BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Proses kelahiran adalah proses alami yang seharusnya menjadi pengalaman yang positif bagi ibu dan keluarga. Tetapi ada kalanya proses kelahiran tidak dapat dilakukan secara normal atau melalui jalan lahir ibu karena beberapa hal. Salah satu cara yang semakin umum dilakukan jika proses persalinan secara normal tidak memungkinkan adalah dengan bedah caesar (caesarean-section (caesarean-section atau C-section) C-section) yaitu dengan membuat insisi pada abdomen ibu untuk mengeluarkan bayi. WHO memperkirakan angka kejadian bedah caesar berkisar antara 10%-15% dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, insiden bedah caesar meningkat 46% sejak 1996 hingga mencapai 30,2% pada tahun 2005. Sebuah laporan tahun 2008 menunjukkan bahwa satu dari tiga bayi yang lahir di Massachussets dilahirkan melalui bedah caesar. Bedah caesar bukanlah prosedur yang dapat dilakukan tanpa indikasi medis tertentu (meskipun saat ini sudah umum dilakukan bedah caesar elektif) dan bukannya tanpa resiko. Berbagai studi menunjukkan bahwa bedah caesar sedikit banyak mempunyai efek baik bagi ibu maupun bayi
(ns-rohman.blogspot.com/2011/11/askep-caesarean-section-bedah-
ceasar) Operasi
sectio caesarea (SC)
adalah metode pelahiran janin
melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus. Lebih dari
85% operasi SC di Amerika Serikat dilakukan karena riwayat seksio, distosia persalinan, distress janin dan presentasi presentas i bokong. Komplikasi yang timbul tidak diragukan lagi adalah dibandingkan
dengan
morbiditas ibu yang jauh lebih tinggi bila
kelahiran
pervaginam.
Penyebab
utama
dari
komplikasi tersebut adalah terjadinya endomiometritis, perdarahan, infeksi saluran kemih, infeksi panggul, infeksi luka operasi dan tromboembolisme (Leveno, 2009). Handerson dalam Muttaqin & Sari (2009) mengatakan bahwa sectio caesarea caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan atau telah terjadi distress pada janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. ibu. SC dapat merupakan merupakan prosedur elektif elektif atau darurat. darurat. Festin (2009) mengemukakan bahwa prevalensi SC secara global meningkat dari tahun ke tahun. Batas atas angka operasi SC yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) di masa lalu adalah 15%. Pada tahun 1994, WHO merevisi angka operasi SC yang bisa diterima baik di negara maju maupun negara berkembang harus berkisar antara 515%. Angka persalinan dengan operasi SC di Asia Tenggara pada tahun 2005 adalah 27% dengan variasi antar negara 19 - 35%. Indikasi paling umum adalah riwayat SC sebelumnya (7,0%), disproporsi sefalopelvis (6,3%), malpresentasi (4,7%), dan distress janin distress janin (3,3%). Cairan amnion mempunyai peranan proses
kehamilan
dan
persalinan
di
penting dalam menunjang sepanjang
kehamilan
normal.Kompartemen dari cairan amnion menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan berkembang. Tanpa cairan amnion rahim akan
85% operasi SC di Amerika Serikat dilakukan karena riwayat seksio, distosia persalinan, distress janin dan presentasi presentas i bokong. Komplikasi yang timbul tidak diragukan lagi adalah dibandingkan
dengan
morbiditas ibu yang jauh lebih tinggi bila
kelahiran
pervaginam.
Penyebab
utama
dari
komplikasi tersebut adalah terjadinya endomiometritis, perdarahan, infeksi saluran kemih, infeksi panggul, infeksi luka operasi dan tromboembolisme (Leveno, 2009). Handerson dalam Muttaqin & Sari (2009) mengatakan bahwa sectio caesarea caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan atau telah terjadi distress pada janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. ibu. SC dapat merupakan merupakan prosedur elektif elektif atau darurat. darurat. Festin (2009) mengemukakan bahwa prevalensi SC secara global meningkat dari tahun ke tahun. Batas atas angka operasi SC yang direkomendasikan World Health Organization (WHO) di masa lalu adalah 15%. Pada tahun 1994, WHO merevisi angka operasi SC yang bisa diterima baik di negara maju maupun negara berkembang harus berkisar antara 515%. Angka persalinan dengan operasi SC di Asia Tenggara pada tahun 2005 adalah 27% dengan variasi antar negara 19 - 35%. Indikasi paling umum adalah riwayat SC sebelumnya (7,0%), disproporsi sefalopelvis (6,3%), malpresentasi (4,7%), dan distress janin distress janin (3,3%). Cairan amnion mempunyai peranan proses
kehamilan
dan
persalinan
di
penting dalam menunjang sepanjang
kehamilan
normal.Kompartemen dari cairan amnion menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan berkembang. Tanpa cairan amnion rahim akan
mengerut dan menekan janin, pada kasus –kasus dimana tejadi kebocoran cairan amnion pada awal trimester pertama janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distrorsi muka. Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin. Cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen. Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk mengangkat asuhan keperawatanyang berjudul “Asuhan keperawatan pada Ny.E.R dengan sectio caesaria atas indikasi oligohidroamnion di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito”. B. RUMUSAN MASALAH Bertitik tolak pada latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah, bagaimana berjudul “Asuhan keperawatan pada Ny.E.N dengan sectio caesaria atas indikasi oligohidroamnion di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito Yogyakarta”. C. RUANG LINGKUP 1. Lingkup Tempat Tempat dan Waktu Penulis membatasi Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operatif, Intra Operatif dan Post Operatif pada lingkup kerja Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 17 April 2012. 2. Lingkup Asuhan Keperawatan Dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini penulis menggunakan pendekatan
proses
keperawatan
meliputi
pengkajian,
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
diagnosa
D. TUJUAN 1. Tujuan Umum Memperoleh gambaran secara nyata tentang pelaksanaan keperawatan pada Klien dengan sectio caesaria atas indikasi oligohidroamnion di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi Mengidentif ikasi pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan b. Menganalisa data yang yang diperlukan c. Merumuskan diagnosa diagnosa keperawatan keperawatan d. Menentukan prioritas masalah dari diagnosa keperawatan e. Menentukan tujuan dan rencana rencana tindakan keperawatan keperawatan f. Menentukan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan g. Melakukan evaluasi evaluasi tindakan keperaw keperawatan atan h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan sectio caesaria atas indikasi oligohidroamnion
E. METODE PENULISAN PENULISAN Penyusunan laporan studi kasus ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode yang menggambarkan kelompok dalam mengamati dan merawat kasus yang dipilih dipil ih dalam dal am bentuk laporan penerapan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual bio-psiko-sosial-spiritual.. Adapun teknik pengumpulan pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara 2. Mengumpulkan data melalui komunikasi secara lisan langsung dengan klien (auto anamnesa) dan komunikasi dengan keluarga klien (allo anamnesa). 3. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi: Untuk mengetahui keadaan fisik atau psikologi klien dengan cara melihat. b. Palpasi : Untuk mengetahui kelainan yang ada dengan cara meraba atau menekan. c. Perkusi
: Untuk mengetahui apa yang ada dibawah jaringan dengan
cara mengetuk d. Auskultasi : Untuk mendapatkan data dengan cara menggunakan stetoskop. 4. Studi Literature 5. Studi Dokumentasi
F. MANFAAT 1. Bagi Penulis Mendapatkan pengalaman langsung serta sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan peri operatif pada pasien dengan section caesarea 2. Bagi Pasien dan Keluarga Sebagai pedoman agar pasien mampu memahami keadaan penyakit dan proses
penyembuhannya
serta
meningkatkan
pengetahuan
ketrampilan peran serta keluarga dalam proses penyembuhan pasien
dan
BAB II TINJUAUAN TEORI
A. SECTIO CAESAREA I. PENGERTIAN Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Sedangkan post partum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu, (Mansjoer, 2001). Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut serta dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuhdan sehat (harnawatia, 2008.)
II. JENIS SECTIO Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis Sectio Caesarea adalah : 1. Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis) 2. Sectio Caesarea transperitonealis 3. Sectio Caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Kelebihan : a. Mengeluarkan janin dengan cepat b. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik c. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan : a. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik b. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan c. SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim) 4. Sectio Caesarea ismika atau profunda dengan insisi pada segmen bawah rahim (low cervical transversal ) kira-kira 10 cm. Kelebihan : a. Penjahitan luka lebih mudah b. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum d. Perdarahan tidak begitu banyak e. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil Kekurangan : a.
Luka dapat melebar
kekiri,
sehingga dapat menyebabkan
kanan, uteri
uterine
dan pecah
bawah sehingga
mengakibatkan perdarahan banyak b.
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
c.
SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
5. Sectio Caesarea ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Sayatan memanjang ( longitudinal ) 2. Sayatan melintang ( Transversal ) 3. Sayatan huruf T ( T insicion )
III. INDIKASI Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan
resiko
pada
ibu
ataupun
pada
janin,
dengan
pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal ama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ). Indikasi sectio caesaria pada Ibu 1. Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul ) 2. Disfungsi uterus 3. Distosia jaringan lunak 4. Plasenta previa 5. His lemah / melemah 6. Rupture uteri mengancam 7. Primi muda atau tua 8. Partus dengan komplikasi 9. Problema plasenta
Indikasi Sectio Caesaria Pada Anak
1. Janin besar 2. Gawat janin 3. Janin dalam posisi sungsang atau melintang 4. Fetal distress 5. Kalainan letak 6. Hydrocephalus
IV. KOMPLIKASI Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain : 1.
Infeksi puerperal ( Nifas )
2.
Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3.
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
4.
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5.
Perdarahan
6.
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7.
Perdarahan pada plasenta bed
8.
Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
9.
Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
V. PENATALASANAAN Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian. Pantau perdarahan dan urin secara ketat. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum. Pemberian antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah section sesaria dianjurkan efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
Mobilisasi pada hari pertama setelah operasi
penderita harus turun dari temapat tidur dengan dibantu paling sedikit dua kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan hari kelima setelah operasi Mochtar Rustam, 2002).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi) Untuk menentukan usia kehamilan 2. Test Nitrazin atau test lakmus Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin 3. Test LEA (Leucosyt Ester Ase) Untuk menentukan ada tidaknya infeksi 4. Laboratorium darah Untuk mengetahui jumlah lekosit jika meningkat curiga infeksi. 5. Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan fibrinogen) 6. Pemeriksaan silang darah dan enzim hati
7. Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumen biasanya normal atau menurun.
B. OLIGOHIDROAMNION I. Pengertian Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari ½ liter atau 500 cc. Biasanya sering terjadi pada umur kehamilan trimester II dan trimester III, kalau terjadi lebih awal prognosa janin lebih jelek. II.
Etiologi 1. Sebab pasti belum diketahui dengan jelas. 2. Primer -> karena pertumbuhan amnion yang kurang baik dan kelainan kongenital 3. Sekunder -> ketuban pecah dini
III.
Gambaran klinis
1. Perut ibu kelihatan kurang membuncit 2. Ibu merasa nyeri diperut pada tiap pergerakan anak 3. Persalinan lebih lama dari biasanya 4. Sewaktu his akan terasa sakit sekali 5. Bila ketuban pecah air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
C. ASUHAN KEPERAWATAN I.
PENGERTIAN Keperawatan perioperatif istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu pra operasi, intra operasi, dan pasca operasi. Masing-masing fase dimulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Di samping itu, kegiatan perawat perioperatif juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yangb berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapi sebagai suatu bentuk pelayanan prima
II.
PRE OPERATIF Perawatan
pre
operatif
merupakan
tahap
pertama
dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
Persiapan Psikologi Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena : 1. Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya. 2. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga. Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang dapat diberikan kepada pasien pra bedah. Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi : 1.
Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan).
2.
Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
3.
Alat-alat khusus yang diperlukan
4.
Pengiriman ke ruang bedah.
5.
Ruang pemulihan.
6.
Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi : a. Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin. b. Perlu kebebasan saluran nafas. c. Antisipasi pengobatan. d. Bernafas dalam dan latihan batuk e. Latihan kaki f. Mobilitas g. Membantu kenyamanan
Persiapan Fisiologi 1. Diet 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum.Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan antara lain : a. Aspirasi pada saat pembedahan b. Mengotori meja operasi. c. Mengganggu jalannya operasi. 2. Persiapan perut Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi. Maksud dari pemberian lavement antara lain : a.
Mencegah cidera kolon
b.
Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan dioperasi.
c.
Mencegah konstipasi.
d.
Mencegah infeksi.
3. Persiapan kulit Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis
dicukur bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang dicukur sekurangkurangnya 10-20 cm 2. 4. Hasil pemeriksaan Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain. 5. Persetujuan operasi / informed consent Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan perawat OK) Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu dilakukan hal tersebut di bawah ini :
a.
Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
b.
Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
c.
Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
d.
Lepas perhiasan
e.
Bersihkan cat kuku.
f.
Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
g.
Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
h.
Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan pendengaran.
i.
Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap tromboplebitis.
j.
Kandung kencing harus sudah kosong.
k.
Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ; •
Catatan tentang persiapan kulit.
•
Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
•
Pemberian premedikasi.
•
Pengobatan rutin.
•
Data antropometri (BB, TB)
•
Informed Consent
•
Pemeriksan laboratorium.
Pengkajian Keperawatan Pra Bedah 1)
Data subyektif a. Pengetahuan dan pengalaman terdahulu. b. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah c. Status Fisiologi
2)
Data objektif
a. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris. b. Tingkat interaksi dengan orang lain. c. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
d. Tinggi dan berat badan. e. Gejala vital. f.
Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
g. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik. h. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir. i.
Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
j.
Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
k. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
3)
Masalah keperawatan yang lazim muncul a. Takut b. Cemas c. Resiko infeksi d. Resiko injury e. Kurang pengetahuan
III.
INTRA OPERATIF Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi. 1. Persiapan Psikologis Pasien 2. Pengaturan Posisi Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah : a. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi. b. Umur dan ukuran tubuh pasien. c. Tipe anaesthesia yang digunakan. d. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis). Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : a. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman. b. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. c. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan. d. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara. e. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus. f. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot. g. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien. h. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.
i. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah
secara
bersamaan
untuk
menjaga
agar
lutut
tidak
mengalami dislokasi. 3. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit. 4. Penutupan Daerah Steril 5. Mempertahankan Surgical Asepsis 6. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh 7. Monitor dari Malignant Hyperthermia 8. Penutupan luka pembedahan 9. Perawatan Drainase 10. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
Pengkajian
1. Sebelum dilakukan operasi a. Pengkajian psikososial •
Perasaan takut / cemas
•
Keadaan emosi pasien
b. Pengkajian fisik •
Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
•
Sistem integumentum ; pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
•
Sistem Kardiovaskuler ; Apakah ada gangguan pada sisitem cardio?,
validasi apakah pasien menderita penyakit jantung?,
kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi, kebiasaan
merokok, kebiasaan minum alkohol, oedema, irama dan frekwensi jantung, pucat. •
Sistem pernafasan ; apakah pasien bernafas teratur?, batuk secara tiba-tiba di kamar operasi
•
Sistem gastrointestinal ; apakah pasien diare?
Sistem
•
reproduksi
;
apakah
pasien
wanita
mengalami
menstruasi? •
Sistem saraf ; kesadaran
•
Validasi persiapan fisik pasien ; -
Apakah pasien puasa ?
-
Lavement ?
-
Kapter ?
-
Perhiasan ?
-
Make up ?
-
Scheren / cukur bulu pubis ?
-
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
-
Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
2. Selama pelaksanaan operasi Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah : a. Pengkajian mental Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut. b. Pengkajian fisik •
Tanda-tanda vital Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat
harus
memberitahukan
ketidaknormalan
tersebut
kepada ahli bedah.
•
Tranfusi Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi.
•
Infus Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse.
•
Pengeluaran urine Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
Masalah keperawatan yang lazim muncul Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
IV.
1.
Cemas
2.
Resiko perlukaan/injury
3.
Resiko penurunan volume cairan tubuh
4.
Resiko infeksi
5.
Kerusakan integritas kulit
PASCA OPERATIF 1. Pengkajian awal a. Status respirasi •
Kebersihan jalan nafas
•
Kedalaman pernafasan
•
Kecepatan dan sifat pernafasan
•
Bunyi nafas
b. Status sirkulatori Nadi
•
•
Tekanan darah
Suhu
•
•
Warna kulit
c. Status neurologis ; tingkat kesadaran d. Balutan •
Keadaan drain
•
Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage
e. Kenyamanan •
Terdapat nyeri
Mual
•
Muntah
•
f.
Keselamatan •
Diperlukan penghalang samping tempat tidur
•
Kabel panggil yang mudah dijangkau
•
Alat pemantau dapat dipasang dan mudah dijangkau
g. Perawatan •
Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
•
Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
h. Nyeri Waktu
•
Tempat
•
Frekwensi
•
Kualitas
•
•
Faktor yang memperberat dan memperingan
2. Data subjektif Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah
ditempatkan
menunjang.
ditempat
tidur
Pertanyaan-pertanyaan
dengan yang
posisi
tubuh
langsung
yang
misalnya
:”Bagaimana perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada
keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan. Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang cukup banyak.
3. Data objektif
a.
Sistem Respiratori
b.
Status sirkulatori
c.
Tingkat Kesadaran
d.
Balutan
e.
Posisi tubuh
f.
Status Urinari / eksresi.
4. Pengkajian Psikososial Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.
5. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi. Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :
a.
Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.
b.
Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufisisensi ginjal.
6. Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul a. 1)
Diagnosa Umum Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
2)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
3)
Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
4)
Resiko
injury
berhubungan
dengan
kelemahan
fisik,
efek
anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama. b. 1)
Diagnosa Tambahan Bersihan
jalan
nafas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
peningkatan produksi sekret. 2)
Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
3)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
4)
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
5)
Nausea
berhubungan
dengan
efek
anaesthesi,
narkotika,
ketidaseimbangan elektrolit. 6)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
7)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, lemah, nyeri, mual.
BAB III TINJAUAN KASUS
No. RM
: 01.57.96.51
Tanggal MRS
: 15-04-2012
Tanggal pengkajian
: 17-04-2012
Jam pengkajian
: 12.00 WIB
Identitas pasien Nama
: Ny. E.N
Umur
: 29 tahun
Pendidikan
: S2
Pekerjaan
: PNS
Agama
: Islam
Alamat
: Perum KCVRI no.33 Kencuran RT 09 / RW 36 Sukoharjo, Ngaglik-Sleman, Yogyakarta
Diagnosa medis
: SC elektif dengan ijndikasi oligohidroamnion
Sumber informasi
: Pasien, keluarga, status pasien, tim medis dan Pemeriksaan fisik
Identitas Penanggung jawab Nama suami
: Tn. S
Hubungan dengan pasien
: suami
Data / masalah I. Data Subjektif : Cemas, klien mengatakan tidak mengerti akan proses pembedahan. II. Data Objektif A.
Kesadaran
B.
Tinggi badan
: compos menthis : 160 cm
BB : 70 kg
C. Tanda-tanda vital : Tekanan darah
: 110/60 mmhg
Respirasi
: 20x/menit
Nadi
: 80x/menit
Suhu
: 36,5
D. Kemampuan penglihatan
: visus normal
E.
Puasa
: jam 24.00 WIB
F.
Kulit Warna
: sawo matang
Tidak ada lesi di kulit G. Mulut Gigi palsu
: tidak ada
Kondisi gigi
: tidak ada caries
H. Alergi
: tidak ada
I.
Perhiasan / barang berharga : tidak ada
J.
Kondisi khusus
: tidak ada
K.
Lain-lain
: tidak ada
III. Data penunjang A. Laboratorium : 15 april 2012 Hematologi HGB WBC RBC HCT PLT Na K Cl PTT APTT GDS HbSAg
Hasil
Nilai Normal
14,1% 9,6 rb/mmk 4,89 41,1 307.000 138 3,8 101 10,3 24,3 99 mg/dl -
11-17 gr% 4-11 rb/mmk L : 4,5-5.5 jt/mm³ P : 4-5 jt/mm³ L : 40-48 P : 37-47 150.000-450.000 mm² 135-148 mEg/l 3,5-5,3 mEg/l 98-107 mEg/l 9,7-13,1 detik 25,5-42,1 detik 80-120 mg/dl -
Hasil Pemeriksaan USG (tanggal 13 april 2012) Letak janin presentasi kepala
B. Rontgen Foto
: Tidak ada
C. EKG
: tidak ada
:
IV. Diagnosa dan rencana keperawatan Jam
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
1. Cemas berhungan dengan tindakan pembedahan.
Pasien tidak cemas setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteri : - Pasien menyatakan siap di operasi - Pasien kooperatif
2. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan dan elektrolit seimbang dengan kriteria : - Masukan cairan sama dengan keluaran cairan - Tekanan darah normal
3. Resiko infeksi Tidak terjadi infeksi berhubungan dengan dengan kriteria : efek samping - Alat dan medan pembedahan operasi tetap steril - Tidak ada tandatanda infeksi - Luka sembuh
4. Risiko cedera berhubungan dengan efek anestesi dan pembedahan
Pasien aman selama dan setelah pembedahan dengan kriteria : - Tidak ada kassa dan instrumen tertinggal di tubuh pasien - Tidak ada jarum tertinggal - Pasien tidak jatuh
Rencana Tindakan Jelaskan tindakan pembedahan yang akan dilakukan tentang o Jelaskan kamar operasi o Orientasikan dengan tim bedah o Kolaborasi pemberian obat penenang o
Kontrol perdarahan untuk o Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit tekanan o Monitor darah keluaran o Monitor cairan & elektrolit o
Pakai pakaian khusus kamar operasi Gunakan teknik o aseptik Batasi pengunjung o kamar operasi o Kolaborasi pemberian antibiotika o
Pastikan pasien dengan tindakan pembedahan o Jaga posisi imobile pasien o Monitor penggunaan kassa,jarum dan instrumen Pasang pengaman o tempat tidur o
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
6. Nyeri dengan bedah
berhubungan efek insisi
Pasien mengetahui informasi kesehatannya dengan kriteria : - Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan - Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya Nyeri teratasi dengan kriteria : - Pasien tenang - Nadi normal - Pasien menyatakan tidak nyeri
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
o
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat dan beri o Motivasi reinforcement positif pada pasien o
o o
o
Latih napas dalam Kolaborasi untuk pemberian analgetik Anjurkan pasien untuk distraksi
V. Tindakan keperawatan Pre Operasi 1.
Pasien dipuasakan mulai jam 23.00 WIB
2.
Pasien diterima diruang terima jam 10.20 WIB
3.
Periksa kelengkapan status, hasil USG, hasil pemeriksaan laboratorium, persetujuan operasi dan anestesi
4.
Pasien dimasukkan ke dalam ruang induksi untuk premedikasi jam 10.30 WIB
5.
Pasien terpasang infus dengan cairan infuse RL 20 tetes/menit pada lengan kiri
6.
Pasien dipindahkan ke dalam ruang operasi (meja opersai) jam 10.40 WIB
7.
Pasien diperiksa lagi oleh operator untuk memastikan tindakan pembedahan
8.
Pasien dilakukan tindakan general anestesi oleh tim anestesi jam 10.45 WIB
9.
Tanda-tanda Vital
: TD = 110/70 mmHg, S = 36,8 ˚C, N = 84 x/menit,
R = 20 x/menit
Intra Operasi a. Persiapan Perawat 1)
Scrubbing nurse Mempersiapkan instrument, bahan dan melakukan kegiatan yang bersifat steril dalam membantu operator melaksanakan prosedur operasi. Bertugas sebagai perawat instrument.
2)
Circulating nurse Mempersiapkan alat dan bahan serta melakukan kegiatan non steril
b. Persiapan Alat dan Ruang 1)
Alat Non Steril a)
Meja operasi
b)
Meja mayo dan meja linen
c)
Tempat sampah medis dan non medis
d)
Waskom berisi larutan saflon
e)
Meja anestesi
f)
Tempat sampah tajam
g)
Tempat linen kotor
h)
Tiang infus
i)
Lampu operasi
j)
Gunting plester
k)
Tabung suction
l)
Mesin electro couter
m) Basic set n) 2)
: Biggas
Bengkok 2 buah
Bahan tenun steril a) Jas operasi b) Doek berlubang besar c) Alas meja d) Slop + karet e) Doek steril
3)
Alat steril a)
Naldvouder
: 2 buah
b)
Suction lengkap dengan selang suction
c)
Klem arteri
d)
Big hak
e)
Bengkok
f)
Duk besar
: 10 buah
: 2 buah
4)
g)
Skapel no 3
: 1 buah
h)
Kocher
: 4 buah
i)
Gunting jaringan
: 1 buah
j)
Gunting benang
: 1 buah
k)
Pinset anatomis
: 2 buah
l)
Pinset chirugies
: 2 buah
m) Jas operasi
: 4 buah
n)
: 6 buah
Klem uterus
Barang Medis Habis pakai a)
Hanscoen sesuai ukuran
: 5 pasang
b)
Betadin 10 %
: ± 100 ml
c)
Alkohol 70%
: ± 100 ml
d)
NaCl 0,9 %
: 1 flabot
e)
Benang catgut chromic no.2, no.1, no.0
f)
Benang catgut plain no.2/0, no.0
g)
Benang vicryl taper no.2/0, no.0
h)
Benang vicryl cutting no.3/0
i)
Kassa steril
: 5 bungkus
j)
Mess no 20
: 1 buah
k)
Steril streep
: 1 buah
l)
Folley kateter
m) Urine bag n)
Spuit 10 cc dan 3 cc
o)
Hypafix/plester
: @ 1 buah
5)
Ruangan a)
Ruangan dalam keadaan bersih, steril dan siap pakai
b)
AC berfungsi dengan baik
c. Persiapan Pasien 1)
Pasien dilakukan general anestesi jam 10.30 WIB
2)
Pasien ditidurkan dengan posisi supinasi
3)
Memasang alat groun pada tungkai kiri
4)
Pasien dipasang bed side monitor ( TD = 110/70 mmHg, S = 36,8 ˚C, N = 84 x/menit, R = 20 x/menit, saturasi O2 = 90 %)
5)
Operator, asisten dan perawat instrument mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas operasi dan sarung tangan steril (handscoen steril)
d. Prosedur Operasi 1)
Desinfeksi kom,betadin, alkohol, klem dan kassa
2)
Drapping duk besar 2, duk lobang 1 dan duk klem 4
3)
Masing-masing sudut diklem dengan duk klem
4)
Memasang duk lobang besar
5)
Memasang electro couter
6)
Memasang slang suction
7)
Fiksasi kabel elctro couter dan selang suction dengan duk klem ke duk lobang besar
8)
Perawat sirkuler menyambungkan kabel electro couter ke mesin couter dan selang suction ke tabung suction yang sebelumnya alat-alat tersebut sudah tersambung dengan sumber energinya (listrik dan vakum suction)
9)
Perawat instrument memastikan couter dan suction dapat digunakan dengan baik
10) Memasang mess pada scapel 11) Menempatkan instrument sesuai urutan kebutuhan saat operasi 12) Operator menanyakan kedokter anestesi bahwa pasien benar-benar sudah tidur siap untuk dimulai pembedahan 13) Memimpin doa 14) Insisi area operasi, arah insisi vertical, scapel mess, klem arteri, kassa steril, pinset sirugis besar 15) Insisi uterus dengan arah horizontal 16) Periksa kembali adanya perdarahan atau tidak 17) Mengambil bayi dan plasenta, gunting plasenta ± 5 cm dari pangkal plasenta kemudian klem kedua potongan plasenta 18) Lakukan suction pada hidung dan mulut bayi 19) Menempatkan plasenta pada bengkok 20) Memasang klem uterus di area insisi, uterus diklem 21) Desinfeksi area uterus bagian dalam dengan kassa betadin 22) Heacting uterus dengan menggunakan naldvouder, jarum jahit, benang polysorb 23) Heacting lapisan uterus dengan benang plain (2/0) menggunakan naldvouder, jarum 24) Desinfeksi lapisan uterus dengan kassa steril, betadin, dan klem uterus 25) Heacting peritoneum kocher dengan menggunakan nalvouder, jarum plain 2/0, gunting, klem arteri, kassa steril
26) Heacting otot dengan menggunakan naldvouder, jarum plain 2/0, gunting, klem arteri, kassa steril 27) Heacting fasia yang telah dijepit kocher dengan menggunakan naldvouder, benang vicryl no.0, gunting, klem arteri, kassa steril 28) Heacting subcutis dengan menggunakan nailpuder, jarum plain 2/0, gunting, klem arteri, kassa steril 29) Heacting kulit dengan menggunakan nalvouder, vicryl
3/0, gunting,
klem arteri, kassa steril 30) Desinfeksi area jahitan dengan betadin dan kassa steril 31) Tutup area operasi dengan steril streep, kassa steril kering, kassa betadin dan plester menggunakan hypafix 32) Pasang gurita dan pembalut (pampers) 33) Pindahkan ke ruang RR 34) Alat-alat non steril dibersihkan, dirapikan, dan dikembalikan pada tempatnya 35) Pengelolaan ABMHP
sesuai kebutuhan pasien dan dilaporkan
kembali pada petugas farmasi 36) Alat instrument yang telah dipakai didekontaminasikan dengan cairan saflon dan dikembalikan ke tempatnya.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Setelah penulis membahas tentang asuhan keperawatan pada Ny.E.N dengan section caesaria atas indikasi oligohidroamnion di Instalasi Bedah Sentral RSUP dr. Sardjito. Maka dalam bab ini penulis mencoba untuk menyimpulkan beberapa hal yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. 1. Kesimpulan Tindakan operasi section caesaria dapat di lakukan bila terjadi indikasi yang dapat mengancam jiwa ibu dan bayi. a. Pengkajian Data-data yang di dapat pada saat pengkajian kasus berbeda dengan data data pengkajian yang sesuai dengan teori karena keterbatasan waktu. b. Diagnosa Keperawatan Menurut teori diagnosa yang muncul dengan post partum section caesaria ada 5 diagnosa keperawatan yaitu : 1)
Devisit Volume Cairan b.d Perdarahan
2)
Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
3)
Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d luka post operasi
4)
Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi.
Sedangkan dengan kasus yang muncul ada diagnosa yaitu 1)
Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (proses pembedahan)
2)
Resiko
gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
berhubungan dengan perdarahan 3)
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
4)
Resiko cedera b eenganrhubungand status anestesi
5)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
6)
Nyeri berhubungan dengan efek insisi bedah
c. Perencanaan Pada tahap perencanaan kelompok menggunakan sumber literatur meyesuaikan dengan kondisi klien dan sarana prasarana yang ada diruangan untuk menunjang tindakan keperawatan. d. Implementasi Pelaksanaan keperawatan dapat dilaksanakan didukung oleh adanya kerja sama klien, keluarga, perawat ruangan, dan tim kesehatan yang ada di rumah sakit. e. Evaluasi Evaluasi
dilakukan
pengobatan analisa
setelah
melakukan
asuhan
dengan menggunakan pendekatan
dan
planning
(SOAP).
Kemudian
didokumentasikan didalam catatan keperawatan.
dalam
proses
subjektif,
objektif,
hasil
evaluasi
B. SARAN 1. Saran untuk keperawatan a. Hendaknya perawat melakukan kunjungan rumah minimal 1 kali kunjungan
agar
perawat
mengetahui
apakah
klien mengalami
komplikasi infeksi atau tidak b. Hendaknya perawat instalasi bedah sentral benar-benar menggunakan tehnik
aseptic
untuk
mencegah
terjadinya
infeksi
yang
berlanjut/nosokomial c. Hendaknya pihak rumah sakit melakukan penyuluhan klien yang di rawat di rumah sakit d. Proses persalinan seharusnya menjadi pengalaman yang positif terutama bagi ibu. Oleh karena itu, perawat dituntut untuk selalu memperbaiki keilmuannya terkait dengan perawatan pasien dengan prosedur
bedah
caesar.
Dengan
demikian,
rencana
asuhan
keperawatan yang tepat dan terpadu dapat diaplikasikan perawat pada pasien. 2. Saran untuk mahasiswa a. Diharapkan mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien section caesaria dengan proses keperawatan yang di ajarkan di kampus. b. Dalam memberikan penyuluhan(Health education), hendaknya penyaji menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh klien dan menghindari istilah medis, lihat kesiapan dan respon klien dalam menerima penjelasan materi, gunakan alat yang lengkap pada saat demonstrasi untuk lebih dipaham.
Daftar Pustaka
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri . Jakarta : EGC. Carpenito L. J, 2001. Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC http://abrorshodiq.wordpress.com/2009/04/05/askep-perioperatif/(diunduh tanggal 15 april 2012) http://ns-rohman.blogspot.com/2011/11/askep-caesarean-section-bedahceasar.html (diunduh tanggal 15 april 2012) Majid, A 2011. Keperawatan Perioperatif . Gosyen Publishing, Yogyakarta.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sacharin Rosa M. (2002). Prinsip Keperawatan Pediatrik . Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC. Sarwono Prawiroharjo,(2001). Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II , Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta Tucker, Susan Martin, (2002). Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka