MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PNEUMOTORAK
Disusun oleh: kelompok II (kelas VA) 1. 2. 3. 4. 5.
Rista aguskurdani Ade irma sulastri Lalu ambara ganda putra Ahmad muhaji Suciyati
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM TA. 2016/2017
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dan teman – teman teman semua yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik terstruktur keperawatan gawat darurat I Program Studi S1 Keperawatan Keperawatan dan untuk memudahkan memudahkan mahasiswa dalam memahami memahami makalah ini. Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.
Mataram, 10 Oktober 2016.
Kelompok II
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar belakang.............................................................................................1 B. Tujuan penulisan ........................................................................................1 Tujuan umum .......................................................................................1 Tujuan khusus ......................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3
A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Definisi pneumotorak.................................................................................3 Klasifikasi pneumotorak .............................................................................3 Etologi pneumotorak...................................................................................6 Patofisiologi pneumotorak .......................................................................... 6 Perhitungan luas pneumotorak ....................................................................9 Manifestasi klinis pneumotorak ................................................................10 komplikasi pneumotorak...........................................................................10 Pemeriksaan penunjang pneumotorak ......................................................10 Penatalaksanaan pneumotorak .................................................................. 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTORAK ................................14
A. B. C. D.
Pengkajian .................................................................................................14 Diagnosa ...................................................................................................15 Intervensi...................................................................................................15 Evaluasi ....................................................................................................21
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................22
A. Kesimpulan ..............................................................................................22 B. Saran ........................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Pneumotorak adalah keadaan terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru eluasa mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat terjadi secara spontan maupun traumatic. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder, pneumotorak traumatic dibagi menjadi iatrogenic dan bukan itrogenik. (Barmawy. H) Insidens pneumotoraks sedikit diketahui, karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 5:1. pneumotorak spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sbelumnya. PSP banyak dijumpai pada pria dengan usia antara 2 dan 4. salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk melaporkan bahwa pasien tuberculosis aktif mengalami komplikasi pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H) Di Olmsted country, Minnesota, amerika, meiton et al melakukan penelitian selama 25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks, didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic da sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien tersebut 77 pasien PSP dan 64 pasien PSS. Pada pasien pneumotorak spontan didapatkan angka incident sebagai berikut: PSP terjadi pada 7,4 per 100.000 pertahun untuk peria dan 2,0 per 100.000 tahun untuk wanita. (Barmawy. H) Sesuai perkembangan dibidang pulmunologi telah sering dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (video-assisted thoracostomi), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan lama rawat inap di RS yang lebih sigkat. B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum: Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur keperawatan gawat darurat I dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang pneumotorak dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumotorak. 2. Tujuan khusus: a. Untuk mengetahui definisi dari pneumotorak b. Untuk mengetahui klasifikasi pneumotorak. c. Untuk mengetahui etiologi pneumotorak.
d. e. f. g. h. i.
Untuk mengetahui patofisiologi pneumotorak. Untuk mengetahui perhitungan luas pneumotorak Untuk mengetahui manifestasi klinis pneumotorak. Untuk mengetahui komplikasi pneumonia Untuk mengetahui pemeriksaan medis pneumotorak. Untuk mengetahui penatalaksanaan pneumotorak.
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pneumotorak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru paru dapat terjadi kolaps. Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan viseral. Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks adalah robeknya pembuluh interkosta, laserasi paru-paru, atau keluarnya udara dari paru yang cedera kedalam ruang pleura. (Brunner & Suddart, 2002).
B. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya: 1. Pneumotoraks spontan Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). .(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 2. Pneumotoraks traumatik Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis)..(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 3. Pneumotoraks karena tekanan Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru parumengalami kolaps.Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok. (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009).
Pneumotoraks juga dapat diklarifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan adanya robekan pleura: 1. Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi). 2. Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi). 3. Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa. Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).
C. Etiologi
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronchus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatous fibrosisi. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empiema. D. Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat dari ekspirasi biasa. Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut: 1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat. 2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan 3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks.
Patway
Trauma dada ↓
Robekan pleura ↓
Terbukanya dinding dada ↓
Aliran udara ke rongga pleura meningkat ↓
Tekanan di rongga pleura lebih tinggi dari pada di atmosfer ↓
Terjadi kollaps paru ↓
Kompensasi untuk memenuhi oksigen ke seluruh tubuh berkurang ↓
Jantung bekerja lebih cepat ↓
Takikardi ↓
Napas menjadi pendek dan cepat
E. Menghitung luas pneumotorak
Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan j enis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain : 1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur seba gai volume kubus. Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diame ter kubus adalah : 83 ______
512 =
3
10
________
= ± 50 %
1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh. % luas pneumotoraks A + B + C (cm) =
__________________
x 10
3
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks.
(L) hemitorak – (L) kolaps paru (AxB) - (axb) _______________ x 100 % AxB
F. Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah: 1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek pendek, dengan mulut terbuka. 2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan. 3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien. 4. Denyut jantung meningkat. 5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang. 6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer. Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut: 1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat 2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat 3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas. 4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang. G. Komplikasi
1. Pneumothoraks tension dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisisan jantung menururn sehingga tekanan darah menurun. 2. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi. 3. pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispenia menyebabkan kematian.(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
berat,
yang
H. Pemeriksaan penunjang
Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnose pneumotoraks, diantaranya: 1. Foto rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus pneumotoraks antara lain: a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telahterjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi. d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum. Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps 2. Analisa Gas Darah Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. 3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain dengan melakukan : 1. Tindakan medis Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar..(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 2. Tindakan dekompresi Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara: a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut. b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil.
Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol Pipa WSD ( Water Sealed Drainage ) Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya katet er toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4). Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal
3. Tindakan bedah Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTORAK A. Pengkajian
1. Identitas Meliputi: Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asusransi, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumahsakit, dan diagnosa medis. 2. Riwayat kesehatan a. Riwayat penyakit saat ini Keluhan sesak napas sering kali dating mendadak dan semakin lama semakin berat.Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah da riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura. b. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru dimana sering terjadi pada pneumothoraks spontan. c. Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain-lain. 3. Pemeriksaan fisik a. Sistem Pernapasan : Sesak napas. Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi klavikula/dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup). Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. Takhipnea, pergeseran mediastinum. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun. b. Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia, lemah. Pucat, Hb turun / normal. Hipotensi.
c. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan. d. Sistem Perkemihan: Tidak ada kelainan. e. Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan. f.
Sistem Muskuloskeletal - Integumen. Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam. Terdapat kelemahan. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g. Sistem Endokrine : Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan. h. Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan. i.
Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
B. Diagnosa keperawatan
1. DX 1: Gangguan pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara), gangguan muskuloskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi 2. DX 2: Ganggun rasa nyeri dada b/d faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor fisik pemasangan selang dada 3. DX 3: Resiko truma / penghentisn napas b/d penyakit / proses cedera, sistem drainase dada, kurang pendidikan, keamanan, pencegahan 4. DX 4: Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurang terpajan pada informasi. C. Perencanaan keperawatan Tujuan 1. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pola pernapsan efektif / normal .
Rencana
No.Dx
Kriteria hasil:
GDA dalam batas normal
Rasionl
Mandiri
— Mengidentifikasi etiologi atau faktor pencetus, Co kollaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik
— Evaluasi fungsi
— Pemahaman penyebab kollaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lain.
— Distress pernapasan dan
Bebas sianosis Bebas dari tanda dan gejala hipoksia Tidak ada penggunaan otot aksesoris pernapasan
pernapasan, catat kecepatan atau pernapasan sewrak, dispnea, keluhan Lapar Udara terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
— Auskultasi bunyi napas
— Catat pengembangan dada dan posisi trakea
— Kaji Fremitus
perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia/perdarahan
— Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada lobus, segmen paru/seluruh area paru (Unilateral)
— Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru, deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotorak
— Suara dan tatil premitus (vebrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan atau konsolidasi
— Kaji pasien terhadap nyeri tekan bila batuk napas dalam
— pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Baik ke sisi yang sakit untuk kontrol pasien untuk sebanyak mungkin
— pertahankan prilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat atau dalam bila selang di pasang : — Observasi gelembung
— Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif atau mengurangi trauma
— Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit
— Membantu pasien mengalami efek fisiolagis hipoxia yang dapat dimanifestasikan sebagai ansietas atau takut
— Gelembung udara
udara botol penampung
— Evaluasi ketidak normalan atau kontinuitas gelembung botol penampung
— Tentukan lokasi kebocoran udara dengan mengklem kateter thorak pada hanya bagian distal sampai keluar dai dada
— Berikan kassa berminyak dan atau bahan lain yang tepat disekitar sisi pemasangan sesuai indikasi
— Klem selang pada bagian bawah unit dreinase bila
— Posisikan sistem drainase selang untuk fungsi optimal contoh koil selang ekstra di tempat tidur, yakinkan selang tidak terlipat/mengantung dibawah saluran masuknya kewadah
selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari pneumotorak (kerja yang diharapkan) gelembung biasanya menurun seiring dengan expansi paru dimana area pleural menurun
— Dengan bekerjanya penghisapan, menunjukka kebocoran udara menetap yang mungkin berasal dari pneumotorak besar pada sisi pemasangan selang dada (berpusat pada pasie) atau unit drainase dada (berpusat pada sistem)
— Bila gelembung berhenti saat kateter diklem pada sisi pemasangan, kebocoran terjadi pada pasien (pada sisi pemasukan/dalam tubuh pasien)
— Biasanya memperbaiki kebocoan pada sisi insersi
— Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat sistem
— Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negatif yang diinginkan dan membuat udara/cairan
drainase, alirkan akumulasi drainase bila perlu
— Catat karakter/jumlah drainase selang dada
— Berguna dalam mengevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya komplikasi./perdarahan yang memerlukan upaya intervensi
Kolaborasi
— Kaji seri foto thorak
— Mengawasi kemajuan perbaikan hemotorak atau pneumotorak dan ekspansi paru, mengidentifikasi kesalahan posisi selang endotrakeal mempengaruhi inflasi paru
— awasi/gambarkan seri AGD dan nadi oksimetri. Kaji kapasitas vital atau ukuran volume tidal
— berikan O2 tambahan melalui kanule/masker sesuai indikasi.
2. Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat hilang atau terkontrol. Kriteria hasil:
Menunjukkan rileks istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas dengan tepat.
— Menjadi status pertukaran gas dan ventilasi perlu untuk kelanjutan atau gangguan dalam terapi
— alat dalam menurunkan kerja napas, meningkatkan penghilangan disytress respirasi dan sianosis, sehubungan dengan hopoksia
Mandiri
— Tentukan karakteristik — Nyeri dada, biasanya nyeri, mis : tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi/ intensitas nyeri.
ada dalam beberapa derajat pada pneumotoraks.
— Pantau tanda vital.
— Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
— Berikan tindakan nyaman, mis; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
— Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada dengan bantal.
— Tindakan non-analgesik diberikan dengan menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
— Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan kefektifan upaya batuk.
Kolaborasi
— Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
3. Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan trauma/penghentian jalan napas tidak terjadi Kriteria hasil:
Mengenal kebutuhan atau mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
— Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk nonproduktif/ paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
Mandiri
— kaji dengan pasien tujuan atau pungsi unit drainase dada, catat gambaran keamanan
— pasangan kateter thorak kedinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan./mengu bah psosisi pasien
— Amankan sisi sambung selang
— Berikan bantalan pada sisi dengan plester/kassa
— Amankan unit drainase pada sangkutan tempat tertentu area dengan
— Imformasi tentang bagaimana sistem bekerja memberikan keyakinan menurunkan ansietas pasien
— mencegah terlepasnya kateter dad/selang terlipat dan menurunkan nyeri/ketidaknyamanan sehubungan dengan penarikan/mengerakkan selang
— Mencegah terlepasnya selang
— Melindungi kulit dari iritasi/tekanan
— mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan risiko kecelakaan jatuh/unit
lalu lintas rendah
— Berikan transportasi aman bila pasien dikirim unit batas tujuan diagnosik. Sebelumnya memindakan periksa botol untuk batasan cairan yang tepat, ada/tidaknya gelembung adanya diklem atau lepaskan dari sumber penghisap.
— Awasi sisi luabng pemasangan selang, catat, adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang kassa penutup steril sesuai kebutuhan
— Anjurkan klien untuk menghindari berbaring /menarik selang
— Identifikasi perubahan/situasi yang dilaporkan pada perawat, contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada, lepaskan alat
— Obserbvasi tanda distress pernapasan bila kateter thorak lepas/tercabut.
4. Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mengetahui
pecah
— meningkatkan kontinuitas evakuasi oftimal cairan/udara selama pemindahan. Bila pasien mengeluarkan banyak jumlah cairan/udara dada, selang harus tidak diklem atau penghisapan dihentikan karena risiko akulumasi ulang
— Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi / infeksi kulit
— menurunkan resiko obstruksi/terlepasnya selang
— Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius
— pneumotorak dapat terulang /memburuk karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat
Mandiri
— Kaji patologi masalah individu
— Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan memberikan
mengenai kondisi aturan pengobatan Kriteria hasil:
Mengidentifikasi tanda/gejala yang — Identifikasi memerlukan evaluasi kemungkinan medik kambuh/komplikasi Mengikuti program jangka panjang pengobatan Menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik
— Penyekit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang menderita pneumotorak spontan, insiden kambuh 10 %-15%. Orang yang mempunyai episode spontan kedua berisiko untuk insiden ketiga (60%)
— kaji ulang tanda/gejala — Berulangnya yang memerlukan eveluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distress pernapasan lanjut
— Kaji ulang praktek kesehatan yang baik contok ; nutrisi baik, istirahat, latihan
D. Evaluasi Setelah mendapat implementasi pneumotorak diharapkan sebagai berikut:
1. 2. 3. 4.
keperawatan,
pola pernapsan efektif / normal . nyeri dapat hilang atau terkontrol. trauma/penghentian jalan napas tidak terjadi klien mengetahui mengenai kondisi aturan pengobatan.
pneumotorak /hemothorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah/nenurunkan potensial komplikasi
— Mempertahankan kesehatan umum, meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
maka
pasien
dengan
BAB IV PENUTUP A. Keimpulan
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension). Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto röntgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari hasil röntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi lagi. B. Saran
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada pneumotorak untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan. 2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan. 3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA 1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997. p. 598. 2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063. 3. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179 4. Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC 5. Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC