Atropin Atropin , memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik disentral maupun disaraf tepi. Kerja obat ini secara umum berlangsung secara 4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya bahkan sampai berhari – hari. 1) Kerja a) Mata : Atropin menyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingga menimbulkan midriasis ( dilatasi pupil ), mata menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya dan siklopegia ( ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan dekat ). Pada pasien dengan glaukoma, tekanan intraokular akan meninggi secara mebahayakan. b) Gastrointestinal (GI) : atropin digunakan sebagai obat antispasmodik untuk mengurangi aktifitas saluran cerna. Antropin dan skopolamin mungkin merupakan obat terkuat sebagai penghambat saluran cerna. Walaupun motilitas ( gerakan usus ) dikurangi, tetapi produksi asam hidroklorat tidak jelas dipengaruhi. Oleh karena itu, obat ini tidak efektif untuk mempercepat penyembuhan ulkus peptikum. c) Sistem kemih : atropin digunakan pula untuk mengurangi keadaan hipermotilitas kandung kemih. Obat ini kadang – kadang masih dipakai untuk kasus enuresis ( buang air seni tanpa disadari / ngompol ) di antara anak – anak, tetapi obat antikolinergik alfa mung kin jauh lebih efektif dengan efek samping yang sedikit. d) Kardiovaskuler : atropin menimbulkan efek divergen pada sistem kardiovaskuler, tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah, efek yang menonjol adalah peneurunan denyut jantung ( bradikardia ). Pangkalnya mungkin disebabkan oleh aktivasi sentral dari keluaran eferen vagal, tidak banyak data menunjukkan bahwa efek akibat dari penyekatan reseptor M 1 pada neuron hambatan sebelum sambungan, yang berarti memungkinkan peningkatan pelepasan asetilkolin. Pada dosis tinggi, reseptor jantung pada nodus SA disekat, dan denyut jantung sedikit bertambah ( takikardia ). Dosis sampai timul efek ini sedikitnya 1mg atropin, yang berarti sudah termasuk dosis tinggi dari pemberian biasanya. Tekanan darah
arterial tidak dipengaruhi tetapi pada tingkat toksik, atropin akan mendilatasi pembuluh darah dikulit. e) Sekresi : atropin menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa mulut ( serostomia ). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin. Kelenjar keringat dan kelenjar air mata juga terganggu. Hambatan sekresi pada kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh meninggi. 2) Indikasi dan kontraindikasi a) Oftalmik : pada mata, salep mata atropin menyebabkan efek midriatik dan sikloplegik dan memungkinkan untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa gangguan oleh kapasitas akomodatif mata. Atau obat adrenergik alfa yang sejenis, lebih baik untuk mendilatasi pupil bila efek siklopegik tidak diperlukan. Demikian pula pada individu berusia 40 tahun atau lebih tua dengan kemampuan untuk mengakomodasi sudah menurun, maka obat – obatan tidak begitu penting untuk refraksi yang akurat. Atropin mungkin menimbulkan suatu serangan pada individu yang menderita glaukoma sudut sempit. b) Obat antispasmodik : atropin digunakan sebagai obat antispasmodik untuk melemaskan saluran cerna dan kandung kemih. Dengan dosis umum sekitar 0.251mg sudah memperlihatkan efek obat. c) Antidotum untuk kolinergik : atropin digunakan untuk mengobati kelebihan dosis organofosfat ( yang mengandung insektisida tertentu ) dan beberapa keracunan jenis jamur ( jamur tertentu yang mengandung substansi kolinergik ). Kemampuan obat ini termasuk dalam SSP sangat penting sekali. Atropin menyekat efek asetilkolin yang berlebihan akibat dari hambatan terhadap asetilesterase oleh obat
– obatan seperti fisostigmin. d) Obat antisekretori : atropin digunakan sebagai obat antispasmodik untuk melemaskan saluran cerna dan kandung kemih. e) Saluran nafas: pada saluran nafas, obat ini dapat menurunkan sekresi lendir hidung, dan saluran napas. Berfungsi sebaagi bronkodilator. Menjadi pilihan utama untuk kasus anak-anak dan orang lanjut usia. 3) Farmakokinetik : atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme didalam hepar, dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Masa paruhnya sekitar 4 jam.
4) Efek samping : tergantung sekali pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, mata rasa berpasir ( sandy eyes ) , takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap SSP termasuk rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernafasan dan kematian. Pada individu yang lebih tua, pemakaian atropin dapat menimbulkan midriasis dan sikloplegi dan keadaan ini cukup gawat karena dapat menyebabkan serangan glaukoma berulang setelah menjalani kondisi tenang. 5) Atropine tersedia dalam bentuk atropine sulfat dalam lampul 0.25 mg dan 0.50 mg. dapat diberikan dngan cara subkutan, intramuscular, dan intravena dengan dosis 0,5- 1 mg untuk dewasa atau 0,015 mg/kbbb untuk anak-anak
Ondansentron Farmakological Properties ondansentron adalah suatu antagonis 5-HT2 yang sangat selektif menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron juga
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit saluran cerna memajang sehingga dapat terjadi konstipasi. Ondansetron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Metabolisme metabolism obat ini terjadi terutama dihati dengan menggunakan hidroksilasi dan konjugasi dengan glukoronida atau sulfat dihati. Eliminasi dan paruh waktu . pada pemberian oral, obat ini akan diabsorpsi secara cepat. Kadar maksimum tercapai setelah 11,5 jam. Obat ini dalam darah akan terikat dengan protein dengan kadar 70-76%. Dan waktu paruh akan dicapai dalam 3 jam. Penggunaan secara klinis . ondansetron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi, pengobatan kanker dengan radioterapi dan sitostatika. kontraindikasi dari obat ini adalah keadaan hipersensitivitas. Obat ini dapat digunakan pada anak-anak. Namun sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresikan dalam asi. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman. Dosis pemberian dosis yang biasa diberikan adalah 0,1-0,2 mg/kgBB Pada upaya Pencegahan mual dan muntah pasca bedah dapat diberikan 4 mg/i.m. sebagai dosis tunggal atau injeksi i.v. secara perlahan. Sedangkan untuk Pencegahan mual dan muntah karena kemoterapi, terdapat beberapa pembagian yang diringkas sebagai berikut. Dewasa Kemoterapi yang sangat emetogenik, misalnya cisplatin. Mula-mula diberikan injeksi 8 mg ondansetron i.v. secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan infus 1 mg ondansetron/jam selama terus-menerus selama kurang dari 24 jam atau 2 injeksi 8 mg i.v. secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit dengan selang waktu 4 jam. Atau bisa juga diikuti dengan pemberian 8 mg peroral 2 kali sehari selama kurang dari 5 hari.
Kemoterapi yang kurang emetogenik, misalnya siklospamid. Injeksi i.v. 8 mg ondansetron secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan 8 mg peroral 2 kali sehari selama kurang dari 5 hari. Anak-anak > 4 tahun: 5 mg/ml secara i.v. selama 15 menit segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan memberikan 4 mg peroral tiap 12 jam selama kurang dari 5 hari. Usia lanjut: Ondansetron dapat ditoleransi dengan baik pada penderita usia diatas 65 tahun tanpa mengubah dosis, frekuensi, ataupun cara pemberian. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal: Tidak memerlukan penyesuaian dosis harian, frekuensi ataupun cara pemberian. Penderita dengan gangguan fungsi hati: Dosis total harian tidak boleh lebih dari 8 mg. Efek samping biasanya tidak menimbulkan efek samping namun keluhan umum yang ditemukan adalah konstipasi. Gejala lain berupa sakit kepala, flushing, mengantuk, gangguan saluran cerna, dsb. Belum diketahui adanya interaksi dengan obat ssp lainya seperti diazepam, alcohol, morfin dan anti emetic lainnya.
Asam Traneksamat Farmakological Properties adalah obat analog asam aminokaproat mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama dengan asam aminokaproat tetapi 10 kali lebih potent dengan efek samping lebih ringan. Asam aminokaproat merupakan penghambat bersaing dan activator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menhancurkan fibrinogen, fibrin, dan factor pembekuan darah lain. Oleh karena itu asam aminokaproat dapat membantu mangatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebih. Dugaan akan adanya fibrinolisis yang berlebih dapat didasarkan atas hasil tes laboratorium berupa TT dan PT yang memanjang, hipofibrinogenemia atau kadar plasminogen yang menurun. Akan tetapi beberapa dari hasil laboratorium diatas biasanya didapat pada pasien DIC, yang merupakan kontraindikasi pemberian aam aminokaproat, karena dapat menyebabkan pembentukan thrombus yang mungkin bersifat fatal, oleh karena itu asam aminokaproat hanya digunakan untuk mengatasi perdarahan fibrinolisis berlebihan yang bukan disebabkan oleh DIC. Bila terdapat keraguan, criteria utnuk membedakan kedua keadaan tersebut adalah hitung tombosit, test parakoagulasi protamin dan lisis bekuan euglobulin. Metabolisme , eliminasi dan waktu paruh : Obat ini diabsorbsi dengan baik dengan cara pemberian oral maupun IV. Obat ini dalam waktu 24 jam, 90 % konsentrasinya sudah disekresikan dengan cepat melalui urin sebagian besar dalam bentuk asal. Kadar puncak dicapai dalam waktu kurang dari 2 jam setelah dosis tunggal. Penggunaan secara klinis obat ini digunakan untuk mengatasi hematuria yang berasal dari kandung kemih , prostat, atau uretra. Pada pasien yang mengalami prostatektomi transurethral atau suprapubik. Obat ini mengurangi pendarahan post bedah secara bermaka. Penggunaannya dibatasi untuk pasien dengan pendarahan berat dengan penyebab yang tidak dapat diperbaiki. Obat ini juga dapat dijadikan sebagai antidotum utnuk melawan efek trombolitik streptokinase dan urokinase yang merupakan activator plasminogen. Dosis pemberiaan dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1g, diberikan 2-3kali sehari secara iv lambat sekurangkurangnya dalam waktu 5 menit. Cara pemberian lain adalah melalui oral dengan dosis 15mg/kgBB. Diikuti dengan 30mg/kgBB setiap 6 jam. Perhatian untuk penyakit ginjal, dosis harus dikurangi. Efek samping : dapat menyebabkan pruritus, eritema, ruam kulit, hipotensi, dipepsia, mual , diarea, hambatan ejakulasi, eritema konjungtiva, dan hidung tersumbat. Efek samping yang paling berbahaya adalah thrombosis umum, karena itu pasien yang mendapatkan obat ini harus diperiksa mekanisme hemostatiknya.