35
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemikmaupun epidemik. Secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroupdari strain yang terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembangdisebabkan oleh strain serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Kasusepidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang mempunyai kecendrunganuntuk menyerang usia yang lebih tua.Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umurantara 1dan 10 tahun. Penyakit inirelatif jarang didapatkan pada bayi usia 3 bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. DiAS dan Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaannonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasienusia 5 sampai 9 tahun.
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakanpredisposisi untuk terjadinya penyakit epidemik. Kelembaban yang rendah dapatmerubahbarier mukosa nasofaring, sehingga merupakan predisposisi untukterjadinya infeksi. Meningococcal epidemik di daerah Sao Paulo dari 1971 sampai1974 dimulai pada bulan Mei dan Juni, yang merupakan peralihan dari musim hujanke musim panas. African outbreaks terjadi selama musim panas dari bulanDesember hingga juni. Di daerahSub-saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hinggaNiger, Nigeria, Chad, Sudan di timur) di mulai pada musism panas/winter dry season(November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir April-awal Mei, saat angingurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu udara sepanjang hari; diakhiri secara mendadak dengan dimulainya musim penghujan. Walaupun terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang virulen mungkin merupakan penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padat penduduk, adanya kuman saluran nafas pathogen lain, hygiene yang rendah danlingkungan yang buruk merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi epidemik. InfeksiN. meningitidis semata-mata hanya mengenai manusia. Telah terbukti bahwa tidakdidapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke manusiapada infeksi M. meningitidis. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi meningococcus,transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan (airbonedroplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training.
Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa sebagian besar partikel dari droplet salurannafas mengandung meningococcus. Meningococcus bisa didapatkan pada kultur darinasofaring dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapatmeningeal tergantung kepada kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambataktivitas sistim komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisiphagositosis neutrophil. Aktivasi dari sistim komplemen merupakan hal yangsangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi N. meningitidis.Pasien dengandefisiensi dari komponen terminalkomponen (C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan resiko tinggi untukterinfeksi Neisseria (termasuk N.Meningitidis). (Sumber : Irfannuddin ;Fisiologi Paramedis)
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan
Meningitis Bakterial Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.
Meningitis Tuberkulosis . Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami konsep serta mampu menerapakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan kasus Meningitis di rumah sakit
Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengerti serta memahami definisi dari Meningitis
Mahasiswa mengetahui etiologi terjadinya Meningitis
Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi organ terkait
Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit Meningitis
Mahasiswa dapat memahami patofisiologi penyakit Meningitis
Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari Meningitis
Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan pada pasien Meningitis
Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis dari kasus Meningitis
Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan asuhan keperawatan kasus Meningitis secara teoritis
BAB II
TINJAUAN TEORI
Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Wordpress. 2009)
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang melpaisi otak dan medula spinalis, dapat disebabkan oleh berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk.2005)
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis. Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau Osteomielitis. Meningitis bakterial adalah inflamasi arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa disebut Leptomeningitis adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan subarakhnoid (Lippincott Williams & Wilkins.2012)
Anatomi Fisiologi Organ Terkait
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis yaitu:
Lapisan Luar (Durameter)
Merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
Lapisan tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
(Universitas Sumatera Utara)
Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri lebih berbahaya..
Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis. Beberapa di antaranya:
Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis bakteri meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah ada vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal bakteri..
Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan tubuh mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya.
Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa terkena meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.
Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan kekebalan yang ditekan.
Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab meningitis meliputi:
Dalam baru-borns - pneumokokus bakteri atau group B streptokokus, Listeria monocytogenes, Escherichia coli
Bayi dan anak-anak - H. influenzae tipe b, pada anak-anak kurang dari 4 tahun dan menjadi unvaccinated menimbulkan risiko meningitis karena Meningokokus, Streptococcus radang paru-paru
Anak-anak dan orang dewasa : S. pneumoniae, H. influenzae tipe b, N. meningitidis, gram negatif Basil, staphylococci, streptokokus dan L. monocytogenes.
Orang tua dan orang-orang dengan kekebalan ditekan : S. pneumoniae, L. monocytogenes, tuberculosis (TB), organisme gram-negatif
Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di rumah sakit atau prosedur. Termasuk infeksi dengan Kleibsiella pneumoniae, E.coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus
Transmisi infeksi
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang biasanya melalui kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun, dalam kebanyakan kasus hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga tengah (otitis media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis.
Meningitis virus penyebab
Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi terhadap banyak virus ini telah menyebabkan penurunan kejadian beberapa kasus meningitis. Contoh campak, gondok dan Rubela (MMR) . Vaksinisasi tersedia bagi anak dengan kekebalan rendah terhadap gondok, yang dulunya merupakan penyebab utama dari virus meningitis pada anak-anak.
Virus yang dapat menyebabkan meningitis meliputi:
virus herpes simpleks-ini dapat menyebabkan genital herpes
enteroviruses-virus flu perut - ini telah menyebabkan polio di masa lalu juga bertanggung jawab atas
Gondok
Echovirus
Coxsackie
Virus herpes zoster
Campak
Arbovirus
Influenza
HIV
Virus West Nile
Transmisi HIV
Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan orang terinfeksi dan yang terkena ketika orang bersin dan batuk. Mencuci tangan setelah terkontaminasi dengan virus-misalnya, setelah menyentuh permukaan atau objek yang memiliki virus di atasnya dapat mencegah penyebaran.
Penyebab lain dari meningitis
Penyebab lain dari meningitis meliputi:
Meningitis jamur-disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma dan Coccidioides spesies dan melihat pada pasien AIDS
Parasit yang menyebabkan meningitis-termasuk contoh meningitis eosinophilic yang disebabkan oleh angiostrongyliasis
Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit Lyme, leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki dan Mollaret's meningitis
Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju bebas-infektif meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia, limfoma, obat dan bahan kimia yang diberikan spinally atau epidurally selama anestesi atau prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik lupus eritematosus dan penyakit dll.
(News Medical Life Sciences & Medicine)
Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan arkhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
(Universitas Sumatra Utara)
Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena adanya infeksi karena kuman.
Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
Ensefalitis, yaitu radang pada otak
Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu. (Harsono. 2007)
Pathway
Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK
Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma.
Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.
Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran.
Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus, dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan serebrosnal dan urine.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif atau negatif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. (Harsono. 2007).
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 ( kaki tidak dapat diekstensi sempurna) disertai spasme otot pada biasanya diikuti rasa nyeri. (Harsono. 2007).
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepada dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif atau negatif bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. (Harsono. 2007).
Pemeriksaan tanda Brudzinski II (Brudzinski kontra lateral tungkai)
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif atau negatif bila pada pemeriksaa terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral. (Harsono. 2007)
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Pemeriksaan cairan serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis, dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur.
Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
Pemeriksaan radiologi
Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan mastoid,sinus paranasal) dan foto dada.
Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki dilakukan CT Scan.
(Harsono. 2007)
Penatalaksanaan Medis
Terapi Konservatif/Medikal
Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respon gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi negatif.
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi: Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1 setengah tahun.
Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
Sefalosporin generasi ketiga
Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
Pengobatan simtomatis:
Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri.
Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan intravena
Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan menimbukan defisit neurologik fokal. Label et al (1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bakterial karena H.Influenzae dan mendapat terapi deksamehtason 0,15 Mg/kgBB/x tiap enam jam selama 4hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada pemeriksaan 24jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF, peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason adalah lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995), menganjurkan pemberian deksamethason hanya pda penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping penggunaan deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus gastrointestinal, penurunan fungsi imun selular sehingga menjadi peka terhadap patogen lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.
Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan patologik dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi bakteti.
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya akan memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis media. (Majalah Kedokteran Nusantara Vol.3.2006)
Asuhan Keperawatan (Teoritis) Pengkajian-Evaluasi
Pengkajian
Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala
Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah
Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae atau pruritus.
Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
Pemeriksaan Penunjang
Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
Glukosa & dan LDH : meningkat.
LED/ESRD: meningkat.
CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
Kultur Darah dan Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rasa sakit kepala berkurang
Kesadaran meningkat
Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output
Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.
Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.
Nyeri sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan:
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol
Kriteria hasil:
Pasien dapat tidur dengan tenang
Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Mandiri
Pantau berat ringan nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakansehingga memudahkan pemberian intervensi
Pantau saat muncul awitan nyeri
Menghindari pencetus nyeri merupakan
salah satu metode distraksi yang efektif
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
Kolaborasi
Berikan obat analgesic
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan:
Suhu tubuh klien menurun dan kembali normal.
Kriteria hasil:
Suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C
INTERVENSI
RASIONALISASI
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan
Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal
Berikan kompres hangat
Untuk mengurangi demam dengan proses konduksi
Berikan selimut pendingin
Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).
Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
BAB III
Asuhan Keperawatan pada Tn.D dengan Penyakit Meningitis
Kasus
Tn.A (30) datang ke RS. Respati diantar keluarga dengan keluhan sakit kepala (pada bagian frontal), kaku leher dan demam tinggi sejak satu minggu yang lalu .Istri klien mengatakan bahwa klien sering mengalami kejang-kejang kurang lebih 30 detik. Istri klien juga mengatakan suaminya juga sering mengeluh sulit tidur ketika hendak tidur. Hal ini membuat klien terlihat lemah dan juga lemas .
Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat tanda krenik (+), tanda brudnizki (+). Ekstrimitas teraba dingin dan terdapat benjolan pada leher bagian dextra TD: 150/80 S: 37,90C , N : 60x/mnt RR: 28x/mnt. Pada hasil CT scan menunjukan terdapat edema kepala pada bagian parietal. Setelah dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan juga lumbal pungsi, dokter menyatakan bahwa pasien mengalami Meningitis
Terapi yang diberikan pasien dirumah sakit antara lain:
Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis,
Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam,
Parasetamol 10 mg/kgBB/dosis.
Oksigen 5 liter (canul nasal)
RL 500 ml (20tpm)
Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat : Perawat C
Tanggal Pengkajian : 20 November 2015
Jam Pengkajian : 09.00 WIB
Biodata
Pasien
Nama : Tn.D
Umur : 30 tahun
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Klodokan, Yogyakarta
Tanggal Masuk RS : 20 November 2015
Jam MRS : 09.00 WIB
Diagnosa Medis : Meningitis
Penanggung
Nama : Ny. W
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Klodokan, Yogyakarta
Hubungan dengan : Istri klien
Keluhan Utama :
Tn.D mengatakan merasa nyeri dibagian kepala
Riwayat Kesehatan :
Riwayat Penyakit Sekarang:
Klien mengatakan bahwa sudah satu minggu mengalami nyeri dibagian kepala, selain itu juga terasa kaku dibagian leher klien. Klien juga sudah demam selama satu minggu. Sebelumnya klien sudah minum obat untuk menurunkan demamnya tapi demamnya tidak mau turun. Suhu klien saat diperiksa 38.90C. istri klien juga mengatakan bahwa klien sering mengeluh sulit tidur karena nyeri yang sering ia rasakan. Istri klien mengatakan bahwa di bagian leher kiri klien terdapat benjolan yang sudah lama (± 1 bulan) awalnya klien merasa biasa saja dengan benjolannya, namun lama kelamaan klien merasa risih dengan benjolannya. Dari ahri ke hari menjolan tersebut semankin membesar. Ukuran benjolan ± 4 cm . akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Klien masuk di bangsal Melati dan mendapat terapi RL 500 ml (20 tpm)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Istri klien mengatakan bahwa sewaktu berumur 28 tahun, klien pernah mengalami Herpes Zoster selama satu minggu , dan sempat dirawat di rumah sakit. Namun penyakitnya sudah sembuh
Riwayat Penyakit Keluarga :
Istri klien mengatakan bahwa di anggota keluarganya tidak ada yang mengalami hal seperti Tn.D
Genogram
Keterangan :
Pria wanita
Pasien yang teridentifikasi
Meninggal
Menikah
Anak kandung
Tinggal serumah
Basic Promoting Phisiology of Health
Aktivitas dan latihan : Sebelum sakit Tn.D mengatakan untuk aktivitasnya dapat dilakukan dengan baik dan secara mandiri namun sejak ia masuk rumah sakit aktivitasnya dibantu oleh keluarga karena tubuh klien yang lemas. Pada saat dikaji pasien terlihat malaise
Tabel : Aktivitas klien selama di rumah sakit
No
Jenis Aktivitas
0
1
2
3
4
1
Makan
2
Minum
4
Toileting
5
Berpakaian
6
Berpindah
Keterangan :
0 : Dilakukan secara mandiri
1: Dilakukan dengan bantuan alat
2: dilakukan dengan bantuan keluarga
3: Dilakukan dengan bantu alat dan keluarga
4: Total ketergantungan
Tidur dan Istirahat : Sebelum sakit Tn.D mengatakan bahwa ia biasanya tidur siang ± 30 menit – 1 jam , sementara untuk istirahat malam ± 5-6 jam. Nn.H mengatakan tidak ada gangguan ketika hendak istirahat. Namun sejak dirawat di rumah sakit ia mengatakan sulit tidur karena merasa nyeri, sehingga pada siang hari pasien terlihat lemas. Keluarga klien mengatakan suaminya sulit tidur ketika hendak tidur. Konjungtiva pucat
Kenyamanan dan Nyeri: Klien mengatatakan bahwa mengalami nyeri di bagian kepala (frontalis)
P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul sejak ia
Q : Kualitas nyeri klien tajam seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 8 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan durasi ± 30 detik
Nutrisi : Sebelum sakit Tn.D mengatakan untuk makan, ia makan 3 kali sehari dengan teratur. Makanan yang biasa dimakan yaitu: nasi, sayur dan juga daging. Makanan favorit klien yaitu kerupuk dan juga gorengan. Selama sakit klien kurang nafsu makan sehingga klien terlihat kurang bersemangat. Meskipun begitu, klien bisa menghabiskan ½ porsi makan yang diberikan tim gizi. Pemeriksaan status gizi berdasarkan antropometri A= BB: 70 kg, TB: 171 cm, IMT: 23 %, B, Leukosit 15.000 103/ul , lemah otot.
Cairan, Elektrolit dan Asam Basa : Nn.H mengatakan bahwa sebelum sakit ia mengkonsumsi air 3-4 gelas sedang per hari ( ± 1000-1200 ml ) dengan jenis minuman yaitu air putih. Sejak dirumah sakit klien hanya minum 3 gelas air sehari (± 1200 ml) Turgor kulit baik dan terpasang cairan infus jenis RL 500 ml (20 tpm)
Oksigenasi : Klien mengatakan tidak ada masalah berkaitan dengan pernapasan namun sejak sakit klien terkadang sesak napas jika melakukan aktivitas berat seperti berlari atau menaiki tangga. RR klien meningkat pada saat dikaji (28x/mnt). Klien terpasang oksigen 5 liter menggunakan canul nasal
Eliminasi Bowel : Nn.H mengatakan bahwa sebelum sakit BAB-nya lancar, ± 1 kali sehari. Nn.H juga mengatakan tidak mengalami masalah saat BAB seperti diare maupun konstipasi. Namun sejak sakit klien mengatakan agak sulit BAB dan kadang sampai 2 hari sekali BAB
Eliminasi Urin : Sebelum sakit, klien mengatakan tidak mengalami masalah pada saat BAK. Nn.H mengatakan ia BAK ± 4-5 kali dalam sehari. Selama di rumah sakit klien juga tidak mengeluhkan mengenai masalah BAK. Pada saat dikaji pasien terpasang kateter
Sensori, Persepsi dan Kognitif : Klien mengatakan untuk masalah sensori dan persepsi tidak terdapat gangguan. Namun pada penglihatan klien agak menurun karena klien merasa nyeri jika membuka mata
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Kesadaran : Apatis
GCS : E= 3 V= 5 M= 6 (Total 14 )
Vital Sign : TD : 150/80 mmHg
Nadi : Frekuensi : 60 x/mnt
Irama : Reguler
Kekuatan : lemah
Respirasi : Frekuensi : 28 x/mnt
Irama : Irreguler
Suhu : 38,90C
Kepala :
Kulit kepala : Bentuk kepala mesosepalus, terdapat pembengkakan di daerah
parietal
Rambut : Warna rambut hitam merata, rambut sedikit rontok
Muka : Bentuknya simetris, tidak ada kelainan bentuk wajah.
Mata : Konjungtiva anemis, sclera normal, pupil isokor, palpebra normal
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada septum deviasi, tidak terdapat polip.
Keadaan hidung bersih
Mulut : Keadaan mulut bersih, tidak ada karies gigi ataupun gigi yang
tanggal
Telinga : Simetris, tidak ada serumen dan luka
Leher : bentuk tidak simetris krena terdapat pembesaran kelenjar limfe
bagian dekstra
Dada : bentuk simetris, tidak terdapat pembesaran liver atau splenomegali
Pulmo : Inspeksi : Tidak terdapat pembengkakan ataupun bekas luka.
Palpasi : fremitus taktil tidak seirama seirama
Perkusi : bunyi sonor
Auskultasi : trakelal
Cor: Inspeksi : Tidak terdapat pembengkakan, bekas luka.
Palpasi : ictus cordis : ICS V midclavicle sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : S1, S2 tunggal
Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, tidak terdapat lesi
atau namun terdapat splenomegali pada abdomen kuadran III
Palpasi : Tidak terdapat asites, terdapat nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi timpani dan redup pada kuadran III
Auskultasi : Peristaltic usus 12x/mnt
Genetalia : Keadaan bersih, tidak terdapat inflamasi.
Rectum :Terdapat hemoroid grade II
Ektremitas : 4 4
4 4
Tidak ada gerakan
Gerakan pasien terbatas dan hanya bisa melakukan gerakan kontraksi seperti menggerakan jari
Gerakan pasien hanya dapat mengeser tangan ke kanan da ke kiri, namun tidak dapat melakukan gerakan grafitasi
Pasien hanya dapat melakukan gerakan grafitasi
Pasien dapat melakukan gerakan grafitasi namun bila diberikan tekanan kekuatan pasien terasa lemah
Kekuatan pasien sama dengan kekuatan pemeriksa
Psiko sosio budaya Dan Spiritual :
Psikologis :Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah : Ia merasa cemas karena megalami penyakit ini. Ia takut jika hidupnya tidak panjang siapa yang akan mengurus keluarganya.
Sosial :keluarga klien mengatakan klien sering mengikuti aktivitas di lingkungan tempat tinggalnya. Klien juga dikenal sebagai orang yang ramah di lingkungannya
Budaya :Budaya yang diikuti klien adalah budaya Jawa .Dari budaya yang dianutnya tidak ada yang merugikan terutama bagi kesehatannya
Spiritual :Aktivitas Ibadah sehari-hari klien yaitu sholat 5 waktu.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 November 2015 , Jam: 14.00
Hematologi
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Interpretasi Hasil
Haemoglobin
P 9 g/gL
g/dL
12-16
TN
Leukosit
H 13,5
103/ul
4-10/ul
TN
Hematokrit
L 35
%
36-47%
N
Eritrosit
4,5
106/ul
4,40 – 5, 90
N
Trombosit
H 15
103/ul
150 – 400
TN
Eusinofil
250
%
1 – 4
N
Basofil
0,30
%
0 – 1
N
Netrofil
67,50
%
50 – 70
N
Limfosit
L 36,17
%
22 – 40
N
Monosit
H 10,90
%
4 – 8
N
Ureum
17
Mg/dl
10-50
N
Kreatinin
L 0,70
Mg/dl
0,6-1,10
N
SGOT
45
u/L
0-50
N
SGPT
27
u/L
0-50
N
HbsAg Rapid
Non Reaktif
Non reaktif
Terapi medis
Jenis terapi
Nama obat
Dosis
Implikasi keperawatan
Cairan IV
Ringer Laktat
500 ml/inj
Tarapi untuk mengatasi dehidrsi cairan tubuh
Dexametason
40 mg
Membantu mengurangi rasa gatal diakibatkan oleh berbagai kondisi alergi pada kulit dan mukosa
.
Diazepam
0,2-0,5 mgkgBB/dosis
Obat untuk mengurangi kejang-kejang
Oksigen
5 liter (canul nasal)
Untuk mengurangi hipoksia
Parasetamol
10 mg/kgBB/dosis
Terapi untuk menurunkan demam
Amfisilin
150-200 mg/kgBB/24 jam
Antibiotik
Ibuprofen
400 mg/6 j
Mengurangi rasa nyeri atau kram akibat menstruasi
ANALISA DATA
Nama klien : Tn.D
Umur :30 tahun
Ruang Rawat : Cempaka
No. Register :274793
Diagnosa Medis : Meningitis
Alamat : Kledokan
No/Tgl
Data Fokus
Etiologi
Problem
20 November
2015
/
12.00 WIB
DS : klien mengatakan terasa nyeri di bagian kepalanya yang sudah ia rasakan selama dua minggu
P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul sejak ia
Q : Kualitas nyeri klien tajam seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 8 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan durasi ± 30 detik
DO : Klien tampak menahan nyeri . pada saat berbiacar klien sering menutup mata untuk mengurangi nyeri, tanda krenik (+)
Agen cidera biologis
Nyeri akut
20 November
2015
/
12.00 WIB
DS : pasien mengatakan suhu badan terasa panas demam 1 minggu yang lalu.
DO : Suhu 38,9 0c, kulit terlihat kemerahan dan terasa panas naat dipalpasi
Peningkatan laju metabolisme
Hipertermia
20 November
2015
/
12.00 WIB
DS : Pasien mengatakan kaku pada bagian leher
DO : pemeriksaan CT scen terdapat edema di kepala (pariental), Tanda Brudzinski (+)
Bagian ekstrimitas klien terasa dingin
Resiko kedidak efektifan perfusi jaringan
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut b.d agens cidera biologis
Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn.D No RM : 274793
Umur : 30 thn Diagnosa Medis : Meningitis
Ruang : Cempaka Alamat : Kledoakn
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasionalisasi
1
Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam level nyeri klien menurun dengan kriteria hasil:
Pasien dapat mengontrol nyerinya
Pasien mampu menerapkan teknik relaksasi secara mandiri
Non verbal klien tidak menunjukan adanya nyeri
Skala nyeri klien berkurang dari 8 ke 5
Level: Pain Control
Kajian nyeri secara kompehrensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Obserfasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,pencahayaan dan kebisingan.
Ajarkan tentang teknik non farmakologi untuk mereduksi nyeri seperti menggunakan teknik napas dalam atau guided imaginary
Lakukan kompres dingin di bagian yang mengalami nyeri
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik (ibuprofen)
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Level: Pain Management
Nyeri merupakan penglaman subjektif yang harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memilih intervensi yang cocok bagi pasien.
Merupakan indikator atau derajat nyeri yang tidak langsung dialami.
Lingkungan yang tidak kondisuf hanya akan memperparah rasa nyeri klien
Pasien dapan menggunakannya untuk menurunkan rasa nyeri secara mandiri
Kompres dingin dapat mereduksi nyeri
Jenis obat analgetik dapat menurunkan nyeri
Salah satu indikator mengetahui sejauh mana keefektifan kontrol nyeri
2
Hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan Hipertermi pada pasien dari level 1 (tidak pernah) ke level 3 (kadang kadang) dengan kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C – 37,50C)
Nadi RR dalam rentang normal
Warna kulit tidak kemerahan
Kulit tidak terasa hangat
Level: Thermoregulation
Monitor suhu tubuh dan warna kulit klien
Kompres hangat pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara menggunkan kipas angin
Anjurkan klien untuk minum banyak air
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik (paracetamol)
Level: Fever Treatment
Memantau apakah ada terjadi peningkatan atau tidak
Dengan kompres hangat dapat membuka pori-pori sehingga terjadi evaporasi
Sirkulasi yang baik membantu menurunkan demam klien
Mencegah dehidrasi
Paracetamol dapat menurunkan deman
3
Resiko ketidak evektifan perfusi jaringan
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan peredaran darah pasien dari level 1 (tidak pernah) ke level 4 (sering) dengan kriteria hasil :
Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal
Nadi dalam rentang normal
Tidak ada ortostatikhipertensi
Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial
Level: Tissue prefusion cerebral
Monitor TTV klien
Monitor status neurologi klien menggunakan GCS
Hindari gerakan fleksi maupun hiperekstensi pada daerah leher
Berikan edukasi kepada keluarga dan pasien untuk memantau adanya suhu yang ekstrim pada daerah ekstremitas (dingin)
Berikan oksigen sesuai kondisi pasien
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat sedasi (Diazepam)
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat osmotik diuretik
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat steroid (dexametasone,)
Level:
Cereberal Perfusion Promotion
Cereberal Edema Management
Memantau keadaan klien
Tindakan keperawatan yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kesadaran klien
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis sehingga dapat menghambat aliran darah ke otak
Suhu yang ekstrim mengindikasikan terjadinya kurang suplai oksigen yang parah
Dapat menurunkan hipoksia otak
Obat sedasi merupakan jenis obat penenang
Menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan edema otak
Menurunkan inflamasi dan juga edema di otak
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Nama Klien : Tn.D No RM : 274793
Umur : 30 thn Diagnosa Medis : Meningitis
Ruang : Cempaka Alamat : Kledokan
No Dx
Hari/
Tanggal
Jam
Implementasi
Evaluasi
TTD
Hari ke 1
1
Sabtu
21 Nov
2015
07.00
07.05
07.20
08.00
09.00
11.00
14.00
Mengkajian nyeri secara kompehrensif termasuk lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi
P : Nn.H mengatakan nyerinya mun. Nyeri bertamcul sejak ia mengalami meningitis nyeri bertambah jika ia terlalu menggerakan kepalanya
Q : Kualitas nyeri klien tajam seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 8 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan durasi ± 30 detik
Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
DS: -
DO: klien terlihat menahan nyerinya
Mengajarkan tentang teknik non farmakologi untuk mereduksi nyeri seperti menggunakan teknik napas dalam atau guided imaginary
DS: klien mengatakan paham dengan teknik yang diajarkan
DO: klien mampu melakukannya secara mandiri
Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
DS: -
DO:- lingkungannya lebih tenang
Melakukan kompres dingin di bagian yang mengalami nyeri
DS: klien mengatakan nyerinya agak berkurang
DO: -
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik
DS:-
DO: Klien minum obat
Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
DS: klien mengatakan kontrol nyeri ini berguna meskipun tidak langsung menurunkan secara signifikan
DO:-
Jam : 14.00
S: klien mengatakan masih terasa nyeri di kepalanya.
O: klien masih terlihat menahan nyeri
A: Masalah keperawatan klien berhubungan dengan nyeri belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Kajian nyeri secara kompehrensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Obserfasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Ajarkan tentang teknik non farmakologi untuk mereduksi nyeri seperti menggunakan teknik napas dalam atau guided imaginary
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Hana
2
Sabtu
21 Nov
2015
06.00
09.15
09.20
09.20
10.00
Memonitor suhu tubuh dan warna kulit klien
DS: -
DO: suhu tubuh 38,50C, kulit kemerahan dan teraba hangat
Melakukan kompres hangat pasien pada lipat paha dan aksila
DS:klien mengatakan merasa sedikit nyaman
DO: klien terlihat nyaman
Meningkatkan sirkulasi udara menggunkan kipas angin
DS: klien mengatakan tidak suka menggunakan kipas angin
DO: kipas angin tidak digunakan
Menganjurkan klien untuk minum banyak air
DS:-
DO: klien minum air 1 gelas
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik (paracetamol)
DS: -
DO: klien minum obat
Jam : 14.00
S: istri klien mengatakan bahwa suhu tubuh suaminya masih panas
O: kulit terasa hangat, suhu: 38,50C
A: Masalah keperawatan klien berhubungan dengan demam belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan :
Monitor suhu tubuh dan warna kulit klien
Kompres hangat pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara menggunkan kipas angin
Anjurkan klien untuk minum banyak air
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik (paracetamol)
Hana
3
Sabtu
21 Nov
2015
06.00
06.05
06.05
07.00
09.00
12.00
12.00
12.00
Memonitor TTV klien
DS: -
DO: TD: 150/80, N: 60x/mnt, S: 38,50C, RR: 28x/mnt
Memonitor status neurologi klien menggunakan GCS
DS: istri klien mengatakan suaminya terlihat lemah
DO: E: 3 V:5 M: 6 (total 14 =apatis)
Mengindari gerakan fleksi maupun hiperekstensi pada daerah leher
DS:-
DO: posisi kepala klien lurus
Memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien untuk memantau adanya suhu yang ekstrim pada daerah ekstremitas (dingin)
DS: keluarga dan pasien mengatakan mereka memahami yang dijelaskan perawat
DO: saat diberikan edukasi semuanya terlihat memperhatikan
Memberikan oksigen sesuai kondisi pasien
DS:-
DO: diberikan oksigen 5 liter dengan kanul nasal
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat sedasi (Diazepan)
DS: keluarga klien menanyakan apa fungsi obat
DO: klien meminum obat
Melaukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat osmotik diuretik
DS: -
DO: klien meminun obatnya
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat steroid (dexametasone )
DS: klien mengatakan obatnya akan diminum setelah makan
DO: obat belum dimakan karena pada saat diberukan klien masih makan nasi
Jam: 14.00
S: Klien mengatakan masih terasa kaku kuduk di bagian leher.
O:
Kesadaran klien apatis,
Vital sign: TD: 150/80, N: 60x/mnt, S: 38,50C, RR: 28x/mnt,
Tanda krenik (+)
Mendapat terapi 5 liter
Hasil CT Scan menunjukan adanya edema pada kepala (pariental)
A:Masalah keperawatan klien berhubungan dengan belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan :
Monitor TTV klien
Monitor status neurologi klien menggunakan GCS
Hindari gerakan fleksi maupun hiperekstensi pada daerah leher
Berikan oksigen sesuai kondisi pasien
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat sedasi
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat osmotik diuretik
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat steroid (dexametasone )
Hana
Hari ke-2
2
Minggu
22 Nov
2015
08.00
08.05
08.05
10.00
14.00
Mengkajian nyeri secara kompehrensif termasuk lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi
P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul ketika ia terlalu banyak menggerakan kepalanya
Q : Kualitas nyeri klien tumpt
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 6 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan durasi ± 15 detik
Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
DS: -
DO: klien terlihat memegang kepalanya saat berbicara
Mengajarkan tentang teknik non farmakologi untuk mereduksi nyeri seperti menggunakan teknik napas dalam atau guided imaginary
DS: klien mengatakan paham dengan teknik yang diajarkan
DO: klien mampu melakukannya secara mandiri
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik (ibuprofen)
DS:-
DO: Klien minum obat
Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
DS: klien mengatakan kontrol nyeri ini berguna jika klien mengalami nyeri lagi
DO:-
Jam : 14.00
S: klien mengatakan masih terasa nyeri di kepalanya. Istri klien mengatakan suaminya sulit tidur pada malam hari
O: skala nyeri 6, klien masih terlihat menahan nyeri
A: Masalah keperawatan klien berhubungan dengan nyeri teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Kajian nyeri secara kompehrensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Hana
2
Minggu
22 Nov
2015
06.00
09.00
09.00
10.00
Memonitor suhu tubuh dan warna kulit klien
DS: -
DO: suhu tubuh 37,80C, kulit klien tidak terlihat merah dan teraba seperti suhu normal
Melakukan kompres hangat pasien pada lipat paha dan aksila
DS:klien mengatakan merasa sedikit nyaman
DO: klien terlihat nyaman
Menganjurkan klien untuk minum banyak air
DS:-
DO: klien minum air 1 gelas
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik (paracetamol)
DS: -
DO: klien minum obat
Jam : 14.00
S: istri klien mengatakan bahwa suhu tubuh sudah mulai menurun
O:, suhu: 37,80C ,kulit klien tidak kemerahan dan tidak terasa hangat lagi
A: Masalah keperawatan klien berhubungan dengan demam eratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan :
Monitor suhu tubuh dan warna kulit klien
Anjurkan klien untuk minum banyak air
Hana
3
Minggu
22 Nov
2015
06.00
06.15
06.15
09.00
12.00
12.00
12.00
Memonitor TTV klien
DS: -
DO: TD: 150/80, N: 70x/mnt, S: 37,80C, RR: 25x/mnt
Memonitor status neurologi klien menggunakan GCS
DS: istri klien mengatakan suaminya terlihat lemah
DO: E: 4 V:5 M: 6 (total 15 =CM)
Mengindari gerakan fleksi maupun hiperekstensi pada daerah leher
DS:-
DO: posisi kepala klien lurus
Memberikan oksigen sesuai kondisi pasien
DS:-
DO: diberikan oksigen 5 liter dengan kanul nasal
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat sedasi
DS: -
DO: klien meminum obat
Melaukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat osmotik diuretik
DS: -
DO: klien meminun obatnya
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat steroid (dexametasone)
DS: -
DO: klien minum obat
Jam 14.00
S: Klien mengatakan masih terasa kaku kuduk di bagian leher, namun sudah agak berkurang dari hari kemarin
O:
Kesadaran klien apatis,
Vital sign: TD: 150/80, N: 70x/mnt, S: 37,80C, RR: 25x/mnt
Tanda krenik (+)
Mendapat terapi 5 liter
Hasil CT Scan menunjukan adanya edema pada kepala sudah agak berkurang
A:Masalah keperawatan klien berhubungan dengan teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan :
Monitor TTV klien
Berikan oksigen sesuai kondisi pasien
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat osmotik diuretik
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat steroid (dexametasone)
Hana
Hari ke-3
1
Senin
23 Nov
2015
06.10
12.00
14.00
Mengkajian nyeri secara kompehrensif termasuk lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi
P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul ketika ia terlalu banyak menggerakan kepalanya
Q : Kualitas nyeri klien tumpt
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 5 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul tiba-tiba dengan durasi ± 15 detik
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik (ibuprofen)
DS:-
DO: Klien minum obat
Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
DS: klien mengatakan kontrol nyeri ini berguna jika klien mengalami nyeri lagi
Jam : 14.00
S: klien mengatakan masih terasa nyeri di kepalanya. Namun pada malam hari klien bisa tidur dengan baik
O: skala nyeri 5,
A: Masalah keperawatan klien berhubungan dengan nyeri teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Kajian nyeri secara kompehrensif
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
2
Senin
23 Nov
2015
06.00
09.00
Memonitor suhu tubuh dan warna kulit klien
DS: -
DO: suhu tubuh 36,50C, kulit klien tidak terlihat merah dan teraba seperti suhu normal
Menganjurkan klien untuk minum banyak air
DS:-
DO: klien minum air 1 gelas
Sen mengatakan bahwa suhu tubuh sudah mulai menurun
O:, suhu: 36,50C
A: Masalah keperawatan klien berhubungan dengan demam eratasi sebagian
P: Intervensi dihentikan
3
Senin
23 Nov
2015
06.00
06.05
09.00
12.00
12.00
Memonitor TTV klien
DS: -
DO: TD: 130/80, N: 85x/mnt, S: 36,50C, RR: 21x/mnt
Memonitor status neurologi klien menggunakan GCS
DS: -
DO: E: 4 V:5 M: 6 (total 15 =CM)
Memberikan oksigen sesuai kondisi pasien
DS:-
DO: diberikan oksigen 5 liter dengan kanul nasal
Melaukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat osmotik diuretik
DS: -
DO: klien meminun obatnya
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat steroid (dexametasone)
DS: -
DO: klien minum obat
Jam 14.00
S: Klien mengatakan kaku kuduk di bagian leher sudah agak berkurang,
O:
Kesadaran klien CM
Vital sign: TD: 130/80, N: 85x/mnt, S: 36,50C, RR: 21x/mnt
Tanda krenik (-)
Mendapat terapi 5 liter
Hasil CT Scan menunjukan masih terdapat edema pada kepala sudah agak berkurang
A:Masalah keperawatan klien berhubungan dengan teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan :
Monitor TTV klien
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat osmotik diuretik
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat steroid (dexametasone)
Hana
BAB V
Pembahasan
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak. Otak sebagai pusat pengaturan sistem tubuh merupakan salah satu organ vital terpenting yang jika mengalami gangguan akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Selait itu di otak juga terdapat pengaturan sistem saraf. Dan saraf inilah yang akan membantu respon klien terhadap suatu stimulus. Jika pada pusat saraf terganggu maka aktivitas tubuh dalam melakukan kerjanya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pengkajian
Pengkajian pada kasus Tn.D ini di mulai dari pengumpulan, pengelompokan dan analisa data. Data dari kasus ini didapat dari keluarga pasien, pasien sendiri, serta diperoleh dari pemeriksaan yang dilakukan pada Nn.H. Dari pengkajian disebutkan bahwa pasien mengeluhkan nyeri pada bagian kepala dengan skala 8 (dari 1-10). Selain itu juga klien meneglukan demam dengan suhu 38,90C dan juga pada pemeriksaan CT scan terdapat edema di bagian kepala( pariental) dan juga kaku kuduk selain itu terdapat tanda krenik (+), brudinzkie (+). Pemeriksaan fisik lainnya juga didapat pembesaran kelenjar lomfe di bagian leher yang merupakan tanda dari adanya inflamasi yang berat pada organ yang mengalami gangguan. Data lainnya juga menunjukan adanya kejang yang dialami oleh pasien. Hal ini terjdi karena otak sebagai pusat pengendali saraf mengalami gangguan sehingga proses informasi yang dilakukan oleh neurotransmiter mengalami gangguan Data diatas merupakan hal-hal yang dijadikan indikator untuk menentukan pemilihan diagnosa dan tindakan keperawatan yang tepat diberikan bagi pasien
Pembahasan Diagnosa
Dari data kasus yang dialami klien, kami mengambil tiga diagnosa yang dijadikan acuan dalam melaksnakan tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada klien. Diagnosa pertama yang diambil yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens cidera (biologis). Diagnosa ini dijadikan diagnosa prioritas karena pada data kasus diatas, klien mengeluhkan nyeri dibagian kepalanya (frontalis) dengan skala 8 (1-10). Nyeri seperti ini akan membuat klien merasa tidak nyaman untuk bergerak karena akan membuat nyerinya bertambah. Dari data diatas juga ada pernyataan dari istri klien yang mengatakan bahwa suaminya sering tidak bisa tidur di mlam hari karena nyeri yang muncul dengan tiba-tiba. Rasa nyeri ini juga dapat menghambat perkegarak klien dan dapat menyebabkan resiko cidera fisik karena penglihatan yang menurun sehingga tindakan keperawatan yang dilakukan diharapkan dapat menurunkan nyeri klien. Nyeri harus segera ditangani agar klien bisa merasa nyaman
Diagnosa kedua yang diambil yaitu Hipertemia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. Pada keadaan inflamasi atau terdapat benda asing dalam tubuh, maka salah satu mekanisme koping tubuh untuk mempertahankan homeostatis tubuh yaitu meningkatkan laju metabolisme. Pada pemeriksaan di atas didapat suhu klien 38,50C , terdapat peningkatan leukosit (13,5 ribu). Hal ini menandakan bahwa tubuh sedang melakukan pertahanan melawan benda asing yang masuk kedalam tubuh. Keadaan hipertermia harus ditangani secepatnya karena jika tidak klien akan mengalami dehidrasi dan bisa berakibat buruk pada keadaan klien. Namun pada implementasi mengenai hipertermia, masalah klien sudah teratasi di hari ketiga dengan suhu 36,50C. Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang dibuat
Dan diagnosa terakhir yang diambil "Ketidakefektifan perfusi jaringan". Otak merupakan organ pusat pengatur seluruh kegiatan organ- organ lain yang ada di dalam tubuh. Organ ini sangatlah sensitif, setiap bagiannya terdapat syaraf- syaraf sensorik dan motorik yang memiliki fungsi spesifik tergadap organ yang dipersyarafinya. Sehingga jika salah satu bagian otak yang memiliki syaraf terganggu, maka bagian organ yang dipersyarafi tersebut akan mengalami gangguan bahkan kelumpuhan. Diagnosa ini diambil karena yang organ yang mengalami gangguan yaitu organ yang sangat vital (otak) dimana fungsinye sebagai pusat pengaturan sistem tubuh. Pada CT scan juga terdapat cairan (edema) pada daerah pariental yang mana cairan ini dapat menghambat fungsi otak untuk bekerja secara baik. Selain itu, peradangan pada otak juga disebabkan oleh bakteri atau virus yang dapat berakibat fatal jika menyerang bagian-bagian otak lainnya. Edema pada otak ini juga menyebabkan nyeri di bagian kepala. Meskipun begitu diagnosa ini tidak dijadikan diagnoda pritritas karena untuk proses penyenbuhannya membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan tindakan keperawatan untuk diagnosa prioritas lebih difokuskan pada apa yang sangat membuat klien tidak nyaman dengan keadaannya
Pembahasan Rencana Keperawatan
Pada tahap rencana keperawatan semua rencana yang dibuat telah disesuaikan dengan keadaan pasien, sarana dan prasarana yang ada. Dalam perumusan rencana keperawatan ini terlebih dahulu adalah pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau kelelahan . kami memilih ini sebagai prioritas karena dianggap paling urgen diantara diagnosa yang lain. Lalu yang kedua adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis dan yang ketiga adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makana.
Perencanaan keperawatan disesuaikan dengan teori dan keadaan pasien serta difokuskan untuk mengatasi masalah sesuai dengan masalah yang ditentukan. Cara mengenali kemungkinan penyebab atau etiologi dari asma tersebut, maka kami menampilkan rumusan masalah yang berhubungan dengan penyebab yang ditandai dengan tanda dan gejala yang relevan. Pada tahap perencanaan, kami mengatur dengan sedemikian rupa sehingga tetap mengacu pada teori sekaligus harus berdasarkan masalah, kondisi dan kemampuan klien.
Pembahasan Pelaksanaan/ tindakan keperawatan
Pada tahap pelaksaan tindakan pada umumnya telah sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat, akan tetapi tidak semua rencana dapat dilaksanakan, karena keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Bagi kami, tahap pelaksanaan merupakan tahap yang paling penting dalam proses keperawatan karena keahlian (skill dan pengetahuan) juga kreativitas caregiver, teruji dalam situasi yang benar-benar kami alami sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan. Secara umum, dalam implementasi kami tidak menemukan hambatan karena kami membuat rencana keperawatan telah disesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga diperlukan modifikasi yang mendekati kebenaran, dengan demikian tetap sesuai dengan teori.
Pembahasan Evaluasi
Secara definitif, evaluasi digunakan untuk mengukur keberhasilan dari suatu tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dengan menggunakan evaluasi proses (mengacu pada tindakan keperawatan) dan evaluasi hasil (yang mengacu pada kesimpulan dan tindakan). Dari sini diketahui bahwa kami mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada meningitis. Hal ini tampak dari keberhasilan pencapaian tujuan, yaitu dapat teratasi masalah-masalah keperawatn yang timbul.
BAB VI
Penutup
Kesimpulan
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Pada penderita Meningitis biasanya di jumpai Keluhan pertama yaitu nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, Kesadaran menurun, tanda kernig dan brudzinsky positif . Untuk penanganan penderita menginitis dapat diberikan terapi medis yaitu pemberian obat antibiotik dan kortekosteroid. Selain itu dapat juga dilakukan terapi operatif yaitu tindakan operatif mastoidektomi, trombektomi, jugular vein ligation, perisinual dan cerebellar abcess drainage.
Saran
Bagi pasien
Pada pasien yang sudah merasakan adanya tanda dan gejala yang timbul pada pasien, sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan secepatnya di rumah sakit agar secepatnya mendapatkan penanganan secara dini untuk mencegah terjadinya kompllikasi yang lebih lanjut.
Bagi perawat
Pada perawat yang menangani pasien meningitis di harapkan dapat memberikan penkes terhadap pasien, tanda dan gejala meningitis, tujuannya agar pasien bisa secepatnya dapat melakukan tindakan pencegahan terkait penyakit meningitis.
Bagi rumah sakit
Disarankan untuk rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya dapat meningkatkan sarana dan fasilitas tenaga kesehatan yang memadai, serta menampung dan memberikan pelayanan kesehatan yang kooperatif dan profesional, tujuannya adalah untuk mengurangi penderita meningitis di Indonesia, serta dapat bersaing dengan tenaga kesehatan yang ada dimanca negara.
Daftar Pustaka
Dochterman,Joanne McCloskey.,dkk.2004.Nursing Interventions Classification (NIC).United States of America:Mosby
Harsono.(2007).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
Herdman,T.Teather.2012.Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.Jakarta:EGC
Lippincott Williams & Wilkins.2012. Pediatric Infection Disease Journal.USA
Moorhead,Sue.dkk.2004.Nurshing Outcomes Classificatioon (NOC).United States of America:Mosby
Majalah Kedokteran Nusantara vol.3.2006.Diagnosis dan penatalaksanaan Meningitis Otogenik.
News Medical Life Sciences & Medicine.diakses dari :http://www.news-medical.net/health/Meningitis-Causes-%28Indonesian%29.aspx. tanggal 25 November 2015