Terjemahan Jurnal
FAKTOR RISIKO ATONIA UTERI/ PERDARAHAN POSTPARTUM YANG MEMBUTUHKAN TERAPI SETELAH PERSALINAN PERVAGINAM
Presentan :
dr. Tonggo Tua S. Counterpart :
dr. Mulya Kurniawan
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP DOKTER KARIADI SEMARANG 2014
Faktor Risiko Atonia Uteri/ Perdarahan Postpartum Yang Membutuhkan Terapi Setelah Persalinan Pervaginam
TUJUAN
Kami berusaha untuk mengidentifikasi faktor risiko atonia uteri atau perdarahan. DESAIN PENELITIAN
Kami melakukan analisis sekunder dari penelitian acak double-blind 3 kelompok dari regimen dosis oksitosin yang berbeda untuk mencegah atonia uteri setelah persalinan pervaginam. Outcome primer adalah atonia uteri atau perdarahan yang membutuhkan pengobatan. Secara keseluruhan, 21 faktor risiko yang potensial dievaluasi. Regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko independen dengan menggunakan 2 strategi seleksi model komplementer yang telah ditetapkan. HASIL
Di antara 1.798 wanita yang diacak ke dalam kelompok 10, 40, atau 80 U oksitosin
profilaksis
setelah
persalinan
pervaginam,
atonia
uteri
yang
membutuhkan terapi terjadi pada 7 %. Hispanik (rasio odds [OR], 2,1; 95% interval kepercayaan [CI], 1.3-3.4), kulit putih non-Hispanik (OR, 1.6, 95 % CI, 1.0-2.5), preeklampsia (OR, 3.2 ; 95 % CI, 2.0-4.9), dan korioamnionitis (OR, 2,8, 95 % CI, 1.6-5.0) adalah faktor risiko independen yang konsisten. Faktor risiko lain berdasarkan strategi seleksi yang ditentukan adalah obesitas, induksi/ augmentasi persalinan, kembar, hidramnion, anemia, dan partus tak maju. Amnioinfus tampaknya bersifat protektif terhadap atonia uteri (OR, 0,53, 95 % CI, 0.29-0.98). KESIMPULAN
Faktor risiko independen atonia uteri yang memerlukan terapi meliputi etnis Hispanik dan kulit putih non-Hispanik, preeklampsia, dan korioamnionitis. Kata kunci : perdarahan postpartum, faktor risiko, atonia uteri
PENDAHULUAN
Insidensi perdarahan postpartum di negara maju terus meningkat. Di Amerika Serikat, diperkirakan tingkat keseluruhan perdarahan postpartum meningkat sekitar 26 %, dari 2,3 % pada tahun 1994 menjadi 2,9% pada 2006. Atonia uteri dapat menjelaskan hingga 80% dari kasus perdarahan postpartum. Tidak seperti penyebab lain dari perdarahan obstetrik seperti kelainan plasenta yang dapat dideteksi sebelum lahir, atonia uteri sulit untuk diprediksi. Banyak faktor risiko atonia uteri dan perdarahan postpartum yang telah dilaporkan. Faktor-faktor risiko spesifik telah diperiksa dan besar risiko terkait yang dibawa oleh masing-masing risiko tersebut bervariasi di seluruh laporan. Oleh karena itu pembaur mungkin menjadi alasan utama yang menyebabkan perbedaan tersebut. Selain itu, laporan dari faktor risiko yang sebenarnya mungkin terlewatkan dalam beberapa penelitian karena kekuatan penelitian untuk menunjukkan signifikansi statistik yang terbatas. Sebuah pemahaman yang lebih mengenai faktor risiko independen yang didefinisikan
dengan
baik
dapat
meningkatkan
kemampuan
kita
untuk
menentukan wanita mana yang mungkin berisiko perdarahan postpartum. Hal ini penting karena perdarahan obstetrik, terutama postpartum, merupakan penyebab signifikan dari morbiditas dan mortalitas maternal di seluruh dunia. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis multivariabel yang lebih komprehensif untuk mengidentifikasi faktor risiko independen dari atonia uteri atau perdarahan postpartum. Kami menerapkan model statistik multivariabel yang memungkinkan kami untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko independen yang mungkin dapat dikonfirmasi dalam studi yang lebih besar
BAHAN DAN METODE
Kami melakukan analisis sekunder dari penelitian klinis acak double-blind 3 kelompok mengenai dosis oksitosin yang berbeda. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dosis tinggi oksitosin dibandingkan dengan regimen standar dosis rendah oksitosin yang digunakan untuk profilaksis pada
wanita menjalani persalinan pervaginam. Wanita diacak ke dalam kelompok 10(standar), 40 -, atau 80-U regimen dosis oksitosin pada saat persalinan pervaginam. Wanita dikeluarkan jika usia kehamilan mereka <24 minggu, menjalani caesar, kematian janin, memiliki edema paru, atau memiliki koagulopati atau kardiomiopati. Setiap regimen terdiri dosis yang ditentukan dalam 500 mL larutan kristaloid yang diberikan dengan cepat selama 1 jam setelah melahirkan plasenta (yaitu, pada tingkat 500 mL/jam). Protokol ini disetujui oleh Institutional Review Board di University of Alabama di Birmingham. Semua wanita yang berpartisipasi memberikan informed consent. Informasi mengenai karakteristik demografi dan klinis pasien serta outcome yang dicari, termasuk perdarahan postpartum atau atonia yang membutuhkan terapi, diabstraksi oleh perawat penelitian yang terlatih. Untuk analisis sekunder ini, kami mempertahankan outcome primer yang sama : atonia uteri atau perdarahan yang membutuhkan terapi. Terapi termasuk penggunaan setiap uterotonika, atau kebutuhan untuk transfusi, tamponade balon, operasi, atau prosedur radiologi intervensi untuk uterus atau embolisasi arteri. Transfusi didasarkan pada kebutuhan untuk whole blood atau PRC sebelum pasien pulang dari rumah sakit. Diagnosis atonia uteri dibuat berdasarkan pertimbangan tim obstetri yang merawat. Variabel penelitian atau paparan terdiri dari satu set besar 21 faktor risiko potensial (termasuk karakteristik demografi) untuk atonia uterus/perdarahan (Tabel 1) yang diidentifikasi dari literatur yang telah diterbitkan. Faktor risiko didefinisikan sebagai berikut: overweight didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI) 25-29,9 kg/m 2 dan obesitas didefinisikan sebagai BMI ≥ 30 kg/m2. Etnis
dilaporkan
sendiri
sebagai
Hispanik,
hitam,
putih,
atau
lainnya.
Korioamnionitis didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda klinis (demam terutama intrapartum) yang mengarah ke diagnosis klinis dan pengobatan antibiotik untuk korioamnionitis. Anemia ditentukan oleh hemoglobin < 9 g / dL. Hidramnion didefinisikan sebagai volume cairan ketuban > 25 cm atau kantung vertikal terbesar > 8 cm. Persalinan kala dua memanjang adalah > 1 jam dari dilatasi serviks lengkap hingga kelahiran jika multipara dan > 2 jam antara dilatasi serviks
lengkap dan kelahiran jika nulipara. Suatu kala tiga yang lama didefinisikan bila > 30 menit dari waktu kelahiran bayi hingga kelahiran plasenta. Analisis regresi logistik dilakukan untuk mengevaluasi secara individual setiap faktor risiko sebagai prediktor dari komposit penelitian yang utama. Faktor risiko yang diidentifikasi sebagai signifikan, baik dengan signifikansi statistik pada level 0,05 atau dengan efek besar (odds ratio [OR], > 1,5 atau < 0,7) pada level univariat, dipertimbangkan dalam model regresi logistik multivariabel. Sebuah model regresi pasimonious dari faktor risiko independen diperoleh dengan menggunakan model strategi seleksi tradisional mundur dimana hanya faktor signifikan pada level 0,05 pada setiap tahap yang dipertahankan untuk pertimbangan lebih lanjut. Faktor risiko secara progresif dihilangkan dari model sampai model parsinomius hanya terdiri dari faktor statistik yang memenuhi kriteria seleksi spesifik diperoleh. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko tambahan yang mungkin tidak signifikan secara statistik dalam keterbatasan ukuran sampel, kami memanfaatkan strategi seleksi mundur modifikasi yang telah dijelaskan sebelumnya yang memberi manfaat pada besarnya risiko serta signifikansi statistik. Faktor yang terkait dengan perubahan minimal yang penting pada outcome (didefinisikan sebagai OR, ≥ 1.5 atau ≤ 0.67) atau nilai P < 0,05 dipertahankan dalam model. Perbedaan penting minimal dipilij saat kita menentukan level ini menjadi penting dalam kesehatan masyarakat. Variabel dengan OR yang disesuaikan (AORs) < 1,5 dan > 0,67 secara progresif dihapus, dimulai dengan variabel dengan nilai P tertinggi sampai model parsinomious akhir diperoleh. Software (SAS, versi 9.2, SAS Institute Inc, Cary, NC) digunakan untuk semua analisis statistik.
HASIL
Sampel penelitian kami mencakup keseluruh 1.798 wanita yang diacak dan dianalisis dalam peneltiian utama. Secara keseluruhan, 658 wanita diacak ke dalam kelompol 80 U oksitosin, 481 wanita 40 U (kelompok ini dihentikan pada review interim), dan 659 pada 10 U oksitosin. Distribusi populasi sesuai dengan
karakteristik yang diteliti disajikan pada Tabel 1. Sebagai catatan, dosis oksitosin profilaksis tidak mempengaruhi outcome dalam penelitian utama. Populasi penelitian terdiri dari wanita yang sebagian besar adalah obesitas, kulit hitam, induksi menjalani persalinan, dan menerima epidural. Frekuensi outcome primer, atonia uteri atau perdarahan yang diterapi, adalah 7 % secara keseluruhan (118 wanita) dan tidak berbeda dengan kelompok studi. Prevalensi outcome ini menurut kategori dari 21 faktor risiko potensial untuk atonia uteri/perdarahan dan OR yang disesuaikan (95 % interval kepercayaan [CI]) disajikan pada Tabel 2. BMI, ras/etnis, induksi persalinan, kembar, preeklampsia, menyusui, anemia, kala dua memanjang, dan korioamnionitis secara signifikan terkait dengan atonia atau perdarahan postpartum dalam analisis univariat Dengan menggunakan seleksi mundur tradisional (strategi A), etnis Hispanik (AOR, 2,10, 95 % CI, 1.30-3.37) dan putih non-Hispanik (AOR, 1,59, 95 % CI, 1.00-2.53), preeklampsia (AOR, 3,15, 95 % CI, 2.00-4.95), dan korioamnionitis (aOR, 2,83, 95 % CI, 1.61-4.97) adalah satu-satunya faktor risiko independen untuk atonia uteri atau perdarahan obstetri yang diterapi dalam model parsimonious akhir (Tabel 3). Dengan menerapkan seleksi mundur modifikasi (strategi B) untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko tambahan, obesitas, induksi persalinan, kembar, hidramnion, anemia, dan kala dua memanjang diidentifikasi sebagai faktor risiko atonia uteri atau perdarahan obstetrik (selain ras/etnis, preeklamsia, dan korioamnionitis) ; Amnioinfusi bersifat protektif berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan untuk memilih faktor risiko (Tabel 3). Magnesium
sulfat
digunakan
dalam
10
%
persalinan;
Namun,
preeklampsia sangat berkorelasi dengan penggunaan magnesium sulfat dalam sampel penelitian kami (korelasi Spearman 0,84, P <.0001). Untuk menghindari multikolinearitas dalam model statistik, 2 faktor ini diperhitungkan secara terpisah. Saat magnesium sulfat menggantikan preeklampsia pada model akhir, hal ini juga dikaitkan dengan atonia/perdarahan postpartum dengan strategi A
(AOR, 3,0, 95 % CI, 1.9-4.8) dan strategi B (aOR, 2,4, 95 % CI, 1.4-4.0). Hasil untuk kovariat lain yang diidentifikasi dalam model sebelumnya adalah serupa. Dalam analisis tambahan yang tidak ditampilkan, kami mengevaluasi wanita dengan riwayat perdarahan postpartum. Hanya ada sejumlah kecil wanita, 7, yang melaporkan pengalaman ini. Ketika riwayat perdarahan postpartum dinilai menggunakan seleksi mundur tradisional (strategi A), hal ini tidak diidentifikasi sebagai faktor risiko. Namun, dengan menggunakan strategi B, AOR adalah 2,0 (95 % CI, 0.2-19.1). Secara keseluruhan asosiasi faktor risiko lainnya tidak berubah secara materi, tetapi model tersebut menjadi kurang stabil karena kecilnya jumlah wanita.
PEMBAHASAN
Dari 21 faktor demografi dan klinis yang diperiksa, ras/etnis ibu, preeklampsia, dan korioamnionitis merupakan faktor risiko yang konsisten untuk atonia uteri atau perdarahan postpartum yang membutuhkan terapi dalam kelompok wanita yang menjalani persalinan pervaginam. Ketika kami menerapkan strategi seleksi model modifikasi yang menekankan kekuatan asosiasi daripada signifikansi statistik, kami mengidentifikasi faktor risiko tambahan. Dosis oksitosin profilaksis tidak mempengaruhi hasil seperti yang dilaporkan di laporan utama. Atonia uteri sebagai penyebab perdarahan postpartum primer meningkat di Amerika Serikat dan negara-negara lain seperti Kanada dan Australia. Intervensi seperti induksi persalinan, kelahiran caesar, dan persalinan pervaginam operatif telah terlibat, namun penyebab peningkatan ini masih belum jelas. Selain itu, usia lanjut ibu, kehamilan multipel, riwayat perdarahan sebelumnya, dan persalinan lama juga telah disebut-sebut sebagai faktor risiko. Temuan kami saat ini diantara wanita dengan persalinan pervaginam menduksi induksi persalinan dan kehamilan ganda namun tidak untuk persalinan pervaginam operatif atau usia lanjut ibu sebagai kemungkinan faktor risiko independen. Selain itu, temuan kami mendukung penelitian sebelumnya yang mengidentifikasi obesitas, kulit putih atau ras/etnis Hispanik, polihidramnion, preeklampsia, anemia, dan infeksi
(korioamnionitis) sebagai faktor risiko independen potensial tapi dengan yang mereka identifikasi untuk ras kulit hitam atau menyusui. Karena efek tokolitiknya, magnesium sulfat dihubungkan dengan peningkatan risiko atonia atau perdarahan postpartum. Walaupun hasil kami juga mendukung studi yang menunjukkan hubungan seperti itu, kami tidak dapat menggambarkan apakah ini seluruhnya atau sebagian disebabkan oleh kerancuan dengan preeklampsia. Mekanisme yang tepat dimana preeklamsia menyebabkan atonia atau perdarahan masih menjadi bahan perbincangan. Selanjutnya, karena menyusui mungkin memiliki efek uterotonika karena gelombang oksitosin endogen, hal ini dihubungkan dengan penurunan hasil penelitian. Kami tidak mengamati asosiasi setelah penyesuaian multivariabel (menyusui dihilangkan dari model regresi multivariabel), mungkin menunjukkan bahwa pada pemberian dosis oksitosin profilaksis eksogen, tidak ada manfaat uterotonika tambahan dari menyusui. Temuan kami menunjukkan amnioinfusi sebagai faktor protektif untuk atonia uteri cukup mengejutkan dan tampaknya belum pernah dilaporkan sebelumnya. Jika dikonfirmasi, adalah masuk akal bahwa amnioinfusi mungkin akan “membilas” bakteri dan mediator inflamasi yang mungkin menjadi predisposisi infeksi dan atonia uteri selanjutnya. Kami tidak dapat memberikan penjelasan biologis untuk atonia uteri. Temuan kami menyarankan bahwa ada kemungkinan beberapa jalur yang berperan. Sebagai contoh, baik korioamnionitis dan magnesium sulfat dalam setting preeklamsia dapat mengganggu kontraktilitas uterus, yang menyebabkan atonia uteri dan perdarahan. Laporan kami memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama, kami hanya mempelajari wanita yang melahirkan melalui vagina. Oleh karena itu hasil kami tidak secara langsung berlaku untuk wanita yang menjalani caesar. Meskipun beberapa dari temuan kami konsisten dengan pengamatan pada wanita yang melahirkan melalui bedah caesar, juga dimungkinkan bahwa beberapa perbedaan disebabkan karena perbedaan dalam cara persalinan. Kedua, ukuran sampel kami tidak cukup untuk mengevaluasi faktor-faktor risiko potensial yang jarang muncul. Strategi regresi modifikasi kami (B) mengarahkan pada potensi keterbatasan ini ; kami mampu untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor risiko
tidak memenuhi kriteria tradisional untuk signifikansi statistik namun merupakan kontributor penting untuk model dan mungkin mencapai signifikansi statistik pada populasi penelitian yang lebih besar. Akhirnya, sebagai analisis sekunder eksplorasi, tingkat signifikansi untuk setiap uji statistik tidak disesuaikan untuk beberapa perbandingan. Karena banyaknya jumlah uji statistik yang dilakukan, terdapat kemungkinan bahwa beberapa dari hubungan yang diamati terjadi secara kebetulan. Hal ini, bagaimanapun, meyakinkan bahwa sebagian besar temuan kami didukung oleh literatur yang telah dipublikasikan sebelumnya. Dalam studi ini, kami telah secara bersamaan mengevaluasi beberapa faktor risiko potensial dengan menggunakan ditandai sampel wanita kontemporer yang terdaftar dalam penelitian center tunggal. Kami mengidentifikasi daftar singkat dari faktor risiko yang konsisten untuk atonia uteri atau perdarahan postpartum setelah faktor-faktor yang mungkin sebelumnya telah dikaitkan karena pembaur yang tidak terkontrol. Sebagai contoh, studi yang tidak mem pertimbangkan preeklampsia dapat menemukan ras kulit hitam sebagai faktor risiko. Juga, mengingat perubahan temporal yang sedang berlangsung di demografi dan praktek obstetrik seperti induksi persalinan, penggunaan epidural, dan caesar, adalah masuk akal bahwa faktor risiko kontemporer dapat bervariasi. Identifikasi faktor risiko independen untuk atonia dan perdarahan postpartum akan memungkinkan dokter untuk lebih mengantisipasi yang mungkin benar benar berada pada risiko perdarahan postpartum dan dengan lebih efisien dapat merencanakan langkah-langkah pencegahan dan terapeutik terhadap outcome yang merugikan. Temuan kami menunjukkan bahwa di antara kelahiran pervaginam, wanita dengan latar belakang putih Hispanik atau non-Hispanik atau persalinan yang dipersulit oleh korioamnionitis atau preeklampsia adalah yang paling berisiko. Penelitian selanjutnya dengan kekuatan yang relevan diperlukan untuk mengkonfirmasi obesitas ibu, induksi persalinan, kembar, hidramnion, anemia, dan persalinan kala dua memanjang sebagai faktor risiko independen tambahan dan amnioinfusi sebagai faktor protektif. Peran magnesium sulfat yang digunakan secara independen untuk preeklamsia juga membutuhkan klarifikasi lebih lanjut.
Tabel 1. Distribusi karakteristik demografis dan faktor risi ko potensial (n=1798) Karakteristik faktor
Prevalensi, n (%)
Usia ibu, tahun
24.1 ± 5.4
Dosis oksitosin, U 10
659 (37)
40
381 (27)
80
658 (37)
Nuliparitas
637 (37)
Hispanik
372 (18)
Putih dan lainnya
410 (23)
Hitam
1061 (59
Obesitas (BMI > 30)
1036 (58)
Overweight (BMI 25 -30)
523 (29)
Normal, underweight
239 (13)
Augmentasi
955 (53)
Induksi
572 (32)
Spontan
271 (15)
Preeklampsia/eklampsia
218 (12)
Menggunakan MgSO4
188 (10)
Kembar
13 (<1)
Korioamnionitis
122 (7)
Hidramnion
43 (2)
Amnioinfusi
299 (17))
Anestesi epidural
1504 (84)
Menyusui
1000 (57)
Pecah ketuban spontan
584 (33)
Riwayat caesar
86 (5)
Persalinan operatif
147 (8)
Anemia
44 (2)
Kala dua memanjang
108 (6)
Kala tiga memanjang
35 (2)
Usia kehamilan saat persalinan
38.8 ± 2.1
Berat lahir, g < 2500
190 (11)
2500 – 3999
1499 (83)
≥ 4000
109 (6)
Usia kehamilan saat melahirkan < 37
223 (12)
37 – 41
1395 (78)
≥ 41
180 (10)
Tabel 2. Insidensi outcome (atonia uteri yang diterapi) untuk setiap faktor dan OR yang tidak disesuaikan Faktor
Insidensi atonia Tanpa atonia OR (95% Cl) uteri, n (%)
uteri, n (%)
10 (n=659)
45 (7
614 (93)
Referensi
40 (n=481)
31 (6)
450 (94)
0.9 (0.6-1.5)
80 (n=658)
42 (6)
616 (94)
0.9 (0.6-1.4)
Obesitas (BMI≥30)(n=1036)
75 (7)
961 (93)
2.6 (1.2-5.7)
Overweight(BMI 25-30) (n=523)
36 (7)
487 (93)
2.5 (1.1-5.6)
Normal, underweight (n=239)
7 (3)
232 (97)
Referensi
Hispanik (n=327)
33 (10)
294 (89)
2.1 (1.3-3.3)
Putih dan lainya (n=410)
31 (8)
379 (92)
1.5 (1.0-2.4)
Hitam (n=1061)
54 (5)
1007 (95)
Referensi
Augmentasi (n=955)
52 (5)
903 (95)
1.2 (0.7-2.4)
Induksi (n=572)
54 (9)
518 (91)
2.3 (1.2-4.3)
Spontan (n=271)
12 (4)
259 (96)
Referensi
Dosis oksitosin, U
Berat lahir, g
< 2500 (n=190)
10 (5)
180 (95)
0.8 (0.4-1.5)
2500 – 3999 (n=1499)
100 (7)
1399 (93)
Referensi
≥ 4000 (n=109)
8 (7)
101 (93)
1.1 (0.5-2.3)
Nulliparitas (n=673)
54 (8)
619 (92)
1.4 (1.0-2.1)
Paritas (n=1125)
64 (6)
1061 (94)
Preeklampsia (n=218)
31 (14)
187 (86)
Tanpa preeklampsia (n=1580)
87 (6)
1493 (94)
Menggunakan MgSO4 (n=188)
27 (14)
161 (86)
Tanpa MgSO4 (n=1610)
91 (6)
1519 (94)
Kembar (n=13)
2 (15)
11 (85)
Tunggal (n=1785)
116 (7)
1669 (93)
Korioamnionitis (n=122)
17 (14)
105 (86)
Tanpa korioamnionitis (n=1676)
101 (6)
1575 (94)
Hidramnion (n=43)
5 (12)
38 (88)
Tanpa Hidramnion (n=1755)
113 (6)
1642 (94)
Amnioinfusi (n=299)
13 (4)
286 (96)
Tanpa amnioinfusion (n=1499)
105 (7)
1394 (93)
Anestesi epidural (n=1504)
97 (6)
1407 (94)
Tanpa epidural (n=294)
21 (7)
273 (93)
Menyusui (n=1000)
76 (8)
924 (92)
Tidak menyusui (n=751)
39 (5)
712 (95)
Pecah ketuban spontan (n=584)
36 (6)
548 (94)
Pecah ketuban buatan (n=1212)
82 (7)
1130 (93)
Riwayat caesar (n=86)
7 (8)
79 (92)
Tanpa riwayat caesar (n=1712)
111 (6)
1601(94)
Persalinan operatif (n=147)
12 (8)
135 (92)
Persalinan non-operatif (n=1651)
106 (6)
1545 (94)
Anemia (HB<9)(n=44)
5 (11)
39 (89)
Tidak anemia (n=1754)
113 (6)
1641 (94)
Kala dua memanjang (n=108)
14 (13)
94 (87)
2.8 (1.8-4.4
2.8 (1.8-4.4)
2.6 (0.6-12.0)
2.5 (1.5-4.4)
1.9 (0.7-5.0)
0.6 (0.3-1.1)
0.9 (0.5-1.5)
1.5 (1.0-2.2)
0.9 (0.6-1.4)
1.3 (0.6-2.8)
1.3 (0.7-2.4)
1.9 (0.7-4.8)
2.3 (1.3-4.1)
Kala dua normal (n=1690)
104 (6)
1586 (94)
Kala tiga memanjang (n=35)
4 (11)
31 (89)
Kala tiga normal (n=1763)
114 (6)
1649 (94)
Usia ibu, tahun
24.7 ± 5.7
24.7 ± 5.3
1.0 (1.0-1.1)
Usia kehamilan saat melahirkan
38.9 ± 2.1
38.9 ± 2.1
1.0 (0.9-1.1)
1.9 (0.6-5.4)
Tabel 3. Hasil dari analisis multivariabel yang disesuaikan : model komplementer Faktor
OR (95% CI) Strategi A (mundur
Strategi B (mundur
tradisional)
modifikasi)
Obesitas (BMI ≥ 30)
-
2.25 (1.41-3.62)
Overweight (BMI 25-30)
-
1.48 (0.92-2.38)
Normal
-
Referent
Hispanik
2.10 (1.30-3.37)
2.26 (1.41-3.62)
Putih dan yan lain
1.59 (1.00-2.53)
1.48 (0.92-2.38)
Hitam
Referensi
Referensi
Augmentasi
-
1.08 (0.56-2.08)
Induksi
-
1.60 (0.80-3.18)
Spontan
-
Referensi
Preeklampsia
3.15 (2.00-4.95)
2.61 (1.60-4.25)
Kembar
-
2.64 (0.54-12.9)
Korioamnionitis
2.83 (1.61-4.97)
2.42 (1.35-4.34)
Hidramnion
-
1.75 (0.65-4.69)
Amnioinfusi
-
0.53 (0.29-0.98)
Anemia
-
2.46 (0.92-6.56)
Kala dua memanjang
-
1.73 (0.92-3.26)