membuka peti kemas/kemasan barang; dan menyaksikan pemeriksaan. Dalam hal pengangkut atau kuasanya tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud, Satuan Tugas Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan karena jabatan. Setiap tindakan sebagaimana dimaksud, Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan. Dalam hal hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran, pengangkut/sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dapat segera meneruskan perjalanannya. Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya ditegah dan dibawa ke Kantor Pabean terdekat atau Kantor Pabean tempat kedudukan pejabat penerbit Surat Perintah dan diserahkan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk penyelidikan/ penyidikan lebih lanjut. Atas hasil pemeriksaan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya, Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan. Atas penyerahan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya sebagaimana dimaksud, Satuan Tugas Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Serah Terima. Atas pemeriksaan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya Satuan Tugas Bea dan Cukai,wajib membuat Surat Bukti Penindakan dengan menyebutkan alasan dan hasil pemeriksaan atau jenis pelanggaran.
Tempat Kantor Pabean Yang Mudah Ditempuh
Satuan Tugas Bea dan Cukai yang melakukan penghentian sarana pengangkut menyerahkan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan dengan Berita Acara Serah Terima. Pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya sebagaimana dimaksud dalam poin1 dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk oleh Pejabat yang berwenang. Atas hasil pemeriksaan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya, Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan. Dalam hal hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran, pengangkut/sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dapat segera meneruskan perjalanannya. Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penegahan dan menyerahkan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk penyelidikan/ penyidikan lebih lanjut. Atas penyerahan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dari Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dibuatkan Berita Acara Serah Terima. Atas pemeriksaan dan atau penegahan sebagaimana dimaksud di atas, Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat Surat Bukti Penindakan. Segala biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan pemeriksaan merupakan tanggung jawab Pengangkut; apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran ketentuan undang-undang, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; apabila dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran ketentuan undang-undang.
Pemeriksaan Pesawat Udara
Pada dasarnya pengertian, maksud dan tujuan dari suatku pemeriksaan pesawat udara sama dengan sebagaimana yang telah diuraikan pada kegiatan 2 ketika kita membahas mengenai pemeriksaan kapal, yang berbeda adalah hanya dalam pengertian tentang pesawat udara. Maksud dari suatku pemeriksaan kapal adalah agar setiap pihak yang terkait dengan pengoperasian kapal yang datang dari luar daerah pabean mematuhi ketentuan tentang kewajiban untuk memberitahukan barang-barang impor yang dibawanya dari luar daerah pabean, sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, khususnya ketentuan yang diatur dalam pasal 7 Undang-Undang tersebut. Sedangkan tujuan dari suatku pemeriksaan kapal adalah untuk mencegah, mencari dan menemukan adanya suatku tindakan yang dapat diduga sebagai pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai. Setelah persiapan tersebut dilakukan dengan baik, selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan terhadap pesawat tersebut. Dan perlu diingat bahwa berbeda dengan kapal laut, pesawat udara memiliki tempat-tempat sensitif yang bila salah diperlakukan, maka akan berakibat fatal dalam penerbangan, sehingga sebaiknya pelaksanaannya harus didampingi dengan teknisi khusus yang paham tentang pesawat udara. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan pesawat udara adalah sebagai berikut menemui kapten pesawat (atau bila kapten pesawat dan crew telah turun, hubungi security yang bertugas khusus untuk mengamankan pesawat tersebut), lalu tunjukan surat tugas dan identitas diri, kemudian informasikan kepada yang bersangkutan bahwa hendak dilakukan pemeriksaan terhadap pesawat udara tersebut.
Mintakan dokumen yang berhubungan dengan barang dan penumpang kepada petugas griund handling pesawat tersebut. Dokumen tersebut meliputi manifes dan bundel Air Ways Bill (bila mungkin), passenger list, crew list, dan narcotic/drug list. Melakukan pemeriksaan dengan seksama, teliti, dan hati-hati terhadap Cockpit pesawat, Ruang Cabin/Penumpang, Ruang Dapur, Toilet, Cargo, dan seluruh ruang tempat barang cargo dan barang bagasi penumpang, dan Ruang Roda. Menegah dan menyimpan barang-barang yang nyata-nyata merupakan barang larangan, Menahan orang yang dianggap pemiliknya atau yang bertanggung jawab atas barang yang ditegah (bila ada), Membuat Berita Acara Penegahan barang yang ditandatangani oleh security/purser/petugas ground handling sebagai saksi, Melaporkan setiap kejadian adanya pelanggaran kepada atasan langsung, Menegah dan mengamankan barang yang termasuk barang yang diimpornya dibatasi, Membuat Berita Acara Penegahan atas barang pembatasan tersebut yang ditantangani juga oleh security/purser/ground handling sebagai saksi, Membawa barang-barang yang ditegah ke tempat penyimpanan barang-barang tegahan, Memberikan tembusan Berita Acara Penegahan barang yang bersangkutan kepada pihak-pihak yang barangnya ditegah, Meminta security/purser/ground handling untuk menandatangani Surat Pernyataan Hasil Pemeriksaan Sarana Pengangkut, dan Membuat laporan pemeriksaan kapal untuk dilaporkan kepada atasan langsung.
Pemeriksaan Sarana Pengangkutan Darat
Sarana angkutan darat adalah setiap alat angkut yang digunakan di daratan untuk mengangkut penumpang dan barang, yang dapat berupa : sedan, station wagon, pick up, truck, motor home, bus, dan trailer. Pemeriksaan sarana pengakutan darat adalah suatku kegiatan yang dilakukan dengan cara mencocokkan dokumen pelindung sarana pengangkut tersebut dengan jumlah/jenis koli atau kemasan dari barang-barang dagangan yang ada di atasnya, untuk mengetahui apakah ada barang-barang impor yang tidak diberitahukan dalam dokumen tersebut atau apakah ada barang larangan dan pembatasan yang disembunyikan dalam sarana pengangkut tersebut. Pemeriksaan terhadap sarana pengangkutan darat harus dilakukan setelah sarana pengangkut tersebut dihentikan dan diyakini telah benar-benar berhenti (mesin telah dimatikan) Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan sarana pengangkutan darat adalah sebagai berikut menemui supir, lalu tunjukan surat tugas dan identitas diri, kemudian informasikan kepada yang bersangkutan bahwa hendak dilakukan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut darat tersebut. Mintakan dokumen yang berhubungan dengan barang dan penumpang kepada supir atau penumpang yang berada di dalamnya (packing list, invoice, paspor, tiket atau Pemberitahuan Pabean lainnya seperti BC 2.3 dan BC 1.2). Periksa bagian-bagian sarana pengangut tersebut dengan memperhatikan tempat-tempat tertentu yang dapat dijadikan tempat untuk menyembunyikan barang-barang tertentu atau barang larangan dan pembatasan.
Menegah barang-barang yang nyata-nyata merupakan barang larangan. Menahan orang yang dianggap pemiliknya atau yang bertanggung jawab atas barang yang ditegah. Membuat Berita Acara Penegahan barang yang ditandatangani oleh supir atau orang yang menguasai barang tersebut sebagai saksi. Melaporkan setiap kejadian adanya pelanggaran kepada atasan langsung. Menegah dan mengamankan barang impor/ekspor yang termasuk ketentuan larangan dan pembatasan. Membuat Berita Acara Penegahan atas barang pembatasan tersebut yang ditandatangani juga supir atau orang yang menguasai barang tersebut sebagai saksi. Membawa barang-barang yang ditegah ke tempat penyimpanan barang-barang tegahan. Bila ada orang yang ditahan, menyerahkan tahanan tersebut kepada Penyidik.
Memberikan tembusan Berita Acara Penegahan barang yang bersangkutan kepada pihak-pihak yang barangnya ditegah. Meminta Supir untuk menandatangani Surat Pernyataan Hasil Pemeriksaan Sarana Pengangkut. Membuat laporan pemeriksaan sarana pengangkut tersebut untuk dilaporkan kepada atasan langsung
Dasar Hukum Pemeriksaan Sarana Pengangkut
Pasal 74 ayat (1), Pasal 75 ayat (2), Pasal 90 ayat (1), Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai.
Pasal 3 dan pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1996 tentang Penindakan di bidang Kepabeanan
Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 23 tentang Penindakan di Bidang Cukai
Monitoring dan Menghentikan Pembongkaran
Petugas yang Memantau Pembongkaran/Penimbunan melakukan pengecekan gudang atau lapangan penimbunan milik importir; membuat laporan hasil pengecekan lapangan berikut gambar denah gudang atau lapangan penimbunan, dan menyerahkannya kepada Pejabat yang mengelola manifes; melakukan pengawalan barang dan pengawasan penimbunan; membuat laporan hasil penimbunan barang dan menyerahkannya kepada Pejabat yang mengelola manifes; melakukan penyegelan barang di gudang atau lapangan penimbunan milik importir dan membuat Berita Acara Penyegelan; menyerahkan Berita Acara Penyegelan lembar pertama kepada Pejabat yang mengelola manifes dan lembar kedua kepada importir.
Pejabat yang Melakukan Pengawasan meneliti alasan yang dikemukakan oleh importir dalam surat permohonan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir; menunjuk petugas untuk melakukan pengecekan gudang atau lapangan penimbunan milik importir; Pengecekan gudang atau lapangan penimbunan hanya dilakukan terhadap importasi yang tingkat pemeriksaan fisiknya lebih dari 30%; menerima laporan hasil pengecekan lapangan berikut gambar denah gudang atau lapangan penimbunan; membuat rekomendasi kepada Kepala Kantor Pabean bahwa permohonan importir memenuhi persyaratan pemberian izin atau tidak; setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean, menunjuk petugas untuk melakukan pengawalan, pengawasan penimbunan dan penyegelan barang; menerima BCF 2.6 A lembar ketiga dari Pejabat Pabean; menerima SPPB dengan tanda "melalui Hi-Co Scan" dari Pejabat Analis Hi-Co Scan, apabila karena sifat barangnya tidak dapat dilakukan pemeriksaan melalui Hi-Co Scan perlu dilakukan pemeriksaan fisik barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir yang bersangkutan.
Petugas pengawas untuk melakukan pemeriksaan fisik barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir terhadap SPPB dengan tanda "melalui Hi-Co Scan" yang karena sifat barangnya tidak dapat dilakukan pemeriksaan melalui Hi-Co scan; menyerahkan SPPB dengan tanda "melalui Hi-Co Scan" kepada Petugas yang mengawasi pengeluaran barang setelah memberikan catatan bahwa "barang disetujui untuk dikeluarkan dan diperiksa di lokasi importir"; menerima Berita Acara Penyegelan lembar pertama dari petugas yang melakukan penyegelan. Pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan di bidang Kepabeanan sebagai upaya untuk mencari dan menemukan suatku peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran ketentuan Undang-undang.
Penindakan meliputi Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut; Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang, atau terhadap orang; Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut; dan Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut. Pelaksanaan Pemeriksaan Bangunan dilakukan bila terdapat 'bukti permulaan yang cukup' atau dengan kata lain harus dilakukan secara selektif, tidak asal periksa saja. Pemeriksaan bangunan merupakan suatku langkah hukum, sehingga juga harus dilakukan berdasarkan hukum atau ketentuan yang berlaku, bila tidak maka langkah penegakan hukum itu akan dapat dipandang sebagai suatku tindakan melawan hukum.
Memeriksa Barang, Surat, dan Bangunan.
Barang impor diangkut oleh pengangkut ke tempat tujuan di mana berada kantor pabean dan harus melalui jalur yang ditetapkan. Barang impor yang akan di impor wajib diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean dan dilakukan pemeriksaan Dasar hukum yang dapat dijadikan pegangan yuridis bagi petugas Bea dan Cukai untuk memeriksa suatku bangunan adalah Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan pada pasal 87, 88, dan 89. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai pada pasal 35, 36, 38. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1996 tentang Penindakan di bidang Kepabeanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1996 tentang Penindakan di bidang Cukai.
Dengan meningkatnya kegiatan dunia perdagangan dan era globalisasi bahan pembelajaran yang diberi judul : "Teknis Pemeriksaan Barang di Bidang Kepabeanan" ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan di bidang Kepabeanan dan Cukai. Modul ini menguraikan pengertian-pengertian pemeriksaan dan persiapan pemeriksa barang dalam kegiatan kepabeanan. Modul ini agar mudah dipahami, dianjurkan untuk membaca dengan cermat materi, menjawab soal latihan yang ada dalam modul ini, dan mengadakan diskusi tentang permasalahan yang berkaitan dengan pemeriksaan barang.
Pada dasarnya setiap barang yang dimasukkan kedalam daerah pabean diberlakukan sebagai barang impor dan terhutang bea masuk dan pungutan dalam rangka pabean. Pemeriksaan pabean meliputi pemeriksaan fisik barang dan pemeriksaan dokumen. Untuk itu modul ini sebagai pedoman dalam teknis pemeriksaan barang. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk tertentu dengan syarat tertentu disesuaikan dengan kebutuhan dalam dunia perdagangan.
Pada pemberitahuan pabean ini pernyataan dibuat oleh orang sebagai perorangan maupun sebagai badan hukum, bentuk pernyataan ini meliputi tujuan atau maksud pemberitahu menyampaikan atau memberitahukan tujuan penggunaan barang,data pemasok terdiri dari nama, alamat, Negara tempat barang dibeli di luar negeri, data dan identitas importir terdiri dari nomor pokok wajib pajak dari Instansi yang menangani perpajakan , status pemberitahu yang diterbitkan oleh Instansi yang menangani perdagangan, merupakan penjelasan selaku importir produsen atau importir umum dan data dari instansi yang menangani angka pengenal impor, data, identitas, nomor, tanggal surat izin pelaku jasa pengurusan kepabeanan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai sewilayah, sedaerah kerja, dalam hal importir tidak mengurus sendiri barang impornya, pengurusan kepabeanannya dapat dilakukan menggunakan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan atau PPJK yang merupakan pelaku jasa pengurusan kepabeanan, cara pengangkutan dan identitas sarana pengangkut, data pelabuhan muat, pelabuhan bongkar, data dokumen yang lazim di dunia perdagangan – invoice yang memuat data harga barang dan spesifikasi data teknis barang, - letter of credit atau Air Will Bill/Bill of Lading (AW/B atau B/L) yang memuat bukti kepemilikan dan daftar kolli atau kemasan, jenis kolli, jumlah barang, ketujuh berupa surat keputusan fasilitas yang diterbitkan pejabat yang berwenang, data harga, valuta asing, nilai dasar perhitungan bea masuk, dan data harga dalam CiF, berat barang, klasifikasi pentarifan yang besarnya presentasi tarifnya dapat dilihat pada buku daftar harmonize, jenis pungutan dan jumlah yang dibayar dalam CIF, data pembayaran atau jaminan dari Bank devisa, identitas pemberitahu, cap dan tanda tangan basah si pemberitahu dan nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean.
Dokumen pabean yang digunakan untuk pelaksanaan impor barang disebut pemberitahuan impor barang atau PIB, dan untuk barang tertentu yang diimpor dalam rangka bukan merupakan barang dagangan, diimpor dengan cara barang yang didatangkan bersama-sama atau tidak bersama penumpang, maupun didatangkan oleh anak buah sarana pengangkut, dan barang pindahan pelaksanaan impor barang disebut pemberitahuan impor barang tertentu atau PIBT.
Dokumen pabean yang digunakan untuk pelaksanaan ekspor barang disebut pemberitahuan ekspor barang atau PEB. Pemeriksaan adalah suatku tindakan atau cara dengan "menggunakan mata" untuk melihat dan mencocokkan data, dan spesifikasi barang. Pemeriksaan pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang merupakan salah satu kegiatan yang penting dan wajib dalam kegiatan Kepabeanan adalah Pemeriksaan dokumen dan/atau pemeriksaan fisik yang dilakukan secara selektif yang bertujuan untuk memperoleh data guna penilaian dan penetapan kewajiban pabean.
Latar belakang dan tujuan perlunya dilakukan pemeriksaan pabean terhadap barang impor dan ekspor sebagai berikut Adanya alasan yuridis yang menetapkan bahwa pada saat barang memasuki Daerah Pabean Wajib membayar Bea Masuk. Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Hasil dari pemeriksaan menjadi dasar untuk menetapkan bea masuk. Pemeriksaan Pabean merupakan kewenangan pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan Pabean ditujukan untuk menjamin kelancaran arus barang dan arus dokumen. Pemeriksaan Pabean ditujukan untuk menjamin hak-hak negara termasuk mengamankan pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan.
Saat proses penelitian dokumen dimulai sejak pemberitahuan impor barang diberi nomor oleh pegawai Bea dan Cukai, untuk kantor yang belum menggunakan sistem pertukaran data elektronik, sedangkan untuk kantor yang menggunakan Sistem pertukaran data elektronik komputer bea dan cukai yang akses online dengan sistem Bank Devisa Persepsi, Kantor Pajak, Kantor Keuangan Negara. Data yang diberitahukan pada pemberitahuan impor barang setelah di baca oleh komputer kepabean diberikan nomor penerimaan, dan selanjutnya setelah semua persyaratan dipenuhi pejabat Bea dan Cukai memberi nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan impor barang.
Pemberitahuan impor barang (PIB) yang telah diberi nomor, diuji kebenarannya dengan maksud untuk menetapkan pelayanan dan menetapkan tingkat pemeriksaan fisik barang. Untuk menetapkan jalur pelayanan setiap diuji kebenarannya dengan menggunakan profit komoditi, profit importir dan profil pemasok; Hasil pengujian tersebut menentukan apakah pemberitahuan impor barang bersangkutan dilayani jalur hijau atau jalur merah.
Pelayanan jalur hijau berarti terhadap pemberitahuan impor barang bersangkutan tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang, sedangkan jalur merah harus dilakukan pemeriksaan fisik barang. Pemberitahuan impor barang yang telah ditetapkan jalur hijau dalam hal tertentu atau khusus dapat dilakukan pemeriksaan fisik dalam hal ; Ditemukan perbedaan jumlah dan jenis kolli yang tercantum pada pemberitahuan pabean dengan yang tercantum dalam pemberitahuan impor barang. Diterima Nota Intelijen dari Pejabat Pencegahan dan Penyidikan Penyelundupan. Karena alasan pemeriksaan random,terhadap pemberitahuan impor barang tersebut harus dilakukan pemeriksaan barang.
Untuk menentukan tingkat pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan index indikator yang terdiri atas, pendekatan komoditi, pendekatan ada tidaknya Nota intelijen, pendekatan negara pemasok, pendekatan profit importir. Tingkat pemeriksaan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat pemeriksaan yaitu pemeriksaan biasa yaitu pemeriksaan sebanyak 10% dari seluruh jumlah kolli atau sekurang-kurang 2 kolli; pemeriksaan mendalam adalah pemeriksaan sebanyak 30% dari seluruh jumlah kolli atau sekurang-kurangnya 2 kolli; Pemeriksaan seluruh jumlah kolli, pemeriksaan ini terjadi apabila pada pemeriksaan biasa atau mendalam ditemukan ketidaksesuaian jumlah dan jenis barang antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang dengan keadaan barang sebenarnya. Pengertian jenis barang harus diartikan secara luas, yaitu mempunyai arti yang kumulatif antara lain terdiri atas merek, negara asal, bahan baku, tipe, dan sebagainya.
Pengertian Pemeriksaan Fisik Barang
Bahwa terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan pabean terhadap barang impor meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan barang impor dan ekspor adalah merupakan kewenangan pejabat Bea dan Cukai setelah diserahkan pemberitahuan Pabean. Pemeriksaan pabean dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan di pelabuhan tujuan atau pemeriksaan pra pengapalan di negara atau tempat ekspor barang.
Bahan, alat dan mesin-mesin beserta suku cadangnya yang diperlukan untuk kegiatan operasional dalam rangka proyek pengembangan industri. Barang yang diimpor untuk dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikut; Binatang hidup; Organ tubuh manusia, serum dan vaksin; barang impor yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui udara; Pemeriksaan fisik terhadap barang impor dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan barang hanya dilakukan terhadap importasi yang berisiko tinggi, antara lain barang bea masuknya tinggi, barang berbahaya bagi negara dan masyarakat, serta impor yang dilakukan oleh importir yang mempunyai catatan kurang baik.
Pemeriksaan fisik barang dapat dilakukan setelah pemberitahu/ kuasanya mengajukan pemberitahuan impor barang yang dilampiri dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor kepada pejabat Bea dan Cukai. Terhadap barang impornya karena sesuatu hal harus diekspor kembali, pemberitahu wajib menyerahkan Pemberitahuan Ekspor kembali kepada pejabat Bea dan Cukai untuk dilakukan pemeriksaan pabean. Terhadap barang ekspor yang karena sesuatu hal diimpor kembali, pemberitahu wajib menyerahkan pemberitahuan impor barang kepada pejabat Bea dan Cukai untuk dilakukan pemeriksaan pabean. Pemberitahuan pabean yang telah diberi nomor menjadi dasar bagi pejabat Bea dan Cukai untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan fisik barang impor, yang diberitahukan dalam pemberitahuan impor barang berdasarkan indikator risiko.
Persiapan Administrasi
Dengan memahami pemeriksaan barang impor ini, diharapkan pembaca mampu menjelaskan bagaimana mempersiapkan diri dalam tugas pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan dan membuat nota pemeriksaan atau laporan pemeriksaan. Dalam setiap pelaksanaan tugas harus ada pedoman atau perintah tugas, perintah tugas tersebut diwujudkan dalam instruksi pemeriksaan yang memuat uraian tentang petugas yang diperintah melakukan pemeriksaan barang, jumlah kolli atau pengemas atau kontener yang harus diperiksa dalam bentuk presentasi atau dalam jumlah.
Instruksi pemeriksaan juga memuat identitas pemilik barang atau PPJK, dalam hal pemilik barang tidak mengurus barangnya sendiri dapat menguasakan kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan atau PPJK, memuat data tempat barang ditimbun, memuat identitas pemberi tugas, memuat jenis dokumen pemberitahuan pabean, nomor, tanggal pemberitahuan pabean dan nomor, tanggal instruksi pemeriksaan. Pejabat Bea dan Cukai setelah menerima instruksi pemeriksaan mencatat datanya pada buku catatan bagi pemeriksa barang. Instruksi pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan dokumen atau pejabat pada seksi pabean, Instruksi pemeriksaan harus berasal dan diterima dari pegawai Bea dan Cukai selaku kurir dari pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan instruksi pemeriksaan tersebut, pada saat itu juga menerbitkan surat pemberitahuan jalur merah atau SPJM dan dikirimkan kepada pemberitahu sebagaimana tertera pada pemberitahuan pabean.
Pemberitahu dokumen pabean setelah menerima SPJM wajib melampirkan minimal dokumen pelengkap pabean berupa daftar data kemasan barang atau packing list atau P/L atas barang yang diberitahukan dalam dokumen pabean dan menyerahkan SPJM dilampiri P/L tersebut kepada pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan barang. Packing list atau P/L ini diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat cara pemeriksaan fisik barang, karena memuat data importir, data eksportir diluar negeri, jenis pengemas/kolli, jumlah pengemas, merek pengemas, jumlah barangnya dan secara umum nama uraian jenis barangnya.
Untuk itu dalam hal pemberitahu atau PPJK tidak menyerahkan, tidak melampirkan packing list atau P/L, pejabat yang melakukan pemeriksaan fisik barang dapat melakukan pemeriksaan seluruhnya atau seratus persen atas barang yang diberitahukan untuk dilakukan pemeriksaan fisik.
Persiapan fisik dan Mental Pemeriksa Barang
Di dalam menjalankan tugas pemeriksaan barang seorang pemeriksa harus mempunyai fisik yang baik, tubuh yang sehat, mengingat tugas pemeriksaan barang sering dilakukan di tempat yang udaranya panas, mungkin keadaannya lembab dan berbau tidak enak (pemeriksaan barang kimia). Bermental baik dan berdedikasi tinggi terhadap negara sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pihak lain, berbuat dan berpikirlah yang terbaik untuk bangsa dan Negara. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang peraturan kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya, peraturan larangan dan pembatasan, peraturan lainnya dari instansi lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Bea dan Cukai.
Seorang pemeriksa barang impor sebelum melaksanakan tugas wajib mempersiapkan diri dengan melengkapi kelengkapan administrasi, fisik dan mental pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang, pengetahuan tentang jenis pengemas, pengetahuan tentang tanda-tanda yang tertera pada pengemas yang merupakan lambang-lambang bahan atau barang berbahaya, pengetahuan tentang jenis pengemas yang lazim dipergunakan dalam perdagangan, persiapan alat dan perlengkapan untuk keperluan pemeriksaan fisik barang. Setiap kali akan dilakukan pemeriksaan barang. Pemeriksa atau pejabat yang diberi kewenangan melakukan pemeriksaan fisik barang wajib melakukan analisa jenis barang yang diberitahukan oleh Importir atau kuasanya dengan cara membuka atau melihat ketentuan umum untuk menginterpretasikan buku tarif bea masuk untuk sekarang ini dipergunakan harmonized' System, klasifikasi barang dalam nomenklatur dilakukan menurut ketentuan judul bagian, bab dan subbab, serta catatan, dan pengetahuan tentang barang.
Setelah dapat dianalisa jenis barangnya, pemeriksa wajib memperhatikan klasifikasi, spesifikasi, data teknis maupun data fisik yang dapat mempengaruhi besarnya tarif, besarnya bea masuk dan PDRI, harga barang. Tujuan persiapan pemeriksaan di samping dapat mengoptimalkan penerimaan negara juga keselamatan dan perlindungan pemeriksa terhadap dampak terhadap penanganan barangnya, untuk itu diperlukan pengetahuan tanda dan atau ciri-ciri khusus barang tersebut, yaitu dengan cara melihat data, catatan pada kamus kimia maupun kamus lainnya yang dapat dipergunakan untuk analisa.
Dasar pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang bertanya tentang barang yang telah datang dan telah ditimbun, adalah setiap pemilik barang atau kuasanya yang menginginkan barangnya diurus atau diselesaikan wajib ditunjukkan, diperlihatkan jumlah kolli, jumlah pengemas barang, wajib juga membuka pengemasnya dan mempelihatkan barang yang diurusnya untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang. Dalam hal seluruh barang tersebut telah datang dan ditimbun di tempat penimbunan barang yang pengawasannya dibawa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dimana pemberitahuan pabean diserahkan, pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksa fisik barang wajib memilih/ menunjuk pengemas atau kolli yang akan dibuka dan diperiksa barangnya, untuk ditimbun di tempat penimbunan yang khusus digunakan untuk pemeriksaan fisik barang.
Pada waktu pemberitahu menyiapkan barang untuk ditimbun di tempat penimbunan yang khusus untuk pemeriksaan fisik barang, pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksa fisik barang tersebut mempelajari uraian jenis barang, spesifikasi,data teknis dan data lainnya dengan Cara membuka buku klasifikasi tarif bea masuk, membaca uraian maupun catatan yang ada pada buku tarif bea masuk indonesia (BTBMI) atau Indonesian Customs Tariff Book berdasarkan The Asean Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) agar dapat diketahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi besarnya tarif atau pembeaan, sebagai prioritas utama dalam melakukan pemeriksaan fisik barang.
Pada waktu pemberitahu atau kuasanya/PPJK datang kepada pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau tempat yang disamakan dengan itu, pemberitahu atau kuasanya/PPJK menunjukkan dan menyerahkan lembar asli SPJM kepada pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang, untuk itu pejabat pemeriksa fisik barang tersebut wajib menanyakan kepada pemberitahu atau PPJK yang mengurus barangnya, dengan pertanyaan: "apakah semua barang yang akan dilakukan pemeriksaan .fisik barang telah datang dan telah ditimbun di tempat penimbunan barang yang pengawasannya dibawa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dimana pemberitahuan pabean diserahkan".
Dalam hal belum seluruhnya barang tersebut datang dan ditimbun di tempat penimbunan barang yang pengawasannya dibawa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dimana pemberitahuan pabean diserahkan, pemberitahu wajib memberikan penjelasan, keterangan atas barang yang belum dan atau tidak datang tersebut kepada pejabat pemeriksa fisik barang.
Dasar pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksa fisik barang bertanya tentang barang yang telah datang dan telah ditimbun, adalah setiap pemilik barang atau kuasanya yang menginginkan barangnya diurus atau diselesaikan wajib ditunjukan, diperlihatkan jumlah kolli, jumlah pengemas barang, wajib juga membuka pengemasnya dan mempelihatkan barang yang diurusnya untuk dilakukan, pemeriksaan fisik barang oleh pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang.
Dalam hal seluruh barang tersebut telah datang dan ditimbun di tempat penimbunan barang yang pengawasannya dibawa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dimana pemberitahuan pabean diserahkan, pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang wajib memilih/menunjuk pengemas atau kolli yang akan dibuka dan diperiksa barangnya, untuk ditimbun di tempat penimbunan yang khusus digunakan untuk pemeriksaan fisik barang.
Pada waktu pemberitahu menyiapkan barang untuk ditimbun di tempat penimbunan yang khusus untuk pemeriksaan fisik barang, pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksa fisik barang tersebut mempelajari uraian jenis barang, spesifikasi, data teknis dan data lainnya dengan cara membuka buku klasifikasi tarif bea masuk, membaca uraian maupun catatan yang ada pada buku tarif bea masuk indonesia (BTBMI) atau Indonesian Customs Tariff Book berdasarkan The Asean Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) agar dapat diketahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi besarnya tarif atau pembeaan, sebagai prioritas utama dalam melakukan pemeriksaan fisik barang yang akan diperiksa.
Pengetahuan Pengemas
Cases adalah pengemas berbentuk kotak, kubus yang bahannya dibuat dari papan, kayu. Digunakan untuk mengemas barang agar tidak rusak, tidak pecah. Box adalah pengemas berbentuk kotak, kubus yang bahannya dibuat dari kertas, karton, plastik. Digunakan untuk mengemas barang agar barang aman tidak rusak dan dapat langsung diperdagangkan. Crates adalah pengemas berbentuk kotak dengan kerangka yang dapat langsung dilihat pengemas barang yang diperdagangkan, bahan dari kayu, besi, alumunium, biasa digunakan untuk pengemas rokok, tekstil, dan lain-lain. Drum adalah pengemas suatku kemasan berupa silinder yang dibuat dan kayu, metal, karton. misalnya untuk pengemas latex, anggur, tembakau, dan lain-lain.
Bales adalah pembungkus barang dibuat dari kanvas, plastik, kain dan diikat dengan metal atau tali. Digunakan untuk pengemas kapas, karet, goni, dan lain-lain. Bags adalah pengemas yang dibuat dari goni, plastik atau kertas. digunakan untuk pengemas semen, tepung, pupuk, beras, gula dan lainnya Rools dan Rells adalah kemasan untuk barang-barang yang berbentuk lembaran, dikemas dalam bentuk silinder (gulungan). Digunakan untuk menggulung kertas, lembaran baja,kawat tali dan lain-lain. Unitized adalah kemasan barang dalam bentuk pallet yang dipakai secara bersama-sama untuk mempermudah pengangkutan. Digunakan untuk mengemas buah-buahan dalam kaleng, dan lain-lain. Bundle adalah kemasan barang dengan Cara diikat bersama-sama. Digunakan untuk mengemas kayu, baja dan lain-lain. Bulk adalah suatku barang tanpa dikemas atau dalam bentuk curah. Barang berupa gandum, minyak mentah, dan lain-lain.
Pejabat Bea dan Cukai yang mempunyai kewenangan melakukan pemeriksaan fisik barang juga harus mempunyai pengetahuan tentang alat-alat pengemas, seorang pemeriksa juga harus mengetahui tanda-tanda yang tertera pada pengemas yang merupakan lambang-lambang bahan/barang berbahaya, berupa tanda bahaya keracunan, bahaya ledakan, bahaya kebakaran, bahaya oksidasi, bahaya korosi, bahaya radiasi. Menyiapkan alat-alat/perlengkapan pemeriksaan barang, seperti berikut Alat meteran untuk mengukur panjang, lebar, tinggi, barang atau joki.
Alat-alat tulis yang dipergunakan untuk mencatat sementara data-data hasil pemeriksaan barang. Buku kerja pemeriksa. Buku ini dipergunakan untuk mencatat semua kegiatan pemeriksa termasuk hasil pemeriksaan. Drade teller yaitu alat yang dipergunakan untuk menghitung benang pakan dan benang lungsin. Alat timbangan duduk yang mempunyai kapasitas lima kilogram. Alat timbangan besar (misalnya mempunyai kapasitas 100 Kg), jenis alat ini antara lain dipergunakan untuk menimbang tembakau, kapuk atau barang bulk lainnya yang dikemas dengan karung. Caliper untuk mengukur ketebalan (BWG), jenis alat ukur ini biasanya dipergunakan untuk mengukur ketebalan kawat (misal : wiremesh, dsb) Caliper untuk mengukur panjang penampang silinder. Magnet untuk ditempelkan pada barang yang akan diperiksa, membedakan bahan atau barang dari logam atau bukan logam. Korek api untuk membakar barang yang akan diperiksa, membedakan bahan atau barang dari plastik, dari katun, dari wool, atau bahan lainnya.
Alat timbangan untuk mencari substansi, jenis alat ini biasanya digunakan untuk mencari substansi kertas atau plastik, dan sebagasinya. Cara menghitungnya berat barang dalam gram dibagi leas barang dalam meter persegi. Potong kertas atau plastik yang akan ditimbang dalam bentuk, empat persegi panjang. Pemotongan dalam bentuk persegi panjang dengan maksud untuk mempermudah mencari luasnya. Timbang kertas atau plastik yang telah dipotong tersebut, masukkan nilai berat dan nilai luas kertas atau plastik tersebut ke dalam rumus di alas. Alat penutup hidung/mulut (masker), jenis alat ini dipergunakan untuk menjaga pernapasan dari kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan karena sifat barang tertentu. Misalnya memeriksa barang berupa gas atau bubuk yang berbahaya bagi kesehatan. Sarung tangan, jenis alat ini untuk melindungi kulit tangan dari kemungkinan terkena hal-hal yang tidak diinginkan karena sifat barang tersebut. Misalkan barang yang dapat menimbulkan gatal-gatal pada kulit. Segel, alat ini dipergunakan untuk menyegel contoh barang yang akan diajukan, penyegelan terhadap contoh barang yang dimaksud ditujukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penukaran contoh. Kamera, dipergunakan memotret sebagai contoh yang harus diajukan.
Pemeriksa Barang
Dalam melakukan pengujian atau untuk pembuktian pemberitahu memberitahukan harga barang impor sesuai harga transaksinya, diperlukan pengujian mutu, spesifikasi dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif dengan cara dilakukan pemeriksaan pabean dengan cara dilakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan terhadap fisik barangnya dan kebenaran harga barang yang diimpornya pada setiap kegiatan importasi, terhadap barang impor wajib dilakukan pemeriksaan fisik barang setelah diajukan pemberitahuan pabean, pemberitahuan pabean ini meliputi pemberitahuan impor barang untuk barang impor dan pemberitahuan ekspor barang untuk barang ekspor. Pemeriksaan fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Barang untuk mengetahui jumlah dan jenis barang impor yang diperiksa; Tujuan pemeriksaan fisik Barang adalah dalam rangka memperoleh data barang. secara lengkap agar dapat digunakan untuk mencegah adanya uraian barang yang tidak jelas / benar (misdescription); mencegah adanya barang yang tidak diberitahukan (unreported); mencegah kesalahan pemberitahuan negara asal barang; mencegah pembukaan barang larangan dan pembatasan; menetapkan klasifikasi dan Nilai Pabean dengan benar NDPBM yaitu daftar nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, PPN, PPnBM, Pajak Ekspor, dan PPh berdasarkan keputusan Menteri Keuangan yang disusun untuk jangka waktu berlakunya dalam periode tertentu.
Pemeriksaan fisik barang untuk setiap PIB dilakukan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Barang yang ditujukan secara langsung melalui Sistem Aplikasi atau oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen. Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat menunjuk Pejabat Pemeriksa Barang lebih dari satu orang, dalam hal jumlah dan atau jenis barang yang akan diperiksa mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama, dan menghambat kecepatan penyelesaian suatku importasi. Dalam hal pemeriksaan barang impor dibutuhkan pengetahuan teknis tertentu, maka Pejabat Pemeriksa Barang dapat meminta bantuan pihak lain (internal maupun eksternal) yang memiliki pengetahuan teknis tersebut, dan hal tersebut dicatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Dalam hal pemeriksaan fisik barang dilakukan bersama dengan pejabat dari instansi lain berdasarkan ketentuan di bidang impor yang berlaku, Pejabat Pemeriksa Barang mencatat hal tersebut dalam LHP. Pemeriksaan fisik barang oleh petugas pemeriksaan dilakukan berdasarkan perintah, atensi atau disposisi dari pejabat fungsional pemeriksa dokumen (PFPD) atau Kepala Seksi Pabean, yang tercantum pada Instruksi Pemeriksaan. Agar pemeriksaan barang terlaksana dengan akurat, lengkap dan benar, petugas pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya harus mengikuti langkah-langkah secara berurutan sebagai berikut membaca dan memahami instruksi yang diberikan atasan sebagaimana tertulis pada instruksi pemeriksaan, petugas yang melakukan pemeriksaan dapat membaca dan memahami hal-hal yang perlu diperiksa dan dicocokkan antara data yang diberitahukan dengan data sebenarnya.
Dalam hal instruksi yang diterima dirasa kurang jelas pemeriksa agar menghubungi pejabat yang memberi instruksi untuk mendapatkan penjelasannya. Mempelajari isi pemberitahuan (PIB) dan seluruh lampirannya (dokumen pelengkap pabean). Dengan mempelajari isi pemberitahuan dimaksud, seorang pemeriksa dapat segera mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan yang akan dilakukannya. Dalam hal diberitahukan jelas barang Wire Mesh, untuk mengetahui ukuran ketebalan Wire Mesh tersebut digunakan alat ukur Caliper.
Menanyakan kepada pemberitahu/Importir, apakah lokasi penimbunan partai barang impor yang akan diperiksa atau apabila diangkut dengan peti kemas, apakah peti kemas yang barang-barangnya akan diperiksa sudah ditemukan di lokasi. Hal ini perlu dilakukan, karena apabila volume barang impor tinggi seperti di Pelabuhan Tanjung Priok atau pelabuhan udara Sukarno Hatta. Mencari penumpukan kontener atau stapelan barang atas peti kemas sering memakan waktu lama karena padatnya penimbunan barang. Dalam hal sudah ditemukan lokasinya atau partai barangnya, maka pemeriksa langsung menuju tempat partai barang atau peti kemas ditimbun dan segera melakukan pemeriksaan fisik barangnya.
Mencocokkan jumlah, jenis, merek, dan nomor kolli secara keseluruhan, cara pemeriksaan ini dimaksud untuk didapatkan kepastian apakah jumlah, jenis, merek, dan nomor kolli yang diperiksa sesuai dengan yang diberitahukan dalam PIB. Meminta kepada importir/kuasanya untuk menyiapkan kolli-kolli yang akan diperiksa sesuai nomor yang diinstruksikan. Penunjukan nomor-nomor kolli untuk diperiksa dilakukan secara random melalui perangkat komputer, dalam hal tertentu, penunjukan nomor-nomor kolli untuk pemeriksaan dapat dilakukan secara manual.
Dalam hal pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan dokumen atau pejabat yang berwenang di bidang kepabeanan menerima catatan, data, keterangan atau nota Intelijen, menemukan perbedaan antara jumlah dan jenis kolli yang tercantum dalam pemberitahuan pabean dengan manifes atau pemberitahuan impor barang yang telah ditetapkan jalur hijau, pemeriksaan dilakukan random terhadap pemberitahuan impor barang yang telah ditetapkan jalur hijau.
Mengukur kolli-kolli yang akan diperiksa. Pengukuran terhadap kolli-kolli dimaksud dapat digunakan untuk memudahkan menghitung jumlah barang yang berada di dalam kolli-kolli itu. Meminta kepada importir/kuasanya untuk membuka kolli-kolli yang akan diperiksa isinya.
Dalam hal perintah petugas pemeriksa tidak dituruti oleh importir/kuasanya, maka pembukuan kolli-kolli dilakukan oleh petugas dan segala biaya dan risiko karena pemeriksaan menjadi tanggung jawab si pemberitahu. Pembukaan kolli-kolli dilakukan oleh pemberitahu dapat memberikan kepastian bahwa kolli-kolli tersebut memang milik pemberitahu yang bersangkutan. Mengeluarkan seluruh barang dari masing-masing kolli. Cara ini dilakukan untuk memastikan apakah pada bagian dalam dari kolli tersebut tidak ada tempat-tempat yang dipergunakan untuk menyembunyikan barang. Mencocokkan data yang diinstruksikan untuk diperiksa, petugas Pemeriksaan mencatat data tentang; uraian barang; jenis-jenis barang, jumlah tiap jenis barang; tipe tiap jenis barang; ukuran tiap jenis barang; merk-tipe jenis barang; Negara asal tiap jenis barang dan spesifikasi tiap jenis barang.
Pemeriksa mencocokkan data yang diinstruksikan dengan cara membandingkan antara yang diberitahukan dengan keadaan barang sebenarnya, pengambilan contoh barang. Dalam melakukan pemeriksaan fisik barang, pemeriksa menentukan perlu tidaknya mengambil contoh barang masing-masing jenis satu buah. Contoh barang diberi identitas dari mana / dari kolli nomor dan tanggal PIBnya, serta dibubuhi tanda tangan pemeriksa.
Dalam hal barang tidak dapat diambil contoh dan tidak ada gambar atau brosur maka barang itu difoto. Gambar, brosur atau foto dibubuhi catatan dari kolli mana dan PIB tanggal dan nomor berapa serta tanda tangan pemeriksa. Importir atau kuasanya memasukkan kembali semua barang yang selesai diperiksa ke dalam kolli/pengemas. Pemeriksa dapat menyuruh memasukkan kembali semua barang yang selesai diperiksa kedalam kolli/pengemas yang bersangkutan, kecuali contoh barang yang diambil untuk keperluan penelitian klasifikasi dan penetapan harga, hal ini perlu dilakukan agar tidak ada barang yang terecer, menghindari dari tuntutan importir / kuasanya apabila ada barang yang hilang. Setelah barang selesai dimasukkan kedalam kolli masing-masing, petugas meminta kepada importir atau kuasanya untuk menutup kembali kolli-kolli yang dibuka karena pemeriksaan.
Penutupan kembali kolli-kolli yang telah diperiksa oleh pemberitahu dimaksudkan agar importir/kuasanya yakin bahwa kolli-kolli tersebut dalam keadaan lengkap dan utuh sebagaimana adanya. Salah satu alasan mengapa setiap pemeriksaan barang harus selalu diketahui dan disaksikan oleh importir/kuasanya adalah untuk mendapatkan kepastian atau untuk mencegah gugatan yang bersangkutan terhadap kemungkinan adanya kehilangan dan kerusakan barang. Memberi tanda pada tiap kolli yang telah diperiksa, hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pemeriksaan ganda terhadap kolli yang sama. Pemeriksaan fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Barang untuk mengetahui jumlah, jenis, spesifikasi barang yang diperiksanya. Jadi yang dimaksud di sini dengan pemeriksaan fisik adalah suatku kegiatan dari Pejabat Pemeriksa Barang dengan cara meneliti jumlah, jenis serta keadaan fisik barang sebenarnya untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan.
Pemeriksaan fisik barang dilakukan secara selektif dalam artian hanya terhadap importasi tertentu saja yang dilakukan pemeriksaan fisik, selebihnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, hanya dilakukan pemeriksaan dokumen. Hal ini dilakukan mengingat begitu besarnya volume barang yang keluar dan masuk daerah pabean, sehingga tidak mungkin untuk dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh walaupun sebenarnya hal tersebut mutlak diperlukan guna mengamankan keuangan negara dan juga pertahanan dan keamanan negara.
Namun demi efektivitas dan efisiensi waktu dan tenaga, pemeriksaan fisik hanya dilakukan terhadap barang-barang tertentu saja. Tujuan dari Pemeriksaan Fisik Barang adalah dalam rangka memperoleh data barang secara lengkap agar dapat digunakan untuk mencegah adanya uraian barang yang tidak jelas/benar (misdescription) mencegah adanya barang yang tidak diberitahukan (unreported) mencegah kesalahan pemberitahuan negara asal barang; mencegah pemasukan barang larangan dan pembatasan; menetapkan klasifikasi dan Nilai Pabean dengan benar.
Kriteria Barang yang Terkena Pemeriksaan Fisik
Barang yang diimpor oleh Importir baru. Importir yang belum memiliki Surat Pemberitahuan Register dan baru pertama kali melakukan impor, maka importasinya akan dilakukan pemeriksaan fisik dengan tingkat pemeriksaan fisik seratus persen. Barang yang diimpor oleh Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi. Risiko importir berdasar pada Profil Importir yang disusun dari hasil registrasi importir, laporan pelanggaran yang ditemukan pada pemeriksaan barang, pemeriksaan dokumen dan hasil audit.
Barang impor sementara. Barang impor yang menggunakan fasilitas impor sementara dilakukan pemeriksaan fisik saat diimpor dan saat di reekspor untuk memastikan apakah barang yang dimasukkan akan sesuai dengan barang yang dikeluarkan. Barang Operasi Perminyakan (BOP) golongan II. Barang Operasi Perminyakan golongan II termasuk ke dalam barang yang diimpor dengan fasilitas impor sementara. Barang re-impor.
Barang impor yang terkena pemeriksaan acak ( random ) oleh sistem komputer. PIB yang diterima oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setiap saat dapat terkena penetapan jalur merah berdasarkan pemeriksaan acak/random yang telah diprogramkan pada komputer. Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Barang impor yang termasuk dalam kategori ketetapan pemerintah dilakukan pemeriksaan fisik barang untuk mencegah adanya pemasukan barang-barang yang termasuk dalam kategori barang pembatasan dan larangan. Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang berisiko tinggi.
Tingkat Pemeriksaan Barang
Tingkat pemeriksaan 10 (sepuluh)%, adalah pemeriksaan fisik barang dengan jumlah kemasan yang dibuka adalah jumlah yang dapat mewakili 10% dari setiap jenis barang yang tertulis dalam fotocopy invoice dan atau packing list dengan jumlah minimal 2 (dua) koli; Tingkat pemeriksaan 30 (tiga puluh)%, adalah pemeriksaan fisik barang dengan jumlah kemasan yang dibuka adalah jumlah yang dapat mewakili 30% dari setiap jenis barang yang tertulis dalam fotocopy invoice dan atau packing list dengan jumlah minimal 2 (dua) koli;
Tingkat Pemeriksaan 100 (seratus) %, adalah pemeriksaan fisik barang dengan jumlah kemasan yang dibuka adalah seluruh kemasan setiap jenis barang; Pemeriksaan fisik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Dalam hal barang impor diangkut dalam peti kemas (container), Pejabat Pemeriksa Barang Mencocokkan nomor, ukuran, jumlah dan jenis peti kemas barang impor yang akan diperiksa; Memeriksa segel peti kemas barang impor yang akan diperiksa; Mengawasi stripping barang dari dalam peti kemas;
Menghitung jumlah kemasan dan mencocokkan jenis kemasan dari setiap peti kemas barang impor yang akan diperiksa: Dalam hal jumlah dan jenis kemasan kedapatan sesuai Untuk party barang impor yang terdiri dari 1 (satu) jenis barang yang dikemas dalam kemasan standar (standard of packing), kemasan yang dibuka untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang adalah sebesar 10 % (sepuluh persen) atau 30 % (tiga puluh persen) dari jumlah kemasan yang terdapat dalam setiap peti kemas barang impor yang akan diperiksa; Untuk party barang impor yang lebih dari 1 (satu) jenis barang, kemasan yang dibuka untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang adalah sebesar 10 % (sepuluh persen) atau 30 % (tiga puluh persen) dari tiap jenis barang yang terdapat dalam setiap peti kemas barang impor yang akan diperiksa;
Apabila hasil pemeriksaan fisik barang, kedapatan jumlah dan atau jenis barang tidak sesuai, maka pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100 % (seratus persen); Terhadap jenis barang yang memerlukan penanganan khusus (diangkut dengan reefer container) pemeriksaan dapat dilakukan di gudang/tempat penimbunan milik importir; Dalam hal jumlah dan atau jenis kemasan kedapatan tidak sesuai, maka pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100 % (seratus persen).
Mencocokkan nomor, merek, ukuran dan jenis kemasan barang impor yang akan diperiksa; Menghitung/mencocokkan jumlah dan jenis kemasan barang impor yang akan diperiksa dalam hal jumlah dan jenis kemasan kedapatan sesuai, untuk party barang impor yang terdiri dari 1 (satu) jenis barang yang dikemas dalam kemasan standar (standard of packing), kemasan yang dibuka untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang adalah sebesar 10 % (sepuluh persen) atau 30 % (tiga puluh persen) dari jumlah kemasan yang terdapat dalam setiap petikemas barang impor yang akan diperiksa;
Untuk party barang impor yang lebih dari 1 (satu) jenis barang, kemasan yang dibuka untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang adalah sebesar 10 % (sepuluh persen) atau 30 % (tiga puluh persen) dari tiap jenis barang yang terdapat dalam setiap petikemas barang impor yang akan diperiksa; Apabila hasil pemeriksaan fisik barang, kedapatan jumlah dan atau jenis barang tidak sesuai, maka pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100 % (seratus persen); Dalam hal jumlah dan atau jenis kemasan kedapatan tidak sesuai, maka pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100 % (seratus persen). Menghitung/mengukur jumlah atau volume barang; Mencocokkan jenis barang dengan copy invoice dan packing list yang telah dilegalisir oleh Pejabat Penerima Dokumen.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik barang, di samping menghitung jumlah barang dan mencocokkan jenis barang dengan copy invoice dan atau packing list yang telah disahkan oleh Pejabat Penerima Dokumen, Pejabat Pemeriksa Barang wajib memeriksa data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut Jumlah satuan barang dari setiap jenis barang yang diperiksa. Merek, tipe, ukuran, data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa, Memberikan paraf pada kemasan yang telah dibuka dan telah dilakukan pemeriksaan fisik, Dalam hal jumlah satuan dan atau jenis barang kedapatan tidak sesuai, pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100 % (seratus persen), Dalam hal copy invoice dan atau packing list tidak dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan fisik barang, maka pemeriksaan ditingkatkan menjadi 100 % (seratus persen). Dalam hal jenis barang atau data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa tidak jelas, diajukan contoh barang dan atau foto barang untuk keperluan penetapan klasifikasi dan atau penetapan nilai pabean, Pengambilan contoh barang dilakukan dengan membuat Berita Acara Pengambilan Contoh Barang yang ditandatangani oleh Importir/PPJK, dengan tetap memperhatikan sifat barang yang peka terhadap pengaruh luar sehingga tidak dapat diambil contohnya (untuk itu dimintakan keterangan yang berasal dari negara asal barang).
Sebagai suatku konsekuensi terhadap dilaksanakannya sistem self assesment terhadap pungutan pabean, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sistem ini juga mengandung beberapa kelemahan, walaupun pada penerapannya sistem ini menawarkan pelayanan yang cepat, sistem self assesment sendiri memberikan keleluasaan kepada wajib pajak untuk menghitung dan memberitahukan jumlah pajak yang dibebankan kepadanya, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama sudah menjadi kodrat bahwa seseorang cenderung untuk mengelak dari pajak yang dikenakan kepadanya, hal seperti ini juga tentu berlangsung di dalam dunia perdagangan. Pada perkembangannya, terhadap pelaksanaan sistem self assesment yang diterapkan dalam perpajakan kita khususnya bea masuk yang merupakan penerimaan negara yang dipungut oleh DJBC, mutlak akan adanya suatku kontrol terhadap pelaksanaan sistem tersebut, terlebih lagi dalam dunia usaha dimana para pengusaha cenderung untuk memperbesar laba tak terkecuali dengan cara yang kurang terpuji yaitu mengelak dari pajak yang dikenakan terhadapnya. Adanya kekhawatiran semacam inilah yang menyebabkan diperlukan adanya suatku sistem yang dapat meng-counter terhadap kelemahan-kelemahan yang telah ada.
Pada awal perkembangannya, terhadap barang yang masuk maupun keluar dari pabean dilakukan pemeriksaan fisik oleh bea dan cukai akan tetapi seiring dengan perkembangan dunia dan pesatnya dunia perdagangan maka praktek seperti ini lambat laun sudah tidak digunakan lagi. Salah satu dari sistem yang telah sejak lama telah diterapkan oleh DJBC dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dan pelayanannya adalah pemeriksaan pabean, pemeriksaan pabean terdiri atas pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik barang sebagaimana yang telah kami singgung di atas, akan tetapi dalam praktek sebenarnya di lapangan, Pemeriksaan fisik sangat sulit untuk dilaksanakan mengingat banyaknya kegiatan impor maupun ekspor barang setiap harinya, sehingga sangat mustahil untuk melaksanakan pemeriksaan fisik barang tersebut secara menyeluruh karena akan menimbulkan stagnansi di kawasan pabean dan biaya ekonomi yang tinggi..
Guna melindungi hak-hak negara yang melekat pada barang impor maupun ekspor dan juga guna menghindari terjadinya stagnansi di kawasan pabean serta mengurangi biaya ekonomi maka perlu diterapkan suatku manajemen risiko kepabeanan dan cukai. Manajemen Risiko adalah Serangkaian upaya sistematis, terpadu dan menyeluruh, dengan menerapkan kebijakan dan prosedur yang ada menentukan konteks, mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, memperlakukan, memonitor, dan mengomunikasikan risiko-risiko yang mungkin terjadi di bidang kepabeanan dan cukai.
Alasan yang melatarbelakangi diberlakukannya manajemen risiko adalah Perkembangan pesat bidang IT dan transportasi Keinginan meningkatkan kualitas hidup Globalisasi yang memberikan kemudahan-kemudahan dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian dan membuka akses pasar Meningkatnya arus uang, modal dan barang Peranan bea dan cukai merupakan salah satu ukuran economic competitiveness Ancaman terhadap negara dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan dan keamanan meningkat Sumber daya yang dimiliki oleh bea dan cukai tidak sepadan dengan luas wilayah serta sarana dan prasarana yang dimiliki Tuntutan dunia usaha terhadap kinerja bea dan cukai meningkat Banyaknya peraturan-peraturan instansi lain yang pelaksanaannya dititipkan kepada bea dan cukai.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa ekspektasi terhadap kinerja bea cukai yang efektif dan efisien sangatlah didambakan oleh dunia usaha, hal ini tentu akan menciptakan suatku iklim usaha yang kondusif dan sudah pasti akan menarik investor-investor ke dalam negeri, yang pada akhirnya akan menciptakan suatku keseimbangan perekonomian negara. Jika kita melihat konsep dari manajemen risiko kita tentu juga berharap akan tercapainya tujuan-tujuan sebagaimana yang dinginkan dan telah dicita-citakan, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menerapkan konsep manajemen risiko tersebut di lapangan.
Bea dan cukai sendiri dalam usahanya untuk meningkatkan kinerjanya telah menerapkan konsep manajemen risiko dalam melaksanakan pengawasan serta pelayanannya kepada masyarakat, penerapan konsep manajemen risiko dapat terlihat dari diterapkan sistem penjaluran terhadap pengeluaran barang, sistem ini membagi sistem pengeluaran barang menjadi tiga bagian, yaitu jalur prioritas, jalur hijau dan jalur merah. Kecuali Badan, Perusahaan atau Perorangan yang mengimpor barang sebagai berikut Barang pindahan; Barang impor sementara; Barang kiriman, hadiah untuk keperluan ibadah umum, aural, sosial, atau kebudayaan; Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan azas timbal balik; Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia; Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan. Barang yang diimpor harus dalam keadaan baru kecuali untuk pengimporan kapal niaga dan kapal ikan.
Pelaksanaan Pemeriksaan Barang
Di dalam kegiatan kepabeanan terhadap barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean Indonesia atau masuk sejak melewati batas negara Republik Indonesia dimana diberlakukan ketentuan kepabeanan Indonesia, barang tersebut telah wajib memenuhi ketentuan kepabeanan tentang kewajiban memberitahukan barang impor tersebut di kantor pabean dan barang impor tersebut telah terutang bea masuk dan pungutan dalam rangka impor serta ketentuan tentang peraturan larangan dan pembatasan dari instansi teknis yang kewenangan pelaksanaannya dilakukan oleh Bea dan Cukai.
Untuk dapat ditetapkan besarnya pungutan negara dengan menggunakan cara menetapkan besarnya tarif bea masuk dan harga transaksi. Besarnya tarif bea masuk berdasarkan nomenklatur tarif, buku tarif bea masuk Indonesia yang berisi data pos/sub pos, uraian barang, presentasi bea masuk atau besarnya tarif, pajak penjualan, pajak penjualan barang mewah, ketentuan larangan/ pembatasan. Harga transaksi adalah harga barang itu sendiri dari hasil transaksi antara penjual disebut eksportir dan pembeli disebut importir dikalikan dengan nilai dasar perhitungan bea masuk atau NDPBM.
Tingkat Pemeriksaan Fisik Barang Impor
Tingkat pemeriksaan 10 (sepuluh) %, adalah pemeriksaan fisik barang dengan jumlah kemasan yang dibuka adalah jumlah yang dapat mewakili 10% dari setiap jenis barang yang tertulis dalam fotocopy invoice dan atau packing list dengan jumlah minimal 2 (dua) koli; Tingkat pemeriksaan 30 (tiga puluh) %, adalah pemeriksaan fisik barang dengan jumlah kemasan yang dibuka adalah jumlah yang dapat mewakili 30% dari setiap jenis barang yang tertulis dalam fotocopy invoice dan atau packing list dengan jumlah minimal 2 (dua) koli; Tingkat pemeriksaan 100 (seratus) %, adalah pemeriksaan fisik barang dengan jumlah kemasan yang dibuka adalah seluruh kemasan setiap jenis barang; Dalam hal barang impor diangkut dalam petikemas (container), Pejabat Pemeriksa Barang mencocokkan nomor, ukuran, jumlah dan jenis petikemas barang impor yang akan diperiksa; memeriksa segel petikemas barang impor yang akan diperiksa; mengawasi stripping barang dari dalam petikemas; Menghitung jumlah kemasan dan mencocokkan jenis kemasan dari setiap petikemas barang impor yang akan diperiksa.
Dalam hal jumlah dan jenis kemasan kepadatan sesuai, untuk party barang impor yang terdiri dari 1 (satu) jenis barang yang dikemas dalam kemasan standar (standard of packing), kemasan yang dibuka untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari jumlah kemasan yang terdapat dalam setiap petikemas barang impor yang akan diperiksa; untuk party barang impor yang lebih dari 1 (satu) jenis barang, kemasan yang dibuka untuk dilakukan pemeriksaan fisik barang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari tiap jenis barang yang terdapat dalam setiap petikemas barang impor yang akan diperiksa; apabila hasil pemeriksaan fisik barang kedapatan jumlah dan atau jenis barang tidak sesuai, maka pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100% (seratus persen); Terhadap jenis barang yang memerlukan penanganan khusus (diangkut dengan reefer container) pemeriksaan dapat dilakukan di gudang/tempat penimbunan milik importir;
Dalam hal barang impor diangkut dalam kemasan lain dan petikemas, Pejabat Pemeriksa Barang; mencocokkan nomor, merek, ukuran dan jenis kemasan barang impor yang akan diperiksa; Menghitung/mencocokkan jumlah dan jenis kemasan barang impor yang akan diperiksa, dalam hal jumlah dan jenis kemasan kedapatan sesuai, untuk party barang impor yang terdiri dan 1 (satu) jenis barang yang dikemas dalam kemasan standar (standar of packing), pemeriksaan fisik barang dilakukan sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari jumlah kemasan barang impor yang akan diperiksa; untuk party barang impor yang lebih dari 1 (satu) jenis barang, pemeriksaan fisik barang dilakukan sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari setiap jenis barang yang akan diperiksa; apabila basil pemeriksaan fisik barang, kedapatan jumlah dan atau jenis barang tidak sesuai, maka pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100% (seratus persen).
Dalam hal barang impor dalam bentuk curah, Pejabat Pemeriksa Barang, menghitung/mengukur jumlah atau volume barang; mencocokkan jenis barang dengan copy invoice dan packing list yang telah dilegalisir oleh Pejabat Penerima Dokumen. Dalam melakukan pemeriksaan fisik barang, di samping menghitung jumlah barang dan mencocokkan jenis barang dengan copy invoice dan atau packing list yang telah disahkan oleh Pejabat Penerima Dokumen, Pejabat Pemeriksa Barang wajib memeriksa data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut, jumlah satuan barang dari setiap jenis barang yang diperiksa; merek, tipe, ukuran, data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa; memberikan paraf pada kemasan yang telah dibuka dan telah dilakukan pemeriksaan fisik, dalam hal jumlah satuan dan atau jenis barang kepadatan tidak sesuai, pemeriksaan fisik barang ditingkatkan menjadi 100 % (seratus persen); dalam hal copy invoice dan atau packing list tidak dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan fisik barang, maka pemeriksaan ditingkatkan menjadi 100% (seratus persen). Dalam hal jenis atau data teknis atau spesifikasi barang yang diperiksa tidak jelas, diajukan contoh barang dan atau foto barang untuk keperluan penetapan klasifikasi dan atau penetapan nilai pabean; Pengambilan contoh barang dilakukan dengan membuat Berita Acara Pengambilan Contoh Barang yang ditandatangani oleh Importir/PPJK, dengan tetap memperhatikan sifat barang yang peka terhadap pengaruh luar sehingga tidak dapat diambil contohnya (untuk itu dimintakan keterangan yang berasal dari negara asal barang).
Laporan Hasil Pemeriksaan
Pejabat Pemeriksa Barang menuangkan hasil pemeriksaan fisik barang ke dalam laporan basil pemeriksaan atau LHP yang memuat, uraian jenis barang secara lengkap dan jelas. yang meliputi, uraian barang, sesuai dengan penyebutan umum barang tersebut; merek dan tipe barang, apabila ada; Spesifikasi teknis sesuai dengan kegunaan barang, meliputi kuantitas barang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI); kondisi barang (baru, bekas scrap); keterangan lain yang dapat memperjelas pengenalan barang. Jumlah barang dalam satuan yang umum digunakan untuk barang bersangkutan. Jenis kemasan barang; Kesimpulan tentang kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diperiksa dengan copy invoice dan atau packing list. Dalam hal hasil pemeriksaan memerlukan penelitian lebih lanjut dan Laboratorium, memberikan keterangan tentang hal tersebut pada LHP; Dalam hal hasil pemeriksaan memerlukan keterangan dari instansi terkait, memberikan keterangan tentang hal tersebut pada LHP; Dalam hal hasil pemeriksaan merupakan Hasil pemeriksaan bersama. memberikan keterangan tentang hal tersebut pada LHP; Memberikan catatan nomor PIB, nomor petikemas/kemasan, tanggal pemeriksaan dan mencantumkan nama dan NIP serta membubuhkan tanda tangan pada contoh barang dan atau foto barang.
Dalam hal pemeriksaan fisik barang selesai dilakukan sesuai tahapan tersebut di atas, pemeriksa berkewajiban menuangkan atau membuat resume ke dalam laporan hasil pemeriksaan atau LHP. Cara membuat laporan hasil pemeriksaan sebagai berikut Laporan Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Kepala Seksi Pabean atau Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen, ditujukan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan fisik barang atau Pejabat Fungsional Pemeriksa Barang atau PFPB, setelah selesai melakukan pemeriksaan barang, pemeriksa membuat laporan hasil pemeriksaan sesuai instruksi Kepala Seksi Pabean/Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen.
Pada laporan hasil pemeriksaan terdapat dua bagian penting yang harus diperhatikan atau dibandingkan satu sama lain yaitu yang berdasarkan Hasil pemeriksaan fisik barang dengan yang tertulis pada instruksi pemeriksaan dan dokumen pendukungnya, seperti foto copy packing list, data dalam packing list adalah daftar kemasan atau kolli yang berisi nomor urut kolli, uraian jenis barang, jumlah barang, berat kolli dan berat barang, nama dan alamat importir , nama dan alamat eksportir. Bagian ini menguraikan tentang; jumlah kolli yaitu jumlah kemasan yang didapat dari pemeriksaan fisik, nomor kolli yaitu nomor yang menyatakan urutan atau jumlah kemasan suatku partai barang, ajukan contoh yaitu contoh dari barang bersangkutan secara utuh atau dapat mewakili dari barang bersangkutan, ajukan foto atau brosur yaitu foto /brosur barang memuat atau dapat memberi gambaran tentang identitas dan spesifikasi barang bersangkutan, jumlah dan jenis kolli yaitu jumlah dan jenis kemasan atas partai impor barang bersangkutan, merek kolli yaitu merek partai barang bersangkutan yang tertera pada kemasan Jumlah barang yang dihitung yaitu merek partai barang bersangkutan, hasil pemeriksaan fisik barang.
Ukuran yaitu panjang, lebar, ketebalan, dan lain-lain yang merupakan ukuran fisik barang bersangkutan. Isi yaitu jenis atau nama dagang bersangkutan. Kondisi yaitu keadaan fisik baik atau rusak atau baru atau bekas. Bentuk yaitu bentuk barang bersangkutan yang merupakan spesifikasi, bentuk gas, bentuk cair, bentuk padat. Dibungkus untuk penjualan eceran yaitu barang bersangkutan dibungkus dalam ukuran atau isi dan bahan pembungkus tertentu yang siap dikonsumsi. Tingkat pengertian yaitu hasil pengerjaan barang bersangkutan, dalam keadaan kasar, keadaan setengah jadi dan keadaan jadi. Warna yaitu warna barang bersangkutan, yang dapat mempengaruhi spesifikasi barang misal benang tenungan / mengkilat.
Daya tenaga atau kekuatan listrik dalam KVA atau HP atau WATT yaitu kemampuan barang tersebut, berkaitan dengan kekuatan listrik dan/atau kemampuan barang tersebut yang berkaitan dengan kekuatan mesin. Nomor Seri yaitu seri barang tertera pada barang bersangkutan atau label. Nomor model yaitu model barang bersangkutan atau label. Kepastian yaitu kemampuan barang bersangkutan yang tertera pada barang yang bersangkutan atau label. Tenaga yang digunakan yaitu tenaga yang dipergunakan barang bersangkutan pada pemakaiannya yaitu secara : manual, elektrik dan lain-lain.
Dalam keadaan lengkap yaitu barang dalam keadaan terpasang seluruhnya atau 75% terpasang. Dalam keadaan terlepas atau terurai yaitu barang dalam keadaan terbongkar sama sekali atau kurang 50% terpasang. Total Komponen dan Suku Cadang yaitu jumlah dan jenis bagian suatku jenis barang. Negara Asal yaitu negara dimana barang bersangkutan diproduksi atau dibuat. Berat kotor yaitu berat barang beserta pengemasnya. Berat bersih yaitu berat barang tanpa pengemas. Bahan Dasar yaitu bahan baku / bahan asal barang bersangkutan diproduksi. Attensi, jumlah, jenis dan ukuran barang yaitu hal yang perlu diperhatikan oleh pemeriksa. Dalam hal data yang diinstruksikan kedapatan "Sesuai", pemeriksa menulis atau menyatakan kesimpulannya dengan "Hasil Pemeriksaan kedapatan sesuai".
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik barang kedapatan "Tidak sesuai", pemeriksa pernyataan "Hasil pemeriksaan kedapatan tidak sesuai".Laporan pemeriksaan ditulis di halaman lembar asli laporan hasil pemeriksaan oleh pejabat yang melakukan pemeriksaan fisik barang yang merupakan resume dari hasil pemeriksaan. Semua data hasil pemeriksaan harus diuraikan secara rinci, jelas. lengkap dan benar, sebab laporan pemeriksaan merupakan informasi yang disampaikan kepada Kepala Seksi Pabean atau Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen untuk memutuskan penyelesaian impor barang tersebut merupakan salah satu dasar yang digunakan untuk perhitungan bea masuk. Kesimpulan : jumlah, jenis, merek, tipe, ukuran barang, dan negeri asal : sesuai. Selanjutnya pejabat yang melaksanakan pemeriksaan fisik barang membubuhkan ; tanda tangan, mencantumkan nama lengkap, NIP dan tanggal.
Setelah laporan hasil pemeriksaan dan kesimpulan hasil pemeriksaan selesai dibuat, kemudian diteliti kembali barangkali ada data yang belum ditulis pada laporan tersebut. Selanjutnya ditandatangani dan menuliskan nama, NIP dan tanggal serta jam saat dibuat, pada laporan hasil pemeriksaan, hal tersebut perlu dilakukan sebagai tanda pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilaksanakan. Selanjutnya berkas laporan hasil pemeriksaan dan foto copy dokumen pelengkap pabean berikut contoh barang / katalog / brosur / foto diserahkan kepada Kasi Pabean atau PFPD yang memberi perintah melakukan pemeriksaan fisik barang dengan membuat tanda terima, sebagai bukti bagi pemeriksa bahwa pelaksanaan pemeriksaan fisik barang telah dilakukan.
Pemeriksaan Bangunan
Pelaksanaan pemeriksaan bangunan dilakukan bila terdapat 'bukti permulaan yang cukup' atau dengan kata lain harus dilakukan secara selektif, tidak asal periksa saja. Pemeriksaan bangunan merupakan suatku langkah hukum, sehingga juga harus dilakukan berdasarkan hukum atau ketentuan yang berlaku, bila tidak maka langkah penegakan hukum itu akan dapat dipandang sebagai suatku tindakan melawan hukum. Dasar hukum yang dapat dijadikan pegangan yuridis bagi petugas Bea dan Cukai untuk memeriksa suatku bangunan adalah Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang telah diberikan menurut Undang-undang kepabeanan; atau yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang di bawah pengawasan pabean. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat. Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan.
Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat, atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat tersebut wajib menunjukkan surat atau dokumen yang bertalian dengan barang yang berada di tempat tersebut. Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain tersebut harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal. Surat perintah tidak diperlukan untuk melakukan pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut Undang-undang ini berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki bangunan atau tempat lain. Pengelola bangunan atau tempat, tidak boleh menghalangi Pejabat Bea dan Cukai yang masuk ke dalam bangunan atau tempat lain dimaksud, kecuali bangunan atau tempat lain tersebut merupakan rumah tinggal. Barang siapa yang menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai
Pemeriksaan Bangunan dan Sarana Pengangkut. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat lain. Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang bukan rumah tinggal yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai. Dalam melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain,Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil contoh Barang Kena Cukai. Barang siapa menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan atau tempat-tempat lain, dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan, wajib menyediakan tenaga, peralatan dan menyerahkan catatan atau dokumen yang wajib diadakan berdasarkan Undang-undang ini dan pembukuan perusahaan. Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau orang yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan yang tidak menyediakan tenaga atau peralatan atau tidak menyerahkan catatan, dokumen atau pembukuan perusahaan pada waktu dilakukan pemeriksaan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal. Surat Perintah tidak diperlukan untuk melakukan: pengejaran orang dan/atau Barang Kena Cukai yang memasuki bangunan; pemeriksaan bangunan atau tempat lain oleh Pejabat Bea dan Cukai yang secara tetap ditunjuk untuk melakukan pengawasan atas bangunan atau tempat lain. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap Bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat lain yang penyelenggaraannya dengan izin yang diberikan berdasarkan Undang-undang atau Bangunan atau tempat lain yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang di bawah pengawasan pabean.
Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan merupakan rumah tinggal yang berdasarkan Undang-undang penyelenggaraannya tidak berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan. Untuk melaksanakan penindakan berupa pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan, Pejabat Bea dan Cukai harus dilengkapi dengan surat perintah dari Direktur Jenderal. Surat perintah tidak diperlukan dalam hal Pemeriksaan bangunan atau tempat lain yang menurut Undang- undang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam keadaan mendesak diperlukan tindakan untuk menghentikan atau menegah sarana pengangkut dan/atau barang; Melakukan pengejaran terhadap orang pribadi dan/atau sarana pengangkut yang membawa barang yang diduga melanggar Undang-undang. Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan tindakan segera melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya, dalam waktu selambat-lambatnya 1 x 24 jam terhitung sejak penindakan dilakukan.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1996, dan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dinyatakan kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan serta kewenangan menegah sarana pengangkut Barang Kena Cukai untuk dipenuhinya ketentuan yang ada di dalamnya. Tata cara penindakan tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan penjelasan Undang-undang, kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan tersebut adalah dalam rangka melaksanakan tugas administrasi di bidang cukai.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam Peraturan Pemerintah ini kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan penindakan atas Barang Kena Cukai diatur tata caranya secara lebih jelas, agar dapat dijadikan pedoman sehingga dapat dicapai daya guna dan hasil guna yang optimal sesuai dengan tuntutan rasa keadilan, memberikan kepastian hukum, lebih menjamin kepentingan masyarakat dan menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendukung laju pembangunan nasional serta dapat menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari Pejabat Bea dan Cukai.
Penindakan adalah tindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan dan/atau penyegelan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka pelaksanaan Undang-undang. Penghentian adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menghentikan pengangkut dan/atau sarana pengangkut guna kepentingan pemeriksaan Barang Kena Cukai yang dibawanya. Pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang meliputi pemeriksaan sarana pengangkut Barang Kena Cukai; pemeriksaan bangunan dan/atau tempat-tempat lain yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai. pemeriksaan pembukuan untuk keperluan audit di bidang cukai. Penegahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap Barang Kena Cukai, berupa penundaan pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutannya; dan sarana pengangkut Barang Kena Cukai, berupa pencegahan keberangkatan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum.
Penyegelan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk mengunci, menyegel dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan guna pengamanan cukai. Sarana pengangkut adalah alat yang digunakan untuk mengangkut barang dan/atau orang, yang alat angkutan darat, perairan, atau udara. Pengangkut adalah orang yang menjalankan sarana pengangkut atau orang yang mengangkut Kena Cukai. Untuk menjamin hak-hak Negara dan dipatuhinya ketentuan Undang-undang, Pejabat Bea dan mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan di bidang Cukai sebagai upaya untuk mencari menemukan suatku peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran Undang-undang.
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan barang yang berada di atasnya sebagai kelanjutan dari tindakan penghentian; bangunan atau tempat-tempat lain, dalam hal terdapat informasi adanya Barang Kena Cukai yang diduga belum atau tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Undang-undang atau dalam rangka pelaksanaan tugas rutin berdasarkan Undang-undang. pembukuan, dalam hal terdapat informasi adanya Barang Kena Cukai yang diduga belum atau tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam Undang-undang atau dalam rangka pelaksanaan tugas rutin berdasarkan Undang-undang.
Pemeriksaan bangunan termasuk pemeriksaan terhadap mesin, peralatan, dan Barang Kena Cukai yang berada di dalamnya. Yang dimaksud dengan tempat-tempat lain adalah tempat atau ruangan yang dipergunakan oleh orang atau badan hukum yang mendapatkan fasilitas untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya. Pada prinsipnya buku, catatan, dokumen, serta Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya harus berada di tempat-tempat yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri, guna pengamanan cukainya. Dalam hal buku, catatan, dokumen, dan/atau Barang Kena Cukai yang seharusnya disimpan ternyata pada waktu pemeriksaan kedapatan disimpan atau ada dugaan disimpan di tempat-tempat yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengannya, baik yang berupa bangunan atau rumah tinggal, maka Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksanya sebagai kelanjutan dari proses pemeriksaan bangunan.
Ketentuan ini dalam rangka kewenangan Pejabat Bea dan Cukai dalam lingkup administrasi. Apabila ada informasi atau kecurigaan kuat adanya suatku tindak pidana pelanggaran ketentuan Undang-undang telah atau sedang berlangsung di suatku rumah tinggal, maka untuk melakukan pemeriksaan atas rumah tinggal bukan lagi wewenang Pejabat Bea dan Cukai, melainkan wewenang Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil DJBC. Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan tindakan atas suatku pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang. Tanpa adanya kewenangan yang diberikan, dikhawatirkan pelaku beserta barang bukti pelanggaran akan lari sebelum Pejabat Bea dan Cukai mendapatkan surat perintah yang ditentukan.
Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan tindakan segera melaporkan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 x 24 jam dengan membawa orang atau sarana pengangkut ke Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdekat. Petugas yang Memantau Pembongkaran/Penimbunan melakukan pengecekan gudang atau lapangan penimbunan milik importir; membuat laporan hasil pengecekan lapangan berikut gambar denah gudang atau lapangan penimbunan, dan menyerahkannya kepada Pejabat yang mengelola manifes, melakukan pengawalan barang dan pengawasan penimbunan; membuat laporan hasil penimbunan barang dan menyerahkannya kepada Pejabat yang mengelola manifes; melakukan penyegelan barang di gudang atau lapangan penimbunan milik importir dan membuat Berita Acara Penyegelan; menyerahkan Berita Acara Penyegelan lembar pertama kepada Pejabat yang mengelola manifes dan lembar kedua kepada importir.
Pejabat yang Melakukan Pengawasan meneliti alasan yang dikemukakan oleh importir dalam surat permohonan untuk melakukan pemeriksaan fisik barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir; menunjuk petugas untuk melakukan pengecekan gudang atau lapangan penimbunan milik importir; Pengecekan gudang atau lapangan penimbunan hanya dilakukan terhadap importasi yang tingkat pemeriksaan fisiknya lebih dari 30%; menerima laporan hasil pengecekan lapangan berikut gambar denah gudang atau lapangan penimbunan; membuat rekomendasi kepada Kepala Kantor Pabean bahwa permohonan importir memenuhi persyaratan pemberian izin atau tidak; setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean, menunjuk petugas untuk melakukan pengawalan, pengawasan penimbunan dan penyegelan barang; menerima BCF 2.6 A lembar ketiga dari Pejabat Pabean; menerima SPPB dengan tanda "melalui Hi-Co Scan" dari Pejabat Analis Hi-Co Scan, apabila karena sifat barangnya tidak dapat dilakukan pemeriksaan melalui Hi-Co Scan perlu dilakukan pemeriksaan fisik barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir yang bersangkutan; penunjuk Petugas pengawas untuk melakukan pemeriksaan fisik barang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik importir terhadap SPPB dengan tanda "melalui Hi-Co Scan" yang karena sifat barangnya tidak dapat dilakukan pemeriksaan melalui Hi-Co scan; menyerahkan SPPB dengan tanda "melalui Hi-Co Scan" kepada Petugas yang mengawasi pengeluaran barang setelah memberikan catatan bahwa "barang disetujui untuk dikeluarkan dan diperiksa di lokasi importir"; menerima Berita Acara Penyegelan lembar pertama dari petugas yang melakukan penyegelan.
.
Bangunan yang Dapat Diperiksa oleh Petugas Bea dan Cukai
Bangunan yang merupakan obyek pemeriksaan oleh petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu Bangunan yang terkait dengan bidang Kepabeanan, dan Bangunan yang terkait dengan bidang Cukai. Bangunan yang masuk dalam kelompok ini dapat kita kelompokkan lagi, yaitu Bangunan yang sepenuhnya secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Bangunan yang dimaksudkan dalam kelompok ini adalah bangunan yang dipergunakan untuk kegiatan Kepabeanan dan penyelenggaraannya atas izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau Bila bangunan tersebut berada di dalam area pelabuhan/bandara di lingkungan Kawasan Pabean, maka atas izin dari Menteri Perhubungan Republik Indonesia Bangunan yang sepenuhnya secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Tempat Penimbunan Sementara (TPS)
TPS yaitu bangunan berupa gudang atau lapangan yang berada di dalam area pelabuhan Kawasan Pabean atas izin Menteri Perhubungan Republik Indonesia dan digunakan untuk menyimpan barang impor sementara menunggu dikeluarkan dan barang ekspor sementara menunggu dimuat ke sarana pengangkut.
Tempat Penimbunan Berikat (TPB)
TPB bangunan berupa gudang atau toko dan lapangan yang mendapat fasilitas kepabeanan, cukai, dan pajak atas izin Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk menimbun, menyimpan, mengolah, menjual, memamerkan barang asal impor dan Barang Kena Cukai (BKC). Tempat Penimbunan Berikat (TPB) meliputi Entreport Produksi Tujuan Ekspor, Gudang Berikat, Entrepot Tujuan Pemeran, dan Toko Bebas Bea (TBB). Bangunan berupa gedung atau lapangan di luar area pelabuhan/bandar udara Kawasan Pabean yang disamakan dengan Tempat Penimbunan Sementara atas izin Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, yang digunakan untuk menimbun barang asal impor, sementara menunggu dikeluarkan ke dalam Daerah Pabean atau sementara menunggu dipenuhi kewajiban pabeannya. Bangunan yang tidak secara rutin di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Bangunan yang masuk dalam pengertian ini adalah bangunan berupa gudang, lapangan, atau tempat lain yang bukan merupakan rumah tinggal yang penyelenggaraannya tanpa izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau tanpa izin Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, akan tetapi nyata-nyata digunakan untuk kegiatan penimbunan/penyimpanan barang asal impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya atau yang patut diduga digunakan untuk kegiatan penimbunan barang asal impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya.
Bangunan yang terkait dengan bidang Cukai
Bangunan yang dimaksud dalam kategori ini adalah Bangunan yang sepenuhnya diawasi secara rutin oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Yang dimaksud dengan bangunan jenis ini adalah bangunan atau tempat yang atas izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang digunakan untuk membuat Barang Kena Cukai (BKC); menyimpan BKC yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai; menyimpan, menjual BKC yang sudah dilunasi cukainya; membuat barang bukan BKC yang bahan bakunya atau bahan penolongnya berasal dari BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai; melakukan penelitian dengan menggunakan BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai.
Bangunan yang terikat dengan bidang cukai yang secara rutin diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ini meliputi bangunan-bangunan Pabrik, yaitu tempat yang digunakan untuk membuat BKC. Tempat Penyimpanan, yaitu tempat yang digunakan untuk menyimpan BKC tertentu yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai atau tempat yang digunakan untuk merusak BKC agar tidak baik untuk diminum. Perusahaan atau Pabrik barang bukan BKC yang terpadu dan tidak terpadu. Toko Tempat Penjualan Eceran BKC yang telah dilunasi cukainya. Toko Bebas Bea (TBB), yaitu tempat penjualan eceran BKC yang belum dilunasi cukainya. Laboratorium Penelitian yang menggunakan BKC tertentu yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai. Bangunan yang tidak secara rutin diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Bangunan atau tempat, yang bukan rumah tinggal, yang tanpa izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, yang nyata-nyata digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan membuat Barang Kena Cukai (BKC); menyimpan BKC yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai; menyimpan, menjual BKC yang sudah dilunasi cukainya; membuat barang bukan BKC yang bahan bakunya atau bahan penolongnya berasal dari BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai; melakukan penelitian dengan menggunakan BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai.
Tata Cara Pemeriksaan Bangunan
Untuk memeriksa bangunan yang secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pemeriksaannya tidak diperlukan Surat Perintah dari pejabat yang berwenang, sedangkan. Untuk memeriksa bangunan yang tidak secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pemeriksaannya harus dilakukan dengan Surat Pemerintah Pemeriksaan Bangunan/Tempat lain. Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan pemeriksaan terhadap bangunan adalah sebagai berikut Perhatikan jenis bangunan yang akan diperiksa, berkaitan dengan Perhatikan kondisi sifat pengawasan terhadap bangunan atau tempat yang akan diperiksa tersebut, berkaitan dengan Siapkan Surat Perintah bila bangunan tersebut merupakan bangunan yang tidak secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Surat Perintah Pemeriksaan Bangunan harus meliputi nama, alamat perusahaan yang memiliki bangunan jenis perusahaan yang akan diperiksa, alasan dan tujuan dilakukannya pemeriksaan, nama, pangkat, jabatan, NIP pegawai yang diperintahkan, jangka waktu berlakunya penugasan, sarana dan alat yang digunakan oleh pejabat yang akan melakukan pemeriksaan, kewajiban untuk membuat laporan hasil pemeriksaan, petunjuk pelaksanaan pemeriksaan, nama, pangkat, jabatan, NIP pejabat yang memberikan perintah. Siapkan sarana dan alat yang akan digunakan untuk melakukan pemeriksaan. Siapkan alat tulis,formulir Berita Acara Pemeriksaan Bangunan dan formulir Berita Acara Penindakan yang sudah bernomor sesuai dengan nomor urut Surat Pemerintah Pemeriksaan Bangunan yang ada. Mintakan petunjuk, baik lisan maupun tertulis dari atasan atau pejabat yang memberi tugas, berkaitan dengan rencana pemeriksaan tersebut, yang meliputi etika pemeriksaan, tempat-tempat yang harus diperiksa, upaya paksa yang mungkin harus dilakukan, dan tindakan-tindakan hukum lainnya yang dipandang perlu. Setelah langkah-langkah persiapan dilakukan maka segera menuju lokasi bangunan yang akan diperiksa.
Pemeriksaan bangunan yang dilakukan tanpa Surat Perintah
Pemeriksaan di sini dilakukan terhadap bangunan yang secara rutin di awasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pemeriksaan dilakukan setiap saat dan lakukan secara insidental, sesuai dengan situasi dan kondisi gudang yang bersangkutan. Pada TPS atau TPB selalu ditempatkan petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugasnya mengawasi setiap kegiatan pemasukan, penimbunan, dan pengeluaran barang yang masih terutang bea masuk, cukai, dan pungutan pajak lainnya. Barang yang dimasukkan, ditimbun, dan dikeluarkan dari TPS atau TPB dapat berasal dari luar Daerah Pabean dan dapat berasal dari Dalam Daerah Pabean. Bila dalam bangunan-bangunan tersebut tidak terdapat kegiatan pemasukan, penimbunan, dan pengeluaran, maka bangunan tersebut selalu dalam keadaan terkunci pada pintu luarnya, dimana satu set kunci berada di tangan petugas Bea dan Cukai, sedangkan set lainnya berada di tangan pemilik bangunan yang bersangkutan. Bila hendak melakukan pemeriksaan terhadap bangunan ini, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :batas-batas bangunan (gudang atau lapangan) yang sesuai dengan izin yang diberikan.
Perubahan-perubahan posisi ruang yang terjadi, baik ruang kantor, ruang penyimpanan/ penimbunan/bahan baku/bahan penolong, ruang barang jadi selesai proses, atau ruang barang/bahan sisa produksi. Keberadaan dan posisi pintu bangunan (gudang atau lapangan) untuk keluar dan masuk barang dan orang, sesuai dengan telah izin yang diberikan. Ruang kantor tempat penyimpanan Buku Catatan Persediaan barang, bahan baku/bahan penolong, maupun barang jadi dan sisa termasuk Buku Catatan pengeluaran dan pemasukan barang/bahan baku/bahan penolong dan barang jadi. Menyiapkan semua catatan hasil pemeriksaan sebagai bahan laporan yang akan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Bangunan. Pemeriksaan tanpa Surat Perintah juga dapat dilakukan bila 'terdapat keadaan mendesak' dan berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa dalam bangunan atau tempat tersebut ditimbun atau disimpan barang impor atau BKC yang belum diselesaikan formalitas pabeannya atau belum dibayar cukainya.
Yang dimaksud keadaan mendesak dalam hal ini adalah suatku keadaan dimana bila pemeriksaan dilakukan harus menunggu terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan, maka hak-hak negara tidak dapat diamankan. Pemeriksaan bangunan yang dilakukan tanpa Surat Perintah harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut Apakah bangunan tersebut bukan rumah tinggal atau bukan. Yakinkan sekali lagi bahwa bangunan tersebut bukan rumah tinggal. Bila telah diyakini bahwa bangunan tersebut bukan rumah tinggal Lakukan pemeriksaan dengan cermat, hati-hati, teliti, sopan, tanpa kehilangan kewaspadaan. Segera laporkan langkah pemeriksaan tersebut kepada pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah.. Surat Perintah harus diterbitkan paling lambat 1 X 24 jam sejak pemeriksaan dilakukan dan bila dalam jangka waktu tersebut Surat Perintah tidak segera dibuat, maka pemeriksaan harus segera dihentikan. Bila ditemukan barang-barang impor atau BKC yang belum diselesaikan formalitas kepabeanannya dan belum dilunasi cukainya, maka segera dilakukan penyegelan. Buat Berita Acara Pemeriksaan Bangunan, Berita Acara Penyegelan, Berita Acara Penindakan Lain. Serahkan kepada PPNS untuk segera dilakukan penyidikan.
Pemeriksaan bangunan yang dilakukan dengan Surat Perintah
Untuk melakukan pemeriksaan bangunan dengan Surat Perintah langkah yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut Perhatikan nama yang tercantum dalam surat perintah. Nama harus sesuai dengan yang akan melaksanakan pemeriksaan bangunan. Siapkan sarana/alat yang diperlukan Siapkan formulir-formulir yang dibutuhkan Segera berangkat ke alamat lokasi, Perhatikan papan nama perusahaan yang bersangkutan apakah sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Perintah Perhatikan daerah sekitar bangunan tersebut apakah sesuai dengan izin yang telah diterbitkan. Perhatikan apakah pintu masuk ke bangunan berhubungan langsung dengan jalan umum atau tidak.
Perhatikan apakah pintu masuk ke bangunan terkunci / dijaga satpam, atau tidak terkunci / tidak dijaga satpam, jika pintu terkunci dan dijaga satpam, berikan kode suara atau dengan memukul barang lain yang dapat menarik perhatian orang / satpam yang menjaga bangunan tersebut. Bila tidak ada jawaban, yakini sekali lagi bahwa benar tidak ada orang di dalam bangunan tersebut, untuk kemudian dilakukan upaya paksa untuk memasuki bangunan tersebut atau dengan meminta bantuan Polisi atau aparat Pemda setempat. Jika bangunan tidak dikunci dan tidak ada petugas satpam, langsung masuki bangunan tersebut, dan temui pimpinan/pemilik bangunan/penguasa bangunan dan segera menyampaikan maksud kedatangan dengan menunjukkan Surat Perintah dan Kartu Tanda Pengenal. Setelah yang bersangkutan mengetahui maksud dan tujuan petugas Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan, terdapat dua kemungkinan yang terjadi, yaitu memahami dan memberi kesempatan petugas untuk melakukan pemeriksaan.
Bila hal ini yang terjadi, maka segera lakukan pemeriksaan sesuai dengan sasaran pemeriksaan dilakukan dengan didampingi oleh yang bersangkutan lakukan pencatatan setiap kegiatan pemeriksaan dan catat setiap barang yang ditemukan yang melanggar ketentuan yang berlaku catat setiap perubahan terhadap bangunan yang telah dilakukan tanpa izin atau tanpa pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tuangkan semua hasil pemeriksaan dalam Berita Acara Pemeriksaan Bangunan Dan bila terdapat barang Ilegal yang disembunyikan maka lakukan penyegelan dan penegahan, lalu terbitkan Berita Acara Penindakan yang berkaitan dengan barang tersebut. menolak dan tidak memberi kesempatan petugas untuk melakukan pemeriksaan. Bila hal ini yang terjadi, maka lakukan upaya paksa untuk melakukan pemeriksaan ruang-ruang yang ada dalam bangunan tersebut. pemeriksaan dilakukan tanpa perlu didampingi oleh yang bersangkutan.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan bangunan adalah Bila melakukan pemeriksaan terhadap Pabrik BKC
Pabrik Rokok
Ruang/gudang penyimpanan tembakau iris, baik yang sudah tercampur cengkeh atau saus, maupun yang belum tercampur ruang pembuatan rokok / linting rokok, ruang penyimpanan rokok yang telah dibuat dan belum dibungkus untuk penjualan eceran, ruang penyimpanan rokok yang sudah dibungkus untuk penjualan eceran yang belum dilekati pita cukai, ruang penyimpanan rokok yang sudah dilekati pita cukai, ruang penyimpanan pita cukai yang belum digunakan/ dilekatkan pada bungkusan rokok, ruang kantor yang digunakan untuk menyimpan Buku Catatan Produksi/Buku Persediaan Ruang/gudang lain yang digunakan untuk menyimpan bahan baku/penolong (kertas sigaret, kertas bungkus, cengkeh, saus, filter, dan sebagasinya), Jumlah karyawan pelinting rokok (kapasitas mesin linting), Ruangan/tempat lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung yang dimungkinkan dapat digunakan untuk kegiatan / penyimpanan barang yang terkait dengan rokok atau pita cukai.
Batas-batas bangunan Pabrik yang tertera dalam izin, Pagar pengaman pabrik, apakah sudah sesuai dengan yang tertera dalam izin (pagar yang tingginya kurang dari 2,75 m akan mudah dilompati), Adakah ruang atau tempat lain di dalam area bangunan yang digunakan untuk rumah tinggal, Keadaan lingkungan bangunan pabrik, apakah ada jalan yang bukan jalan umum yang berhubungan dengan Pabrik, sehingga orang atau sarana pengangkut dapat keluar dan masuk tanpa melewati pintu utama.
Pabrik Ethil Alkohol (Etanol)
Perhatikan batas-batas bangunan dan bagian dari pabrik sesuai yang tertera dalam izin, pagar pengaman dan pintu masuk selain pintu utama / pintu depan yang dapat dimasuki orang / barang tanpa melewati pintu depan, jalan di lingkungan pabrik yang berhubungan dengan Pabrik selain pintu utama. Apakah ada rumah tinggal yang terdapat dalam pabrik, Ruang/gudang penyimpanan bahan baku/penolong (tetes), Ruang instalasi pipa dan mesin produksi (ruang penyulingan dan fermentasi atau pembuatan). Ruang/gudang tangki penampungan hasil pembuatan (etanol), kapasitas penampungan, Ruang/ gudang penyimpanan etanol, Ruang pembuatan barang bukan BKC yang terpadu (jika ada), Ruang penyimpanan barang produksi bukan BKC, Ruang perusakan etanol (BKC) tertentu (Jika ada), Ruang penyimpanan spiritus bakar (BKC tertentu yang sudah dirusak), Ruang instalasi lain/peralatan yang mungkin berhubungan dengan instalasi pembuatan etanol, Ruangan kantor tempat disimpan Buku Catatan Produksi/buku Persediaan.
Pabrik barang Non BKC yang tidak terpadu dengan bahan baku/bahan bantu BKC tertentu (etanol) yang mendapat pembebasan cukai
Perhatikan batas-batas lokasi Pabrik apakah sesuai izin, ruang pembuatan barang non BKC, ruang/gudang penyimpanan BKC tertentu (etanol) sebagai bahan baku/bahan bantu yang belum dilunasi cukainya, ruang/gudang penyimpanan barang/bahan baku lainnya, ruang/gudang penyimpanan barang produksi non BKC, pagar pengaman dan pintu keluar masuk selain pintu utama yang tidak sesuai dengan izin, rumah tempat tinggal orang di dalam pabrik yang tidak sesuai dengan izin, ruang kantor tempat disimpan Buku Catatan Produksi barang non BKC. Perhatikan batas-batas lokasi pabrik, ruang/tempat pembuatan, fermentasi bahan baku, ruang/gudang penyimpanan bahan baku (moute, gandum, dsb), ruang/gudang penyimpanan minuman mengandung alkohol, pagar pengaman dan pintu masuk/keluar selain pintu utama yang tidak sesuai dengan izin, ruang/gudang penyimpanan minuman yang rusak/untuk diolah kembali, jalan di sekitar pabrik yang berhubungan langsung dengan pabrik tanpa batas pagar, selain jalan umum di depan pintu utama, ruang kantor tempat menyimpan Buku Catatan Produksi/Buku Persediaan.
Pemeriksaan terhadap Tempat Penyimpanan BKC tertentu yang belum dilunasi cukainya atau mendapat pembebasan cukai/mendapat kredit cukai atau yang tidak dipungut cukainya
Perhatikan batas-batas lokasi gudang/lapangan penimbunan/penyimpanan BKC tertentu, pagar pengaman, pintu utama dan pintu lainnya yang tidak sesuai dengan izin, jalan lain yang bukan jalan umum/jalan umum di sekitar Tempat Penyimpanan yang berhubungan langsung dengan Pabrik dan tidak sesuai izin, selain jalan umum yang berhubungan dengan pintu utama, ruang/tempat penyimpanan (kapasitasnya), ruang/tempat perusakan BKC tertentu menjadi spiritus bakar, tembok batas yang jelas antara tempat perusakan dan tempat penyimpanan spiritus bakar (etanol yang telah dirusak) dengan tepat penyimpanan BKC tertentu (etanol) , apakah ada rumah tinggal di dalam/yang berhubungan langsung dengan Tempat Penyimpanan, ruang kantor tempat penyimpanan Buku Catatan Produksi atau Buku Catatan Persediaan BKC tertentu
Pemeriksaan terhadap laboratorium penelitian yang menggunakan bahan bantu BKC tertentu (etanol) dengan pembebasan cukai
Perhatikan batas-batas ruang laboratorium penelitian, pagar pengaman, apakah berhubungan langsung dengan rumah tempat tinggal yang tidak sesuai dengan izin, ruang tempat penyimpanan BKC tertentu yang belum dilunasi cukainya (ruang penyimpanan BKC tertentu), ruang bahan/barang sebagai hasil penelitian, ruang/tempat kegiatan penelitian, termasuk ruang peralatan/instrumen/ instalasi, ruang kantor tempat penyimpanan Buku Catatan Produksi/Buku Persediaan dan Catatan hasil penelitian
Pemeriksaan terhadap Toko Penjualan Eceran BKC dan Toko Bebas Bea (TBB)
Perhatikan batas-batas bangunan Toko Penjualan Eceran, apakah terdapat hubungan langsung dengan bangunan Pabrik BKC atau Tempat Penyimpanan BKC. Ruang/gudang BKC dan barang impor bebas bea disimpan, Keadaan kunci ruang/gudang penyimpanan BKC dan barang impor bebas bea atau keadaan segel ruang/gudang tersebut (khusus untuk TBB, karena setiap pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke TBB harus dengan pemberitahuan dan pengawasan petugas Bea dan Cukai. Keadaan ruang/tempat penjualan eceran maupun TBB, termasuk etalase (khusus untuk TBB barang yang disediakan dalam tempat tersebut sudah mendapat persetujuan pengeluarannya dari ruang /gudang tempat penyimpanannya oleh petugas Bea dan Cukai). Keberadaan pintu masuk ke lokasi bangunan Toko Penjualan Eceran dan TBB dari jalan umum (apakah terdapat lebih dari satu pintu utama). Apakah berhubungan langsung dengan rumah tempat tinggal
Bangunan atau tempat lain yang bukan rumah tinggal dan berdasarkan informasi patut diduga disimpan barang yang melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai
Perhatikan batas-batas dan pintu masuk/keluar bangunan yang berhubungan dengan jalan umum, ruang-ruang dan bahagian bangunan yang diduga disimpan barang-barang yang melanggar ketentuan, Petugas menyiapkan semua catatan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan untuk bahan laporan untuk dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan Bangunan dan Berita Acara Penindakan. Bangunan yang merupakan obyek pemeriksaan oleh petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu Bangunan yang terkait dengan bidang Kepabeanan. Bangunan yang masuk dalam kelompok ini dapat kita kelompokkan lagi, yaitu bangunan yang sepenuhnya secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Bangunan yang dimaksudkan dalam kelompok ini adalah bangunan yang dipergunakan untuk kegiatan Kepabeanan dan penyelenggaraannya atas izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau Bila bangunan tersebut berada di dalam area pelabuhan/bandara di lingkungan Kawasan Pabean, maka atas izin dari Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Bangunan yang sepenuhnya secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai meliputi Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Tempat Penimbunan Berikat (TPB), Tempat Penimbunan Berikat (TPB) meliputi Entreport Produksi Tujuan Ekspor, Gudang Berikat, Entrepot Tujuan Pemeran,dan Toko Bebas Bea (TBB).
Bangunan berupa gedung atau lapangan di luar area pelabuhan/bandar udara Kawasan Pabean yang disamakan dengan Tempat Penimbunan Sementara atas izin Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, yang digunakan untuk menimbun barang asal impor, sementara menunggu dikeluarkan ke dalam Daerah Pabean atau sementara menunggu dipenuhi kewajiban pabeannya.
Bangunan yang tidak secara rutin di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Bangunan yang masuk dalam pengertian ini adalah bangunan berupa gudang, lapangan, atau tempat lain yang bukan merupakan rumah tinggal yang penyelenggaraannya tanpa izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau tanpa izin Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, akan tetapi nyata-nyata digunakan untuk kegiatan penimbunan/penyimpanan barang asal impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya atau yang patut diduga digunakan untuk kegiatan penimbunan barang asal impor yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya.
Bangunan yang terkait dengan bidang Cukai, Bangunan yang dimaksud dalam kategori ini adalah bangunan yang sepenuhnya diawasi secara rutin oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Yang dimaksud dengan bangunan jenis ini adalah bangunan atau tempat yang atas izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang digunakan untuk membuat Barang Kena Cukai (BKC); menyimpan BKC yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai; menyimpan, menjual BKC yang sudah dilunasi cukainya; membuat barang bukan BKC yang bahan bakunya atau bahan penolongnya berasal dari BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai; melakukan penelitian dengan menggunakan BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai.
Bangunan yang terikat dengan bidang cukai yang secara rutin diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ini meliputi bangunan-bangunan Pabrik, yaitu tempat yang digunakan untuk membuat BKC. Tempat Penyimpanan, yaitu tempat yang digunakan untuk menyimpan BKC tertentu yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai atau tempat yang digunakan untuk merusak BKC agar tidak baik untuk diminum. Perusahaan atau Pabrik barang bukan BKC yang terpadu dan tidak terpadu.
Toko Tempat Penjualan Eceran BKC yang telah dilunasi cukainya. Toko Bebas Bea (TBB), yaitu tempat penjualan eceran BKC yang belum dilunasi cukainya. Laboratorium Penelitian yang menggunakan BKC tertentu yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai. Bangunan yang tidak secara rutin diawasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Yang dimaksudkan dengan bangunan kelompok ini adalah bangunan atau tempat, yang bukan rumah tinggal, yang tanpa izin Menteri Keuangan Republik Indonesia atau Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, yang nyata-nyata digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan membuat Barang Kena Cukai (BKC); menyimpan BKC yang belum dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai; menyimpan, menjual BKC yang sudah dilunasi cukainya; membuat barang bukan BKC yang bahan bakunya atau bahan penolongnya berasal dari BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai; melakukan penelitian dengan menggunakan BKC yang belum dilunasi cukainya atau mendapatkan pembebasan cukai.
Tata Cara Pemeriksaan Bangunan
Yang perlu diketahui dalam pemeriksaan bangunan adalah bahwa Untuk memeriksa bangunan yang secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pemeriksaannya tidak diperlukan Surat Perintah dari pejabat yang berwenang, sedangkan. Untuk memeriksa bangunan yang tidak secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pemeriksaannya harus dilakukan dengan Surat Pemerintah Pemeriksaan Bangunan/Tempat lain. Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan pemeriksaan terhadap bangunan adalah perhatikan jenis bangunan yang akan diperiksa. Perhatikan kondisi sifat pengawasan terhadap bangunan atau tempat yang akan diperiksa tersebut. Siapkan Surat Perintah bila bangunan tersebut merupakan bangunan yang tidak secara rutin di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Siapkan sarana dan alat yang akan digunakan untuk melakukan pemeriksaan. Siapkan alat tulis, formulir Berita Acara Pemeriksaan Bangunan dan formulir Berita Acara Penindakan yang sudah bernomor sesuai dengan nomor urut Surat Pemerintah Pemeriksaan Bangunan yang ada. Mintakan petunjuk, baik lisan maupun tertulis dari atasan atau pejabat yang memberi tugas, berkaitan dengan rencana pemeriksaan tersebut, yang meliputi etika pemeriksaan, tempat-tempat yang harus diperiksa, upaya paksa yang mungkin harus dilakukan, dan tindakan-tindakan hukum lainnya yang dipandang perlu. Setelah langkah-langkah persiapan sebagaimana tersebut di atas dilakukan maka segera menuju lokasi bangunan yang akan diperiksa.
Pemeriksaan bangunan yang dilakukan tanpa Surat Perintah
Pemeriksaan di sini dilakukan terhadap bangunan yang secara rutin di awasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pemeriksaan dilakukan setiap saat dan lakukan secara insidental, sesuai dengan situasi dan kondisi gudang yang bersangkutan. Pada TPS atau TPB selalu ditempatkan petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugasnya mengawasi setiap kegiatan pemasukan, penimbunan, dan pengeluaran barang yang masih terutang bea masuk, cukai, dan pungutan pajak lainnya. Barang yang dimasukkan, ditimbun, dan dikeluarkan dari TPS atau TPB dapat berasal dari luar Daerah Pabean dan dapat berasal dari Dalam Daerah Pabean. Bila dalam bangunan-bangunan tersebut tidak terdapat kegiatan pemasukan, penimbunan, dan pengeluaran, maka bangunan tersebut selalu dalam keadaan terkunci pada pintu luarnya, dimana satu set kunci berada di tangan petugas Bea dan Cukai, sedangkan set lainnya berada ditangan pemilik bangunan yang bersangkutan.
Bila hendak melakukan pemeriksaan terhadap bangunan ini, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah batas-batas bangunan (gudang atau lapangan) yang sesuai dengan izin yang diberikan. Perubahan-perubahan posisi ruang yang terjadi, baik ruang kantor, ruang penyimpanan/penimbunan/bahan baku/bahan penolong, ruang barang jadi selesai proses, atau ruang barang/bahan sisa produksi. Keberadaan dan posisi pintu bangunan (gudang atau lapangan) untuk keluar dan masuk barang dan orang, sesuai dengan telah izin yang diberikan. Ruang kantor tempat penyimpanan Buku Catatan Persediaan barang, bahan baku/bahan penolong, maupun barang jadi dan sisa termasuk Buku Catatan pengeluaran dan pemasukan barang/bahan baku/bahan penolong dan barang jadi. Menyiapkan semua catatan hasil pemeriksaan sebagai bahan laporan yang akan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Bangunan.
Pemeriksaan tanpa Surat Perintah juga dapat dilakukan bila 'terdapat keadaan mendesak' dan berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa dalam bangunan atau tempat tersebut ditimbun atau disimpan barang impor atau BKC yang belum diselesaikan formalitas pabeannya atau belum dibayar cukainya. Yang dimaksud keadaan mendesak dalam hal ini adalah suatku keadaan dimana bila pemeriksaan dilakukan harus menunggu terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan, maka hak-hak negara tidak dapat diamankan. Pemeriksaan bangunan yang dilakukan tanpa Surat Perintah harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal Apakah bangunan tersebut bukan rumah tinggal atau bukan. Yakinkan sekali lagi bahwa bangunan tersebut bukan rumah tinggal. Bila telah diyakini bahwa bangunan tersebut bukan rumah tinggal. Lakukan pemeriksaan dengan cermat, hati-hati, teliti, sopan, tanpa kehilangan kewaspadaan. Segera laporkan langkah pemeriksaan tersebut kepada pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah. Surat Perintah harus diterbitkan paling lambat 1 X 24 jam sejak pemeriksaan dilakukan dan bila dalam jangka waktu tersebut Surat Perintah tidak segera dibuat, maka pemeriksaan harus segera dihentikan. Bila ditemukan barang-barang impor atau BKC yang belum diselesaikan formalitas kepabeanannya dan belum dilunasi cukainya, maka segera dilakukan penyegelan. Buat Berita Acara Pemeriksaan Bangunan, Berita Acara Penyegelan, Berita Acara Penindakan Lain. Serahkan kepada PPNS untuk segera dilakukan penyidikan.
Pemeriksaan bangunan yang dilakukan dengan Surat Perintah
Untuk melakukan pemeriksaan bangunan dengan Surat Perintah langkah yang harus diperhatikan adalah Perhatikan nama yang tercantum dalam surat perintah. Nama harus sesuai dengan yang akan melaksanakan pemeriksaan bangunan. Siapkan sarana/alat yang diperlukan Siapkan formulir-formulir yang dibutuhkan Segera berangkat ke alamat lokasi, Perhatikan papan nama perusahaan yang bersangkutan apakah sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Perintah Perhatikan daerah sekitar bangunan tersebut apakah sesuai dengan izin yang telah diterbitkan. Perhatikan apakah pintu masuk ke bangunan berhubungan langsung dengan jalan umum atau tidak. Perhatikan apakah pintu masuk ke bangunan terkunci/dijaga satpam, atau tidak terkunci/tidak dijaga satpam, jika pintu terkunci dan dijaga satpam, berikan kode suara atau dengan memukul barang lain yang dapat menarik perhatian orang/satpam yang menjaga bangunan tersebut. Bila tidak ada jawaban, yakini sekali lagi bahwa benar tidak ada orang di dalam bangunan tersebut, untuk kemudian dilakukan upaya paksa untuk memasuki bangunan tersebut atau dengan meminta bantuan Polisi atau aparat Pemda setempat. Jika bangunan tidak dikunci dan tidak ada petugas satpam, langsung masuki bangunan tersebut, dan temui pimpinan/pemilik bangunan/penguasa bangunan dan segera menyampaikan maksud kedatangan dengan menunjukkan Surat Perintah dan Kartu Tanda Pengenal.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan bangunan adalah Bila melakukan pemeriksaan terhadap Pabrik BKC, Pabrik Rokok, Pabrik Ethil Alkohol (Etanol), Pabrik barang Non BKC yang tidak terpadu dengan bahan baku/bahan bantu BKC tertentu (etanol) yang mendapat pembebasan cukai, Pabrik minuman mengandung alkohol, Pemeriksaan terhadap Tempat Penyimpanan BKC tertentu yang belum dilunasi cukainya atau mendapat pembebasan cukai/mendapat kredit cukai atau yang tidak dipungut cukainya, Pemeriksaan terhadap laboratorium penelitian yang menggunakan bahan bantu BKC tertentu (etanol) dengan pembebasan cukai, Pemeriksaan terhadap Toko Penjualan Eceran BKC dan Toko Bebas Bea (TBB), Bangunan atau tempat lain yang bukan rumah tinggal dan berdasarkan informasi patut diduga disimpan barang yang melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai. Petugas menyiapkan semua catatan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan untuk bahan laporan untuk dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan Bangunan dan Berita Acara Penindakan.
Melakukan Penegahan
Keikutsertaan manusia menjadikan penegakan hukum sarat dengan dimensi perilaku dan faktorfaktor yang menyertai. Penegakan hukum tergantung kepada manusianya sendiri yang berwenang dalam bidang tersebut. Dalam praktek penegakan hukum, perilaku, sikap pejabat penegakan hukum akan mewarnai keputusankeputusan yang diambilnya. Di sinilah integritas pegawai akan dikaji (kejujuran, kedisiplinan, keadilan dan sebagasinya). Dalam mencapai tujuannya untuk mencapai kepastian hukum, tetapi dalam bidang kepabeanan dan cukai, penegakan hukum mempunyai kekhususan, yakni, difokuskan kepada kepentingan fiskal. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam rangka penegakan hukum dan upaya agar perundangundangan Kepabean, cukai dan peraturanperaturan Departemen teknis yang terkait dengan Bea dan Cukai dapat terlaksana dengan baik. Pengawasan yang dilakukan oleh Bea Cukai, bersifat universal, yakni di semua bagian, semua negara di dunia, mempunyai peraturan kepabeanan yang sama, atau setidaktidaknya hampir sama.
Hanya beberapa bagian kecil yang tidak sama, tergantung dari kepentingan nasional masing-masing negara. Subyek dan Obyek Penegakan Hukum, subyek penegakan hukum di bidang kepabeanan berupa : orang, badan hukum (dalam arti para pengurus badan hukum tersebut). Meskipun yayasan tidak berbentuk perusahaan perseroan terbatas, tetapi karena fungsinya, dapat dijadikan subyek. Subyek penegakan hukum harus merupakan sesuatu yang dapat dianggap sebagai manusia, karena yang dapat menjalankan sanksi hukum, hanyalah orang. Obyek penegakan hukum : barang impor dan ekspor, barang bawaan penumpang, barang melalui pos, barang kiriman dan hasil pabrik(hasil tembakau, Etil alkohol dan Minuman yang Mengandung Etil Alkohol) . Suatu obyek dapat dijadikan suatku sasaran yang dapat dijadikan tujuan penegakan hukum tersebut. Untuk lebih memudahkan dalam proses mengikuti pembelajaran pada sesi ini berikut ini akan diberikan pengertian atas beberapa istilah yang kerap digunakan, yaitu Penegahan barang adalah tindakan untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor, ekspor, dan BKC sampai dipenuhinya kewajiban kepabeanan dan/atau cukai, Keadaan yang mendesak adalah suatku keadaan dimana penegahan harus seketika itu dilakukan dan apabila tidak dilakukan dalam arti harus menunggu Surat Perintah terlebih dahulu, maka barang dan sarana pengangkut tidak dapat lagi ditegah, sehingga penegakan hukum tidak dapat dilakukan. Petunjuk yang cukup adalah bukti permulaan ditambah dengan keterangan dan data yang diperoleh antara lain dari Laporan Pegawai; Laporan Hasil Pemeriksaan biasa; Keterangan saksi dan /atau informan; Hasil Kegiatan intelijen; atau Hasil pengembangan penyelidikan.
Sarana pengangkut adalah alat yang digunakan untuk mengangkut barang dan/atau orang yang meliputi alat angkut darat, laut, dan udara. Sarana Pengangkut negara adalah pesawat udara atau kapal laut yang dipergunakan oleh TNI dan instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan untuk menegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sarana pengangkut umum adalah sarana pengangkut yang digunakan untuk kepentingan umum, misalnya kereta api, bus, ferry, kapal laut dan pesawat udara. Pengertian dalam Penegahan di Bidang Pabean, Menegah barang adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang ekspor atau impor sampai dipenuhinya kewajiban Pabean. Menegah sarana pengangkut adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut. Berdasarkan petunjuk yang cukup, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang impor yang berada di Kawasan Pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi kewajiban Pabean dan memerintahkan kepada pengangkut atau pemilik barang/sarana pengangkut atau kuasanya untuk menunda pemuatan, pengangkutan, dan pengeluaran barang. Penegahan tidak dapat dilakukan terhadap Paket atau barang yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos.
Barang yang berdasarkan hasil pemeriksaan ulang atas pemberitahuan, atau dokumen pelengkap pabean menunjukkan adanya kekurangan pembayaran Bea Masuk. Sarana Pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos ; Sarana pengangkut Negara atau Negara Asing. Pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap barangnya yang ditegah dengan melampirkan alasan keberatan, dan bukti yang mendukung, dalam hal tidak terbukti adanya kesalahan, barang dikembalikan kepada pemiliknya. Terbukti bersalah dengan ancaman sanksi administrasi, barang dikembalikan kepada pemiliknya setelah menyelesaikan kewajibannya. Terbukti bersalah dengan ancaman sanksi pidana, barang dijadikan barang bukti. Dalam hal keberatan tidak mendapat putusan oleh Dirjen atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari, maka keberatan dianggap diterima
Pengertian dalam Penegahan di Bidang Cukai, Penegahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap Barang Kena Cukai, berupa penundaan pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutannya. Sarana pengangkut Barang Kena Cukai, berupa pencegahan keberangkatan Sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut umum. Penegahan dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai atas Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut didapati belum atau tidak dipenuhinya kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang. Penegahan diikuti dengan tindakan penyegelan dalam hal Barang Kena Cukai dan/atau sarana pengangkut dimungkinkan dapat disegel. Penegahan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penetapan pengenaan Cukai dan/atau sanksi administrasi, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengakibatkan pembayaran Cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak dilakukan penegahan yang dilanjutkan dengan pelimpahan kepada penyidik, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat dugaan kuat terjadi tindak pidana. Dalam hal 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penetapan pengenaan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang bersangkutan tidak memenuhi kewajiban pembayaran cukai dan/atau sanksi administrasi tersebut, maka terhadap Barang Kena Cukai dimusnahkan, Sarana pengangkut, diserahkan kepada pemilik, dan Piutang Negara, diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
Persyaratan dan Tata Cara Penegahan
Penegahan adalah suatku tindakan hukum yang mempunyai konsekuensi hukum, sehingga sebelum melakukan penegahan petugas harus memahami dahulu syarat dapat atau tidaknya suatku barang yang dapat ditegah barang dan/atau sarana pengangkut tersebut patut diduga merupakan barang hasil atau digunakan sebagai suatku tindakan pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai, penegahan barang dan atau sarana pengangkut hanya dapat dilakukan oleh petugas dari unit pengawasan. Bila petugas Bea dan Cukai yang bukan bertugas di unit pengawasan, menemukan adanya suatku tindakan pelanggaran, maka terhadapnya diwajibkan melapor kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani masalah pengawasan. Penegahan harus dilakukan dengan surat perintah, kecuali terdapat alasan 'keadaan mendesak'. Barang yang dapat ditegah meliputi Barang impor yang berada di kawasan pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean; Barang impor yang dikeluarkan dari kawasan pabean, yang berdasarkan petunjuk yang cukup, belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabean;
Barang ekspor, yang berdasarkan petunjuk yang cukup, belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya. Sarana pengangkut yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya. BKC yang berdasarkan hasil pemeriksaan belum atau tidak memenuhi ketentuan di bidang Cukai. Penegahan tidak dapat dilakukan terhadap paket atau barang yang disegel oleh instansi penegak hukum lain atau dinas pos, barang yang berdasarkan hasil pemeriksaan ulang atas pemberitahuan atau dokumen pelengkap pabean menunjukkan adanya kekurangan pembayaran bea masuk; sarana pengangkut yang disegel oleh instansi penegak hukum lain atau dinas pos; sarana pengangkut negara atau negara asing, sarana pengangkut umum. Penegahan yang telah dilakukan harus dituangkan dalam Surat Bukti Penegahan dengan menyebutkan alasan penegahan, dan satu tembusan harus diserahkan kepada pemilik barang dan / atau sarana pengangkut yang bersangkutan. Semua tindakan penegahan harus dibuatkan Berita Acara Penegahan
Tata Cara Penegahan
Adapun tata cara penegahan yang baik harus dilakukan berdasarkan tahapan sebagai berikut buat dan siapkan surat perintah penegahan, membaca dan mempelajari secara seksama isi Surat Perintah yang diterima, menyiapkan peralatan yang dibutuhkan dalam melakukan penegahan, menyiapkan formulir Surat Bukti Penegahan dan Berita Acara Penegahan, Menuju lokasi tempat barang dan atau sarana pengangkut berada. Menemui pemilik barang dan atau sarana pengangkut, untuk kemudian menyampaikan maksud dan tujuan penegahan, memperlihatkan surat perintah dan identitas diri. Buat Berita Acara Penegahan yang ditandatangani bersama oleh pemilik barang dan atau sarana pengangkut yang bersangkutan sebagai saksi. Buat Surat Bukti Penegahan, menandatanganinya bersama pemilik yang bersangkutan dan saksi-saksi.
Dalam hal penegahan dilakukan di tempat eksportir atau pemilik barang, sepanjang dapat dijamin hak-hak negara, maka barang yang ditegah ditimbun di tempat yang bersangkutan. Dalam hal penegahan dilakukan terhadap sarana pengangkut yang tidak mungkin disimpan di Tempat Penimbunan Pabean, maka penegahan dilakukan di tempat dimana sarana pengangkut itu berada, dengan melakukan koordinasi dengan instansi terkait atau pemda setempat. Penegahan dapat juga merupakan tahap lanjutan dari suatku pemeriksaan terhadap barang dan/atau sarana pengangkut, sehingga Surat Perintah Penegahan umumnya sudah termasuk dalam isi perintah dalam Surat Perintah Pemeriksaan. Umumnya penegahan selalu diikuti dengan tindakan penyegelan (khusus untuk tata cara penyegelan akan dibahas dalam kegiatan pembelajaran tersendiri).
Laporan Penegahan
Setelah melakukan penegahan, maka petugas Bea dan Cukai yang diperintahkan untuk melakukan penegahan tersebut wajib membuat laporan tertulis kepada Pejabat Pemberi Perintah, dengan melampirkan Surat Perintah Penegahan, Berita Acara Penegahan, dan Surat Bukti Penegahan. Laporan tersebut berikut lampirannya kemudian disampaikan kepada pejabat yang memberi perintah penegahan, untuk diproses lebih lanjut Untuk menjamin hak-hak Negara dan dipatuhinya ketentuan undang-undang Kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan di bidang Kepabeanan sebagai upaya untuk mencari dan menemukan suatku peristiwa yang diduga sebagai hasil pelanggaran undang-undang kepabeanan.
Penegahan merupakan kegiatan atau proses Penindakan meliputi Penghentian dan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut, Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang atau orang, Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut, Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang maupun sarana pengangkut. Penindakan yang ingin dibahas oleh penulis dalam bahan ajar ini hanya berupa penegahan saja yang dalam hal ini dasar hukumnya dilandaskan sesuai dengan bunyi pasal 77 UU no.10/1995 tentang Kepabeanan yang memberikan kewenangan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan tugas administrasi berupa penegahan barang dan/atau sarana pengangkut. Yang dimaksud dengan menegah barang adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang ekspor maupun impor sampai dipenuhinya kewajiban pabean. Yang dimaksud dengan menegah sarana pengangkut adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut.
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap Barang impor yang berada di Kawasan Pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean. Barang impor yang keluar dari Kawasan Pabean yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya.
Barang impor yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang terkena NHI. Barang impor yang berdasarkan hasil pemeriksaan mendadak kedapatan tidak sesuai. Barang ekspor yang berdasarkan petunjuk yang cukup belum memenuhi sebagian atau seluruh kewajiban pabeannya. Sarana pengangkut yang memuat barang yang belum dipenuhi kewajiban pabeannya atau Sarana pengangkut yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya.
Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penegahan membuat laporan Kejadian dan menyerahkan barang kepada PPNS Bea dan Cukai dengan Berita Acara Serah Terima untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut. Atas pemeriksaan dan penegahan, Pejabat Bea dan Cukai, melakukan hal sebagai berikut membuat surat bukti penindakan yang menyebutkan alasan penindakan atau jenis pelanggaran. Menyampaikan Surat Bukti Penindakan kepada Pengangkut/pemilik barang atau kuasanya dengan mendapat tanda terima dari yang berangkutan. Barang dan/atau sarana pengangkut yang dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai serta dibawa ke Kantor Pabean terdekat atau Kantor Pabean tempat kedudukan pejabat penerbit surat perintah dan diserahkan kepada Pejabat PPNS Bea dan Cukai untuk dilakukan penyelidikan/penyidikan lebih lanjut dimana selama dalam proses tersebut dilakukan penyegelan oleh Pejabat PPNS Bea dan Cukai dengan membuat Berita Acara Penyegelan yang ditandatangani oleh Pejabat PPNS Bea dan Cukai dan diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan.
Barang di atas sarana pengangkut yang ditegah karena sifatnya tidak tahan lama, rusak, berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi, dilelang oleh kantor yang melakukan penegahan sesuai peraturan yang berlaku, sepanjang bukan barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya. Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Surat Bukti Penindakan (penegahan) dengan menyebutkan alasan-alasan keberatan dan melampirkan bukti-bukti yang menguatkan. Dalam hal barang yang ditegah merupakan barang yang dilarang atau dibatasi impor maupun ekspornya, tidak dapat diajukan keberatan, permohonan keberatan dilengkapi dengan bukti-bukti yang menguatkan berupa Dokumen Pabean dan dokumen pendukung, Dokumen lain yang berkaitan dengan barang dan/atau sarana pengangkut, Keputusan dan risalah lelang dalam hal sarana pengangkut dan/atau barang diatasnya telah dilelang; atau Berita Acara Pemusnahan dalam hal barang yang ditegah telah dimusnahkan. Permohonan keberatan dapat disampaikan dengan cara Diserahkan langsung kepada direktur Jenderal ; atau Dengan pos tercatat.
Permohonan keberatan yang diserahkan langsung atau disampaikan dengan pos tercatat, sudah harus diterima Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk sebelum melewati 30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan penegahan. Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk setelah mendapat laporan Kepala Kantor Pabean yang melakukan penegahan Wajib memberi putusan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari sejak diterimanya permohonan keberatan.
Dalam hal hasil penelitian bahwa bukti-bukti yang diajukan tidak dapat diterima dan terjadi pelanggaran ketentuan Undang-Undang yang berkaitan dengan Impor yang diancam dengan sanksi administrasi, uang hasil lelang atau uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal atas nama Menteri diserahkan kepada pemiliknya setelah dikurangi Bea Masuk dan sanksi administrasi berupa denda dan semua persyaratan yang diperlukan dalam rangka impor telah dipenuhi.
Melakukan Penyegelan
Globalisasi ekonomi, meningkatnya kompetisi internasional untuk menarik investasi, dan juga meningkatnya kesadaran internasional terhadap biaya-biaya yang terkait dengan formalitas kepabeanan merupakan beberapa contoh lingkungan strategis administrasi kepabeanan. Penggunaan ICT (Information and Communication Technology) memperkecil hubungan langsung antara pengguna jasa kepabeanan dengan aparat bea dan cukai. Selain itu, globalisasi menyebabkan batas-batas negara seolah-olah sudah menghilang karena begitu pesatnya perdagangan tersebut. Semua itu membuat aparat bea dan cukai harus meningkatkan kinerjanya dalam rangka mempercepat dan mempelancar arus barang, orang, dan dokumen. Tugas-tugas kepabeanan dan cukai dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kepabeanan dan Cukai yang berada di bawah Departemen Keuangan RI. Tugas Direktorat Jenderal Kepabeanan dan Cukai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan adalah pelayanan dan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk dan keluar wilayah Republik Indonesia serta pemungutan penerimaan negara berupa bea masuk dan cukai serta pungutan negara lainnya.
Berdasarkan pasal 1 Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, "kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu-lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk ". Berdasarkan Undang-undang No.11 tahun 1995 tentang cukai, "Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini". Barang-barang tertentu tersebut dikenakan cukai dan dinyatakan sebagai barang kena cukai. Tindakan Penyegelan yang diambil pejabat Bea dan Cukai merupakan salah satu wewenangnya dalam rangka penegakan hukum dan mengamankan keuangan negara.
Karena itulah untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya secara baik, pejabat Bea dan Cukai harus dapat mengerti dan memahami betul tentang dasar hukum, teknis dan tata cara penyegelan sesuai dengan undang-undang kepabeanan dan undang-undang cukai dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Dalam era globalisasi sekarang ini institusi Bea dan Cukai dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa memperlambat arus barang dan dokumen. Sementara itu dalam tugasnya untuk menegakkan hukum pejabat Bea dan Cukai dituntut untuk lebih "teliti" untuk mencegah "tidak terpungutnya" keuangan negara, dalam artian agar terhadap barang (baik berupa barang impor,ekspor dan Barang Kena Cukai) harus dipenuhinya pungutan negara pada barang-barang tersebut.
Termasuk di dalamnya tindakan penyegelan ini yang dilakukan untuk mengamankan keuangan negara. Disinilah timbul permasalahan antara lebih mementingkan manakah antara penegakan hukum demi mengamankan keuangan negara ataukah memperlancar arus barang, dokumen atau orang untuk menjaga kestabilan iklim usaha. Maka dari itulah pejabat Bea dan Cukai dituntut untuk lebih menguasai peraturan (lebih khususnya tentang penyegelan) agar dapat menentukan perlu tidaknya dilakukan tindakan penyegelan dalam rangka penegakan hukum kepabeanan dan cukai, serta siap menghadapi risiko atas tindakan tersebut (mempertanggungjawabkannya).
Yang dimaksudkan dengan penyegelan adalah tindakan pejabat melekatkan atau memasang segel Bea dan Cukai pada barang, sarana pengangkut, pabrik, dan bangunan atau tempat lain sebagai tanda bahwa barang, sarana pengangkut, pabrik, dan bangunan atau tempat lain tersebut berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Penyegelan dilakukan dalam rangka pencegahan, penindakan, penyidikan, audit dan penyitaan oleh Juru Sita Bea dan Cukai. Penyegelan berbeda dengan pelekatan tanda pengamanan Bea dan Cukai, oleh karena yang dimaksudkan dengan pelekatan tanda pengamanan Bea dan Cukai dilakukan bukan untuk kepentingan pencegahan, penindakan, audit dan penyitaan oleh Juru Sita Bea dan Cukai. Jadi yang dilekatkan adalah tanda pengaman Bea dan Cukai bukan Segel Bea dan Cukai.
Segel Bea dan Cukai adalah tanda atau alat pengaman yang terbuat dari kertas, plastik, logam, dan atau bahan lainnya dengan bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci, kancing, dan atau bentuk lainnya untuk mempertahankan keadaan barang agar tidak terjadi perubahan dan atau sebagai tanda bahwa barang tersebut berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Sedangkan tanda pengamanan Bea dan Cukai adalah tanda atau alat pengaman yang terbuat dari kertas dengan bentuk tertentu berupa lembaran kertas berperekat atau tidak, dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai dengan ukuran, bentuk, warna dan isi tertentu, yang dimaksudkan untuk mempertahankan keadaan barang agar tidak terjadi perubahan atau sebagai tanda bahwa barang tersebut di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Sehingga dari sisi baik dari sisi keperluan maupun dari sisi alat pengaman, terdapat perbedaan yang substansial antara penyegelan dengan pelekatan tanda pengaman.
Penyegelan adalah tindakan dalam rangka penindakan, penindakan, penyidikan, audit dan penyitaan oleh Bea dan Cukai, dengan menggunakan alat pengaman segel yang dapat berbentuk kertas, timah, kunci, kancing, dan segel lain. Sedangkan pelekatan Tanda Pengaman Bea dan Cukai adalah tindakan pengaman yang dilakukan diluar keperluan sebagaimana halnya penyegelan, dengan menggunakan alat pengaman berupa kertas. Letak persamaan pada keduanya adalah bahwa baik penyegelan maupun pelekatan tanda pengamanan Bea dan Cukai adalah sama-sama tindakan melekatkan tanda pengamanan untuk mempertahankan keadaan barang agar tidak terjadi perubahan dan atau sebagai tanda bahwa barang tersebut berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai.
Wewenang Penyegelan
Di Bidang Kepabeanan, Menurut Pasal 78 UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006: "Pejabat bea dan cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut undang-undang ini yang berada di sarana pengangkut, tempat penimbunan atau tempat lain." Hal ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak diperlukan adanya penjagaan/pengawalan secara terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pasal ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penyegelan. Penyegelan merupakan tindakan Pejabat Bea dan Cukai melekatkan atau memasang segel Bea dan Cukai pada barang, sarana pengangkut, pabrik dan bangunan atau tempat lain sebagai tanda bahwa barang, sarana pengangkut, pabrik dan bangunan atau tempat lain tersebut berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai
Di Bidang Cukai, Menurut Pasal 40 UU No 11 Tahun 1996, bahwa "Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan pada bagian-bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat Barang Kena Cukai guna pengamanan cukai". Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam pasal ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik, dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak diperlukan adanya penjagaan/pengawalan secara terus menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai atau untuk mengamankan barang-barang bukti karena ada dugaan kuat terjadinya pelanggaran.
Pengertian Segel adalah tanda atau alat pengaman yang terbuat dari kertas, plastik, logam dan atau bahan lainnya dengan bentuk tertentu berupa lembaran, pita ,kunci, kancing dan atau bentuk lainnya untuk mempertahankan keadaan barang agar tidak terjadi perubahan dan atau sebagai tanda bahwa barang tersebut di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-26/BC/2010 tanggal 12 Mei 2010 Tentang Bentuk,Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea dan Cukai, dan Tata Cara Penyegelan. Penyegelan adalah tindakan untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan guna mengamankan hak-hak negara. Surat Perintah adalah surat perintah atau surat tugas yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang dalam rangka penindakan, penyidikan, audit, atau penyitaan. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai.
Nomor pengawasan Bea dan Cukai dalam bentuk kertas atau lainnya dan tanda pengaman Bea dan Cukai dalam bentuk kertas merupakan nomor urut dari buku berita acara penyegelan dan buku catatan tanda pengaman Bea dan Cukai. Nomor pengawasan pada tang segel dan stempel merupakan kode tetap yang tercatat pada tang segel dan stempel. Segel yang digunakan oleh instansi penegak hukum negara lain dapat diterima sebagai pengganti segel Bea dan Cukai. Tanda pengaman yang digunakan oleh pihak lain dapat diterima sebagai pengganti tanda pengaman Bea dan Cukai. Pengadaan dan pendistribusian dilaksanakan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk. Penggunaan/pemakaian dan pertanggung jawaban segel Bea dan Cukai dilakukan oleh Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang, menangani Pencegahan dan Investigasi atau Pejabat yang ditunjuk; Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat yang ditunjuk; dan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk.
Sebagaimana halnya dengan langkah-langkah kegiatan lainnya yang masuk dalam wewenang penindakan maka penyegelan juga memiliki tujuan untuk mengamankan penerimaan negara. Namun demikian secara definitif tujuan dari suatku penyegelan adalah untuk menjamin agar pengawasan dapat dilakukan dengan lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara, karena tidak diperlukan adanya pengawalan secara terus menerus oleh pejabat Bea dan Cukai. Dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan tujuan dari suatku penyegelan adalah untuk mengamankan keuangan negara, sebagai ganti pengawasan dalam hal pengawalan tidak dapat dilakukan secara terus menerus, Adapun obyek dari suatku penyegelan adalah sebagai berikut di Bidang Kepabeanan, barang impor yang belum diselesaikan formalitas pabeannya, barang ekspor yang harus diawasi, yang berada di sarana pengangkut atau di tempat penimbunan atau tempat lain, barang dan atau sarana pengangkut yang ditegah. Di Bidang Cukai, barang-barang bukti yang berkaitan dengan pelanggaran di bidang cukai, BKC atau Tempat yang berhubungan dengan BKC yang terhadapnya tidak dapat dilakukan penjagaan, pengawasan, dan pengawalan secara terus menerus
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan di bidang Kepabeanan terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya; barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi; barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah; bangunan atau tempat lain yang didalamnya ditimbun barang impor dan/atau ekspor yang ditegah; dan/atau tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan di bidang Cukai terhadap bagian dari pabrik atau tempat penyimpanan; tempat lain yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai; bagian tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, dan/atau tempat penjualan eceran; sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai; barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai; dan/atau bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut.
Penyegelan dilakukan dalam rangka penindakan, penyidikan, audit, penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa; atau pengamanan terhadap barang yang belum diselesaikan kewajiban pabean dan/atau cukainya atau barang lain yang harus diawasi. Segel atau tanda pengaman dalam rangka pengamanan yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti tanda pengaman setelah mendapat penetapan dari Menteri Keuangan. Penyegelan dihentikan dalam hal telah diselesaikan kewajiban pabean atas barang impor; tidak lagi diperlukan pengawasan atas barang ekspor atau barang lain; tidak ditemukan dugaan pelanggaran atas barang dan/atau sarana pengangkut; tidak ditemukan dugaan pelanggaran atas barang impor dan/atau ekspor yang ditimbun di dalam bangunan atau tempat lain; penyegelan sebagai tindak lanjut dari penegahan yang dilakukan tanpa surat perintah tidak mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal; dan/atau tidak diperlukan pengawasan atas dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.
Penyegelan dihentikan dalam hal penegahan telah berakhir; berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan pelanggaran terhadap pabrik, bangunan, tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lainnya, dan/atau barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan; pemeriksaan dilanjutkan kembali dan/atau dilakukan tindakan lain terhadap laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Cukai, dan barang yang penting; tidak diperlukan lagi penyegelan guna kepentingan pengawasan secara terus-menerus; atau tidak diperlukan lagi penyegelan guna kepentingan pengawasan dan pengamanan hak keuangan negara terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya, yang belum dipungut cukainya, dan/atau yang mendapat pembebasan Cukai
Segel atau Tanda Pengaman terbuat dari kertas, plastik, logam, lak dan/atau bahan lainnya dengan bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci, kancing dan/atau bentuk lainnya yang dilengkapi dengan piranti elektronik atau tidak. Segel atau Tanda Pengaman terdiri dari: Segel atau Tanda Pengaman Kertas yaitu segel atau tanda pengaman berupa lembaran kertas berperekat atau tidak, dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan dengan bentuk, warna, dan ukuran tertentu. Segel atau Tanda Pengaman Pita yaitu segel atau tanda pengaman berupa pita yang terbuat dari kertas atau plastik berperekat atau tidak dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan dengan bentuk, warna, dan ukuran tertentu. Segel atau Tanda Pengaman Timah yaitu segel atau tanda pengaman yang berupa timah dalam bentuk kancing dengan bentuk dan ukuran tertentu yang dipasang dengan kawat segel/tali pengikat menggunakan tang segel berlambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan serta cable ties sebagaimana ditetapkan. Segel atau Tanda Pengaman Kancing yaitu segel atau tanda pengaman berbentuk kancing yang terbuat dari logam dan/atau plastik dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai, nomor pengawasan dan memiliki bentuk, warna, dan ukuran tertentu. Segel atau Tanda Pengaman Kunci yaitu kunci gembok dengan anak kunci terbuat dari logam dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai, nomor pengawasan dan memiliki bentuk, warna, dan ukuran tertentu.
Segel atau Tanda Pengaman Lak yaitu lak yang dibubuhi tanda atau lambang Bea dan Cukai dengan menggunakan stempel. Segel atau Tanda Pengaman Elektronik adalah segel atau tanda pengaman yang dilengkapi dengan piranti elektronik dan/atau terhubung dengan sistem elektronik tertentu yang disetujui oleh Pejabat Bea dan Cukai; Segel atau Tanda Pengaman Barcode adalah salah satu jenis segel atau tanda pengaman elektronik dalam bentuk kertas, pita, kancing, kunci atau lainnya yang tercetak barcode secara permanen. Stempel adalah alat yang digunakan untuk membubuhi tanda atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan pada lak segel dengan bentuk dan ukuran tertentu.
Segel atau Tanda Pengaman Elektronik paling kurang memenuhi syarat: dapat memberikan tanda dalam hal segel dirusak; tahan terhadap perubahan temperatur, kelembaban, dan goncangan; dan sistem penyegelan terhubung dengan sistem komputerisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berdasarkan pada tingkat risiko pengangkutan, persyaratan dapat ditambahkan dengan syarat dapat memancarkan gelombang elektronik; fisik segel menggunakan piranti elektronik; dapat diketahui keberadaannya pada saat digunakan; dan/atau dapat memberikan suatku sinyal peringatan dalam hal segel dirusak.
Penilaian risiko pengangkutan ditentukan oleh faktor jenis sarana pengangkut; registrasi terkait sarana pengangkut dan pengemudinya; rute pengangkutan; jarak tempuh pengangkutan; tingkat kehandalan teknologi segel/tanda pengaman elektronik; dan fasilitas keamanan yang terintegrasi pada sarana pengangkut. Penyegelan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah. Penyegelan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai tanpa berdasarkan Surat Perintah; atau pihak lain setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. Surat Perintah tidak diperlukan pada penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak. Penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak merupakan penyegelan yang harus dilakukan seketika dan apabila tidak dilakukan seketika atau harus menunggu Surat Perintah, penegakan hukum tidak dapat lagi dilakukan.
Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1x24 jam terhitung sejak penyegelan dilakukan. Dalam hal pejabat yang berwenang tidak menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1x24 jam sejak menerima laporan, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penyegelan segera menghentikan penyegelan. Segel atau tanda pengaman Bea dan Cukai yang dilekatkan/dipasang pada barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan, dan bangunan atau tempat lain tidak boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai. Pemilik dan/atau yang menguasai barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan dan bangunan atau tempat lain yang disegel oleh Pejabat Bea dan Cukai, wajib menjaga agar semua segel Bea dan Cukai tidak rusak atau hilang baik secara fisik maupun fungsinya. Pejabat Bea dan Cukai yang menemukan segel atau tanda pengaman Bea dan Cukai yang terbuka, terlepas, rusak, atau hilang baik secara fisik maupun fungsinya wajib membuat Laporan Kejadian untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.
Dalam hal keadaan bahaya yang dapat menimbulkan risiko rusaknya barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan dan bangunan atau tempat lain yang disegel dan/atau hilangnya hak-hak negara, pemilik dan/atau yang menguasai barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan, dan bangunan atau tempat lain wajib pada kesempatan pertama memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi. Apabila yang bersangkutan tidak melakukan hal dapat dianggap merusak atau menghilangkan Segel atau Tanda Pengaman Bea dan Cukai. Terhadap penyegelan wajib dibuatkan Berita Acara Penyegelan dengan menggunakan format yang ditentukan. Terhadap penyegelan wajib dibuatkan pencatatan. Berita Acara Penyegelan ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pemilik atau pihak lain atas nama pemilik dan diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan sebagaimana ditetapkan. Dalam hal pemilik atau pihak lain atas nama pemilik tidak ada atau tidak bersedia menandatangani Berita Acara Penyegelan, hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Penyegelan. Pejabat Bea dan Cukai membubuhkan tanda tangan pada setiap pelekatan atau pemasangan Segel atau Tanda Pengaman Kertas.
Pembukaan segel yang merupakan tindak lanjut dari penyegelan wajib dibuatkan Berita Acara Pembukaan Segel dengan menggunakan format yang telaah ditetapkan. Pelepasan tanda pengaman yang merupakan tindak lanjut dari penyegelan wajib dibuatkan pencatatan. Berita Acara Pembukaan Segel ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pemilik atau pihak lain atas nama pemilik dan diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Pembukaan Segel. Dalam hal pemilik atau pihak lain atas nama pemilik tidak ada atau tidak bersedia menandatangani Berita Acara Pembukaan Segel, hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Pembukaan Segel. Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Kertas dan Segel atau Tanda Pengaman Pita merupakan nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan/catatan Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Timah dan Segel atau Tanda Pengaman Lak merupakan nomor tetap yang tercatat pada Tang Segel dan Stempel. Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Kancing dan Segel atau Tanda Pengaman Kunci merupakan nomor urut pembuatan. Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Elektronik merupakan nomor elektronik yang dihasilkan oleh sistem komputerisasi Pengadaan Segel atau Tanda Pengaman Bea dan Cukai dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Contoh-contoh segel yang digunakan
Gambar 2.1 dan Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Pengawalan dan Penjagaan
Pengawalan
Kata Pengawalan berasal dari kata kawal, kata kawal ini dapat diartikan sebagai "jaga", "amati",
Pengawalan
Penjagaan (Keselamatan); Pengawasan dsb: ~ Orang Hukuman yang sedang bekerja di lapangan dilakukan dengan dekat
Related Word(s)
kawal, berkawal, mengawal, mengawali, kawalan, pengawal, pengawalan,
http://www.artikata.com/arti-367423-pengawalan.php.pengawalan pe.nga.walan
Pengawalan penjagaan (keselamatan); pengawasan dsb: ~ orang hukuman yang sedang bekerja di lapangan dilakukan dengan dekat
Penjagaan
Definisi Penjagaan
proses, cara, perbuatan menjaga;
pemeliharaan: ~ tanaman itu dilakukan dengansungguh-sungguh;
pengawasan: ~ daerah pantai dilakukan oleh satuan polisi perairan;
jaga, berjaga, berjaga-jaga, menjaga, menjagakan, terjaga, penjaga, penjagaan, kejaga-jagaan,
pen.ja.ga.an; [n] (1) proses, cara, perbuatan menjaga; (2) pemeliharaan: ~ tanaman itu dilakukan dengan sungguh-sungguh; (3) pengawasan: ~ daerah pantai dilakukan oleh satuan polisi perairan
Pemeriksaan Badan
Ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan dasar hukum bagi petugas Bea dan Cukai dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang adalah pasal 92 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang ini atau peraturan perundang-undangan lain tentang larangan dan pembatasan impor atau ekspor barang, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan setiap orang yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke dalam Daerah Pabean;yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean; yang sedang berada atau baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat; atau yang sedang berada di atau saja meninggalkan Kawasan Pabean. Orang yang diperiksa wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai menuju tempat pemeriksaan.
Mengingat bahwa beberapa barang yang sedemikian kecil ukurannya sehingga dapat disembunyikan di dalam badan atau pakaian yang dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai perlu diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan badan. Pemeriksaan badan harus diusahakan sedemikian rupa sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh karena itu, pemeriksaannya harus dilakukan di tempat tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, serta dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Pemeriksaan badan harus diusahakan sedemikian rupa sesuai norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh karena itu, pemeriksaan harus dilakukan di tempat tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, serta dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Orang yang akan dilakukan pemeriksaan badan wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai menuju tempat pemeriksaan khusus untuk pemeriksaan badan.
Pemeriksaan badan dilakukan di tempat tertutup oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) Pejabat Bea dan Cukai yang sama jenis kelaminnya dengan yang diperiksa dan wajib dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Tempat tertutup adalah ruangan yang dapat dikunci dan bagian dalam ruangan tidak dapat dilihat dari luar yang luasnya memadai untuk pemeriksaan badan. Dalam hal diperlukan pemeriksaan badan yang lebih teliti. berdasarkan petunjuk yang cukup, Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta orang yang diperiksa melepaskan pakaiannya dan/atau dilakukan pengujian medis. Pemeriksaan badan di tempat lain selain dari tempat yang telah ditentukan yang diperlukan dalam rangka pengejaran atau penyerahan yang diawasi (Controlled Delivery) dilakukan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. Satuan Tugas terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) Pejabat Bea dan Cukai.
Dalam hal orang yang diperiksa dalam rangka pemeriksaan badan menolak untuk dilakukan pemeriksaan badan, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan menyerahkan yang bersangkutan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk pemeriksaan badan dan penyelidikan/ penyidikan lebih lanjut. Atas penyerahan orang yang diperiksa badannya dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima . Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang menerima penyerahan orang yang diperiksa badan melakukan wawancara dengan menanyakan alasan-alasan yang bersangkutan menolak untuk diperiksa badannya; melakukan upaya paksa pemeriksaan badan setelah wawancara dilaksanakan; membuat Berita Acara Pemeriksaan Badan dan melampirkan hasil wawancara pada Berita Acara Pemeriksaan Badan. Dalam hal hasil pemeriksaan badan tidak ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan badan membuat Berita Acara Pemeriksaan Badan.
Orang yang diperiksa dapat segera meninggalkan tempat pemeriksaan atau meneruskan perjalanannya. Dalam hal hasil pemeriksaan badan ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan badan melakukan pencacahan barang; membuat Berita Acara Pemeriksaan Badan; menyerahkan barang yang ditemukan dalam pemeriksaan badan dan orang yang diperiksa kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai; dan membuat Berita Acara Serah Terima barang dan orang Atas barang yang ditegah dari hasil pemeriksaan badan tidak dapat diajukan keberatan; dan menjadi barang bukti. Atas barang yang ditegah dari hasil pemeriksaan badan dilakukan penyegelan di depan yang bersangkutan; dan Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Penyegelan. Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat Laporan Penindakan dalam hal orang tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai untuk dilakukan pemeriksaan badan, setiap pemeriksaan badan dengan pengujian medis, setiap pemeriksaan badan yang dilakukan Pejabat Bea dan Cukai setiap pemeriksaan badan dengan upaya paksa, Laporan Penindakan dibukukan dalam Buku Laporan Kejadian, dan Laporan Penindakan ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan/penegahan dan diberi nomor urut.
Berita Acara Pemeriksaan Badan dibukukan dalam Buku Berita Acara Pemeriksaan Badan dan diberi nomor urut; dan ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan dan orang yang diperiksa. Atas barang yang ditegah dilakukan penyegelan, selama dalam proses penyelidikan/ penyidikan dilakukan penyegelan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai. Penyegelan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai wajib membuat Berita Acara Penyegelan. Berita Acara Penyegelan ditandatangani oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dan diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan. Dalam hal ditemukan adanya pelanggaran, segala risiko dan biaya yang timbul akibat pemeriksaan badan menjadi beban dan tanggung jawab orang yang diperiksa. Dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran, segala risiko dan biaya yang timbul akibat pemeriksaan badan menjadi beban dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran tetapi orang yang diperiksa tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai/kewajibannya dan/atau menunjukkan sikap melawan/tidak menghormati Pejabat Bea dan Cukai, segala risiko dan biaya yang timbul akibat pemeriksaan badan menjadi beban dan tanggung jawab orang yang diperiksa. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya tidak menyebutkan adanya kewenangan petugas Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan badan. Sehingga yang perlu diingat disini adalah bahwa petugas Bea dan Cukai tidak diperkenankan melakukan pemeriksaan badan dalam upayanya melakukan penegakan hukum di bidang cukai. Kewenangan pemeriksaan badan di bidang cukai hanya dapat dilakukan oleh PPNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam bentuk penggeledahan badan orang yang diduga merupakan telah melakukan suatku tindak pidana kepabeanan.
Kewenangan penggeledahan badan di sini dilakukan dalam rangka penyidikan, Penyidik karena kewajibannya berwenang, menggeledah rumah tinggal, pakaian dan badan; (pasal 63 ayat (2) butir g Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai). Orang-Orang yang Dapat Diperiksa, Tujuan dari suatku pemeriksaan badan adalah untuk mencegah, mencari, dan menemukan adanya suatku perbuatan yang dapat diduga sebagai suatku pelanggaran terhadap ketentuan kepabeanan. Pemeriksaan terhadap badan seseorang dilakukan mengingat terdapat banyak kemungkinan bahwa ada barang-barang impor atau ekspor, yang mempunyai ukuran yang demikian kecil, yang dapat disembunyikan dalam badan seseorang untuk mengelakkan kewajiban pabean. Tidak semua orang dapat dilakukan pemeriksaan badan oleh seorang petugas Bea dan Cukai. Pemeriksaan badan hanya dapat dilakukan pada orang yang Berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk ke dalam Daerah Pabean; Berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean; Sedang berada di atau baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat; atau sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan Pabean.
Terhadap orang-orang tersebutlah petugas Bea dan Cukai dapat menggunakan kewenangannya untuk memeriksa badan seseorang, namun dengan catatan bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan hanya bila ia memiliki petunjuk yang cukup, yaitu adanya suatku bukti permulaan ditambah keterangan dan data yang diperoleh antara lain dari Laporan pegawai; Laporan hasil pemeriksaan biasa; Keterangan saksi dan atau informan; Hasil Intelijen; atau Hasil Pengembangan penyelidikan. Tata Cara Pemeriksaan Badan, Pemeriksaan terhadap badan seseorang merupakan suatku tindakan yang sangat sensitif atau rentan terhadap tuntutan akan pelecehan hak asasi manusia. Untuk itu Undang-undang memerintahkan agar pemeriksaan badan harus dilakukan sedemikian rupa sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh karenanya pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan di tempat tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, serta terhadap pelaksanaan pemeriksaan badan tersebut harus pula dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani baik oleh petugas Bea dan Cukai, maupun oleh yang bersangkutan disertai saksi. Untuk kepentingan itu maka pelaksanaan pemeriksaan badan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut dilakukan di tempat tertutup, yaitu ruangan yang dapat dikunci dan bagian dalam ruangan tidak dapat dilihat dari luar yang luasnya memadai untuk melakukan pemeriksaan badan; pemeriksaan badan harus dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang petugas Bea dan Cukai yang sama jenis kelaminnya dengan orang yang diperiksa.
Dalam hal diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti, berdasarkan petunjuk yang cukup, pejabat Bea dan Cukai yang memeriksa dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk melepaskan pakaiannya dan atau membawa yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan medis; Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, maka petugas Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan badan melakukan pencacahan barang; membuat Berita Acara Pemeriksaan Badan; membuat Berita Acara Penegahan; memuat Berita Acara Penyegelan; menyerahkan barang yang ditemukan dalam pemeriksaan tersebut berserta pelaku kepada PPNS; membuat Berita Acara Serah Terima barang dan orang. Barang yang ditemukan dalam pemeriksaan badan merupakan barang bukti dan tidak dapat diajukan keberatan.
Bila dalam pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran, maka setelah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Badan yang ditandatangani oleh Petugas Bea dan Cukai dan yang bersangkutan berikut saksi, kepada yang bersangkutan dipersilahkan untuk melanjutkan perjalanan. Terhadap orang yang baru datang dari Luar Daerah Pabean, yang terhadapnya dilakukan tindakan Controlled Delivery (Penyerahan yang Dikendalikan), maka pemeriksaannya dapat dilakukan di tempat lain yang jauh di Kantor Pelayanan, dan dilakukan oleh Satuan Tugas yang terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang berdasarkan Surat Perintah yang dikeluarkan oleh pejabat. Bila yang bersangkutan menolak untuk diperiksa badannya, maka petugas Bea dan Cukai yang berwenang melakukan pemeriksaan menyerahkan yang bersangkutan kepada PPNS Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk dilakukan pemeriksaan badan dan penyidikan lebih lanjut. Penyerahan yang bersangkutan kepada PPNS DJBC harus dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
Mewawancarai Penumpang
Setelah seorang penumpang memenuhi persyaratan untuk dilakukan tindakan pemeriksaan badan karena telah ada 'petunjuk yang cukup' dan setelah yang bersangkutan dibawa ke ruang khusus untuk melakukan pemeriksaan badan, maka tindakan awal yang harus dilakukan adalah melakukan wawancara kepada yang bersangkutan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk memperkuat perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan badan. Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan singkat dengan menggunakan metode "the five W's". Dimana pertanyaan lima 'W' ini adalah meliputi hal-hal yang berkaitan dengan Who, What, When, Where, dan Why. Pertanyaan lima 'W' ini mungkin juga ditambahkan dengan unsur 'H' yang berkaitan dengan 'How' atau bagaimana sesuatu itu terjadi. Atau dengan teknik pemeriksaan yang disingkat "Si A Di De Men Ba Bi" ( siapa, apa, dimana, dengan siapa, mengapa, bagaimana, dan bilamana). Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pertanyaan adalah bahwa pertanyaan diajukan dengan mengacu pada tiket dan paspor penumpang yang bersangkutan. Dan ketika pertanyaan diajukan perhatikan dengan seksama perubahan perilaku dan mimik dari yang bersangkutan.
Pemeriksaan Tiket
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan terhadap tiket adalah sebagai berikut Nama penumpang, Asal Tujuan, Biaya, Cara Pembayaran Tempat dan tanggal tiket diterbitkan, Kelas, apakah kelas cocok: dengan penampilan yang bersangkutan, Kode kelas Y = Full Fare (ongkos penuh) ; C atau J = business class ; F = First class ; YDG = coach. Tour Code (Kode tur) bila dalam kolom tertulis IT atau BT, maka penumpang yang bersangkutan harus datang dengan rombongan.
Bila dalam kolom tidak menunjukkan bahwa yang bersangkutan bepergian tidak dengan tur, maka akan menjadi pertanyaan bila yang bersangkutan datang dalam rombongan tur. Bagasi, Pemeriksaan Paspor, Langkah yang tidak kalah pentingnya sebagai langkah awal untuk melakukan pemeriksaan badan terhadap penumpang adalah melakukan pemeriksaan terhadap paspor yang bersangkutan. Langkah pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akan menambah keyakinan petugas bahwa pemeriksaan badan memang harus dilakukan. Untuk melakukan pemeriksaan paspor, sebaiknya disiapkan terlebih dahulu alat-alat sebagai berikut Cahaya yang cukup, karena cahaya yang kuat dan terang maka ciri-ciri yang terdapat dalam paspor akan nampak jelas, Kaca pembesar, untuk meneliti perubahan detail pada huruf dan huruf yang sangat kecil.
Sinar Ultra Violet, yang digunakan untuk mendeteksi perbedaan tinta dan cairan kimia yang digunakan untuk menghilangkan huruf (Watermark dan cetakan intaglio). Sedangkan bagian-bagian paspor yang perlu diperiksa adalah sebagai berikut Cover (Penutup) Ada tiga macam cover paspor, yaitu yang terbuat : kulit, kain, dan plastik. Titik penting yang perlu diperiksa adalah raba, apakah ada huruf atau nomor seri yang seharusnya timbul, apakah cover menampakkan tanda pecah-pecah, perhatikan warna (bandingkan dengan paspor lain dari negara yang sama, bila ada atau bila ingat), perhatikan huruf cetak stempel atau insignia, periksa pinggir cover, sudutnya harus lurus, kecuali kalau memang dirancang secara khusus
Penjilidan
Titik yang perlu diperiksa adalah Jahitan, teratur atau tidak. Paspor asli jahitan sangat teratur, tidak ada lubang jahitan yang tidak terisi atau sobek tanpa keterangan. Steples, tidak ada lubang yang tidak dipakai, periksa apakah terdapat goresan, lekukan-lekukan atau tanda-tanda karatan yang tidak jelas atau tidak cocok dengan umur kertas. Periksa pinggirannya, lurus atau tidak. Jika ada halaman yang ditambahkan biasanya ukurannya tidak sama. Periksa lubang nomor nomor perforasi, perhatikan lurus atau tidak.
Kertas dan Cetakan
Hal-hal yang perlu diperiksa adalah Ketebalan, bandingkan dengan paspor asli bila ada atau berdasarkan ingatan. Ciri Air (Watermark), akan nampak jelas bila dilihat di bawah sinar ultra violet. Bukan tempelan, tapi harus merupakan bagian dari kertas
Nomor Seri
Hal-hal yang perlu diperiksa adalah Angka digit tambahan, perhatikan keteraturan spasi, keteraturan bentuk digit. Digit tambahan umumnya ditambahkan di depan atau di belakang. Apakah ada perubahan digit, Perforasi (pelubangan), apakah lubang-lubangnya lurus, apakah pelubangan dilakukan dari satu arah, Apakah ada penghapusan digit, apakah ada bekas-bekas hapusan, Teliti kesamaan style nomor. Jenis tulisan Paspor yang di tulis dengan tangan, Hal-hal yang perlu diperiksa adalah Kesamaan bentuk tulisan, karakter tulisan, tarikan tulisan. Jenis dan warna tinta, warnanya harus sama. Apakah ada perubahan dan penghapusan, perhatikan apakah ada bekas-bekas hapusan atau penambahan. Perhatikan bentuk tanda tangan, apakah ada tarikan yang tidak konsisten. Jenis huruf yang diketik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah Tipe huruf, tipe huruf yang ada di satu paspor semuanya harus sama. Apakah ada huruf yang ditambahkan, Apakah ada huruf yang dihilangkan, Apakah ada huruf yang diubah. Foto, Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah Apakah ada bekas-bekas perekat/lem, penggantian foto biasanya akan meninggalkan jejak lem atau perekat di sekitar foto.
Grommet (cincin) yang digunakan untuk merekatkan foto, teliti apakah ada karatan dan cocokan dengan usia foto, Penutup plastik, apakah ada bekas-bekas dibuka. Perhatikan apakah ada bekas yang terkelupas, karena tindakan penggantian foto. Stempel dan cap, apakah terdapat ketidakkonsistenan antara stempel dan cap yang berada di foto dengan yang berada di kertas yang berbatasan dengan foto. Foto, apakah mirip dengan pemegang paspor. Cap dan Stempel. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah Ejaan harus benar, tanggal harus sejajar dengan cap , dan Stempel kering, semua huruf harus lurus. Setelah Langkah awal tersebut telah dilakukan, bila kesimpulan akhirnya memperkuat perlunya diadakan pemeriksaan badan maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut amati rambut yang bersangkutan, apakah menggunakan rambut palsu atau tidak, periksa pakaian krah baju, lipatan-lipatann diujung baju, kancing-kancing, ketebalan pakaian, dan ketebalan bagian bahu. Ikat pinggang, periksa celana raba ketebalan bahan, lipatan-lipatan di ujung dan pinggang, lipatan di sekitar resluiting, sepatu bahan sepatu, bagian dalam, hak sepatu. Periksa badan tanpa pakaian, Amati apakah terdapat anggota tubuh palsu, Perhatikan apakah terdapat jahitan-jahitan baru dari kulit tubuh
Penyelesaian Kasus.
Setelah pemeriksaan badan, maka langkah selanjutnya adalah Bila tidak ditemukan pelanggaran Buat Berita Acara Pemeriksaan Badan yang ditandatangani oleh petugas yang memeriksa dan yang berangkutan. Buat laporan pelaksanaan pemeriksaan badan dengan dilampiri Berita Acara Pemeriksaan, foto copy tiket, dan foto copy paspor yang bersangkutan. Persilahkan kepada yang bersangkutan untuk melanjutkan perjalanan. Laporkan kepada atasan langsung. Bila ditemukan pelanggaran Lakukan pengamanan kepada yang bersangkutan, lakukan pencacahan terhadap barang hasil temuan, cacah juga barang bawaan lainnya, Buat Berita Acara Pencacahan. Buat Berita Acara Pemeriksaan Badan. Buat Berita Acara Penegahan. Laporkan kepada atasan langsung. Hubungi PPNS DJBC atau POLRI (tergantung kewenangan). Serahkan orang dan barang bukti kepada PPNS DJBC atau POLRI. Buat Berita Acara Serah Terima Barang dan Tersangka. Buat Laporan Hasil Pemeriksaan Badan kepada atasan langsung dilampiri oleh Berita-Berita Acara yang telah dibuat, copy tiket, paspor, dan data lain yang diperlukan
BAB
3
3
KETENTUAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu: Menjelaskan dan dapat penetapan sanksi administrasi berupa denda,Menjelaskan dan dapat penetapan besarnya dendaMenjelaskan dan dapat menghitung besarnya dendaMenjelaskan dan dapat memproses keberatan atas penetapan dendaMenjelaskan dan dapat memproses banding atas keputusan keberatanMenjelaskan dan dapat melaksanakan ketentuan badan peradilan pajak.Menjelaskan dan dapat melakukan menghentikan sarana pengangkutMenjelaskan dan dapat melakukan memeriksa sarana pengangkutMenjelaskan dan melakukan monitoring dan menghentikan pembongkaranMenjelaskan dan dapat melakukan memeriksa barang-surat-bangunanMenjelaskan dan dapat melakukan penegahanMenjelaskan dan dapat melakukan penyegelanMenjelaskan dan dapat melakukan pengawalan-penjagaanMenjelaskan dan dapat melakukan pemerik badanMenjelaskan fungsi cukai sebagai pajak tidak langsungMenjelaskan kemungkinan ekstensifikasi obyek cukai
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu:
Menjelaskan dan dapat penetapan sanksi administrasi berupa denda,
Menjelaskan dan dapat penetapan besarnya denda
Menjelaskan dan dapat menghitung besarnya denda
Menjelaskan dan dapat memproses keberatan atas penetapan denda
Menjelaskan dan dapat memproses banding atas keputusan keberatan
Menjelaskan dan dapat melaksanakan ketentuan badan peradilan pajak.
Menjelaskan dan dapat melakukan menghentikan sarana pengangkut
Menjelaskan dan dapat melakukan memeriksa sarana pengangkut
Menjelaskan dan melakukan monitoring dan menghentikan pembongkaran
Menjelaskan dan dapat melakukan memeriksa barang-surat-bangunan
Menjelaskan dan dapat melakukan penegahan
Menjelaskan dan dapat melakukan penyegelan
Menjelaskan dan dapat melakukan pengawalan-penjagaan
Menjelaskan dan dapat melakukan pemerik badan
Menjelaskan fungsi cukai sebagai pajak tidak langsung
Menjelaskan kemungkinan ekstensifikasi obyek cukai
Penetapan Sanksi Administrasi Berupa Denda
Di bidang Kepabeanan
Dalam praktek kepabeanan internasional dewasa ini, penanganan atas pelanggaran ketentuan kepabeanan lebih dititikberatkan pada penyelesaian secara fiskal yaitu berupa pembayaran sejumlah uang kepada negara dalam bentuk denda. Hal ini merupakan pengaruh era globalisasi yang menuntut kecepatan dan kelancaran arus barang bagi kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu, peraturan Kepabeanan diharapkan tidak menjadi penghalang bagi perkembangan perdagangan tersebut. Dalam Undang-Undang Kepabeanan yang merupakan bagian dari hukum fiskal, beberapa ketentuan yang diatur didalamnya telah diselaraskan dengan praktek kepabeanan internasional yang didasarkan pada persetujuan dan konvensi internasional di bidang kepabeanan dan perdagangan, antara lain ketentuan yang menyatakan bahwa penyelesaian pelanggaran yang tidak bersifat serius dapat diselesaikan dengan pengenaan sanksi administrasi.
Undang-Undang Kepabeanan pada dasarnya menganut asas menghitung dan menyetor sendiri bea masuk atau bea keluar yang terutang oleh importir atau eksportir (self-assesment). Sistem self assesment memberikan kepercayaan yang besar kepada para pengguna jasa kepabeanan. Namun, kepercayaan tersebut harus diimbangi dengan tanggung jawab, kejujuran, dan kepatuhan dalam pemenuhan ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam hal pengguna jasa kepabeanan dalam rangka pemenuhan kewajiban kepabeanan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kepabeanan, maka diatur pengenaan sanksi administrasi bagi mereka yang melakukan pelanggaran tersebut.
Sanksi administrasi ditujukan untuk memulihkan hak negara dan untuk menjamin ditaatinya aturan yang secara tegas telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang, dengan demikian sanksi administrasi tersebut harus merupakan sarana fiskal yang dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Karena sanksi administrasi merupakan kewajiban yang dapat memberatkan mereka yang terkena, maka penerapannya harus memenuhi kriteria yang transparan agar dapat dicegah terjadinya ketidakpastian dalam menetapkan sanksi dimaksud. Untuk kepraktisan penyelenggaraannya, kewenangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk menetapkan sanksi administrasi dapat dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pabean atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Sanksi administrasi berupa denda dikenakan hanya terhadap pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang. Kepabeanan dan Cukai. Sanksi administrasi berupa denda besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu; nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum; persentase tertentu dari bea masuk yang seharusnya dibayar; persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari, kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar; atau persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
Di bidang Cukai
Dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai terdapat beberapa perubahan materi sanksi administrasi berupa denda. Sebagai dampaknya, perlu perubahan dengan mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Cukai yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Substansi pokok perubahan dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain berupa pemberatan atas sanksi administrasi berupa denda dalam rangka lebih memberikan efek jera dan adanya beberapa substansi sanksi administrasi berupa denda baru. Dalam rangka memudahkan pelaksanaan pengenaan sanksi administrasi berupa denda di lapangan, dilakukan juga perubahan terhadap sistematika penyusunannya. Dalam Peraturan Pemerintah ini, tingkat pelanggaran diterapkan untuk pelanggaran dalam pasal yang sama. Sehingga apabila orang melanggar masing-masing satu kali untuk pelanggaran yang berbeda tidak dihitung melakukan 2 (dua) kali pelanggaran. Penentuan jumlah pelanggaran yang berpengaruh terhadap pengenaan sanksi administrasi berupa denda dilakukan berdasarkan jumlah kegiatan pengawasan, pemeriksaan, atau audit cukai yang menghasilkan adanya temuan pelanggaran. Misalnya, dalam satu surat penugasan pengawasan, pemeriksaan, atau audit cukai ditemukan satu atau beberapa kali pelanggaran, maka dihitung hanya satu kali pelanggaran untuk masing-masing pasal yang dilanggar.
Pasal 68 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai; Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 26 tahun 2009 tanggal 3 Maret 2009 tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang Cukai
Sanksi administrasi berupa denda dikenakan hanya terhadap pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang. Sanksi administrasi berupa denda besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu; kelipatan tertentu dari nilai cukai; persentase tertentu dari nilai cukai; nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum; atau kelipatan minimum sampai dengan maksimum dari nilai cukai. Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang. Ketentuan berlaku untuk Pasal 16 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 16B, dan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang. Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang diatur dalam Pasal 16 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 16B, dan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang sudah pasti, sehingga dapat langsung diterapkan sesuai ketentuan tersebut apabila terjadi pelanggaran. Contoh : Berdasarkan Pasal 16 ayat (4) Undang-Undang, apabila Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, atau Penyalur yang wajib memiliki izin yang tidak menyelenggarakan pembukuan, maka terhadap yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang dinyatakan dalam kelipatan tertentu dari nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b diperoleh dari hasil perkalian kelipatan tertentu dengan nilai cukai dari barang kena cukai yang tidak diberitahukan; atau perkalian kelipatan tertentu dengan nilai cukai dari barang kena cukai yang dikeluarkan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku untuk Pasal 16 ayat (6) Undang-Undang dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku untuk Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang. Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang diatur dalam Pasal 16 ayat (6) dan Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang sudah pasti, sehingga dapat langsung diterapkan sesuai ketentuan tersebut apabila terjadi pelanggaran. Contoh: Berdasarkan Pasal 16 ayat (6) Undang-Undang, apabila Pengusaha Pabrik tidak memberitahukan barang kena cukai yang selesai dibuat, maka yang bersangkutan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang tidak diberitahukan.
Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu dari nilai cukai dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c diperoleh dari hasil perkalian persentase tertentu dengan nilai cukai yang terutang. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Pasal 7A ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang. Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang diatur dalam Pasal 7A ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang sudah pasti, sehingga dapat langsung diterapkan sesuai ketentuan tersebut apabila terjadi pelanggaran. Contoh: Berdasarkan Pasal 7A ayat (8) Undang-Undang, apabila Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang mendapat penundaan pembayaran cukai tidak membayar cukai sampai dengan jangka waktu penundaan berakhir, maka terhadap yang bersangkutan selain wajib membayar nilai cukai yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang. Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang dinyatakan dalam nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d, dilaksanakan berdasarkan berapa kali pelanggaran dilakukan. Pasal 14 ayat (7), Pasal 25 ayat (4a), Pasal 6 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 31 ayat (3), Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (2), dan Pasal 37 ayat (4) Undang-Undang.
Penetapan Besarnya Denda
Di bidang Kepabeanan
Besarnya denda yang dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Cukai. Ketentuan berlaku untuk Pasal 10A ayat (8), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) Undang-Undang. Besarnya denda yang dinyatakan dalam nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum ditetapkan secara berjenjang dengan ketentuan apabila dalam 6 (enam) bulan terakhir terjadi 1 (satu) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 1 (satu) kali denda minimum; 2 (dua) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 2 (dua) kali denda minimum; 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 5 (lima) kali denda minimum; 5 (lima) sampai 6 (enam) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 7 (tujuh) kali denda minimum; lebih dari 6 (enam) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 1 (satu) kali denda maksimum. Ketentuan Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (2) dan ayat (3), Pasal 8C ayat (3) dan ayat (4), Pasal 9A ayat (3), dan Pasal 10A ayat (3) dan ayat (4).
Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu dari bea masuk yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c diperoleh dari hasil perkalian persentase tertentu dengan bea masuk yang seharusnya dibayar. Ketentuan Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5) dan ayat (6), Pasal 43 ayat (3), dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang. Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar dengan bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar, 100% (seratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar; di atas 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar; di atas 50% (lima puluh persen) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 400% (empat ratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar; di atas 75% (tujuh puluh lima persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 700% (tujuh ratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar; atau di atas 100% (seratus persen) dari bea masuk atau bea keluar yang telah dibayar, dikenai denda sebesar 1000% (seribu persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar. Ketentuan Pasal 16 ayat (4), Pasal 17 ayat (4), Pasal 82 ayat (5) dan ayat (6), dan Pasal 86A Undang-Undang.
Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase minimum sampai dengan maksimum dari bea masuk yang seharusnya dibayar ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalahgunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk sampai dengan 20% (dua puluh persen), dikenai denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar; di atas 20% (dua puluh persen) sampai dengan 40% (empat puluh persen), dikenai denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar; di atas 40% (empat puluh persen) sampai dengan 60% (enam puluh persen), dikenai denda sebesar 300% (tiga ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar; di atas 60% (enam puluh persen) sampai dengan 80% (delapan puluh persen), dikenai denda sebesar 400% (empat ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar; atau di atas 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen), dikenai denda sebesar 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. Ketentuan berlaku untuk Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang. Terhadap pelanggaran yang dikenai sanksi administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari bea masuk, dalam hal tarif atau tarif akhir bea masuk atas barang yang berkaitan dengan pelanggaran tersebut besarnya 0% (nol persen), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Terhadap pelanggaran yang ditemukan berdasarkan hasil audit yang dikenai denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (8), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang, dikenai denda 1 (satu) kali.
Pengenaan denda minimum sampai dengan maksimum menganut asas proporsionalitas, yaitu bahwa besar kecilnya denda yang dikenai dipengaruhi oleh berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh si pelanggar Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, ditetapkan dalam bentuk surat penetapan. Dasar hukum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tanggal 11 April 2008 Tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Di Bidang Kepabeanan.
Di bidang Cukai
Setiap orang yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut apabila pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); apabila pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); apabila pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5 (lima) kali Rp20.000.000, 00 (dua puluh juta rupiah); apabila pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 7 (tujuh) kali Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah);atau apabila pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih,dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000, 00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4a) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir: pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) Undang- Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir: pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5 (lima) kali Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 7 (tujuh) kali Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Setiap orang yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir: pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5 (lima) kali Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang,pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5 (lima) kali Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 7 (tujuh) kali Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Setiap orang yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir: pelanggaran pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5 (lima) kali Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); .pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 7 (tujuh) kali Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, Penyalur, Pengusaha Tempat Penjualan Eceran, atau pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) Undang- Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan kedua kali,dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5 (lima) kali Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 7 (tujuh) kali Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Setiap orang atau pengangkut yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 (tiga) kali Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 5 (lima) kali Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 7 (tujuh) kali Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah); atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Menghitung Besarnya Denda
Di bidang Kepabeanan
Ketentuan tentang cara penetapan denda atas pelanggaran Undang- Undang yang dikenai sanksi administrasi dalam bentuk denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah, contohnya: Pada tanggal 15 Juli, pengangkut barang impor melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A ayat (2) Undang- Undang, yaitu jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, sehingga berdasarkan Undang-Undang dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Untuk mengenakan sanksi administrasi berupa denda terhadap pengangkut tersebut di atas terlebih dahulu harus dilihat jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut tersebut dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir dihitung sejak tanggal terjadinya pelanggaran terakhir di satu Kantor Pabean tempat dilakukan pemenuhan kewajiban pabean. Dalam kasus ini, kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir adalah waktu antara 16 Januari sampai dengan 15 Juli. Apabila dalam kurun waktu tersebut, pengangkut misalnya melakukan 3 (tiga) kali pelanggaran, maka dikenai denda 5 (lima) kali dari denda minimum, yaitu sebesar Rp 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah).
Dalam pelaksanaan pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran terhadap Pasal 10D ayat (5) dan ayat (6) Undang-Undang, yaitu impor sementara yang mendapat keringanan bea masuk, maka besarnya denda dihitung berdasarkan bea masuk yang seharusnya dibayar atas barang yang disalahgunakan,
contohnya: Dalam pemberitahuan pabean atas impor barang, tarif bea masuk sebesar 10% (sepuluh persen) dan nilai pabean sebesar Rp l0.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Atas barang tersebut mendapat keringanan bea masuk dalam rangka impor sementara sehingga harus membayar bea masuk 2% (dua persen) perbulan dari bea masuk yang seharusnya dibayar, dengan jangka waktu impor sementara 1 (satu) tahun (dua belas bulan). Importir melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10D ayat (5) Undang-Undang, yaitu terlambat mengekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu yang diizinkan, sehingga dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100 % (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. Atas importasi tersebut importir dikenai pembayaran bea masuk per bulan sebesar 2% x Rp 1.000.000,00 = Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah), sehingga dalam 1 (satu) tahun importir membayar Rp 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) x 12 = Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah). Bea masuk yang seharusnya dibayar apabila importir tidak mendapat keringanan bea masuk adalah Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), sehingga atas pelanggaran terhadap impor sementara tersebut dikenai denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar yaitu sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Ketentuan tentang cara penetapan denda atas pelanggaran Undang- Undang yang dikenai sanksi administrasi dalam bentuk denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar, contohnya: Dalam pemberitahuan pabean atas impor barang, importir membayar bea masuk atas barang yang diimpornya sebesar Rp l.000.000,00 (satu juta rupiah) berdasarkan tarif bea masuk sebesar 10% (sepuluh persen) dan nilai pabean atas barang impor tersebut sebesar Rp l0.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Dari hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai ternyata nilai transaksi dari barang bersangkutan adalah sebesar Rp 12.500.000,00 (dua belas juta lima ratus ribu rupiah) sehingga bea masuk yang seharusnya dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga importir kurang membayar bea masuk sebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) atau sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang telah dibayar atau Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dibagi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (4) Undang- Undang, atas kesalahan memberitahukan nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk importir dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar. Dalam kasus di atas kekurangan pembayaran bea masuk adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang telah dibayar sehingga sanksi administrasi berupa denda yang dikenai terhadap importir adalah l00% (seratus persen) dari kekurangan pembayaran bea masuk yaitu sebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Yang dimaksud dengan "Bea Masuk Yang Seharusnya Dibayar" (BMSDB) adalah jumlah bea masuk yang dibebaskan atau diberikan keringanan. Contoh : Dalam pemberitahuan pabean atas impor barang, importir mengimpor 15 (lima belas) unit barang "Z" dengan harga CIF USD 20,00 per unit. Terhadap barang "Z" tersebut dikenai bea masuk sebesar 15% (lima belas persen). Importir mengajukan permohonan keringanan bea masuk dan mendapatkan keringanan bea masuk sehingga tarif akhir menjadi 5% (lima persen). Dari hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai ternyata importir memperjualbelikan 5 (lima) unit barang "Z" tersebut. Pada saat importasi, nilai dasar perhitungan bea masuk (NDPBM) USD 1,00 = Rp 10.000,00. Adapun perhitungan sanksi administrasi berupa denda adalah sebagai berikut : Impor 15 unit @ CIF USD 20,00 = CIF USD 300,00 NDPBM USD 1,00 = Rp 10.000,00. Nilai pabean = 15 x USD 20,00 x Rp 10.000,00 = Rp 3.000.000,00 BM tanpa fasilitas = 15% x Rp 3.000.000,00 = Rp 450.000,00 BM mendapat fasilitas keringanan menjadi 5% = 5% x Rp 3.000.000,00=Rp 150.000,00 Total BM yang mendapat fasilitas keringanan BM=Rp 450.000,00 – Rp 150.000,00 = Rp 300.000,00 Terjadi penyalahgunaan 5 unit @ CIF USD 20,00 = CIF USD 100 =Rp1.000.000,00 BM tanpa fasilitas =15% x Rp 1.000.000,00 = Rp 150.000,00 BM mendapat fasilitas keringanan menjadi 5% = 5% x Rp 1.000.000,00 = Rp 50.000,00 Total BM yang mendapat fasilitas keringanan BM = Rp 150.000,00 – Rp 50.000,00 = Rp 100.000,00
Perhitungan Interval Denda (PID) :
BM fasilitas yang disalahgunakan x 100% = X Total BM yang mendapat fasilitas
PID = 100.000 x 100% = 33,33%
300.000
Perhitungan denda :
PID berada pada kisaran di atas 20% s.d. 40% sehingga dikenai denda sebesar 200% dari BMSDB.
Denda = 200% x BMSDB = 200% x Rp 100.000,00 = Rp 200.000,00
Jadi importir dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 200.000,00. (dua ratus ribu rupiah)
Terhadap pelanggaran yang timbul akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam Undang-Undang dapat dikenai sanksi administrasi berupa denda. Dalam hal denda yang dasar perhitungannya adalah persentase kekurangan bea masuk, ternyata bea masuk atas barang yang dilakukan pelanggaran tersebut tarif atau tarif akhirnya 0% (nol persen), maka sanksi yang dijatuhkan tidak lagi bersifat proporsional, tetapi didasarkan pada satuan jumlah dalam rupiah yaitu sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Kekurangan bayar yang mengakibatkan denda terhadap barang yang pembebanannya 0% (nol persen) hanya dikenai 1 (satu) kali untuk 1 (satu) pemberitahuan pabean atas impor barang, sepanjang pada pemberitahuan pabean atas impor barang tersebut tidak ada barang impor lain yang harus dikenai denda. Dalam hal pada pemberitahuan pabean atas impor barang tersebut ada barang impor lain yang harus dikenai denda, maka besarnya denda dihitung berdasarkan denda untuk barang impor lainnya tersebut.
Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (8), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang, yang ditemukan pada saat audit, dikenai denda 1 (satu) kali pada saat ditemukan pelanggaran, misalnya dalam 1 (satu) kali audit ditemukan lebih dari 1 (satu) kali pelanggaran yang sama, maka sanksi yang dikenai dihitung sebagai 1 (satu) pelanggaran. Pengenaan sanksi administrasi harus ditetapkan dengan surat penetapan untuk memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang dikenai sanksi administrasi, agar yang bersangkutan mengetahui secara jelas ketentuan yang dilanggarnya. Apabila yang bersangkutan keberatan atas pengenaan sanksi administrasi dimaksud, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang.
Di bidang Cukai
Besarnya sanksi administrasi berupa denda yang dinyatakan dalam kelipatan minimum sampai dengan maksimum dari nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e, dilaksanakan berdasarkan berapa kali pelanggaran dilakukan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (3), Pasal 27 ayat (3), Pasal 29 ayat (2a), dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, atau setiap orang yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; -pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 6 (enam) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 8 (delapan) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir Barang Kena Cukai, atau setiap orang yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan ketiga kali dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 6 (enam) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 8 (delapan) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2(dua) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang kedapatan kurang atau lebih; pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang kedapatan kurang atau lebih; pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 6 (enam) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang kedapatan kurang atau lebih; pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 8 (delapan) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang kedapatan kurang atau lebih; atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari barang kena cukai yang kedapatan kurang atau lebih.
Setiap orang yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 6 (enam) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 8 (delapan) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar; atau pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2a) Undang-Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut apabila pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi; apabila pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi; apabila pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 6 (enam) kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi; apabila pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 8 (delapan) kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi; atau apabila pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi. Pengusaha Pabrik, Importir Barang Kena Cukai, Penyalur, atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran, yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang melakukan pelanggaran dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) Undang- Undang, pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan dengan ketentuan apabila dalam 5 (lima) tahun terakhir pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai; pelanggaran dilakukan ketiga kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 6 (enam) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai; pelanggaran dilakukan keempat kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 8 (delapan) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai; atau; pelanggaran dilakukan kelima kali atau lebih, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10 (sepuluh) kali nilai cukai dari pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang didapati telah dipakai. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda ditetapkan oleh pejabat bea dan cukai dalam bentuk surat tagihan. Surat tagihan sekurang-kurangnya memuat identitas yang dikenai sanksi, pelanggaran yang dilakukan, besarnya sanksi administrasi berupa denda, dan tanggal jatuh tempo pembayaran.
Keberatadan Atas Penetapan Denda
Di bidang Kepabeanan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 51/PMK.04/2008 tanggal 11 April 2008 Tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, Dan Sanksi Administrasi, Serta Penetapan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Atau Pejabat Bea dan Cukai. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara. Penetapan Tarif dan/ atau Nilai Pabean. Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif atas barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor. Penetapan dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor. Apabila dalam jangka waktu tidak ada penetapan, tarif yang diberitahukan diterima. Apabila penetapan mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, tanpa dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan nilai pabean atas barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor. Penetapan dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor. Apabila dalam jangka waktu tidak ada penetapan, nilai pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dianggap diterima. Apabila penetapan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar. Untuk kepentingan penetapan tarif dan/atau nilai pabean pejabat bea dan cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik atas barang impor setelah pemberitahuan pabean impor disampaikan.
Dalam hal hasil pemeriksaan fisik terdapat perbedaan jenis dan/atau jumlah barang dengan pemberitahuan pabean impor, pejabat bea dan cukai melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik. Dalam hal penetapan tarif dan/atau nilai pabean sebagai akibat perbedaan jenis dan/atau jumlah barang yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk, dan pajak dalam rangka impor, serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar. Penetapan tarif penetapan nilai pabean, dan penetapan tarif dan/ atau nilai pabean, dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP). SPTNP berfungsi sebagai penetapan pejabat bea dan cukai; pemberitahuan; dan penagihan kepada importir. Pejabat bea dan cukai dapat menetapkan tarif dan/atau nilai pabean selain Penetapan dilakukan dalam melaksanakan ketentuan Pasal 8A ayat (2), Pasal 10A ayat (3), Pasal 43 ayat (3), dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan. Penetapan dituangkan dalam Surat Penetapan Pabean (SPP). SPP berfungsi sebagai: penetapan pejabat bea dan cukai; pemberitahuan; dan penagihan kepada orang.
Pejabat bea dan cukai menetapkan kewajiban membayar bea masuk, dan pajak dalam rangka impor, serta pengenaan sanksi administrasi berupa denda, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan. Penetapan dituangkan dalam SPP . Pejabat bea dan cukai menetapkan pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran yang hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi sesuai ketentuan Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), Pasal 10A ayat (8), Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5), Pasal 10D ayat (6), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 82 ayat (6), Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan. Penetapan dituangkan dalam Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). SPSA berfungsi sebagai:penetapan pejabat bea dan cukai; pemberitahuan; dan penagihan kepada orang.
Keberatan atas Penetapan Pejabat Bea dan Cukai Pasal 9 Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), dan Pasal 8 ayat (1), dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal. Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan/atau nilai pabean dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor. Penetapan kembali dilakukan apabila hasil dari penelitian ulang berbeda dengan. Dalam hal penetapan kembali mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagai akibat dari kesalahan nilai transaksi yang diberitahukan, selain wajib membayar kekurangan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, orang yang dikenai penetapan kembali dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar. Penetapan kembali dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP). SPKTNP berfungsi sebagai penetapan Direktur Jenderal; pemberitahuan; dan penagihan kepada importir.
Direktur Jenderal dapat menetapkan selain penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam melaksanakan ketentuan Pasal 8A ayat (2), Pasal 10A ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 45 ayat (4), Pasal 25 ayat (4), dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan; Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), Pasal 10A ayat (8), Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5), Pasal 10D ayat (6), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 82 ayat (6), Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan. Atas penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang wajib melunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor, dan/ atau sanksi administrasi berupa denda.
Atas penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal. Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berfungsi sebagai penetapan Direktur Jenderal; pemberitahuan; dan penagihan kepada orang. Atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktur Jenderal memutuskan keberatan tersebut dengan menerbitkan surat keputusan. Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), dan Pasal 12, dapat mengajukan banding hanya kepada pengadilan pajak. Surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (2) disampaikan kepada orang yang bersangkutan melalui media elektronik bagi kantor pabean yang menggunakan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) pada tanggal penetapan; atau PT Pos Indonesia, jasa pengiriman lainnya, atau media lainnya, bagi kantor pabean yang tidak memiliki sarana media elektronik dan/atau dalam hal pengiriman surat penetapan melalui media elektronik tidak memungkinkan, paling lama pada hari kerja berikutnya sejak tanggal penerbitan surat penetapan.
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dan Pasal 11 ayat (4) dikirimkan kepada orang dan kepala kantor pabean paling lama pada hari kerja berikutnya sejak tanggal keputusan. Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dikirimkan kepada orang yang mengajukan keberatan dan kepala kantor pabean paling lama pada hari kerja berikutnya sejak tanggal keputusan. Surat penetapan yang disampaikan melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan alat bukti yang sah. Kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/ atau sanksi administrasi berupa denda yang tercantum dalam surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 8 ayat (2) wajib dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan. Kewajiban pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/ atau sanksi administrasi berupa denda dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4), dan Pasal 12, wajib dibayar paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal keputusan.
Apabila orang yang berutang sebagaimana tercantum dalam surat penetapan atau surat keputusan tidak melunasi kewajibannya dalam jangka waktu 7(tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan tidak mengajukan keberatan atau tidak mengajukan banding, kepala kantor pabean menerbitkan surat teguran. Apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang yang berutang belum melunasi kewajibannya, kepala kantor pabean pada hari kerja berikutnya harus menerbitkan surat paksa untuk penagihan piutang bea masuk, cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan/ atau bunga kepada orang yang berutang; dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor berupa Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Pasal 22, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah orang yang berutang.
Di bidang Cukai
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P- 28/BC/2009 Tanggal 27 Mei 2009 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Cukai. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/PMK.04/2008 tentang Keberatan di Bidang Cukai, Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengatur lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan, pencairan jaminan, proses penyelesaian keberatan, dan format keputusan keberatan; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); Surat tagihan adalah surat berupa ketetapan yang digunakan untuk melakukan tagihan utang cukai, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga. Orang dapat mengajukan keberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai, yang jenisnya meliputi penetapan yang mengakibatkan kekurangan cukai; dan/atau penetapan yang mengakibatkan pengenaan sanksi administrasi berupa denda.
Penetapan berupa surat tagihan. Penyelesaian keberatan dilakukan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Dalam hal pabrik, tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, tempat penjualan eceran, atau setiap orang berada di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai, penyelesaian keberatan dilakukan di KPU Bea dan Cukai. Direktur Jenderal memberi wewenang kepada Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai (PPKC) untuk menandatangani keputusan keberatan yang penyelesaian keberatannya dilakukan di Kantor Pusat DJBC; Kepala KPU Bea dan Cukai untuk menandatangani keputusan keberatan yang penyelesaian keberatannya dilakukan di KPU Bea dan Cukai dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) di lingkungan DJBC untuk menandatangani keputusan penolakan atas keberatan yang diajukan melewati jangka waktu yang ditetapkan.
Pengajuan Keberatan, Orang dapat mengajukan permintaan penjelasan secara tertulis kepada kepala kantor mengenai penetapan dimaksud dalam Pasal 2 paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal penetapan. Permintaan penjelasan secara tertulis dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini. Berdasarkan permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala kantor memberikan penjelasan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar dikeluarkannya penetapan disertai penjelasan singkat tentang tata cara pengajuan keberatan, paling lama 7 (tujuh) hari sejak permintaan penjelasan diterima. Jangka waktu termasuk dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari pengajuan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal.
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, dan setiap orang yang berkeberatan atas surat tagihan dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui kepala kantor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan dan harus menyerahkan jaminan. Terhadap penyerahan jaminan yang dilakukan, kepala kantor menerbitkan Bukti Penerimaan Jaminan menggunakan contoh format. Dalam hal hari ke-30 jatuh pada hari libur atau yang diliburkan atau bukan hari kerja, batas akhir pengajuan permohonan adalah pada hari kerja sebelumnya. Permohonan sesuai dengan contoh format disertai dengan lampiran berupa Bukti Penerimaan Jaminan sebesar cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang harus dibayar; dan fotokopi surat tagihan berupa STCK-1. Permohonan harus memuat alasan dan bukti yang jelas, yaitu jenis keberatan (kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda) dengan melampirkan dokumen cukai bersangkutan; argumentasi atau alasan pengajuan keberatan; dan data dan bukti lain untuk mendukung pengajuan keberatan. Dalam hal keberatan berkaitan dengan lebih dari satu jenis penetapan, maka berkas lampiran permohonan dibuat dan dilengkapi untuk masing-masing jenis penetapan tersebut dan masing-masing diajukan dalam satu permohonan keberatan. Permohonan yang diterima secara lengkap oleh kantor, diberi cap atau stempel kantor bersangkutan pada setiap lembar dokumen keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari permohonan tidak diajukan kepada kepala kantor, hak yang bersangkutan menjadi gugur dan penetapan pejabat bea dan cukai dianggap disetujui. Dalam hal permohonan diajukan melewati jangka waktu 30 (tiga puluh) hari permohonan yang bersangkutan ditolak dan kepala kantor atas nama Direktur Jenderal menerbitkan keputusan penolakan sesuai dengan contoh format.
Banding Atas Penetapan Keputusan Keberatan Atas Penetapan Denda
Kepala KPPBC meneruskan permohonan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur PPKC, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap menggunakan surat.. Terhadap permohonan keberatan yang diteruskan oleh kepala KPPBC dilengkapi dengan risalah penetapan pejabat bea dan cukai; fotokopi Bukti Penerimaan Jaminan; fotokopi dokumen cukai terkait yang berasal dari dokumen resmi kantor bersangkutan; atau data lain yang diserahkan oleh pihak yang mengajukan permohonan. Dikecualikan dari ketentuan meneruskan permohonan atas permohonan keberatan yang penyelesaiannya dilakukan di KPU Bea dan Cukai. Terhadap permohonan keberatan yang diteruskan oleh kepala KPPBC disertai tembusan tanpa lampiran kepada Direktur Cukai; Kepala Kantor Wilayah setempat; dan Pihak yang mengajukan permohonan.
Direktur PPKC atau kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan secara lengkap. Dalam rangka penelitian terhadap pengajuan keberatan, berlaku ketentuan Orang yang mengajukan keberatan dapat menyampaikan tambahan alasan, penjelasan, atau bukti dan atau data pendukung secara tertulis kepada Direktur PPKC atau kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal sepanjang belum ditetapkan keputusan atas keberatan; dan/atau Direktur PPKC atau Kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal dapat meminta bukti dan/atau data lain yang diperlukan untuk memutuskan permohonan kepada pihak yang mengajukan keberatan atau pihak lain yang terkait. Dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak berkas permohonan diterima secara lengkap, bukti dan/atau data belum dipenuhi oleh pihak yang mengajukan permohonan atau pihak lain yang terkait, permohonan diputuskan berdasarkan data yang ada.
Keputusan Direktur Jenderal ditandatangani oleh Direktur PPKC atas nama Direktur Jenderal, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC; atau Kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai. Keputusan Direktur Jenderal sesuai dengan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal. Keputusan Direktur Jenderal dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian; atau menolak. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap dikabulkan. Dalam hal permohonan dianggap dikabulkan surat Keputusan Direktur Jenderal dikeluarkan paling lama 3 (tiga) hari sejak permohonan dianggap dikabulkan. Apabila keberatan dikabulkan seluruhnya atau dianggap dikabulkan, jaminan wajib dikembalikan kepada yang bersangkutan. Dalam hal keberatan dikabulkan sebagian jaminan wajib dikembalikan setelah yang bersangkutan membayar sebagian dari surat tagihan yang keberatannya ditolak. Apabila keberatan ditolak jaminan dicairkan untuk membayar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan dalam surat tagihan.
Keputusan Direktur Jenderal ditujukan kepada pihak yang mengajukan permohonan dengan ketentuan sebagai berikut dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC, tembusan ditujukan kepada Direktur Jenderal; Direktur Cukai; Kepala Kantor Wilayah; dan Kepala KPPBC. dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai, tembusan ditujukan kepada Direktur Jenderal; Direktur PPKC; dan Direktur Cukai. Pengiriman surat Keputusan Direktur Jenderal berikut tembusannya dilakukan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai u.p. Kepala Bagian Umum, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC, dengan klasifikasi surat segera; atau Kepala KPU Bea dan Cukai u.p. Kepala Bagian Umum, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai, dengan klasifikasi surat segera. Bukti pengiriman surat Keputusan Direktur Jenderal disampaikan kepada Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat PPKC, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC; atau Kepala Subbagian Tata Usaha KPU Bea dan Cukai, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai, untuk di administrasikan dan keperluan pembuktian apabila pihak yang mengajukan permohonan mengajukan banding. Untuk menjamin haknya, pihak yang mengajukan permohonan dapat menanyakan secara tertulis kepada Direktur PPKC, dalam hal permohonan diteruskan ke Kantor Pusat DJBC; atau Kepala KPU Bea dan Cukai, dalam hal permohonan ditindaklanjuti di KPU Bea dan Cukai, apabila sampai dengan 70 (tujuh puluh) hari sejak berkas permohonan diterima secara lengkap oleh kepala kantor, Keputusan Direktur Jenderal belum diterima.
Direktur PPKC atau Kepala KPU Bea dan Cukai menyampaikan penjelasan tertulis tentang penyelesaian permohonan yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut dalam hal surat Keputusan Direktur Jenderal telah dikirimkan, penjelasan tertulis disertai fotokopi Keputusan Direktur Jenderal dan bukti pengirimannya; dalam hal belum ada Keputusan Direktur Jenderal, penjelasan tertulis menyebutkan bahwa permohonan belum diputuskan dan permohonan pihak yang bersangkutan dianggap dikabulkan serta jaminan dapat ditarik kembali, namun keputusan tersebut bukan merupakan penetapan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk permasalahan selanjutnya. Atas penjelasan tertulis yang disampaikan Direktur PPKC dibuat tembusan kepada Kepala KPPBC. Atas penjelasan tertulis yang disampaikan Kepala KPU Bea dan Cukai Kepala KPU Bea dan Cukai memerintahkan Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan untuk menindaklanjuti.
Dalam hal permohonan dikabulkan seluruhnya, Kepala KPPBC atau Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan KPU Bea dan Cukai memberitahukan kepada pihak yang mengajukan permohonan bahwa penetapan dibatalkan dan yang bersangkutan dapat menarik kembali jaminan. Dalam hal permohonan dikabulkan sebagian, Kepala KPPBC atau Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan KPU Bea dan Cukai memberitahukan kepada pihak yang mengajukan permohonan bahwa penetapan dibatalkan untuk selanjutnya diterbitkan penetapan yang baru sesuai keputusan atas permohonan keberatan yang dikabulkan sebagian dan yang bersangkutan dapat mengambil kembali jaminan setelah melunasi tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang keberatannya ditolak. Dalam hal permohonan ditolak, berlaku ketentuan sebagai berikut Kepala KPPBC memberikan penegasan kepada pihak yang mengajukan permohonan mengenai penolakan tersebut serta mencairkan dan/atau mendefinitifkan jaminan menjadi penerimaan negara, yang selanjutnya mengirimkan fotokopi bukti pencairan atau pendefinitifan jaminan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur PPKC; atau Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan KPU Bea dan Cukai memberikan penegasan kepada pihak yang mengajukan permohonan mengenai penolakan tersebut serta mencairkan dan/atau mendefinitifkan jaminan menjadi penerimaan negara, yang selanjutnya menyimpan bukti pencairan atau pendefinitifan jaminan. Penegasan dikirimkan kepada pihak yang mengajukan permohonan dengan ketentuan sebagai berikut dalam hal Kepala KPPBC yang mengirim disertai tembusan kepada Direktur Jenderal; Direktur PPKC; Direktur Cukai; dan Kepala Kantor Wilayah; dalam hal Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan KPU Bea dan Cukai yang mengirim disertai tembusan kepada Direktur Jenderal; Direktur PPKC; dan Direktur Cukai.
Pencairan jaminan bank atau excise bond dalam hal keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian dilakukan dengan menggunakan Surat Pencairan Jaminan (SPJ). Tata cara pencairan jaminan bank atau excise bond.. Dalam hal permohonan yang belum ada Keputusan Direktur Kepala KPPBC atau Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan KPU Bea dan Cukai mengembalikan jaminan kepada pihak yang mengajukan permohonan; dan melaporkan secara tertulis mengenai pengembalian jaminan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur PPKC atau Kepala KPU Bea dan Cukai. Pihak yang berkeberatan terhadap Keputusan Direktur Jenderal dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal keputusan
Keberatan diajukan kepada Direktur Jenderal melalui kepala kantor yang menerbitkan surat tagihan. Direktur Jenderal memberi wewenang kepada Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai (PPKC) untuk dan atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai membuat dan menandatangani keputusan keberatan, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan pejabat bea dan cukai yang disebabkan adanya Laporan Hasil Audit; Kepala Kantor Wilayah untuk dan atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai membuat dan menandatangani keputusan keberatan, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan pejabat bea dan cukai selain yang disebabkan adanya Laporan Hasil Audit; Kepala Kantor Pelayanan Utama (Kepala KPU) Bea dan Cukai untuk dan atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai membuat dan menandatangani keputusan keberatan, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan pejabat bea dan cukai di KPU selain yang disebabkan adanya Laporan Hasil Audit; dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (Kepala KPPBC) untuk dan atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai membuat dan menandatangani keputusan penolakan keberatan, dalam hal pengajuan keberatan melewati jangka waktu yang ditetapkan.
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, dan setiap orang yang berkeberatan atas surat tagihan dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui kepala kantor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan dan harus menyerahkan jaminan. Terhadap penyerahan jaminan yang dilakukan, kepala kantor menerbitkan Bukti Penerimaan Jaminan menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal. Jaminan dapat berbentuk jaminan tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan asuransi. Bentuk jaminan bank dan jaminan dari perusahaan asuransi menggunakan contoh format Permohonan sesuai contoh format disertai dengan lampiran berupa bukti Penerimaan Jaminan sebesar cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang harus dibayar; dan fotokopi surat tagihan berupa STCK-1. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus memuat alasan dan bukti yang jelas, yaitu jenis keberatan (kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda) dengan melampirkan dokumen cukai bersangkutan; argumentasi atau alasan pengajuan keberatan; dan data dan bukti lain untuk mendukung pengajuan keberatan. Pejabat bea dan cukai di KPU Bea dan Cukai atau KPPBC yang menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memberikan tanda terima kepada Orang yang mengajukan permohonan sesuai dengan contoh format , dalam hal permohonan keberatan telah diterima dengan lengkap.
Dalam hal keberatan berkaitan dengan lebih dari satu jenis penetapan, maka berkas lampiran permohonan dibuat dan dilengkapi untuk masing-masing jenis penetapan tersebut dan masing-masing diajukan dalam satu permohonan keberatan. Kepala KPPBC meneruskan permohonan yang telah diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja kepada Direktur Jenderal u.p Direktur PPKC, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC; atau Direktur Jenderal u.p Kepala Kantor Wilayah, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah DJBC; dengan menggunakan surat .Terhadap permohonan keberatan yang diteruskan oleh kepala KPPBC dilengkapi dengan risalah penetapan pejabat bea dan cukai; fotokopi Bukti Penerimaan Jaminan; dan fotokopi dokumen cukai terkait yang berasal dari dokumen resmi kantor bersangkutan. Kepala KPU Bea dan Cukai meneruskan permohonan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja kepada Direktur Jenderal u.p Direktur PPKC, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan pejabat bea dan cukai yang disebabkan adanya Laporan Hasil Audit, Terhadap permohonan keberatan yang diteruskan oleh kepala KPPBC disertai tembusan tanpa lampiran kepada Direktur PPKC, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah DJBC; Kepala Kantor Wilayah, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC; Direktur Cukai; dan Pihak yang mengajukan permohonan.
Terhadap permohonan keberatan yang diteruskan oleh kepala KPU Bea dan Cukai disertai tembusan tanpa lampiran kepada Direktur Cukai; dan Pihak yang mengajukan permohonan. Direktur PPKC, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan secara lengkap. Dalam rangka penelitian terhadap pengajuan keberatan, berlaku ketentuan orang yang mengajukan keberatan dapat menyampaikan tambahan alasan, penjelasan, atau bukti dan atau data pendukung secara tertulis kepada Direktur PPKC, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal sepanjang belum ditetapkan keputusan atas keberatan; dan/atau Direktur PPKC, kepala Kantor Wilayah, atau kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal dapat meminta bukti dan/atau data lain yang diperlukan untuk memutuskan permohonan kepada pihak yang mengajukan keberatan atau pihak lain yang terkait. Dalam hal jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak berkas permohonan diterima secara lengkap, bukti dan/atau data belum dipenuhi oleh pihak yang mengajukan permohonan atau pihak lain yang terkait, permohonan diputuskan berdasarkan data yang ada. Keputusan Direktur Jenderal ditandatangani oleh Direktur PPKC atas nama Direktur Jenderal, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC; Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah DJBC; atau Kepala KPU Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai. Keputusan Direktur Jenderal sesuai dengan contoh format.
Keputusan Direktur Jenderal ditujukan kepada pihak yang mengajukan permohonan dengan ketentuan dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC, tembusan ditujukan kepada Direktur Jenderal; Direktur Cukai; Kepala Kantor Wilayah; dan Kepala KPPBC. Dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah DJBC, tembusan ditujukan kepada Direktur Jenderal; Direktur PPKC; Direktur Cukai; dan Kepala KPPBC. Dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai, tembusan ditujukan kepada Direktur Jenderal; Direktur PPKC; dan Direktur Cukai. Pengiriman surat Keputusan Direktur Jenderal berikut tembusannya dilakukan oleh Sekretariat Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p Kepala Bagian Umum, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC, dengan klasifikasi surat segera; Kepala Kantor Wilayah u.p Kepala Bagian Umum, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah DJBC, dengan klasifikasi surat segera; atau Kepala KPU Bea dan Cukai u.p Kepala Bagian Umum, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai, dengan klasifikasi surat segera.
Bukti pengiriman surat Keputusan Direktur Jenderal disampaikan kepada Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat PPKC, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat DJBC; Kepala Subbagian Tata Usaha Kantor Wilayah, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah DJBC; atau Kepala Subbagian Tata Usaha KPU Bea dan Cukai, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di KPU Bea dan Cukai, untuk diadministrasikan dan keperluan pembuktian apabila pihak yang mengajukan permohonan mengajukan banding. Untuk menjamin haknya, pihak yang mengajukan permohonan dapat menanyakan secara tertulis kepada Direktur PPKC, dalam hal permohonan diteruskan ke Kantor Pusat DJBC; Kepala Kantor Wilayah, dalam hal permohonan ditindaklanjuti di Kantor Wilayah DJBC; atau Kepala KPU Bea dan Cukai, dalam hal permohonan ditindaklanjuti di KPU Bea dan Cukai, Apabila sampai dengan 70 (tujuh puluh) hari sejak berkas permohonan diterima secara lengkap oleh kepala kantor, Keputusan Direktur Jenderal belum diterima. Direktur PPKC, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPU Bea dan Cukai menyampaikan penjelasan tertulis tentang penyelesaian permohonan yang bersangkutan dengan ketentuan dalam hal surat Keputusan Direktur Jenderal telah dikirimkan, penjelasan tertulis disertai fotokopi Keputusan Direktur Jenderal dan bukti pengirimannya; dalam hal belum ada Keputusan Direktur Jenderal, penjelasan tertulis menyebutkan bahwa permohonan belum diputuskan dan permohonan pihak yang bersangkutan dianggap dikabulkan serta jaminan dapat ditarik kembali, namun keputusan tersebut bukan merupakan penetapan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk permasalahan selanjutnya. Atas penjelasan tertulis yang disampaikan Direktur PPKC atau Kepala Kantor Wilayah dibuat tembusan kepada Kepala KPPBC. Atas penjelasan tertulis yang disampaikan Kepala KPU Bea dan Cukai, Kepala KPU Bea dan Cukai memerintahkan Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan untuk menindaklanjuti. Dalam hal permohonan yang belum ada Keputusan Direktur Jenderal Kepala KPPBC atau Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan KPU Bea dan Cukai mengembalikan jaminan kepada pihak yang mengajukan permohonan; dan melaporkan secara tertulis mengenai pengembalian jaminan kepada Direktur Jenderal u.p Direktur PPKC, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala KPU Bea dan Cukai.
Badan Peradilan Pajak
Pajak memegang peran penting dan strategis dalam penerimaan negara, oleh karena itu dalam penyelesaian Sengketa Pajak diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal yang lebih ringkas. Memperbanyak jenjang pemeriksaan ulang vertikal akan mengakibatkan potensi pengulangan pemeriksaan menyeluruh. Penyelesaian Sengketa Pajak selama ini, dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Namun, dalam pelaksanaan penyelesaian Sengketa Pajak melalui BPSP masih terdapat ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Penyelesaian Sengketa Pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana. Oleh karena itu, dalam Undang-undang tentang Pengadilan Pajak ini ditentukan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Meskipun demikian, masih dimungkinkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung merupakan upaya hukum luar biasa, di samping akan mengurangi jenjang pemeriksaan, juga penilaian terhadap kedua aspek pemeriksaan yang meliputi aspek penerapan hukum dan aspek fakta-fakta yang mendasari terjadinya sengketa perpajakan, akan dilakukan sekaligus oleh Mahkamah Agung. Proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam Undang-undang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di tingkat Pengadilan Pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung. Selain itu, proses penyelesaian Sengketa Pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau tergugat, sedangkan pemohon Banding atau penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil oleh Hakim atas dasar alasan yang cukup jelas.
Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak mengharuskan Wajib Pajak untuk melunasi 50 % (lima puluh persen) kewajiban perpajakannya terlebih dahulu. Meskipun demikian proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan Pajak. Pengadilan Pajak yang diatur dalam Undang-undang ini bersifat khusus menyangkut acara penyelenggaraan persidangan sengketa perpajakan yaitu Penyelesaian sengketa perpajakan memerlukan tenaga-tenaga Hakim khusus yang mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah Sarjana Hukum atau sarjana lain. Sengketa yang diproses dalam Pengadilan Pajak khusus menyangkut sengketa perpajakan. Putusan Pengadilan Pajak memuat penetapan besarnya Pajak terutang dari Wajib Pajak, berupa hitungan secara teknis perpajakan, sehingga Wajib Pajak langsung memperoleh kepastian hukum tentang besarnya Pajak terutang yang dikenakan kepadanya. Sebagai akibatnya jenis putusan Pengadilan Pajak, di samping jenis-jenis putusan yang umum diterapkan pada peradilan umum, juga berupa mengabulkan sebagian, mengabulkan seluruhnya, atau menambah jumlah Pajak yang masih harus dibayar. Sebagai konsekuensi dari kekhususan tersebut di atas, dalam Undang-undang ini diatur hukum acara tersendiri untuk menyelenggarakan Pengadilan Pajak.
Pejabat yang berwenang adalah Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Gubernur, Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pajak adalah semua jenis Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatku keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan Banding yang diajukan oleh pemohon Banding. Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat. Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau Surat Tanggapan. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, ke putusan, atau putusan diterima secara langsung. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim adalah Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada Pengadilan Pajak. Hakim Tunggal adalah Hakim yang ditunjuk oleh Ketua untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak dengan acara cepat. Hakim Anggota adalah Hakim dalam suatku Majelis yang ditunjuk oleh Ketua untuk menjadi anggota dalam Majelis. Hakim Ketua adalah Hakim Anggota yang ditunjuk oleh Ketua untuk memimpin sidang. Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti pada Pengadilan Pajak. Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti adalah Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti Pengadilan Pajak yang melaksanakan fungsi kepaniteraan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tanggal 12 April 2002 Tentang Pengadilan Pajak, yang dimaksud dengan Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dan merupakan Badan Peradilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999. Dengan Undang-undang ini dibentuk Pengadilan Pajak yang berkedudukan di ibukota Negara. Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya dan apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain. Pada hakikatnya tempat sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya. Namun, dengan pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan Sengketa Pajak, tempat sidang dapat dilakukan di tempat lain. Hal ini sesuai dengan prinsip penyelesaian perkara yang dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Tempat sidang ditetapkan oleh Ketua.
Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan. Pembinaan tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri d ari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri dari seorang Ketua dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua. Wakil Ketua dapat lebih dari 1 (satu) didasarkan pada jumlah Sengketa Pajak yang harus diselesaikan. Apabila jumlah Sengketa Pajak sudah tidak dapat ditangani oleh seorang Wakil Ketua, diperlukan lebih dari 1 (satu) Wakil Ketua. Dalam hal Wakil Ketua lebih dari 1 (satu), tugas tiap-tiap Wakil Ketua dapat disesuaikan dengan jenis Pajak, wilayah kantor perpajakan, dan/atau jumlah Sengketa Pajak. Hakim diangkat oleh Presiden dari daftar nama calon yang diusulkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para Hakim yang diusulkan Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Ketua, Wakil Ketua dan Hakim diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim adalah pejabat negara yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman di bidang Sengketa Pajak.
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim, setiap calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut berumur paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun; .bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau terlibat organisasi terlarang; mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah sarjana hukum atau sarjana lain; berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan i. sehat jasmani dan rohani. Dalam memeriksa dan memutus perkara Sengketa Pajak tertentu yang memerlukan keahlian khusus, Ketua dapat menunjuk Hakim Ad Hoc sebagai Hakim Anggota. Untuk dapat ditunjuk sebagai Hakim Ad Hoc, seseorang harus memenuhi syarat-syarat. Larangan tidak berlaku bagi Hakim Ad Hoc. Tata cara penunjukan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Pajak diatur dengan Keputusan Menteri.
Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim harus bersumpah atau berjanji menurut agamanya atau kepercayaannya. Ketua dan Wakil Ketua mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua Mahkamah Agung. Hakim mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua. Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Ketua melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku Wakil Ketua, Hakim, dan Sekretaris/ Panitera. Pembinaan dan pengawasan tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Hakim tidak boleh merangkap menjadi pelaksana putusan Pengadilan Pajak; wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan suatku Sengketa Pajak yang akan atau sedang diperiksa olehnya; penasehat hukum; konsultan Pajak; akuntan publik; dan/atau pengusaha. Selain jabatan –jabatan lain yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung karena permintaan sendiri; sakit jasmani dan rohani terus menerus; telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; atau ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugas. Yang dimaksud dengan sakit jasmani atau rohani terus-menerus adalah sakit yang menyebabkan penderita ternyata tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung karena tenaganya dibutuhkan oleh negara untuk menjalankan tugas negara lainnya. Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim yang meninggal dunia, dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan Keputusan Presiden.
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri, setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung dengan alasan dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan; melakukan perbuatan tercela; terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya; melanggar sumpah /janji jabatan; atau melanggar larangan. Yang dimaksud dengan "dipidana" adalah dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan. Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" adalah apabila Hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar Pengadilan Pajak merendahkan martabat Hakim. Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaan" adalah semua tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan. Usul pemberhentian dengan hormat dan usul pemberhentian tidak dengan diajukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri. Hakim ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan Menteri. Majelis Kehormatan Hakim bertugas meneliti dan meminta keterangan Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim yang diusulkan untuk diberhentikan dengan hormat berdasarkan alasan diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan alasan mengusulkan pemberhentian sementara dari jabatan Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim karena diusulkan untuk diberhentikan tidak dengan hormat. Pemberhentian Sementara Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat, diberhentikan sementara oleh Presiden atas usul Menteri dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Seorang Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya diberhentikan dari statusnya sebagai pegawai negeri. Apabila terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dikeluarkan surat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud diberhentikan sementara terlebih dahulu dari jabatannya. Apabila Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud diberhentikan sementara dari jabatannya.
Apabila dalam pemeriksaan terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim yang telah ditangkap dan ditahan ternyata tidak terbukti melakukan tindak pidana, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud dikembalikan ke jabatan semula. Apabila tuntutan pidana terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim tidak terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud dikembalikan ke jabatan semula. Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dapat ditangkap dan/atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud dalam paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus sudah dilaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak dengan hormat Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim serta hak-haknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tunjangan dan ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri. Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti Sekretaris memimpin sekretariat yang mempunyai tugas pelayanan di bidang administrasi umum, dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris. Yang dimaksud dengan "administrasi umum" adalah administrasi berkenaan dengan penyelenggaraan sehari-hari perkantoran seperti kepegawaian, keuangan, peralatan, atau perlengkapan.
Sebelum memangku jabatan, Sekretaris/Wakil Sekretaris/ Sekretaris Pengganti wajib diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua menurut agama atau kepercayaannya Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti,dan pegawai Sekretariat Pengadilan Pajak adalah pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan. Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti dapat merangkap tugas -tugas kepaniteraan. Untuk dapat diangkat menjadi Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut Warga Negara Indonesia; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; sehat jasmani dan rohani; dan berijazah Sarjana Hukum atau sarjana lain dan mempunyai pengetahuan di bidang perpajakan. Kedudukan Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri. Tugas, tanggung jawab, dan susunan organisasi kesekretariatan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Tata kerja kesekretariatan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Tata Tertib persidangan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Ketua.
Pada Pengadilan Pajak ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera. Dalam melaksanakan tugasnya, Panitera Pengadilan Pajak dibantu oleh seorang Wakil Panitera dan beberapa orang Panitera Pengganti. Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan Undang-undang, Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti tidak boleh merangkap menjadi pelaksana putusan Pengadilan Pajak; wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan suatku Sengketa Pajak yang akan atau sedang diperiksa olehnya; penasehat hukum; konsultan Pajak; akuntan publik; dan/atau pengusaha. Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri. Karena Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti merangkap tugas sebagai Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti, pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti sekaligus merupakan pengangkatan dan pemberhentian Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti. Pembinaan teknis Panitera dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sebelum memangku jabatannya, Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti harus bersumpah atau berjanji menurut agama atau kepercayaannya.
Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sengketa Pajak yang menjadi objek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan pemohon Banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan. Selain itu Pengadilan Pajak dapat pula memeriksa dan memutus permohonan Banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang sepanjang peraturan perundang-undangan yang terkait yang mengatur demikian. Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Selain tugas dan wewenang tersebut, Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang- sidang Pengadilan Pajak. Pengawasan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua. Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.
Sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir pemeriksaan atas Sengketa Pajak hanya dilakukan oleh Pengadilan Pajak. Oleh karenanya putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang menyangkut kewenangan/kompetensi. Untuk keperluan pemeriksaan Sengketa Pajak, Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Biaya untuk mendatangkan pihak ketiga ditanggung oleh para pihak yang bersengketa yang mengusulkan didatangkannya pihak ketiga tersebut. Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus. Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut Warga Negara Indonesia; mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan; persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon Banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau pengampu, persyaratan tidak diperlukan. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari tanggal Keputusan diterima sampai dengan tanggal Surat Banding dikirim oleh pemohon Banding. Contoh : Keputusan yang dibanding diterima tanggal 10 Mei 2002, maka batas terakhir pengiriman Surat Banding adalah tanggal 9 Agustus 2002. Jangka waktu tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding. Pada prinsipnya jangka waktu pengajuan Banding, dimaksudkan agar pemohon Banding mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan Banding beserta alasan-alasannya. Apabila ternyata jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi oleh pemohon Banding karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur), jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan oleh Majelis atau Hakim Tunggal. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding. Dalam pengertian salinan termasuk fotokopi atau lembaran lainnya. Selain dari persyaratan dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit. Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud. Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih memenuhi syarat yang kemudian dalam jangka waktu disusul dengan surat atau dokumen sehingga Banding dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka tanggal penerimaan Surat Banding adalah tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan; putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidak dapat diajukan kembali. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat. Jangka waktu tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Dalam hal batas waktu tidak dapat dipenuhi oleh penggugat karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Majelis atau Hakim Tunggal. Perpanjangan jangka waktu dimaksud adalah selama 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktu adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.
Gugatan dapat diajukan oleh penggugat,ahli warisnya,seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat. Apabila selama proses Gugatan, penggugat meninggal dunia, Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit. Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud. Terhadap Gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan. Gugatan yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang; putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan setelah sidang atas persetujuan tergugat.
Atas Gugatan yang disampaikan kepada Pengadilan Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidak dapat diajukan kembali. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan. Selain tidak menunda atau menghalangi pelaksanaan penagihan, Gugatan tidak menunda atau menghalangi pelaksanaan kewajiban perpajakan penggugat. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan Pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak. Putusan sela dapat dikeluarkan atas pelaksanaan penagihan Pajak. Permohonan dapat diajukan sekaligus dalam Gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan penundaan dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yang digugat itu dilaksanakan. Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan. Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak, jangka waktu 14 (empat belas) hari dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.
Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dalam jangka waktu: 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau 1(satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan. Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima. Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan. Salinan Surat Bantahan dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.
Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tidak memenuhi ketentuan Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan. Pemohon Banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada Ketua untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan. Ketua menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim atau Hakim Tunggal untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, Ketua menunjuk salah seorang Hakim sebagai Hakim Ketua yang memimpin pemeriksaan Sengketa Pajak. Majelis atau Hakim Tunggal bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan hari sidang dimaksud kepada pihak yang bersengketa. Majelis/Hakim Tunggal sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Banding. Dalam hal Gugatan, Majelis/Hakim Tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Surat Gugatan. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis. Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum. Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan Banding atau Gugatan. Yang dimaksud dengan "kelengkapan" antara lain fotokopi putusan yang dibanding atau digugat, sedangkan yang dimaksud dengan kejelasan, antara lain , alasan Banding atau Gugatan. Apabila Banding atau Gugatan tidak lengkap dan/atau tidak jelas sepanjang bukan merupakan persyaratan kelengkapan dan/atau kejelasan dimaksud dapat diberikan dalam persidangan.
Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera wajib mengundurkan diri dari suatku persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang Hakim atau Panitera pada Majelis yang sama. Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera wajib mengundurkan diri dari suatku persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan pemohon Banding atau penggugat atau kuasa hukum. Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera harus diganti, dan apabila tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan susunan Majelis dan/atau Panitera yang berbeda. Dalam hal hubungan keluarga sedarah, semenda, atau hubungan suami istri diketahui sebelum melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa diputus sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya hubungan dimaksud. Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan waktu yang memadai bagi Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera untuk membela diri.
Hakim Ketua, Hakim Anggota, Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti wajib mengundurkan diri dari suatku persidangan apabila berkepentingan langsung atau tidak langsung atas satu sengketa yang ditanganinya. Yang dimaksud dengan "kepentingan langsung" adalah antara lain berkaitan dengan hubungan kepemilikan secara langsung, misalnya seorang Hakim mempunyai saham melebihi 25 % (dua puluh lima persen) dari perusahaan yang mengajukan Banding atau Gugatan. Yang dimaksud "kepentingan tidak langsung" adalah dengan mengikuti contoh di atas apabila saham itu dimiliki oleh anak dari Hakim dimaksud. Pengunduran diri dapat dilakukan atas permintaan salah satu atau pihak-pihak yang bersengketa. Ketua berwenang menetapkan pengunduran diri apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat. Hakim Ketua, Hakim Anggota, Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti harus diganti dan apabila tidak diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan susunan Majelis dan Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti yang berbeda, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun. Apabila kepentingan langsung atau kepentingan tidak langsung diketahui setelah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun, putusan tetap sah. Dalam hal kepentingan langsung atau tidak langsung diketahui sebelum melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa diputus sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kepentingan dimaksud. Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan waktu yang memadai bagi Pengadilan Pajak untuk mengambil putusan.
Hakim Ketua memanggil terbanding atau tergugat dan dapat memanggil pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan. Terbanding atau tergugat yang dipanggil oleh Hakim Ketua wajib hadir dalam persidangan. Pemohon Banding atau penggugat dapat dipanggil oleh Hakim Ketua dan apabila dipanggil yang bersangkutan wajib hadir dalam persidangan. Dalam hal pemohon Banding atau penggugat memberitahukan akan hadir dalam persidangan, Hakim Ketua memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon Banding atau penggugat. Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada pihak-pihak yang bersengketa. Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon Banding atau penggugat dalam Surat Banding atau Surat Gugatan dan dalam Surat Bantahan. Apabila Majelis memandang perlu dan dalam hal pemohon Banding atau penggugat hadir dalam persidangan, Hakim Ketua dapat meminta pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian Sengketa Pajak. Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau karena jabatan, Hakim Ketua dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan. Saksi yang diperintahkan oleh Hakim Ketua wajib datang di persidangan dan tidak diwakilkan. Dalam hal saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut dan Majelis dapat mengambil putusan tanpa mendengar keterangan saksi, Hakim Ketua melanjutkan persidangan. Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut, dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, serta Majelis tidak dapat mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, Hakim Ketua dapat meminta bantuan polisi untuk membawa saksi ke persidangan. Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangan yang diminta oleh pihak yang bersangkutan menjadi beban dari pihak yang meminta.
Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang. Saksi dipanggil ke dalam sidang, seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Hakim Ketua. Saksi yang sudah diperiksa tetap di dalam ruang sidang, kecuali atas permintaan sendiri, atau atas permintaan saksi lain, atau atas permintaan pihak yang bersengketa yang bersangkutan dapat meninggalkan ruang sidang dengan seizin Hakim Ketua. Hakim Ketua menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, derajat hubungan keluarga, dan hubungan kerja dengan pemohon Banding/penggugat atau dengan terbanding/tergugat. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya. Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi adalah Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa; Istri atau suami dari pemohon Banding atau penggugat meskipun sudah bercerai; Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun; atau Orang sakit ingatan. Apabila dipandang perlu, Hakim Ketua dapat meminta pihak untuk didengar keterangannya. Keterangan tersebut diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keyakinan Hakim yang bersangkutan, dan pihak-pihak yang diminta keterangannya tidak perlu diambil sumpah atau janji.
Pihak dapat menolak permintaan Hakim Ketua untuk memberikan keterangan. Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan dimaksud ditiadakan. Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah satu pihak disampaikan melalui Hakim Ketua. Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Hakim Ketua tidak ada kaitannya dengan sengketa, pertanyaan itu ditolak. Apabila pemohon Banding atau penggugat atau saksi tidak paham Bahasa Indonesia, Hakim Ketua menunjuk ahli alih bahasa. Sebelum melaksanakan tugas mengalihbahasakan yang dipahami oleh pemohon Banding atau penggugat atau saksi ke dalam Bahasa Indonesia dan sebaliknya, ahli alih bahasa dimaksud diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya. Orang yang menjadi saksi dalam sengketa tidak boleh ditunjuk sebagai ahli alih bahasa dalam sengketa dimaksud Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, Hakim Ketua menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon Banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa. Sebelum melaksanakan tugasnya, ahli alih bahasa diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya. Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli tetapi dapat menulis, Hakim Ketua dapat memerintahkan Panitera menuliskan pertanyaan atau teguran kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi, dan memerintahkan menyampaikan tulisan itu kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi dimaksud, agar ia menuliskan jawabannya, kemudian segala pertanyaan dan jawaban harus dibacakan.
Saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya dalam persidangan dengan dihadiri oleh terbanding atau tergugat. Apabila terbanding atau tergugat telah dipanggil secara patut, tetapi tidak dapat datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat. Dalam hal saksi yang akan didengar tidak dapat hadir di persidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, Majelis dapat datang ke tempat tinggal saksi untuk mengambil sumpah atau janji dan mendengar keterangan saksi dimaksud tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat. Yang dimaksud dengan "halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum", misalnya saksi yang sudah sangat tua, atau menderita penyakit yang tidak dimungkinkannya hadir dipersidangan. Hakim Ketua dapat menugaskan salah seorang Hakim Anggota untuk mengambil sumpah atau janji. Apabila suatku sengketa tidak dapat diselesaikan pada 1 (satu) hari persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya yang ditetapkan. Hari persidangan berikutnya diberitahukan kepada terbanding atau tergugat dan dapat diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat. Dalam hal terbanding atau tergugat tidak hadir pada persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sekalipun ia telah diberi tahu secara patut, persidangan dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau Hakim Tunggal. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap Sengketa Pajak tertentu; Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu . tidak dipenuhinya salah satu ketentuan atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak; sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak. Yang dimaksud dengan "sengketa yang bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak", misalnya Gugatan pihak ketiga terhadap pelaksanaan sita berdasarkan pengakuan hak milik atas barang yang disita. Sengketa Pajak tertentu adalah Sengketa Pajak yang Banding atau Gugatannya tidak memenuhi ketentuan. Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak dilakukan tanpa Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dan tanpa Surat Bantahan. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat. Ketentuan pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat, yaitu ketentuan mengenai pembukaan sidang, pengunduran diri dan penggantian Hakim Anggota dan Panitera, ketentuan yang berkaitan dengan saksi, kerahasiaan dan ahli alih bahasa.
Pembuktian, Alat bukti dapat berupa surat atau tulisan; keterangan ahli; keterangan para saksi; pengakuan para pihak; dan/atau pengetahuan Hakim. Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain. Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan. Keadaan yang diketahui oleh umum, misalnya derajat akte autentik lebih tinggi tingkatnya daripada akta di bawah tangan; Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor merupakan salah satu indentitas diri. Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya; akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya; surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang; surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan. Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi tidak boleh memberikan keterangan ahli. Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli. Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya. Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi. Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal. Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak. Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan. Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk diberikan jawaban. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan permohonan. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila Majelis di dalam mengambil putusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim Anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan Pajak. Pencantuman pendapat Hakim Anggota yang berbeda dalam putusan Pengadilan Pajak, dimaksudkan agar pihak-pihak yang bersengketa dapat mengetahui keadaan dan pertimbangan Hakim Anggota dalam Majelis. Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa menolak; mengabulkan sebagian atau seluruhnya; menambah Pajak yang harus dibayar; tidak dapat diterima; membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung; dan/atau membatalkan. Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam pengambilan putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut: Banding diterima tanggal 5 April 2002, putusan harus diambil selambat-lambatnya tanggal 4 April 2003.
Terhadap putusan tidak dapat lagi diajukan Gugatan, Banding, atau kasasi. Sebagai putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan lain , kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang menyangkut kewenangan/kompetensi. Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima. Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan diterima. Dalam hal-hal khusus, jangka waktu diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. Yang dimaksud dengan "dalam hal-hal khusus" antara lain pembuktian sengketa rumit, pemanggilan saksi memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam hal-hal khusus, jangka waktu diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan Pajak, tidak diputus dalam jangka waktu Pengadilan Pajak wajib mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud dilampaui. Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu, dinyatakan tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampaui; 30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampaui. Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan berupa membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima. Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima. Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak, pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan kepada peradilan yang berwenang. Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut putusan Pengadilan Pajak tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan karena itu putusan dimaksud harus diucapkan kembali dalam sidang terbuka untuk umum.
Putusan Pengadilan Pajak harus memuat kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"; nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau identitas lainnya dari pemohon Banding atau penggugat; nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat; hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan; ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan, atau Surat Bantahan, yang jelas; pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa; pokok sengketa; alasan hukum yang menjadi dasar putusan; amar putusan tentang sengketa; dan hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Yang dimaksud dengan identitas lainnya, antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Kartu Tanda Penduduk, atau Paspor. Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan menyebabkan putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan acara cepat, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun. Ringkasan tidak diperlukan dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak. Putusan Pengadilan Pajak harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera. Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal yang menyidangkan berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Ketua atau Hakim Tunggal. Apabila Hakim Anggota berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Hakim Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Anggota dimaksud.
Pada setiap pemeriksaan, Panitera harus membuat Berita Acara Sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan. Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera dan apabila salah seorang dari mereka berhalangan, alasan berhalangannya itu dinyatakan dalam Berita Acara Sidang. Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan menandatangani, Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua bersama salah seorang Panitera dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Pada dasarnya putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan kecuali putusan dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran Pajak. Misalnya, putusan Pengadilan Pajak menyebabkan Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Dalam hal ini, Kepala Kantor Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang diperlukan pembayar Pajak untuk dapat memperoleh kelebihan dimaksud.
Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.
Hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatku kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda; Apabila telah dikabulkan suatku hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut.
Apabila mengenai suatku bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau Apabila terdapat suatku putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengajuan permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pengajuan permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa; dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang telah dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997, menjadi Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang ini adalah kelanjutan dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Berdasarkan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, menjadi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada Pengadilan Pajak. Sekretaris Sidang pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menjadi Panitera pada Pengadilan Pajak .Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat menyelesaikan tugas sampai akhir masa jabatannya. Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-undang susunan organisasi, tugas, dan wewenangnya disesuaikan dengan Undang-undang.
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim harus dipilih kembali. Banding atau Gugatan yang diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan belum diputus, dalam hal tenggang waktu pengajuan Banding/Gugatannya telah berakhir sebelum berlakunya Undang- undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997; tenggang waktu pengajuan Banding/Gugatannya belum berakhir pada saat mulai berlakunya Undang-undang diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-undang. Perkara Sengketa Pajak yang diperiksa dapat diajukan peninjauan kembali berdasarkan Undang-undang ini. Pada saat Undang-undang mulai berlaku, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684) dinyatakan tidak berlaku. Undang-undang ini dinamakan Undang-undang Pengadilan Pajak.
Peraturan Terkait
Keberatan Di Bidang Cukai, Peraturan Menteri Keuangan 114/PMK.04/2008, Tanggal 15 Agustus 2008.
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai
Undang-Undang - 39 Tahun 2007, Tanggal 15 Agustus 2007
Petunjuk Pelaksanaan Pengajuan, Penerusan, Dan Penyelesaian Keberatan Kepabeanan Dan Cukai . Keputusan Dirjen Bea Dan Cukai - Kep - 64/Bc/1999, Tanggal 11 Oktober 1999 Cukai Undang-Undang - 11 Tahun 1995, Tanggal 30 Desember 1995
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4755);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/Pmk.04/2008 Tentang Keberatan Di Bidang Cukai; Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P - 36/Bc/2010 Tanggal 28 Juni 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-28/Bc/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Di Bidang Cukai