LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KLIEN DENGAN ATONIA UTERI UTERI DI RUANG IGD RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
Tanggal 24-29 Juli 2017 2017
Oleh : Fajar Rizki Rahayu, S.Kep NIM 1630913320019
PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA
:
Fajar Rizki Rahayu, S.Kep
NIM
:
1630913320019 1630913320019
JUDUL LP
:
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Atonia Uteri di Ruang IGD RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Banjarmasin, Juli 2017 Mengetahui,
Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
Emmelia Astika Fitri Damayanti, S.Kep,. Ns,. M.Kep NIK. 1990 2011 1 098
Hj. Fauziah, S.Kep., Ns NIP. 19730323 19730323 199703 2 011 011
KONSEP DASAR ATONIA UTERI A. Pengertian
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007). B. Faktor Penyebab
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri, diantaranya adalah (Prawiharjo, 2007): 1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya : a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion) b. Kehamilan gemelli c. Janin besar (makrosomia) 2. Kala satu atau kala 2 memanjang 3. Persalinan cepat (partus presipitatus) 4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin 5. Infeksi intrapartum 6. Multiparitas tinggi 7. Magnesium
Sulfat
yang
digunakan
untuk
mengendalikan
kejang
pada preeklamsia atau eklamsia. 8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun) Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus. C. Manifestasi Klinis
1.
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2.
Perdarahan segera setelah anak lahir (postpartum primer)
D. Tanda dan gejala
1. Perdarahan pervaginam Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah 2. Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya 3. Fundus uteri naik 4. Terdapat tanda-tanda syok : a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih) b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg c. Pucat d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran g.
Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
E. Patofisiologi
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasikan daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi (Cuningham, 2005). Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum, lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan
menjempit
pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan pembuluh darah pada uterus tetap vasodilatasi sehingga terjadinya perdarahan postpartum (Cuningham, 2005).
F. Pathway
Peningkatan kadar
Hipotalamus dan oksitosin
Peregangan otot rahim Nyeri Persalinan
Kontraksi uterus
Ansietas Mendorong bayi
Menekan kandung kemih
Sensasi berkemih
Merangsang resentor tekan
Keinginan meneran saat ada kontraksi
Resiko Infeksi
Kontraksi sering, keinginan mengedan meningkat Presentasi janin di perenium
Laserasi perimium
Janin lahir
Ketidakmampuan miometrium
Nyeri Persalinan
untuk berkontraksi
pembuluh darah pada uterus tetap vasodilatasi
Perdarahan
Risiko Syok
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada sa at itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti. H. Pencegahan
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam. Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin. I. Komplikasi
1. Syok hipovolemik 2. Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal dari trauma jalan lahir.
J. Penatalaksanaan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya. 1. Resusitasi Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tandatanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah. 2. Masase dan kompresi bimanual Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera 3. Jika uterus tidak berkontraksi maka : Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong,Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. a. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2
menit, keluarkan
tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat. b. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahanlahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI c. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat d. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
4. Pemberian Uterotonika Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan. Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi. Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral,
sehingga
kadang-kadang
menyebabkan
muka
kemerahan,
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan
dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi. 5. Operatif Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak e fektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian. 6. Ligasi arteri Iliaka Interna Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri ili aka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
7. Histerektomi Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal. 8. Kompresi bimanual atonia uteri Peralatan: sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci. Teknik: Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan a. Eksplorasi dengan tangan kiri Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina b. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas c. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna
Langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri NO 1
Langkah Penatalaksanaan Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta(maksimal 15 detik)
2
Bersihkan bekuan darah dan selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks
3
Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptik Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit
4
5
Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal
6 7
Keluarkan tangan perlahan-lahan Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg
8
Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin
9
Ulangi kompresi bimanual internal
10
Rujuk segera
11
Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI
12
Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi
Alasan Masase merangsang kontraksi uterus. Saat dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi uterus Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik. Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik. Kompresi bimanual internal memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterusdan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Keluarga dapat meneruskan kompresi bimanual eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya Menghindari rasa nyeri Ergometrin dan misopostrol akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau tranfusi darah. RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan.oksitosin IV akan cepat merangsang kontraksi uterus. KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin dan oksitosin atau misopostrol akan membuat uterus berkontraksi Jika uterus tidak berkontaksiselama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan bedah dan tranfusi darah Kompresi uterus ini memberikan tekanan langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang uterus berkontraksi RL dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk berkontraksi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ATONIA UTERI
A. Anamnesa
a) Identitas klien dan penanggung jawab Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum perdarahan. b) Keluhan utama Perdarahan dan tidak ada kontraksi setelah persalinan. c) Data Riwayat penyakit 1) Riwayat kesehatan sekarang. Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada atonia uteri meliputi tidak ada merasa kontraksi dan perdarahan. 2) Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS , dll 3) Riwayat kehamilan Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA) jumlah anak hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura, jumlah persalinan dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat kehamilan dengan hypertensi, berat badan bayi lahir d) Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. B. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu. Hal yang diinspeksi antara lain mengobservasi kulit terhadap warna,
perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya 2) Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan:
menentukan
karakter
nadi,
mengevaluasi
edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
3) Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
4) Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah (Hb yang menurun) D. Data lain-lain :
a)
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
b)
Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
c)
Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien
d)
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
e)
Kaji kepala dan leher bayi
f)
Payudara
g) pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan ) h)
VT
i)
Vagina
j)
Portio
k)
Pembukaan, ketuban
E. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1) Nyeri Akut 2) Risiko Syok 3) Risiko Perdarahan
ANALISIS DATA No 1.
Data
DS : - Ungkapan yang mengatakan nyeri pada vagina - Ungkapan yang mengatakan nyeri pada bagian abdomen DO : - Klien tampak meringis menahan nyeri - Klien tampak mengeluh kesakitan
2.
3.
4.
DS: Pasien mengatakan dalam kondisi yang lemah, merasa haus DO: Membran mukosa kering Penurunan turgor kulit
Etiologi Agen Cidera Biologis
Masalah Nyeri Akut
Perdarahan masive akibat tidak ada kontraksi pasca persalinan Komplikasi pascapartum (atonia uterus) Pengeluaran cairan secara aktif
Risiko Syok
Risiko Perdarahan
Kekurangan Volume Cairan
No.
Diagnosa Keperawatan dan Tujuan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cidera biologis. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 15 menit diharapkan klien dapat beradaptasi terhadap nyeri. NOC: 1. Pain control 2. Comfort level Kriteria Hasil: 1. Klien dapat beristirahat 2. Klien mengatakan dapat mengontrol rasa nyeri
2.
Risiko Syok f/r perdarahan masive Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1jam diharapkan diharapkan tidak terjadi syok NOC:
Kriteria Hasil 1. Tidak ditemukan tanda-tanda syok 2. Jumlah Hb meningkat 3. Resiko Perdarahan f/r Komplikasi Pacapartum (atonia uterus) Tujuan: Blood Lose Severity Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 15 menit perdarahan teratasi dengan kriteria: 1. Kehilangan darah yang terlihat 2. Tidak ada perdarahan aktif pervagina.
Intervensi
Rasional
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Ajarkan teknik posisi dan relaksasi untuk mengurangi nyeri
3. Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan (awitan, frekuensi, durasi, intensitas, dan gambaran ketidaknyamanan) 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan 5. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan penanganan nyeri yang tidak berhasil
Manajemen Hipovolemi 1. Monitor TTV 2. Monitor tanda dehidrasi 3. Monitor sumber kehilangan darah 4. Lakukan pemerikasaan laboratorium 5. Berikan cairan IV (isotonis) dengan aliran cepat 6. Berikan cairan hipotonik (dextrose) 7. Berikan produk darah sesuai resep 8. Posisikan trendelenburg
NIC : Bleeding Pr ecaution Bleeding r eduction
1. Monitor tanda – tanda perdarahan 2. Monitor TTV 3. Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif 4. Identifikasi penyebab perdarahan 5. Monitor status cairan intake dan output
1. Ambang nyeri setiap orang berbeda dengan demikian akan dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya 2. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi, terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi 3. Kontraksi uterus merupakan hal yang normal sebelum persalinan 4. Mencegah bertambahnya tekanan psikologis klien terhadap nyeri 5. Jika dengan tindakan keperawatan tidak dapat menyelesaikan permasalahan kline, maka berdiskusi dengan tenaga medis lain merupakan hal yang tepat.
1. Menilai status hemodinamik 2. Menilai status hidrasi 3. Mendeteksi sumber penyebab kehilangan darah 4. Menilai status hemokonsentrasi dalam tubuh 5. Mengembalikan cairan ektraseluler 6. Mengembalikan cairan intraseluler 7. Menginkatkan tekanan plasma onkotik dan mengganti volume darah 8. Mengoptimalkan perfusi otak 1. Menilai perdarahan 2. Menilai respon berdasarkan ttv 3. Mencegah perdarahan 4. Mengatasi masalah berdasarkan penyebab 5. Menilai cairan tubuh
2.
Risiko Syok f/r perdarahan masive Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1jam diharapkan diharapkan tidak terjadi syok NOC:
Kriteria Hasil 1. Tidak ditemukan tanda-tanda syok 2. Jumlah Hb meningkat 3. Resiko Perdarahan f/r Komplikasi Pacapartum (atonia uterus) Tujuan: Blood Lose Severity Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 15 menit perdarahan teratasi dengan kriteria: 1. Kehilangan darah yang terlihat 2. Tidak ada perdarahan aktif pervagina.
4. Kekurangan Volume Cairan b/d Kehilangan cairan secara aktif Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit volume cairan dapat ditingkatkan dengan kriteria hasil: Fluid management
1. 2.
Klien bebas dari tanda dehidrasi dan rasa haus Keluaran urine adekuat, membrane mukosa lembab
Manajemen Hipovolemi 1. Monitor TTV 2. Monitor tanda dehidrasi 3. Monitor sumber kehilangan darah 4. Lakukan pemerikasaan laboratorium 5. Berikan cairan IV (isotonis) dengan aliran cepat 6. Berikan cairan hipotonik (dextrose) 7. Berikan produk darah sesuai resep 8. Posisikan trendelenburg
NIC : Bleeding Pr ecaution Bleeding r eduction
1. Monitor tanda – tanda perdarahan 2. Monitor TTV 3. Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif 4. Identifikasi penyebab perdarahan 5. Monitor status cairan intake dan output
1. Menilai status hemodinamik 2. Menilai status hidrasi 3. Mendeteksi sumber penyebab kehilangan darah 4. Menilai status hemokonsentrasi dalam tubuh 5. Mengembalikan cairan ektraseluler 6. Mengembalikan cairan intraseluler 7. Menginkatkan tekanan plasma onkotik dan mengganti volume darah 8. Mengoptimalkan perfusi otak 1. Menilai perdarahan 2. Menilai respon berdasarkan ttv 3. Mencegah perdarahan 4. Mengatasi masalah berdasarkan penyebab 5. Menilai cairan tubuh
luid Management
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Pantau suhu klien Kaji DJJ dan data dasar, perhatikan perubahan periodic dan variabilitas Berikan cairan peroral atau parenteral Lepaskan pakaian yang berlebih, lindungi dari menggigil Monitor status dehidrasi Terapi IV administrasi cairan Monitor TTV
1. Menilai status hidrasi 2. Monitor cairan tubuh berkaitan dengan suhu tubuh 3. Menilai status maternal 4. Meningkatkan status hidrasi dalam tubuh 5. Menjaga suhu tubuh agar tetab stabil 6. Menilai status hidrasi 7. Meningkatkan cairan tubuh secara cepat 8. Menilai status hemodinamik
4. Kekurangan Volume Cairan b/d Kehilangan cairan secara aktif Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit volume cairan dapat ditingkatkan dengan kriteria hasil: Fluid management
1. 2.
Klien bebas dari tanda dehidrasi dan rasa haus Keluaran urine adekuat, membrane mukosa lembab
luid Management
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat Pantau suhu klien Kaji DJJ dan data dasar, perhatikan perubahan periodic dan variabilitas Berikan cairan peroral atau parenteral Lepaskan pakaian yang berlebih, lindungi dari menggigil Monitor status dehidrasi Terapi IV administrasi cairan Monitor TTV
1. Menilai status hidrasi 2. Monitor cairan tubuh berkaitan dengan suhu tubuh 3. Menilai status maternal 4. Meningkatkan status hidrasi dalam tubuh 5. Menjaga suhu tubuh agar tetab stabil 6. Menilai status hidrasi 7. Meningkatkan cairan tubuh secara cepat 8. Menilai status hemodinamik
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, L. 2005. Keperawatan Maternitas, Edisi 4.Jakarta: EGC Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 21th edition.EGC. Jakarta. 2005. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakart a: Media Aesculapius Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc. Prawiroharjo, S. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi ke-12. Jakarta: Bina Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, L. 2005. Keperawatan Maternitas, Edisi 4.Jakarta: EGC Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 21th edition.EGC. Jakarta. 2005. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakart a: Media Aesculapius Moorhead Sue, Marion Johnson, Meridean L.M., et al. (Eds.). 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition. St. Louis Missouri: Mosby Inc. Prawiroharjo, S. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi ke-12. Jakarta: Bina Pustaka Prawiroharjo, S.2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka