Laporan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN Tn. M DENGAN PENURUNAN KESADARAN ec STROKE ISKEMIK DI RUANG ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
DI S U S U N OLEH:
FARAH ULLYA 1612101020101
PROGRAM STUDI PROFESI NURSE FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2017 1
BAB I LATAR BELAKANG Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan (limitasi) terhadap lingkungan dan dirinya sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran baik, maka akan terjadi orientasi (waktu, tempat dan orang), pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Harsono, 2000). Penurunan kesadaran merupakan kasus kegawatdaruratan yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan organ, seperti otak, jantung, ginjal, dan hepar. Oleh karena itu diperlukan pendekatan diagnostik yang baik untuk menentukan kelainan organ yang mendasari penurunan kesadaran. Hal ini sangat penting bagi dokter dan perawat pelayanan primer agar dapat menegakkan diagnosis dengan tepat dan memberikan tatalaksana yang sesuai bagi pasien. Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan dr. Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran atau koma dari 10 % jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi (Wulandari, 2011). Stroke/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak, atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Smeltzer, 2010). Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat akibat 2
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Harsono, 2000). Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak, 1996). Laporan kasus ini dibuat untuk menyajikan suatu kondisi yang berhubungan dengan topik penurunan kesadaran. Diharapkan melalui sajian kasus ini, mahasiswa dapat memiliki gambaran pendekatan diagnosis dan memberi asuhan keperawatan kegawatdaruratan yang sesuai pada pasien dengan penurunan kesadaran.
3
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu (Corwin, 2001). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal/mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya (Padmosantjojo, 2000). Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow (Harris, 2004). Stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke iskemik adalah (penyumbatan pembuluh darah) adalah stroke yang terjadi apabila salah satu cabang dari pembuluh darah otak mengalami penyumbatan, sehingga bagian otak yang seharusnya mendapat suplai darah dari cabang pembuluh darah tersebut, akan mati karena tidak mendapatkan suplai oksigen dan aliran darah sebagaimana seharusnya (Price, 2006). Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Mansjoer, 2007) Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin, 2008). Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan pasien dan respon terhadap 4
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak, 1996). B. Etiologi 1. Etiologi Stroke Iskemik Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri. a. Emboli 1) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher. 2) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: a) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel b) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan c) d) e) f)
gangguan pada katup mitralis. Fibrilasi atrium Infarksio kordis akut Embolus yang berasal dari vena pulmonalis Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis
endrokardial,
jantung
miksomatosus sistemik 3) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai: a) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis b) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru. c) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”). Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari rightsided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard. b. Thrombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri 5
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). 2. Etiologi Penurunan Kesadaran Menurut Harsono (1996) untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan-kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “SEMENITE“ yaitu : a. S : Sirkulasi Meliputi stroke dan penyakit jantung. Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka
dapat
menyebabkan
kegagalan
mengakibatkan kematian. Kegagalan
fungsi
organ
penting
yang
dapat
sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh
Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung. b. E : Ensefalitis Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik/sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan. c. M : Metabolik Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum d. E : Elektrolit Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. e. N : Neoplasma Tumor otak baik primer maupun metastasis f. I : Intoksikasi Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran g. T : Trauma Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan 6
subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. h. E : Epilepsi Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran. C. Manisfestasi Klinis Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah : 1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif 2. GCS kurang dari 13 3. Sakit kepala hebat 4. Muntah proyektil 5. Papil edema 6. Asimetris pupil 7. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif 8. Demam 9. Gelisah 10 Kejang 11 Retensi lendir / sputum di tenggorokan 12 Retensi atau inkontinensia urin 13 Hipertensi atau hipotensi 14 Takikardi atau bradikardi 15 Takipnu atau dispnea 16 Edema lokal atau anasarka 17 Sianosis, pucat dan sebagainya D. Klasifikasi Penurunan Kesadaran Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal. 1. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk a. b. c. d. e.
Gangguan iskemik Gangguan metabolik Intoksikasi Infeksi sistemis Hipertermia 7
f. Epilepsi 2. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk a. Perdarahan subarakhnoid b. Radang selaput otak c. Radang otak 3. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal a. Tumor otak b. Perdarahan otak c. Infark otak d. Abses otak E. Patofisiologi 1. Patofisiologi Stroke Iskemik Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara: a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm. c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek. Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak: a. Keadaan pembuluh darah. b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun. c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak. d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 8
menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest. 2. Patofisiologi Penurunan Kesadaran Penurunan kesadaran pada pasien stroke apabila yang diserang batang otak. Pasien akan mengalami gangguan pada fungsi kesadaran, pernafasan dan aliran darah ke otak menurun. Apabila yang mengalami gangguan pada fungsi kesadarannya maka akan terjadi penurunan tingkat kesadaran, hal tersebut dapat mengakibatkan apatis sampai dengan koma. Apabila yang mengalami gangguan pada fungsi pernafasan salah satu akibatnya dapat menyebabkan penurunan kecepatan bernafas dan pola bernafas menjadi irregular (Greenberg, 2001). Apabila yang mengalami aliran darah maka aliran darah yang menuju ke otak menurun, suplai darah menjadi menurun, sehingga menyebabkan anemia dan Hb menjadi menurun, sehingga suplai O2 juga menurun dan terjadi hipoksia. Selain itu, gangguan yang terjadi pada batang otak juga akan mengalami kompensasi intracranial yang gagal sehingga terjadi peningkatan TIK (Tekanan Intra kranial). Dengan gejala sakit kepala hebat, mual dan papil edema (Greenberg, 2001). F. Menentukan Penurunan Kesadaran Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. Adapun cara menuntukan penurunan kesadaran adalah sebagai berikut : (Harris, 2004) 1. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif a. Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada. b. Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. c. Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. d. Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
9
e. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik. 2. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. a. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri E2 membuka mata dengan rangsang nyeri E3 membuka mata dengan rangsang suara E4 membuka mata spontan b. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk Motorik M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran M6 reaksi motorik sesuai perintah c. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk Verbal V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none) V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds) V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words) V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused) V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated) d. Interpretasi hasil penghitungan GCS 1) Compos Mentis: 14 – 15 2) Somnolen: 11 – 12 3) Stupor/Sopor: 8 – 10 4) Koma: < 5 G. Komplikasi Komplikasi yang muncul pada penurunn kesadaran dapat meliputi:
10
1. Edema otak. dapat mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat menyebabkan kematian. 2. Gagal ginjal, akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal. 3. Kelainan asam basa. Hampir selalu terjadi alkaliosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkaliosis metabolic terjadi akibat hipokalemi. Asidosis metabolic dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau asam organic lainnya akibat gagal ginjal. 4. Hipoksialsering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler di jaringan intersisial atau alveoli. 5. Gangguan faal hemoestasis dan perdarahan 6. Gangguan metabolisme atau hipoglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit atau hipokalsemia. 7. Kerentanan terhadap infeksi, sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram 8. Gangguan sirkulasi, pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung. H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran yaitu : 1. Laboratorium darah Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obatobatan dan analisa gas darah (AGDA). 2. CT Scan Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak. 3. PET (Positron Emission Tomography) Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak 4. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke. 5. MRI Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak. 6. Angiografi serebral Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena. 7. Ekoensefalography Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma. 8. EEG (Elektroensefalography) Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak 9. EMG (Elektromiography) Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain. 11
F. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu umum dan khusus.
1. Umum a. Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang meningkat. b. Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan. c. Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah. d. Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan elektrokardiogram (EKG). e. Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg) G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian primer a. Airway 1) Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas 2) Terjadi penurunan kesadaran 3) Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll 4) Penggunaan otot-otot bantu pernafasan 5) Gelisah 6) Sianosis 7) Kejang 8) Retensi lendir / sputum di tenggorokan 9) Suara serak 10) Batuk b. Breathing 1) Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll 2) Sianosis 3) Takipnu 4) Dispnea 5) Hipoksia 6) Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi c. Circulation 12
1) Hipotensi / hipertensi 2) Takipnu 3) Hipotermi 4) Pucat 5) Ekstremitas dingin 6) Penurunan capillary refill 7) Produksi urin menurun 8) Nyeri 9) Pembesaran kelenjar getah bening 2. Pengkajian Sekunder a. Riwayat penyakit sebelumnya Apakah klien pernah menderita: 1) Penyakit stroke 2)Infeksi otak 3)DM 4)Diare dan muntah yang berlebihan 5)Tumor otak 6)Intoksiaksi insektisida 7)Trauma kepala 8)Epilepsi dll. b. Pemeriksaan fisik 1) Aktivitas dan istirahat Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas kelemahan kehilangan sensasi atau paralysis. mudah lelah kesulitan istirahat nyeri atau kejang otot Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran Perubahan tonus otot (flasid atau spastic),
paraliysis (hemiplegia),
kelemahan umum Gangguan penglihatan 2) Sirkulasi Data Subyektif: Riwayat penyakit stroke Riwayat penyakit jantung: Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial. Polisitemia. Data obyektif :
Hipertensi arterial Disritmia Perubahan EKG Pulsasi : kemungkinan bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal 13
3) Eliminasi Data Subyektif: Inkontinensia urin / alvi Anuria Data obyektif Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh) Tidak adanya suara usus(ileus paralitik) 4) Makan/minum Data Subyektif: Nafsu makan hilang Nausea Vomitus menandakan adanya PTIK Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan Disfagia Riwayat DM, p Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif: Obesitas (faktor resiko) 5) Sensori neural Data Subyektif:
Syncope Nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan subarachnoid. Kelemahan Kesemutan/kebas Penglihatan berkurang Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka Gangguan rasa pengecapan Gangguan penciuman
Data obyektif:
Status mental Penurunan kesadaran Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) Gangguan fungsi kognitif Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam Wajah: paralisis/parese Afasia (kerusakan atau kehilangan ekspresif/kesulitan
berkata
kata,
fungsi
bahasa,
reseptif/kesulitan
kemungkinan berkata
kata
komprehensif, global/kombinasi dari keduanya) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil 14
Kehilangan kemampuan mendengar Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik Reaksi dan ukuran pupil: reaksi pupil terhadap cahaya positif/ negatif, ukuran pupil isokor/anisokor, diameter pupil 6) Nyeri / kenyamanan Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil Gelisah Ketegangan otot 7) Respirasi Data Subyektif : perokok (faktor resiko) 8) Keamanan Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap tubuh Kesulitan untuk melihat objek Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan Berkurang kesadaran diri 3. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan, b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh secret c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi 4. Rencana Asuhan Keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam. Kriteria hasil :
15
Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK Tanda – tanda vital dalam batas normal Tidak adanya penurunan kesadaran Intervensi: Mandiri Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana Pantau tekanan darah Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur Pantau suhu lingkungan Pantau intake, output, turgor Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai Tinggikan kepala 15-45 derajat Kolaborasi : Berikan oksigen sesuai indikasi Berikan obat sesuai indikasi b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret Tujuan: Bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam. 16
Kriteria hasil: Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas Ekspansi dada simetris Bunyi napas bersih saat auskultasi Tidak terdapat tanda distress pernapasan GDA dan tanda vital dalam batas normal Intervensi: Mandiri : Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal Penghisapan sekresi Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam Kolaborasi: Berikan oksigenasi sesuai advis Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan Tujuan: Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam Kriteria hasil:
RR 16-24 x permenit Ekspansi dada normal Sesak nafas hilang / berkurang Tidak suara nafas abnormal
Intervensi : Mandiri :
Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Auskultasi bunyi nafas. Pantau penurunan bunyi nafas. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Kolaborasi :
17
Berikan oksigenasi sesuai advis Berikan obat sesuai indikasi d. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat Kriteria Hasil:
Bunyi paru bersih Warna kulit normal Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan Intervensi
:
Mandiri : Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2 Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen Pantau irama jantung Kolaboraasi : Berikan cairan parenteral sesuai pesanan Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid
18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Data Administrasi Tanggal : 20 Januari 2017 Inisial pasien : Tn. M Umur : 61 tahun Jenis kelamin : laki-laki Pekerjaan : Petani Alamat : Bakongan Aceh Selatan
Waktu : 11.20 Wib
Keluhan utama: pasien dengan penurunan kesadaran lebih kurang 13 hari lalu. GCS 3 (E :2, V : X, M : 1) Riwayat keluhan (serangan awal, durasi dan persepsi klien) : Pasien rujukan dari RSUD Yulidin Aceh Selatan dengan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi tiba-tiba saat pasien sedang duduk pasien mengeluh pusing, pasien mengalami kelemahan anggota gerak kiri sejak 6 tahun lalu dan sekarang menurut keluarga, pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Riwayat penyakit dan/atau pembedahan terdahulu Pasien menderita penyakit hipertensi kurang lebih sudah 8 tahun. Pasien sudah tiga kali mengalami serangan stroke, stroke yang pertama dialami sudah enam tahun lalu, stroke yang ke dua lebih kurang satu bulan lalu. Pasien tidak rutin mengkonsumsi obat hipertensi. Alergi/reaksi: Obat : tidak ada (disangkal oleh keluarga) Makanan dll : tidak ada (disangkal oleh keluarga) PENGKAJIAN PRIMER A : Bunyi nafas ronchi, jalan nafas tidak bebas, produksi sputum (+) B : RR 25 x/mnt (menggunakan ventilator), ireguler C : TD 104/58 mmHg, N 83 x/mnt, CRT < 2 detik, ekstermitas dingin D : Penurunan kesadaran, pasien tidak berespon jika dipanggil, respon verbal (-), GCS 3 E : Terdapat luka di kaki kanan lebih kurang 2 cm F : Terpasang cateter ukuran 16, urin lebih kurang 50 cc/jam
B. Data Psikososial dan Sosialekonomi Tipe tempat tinggal : rumah pribadi Terkait dengan hospitalisasi (pilih bisa lebih dari satu) : tidak bisa dikaji pada pasien karena penurunan kesadaran namun istri dan anak pasien mengatakan takut dan cemas 19
Bahasa yang digunakan sehari-hari : Bahasa Indonesia dan bahasa Aceh (perawat berkomunikasi dengan pasien dengan bahasa Indonesia dan bahasa Aceh Agama : Islam C. Pengkajian Keperawatan 1. Respirasi (pernafasan) Pola pernafasan : irreguler, frekuwensi 25 x/mnt on ventilator Tampilan : sianosis, orthopnue Batuk : ya (batuk produktif) Sputum : ya (warna putih kekuningan) 2. Sirkulasi Nadi : reguler 83x/mnt TD : normal: 104/58 mmHg, hipertemsi 180/116 mmHg Mean arteri pressure (MAP) : 84 mmHg Central Vena pressure : SpO2 93% Irama jantung: Tampilan : tidak ada nyeri dada, edema : di tungkai atas dan bawah Ekstermitas : dingin CRT : < 2 detik Pitting edema : positif 2 (4 mm) 3. Neurosensori Status mental : GSC: E 2, M 1, V x Orientasi : disorientasi semuanya Pendengaran : tidak bisa dikaji (pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 3) Penglihatan : tidak bisa dikaji (pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 3) Bicara : tidak bisa dikaji (pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 3) Suhu : 37,3°c 4. Gastrointestinal Tipe diet (dirumah) : makanan normal dan istri pasien membatasi makanan yang asin karena pasien hioertensi Pembatasan cairan : iya karena asupan dan haluaran tidak seimbang Pembatasan diet : selama di rawat di Rumah Sakit pasien hanya mendapat diet susu 6 x 200 u Tube feeding : nasogastric tube ukuran 16, terakhir diganti 19 Januari 2017 Rongga mulut : mulut/lidah: kering, gigi: milik sendiri Tampilan : kesulitan menelan, pasien menggunakan NGT Pengkajian nutrisi Kriteria Score
Penyakit dengan resiko malnutrisi Lingkari 1 atau lebih
Ora intake
Kehilangan BB tanpa disengaja
Lingkari cukup satu saja
Lingkari cukup satu saja
BMI (kg/m²) Lingkari cukup satu saja 20
a. b. c. d. e. f. g. 3 h.
i. a. b. 2
c.
Cancer AIDS Severe burns Major trauma Anorexia nervosa Dekubitus End stage desease renal, cardiac, lung, liver, neurological Gastrointestinal diseases malabsorption, ileus obstruction, fistula, stricture Sepsis/severe infection Gastrointestinal diseases lainnya Anemia karena kurang nutrisi Psikososial – depresi/ dimentia stroke Tidak ada pantangan makanan
1
Scoring (lingkari 1 saja kolom) Total score
3
2
1
a. < ¼ makan yang dihabiskan b. NGT < 1 L/hari (kcl/ml makanan)
a. ¼ - ¾ makan yang dihasiskan b. NGT < 1.5 L/hari (1 kcal/ml makanan) a. Normal intake ¾ - 1 porsi b. NGT >1.5 L/hari (1 kcal/ml makanan 3
2
1
a. > 5 kg
a. < 5 kg b. Ya, tidak yakin
a. 17.0
a. 17.0 – 18.5
a. 1 kg b. Tidak ada perubahan
3
2
1
a. > 18.5
3
2
1
8 Jika 6 atau lebih, rujuk ke bagian ahli gizi
5. Eliminasi Bowel (usus besar) : pasien tidak rutin BAB Urinaria : tampilan urin: warna kuning jernih, produksi urin 65 cc/kgBB/jam Masalah : tidak ada masalah Pertolongan untuk beradaptasi : pasien menggunakan diapers (pampers). Cateter tipe foley cateter ukuran 16 terakhir diganti 14 Januari 2017 6. Integumen dan Branden scale 21
Warna : pucat Integritas : kerusakan kulit dikaki kanan lebih kurang 2 cm Braden Score Persepsi sensory 4. tidak ada kerusakan 3. sedikit terbatasi 2. sangat terbatas 1.Sepenuh nya terbatas
Kelembaban
Aktivitas
Mobility
Nutrisi
4. kelembaban normal 3. adakalanya lembab
4. sering berjalan 3. adakalanya berjalan
4. tidak dibatasi 3. sedikit terbatas
4. sangat baik 3. adekuat
2. sangat lembab 1. kelembaban konstan
2. di kursi roda 1. ditempat tidur
2. sangat terbatas 1. sepenuh nya terbatas
2. tidak adekuat 1. sangat buruk
Gesekan
3. tidak muncul masalah 2. potensi masalah 1. bermasala h
Total score resiko 10 Indikasi skore dan identifikasi resiko : resiko sangat tinggi (skore 10) 7. Istirahat (tidur) Masalah istirahat : pasien mengalami penurunan kesadaran dan dalam pengaruh obat sedasi 8. Pengkajian nyeri Apa pasien terlihat nyeri : tidak 9. Laboratorium Tanggal 20 Januari 2017 Nama pemeriksaan Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (CI) Magnesium (Mg) Kalsium (Ca)
Hasil 148 mmol/L 2.9 mmol/L 102 mmol/L 8.0 mg/dl 2.5 mg/dl
Nilai normal
keterangan
132 – 146 3.7 – 5.4 98 – 106 8.6 – 10.3 1.6 – 2.6
Koreksi hopokalemi
Tanggal 18 Januari 2017 Nama pemeriksaan Hematologi: Darah rutin Hemoglobin Hematokrit
Hasil
Nilai normal
10.0 g/dl
14.0 – 17.0
Keterangan
22
Eritrosit Trombosit Leukosit AGDA pH pO2 TCO2 PCO2 Kelebihan Basa (BE) Bikarbonat (HCO3) Saturasi O2
30 % 3.5 10*6/mm³ 265 10³/mm³ 16.3 10³/mm³
45 – 56 4.7 – 6.1 150 – 450 4.5 – 10.5
7.517 mmHg 39 mmHg 36 mmol/L 43.0 mmHg 1.2 34.9 mmol/L 73.8 %
7.35 – 7.45 80 – 100 23.2 – 27.6 35 – 45 (-2) – (+2) 23 – 28 95 – 100
10. Pemeriksaan rasiologi dan lainnya Tanggal
Pemeriksaan
7/01/2017
Thorax PA
7/01/2017
CT Scan kepala tanpa kontras
Hasil pemeriksaan Jantung tidak membesar, aorta normal, infiltrat diperihiler kanan kiri dan basal paru kiri. Diafragra, costae dan jaringan lunak normal Kesan : Pneumonia Infark multiple di basal ganglia bilateral, thalamus kanan, coronaradiata kiri
11. Terapi medis Nama obat Ventolin Amlodipin V-Block Condesartan Paracetamol Mycamin Citicolin Pantoprazole Amikasin Levanox Ca. Gluconas Lasix
Dosis 1 resp/6jam 1 x 10 mg k/p 1 x 6.25 mg 1 x 8 mg (bila TD > 140) 500 3 x 1 k/p 100 mg/hari 500 mg/12 jam 40 mg/hari 1500 mg/hari 0.6 cc/12 jam 1 amp (ekstra) ... mg/jam
Rute pemberin Inhalasi Oral Oral Oral Oral Injeksi iv Injeksi iv Injeksi iv Injeksi iv Injeksi IM Ijeksi iv Drip iv
ANALISA DATA
23
No 1
2
Data Ds: Do: Ds: Do:
Problem
Etiologi
Gangguan perfusi jaringan cerebral
Peningkatan tekanan intrakranial
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Penumpukan sekret
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Kegagalan mekanisme pengaturan
Penurunan tingkat kesadaran E : 2, M : 1, V: 0 (GCS3) Hemodinamik tidak stabil Peningkatan suhu tubuh
Suara nafas rochi Pasien tidak batuk dan tidak dapat batuk efektif Produksi sputum berlebihan
3
Ds: Do: Kulit dan membran mukosa kering Produksi urin perjam 20 – 35 cc/jam Kesadaran pasien menurun Hasil pemeriksaan elektrolit Natrium (Na) 148 mmol/L Kalium (K) 2,9 mmol/L Klorida (CI) 102 mmol/L Kalsium (Ca) 8.0 mg/dl Magnesium (Mg) 2.5 mg/dl
24
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No 1
Diagnosa Keperawatan Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d peningkatan tekanan intra cranial
Kriteria Hasil 1) 2) 3) 4) 5)
Intervensi
Kesadaran membaik Nilai GCS 15 Hemodinamik stabil TTV dalam batas normal Hasil pemeriksaan AGDA dalam batas normal 6) Pupil isokor, refleks cahaya (+)
2
Ketidakefektifan 1) bersihan jalan nafas 2) b/d penumpukan sekret
3
Ketidakseimbangan 1) cairan dan elektrolit 2) b/d kegagalan mekanisme 3) pengaturan
1) Kaji tingkat kesadaran 2) Observasi dan catat tanda-tanda vital tiap satu jam 3) Pantau PO2, PCO2, Ph dan bikarbonat 4) Pantau PaCO2, SaO2 dan Hb untuk menentukan pengiriman O2 ke jaringan Suara nafas bersih, tidak ada 1) Pastikan kebutuhan sianosis oral/tracheal saction Menunjukkan jalan nafas yang paten 2) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah saction 3) Lakukan fisioterapi dada 4) Monitor respirasi dan status 02 Nilai pemeriksaan laboratorium 1) Pantau warna, jumlah elektrolit dalam batas normal dan frekuesi kehilangan Keseimbangan asupan dan haluaran cairan yang seimbang dalam 24 jam 2) Pantau hasil Turgor kulit dan mukosa lembab laboratorium yang relevan dan keseimbangan cairan 3) Kolaborasi dalam pemberian cairanparenteral dan diet pasien
25
EVALUASI KEPERAWATAN No Dx
Tanggal 20/1/201 7
I
20/1/201 7
II
III
20/1/201 7
SOAP S: O:
Kesadaran menurun, GCS 3 Hemodinamik tidak stabil Hemoglobin 10.0 g/dl Hasil pemeriksaan ADGA (darah vena) Ph : 7.517 PO2 : 39 TCO2 : 36 PCO2 : 43.0 BE :12 HCO3 : 34.9 Saturasi O2 88% TD: 90/52 mmHg, HR: 78 x/mnt, Sat O2 89% A : Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d peningkatan tekanan intra cranial P: Pantau tanda-tanda vital Pantau hemodinamik Pantau tingkat keadaran pasien Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Analisa Gas Darah Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologik S:O: Suara nafas ronchi TD: 90/52 mmHg, HR: 78 x/mnt, Sat O2 89% Ventilator terpasang dengan mode SIMV, rate 8, FiO2 45%, peep Sputum (+) Pasien tidak batuk Saction berkala (+) Fisioterapi (+) A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret P: Pantau airway dan saction berkala Lakukan fisioterapi sebelum melakukan saction S:O: Produksi urin sedikit 30 cc/jam 26
Kesadaran pasien menurun Hasil pemeriksaan elektrolit Natrium (Na) 148 mmol/L Kalium (K) 2,9 mmol/L Klorida (CI) 102 mmol/L Kalsium (Ca) 8.0 mg/dl Magnesium (Mg) 2.5 mg/dl A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kegagalan mekanisme pengaturan P: Pantau keseimbangan asupan dan haluaran cairan Pantau dan catat jumlah urin per jam Kolaborasi pemeriksaan elektrolit Kolaborasi koreksi hipokalemi dengan kcl 21/1/17
1
II
21/1/201 7
S:O: Kesadaran menurun, GCS 3 Hemodinamik tidak stabil Hasil pemeriksaan ADGA (darah vena) Ph : 7.356 PO2 : 42 TCO2 : 32.8 PCO2 : 55.00 BE :5.6 HCO3 : 31.1 Saturasi O2 80% TD: 100/60 mmHg, HR: 87 x/mnt, Sat O2 73% A : Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d peningkatan tekanan intra cranial P: Pantau tanda-tanda vital Pantau hemodinamik Pantau tingkat keadaran pasie Pantau hasil lab AGDA dan hemoglobin Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Analisa Gas Darah Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologik S:O: Suara nafas ronchi TD: 100/60 mmHg, RR : 16 x/mnt, HR: 87 x/mnt, Sat O2 73% Ventilator terpasang dengan mode SIMV, rate 8, FiO2 45%, peep Produksi sputum berlebihan 27
Refleks batuk (+) Saction secara berkala Nebul ventolin Fisioterapi (+) A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret P:
21/1/201 7
Pantau airway dan saction berkala Lakukan fisioterapi sebelum melakukan saction Oral hygiene dan perawatan trakeostomi Kolaborasi pemberian nebul ventolin 1 resp/6 jam
Produksi urin sedikit 50 cc/jam Kesadaran pasien menurun Hasil pemeriksaan elektrolit Natrium (Na) 148 mmol/L Kalium (K) 2.9 mmol/L Klorida (CI) 101 mmol/L Kalsium (Ca) 8.0 mg/dl Magnesium (Mg) 2.5 mg/dl A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kegagalan mekanisme pengaturan P: Pantau keseimbangan asupan dan haluaran cairan Pantau dan catat jumlah urin per jam Kolaborasi pemeriksaan elektrolit Kolaborasi koreksi hipokalemi dengan kcl
III
I
S:O:
22/1/201 7
S: O: Kesadaran menurun, GCS 3 Hemodinamik tidak stabil Hasil pemeriksaan ADGA (darah vena) Ph : 7.356 mmHg PO2 : 42 mmHg TCO2 : 28 mmol/L PCO2 : 55.00 mmHg BE : 5.6 HCO3 : 31.1 mmol/L Saturasi O2 : 73.8% TD: 90/58 mmHg, HR: 93 x/mnt, Sat O2 82% A : Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d peningkatan tekanan intra cranial P: 28
22/1/201 7
II
22/1/201 7
III
I
23/1/201 7
S:O:
Pantau tanda-tanda vital Pantau hemodinamik Pantau tingkat keadaran pasien Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Analisa Gas Darah Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologik
Suara nafas ronchi TD: 90/58 mmHg, RR : 16 x/mnt, HR: 93 x/mnt, Sat O2 82% Ventilator terpasang dengan mode SIMV, rate 8, FiO2 45%, peep Produksi sputum berlebihan Refleks batuk (+) Saction secara berkala Nebul ventolin Fisioterapi (+) A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret P: Pantau airway dan saction berkala Lakukan fisioterapi sebelum melakukan saction Oral hygiene dan perawatan trakeostomi Kolaborasi pemberian nebul ventolin 1 resp/6 jam S:O: Produksi urin sedikit 15 cc/jam Kesadaran pasien menurun Hasil pemeriksaan elektrolit Natrium (Na) 138 mmol/L Kalium (K) 6.0 mmol/L Klorida (CI) 102 mmol/L Kalsium (Ca) 6.0 mg/dl Magnesium (Mg) 2.2 mg/dl A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kegagalan mekanisme pengaturan P: Pantau keseimbangan asupan dan haluaran cairan Pantau dan catat jumlah urin per jam Koreksi Ca glukonas 2 amp Pantau adanya perdarahan lambung Pantau hasil pemeriksaan elektrolit Kolaborasi pemeriksaan elektrolit S: O: Kesadaran menurun, GCS 3 Hemodinamik tidak stabil 29
Hemoglobin 9.4 g/dl Hasil pemeriksaan ADGA (darah vena) Ph : 7.296 mmHg PO2 : 48 mmHg TCO2 : 24 mmol/L PCO2 : 47.1 mmHg BE : -4 HCO3 : 23.0 mmHg Saturasi O2 : 79% TD: 90/58 mmHg, HR: 93 x/mnt, Sat O2 78% A : Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d peningkatan tekanan intra cranial P:
23/1/201 7
II
III
23/1/201 7
S:O:
Pantau tanda-tanda vital Pantau hemodinamik Pantau tingkat keadaran pasien Pantau hasil laboratorium Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Analisa Gas Darah Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologik
Suara nafas ronchi TD: 90/58 mmHg, HR: 93 x/mnt, Sat O2 78% Ventilator terpasang dengan mode SIMV, rate 8, FiO2 45%, peep Produksi sputum berlebihan Refleks batuk (+) Saction secara berkala Nebul ventolin Fisioterapi (+) A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret P: Pantau airway dan saction berkala Lakukan fisioterapi sebelum melakukan saction Oral hygiene dan perawatan trakeostomi perhari Kolaborasi pemberian nebul ventolin 1 resp/6 jam S:O: Produksi urin sedikit 20 cc/jam Kesadaran pasien menurun Hasil pemeriksaan elektrolit Natrium (Na) 138 mmol/L Kalium (K) 6.0 mmol/L Klorida (CI) 102 mmol/L Kalsium (Ca) 6.0 mg/dl 30
24/1/201 7
I
Magnesium (Mg) 2.2 mg/dl A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kegagalan mekanisme pengaturan P: Pantau keseimbangan asupan dan haluaran cairan Pantau dan catat jumlah urin per jam Koreksi Ca glukonas 2 amp Pantau adanya perdarahan lambung Pantau hasil pemeriksaan elektrolit Kolaborasi pemeriksaan elektrolit S: O: Kesadaran menurun, GCS 3 Refleks kornea (+) 3mm/3mm Hemodinamik tidak stabil Hemoglobin 10.6 g/dl Hasil pemeriksaan ADGA (darah vena) Ph : 7.296 mmHg PO2 : 48 mmHg TCO2 : 24 mmol/L PCO2 : 47.1 mmHg BE : -4 HCO3 : 23.0 mmHg Saturasi O2 : 79% TD: 74/41 mmHg, HR: 54 x/mnt, Sat O2 61% Perdarah lambung, residu warna hitam 700cc/jam A : Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d peningkatan tekanan intra cranial P:
II
24/1/201 7
S:O:
Pantau tanda-tanda vital Pantau hemodinamik Pantau tingkat keadaran pasien Pantau hasil laboratorium Dekompresi NGT Kolaborasi pemeriksaan laboratorium Analisa Gas Darah Kolaborasi dalam pemberian terapi farmakologik Kolaborasi transfusi PRC 2 kolf
Suara nafas ronchi TD: 74/41 mmHg, HR: 54 x/mnt, Sat O2 61% Ventilator terpasang dengan mode SIMV, rate 8, FiO2 45%, peep Produksi sputum berlebihan 31
24/1/201 7
III
Refleks batuk (+) Saction secara berkala Nebul ventolin Fisioterapi (+) A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret P: Pantau airway dan saction berkala Lakukan fisioterapi sebelum melakukan saction Oral hygiene dan perawatan trakeostomi perhari Kolaborasi pemberian nebul ventolin 1 resp/6 jam S:O: Produksi urin sedikit 17 cc/jam Kesadaran pasien menurun Hasil pemeriksaan elektrolit Natrium (Na) 137 mmol/L Kalium (K) 5.3 mmol/L Klorida (CI) 98 mmol/L Kalsium (Ca) 5.4 mg/dl Magnesium (Mg) 2.2 mg/dl Perdarah lambung, residu warna hitam 700cc/jam A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d kegagalan mekanisme pengaturan P: Pantau keseimbangan asupan dan haluaran cairan Pantau dan catat jumlah urin per jam Koreksi Ca glukonas 2 amp Pantau adanya perdarahan lambung Pantau hasil pemeriksaan elektrolit Kolaborasi pemeriksaan elektrolit
32
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga/tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus 2. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan 3. Masalah gangguan perfusi jaringan belum teratasi setelah 5 hari dilakukan asuhan keperawatan 4. Masalah bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret belum teratasi setelah 5 hari dilakukan asuhan keperawatan 5. Masalah keseimbangan caira dan elektrolit belum teratasi setelah 5 hari dilakukan asuhan keperawatan B. Saran 1. Diharapkan kepada teman-teman agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang menyeluruh 2. Diharapkan kepada teman-teman agar melakukan asuhan keperawatan secara sistematis 3. Diharapkan kepada teman-teman untuk mendokumentasikan segala bentuk tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien
33