Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia
Disusun Oleh :
Gillang Eka Prasetya
(11.955)
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012 / 2O13
THALASEMIA
A. PENGERTIAN
Thalasemia adalah penyakit anemia yang herediter/menurun yang disebabkan karena adanya kelainan hemoglobin di dalam darah atau sel-sel darah merah bentuknya tidak normal, kekurangan hemoglobin dan hancur dengan sangat cepat. (Sukotjo Danusukarto, 1987) Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang heterogen disebabkan oleh adanya efek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit (red cell indices) (E.N. Kosasih, 1990) Thalasemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dar 100 hari). (Ngastiyah, 1997) Thalasemia adalah sekelompok heterogen anemia, hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. (Richard E. Behrman, 1999)
B. ETIOLOGI
Secara klinik thalasemia dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Thalasemia mayor -
Sering disebut Anemia Cooley atau Thalasemia β.
-
Thalasemia yang disebabkan karena gangguan produksi rantai beta.
-
Sintesis rantai beta tidak dapat terdeteksi, disebabkan karena tidak ada mRNA (messenger RNA) atau karena tidak berfungsinya mRNA untuk rantai beta.
2. Thalasemia minor -
Disebut juga thalasemia α.
-
Thalasemia yang disebabkan karena gangguan produksi rantai alfa.
-
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin - α.
-
Bentuk thalasemia α yang paling berat disebabkan oleh delesi semua gen globin α disertai dengan tidak adanya sintesis rantai α sama sekali. (E.N. Kosasih, 1990: 418) Penyebab kerusakan hemoglobin pada thalasemia karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh: 1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) Misal : pada HbS, HbF, HbD. 2. Gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin Untuk menderita penyakit thalasemia ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala dari penyakit ini. (WWW.Google.Com.Jurnal Thalasemia) Pada thalasemia defek genetik yang mendasari meliputi delesi, Total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentuk mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan atau supresi total sintesis rantai produk polipeptida tersebut. (Ngastiyah, 1997: 377)
C. PATOFISIOLOGI
Gen-gen yang bertanggung jawab mengatur pembentukan hemoglobin yaitu: CG : gen untuk pembentukan rantai Gama (alanin pada posisi 126) CA : gen untuk pembentukan rantai Gama (alanin pada posisi 126) D
: gen untuk pembentukan rantai Delta
B
: gen untuk pembentukan rantai Beta
A2
: gen untuk pembentukan rantai Alfa
A1
: gen untuk pembentukan rantai Alfa
Kb
: Kilobase Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A (Adult = A 1) yang terdiri dari 2
rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari Hemoglobin A 2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (HbA). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer. Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb, A 2 dan Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta. Masa hidup eritrosit memendek serta didapat pula tandatanda anemia hemolitik ringan. Pada thalasemia alfa, defek utamanya adalah tidak adanya sintesa rantai alfa sehingga tidak ada produksi HbF. Kelebihan rantai gamma membentuk Hb Bart disertai adanya sedikit Hb H dalam eritrosit. Penyakit Hb H biasanya disertai anemia ringan. Hemoglobin H mempunyai afinitas tinggi terhadap oksigen yang berarti kurang mensuplai oksigen kepada jaringan dan menyebabkan hemolisis akut. (E.N. Kosasih, 1990: 417-420) Pada thalasemia, rantai globin mempunyai komposisi normal tetapi kecepatan sintesis dari rantai globin (α atau β) mengalami penurunan. Pada α thalasemia didapat sintesis rantai α globin yang sangat terpengaruh, sedangkan pada β thalasemia rantai
β globin yang terpengaruh akumulasi dari kelebihan rantai globin yang tidak terpengaruh menyebabkan kerusakan pada pembentukan dan pematangan eritroplesis. Pada thalasemia, lesi genetik mempunyai sifat pengatur, yang mempengaruhi ekspresi normal dari struktur globin yang normal. (J.C.E. Underwood, 1999: 741)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Thalasemia Beta (β)
-
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan.
-
Thalasemia secara klinis dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis, yaitu: major, intermedia, dan minor atau trait (pembawa sifat).
a. Thalasemia β Mayor -
Thalasemia β Mayor bersifat Homosigot. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik di sumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di muka dan tengkorak, menghasilkan wajah yang khas. Muka Mongoloid, pucat, hemosiderosis dan ikterus bersama-sama memberi kesan coklatkuning. Limfa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemesiderosis. Pertumbuhan badan kurang dan pubertas terlambat karena kelainan endokrin sekunder.
b. Thalasemia β Intermedia Fenotipik Thalasemia β intermedia fenotipik adalah thalasemia mayor tanpa adanya kerusakan gen thalasemia β intermedia keadaan klinisnya lebih baik dan gejalanya lebih ringan. Pada thalasemia β intermedia umumnya tidak ada splenomgali. Anemia ringan sering terjadi bila masa hidup eritrosit memendek. c. Thalasemia Minor atau trait Pada thalasemia Minor atau trait tidak dijumpai gejala klinis yang khas, pasien merasa sehat dan dapat hidup normal. Hanya didapat kelainan pada eritrosit dan apabila diperiksa darahnya diketemukan kelainan. 2. Thalasemia Alfa (α) Pada thalasemia alfa beratnya penyakit tergantung pada gen abnormal yang tersangkut. Pada delesi gen α tunggal menghasilkan pengidap tenang penotipe thalasemia α yang biasanya tidak ada abnormalitas hematologi yang nyata, kecuali mikrositosis ringan.
Pada delesi dua gen globin α memperlihatkan gambaran pengemban bakant thalasemia α dengan anemia mikrositik ringan. Sedangkan pada bayi baru lahir yang terkena sejumlah kecil Hb-baris dan dapat mengakibatkan sindrom hidrops dengan kematian fetus intra-uterin. Delesi tiga dari empat gen globin -α terkait dengan sindrom mirip thalasemia intermedia, biasanya disertai anemia ringan yang umumnya diketahui agak lambat. Splenomegali tidak selalu ada, dan bila ada hanya ringan.
PATHWAY Kelainan herediter Hemoglobinopati Rantai globin – diproduksi Kelebihan rantai globin Globin mengendap pada dinding eretrosit
Eretropoesis tidak efektif
Gangguan pematangan eretrosit
Kerusakan pembentukan eretrosis Kadar Hb menurun
Eretrosit berumur pendek
Oksigenasi Jar berkurang
Hemopoisis meningkat
Anemia
Hemolisis akut
Pucat
Kadar besi meningkat Ditimbun di hepar, limpa
Transfusi darah
Lemah Hemokromatosis Anoreksia
Anemia
Hiperplenisme
Mk : gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Mk : resi terjadi komplikasi akibat transfusi darah Lemah
Mk : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya pembentukan kapsul hepar
Kemampuan fisik menurun
Mk : gangguan tumbang berhubungan dengan kemampuan fisik menurun
E. KOMPLIKASI
-
Akibat anemia yang berat dan lama, sering gagal jantung termasuk aritmia yang membandel dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh sinderosis miokardium, sering merupakan kejadian yang terminal.
-
Transfusi darah yang berulang-ulang pada penderita thalasemia dan karena proses hemlisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi sehingga ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti: hepar, limfa, kulit, jantung yang dapat menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (Hemakromatosis).
-
Limfa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
-
Kadang-kadang thalasemia disertai tanda hipersplenisme seperti: leukopenia dan trombositopenia.
-
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
F. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan Keluhan utama: pucata, ikterus, cepat lelah, lemas, gangguan pertumbuhan, pubertas terlambat karena kelainan endokrin, limpa dan hati membesar. 2. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dulu didapatkan riwayat tentang adanya riwayat anemia yang tidak menyembuh dengan obat-obat anti anemia/pemberian preparat Fe. Juga ditemukan riwayat tentang pemberian transfusi darah yang berulang-ulang untuk mengobati anemianya. 3. Riwayat penyakit sekarang Diketahui secara kebetulan pada saat dilakukan pemeriksaan ditemukannya anemia hipokrom/untuk splenomegalinya. 4. Pemeriksaan fisik -
Wajah pucat
-
Ikterus
-
Hepatosplenomegali
-
Cardiomegali
-
Ulkus
-
Pigmentasi kulit akibat transfusi yang berulang-ulang
5. Pemeriksaan penunjang
-
Pemeriksaan radiologis dari tulang dapat menunjang diagnosa thalasemia mayor.
-
Pemeriksaan Hb2 dilakukan dengan strach block elektroforese atau secara teknik kromatografi.
6. Terapi -
Terapi hepertransfusi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10 g/dl.
-
Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Hasil hapusan darah tepi
didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi,
poikilositosis, sel target (fragmentosis dan banyak sel normoblast). -
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dapat mencapai nol.
-
Hemoglobin pasien mengandung HbF yang tinggi biasanya lebih dari 30% kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologik.
-
Pada penyakit Hb H (thalasemia alfa delesi tiga gen alfa), kadar Hb bervariasi dari beberapa persen sehingga 40%. Resistensi osmotik menurun dan waktu paruh eritrosit memendek : 12-14 hari, sedangkan eristropoesis dalam sumsum tulang tetap efektif.
H. PENATALAKSANAAN
A. Terapi medik -
Pada penyakit thalasemia belum ada obat yang tepat karena merupakan penyakit keturunan.
-
Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr %) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
-
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limfa atau hemosiderosis.
-
Diberikan berbagai vitamin, tapi preparat yang mengandung besi tidak diperbolehkan.
-
Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkhelasi besi (iron chelating drugs), deferoksamin yang membentuk kompleks besi yang dapat diekspresikan dalam urin.
-
Cangkok sumsum tulang (CST) adalah kuratif pada penderita telah terbukti keberhasilan yang meningkat. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas.
B. Gragnosa dan Intervensi Keperawatan Gragnosa keperawatan yang didapati: 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Anoreksia. Tujuan
=
Kriteria hasil =
kebutuhan nutrisi -
mempertahankan BB atau memperlihatkan peningkatan BB
Intervensi
menunjukkan bebas dari tanda-tanda malnutrisi
=
a. Berikan makanan per oral yang cukup gizi tapi tidak boleh yang mengandung besi. Rasional
: karena di dalam tubuh penderita thalasemia sudah kelebihan zat besi sehingga diet rendah besi diberikan agar besi tidak menumpuk di dalam tubuh.
b. Berikan transfusi darah secara rutin bila kadar eritrosit darah menurun. Rasional
: perbaikan anoreksia hanya dengan cara memperbaiki keadaan anemianya yaitu dengan transfusi darah.
c. Timbang BB sesuai indikasi dengan alat yang sama minimal 1 minggu sekali. Rasional
: indikator kebutuhan nutrisi atau pemasukan yang adekuat.
d. Rencanakan diet dengan pasien atau keluarga terdekat. Rasional
: meningkatkan pemasukan.
e. Konsultasi dengan tim pendukung ahli diet/gizi. Rasional
: menyediakan diet berdasarkan kebutuhan nutrisi individu berdasarkan diet yang tepat.
f.
Kolaborasi Berikan vitamin sesuai petunjuk (preparat besi tidak boleh diberikan). Rasional
: menghindari kekurangan vitamin dan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Resiko tinggi terjadi komplikasi akibat transfusi darah. Tujuan
=
menurut atau mencegah terjadinya komplikasi akibat transfusi darah.
Kriteria hasil =
-
mempertahankan transfusi darah tanpa mengakibatkan komplikasi
Intervensi
=
a. Berikan transfusi JK kadar Hb kurang dari 6 gr%. b. Kaji adanya aritmia pada pasien. Rasional
: menghindari terjadinya gagal jantung
c. Kaji adanya utikaria pada pasien. Rasional
: menghindari komplikasi lanjutan.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan adanya pembesaran kapsul hepar. Tujuan
:
rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang selama dalam perawatan.
Kriteria hasil : Intervensi
rasa nyeri berkurang, pasien merasa nyaman.
:
a. Kaji tanda dan gejala nyeri Rasional
: untuk mengetahui tanda dan nyeri pasien
b. Kaji penyebab terjadinya nyeri Rasional
: untuk mengetahui penyebab nyeri pada pasien
c. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien Rasional
: untuk mengetahui tingkat nyeri
d. Alihkan Rasional
: untuk menenangkan pasien
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat oralgesik Rasional
: untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien
4. Resiko terjadinya tumbang sehubungan dengan penurunan kemampuan fisik/keterangan yang disebabkan terulangnya penyakit kronis, ditandai dengan sulitnya anak melakukan aktivitas. Tujuan
:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan keluarga mengetahui tahap tentang anak dan mampu memantau tumbang anak serta tidak terjadi gangguan tumbang anak.
Kriteria hasil :
tumbang anak dalam batas normal, anak dapat melakukan aktivitas intervensi.
a. Mengkaji tumbang anak, libatkan anak dalam aktivitas
Rasional
: untuk mengetahui seberapa besar tumbang anak secara normal.
b. Berikan anak bahan/alat mainan sesuai dengan usianya Rasional
: agar anak bisa bermain dengan normal.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman E Richard dkk, (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Jakarta: EGC Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985). Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak , Jakarta: FKUI Danusukarto Sukotjo, (1997). Penyakit Anak: Pencegahan dan Perawatannya, Jakarta: Gunung Mulia Ngastiyah, (1997). Perawatan Anak Sakit , Jakarta: EGC Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985). Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak , Jakarta: FKUI Wong L Donna (2001). Pediatrics Nursing , St. Louis CV. Mosby Company Linderwood (1999). Patologi Umum dan Sistemik, Jakarta: EGC WWW.GOOGLE.COM, JurnalThalasemia