ASKEP PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, yaitu Maeda dkk, 1993 mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan
kejang
demam
komplek.Akhir-akhir
ini
kejang
demam
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000). Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus
tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas. Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah kejang lama. Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat. B. Tujuan 1. Tujuan umum: Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak. 2. Tujuan khusus: Untuk mengetahui; a.
Definisi penyakit kejang demam pada anak.
b. Etiologi penyakit kejang demam pada anak c.
Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .
d. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak. e.
Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.
f.
Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .
g. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak. h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000) Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tibatiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38 0 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. 2. Etiologi Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah : a.
Faktor predisposisi : 1) Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
2) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.
b. Faktor presipitasi 1) Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis. 2) Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia. 3) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak. 3. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan
luar
yaitu ionik. Dalam
keadaan
normal
membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan
di luar sel
neuron
terdapat
keadaan
sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis. 4. Gejala klinis Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam,berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
5. Komplikasi a.
Epilepsi Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang
b. Retardasi mental Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis c.
Hemiparese Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit)
d. Gagal pernapasan Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme e.
Kematian
6. Pemeriksaan Diagnostik Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain : a.
Pemeriksaan Laboratorium 1) Elektrolit Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitaskejang 2) Glukosa Hipoglikemia ( normal 80 - 120) 3) Ureum / kreatinin
Meningkat (ureum normal 10 – 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL) 4) Sel Darah Merah (Hb) Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl ) 5) Lumbal punksi Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. a) Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi b) Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan : -
Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom.
-
Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml).
-
Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
b. EEG (electroencephalography) EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks c.
CT Scan Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya
d. Pemeriksaan Radiologis 1) Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial 2) Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis 3) Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan
atau peregangan.
7. Penatalaksanaan Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu : a.
Pengobatan Fase Akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum
dicabut.
pemberiannya
Bila sulit
diazepam
intravena
gunakan
diazepam
tidak
tersedia
intrarektal
5
atau mg
(BB≤10 kg) atau 10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan
fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahanlahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. b. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap. c.
Pengobatan rumat Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
1) Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat
mengetahui
bila
anak
menderita
demam.
Disamping
pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter). 2) Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang menunjukkan hal berikut; a) Sebelum
kejang
demam
penderita sudah
ada
kelainan
neurologis atau perkembangannya. b) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. c) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung d) Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode demam. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Adanya riwayat keluarga dengan kejang demam, kejang terjadi pada usia 2-5 tahun, adanya riwayat infeksi, lemah, badan/kulit teraba panas, kejang kurang dari 5 menit, kehilangan kesadaran, sianosis b. Pola nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah berhubungan dengan aktivitas kejang, nafsu makan menurun, berat badan menurun, membrane mukosa kering, konjungtiva tampak anemis, dan suhu tubuh meningkat c. Pola eliminasi Frekuensi meningkat konsistensi cair, diare d. Pola aktivitas dan latihan Kelemahan umum, kehilangan kesadaran singkat, gerakan infolunter/kontraksi otot, kaku, penurunan tonus otot e. Pola persepsi dan konsep diri Perasaan cemas, ketakutan dengan kondisi anak dikemudian hari f. Pola sistem nilai dan kepercayaan Nilai keyakinan mungkian meningkat seiring kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul: a.
Hipertermi b/d adanya proses infeksi
b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang) c.
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang e.
Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan
f.
Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
3. Perencanaan Keperawatan a.
Hipertermi b/d adanya proses infeksi HYD: suhu normal 36oC – 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari Intervensi: 1) Kaji penyebab hipertermi
R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik 2) Observasi TTV R/ pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan.
Hal
ni
disebabkan
karana
metabolisma
tubuh
meningkat. 3) Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak R/ daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat dengan cepat 4) Beri minum sedikit-sedikit tapi sering R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh 5) Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang) HYD: lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang Intevensi 1) Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit) R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah tergigit) 2) Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur gaas verban R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit 3) Beri posisi miring kiri/kanan
R/ mencegah aspirasi pada lambung 4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan c.
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular HYD : mempertahankan pola napas efektif Intervensi: 1) Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu R/ menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring. 2) Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas 3) Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan lendir 4) Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi. R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun
d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2 HYD: gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi Intervensi: 1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu dipindahkan ke keperawatan intensif 2) Observasi TTV
R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan selanjutnya 3) Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK 4) Berikan waktu istirahat diantara aktifitas keperawatan yang dilakukan R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif 5) Catat adanya refleks-refleks menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap keamanan pasien. 6) Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien. R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien. e.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan dampak hospitalisasi Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas Intervensi : 1) Kaji persepsi orang tua terhadap penyakit klien R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses keperawatan. 2) Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses penyembuhan. 3) Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu) R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara efektif dan cepat. 4) Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih. R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi kecemasan. 5) Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua 4. Pelaksanaan Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien. 5. Evaluasi Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.
6. Penkes Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa yang menakutkan. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan antara lain: a.
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang c.
Memberi informasi tentang risiko kejang berulang
d. Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping obat Jika anak kejang, lakukan hal berikut : a.
Tetap tenang dan tidak panik
b. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher c.
Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan masukkan apapun ke dalam mulut.
d. Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang e.
Tetap bersama anak selama kejang
f.
Berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti.
g. Bawa ke tenaga kesehatan atau rumahsakit jika kejang berlangsung ≥ 5 menit. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. Kejang
demam
merupakan kelainan
neurologis yang sering
dijumpai pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin B. Saran Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut; 1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien. 2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl dalam menetapkan diagnosa keperawtan 3. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan lainnya khususnya dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam menunjang keberhasilan perawatan dan pengobatan. DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta: Salemba medika. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG www.Google.com
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM BAB I PENDAHULUAN
1. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380C). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan s/d. 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan (IDAI, 2004). Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah:
Kejang berlangsung singkat Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Ciri kejang ini:
Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam.
2. PENYEBAB
Etiologi kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial meliputi:
Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis Kongenital: disgenesis, kelainan serebri
Ekstrakranial, meliputi:
Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengn riwayat diare sebelumnya. Toksik: intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan keurangan piridoksin.
Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu:
Riwayat kejang dalam keluarga Usia kurang dari 18 bulan Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.
3. TANDA DAN GEJALA 1. Kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10 s.d. 15 menit, bisa juga lebih. 2. Takikardia : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit. 3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung. 4. Gejala bendungan system vena : o o
Hepatomegali Peningkatan tekanan vena jugularis
4. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal,
memmbran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) serta elektrolit lainnya kecuali ion kloirda (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron berlaku sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut sebagai potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini, diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase ynag terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh: 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler 2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawia atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan patofisiologi dari membran neuron itu sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan meningkatkan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya mencapai 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel yang mengakibatkan lepasnya aliran listrik. Lepasnya aliran listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh bagian sel maupun membran sel di sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” sehingga terjadilah kejang. Ambang kejang tiap anak berbeda. Pada anak dengan ambang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380C, sedang anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Perjalanan penyakit kejang demam dapat diamati pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Patofisiologi Kejang Demam
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti. 2. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan kejang demam meliputi: o Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering tidak jelas o Bayi antara 12 bulan -1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali pasti bukan meningitis 3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas 4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.
6. MANAJEMEN TERAPI
Tujuan penanganan kejang adalah untuk menghentikan kejang sehingga defek pernafasan dan hemodinamik dapat diminimalkan. 1. Pengobatan saat terjadi kejang 1. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang. Dosis pemberian: 1. 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun, 2. atau 5 mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB> 10 kg, 3. 0,5-0,7 mg/kgBB/kali 2. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan baik. 3. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50mg IM dan pasang ventilator bila perlu.
2. Setelah kejang berhenti
Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa: 1. Antipiretik
Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah danpertimbangkan efek samping berupa hiperhidrosis. Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali 1. Antikonvulsan
Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang, atau Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
3. Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat dengan dosis asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah:
Kejang lama >15 menit Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya hemiparese, cerebral palsy, hidrocefalus. Kejang fokal Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi
Disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan
BAB II DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pengkajian 1. Riwayat kejang 2. Riwayat penyakit, terutama penyakit infeksi 3. Pengkajian fisik dan neurologi 4. Pantau kejang: awitan, waktu, durasi, kepatenan jalan nafas selama kejang berlangsung 5. Observasi pasca kejang: status kesadaran, adanya paresis atau kelemahan
2. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam adalah: 1. Hipertermia
Definisi: temperatur tubuh meningkat di atas rentang normal Kriteria: o o
Peningkatan suhu tubuh dari rentang normal Kejang atau konvulsi
o o
Tingkat pernafasan meningkat Takikardi
o
o
Kulit memerah
Palpasi hangat
Faktor yang berhubungan: penyakit, peningkatan metabolic rate 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Definisi: ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran nafas untuk mempertahankan jalan nafas yang bersih Kriteria: o o o o o
Dispnea Suara nafas kecil Orthopnea Suara nafas tambahan Batuk, tidak efektif atau absen
o o o o
Produksi sputum Sianosis Perubahan pada rate dan ritme nafas Gelisah
Faktor yang berhubungan: spasme jalan nafas, akumulasi sekret, adanya jalan nafas buatan (selama kejang) 3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Definisi: penurunan oksigen yang berdampak pada kegagalan menutrisi jeringan pada tingkat kapiler Kriteria: o o o
Abnormalitas saat berbicara Perubahan reaksi pupil Kelemahan ekstrimitas atau paralisis
o o o
Status mental terganggu Kesulitan menelan Perubahan perilaku
Faktor yang berhubungan: gangguan aliran darah arteri ke otak 4. Risiko aspirasi
Definisi: Berisiko untuk masuknya sekresi gastrointestinal, orofaringeal, zat padat, atau cairan ke dalam jalur trakheobronkhial. Faktor risiko: Peningkatan tekanan gastrik, pemberian makan melalui selang, penurunan kesadaran, adanya selang trakheostomi atau endotrakheal, pemberian obat, peningkatan residu lambung, penurunan refleks gag dan batuk, gangguan menelan.
5. Risiko injuri
Definisi: Berisiko mengalami cedera sebagai dampak kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber daya adfaptif dan defensif individu. Faktor risiko: faktor fisik (desain dan tatanan alat), psikologis (kesadaran afektif), biokemis (fungsi regulatori), perubahan gerakan (lidah tergigit). 6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Definisi: Pengambilan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Kriteria: 1. laporan pengambilan nutrisi kurang dari rekomendasi asupan harian 2. kelemahan otot-otot untuk menelan atau mengunyah 3. menunjukkan ketidakmampuan untuk ingesti makanan
Faktor yang berhubungan: ketidakmampuan ingesti b.d. faktor mekanik 7. Gangguan mobilitas fisik
Definisi: Pembatasan dalam gerakan fisik yang independen, bertujuan dari badan atau satu ekstrimitas atau lebih. Kriteria: 1. 2. 3. 4. 5.
keterbatasan dalam menunjukkan ketrampilan motorik terbatasnya rentang gerakan gerakan yang tidak terkoordinasi kesulitan mengubah posisi tremor yang diinduksi oleh gerakan
Faktor yang berhubungan: Kerusakan muskuloskeletal, kerusakan persepsi sensori
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No.
Diagnosa
Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
1.
Hipertermia b.d.
Pengaturan suhu
Penanganan Demam:
penyakit, peningkatan metabolic rate
1. Suhu kulit dalam
1. Monitor tekanan darah,
rentang yang
nadi, dan pernafasan secara
diharapkan ( 36,5 –
tepat
37,50 C)
2. Kecepatan nadi dalam rentang yang diharapkan (100– 190x/mt)
3. Kecepatan respirasi dalam rentang yang diharapkan (20–30 x/mt)
4. Hidrasi adekuat 5. Suhu tubuh dalam batas normal
6. Tidak terdapat iritabilitas
7. Tidak terdapat kejang otot
8. Berkeringat ketika panas
2. Monitor penurunan kesadaran
3. Monitor adanya kejang 4. Monitor nilai WBC, Hbg, dan Hct
5. Monitor intake dan out put 6. Monitor abnormalitas elektrolit
7. Monitor ketidakseimbangan asam basa
8. Monitor adanya aritmia jantung
9. Kelola pengobatan antipiretik secara tepat
10. Kelola pengobatan untuk merawat penyebab demam, secara tepat
11. Kelola tepid sponge bath, secara tepat
12. Dorong peningkatan intake cairan per oral
13. Kelola cairan per IV, secara tepat
14. Kompres dengan es pada lipatan paha dan ketiak
15. Tingkatkan sirkulasi udara dengan menggunakan kipas angin
16. Dorong atau kelola perawatan mulut secara tepat
17. Kelola pengobatan yang tepat untuk mengkontrol atau mencegah kejang
18. Kelola oksigen secara tepat
19. Monitor suhu sesering mungkin secara tepat
20. Monitor insensible water loss 2.
Bersihan jalan
Status respirasi: kepatenan
nafas tidak efektif
jalan nafas
Manajemen jalan nafas
1. Buka jalan nafas, gunakan
b.d. spasme jalan nafas, akumulasi
Demam tidak terjadi
teknik teknik Chin Lift dan
sekret, adanya
Kecemasan tidak
Jaw Thrust
terjadi
jalan nafas buatan (selama kejang)
Tersedak tidak terjadi
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi kebutuhan
Ritme nafas dalam
aktual/potensial pasien
rentang yang
terhadap alat bantu
diharapkan (drh)
pernafasan
Mengeluarkan
4. Pasang jalan nafas buatan
sputum dari jalan
melalui oral atau
nafas
nasofaringeal, sesuai
Bebas dari suara
kebutuhan
nafas tambahan
5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suksion
6. Anjurkan nafas dalam dan batuk
7. Ajarkan bagaimana cara batuk efektif
8. Bantu penggunaan spirometer
9. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan atau tidak adanya ventilasi, dan adanya suara tambahan
10. Bantu suction endotracheal atau nasotracheal
11. Berikan bronkodilator 12. Ajarkan pasien terhaadap penggunaan inhaler
13. Berikan pengobatan dengan aerosol
14. Berikan perawatan
nebulizer ultrasonik
15. Berikan pelembab udara atau oksigen
16. Berikan intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
17. Posisikan pasien untuk mencegah sesak nafas
18. Monitor status respiratori dan oksigenasi 3.
Perfusi jaringan
Perfusi jaringan: serebral
Peningkatan Perfusi Serebral
serebral tidak
1. Konsultasikan dengan
efektif b.d.
Setelah dilakukan tindakan
ketidakseimbangan
keperawatan selama 3x24
dokter untuk menentukan
ventialsi dengan
jam perfusi jaringan serebral
parameter hemodinamik,
aliran darah,
efektif dengan kriteria hasil:
dan mempertahankannya
penurunan konsentrasi Hb dalam darah
tetap dalam rentang normal
kesadaran baik
Fungsi neurologis
pemberian volume
tidak terganggu
expander atau agen
Tak ada sakit kepala
inotropik atau
Tidak ada agitasi,
vasokonstriktif, sesuai yeng
gelisah
diresepkan untuk
fungsi motorik dan
mempertahankan parameter
sensorik kembali
hemodinamik dan
baik
mengoptimalkan cerebral
tanda vital stabil
perfusion pressure (CPP)
tidak ada tanda
peningkatan TIK
2. Rangsang hipotensi dengan
3. Berikan dan titrasikan obat vasoaktif
4. Berikan agen reologik seperti manitol atau dekstran
5. Posisikan pasien untuk perfusi yang optimal
6. Monitor status neurologis Manajemen Syok
1. Observasi tanda dan gejala
ketidakadekuatan perfusi (kepucatan, sianosis, pengisian kapiler yang lamban, penurunan kesadaran)
2. Monitor status cairan 3. Monitor AGD 4. Posisikan pasien untuk perfusi yang optimal
5. Monitor tanda dan gejala kegagalan respirasi 4.
Risiko aspirasi b.d.
Kontrol Aspirasi
Pencegahan Aspirasi
eningkatan tekanan dalam
lambung, penurunan tingkat
Identifikasi faktor risiko
refleks batuk, refleks gag,
Mencegah faktor
dan kemampuan menelan
risiko
kesadaran
Memposisikan diri duduk untuk makan/minum
1. Monitor tingkat kesadaran,
Mempertahankan konsistensi cairan dan makanan
2. 3. 4. 5.
Monitor status pulmoner Monitro jalan nafas Posisikan meninggi 900 Pertahankan suction tersedia di tempat
6. Berikan makan dalam porsi kecil
7. Cek residu dari tube sebelum memberikan mkanan
8. Cegah pemberian makan jika residu tinggi/banyak
9. Berikan makanan atau cairan yang dapat diberikan secara bolus
10. Pertahankan kepala tempat diur dielevasi 30 sampai 45 menit setelah pemberian makan
5.
Risiko injuri
Risk Control
Manajemen Kejang
b.d.faktor fisik (desain dan tatanan
Pengetahuan tentang
resiko
alat), psikologis
mencegah injuri
Memonitor faktor
Longgarkan pakaian
afektif), biokemis
resiko dari
Dampingi pasien selama
(fungsi regulatori),
lingkungan
(kesadaran
perubahan gerakan
Pantau gerakan untuk
(lidah tergigit)
periode kejang
Memonitor faktor
Pertahankan jalan nafas
resiko dari perilaku
Berikan oksigen sesuai
personal
Mengembangkan
kebutuhan
strategi kontrol resiko yang efektif
dan tanda vital
Melaksanakan strategi kontrol
Reorientasikan pasien paska kejang
Catat lama dan karakteristik
resiko yang dipilih
kejang: bagian tubuh yang
Menggunakan
terlibat,
fasilitas kesehatan
sesuai kebutuhan
Monitor status neurologis
Menggunakan
progresivitas kejang.
dukungan personal untuk mengontrol
aktivitas motorik, dan Dokumentasikan informasi mengenai kejang
resiko
Berikan antikonvulsan sesuai anjuran
Manajemen Lingkungan
Sediakan lingkungan yang aman
Memasang side rail tempat tidur
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
Memindahkan barangbarang yang dapat membahayakan
6.
Gangguan
Status Nutrisi
Terapi nutrisi
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan ketidakmampuan ingesti b.d. faktor biologis
Karakteristik:
1. monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan intake
Intake zat gizi (nutrien) adekuat
kaori harian
2. Tentukan-kolaborasi
Intake makanan dan
dengan ahli gizi- jumlah
cairan adekuat
kalori dan nutrisi yang
Energi tercukupi
dibutuhkan pasien.
Masa tubuh sesuai
Berat badan sesuai usia
Ukuran kebutuhan nutrisi secara
3. Tentukan kebutuhan akan pemasangan NGT
4. Berikan nutrisi enteral, selayaknya
5. hentikan pemberian makan
biokimia dalam
melalui selang apabila
rentang normal
asupan oral dapat ditolerir.
6. Berikan cairan yang mengandung nutrien
7. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan 7.
Gangguan
Mobilitas
Terapi aktifitas
mobilitas fisik b.d.
1. Berkolaborasi dengan
gangguan
Setelah dilakukan tindakan
neuromuskuler
selama 7x24 jam anak akan
okupasi terapis, fisik terapis
menunjukkan peningkatan
dalam merencanakan dan
mobilitas mandiri meliputi:
memonitor program aktivitas secara tepat.
Keseimbangan tubuh
Posisi tubuh
aktifitas konsisten sesuai
Gerakan Otot
dengan kemampuan fisik,
Gerakan sendi
psikologi dan sosial.
Kemampuan berpindah
2. Bantu untuk memilih
3. Memfasilitasi pergantian aktifitas pada saat pasien mempunyai keterbatasan dalam waktu, energi atau pergerakan.
4. Sediakan aktifitas motorik untuk menghilangkan
ketegangan otot.
Self Care Assistance
1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J.2000. Patofisiologi. EGC: Jakarta
Herdman, 2011. Diagnosis Keperawatan, Definisi Dan Klasifikasi 2009-2011, alih bahasa Made Sumarwati (et al), EGC: Jakarta Hudak and Gallo, 1996. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI volume 11, EGC, Jakarta. Mansjoer, A. dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculaplus. Jakarta. NANDA, 2005. .Nursing Diagnosis: Definition And Klasification 20052006. NANDA Internasional Philadelphia Price, S.A. 2006. Patofisiologi dan Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta Suryantoro, P. 2004. Krisis Konvulsi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS DR Sardjito. Wilkinson, J.M. 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria hasil NOC, alih bahasa Widyawati (et al), ed 7, EGC: Jakarta Wong, Donna L. 2003. Perawatan Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa: Monica Ester. Editor bahasa Indonesia: Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta. EGC. ASKEP ANAK KEJANG DEMAM Label: Perkuliahan 1. Pengertian Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. ( Mansjoer, 2000 : 434 ) Kejang demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap, 1968). Kejang ( konvulsi ) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks cerebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan atau gangguan fenomena sensori ( Doenges, 1993 : 259 ).
Livingston ( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan ; yaitu : 1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Convultion ). 2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ( Epilepsy Triggered off by Fever ) Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, kriteria Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana ialah : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun. 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum. 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam. 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang, normal. 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. 7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. 2. Etiologi Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang – kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000 : 434 ). 3. Patofisiologi Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 % – 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. ( 1985 = 848 ) 4. Manifestasi Klinik Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis sementara ( hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama ( Mansjoer, 2000 : 435 ). 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi- bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang di kemudian hari. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumberi infeksi. 6. Penatalaksanaan a. Pengobatan fase akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrakranial. b. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. c. Pengobatan Profilaksis. 1. Profilaksis Intermiten saat demam Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intra rektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg bila BB <> 10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 oC. 2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kg BB/hari.
B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Kejang Demam 1. Pengkajian Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah : a. Aktifitas / Istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan umum Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain. Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot. b. Sirkulasi Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan. c. Eliminasi Gejala : Inkontinensia episodik. Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ). d. Makanan dan cairan Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktifitas kejang. e. Neurosensori Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral. f. Nyeri / kenyaman Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal. Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati. Perubahan pada tonus otot. Tingkah laku distraksi / gelisah. g. Pernafasan Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus. Fase posiktal : apnea. 2. Diagnosa Keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Carpenito ( 1999 : 468 ): a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot. b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang
tidak terkontrol selama episode kejang. c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit. d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan dan aktifitas kejang selama episode kejang. 3. Rencana Keperawatan Menurut Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi : a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot. Intervensi : 1). Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel. 2). Singkirkan benda – benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan ( misal : gurita ). 3). Lakukan penghisapan sesuai indikasi. 4). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang. b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang. Intervensi : 1). Jauhkan benda – benda yang ada disekitar klien. 2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang, menyumbat jalan nafas. 3). Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang. 4). Observasi tanda – tanda vital setelah kejang. 5). Kolaborasi dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang. c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit. Intervensi : 1). Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih. 2). Kaji saat timbulnya demam. 3). Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan. 4). Anjurkan pada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 liter / 24 jam. 5). Beri kompres dingin terutama bagian frontal dan axila. 6). Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan dan obat antipiretik. d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan, aktifitas, kejang selama perawatan. Intervensi : 1. Jelaskan pada keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang. 2. Jelaskan pada keluarga tentang faktor – faktor yang menjadi pencetus timbulnya kejang, misal : peningkatan suhu tubuh.
3. Jelaskan pada keluarga, apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun diberikan obat, segera bawa klien ke rumah sakit terdekat. 4. Evaluasi. Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi klien dari cedera, mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang. DAFTAR PUSTAKA Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta. Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta. Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta. Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya. Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya. Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.