SISTEM INTEGUMEN KONSE DASAR ASUHAN KEPERAWATAN SIFILIS
Oleh Kelompok 12 A5-C
1. WISWANTARA PANDE NYOMAN
11.321.1136
2. YUDI ANTARA ADI I KADEK
11.321.1137
3. DESY PARIANI NI MADE
11.321.1146
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2013
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktuwaktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin. ( Soedarto, 1990 ). Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.
2. Epidemiologi
Asal penyakit sifilis ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah tahun 1946.Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.
3. Etiologi
Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain: Penyebab sifilis ditemukan oleh SCHAUDINN dan HOFMAN ialah Treponema palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya spiral panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman tersebut mudah mati sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup sampai 72 jam. 2
4. Faktor Predisposisi
a. Hubungan seksual yang bebas (Genitogenital, Orogenital maupun Anogenital). b. Sering berganti pasangan. c. Melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi yang aman. d. Melakukan hubungan seksual dengan orang yang mengidap sifilis. e. Janin yang orang tuanya menderita men derita sifilis. f. Kurangnya kebersihan diri . g. Virulensi kuman yang tinggi. h. Kontak langsung dengan lesi yang mengandung Bakteri Treponema Pallidum.
5. Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa jam. Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik. Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF). Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan neurosifilis meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang mengalami kerusakan sehingga terjadi kondiri parenchymatous neurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda endotelialarteritis. Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan sel endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.
6. Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain: a. Sifilis Stadium I : Terjadi efek efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3 minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat kelamin, ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya pada penularan ekstrakoital. 3
b. Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri pada tulang, leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir, dan limfadenitis yang generalisata. c. Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3 – 3 – 7 7 tahun setelah infeksi. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis membentuk nekrosis sentral juga ditemukan di organ dalam, yaitu lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma), tidak nyeri. d. Sifilis Kongenital : 1) Sifilis Kongenital Dini : Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul, skuma, secret hidung yang sering bercampur darah, adanya osteokondritis pada foto roentgen. 2) Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 – 9 tahun dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi Hutchinson, paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis. frontalis. 3) Sifilis Stigmata : Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier, gigi Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang frontal kepala (frontal bossing). e. Sifilis Kardiovaskular : Umumnya bermanifestasi selama 10 – 10 – 20 20 tahun setelah infeksi. Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan ditandai oleh insufisiensi aorta atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta torakal. f. Neurosifilis : 1) Neurosifilis 1) Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis reaktif. 2) Neurosifilis meningovaskuler : Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat yakni kerusakan pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis reaktif. 3) Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala dan tanda
paresis
sangatlah
banyak
dan
menunjukan
penyebaran
kerusakan
parenkimatosa. Gejala tabes dorsalis, yaitu parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih, impotensi dan perasaan nyeri. 4
7. Gejala Klinis a. Sifilis primer : Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre
sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah sesudah masuknya Treponema pallidum. pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder. 10 minggu setelah chancre sembuh. b. Sifilis Sekunder : Terjadi sifilis sekunder, 2 – 10 Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abu – abu abu putih sampai eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes) patkes) dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sifilis sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein
serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala
neurologis sifilis laten. c. Relapsing sifilis : Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak
tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala – gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS (Serologis Test for Syfilis) Syfilis ) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium stadium sifilis sekunder. Relapsing sifilis yang ada terdiri dari : 5
a) Sifilis laten : Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder
dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat dap at ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik han ya reaksi STS positif. b) Sifilis tersier : Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala
sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis). c) Sifilis kongenital : Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil
yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang – tulang tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, gigi, saddel – saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang – kadang kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto, 1990).
6
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi, respirasi. b. Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan bawah.
9. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Venereal Disease Research Laboratory ( Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma
venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan
(kanker). a. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin) 1) pemeriksaan 1) pemeriksaan T Palidum Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit. 2) pemeriksaan 2) pemeriksaan TSS TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
7
a) Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP). Contoh test non treponemal : (1) Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer (2) Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test). b) Tes treponemal Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan dapat digolongkan menjadi 4 kelompok : (1) Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test) (2) Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test) (3) Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody – Antibody – Absorption Double Staining) (4) Tes
hemoglutisasi
:
TPHA
(Treponemal
pallidum
Haemoglutination
Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination
Treponemal
Test
for
Syphilis),
MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum). b. Pemeriksaan Yang Lain Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat aneurisma aorta. Pada neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan:
8
1) Histopatologi Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri atas infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel plasma. 2) Imunologi Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody. Terdapat dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas yaitu yang ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales yang pathogen
10. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis : Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling
efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II. 1) Sifilis primer dan sekunder a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari. c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu. 2) Sifilis laten a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta u nit b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari). c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu). 9
3) Sifilis III a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit) c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu) 4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari. b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari. 5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan: a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari. *Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak. b. Penatalaksanaan Keperawatan Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1) Bahaya PMS dan komplikain 2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan 3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya 4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi. 5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin 6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
11. Program Diet
1) Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum. 2) Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering. 3) Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna. 4) Sayuran dan buah-buah untuk jus. 5) Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau kedelai). 6) Hindari makanan di awetkan atau beragi. 7) Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia. 10
8)
Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran pencernaan.
9)
Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10) Hindari rokok, kafein dan alcohol.
12. Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan hilang. b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem, seperti: 1) Stroke 2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis) 3) Koordinasi otot yang buruk 4) Numbness (mati rasa) 5) Paralysis 6) Deafness or visual problems 7) Personality changes 8) Dementia c. Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis. d. Infeksi HIV Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya masukn ya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual. 11
e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut : a. Anamnesa 1) Ps mengeluh nyeri pada tulang. 2) Ps mengeluh tidak nafsu makan. 3) Ps mengeluh nyeri pada kepala. 4) Ps mengeluh kesemutan. b. Pemeriksaan Fisik 1) Anoreksia dan BB menurun. 2) Demam subfebris. 3) Ulkus merah pada penis dan anus. 4) Arthritis dan paresis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder ulkus mole, pasca drainase. b. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik ulkus mole c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genetalia d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan ulkus merah pada penis dan anus serta demam subfebris. e. Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
cara
penularan
penyakit
12
3. Rencana Keperawatan No
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Dx
Setelah 1
dilakukan
keperawatan selama
asuhan 1. Kaji tanda- tanda vital (TD, N, 1. Tanda- tanda vital dapat menunjukan tingkat …x… jam,
RR)
perkembangan perkembangan pasien pasien
diharapkan nyeri berkurang/hilang, 2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas, 2. Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dengan kriteria hasil :
Pasien tidak mengeluh nyeri
Skala nyeri 0-1 (0-4)
Pasien tidak gelisah
frekuensi dan waktu terjadinya
dan tanda-tanda perkembangan atau resolusi
nyeri (PQRST)
komplikasi
3. Lakukan
dan
awasi
latihan 3. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
rentang gerak aktif dan pasif. 4. Dorong ekspresi, perasaan tentang nyeri.
4. Pernyataan
memungkinkan
pengungkapan
emosi dan apat meningkatkan mekanisme koping
5. Ajarkan distraksi,
teknik
relaksasi, 5. Memfokuskan
massage,
guiding
imajenery.
kembali
pehatian,
meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa
control
yang
dapat
menurunkan
ketergantungan farmakologis 6. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan
pereda
nyeri
nonfarmakologi dan noninvasive
6. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi
lainnya
telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. 13
7. Kolaborasi pemberian
dengan
dokter 7. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
analgesik
sesuai
nyeri akan berkurang
indikasi 2.
Setelah
dilakukan
keperawatan keperawatan selama diharapkan
suhu
asuhan 1. Pantau suhu pasien (derajat dan …x… jam,
tubuh
pola)
infeksius
dalam 2. Berikan kompres hangat
2. Membantu mengurangi demam
rentang normal, dengan kriteria 3. Anjurkan pasien untuk banyak hasil :
minum 1500-2000 cc/hari
Suhu tubuh normal (36 – 4. Anjurkan 37C).
Kulit
tidak
pasnas,
kemerahan,
3.
Turgor kulit elastic
Mukosa bibir lembab
Setelah
dilakukan
tidak
1. Suhu 38,9-41derajat C menunjukkan proses
akibay evaporasi untuk
4. Memeberikan rasa nyaman dan pakaian yang
menggunakan pakaian yang tipis
tipis mudah menyerap keringat dan tidak
dan mudah menyerap keringat
merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Kolaborasi
pasien
3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
dalam
pemberian
cairan intravena dan antipiretik
5. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Antipiretik untuk menurunkan panas tubuh pasien.
asuhan 1. Kaji kerusakan kulit yang terjadi 1. Menjadi
data
dasar
untuk
memberikan
7. Kolaborasi pemberian
dengan
dokter 7. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
analgesik
sesuai
nyeri akan berkurang
indikasi 2.
Setelah
dilakukan
keperawatan keperawatan selama diharapkan
suhu
asuhan 1. Pantau suhu pasien (derajat dan …x… jam,
tubuh
pola)
infeksius
dalam 2. Berikan kompres hangat
2. Membantu mengurangi demam
rentang normal, dengan kriteria 3. Anjurkan pasien untuk banyak hasil :
minum 1500-2000 cc/hari
Suhu tubuh normal (36 – 4. Anjurkan 37C).
Kulit
tidak
pasnas,
tidak
3.
Turgor kulit elastic
Mukosa bibir lembab
Setelah
diharapkan
untuk
4. Memeberikan rasa nyaman dan pakaian yang
menggunakan pakaian yang tipis
tipis mudah menyerap keringat dan tidak
dan mudah menyerap keringat
merangsang peningkatan suhu tubuh.
dalam
pemberian
…x… jam,
pada klien
dasar
untuk
memberikan
apa yang akan dipakai dan jenis larutan apa yang akan digunakan. 2.
jaringan
data
informasi intervensi perawatan luka, alkat
kulit
kriteria hasil :
Catat
ukuran
atau
warna, 2. Memberikan
kedalaman luka dan kondisi sekitar
informasi
dasar
tentang
kebutuhan dan petunjuk tentang sirkulasi
luka.
meningkat
dengan suhu tubuh yang tinggi. Antipiretik
asuhan 1. Kaji kerusakan kulit yang terjadi 1. Menjadi
integritas
Pertumbuhan
5. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
untuk menurunkan panas tubuh pasien.
membaik secara optimal, dengan
3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibay evaporasi
cairan intravena dan antipiretik
dilakukan
keperawatan selama
pasien
5. Kolaborasi
kemerahan,
1. Suhu 38,9-41derajat C menunjukkan proses
3. Lakukan perawatan luka dengan
Keadaan luka membaik
3. Perawatan luka dengan teknik steril dapat 14
teknik steril.
Luka menutup
Mencapai penyembuhan luka
mengurangi kontaminasi kuman langsung ke area luka.
4. Bersihkan area perianal dengan 4. Mencegah meserasi dan menjaga perianal
tepat waktu
membersihkan feses menggunakan
.
tetap kering.
air. 5. Tingkatkan asupan nutrisi
5. Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan
6. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan
kulit
dengan
asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan
cara 6. Menjaga kebersihan kulit dan mencegah
mandi sehari 2 kali
komplikasi
7. Ubah posisi dengan sering tiap 2 7. Mengurangi tekanan pada area yang sama jam 8. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotika topical 4.
Setelah
dilakukan
keperawatan selama
asuhan …x… jam,
1. Kaji TTV terutama suhu. 2. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
8. Mencegah atau mengontrol infeksi
1. Suhu meningkat menunjukkan terjadinya infeksi
teknik steril.
Luka menutup
Mencapai penyembuhan luka
mengurangi kontaminasi kuman langsung ke area luka.
4. Bersihkan area perianal dengan 4. Mencegah meserasi dan menjaga perianal
tepat waktu
membersihkan feses menggunakan
.
tetap kering.
air. 5. Tingkatkan asupan nutrisi
5. Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan
6. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan
kulit
dengan
asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan
cara 6. Menjaga kebersihan kulit dan mencegah
mandi sehari 2 kali
komplikasi
7. Ubah posisi dengan sering tiap 2 7. Mengurangi tekanan pada area yang sama jam 8. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotika topical 4.
Setelah
dilakukan
keperawatan selama
asuhan …x… jam,
diharapkan infeksi berkurang atau hilang
teratasi,
dengan
kriteria
hasil :
1. Kaji TTV terutama suhu.
1. Suhu meningkat menunjukkan terjadinya
2. Kaji adanya tanda-tanda infeksi 3. Observasi
daerah
mengalami
kulit
kerusakan,
yang cacat
karakteristik drainase dan adanya Tidak
ada
tanda-tanda
8. Mencegah atau mengontrol infeksi
inflamasi.
infeksi 2. Untuk
mengetahui
terjadinya
infeksi
sehingga dapat di tangani 3. Deteksi
dini
memungkinkan
pengembangan melakukan
infeksi tindakan
pencegahan pencegahan komplikasi. komplikasi.
infeksi Tidak ada drainase purulen
15
4. Berikan perawatan dengan teknik
Suhu tubuh normal
antiseptic
dan
aseptic,
4. Cuci tangan merupakan cara pertama untuk menghindari infeksi nosokomial
Pertahankan teknik cuci tangan yang efektif. 5. Kolaborasi
dalam
pemberian 5. Dapat mencegah penyebaran/melindungi ps
antibiotic. 5.
Setelah
dilakukan
asuhan
dari proses infeksi lain.
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
keperawatan selama …x… menit, diharapkan pengetahuan pengetahuan
terpenuhinya pasien
tenteng
tingkat pemahaman pasien 2. Beritahukan pasien/ orang terdekat mengenai dosis, aturan dan efek
kondisi penyakit, dengan kriteria hasil :
tentang
proses
infeksi,
tindakan yang dibutuhkan
2. Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan diri, untuk menambah menambah kejelasan efektivitas
3. Jelaskan Mengungkapkan pengertian
1. Memberikan data dasar untuk mengetahi
tentang
pentingnya
pengobatan pengobatan antibakteri antibakteri 4. Beri nasehat kepada pasien untuk
pengobatan
dan
mencegah
komplikasi 3. Pemberian antibakteri di rumah dibutuhkan untuk mengurangi invasi bakteri pada kulit
menjaga agar kulit tetap lembab 4. Pioderma memerlukan air agar fleksibelitas
4. Berikan perawatan dengan teknik
Suhu tubuh normal
antiseptic
dan
aseptic,
4. Cuci tangan merupakan cara pertama untuk menghindari infeksi nosokomial
Pertahankan teknik cuci tangan yang efektif. 5. Kolaborasi
dalam
pemberian 5. Dapat mencegah penyebaran/melindungi ps
antibiotic. 5.
Setelah
dilakukan
asuhan
dari proses infeksi lain.
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
keperawatan selama …x… menit, diharapkan pengetahuan pengetahuan
terpenuhinya pasien
tingkat pemahaman pasien 2. Beritahukan pasien/ orang terdekat
tenteng
mengenai dosis, aturan dan efek
kondisi penyakit, dengan kriteria hasil :
tentang
proses
infeksi,
tentang
pentingnya
pengobatan pengobatan antibakteri antibakteri 4. Beri nasehat kepada pasien untuk
perawatan diri, untuk menambah menambah kejelasan pengobatan
dan
mencegah
komplikasi 3. Pemberian antibakteri di rumah dibutuhkan untuk mengurangi invasi bakteri pada kulit
tindakan yang dibutuhkan
menjaga agar kulit tetap lembab 4. Pioderma memerlukan air agar fleksibelitas
dengan
dan fleksibel dengan pengolesan
kulit tetap terjaga. Pengolesan cream atau
cream atau lotion
lotion untuk mencegah agar kulit tidak
kemungkinan
komplikasi.
2. Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan
efektivitas 3. Jelaskan
Mengungkapkan pengertian
1. Memberikan data dasar untuk mengetahi
menjadi kasar, retak dan bersisik
Mengenal perubahan gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah
5. Peragakan penerapan terapi yang
terjadinya
diprogramkan diprogramkan : obat topical
5. Memungkinkan
pasien
untukmemperoleh
kesempatan untuk menunjukkan cara yang tepat untuk melakukan terapi
komplikasi.
16
4. Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi yang ada
5. Evaluasi Keperawatan Dx 1: Pasien tidak mengeluh nyeri, Skala nyeri 0-1 (0-4), Pasien tidak gelisah. o
Dx 2: Suhu tubuh normal (36 – 37 C), Kulit tidak pasnas, tidak kemerahan, Turgor kulit
elastic, Mukosa bibir lembab. Dx 3: Pertumbuhan jaringan meningkat ,Keadaan luka membaik, Luka menutup, Mencapai
penyembuhan luka tepat waktu. infeksi, Tidak ada drainase drainase purulen. Dx 4: Tidak ada tanda-tanda infeksi, o
Suhu tubuh normal (35,7 -37. 2 C).
4. Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi yang ada
5. Evaluasi Keperawatan Dx 1: Pasien tidak mengeluh nyeri, Skala nyeri 0-1 (0-4), Pasien tidak gelisah. o
Dx 2: Suhu tubuh normal (36 – 37 C), Kulit tidak pasnas, tidak kemerahan, Turgor kulit
elastic, Mukosa bibir lembab. Dx 3: Pertumbuhan jaringan meningkat ,Keadaan luka membaik, Luka menutup, Mencapai
penyembuhan luka tepat waktu. infeksi, Tidak ada drainase drainase purulen. Dx 4: Tidak ada tanda-tanda infeksi, o
Suhu tubuh normal (35,7 -37. 2 C). Dx 5: Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan dengan
kemungkinan komplikasi, Mengenal perubahan gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda,Adhi.2007. Ilmu Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta:FKUI Kelamin.Jakarta:FKUI Doenges,Marilyin E.1999. Rencana E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC Keperawatan.Jakarta:EGC Mansjoer,Arif.2001. Kapita Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medis Kedokteran.Jakarta:Medis Aesculapius NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:EGC. Price,Sylvia Anderson.2005. Patofisiologi.Jakarta:EGC Patofisiologi.Jakarta:EGC Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Kulit. Jakarta: EGC Smeltzer,Suzzanne C 2001. Keperawatan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC Bedah.Jakarta:EGC
18
Pajanan treponema paldium
Sex berisiko tinggi Hygiene rendah, virulensi kuman tinggi
Orang tua yang sifilis Kontak langsung
Masuk ke mukosa
Treponema masuk ke saluran limfatik dan menginvansi
Sifilis
Limfatik
Mukosa
Plasenta dan janin
Skuama, vesikel, secret dan darah dari hidung
Infeksi primer
Skuama, vesikel, papul, secret dan darah dari hidung, osteocondritis
Papula jadi ulkus bersih, tidak nyeri, dan menonjol (chancre)
Keratitis intersial(akibatkan kebutaan), tuli, perforasi palatum durum, kelainan tibia
Ulserasi (chancre) soliter dan keras, yg tidak nyeri
Kerusakan integritas kulit
Keterlambatan tumbuh&kembang Pengungkapan Tidak mengetahuai penyakit dan penanganan, informasi tidak adekuat
Diobati
Sembuh Tidak diobati Terbentuk jaringan parut
Infeksi sekunder
Infeksi meningens Nyeri tenggorokan
Kurang pengetahuan
Ruam, macula paluler non pruritus
Nyeri kepala
Kenaikan suhu tubuh
Lesi pustuler
Infeksi organ lain
Limfa
Infeksi SSP Infark otak
ginjal
Limfadenopati
Gagal ginjal
Penurunan BB Nyeri akut
Optic athropi
Hipertermi Lesi pustuler
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan Gerakan abnormal saat berjalan
Gangguan citra tubuh
demensia
Tremor
penurunanpengelihatan Risiko tinggi
19