ASKEP KEJANG DEMAM ( FEBRIS KONVULSI)
A.
Konsep Dasar
1.
Pengertian
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995). Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan
sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000). 2.
Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem (sistem saraf parasimpatis). Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater. Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari : 1. Cerebrum (otak besar) Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media. Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran. Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah : 1) Thalamus Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri. 2) Hypothalamus Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi fungsi alat demam seperti mengatur mengatur metabolisme, metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, tubuh, rasa lapar dan haus, saraf saraf otonom dan sebagainya. sebagainya. Bila terjadi terjadi gangguan gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothala hypothalamus mus
berperan penting dalam proses proses tersebut karena fungsinya fungsinya yang mengatur keseimbangan keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium. 3) Formation Reticularis Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi mempengaruhi aktifitas aktifitas cortex cerebri di mana mana pada daerah formatio reticularis reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri. 1. Serebellum Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang : 1) N. I : Nervus Olfaktorius 2) N. II : Nervus Optikus 3) N. III : Nervus Okulamotorius 4) N. IV : Nervus Troklearis 5) N. V : Nervus Trigeminus 6) N. VI : Nervus Abducen 7) N. VII : Nervus Fasialis 8) N. VIII : Nervus Akustikus 9) N. IX : Nervus Glossofaringeus 10) N. X : Nervus Vagus 11) N. XI : Nervus Accesorius 12) N. XII : Nervus Hipoglosus. System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis. Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah : 1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya 2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutny serabut-serabutnyaa yang disebut trunkus symphatis 3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral. System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu : Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis: 1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak 2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis 3. Etiologi Penyebab Febrile Convulsion Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000). Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan (penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh ganggu gangguan an metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001). 4.
Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali
ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya : 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler 2. Rangsangan yang datangnya datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya 3. Perubahan patofisiologi patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran m embran sel tetangganya sehingga terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38° C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu 40° C atau lebih 5.
Tanda dan Gejala
Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien panas dan berkeringat, mukosa bibir kering (Ngastiyah, 1997). 6.
Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis. Kelumpuhannyaa sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula Kelumpuhanny mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam : 1. Pneumonia aspirasi 2. Asfiksia 3. Retardasi menta 7. Penatalaksanaan / Pengobatan
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu : Memberantas kejang secepat mungkin Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama adalah diazepam secara intravena. Apabila diazepam tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara intramuskulus. 1. Pengobatan Penunjang Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen terjamin, penghisapan lendir lendir secara teratur dan pengobatan ditambah ditambah dengan dengan pemberian oksigen. Tanda Tanda – tanda tanda vital diobservasi secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring. 2. Pengobatan di rumah Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini dibagi atas 2 golongan yaitu : 1) Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak bila menderita demam lagi 2) Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. 3. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. B. Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya pengumpulan data sebagai langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data – data, mengelompokkan dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997). Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari American Nursing Association. Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya (Taylor, Lilis Le Mone, 1997). Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, yaitu data tersebut diperoleh dari klien yang sadar maupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi misalnya data tentang kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan perawat, serta dari pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat dekat. Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi, konsultasi, validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah pengumpulan data melalui hasil pengamatan (melihat, meraba atau mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan. Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan cara – cara untuk pengobatan dan penanganan penyakit klien. Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan, inspeksi adanya lesi pada kulit dan sebagainya. Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah kejari tengah yang lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti lokasi pada rongga abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk mengetahui adanya massa. Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus, mendengarkan suara paru – paru, bunyi jantung. Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data – data yang akurat terhadap Kejang Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :
1. Identitas pasien dan keluarga 1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat 2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa 3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa. 1. Kesehatan fisik 1) Pola nutrisi Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa, frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan. 2) Pola eliminasi 3) Pola tidur Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta kebiasaan sebelum tidur 4) Pola hygiene tubuh Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan rambut 5) Pola aktifitas Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng. 1. Riwayat kesehatan yang lalu 1) Riwayat prenatal Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat – obatan yang diminum saat hamil. 2) Riwayat kelahiran Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana. 3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah menderita penyakit yang gawat. Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga yang pernah menderita kejang. 4) Tumbuh kembang Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial. 5) Imunisasi Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya. 1. Riwayat penyakit sekarang 1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam pertama setelah demam 2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan meningkat 3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kejang. 4) Riwayat sosial ekonomi keluarga Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. 5) Riwayat psikologis Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi. 1. Pemeriksaan fisik 1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38° C, nadi cepat, pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis) 3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise 4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit 5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta kebersihannya 6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra 7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut / Kronis 8) Hidung umumnya tidak ada kelainan 9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis 10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada 11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan 12) Jantung : Umumnya normal 13) Abdomen : Mual – mual dan muntah 14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak 15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak. Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data khusus (Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen dan sebagainya. 2.
1. 2. 3. 1.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap diagnosa keperawatan penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah keperawatan, baik yang dapat dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu : Aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah yang nyata saat ini dengan data klinis yang ditemukan. Rester, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah belum ada tetapi etiologi sudah ada. Possible, yaitu diagnosa keperawatan yang timbul akibat adanya tambahan masalah Komponen – komponen berikut ini menandai tiga bagian pernyataan perubahan keperawatan Diagnosa keperawatan, merupakan pernyataan yang menggambarkan perubahan status kesehatan klien. Perubahan – perubahan menyebabkan masalah dan perubahan yang tidak menguntungkan pada kemampuan klien untuk berfungsi. Diagnosa keperawatan adalah frase atau pernyataan yang ringkas, diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk membuat kriteria hasil asuhan keperawatan dan menentukan intervensi – intervensi yang diperlukan untuk mencapai kriteria hasil. Etiologi, pernyataan etiologi mencerminkan penyebab masalah klien yang menimbulkan perubahan – perubahan pada status kesehatan klien. Penyebab tersebut dapat berhubungan dengan tingkah laku klien, patofisiologi, psikososial, perubahan – perubahan situasional pada gaya hidup, usia perkembangan, faktor budaya dan lingkungan. Diagnosa keperawatan dapat diterapkan untuk semua area keperawatan, seperti medikal bedah, kesehatan ibu dan anak, pediatrik, kesehatan komunitas. Batasan karakteristik, merupakan kelompok petunjuk klinis yang menggambarkan tingkah laku, tanda dan gejala yang menggambarkan diagnosa keperawatan. Batasan karakteristik diperoleh selama tahap pengkajian, memberikan bukti bahwa ada masalah kesehatan gejala (data subjektif) adalah perubahan yang dirasakan oleh klien dan diekspresikan secara verbal kepada perawat. Tanda (data
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4.
1. 2. 3.
objektif) adalah perubahan yang diamati pada status kesehatan klien. Identifikasi minimal tiga tanda dan gejala sebagai bukti yang cukup untuk mendukung pemilihan diagnosa keperawatan . Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion menurut Ngastiyah (19997) adalah : Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif, prosedur tindakan Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi. Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile Convulsion adalah : Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus Febrile Convulsion adalah : Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan relaksasi lidah, sekunder terhadap gangguan inversi otot Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat setelah merumuskan diagnosa keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien, sehingga tercapai kondisi kesehatan klien yang optimal (Gaffar, 1997). Pada tahap perencanaan setelah memprioritaskan masalah keperawatn, penulis menetapkan tujuan dan kriteria tindakan yang dapat mencegah, mengurangi dan menanggulangi masalah kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien saat ini serta menuliskan tujuan yang ditetapkan harus nyata, dapat diukur dan mempunyai batasan waktu pencapaian. Adapun komponen tahap perencanaan adalah :
Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, ringan masalah dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup (misalnya bersihan jalan nafas). Masalah dengan prioritas rendah tidak berhubungan secara langsung dengan keadaan sakit atau prognosis yang spesifik (misalnya masalah keuangan). Masalah dengan prioritas tingi membutuhkan perhatian yang cepat dibandingkan dengan prioritas rendah. Hirarki kebutuhan Maslow (1968) membantu perawat untuk memprioritaskan urutan diagnosa keperawatan, kerangka hirarki ini termasuk kebutuhan fisiologis dan psikologis. Lima tingkatan hirarki ini adalah fisikologis, keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Adapun rencana tindakan pada kasus Febrile Convulsion menurut Doenges (2002), yaitu : 1. Diagnosa keperawatan I Resiko tinggi terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
Tujuan dan kriteria hasil : Henti nafas dan trauma tidak terjadi dengan kriteria : q Menunjukkan efektifitas pernafasan selama kejang dan sesudahnya q Tidak terdapat tanda injuri, perlukaan di seluruh organ tubuh Rencana Tindakan : 1.1 Gali bersama-sama keluarga berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang Rasional : Mengetahui dan dapat menanggulangi sedini mungkin komplikasi yang dapat terjadi 1.2 Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah Rasional : mengurangi trauma saat kejang selama berada di tempat tidur 1.3 Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu melalui lubang telinga jika perlu Rasional : mengurangi resiko klien menggigit dan cedera mulut 1.4 Tinggallah bersama klien dan keluarga dalam waktu beberapa lama / setelah kejang Rasional : Meningkatkan rasa aman keluarga, mengobservasi gejala lanjut 1.5 Masukkan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik. Miringkan kepala ke salah satu sisi dan lakukan suction pada jalan nafas sesuia indikasi Rasional : Memfasilitasi ekspansi dada maksimal, drainage sekret, dan memfasilitasi saat melakukan suction 1.6 Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang empuk (lunak) atau bantu meletakkan pada lantai jika keluar dari tempat tidur Rasional : Menurunkan resiko cedera 1. Diagnosa keperawatan II Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial Tujuan dan kriteria hasil : Pola nafas efektif yang ditunjukkan dengan frekuensi nafas dalam batas normal, jalan nafas bersih Rencana Tindakan : 2.1 Kosongkan mulut klien dari benda / zat makanan Rasional : menurunkan resiko aspirasi 2.2 Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala, selama serangan kejang Rasional : Meningkatkan aliran (drainage), sekret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat jalan nafas 2.3 Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen Rasional : Memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada 2.4 Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau golongan benda lunak sesuai dengan indikasi Rasional : Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan suction 2.5 Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia 1. Diagnosa keperawatan III Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi Tujuan dan kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal, yang ditunjukkan dengan mendemontrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan, tidak mengalami komplikasi yang berhubungan Rencana Tindakan : 3.1 Pantau suhu tubuh Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis 3.2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal 3.3 Berikan kompres hangat Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek vasodilatasi air hangat melalui proses evaporase 3.4 Kolaborasi : Berikan antipiretik Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya pada hipotalamus meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodekstruksi sel-sel yang terinfeksi. 4 Diagnosa keperawatan IV Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan persepsi Tujuan dan kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang yang dapat menyebabkan aktifitas kejang, dengan kriteria : Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara sederhana. Rencana Tindakan : 4.1 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang ada sesuai dengan yang ditangani 4.2 Tinjau kembali obat-obat yang didapat Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat merupakan penyebab kecemasan keluarga 4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal (Gaffar, 1997, 49). Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk memenuhi antara lain : mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan luka, meningkatkan kondisi kesehatan dan koping individu dan keluarga serta mencegah komplikasi cedera selanjutnya. Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan sebelumnya dan disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan klien saat itu, tidak semata – mata berdasarkan prioritas masalah yang direncanakan sebelumnya serta disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis juga melaksanakan tindakan observasi dan pengumpulan data untuk melihat perkembangan klien selanjutnya. Komponen tahapan dalam menyusun implementasi : 1. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa perintah dokter, tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik American Nursing Association (1973), undang – undang praktik perawat negara bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan. 2. Tindakan keperawatan kolaboratif, diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien. 3. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan keperawatan, dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan mempertahankan catatan – catatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk komunikasi dari salah satu profesional ke profesional lainnya tentang status klien. Dokumentasi klien memberikan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang diimplementasikan oleh
perawat 5.
Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan. Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah. Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian tujuan jangka panjang. Komponen tahapan evaluasi : 1. Pencapaian kriteria hasil Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan. 1. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses keperawatan. 1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu. 2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua 3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga 4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat. 5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima. REPORT THIS AD
lAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS CONVULSI A. Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002) Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal diatas 0 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang. B. Etiologi
a. b. c. d.
1. Gangguan vaskuler Perdarahan akibat ptechi akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler. Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di subcranial atau subdural. Trombosis. Penyakit perdarahan seperti defisiensi vitamin K.
e. a. b. c. d. e. f. g. a. b. c. d. a. b. c. d. a. b. a. b.
Sindroma hiperviskositas. 2. Gangguan metabolisme Hipokalsemia. Hipomagnesia. Hipoglikemia. Amino Asiduria. Hipo dan Hipernatremia. Hiperbilirubin. Defisiensi dan ketergantungan akan piridoksin. 3. Infeksi. Meningitis. Enchepalitis. Toksoplasma congenital. Penyakit cytomegali inclusion. 4. Toksik Obat convulsion. Tetanus. Enchephalopati Timbal. Sigelosis Salmenali. 5. Kelainan Kongenital. Parasenfali. Hidrasefali. 6. Lain-lain Narkotik Withdraw. Neoplasma. Factor-faktor yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain: a. b. c. d. e.
Demam itu sendiri atau tinggi suhu badan anak. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus). Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. Enchepalitis vital (radang otak akibat virus) ringan yang tidak diketahui atau enchepalopati toksik sepintas. f. Gabunganh semua faktoer tersebut diatas.
C. Tanda Dan Gejala
1. 2. 3. 4. 5. 6.
suhu tubuh lebih dari 39°C per rectal hilang kesedaran kekakuan otot yng tidak terkendali terjadi gerakan berulang- ulang secara periodik selama ± 15 menit. wajah kebiruan mata mendelik keatas
D. Klasifikasi
Secara umum dibagi 2 yautu: 1. konvulsi akut (Non Rekuren)
merupakan konvulsi yang sering terjadi pada neonatus. Seluruh tipe serangan konvulsi akut pada anak dapat merupakan manifestasi sementara penyakit akut yang melibatkan otak. Umumnya kejang demam terjadi setalah 6 bulan pertama kehidupan, namun dalam 2-3 tahun pertama insidennya terus-menerus mencapai usia 6-8 tahun dan sesudah itu kejang menjadi jarang. 2. Konvul Kroniuk (Rekuren) · · ·
· · · · v v
Dapat disebit juga epilepsy, terdapat 10 macam epilepsy: Epilepsi Idiopatik Gambaran electroenchepalografik terutama saat tidur, memperlihatkan abnormalitas umum pada 90% anak dengan kejang idiopatik. Epilepsi Organik Dapat terjadi setelah kerusakan otak diapat pada masa prenatal, natal dan postnatal, anak sering memperlihatkan cacat motorik dan retardasi mental. Epilepsy Tonik-Klonik Kejang umum, datang spasme otot dengan fase tonik-klonik. Epilepsy ini dapat terjadi pada malam hari tanpa disadari klien, lidah atau gigi tergigit, nyeri kepala, darah dibantal atau tempat tidur basah oleh kemih, dapat terjadi 1-2 hari. Epilepsi (Absence) Peti Mal Kehilangan kesadaran sementara, berputarnya bola mata keatas, gerakan alis mata, kepala mengangguk, anggukan kepala sedikit gemetar pada otot badan dan anggota tubuh. Epilepsy Psikomotorik Berupa gerakan motorik tetapi rudak berulang dan sering kompleks, sering didapatkan kepucatan di sekitar mulut, pekikan nyaring atau usaha minta pertolongang orang lain. Kejang Portial Vokal. Kejang ini dimulai pada suatu kelompok yang menyebar ke tempat lain, misalnya dari ibu jari ke tempat lain, pergelangna tangan, lengan, wajah, dan kemudian kaku yang sama. Kejang Mioklonik Infantil Kejang sebelum usia 2 tahun, dibagi menjadi 2, yaitu: Jika tingkat perkembangnan tidak pernah normal terjadi pada usia 4 bulan, terdapat cacat cerebellum congenital atau sebab organic lainnya. Jika anak tumbuh normal sampai usia 6 bulan atau lebih, memiliki kemampuan motorik yang baik namun dengan kemampuan bahasa dan penyesuain yang bururk dibandingkan usia kronologinya.
·
Kejang Mioklonik dan Akinetik Biasanya melibatkan satu kelompok otot dan dikaitlan dengan hilangnya tonis postural tubuh secara mendadak. · Kejang Noidural Mimpi bururk dan tidur berjalan (somnebolisme) paling sering terjadi pada saat tidur nyenyak yaitu (1-2 jam) setelah ridur. · Kejang Induksi Dengan terapi obat saja biasanya tidak memuaskan, setelah anak belajar menarik perhiasan perhatian dengan cara ini, maka sulit untuk mrngubah kembali. E. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP: misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronchitis, furunkulosisi,. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan singkat bangkitnya bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, vocal, atau kinetic. Umumnya kejang berhenti sendirir.
Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Menururt FKUI-RSCM Jakarta pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Umur anak ketika kejang demam antara 6 bulan – 4 tahun. Kejang berlansung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit. Kejang bersifat umum. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak mungkin menimbulkan kelainan. 6. frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. 7. pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal F. Patofisiologi
Hipikalsemia, hipomagnesia Trombosis, antikonvulsan, Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh
Terlepsanya muatan Listrik pada neuron otak
Timbul rangsangan listrik
Potensial lostri ditentukan oleh membrane sel
Ion Na & K
Fase istirahan ion K
Ion Na melakukan transport aktif
Hipertermi Perubahan potensial membrane Hipertermi Action potensial metabolism meningkat Permeabilitas sel meningkat
Aktivitas otot meningkat
Na masuk dalam el
Muatan sel dalam sel (+) Deficit pengetahuan
Depolarisasi dan lebih peka terhadap rangsang
Gangguan konsep diri Neuron tarnsmiter bekerja
Adanya suatu rangsang Resiko tinggi injury
Kehilangan control tubuh
kejang
Gangguan saraf ototnom
Spasme otot telan
spasme otot pernafasan
alan nafas tak efektif Akumulasi saliva pada daerah mulut
aspirasi
O2 menurun, CO2 naik Penurunan kesadaran
Kerusakan sel otak
Hipoksia
otak
cyanosis
G. Prognosis
Resiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam terganting factor: 1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga. 2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam. 3. kejang yang berlangsung lama atau kejang vocal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas maka 1. dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13% dibandingkan bila terdapat satu atu tidak sama sekali factor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2 – 3 % saja. 2. hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhan dapat terjadi pada kejang fokal yang bersufat flaksit tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas. H. Penatalaksanaan
1. Memberantas kejang secepat mungkin Bila penderita kejang dalam keadaan konfusitus, obat pilihan utama adalah diazepam yang dibertikan secara IV, keberhasilannya dapat menekan kejang sekitar 80 – 90 % dengan efek terapiutik yang sangat cepat. Dosis obat tergantung dari berat badan yaitu: · BB kurang dari 10 kg : 0,5 – 0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam sempirit 2,5 mg · BB 10 – 20 kg : 0,5 mg/kg BB dengan minimal dalam sempirit 7,5 mg. · BB diatas 20 kg: 0,5 mg/kg BB Biasanya dosis rata-rata yang terpakai 0.3 mg/kgBB tiap kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada anak yang lebih besar. 2. Pengobatan Penunjang Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang a. Semua pakaian ketat dibuka
b. c.
Posisi kepala miring untuk mencegah aspirasi pada lambung. Ushakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen bila perlu lakukan intibasi atau trakeostomi. d. Penghisapan lender harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
3. a. b. 4. a. b. c. d. e. f. g. h.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, TD, RR dan fungsi jantung harus diawasu secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk menilai adnya kelainan metabolic dan elektrolit. Jika suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibermasi dengan kompres alcohol dan es. Obat untuk hibermasi adalah Clorpromazin 2 – 4 mg/kgBB perhati di bagi dalam 3 dosis secara suntiksn. Untuk mencegah edema otak diberikian kortikosteroid dan glukokortikosteroid. Pengobatan Rumatan Dibagi 2 bagian: Profilaksis intermitten Untuk mencegah terukangnya kejang kembali di kemudian hari dengan memberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretik. Profilaksis jangka panjang Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapiutik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari. Mencari dan Mengobati Penyebab Pasien yang dating dengan kejang demam sebaiknya dilakukan pemeriksaan intensif seperti: Pungsi lumbal Darah lengkap Gula darah. Elektrolit (kalium, magnesium, matrium). Faal hati. Foto tengkorak. EEG Enchepalografi. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian Hal – hal yang perlu dikaji pada anak
1)
2)
3) 4) 5) 6) 7) 8)
yang mengalami kejang :
Riwayat kesehatan bayi atau anak. Riwayat kelahiran atau dimasa neonatus, penyakit kronis, neoplasma, imunosupresi, infeksi telinga dalam atau infeksi ekstra cranial (OMA), meningitis atau enchepalitis, tu,or otak yang merupakan penyebab terjadinya kejang sehingga diperlukan anamnese. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisisk yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan neurologik, peningkatan TTV, yang biasanya terjadi pada anak yang mengalami kejang. Kejang terutama pada anak golongan umur 6 bulan – 4 tahun. Pemeriksaan fisik dopengaruhi oleh usia anak dan organisme penyebab, perubahan tingkat kesadaran, irritable, kejang tonik klonik, tonik, klonik, takikardi, perubahan pola nafas, muntah dan hasil pungsi lumbal yang abnormal. Psikososial atau factor perkembangan Umur, tungkat perkembangan, kebiasaan (apakah anak merasa nyaman, waktu tidur teratur, benda yang difavoritkan), mekanisme koping, pengalman dengan penyakit sebelumnya. Riwayat penyakit kejang atau tanpa demam dalam keluarga, Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf debelum anak menderita kejang demam. Lama berlangsungnya kejang. Frekuensi terjadinya kejang dalam satu tahun. Adanya anggota keluarga yang pernah menderita kejang sebelumnya.
1) 2) a. b. c. 3) a. b. c. 4) a. b. c. d. 5) 6) 7) a. b. 8) a. b. 9) a. b. 1.
Pengkajian Neurologik Tanda – tanda vital Suhu, TD, denyut jantung, tekanan darah, RR. Hasil pemeriksaan kepala. Frontal : menonjol, rata, dan cekung Lingkar kepala (di bawah 2 tahun) Bentuk umum. Reaksi pupil. Ukuran Reaksi terhjadap cahaya Kesamaan respon Tingkat kesadaran Kewaspadaan Iritabilitas Letargi dan rasa mengantuk Orientasi terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan Afek Alam perasaan, labilitas Aktivitas kejang Jenis dan lamanya Refleks Reflek tendo superficial dan dalam Adanya reflek patologis (misalnya: Babinski) Kemampuan intelektual Kemampuan menulis dan menggambar Kemampuan membaca Fungsi sensoris Reaksi terhadap nyeri Reaksi terhadap suhu B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko tinggi terjadi injuri sehubungan dengan aktivitas kejang, serangan mendadak dari perubahan aliran darah ke otak . I ntervensi
· · 2.
Ó Preconvulsif · Mengidentifikasi faktor resiko preconvulsif untuk penyakit kejang · Monitor cardio pulmonal secara terus menerus · Kaji kadar gula darah · Sediakan dan dekatkan peralatan section · Sediakan O2 sesuai indikasi Ó Konvuslif · Catat waktu, durasi, bagian tubuh yang teribat dan frekwensi kejang · Atur pemberian obat · Pastikan klien dalam keadaan aman Ó Post konvulsif · Monitor TTV dan kesadaran klien Pertahankan jalan nafas efektif Sediakan oral hygiene . Tidak efektinya jalan nafas sehubungan dengna spasme otor pernafasan, aspirasi I ntervensi
·
Baringkan klien
· · · 3.
Berikan O2 1 – 2 L / mnt, bila berat berikan 4 L / mnt Pada saat kejang berikan sudip lidah untuk mencegah agar lidah tidak tergigit Observasi TTV secara kontinue setiap 30 menit
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang pengalaman, kurang informasi perawatan rumah . I ntervensi
· · · · 4.
Anjurkan orang tua mengenal kelainan kejang Diskusikan pengobatan, dosis , tujuan , frekwensi , efek samping dan apa yang harus dilakukan dengan kesalahan dosis Diskusikan rencana keperawatan dirumah, perwatan elama kejang Ajakan kepada orang tua bagaimana mengobservasi dan menentukan pertolongan pertama uyang aman dan legal Gangguan konsep diri ( gambaran diri / harga diri ) sehubungan dengan kehilangan kontrol diri , reaksi lingkungan sekitar tehadap anak I ntervensi
· · · ·
Jelaskan perilak anak selama kejang kepada anak mereka seperti anak yang lainnya . Bantu orang tua untuk menentukan kegiatan perkembangan anak yang tepat Siapakan anak untuk melalakukan tindakan perawatan diri sendiri Dampingi anak / orang tua untuk mempergunakan sumber – sumber koping tepat . 1. 1. 2. 3. 4. 5.
C. Perencanaan
Prioritas keperawatan Prioritas keperawatan pada klien dengan kejang menurut Dongoes ( 2002 ) Mengenali aktivitas kejang Melindungi pasien dari cidera Mempertahankan jalan nafas / fungsi pernafasan Membangkitan harga diri positif Memberi informasi tentang proses penyakit , prognosa, dan penanganan selama terjadi serangan
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperwatan anak dengan kejang adalah 1. Anak bebas dari cidera fisik 2. Aktifitas kejang dapat dicegah dan dikendalikan 3. Anak memiliki harga diri ndan citra diri yang positif yang meningkatkan kesejahteraan . DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI.1989. Perawatan Bayi Dan Anak Edisi I .Jakarta : Bakti Husada. Greenber,C.S.1988. Nursing Care Planning Guides For Children.USA : Willams and Williams. Mansjoer,Arief.2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta : Media Aesculapius. Suriadi,S.Kep.1987. Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi 1.Jakarta : PT. Fajar Interpratama. Pedoman diagnosa dan terapi laboratorium/ UPF IKA, 1994 : RSUD Dr. Soetomo Surabaya ( hal 148-149 kejang demam, 151 – 153 status konvulsi) Behrman, E. Richard, 1992. ilmu kesehatan anak . jakarta : EGC Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
FEBRIS Konvulsi adala h ban gkitan kejan g yan g ter jadi pada kenaika n suh utubuh (diatas 38 0 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kronium.( Ngostiyok, 1997
)Kejang demam adalah kejang yang berlangsung pada anak antara 3 bulan – 5 tahunyang berlangsungkurang dari 15 menit.( Lab/UPF Ilmu Penyakit Syaraf, 1994
)Sedangkan menurut Consensus Statement Of Febrile Zeizures (1980) kejangdemam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terja di antara umur 3 bulan – 5 tahun, be rh ub un ga n de nga n dem am te ta pi ti da k pe rna h te rbu kt i ada nya infeksi intra kronial atau penyebab tertentu. II.
ETIOLOGI
H i n g g a k i n i b e l u m j e l a s d i e t a h u i . D e m a m s e r i n g d i s e b a b k a n o l e h i n f e k s i saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastra enteritis, dan infeksi salurankemi h. Kej ang ti da k selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demamtidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. I I I.
PA TO F IS IO LO GI I V .
G E J A L A
K L I N I S
Dikenal 2 bentuk kejang demam :2 . K e j a n g d e m a m s e d e r h a n a . 3 . K e j a n g d e m a m komplikata.K e j a n g d e m a m s e d e r h a n a K e j a n g d e m a m k o m p l i k a t a 1 . U s i a 6 b u l a n – 3 tahun (kura ng5 tahun)1 . T e r u t a m a 0 - 3 tahun2 . F a k t o r k e t u r u n a n : + + + 2 . T i d a k j e l a s 3.Type : Tonik k l o n i k . (modifikasi kejang grandmol3 . T o n i k k l o n i k s e p e r t i grondmol atau hemi konvoisi4 . L a m a : k e b a n y a k a n 1 - 3 m e n i t kejang4 . > 1 0 m e n i t 5 . K e a d a a n : p a d a s a a t p a n a s biasanya klinis karena infeksi(ISPA) menyertai kejang5 . K e b a n y a k a n p e r a d a n g a n S S p , intra kronial venous trombose,GPGDO atau sesudah vaksinasi6 . K e l a i a n a n p a t o l o g i k 6 . G a m b a r a n p e r a d a n g a n d a n perbaha n vaskuler 7 . k e l a i n a n n e u r o l o g i s s e s u d a h 7 . + + + DemamPerubahan KeseimbanganMetabolisme di otak meninggiKebutuhan O 2 dan energi di otak meninggiDifusi ion kalium dan natriumPelepasan muatan Listrik Neuro transmitter eksilator Kejang
kejang : baik 8 . A n t i kon vu ls an : ti da k pe rl u8 .D ip er lu ny a un tu k j a n g k a panjang9 . P r o g n o s e : b a i k 9 . P e r l u d i a w a s i s e r i n g t e r j a d i efek
neurologis kejang1 0 . E C G : l a m a p a n a s
C e pa t
me nj a di
no r ma l1 0. Ab no r ma l
dan se
V. FAKTOR RESIKO
1 . D e m a m 2 . K e t u r u n a n 3 . P e r k e m b a n g a n t e r l a m b a t 4 . M a s a l a h m a s a l a h p a d a n e o n a t u s 5 . A n a k a n a k d a l a m p e r a w a t a n k h u s u s 6 . K a d a r n u t r i e n r e n d a h Resiko meningkat dengan :1. Usia dini2 . C e p a t n y a a n a k me nd ap at ke ja ng setelah demam. 3 . T e m p e r a t u r r e n d a h s a a t k e j an g 4. R i wa y a t k e lu a r ga k e j an g demam5. Ri wa ya t keluarga epilepsi VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Darah cengkop :Glukosa, serum elektrolit, serum k r e a t in i s . 2 . F o n d o s t o p i 3.Transkeminasi kepala4 . P u n k s i l u m b o l →
terutama pada anak usia < 1 tahun5. EE G < fl e kt ro en ch ep ho lo gr op hy > VII. PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosa :1 e
. s
dapat A a
n
ditegakan e
berdasarkan m n
atas
−
Menanyakan keluhan yang dirasakan.
LAPORAN PENDAHULUAN I.
PENGERTIAN
Febris Konvulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (diatas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kronium. ( Ngostiyok, 1997 ) Kejang demam adalah kejang yang berlangsung pada anak antara 3 bulan – 5 tahun yang berlangsungkurang dari 15 menit. ( Lab/UPF Ilmu Penyakit Syaraf, 1994 ) Sedangkan menurut Consensus Statement Of Febrile Zeizures (1980) kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan – 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intra kronial atau penyebab tertentu. II.
ETIOLOGI
Hingga kini belum jelas dietahui. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastra enteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
IV. GEJALA KLINIS Dikenal 2 bentuk kejang demam : 2.
Kejang demam sederhana.
3.
Kejang demam komplikata.
Kejang demam sederhana
Kejang demam komplikata Terutama 0-3 tahun
Usia 6 bulan – 3 tahun (kurang 5 tahun)
Faktor keturunan :+ + +
Tidak jelas
Type : Tonik klonik. (modifikasi kejang grandmol
Tonik klonik seperti grondmol atau hemi konvoisi
Lama : kebanyakan 1-3 menit kejang
> 10 menit
Keadaan : pada saat panas biasanya klinis karena infeksi (ISPA) menyertai kejang
Kebanyakan peradangan SSp, intra kronial venous trombose, GPGDO atau sesudah vaksinasi
Kelaianan patologik
Gambaran peradangan dan perbahan vaskuler
kelainan neurologis sesudah kejang : baik
+++
Anti konvulsan : tidak perlu
Diperlunya untuk jangka panjang
Prognose : baik
Perlu diawasi sering terjadi efek neurologis dan kejang
. ECG : Cepat menjadi normal
V. FAKTOR RESIKO 1.
Demam
2.
Keturunan
3.
Perkembangan terlambat
4.
Masalah-masalah pada neonatus
5. Anak-anak dalam perawatan khusus 6.
Kadar nutrien rendah
gkat dengan :
1. Usia dini
2.
Cepatnya anak mendapat kejang setelah demam.
3.
Temperatur rendah saat kejang
4.
Riwayat keluarga kejang demam
5.
Riwayat keluarga epilepsi
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG ah cengkop :
Glukosa, serum elektrolit, serum kreatinis.
dostopi skeminasi kepala ksi lumbol terutama pada anak usia < 1 tahun < flektro enchepholo grophy >
VII. PENEGAKAN DIAGNOSA Diagnosa dapat ditegakan berdasarkan atas : 1. Anemnesa
Menanyakan keluhan yang dirasakan
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan dahulu
. Abnormal selama panas
2.
Gejala klinis
3.
Pemeriksaan laboratorium
VIII. DIAGNOSA BANDING 1.
Meningitis
2.
Ensepholitis
3.
Subdural empyema
IX. PENATALAKSANAAN 1.
Fase akut
Pada waktu tegang pasien dimiringkan untuk mencegah ospirasi ludah atau muntahan, jalan nafas harus bebas, perhatikan kesadaran, tensi, nadi, suhu dan fungsi jantung.
Obat-obatan yang diberikan
Diazapan 0,3 – 0,5 mg/kg BB. IV
Asam volproat 15 – 40 mg/kg BB/hari
Antiperetik kompres alkohol
Pengobatan penyebab
Pengobatan soportif
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Bebaskan jalan nafas
O2 dan sebagainya
2.
Terapi pencegahan
1.
Kejang demam sederhana Diberikan penegahan intermitten dalam arti memberikan anti konvuison, bila timbul panas pada pasien yang pernah mengalami kejang demam digonotan dpozepom parenteral 0,3 – 0,5 mg/kg BB/8 20m bila suhu tubuh > 38,5 oC.
2.
Kejang demam komplikata
Diberikan pencegahan terus menerus dengan pemberian anti konvulson setiap hari selama 2-3 bebas kejang sampai melampaui batas peka kejang demam max 5 tahun.
Pencegahan diberikan bila
Kejang >15 menit
Diikuti kelainan neurologik
Adanya riwayat kejang tanpa panas pada keluarga.
Adanya perkembangan neurologik yang abnormal sebelum kejang demam yang pertama
Kejang demam pada anak usia < 1tahun
Bila ada kelainan EEG
X. FAKTOR PENYULIT 1.
Epilepsi
2.
kelumpuhan anggota badan
3.
ganguan mental dan belajar
XI. DIAGNOSA Dengan penaggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian, frekwensi berulangnya berkisar antara 25 – 30 % resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah. (Mansyoer A. 1999) Pada kejang demam komplek tingkat tinggi perkembangan dapat terganggu akibat aktifitas kejang pada neurotransmiter diotak sehingga dapat terjadi perkembangan terlambat bahkan refordasi mental. (Marillyn E. Doengoes, 2000)
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
1.
PERKAWINAN
Identitas Nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, kebangsaan, tanggal MRS
2.
Keluhan utama kejang
3.
Riwayat penyakit sekarang
Betul ada kejang apa tidak
Disertai dengan kejang atau tidak, sejak kapan naka menderita demam ?
Pola serangan, bersifat umum atau local.
Keadaan -
Sebelum aura yang dapat menimbulkan kejang (ras lapar, muntah, lelah, sakit perut, sakit
sebelum, saat-saat setelah kejang
kepala dan lain-lain)
Selama ditanya kejang dimulai kapan dan proses penjalarannya
Selah pasien tertidur, ada perasaan sadar, kesadaran menurun
4.
Riwayat penyakit dahulu
Frekwensi serangan
Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya apa tidak.
Umur terjadi kejang untuk pertama kalinya
Frekwensi kejang bertahap Neilson
(1975)
kejang
demam
yang
pertama
terjadi
dan
didapatkan
faktor
keturunan kemungkinan berulangnya kejang demam akan lebih besar. -
pernah trauma atau tidak
5.
Riwayat imunisasi : efek samping dari imunisasi DPT
6.
Riwayat keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita kejang ( 25% kejang demam mempunyai faktor keturunan)
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syara/lainnya.
7.
Riwayat kehamilan dan persalinan
Penyakit yang pernah diderita ibu selama hamil, trauma perdarahan pervaginem, obat yang digunakan selama hamil
Apakah ada kelahiran sukar, spontan, tindakan (forcep/vokum) perdarahan antepartom, aspiksia dan lain-lain.
8.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Kelainan motorik hemiparese permonen bertelor antara 0,1 – 0,2 %
Nelson : apabila kejang berlangsung > 15 menit dan kejang > 1x/24 jam penurunan IQ dan kecendrungan adanya gangguan mental dan belajar
9.
Pola-pola fungsi kesehatan
a.
Pola nutrisi Anak akn mengalami penurunan nafsu makan karena demam, sehingga makan Cuma sedikit atau tidak mau sama sekali
b.
Pola aktifitas dan latihan Aktifitas pasien aka terganggu karena harus terah baring
c.
Pola tidur dan istirahat Tidur dan istirahat pasien akan terganggu karena tubuh paien panas dan kemungkinan besar terjadi kejang
d.
Mekanisme koping akibat hospitalisasi Anak akan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya dan menolak kehadiran orang lain termasuk perawat.
e.
Pola eliminasi BAB dan BAK pasien akan dibantu oleh ibu klien atau anggota keluarga yang lain
f.
Pola hubungan dn peran Setelah pasien MRS dan harus tirah baring pasien tidakbisa bermain dengan teman-temannya
g.
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Setelah MRS pasien tidak mandi, hanya di seko 2x oleh ibunya atau keluarganya
10. Pemeriksaan fisik a.
- Keadaan umum : kesadaran, tensi, nadi, suhu, pernafasan
- Kepala : ada tanda-tanda makro/mokro epoli atau tidak Disproporsi bentuk kepala Tanda-tanda tidak meningkat Gangguan netrus tronial Gangguan geralk bola mata
pemeriksaan kulit/integomen mungkin didapatkan turgor kulit menurun atau sionosis.
dada : ada retroksi atat dada, suara nafas tambahan pada kejang demam, atau tidak
abdomen : ada peningkatan peristaltic usus pada kejang demam yang diprovakosi oleh GE atau tidak.
Pemeriksaan kesadaran Pada kejang demam sederhana tidak terjadi defisit neurologis, sedangkan pada kejang demam komplek dapat terjadi sefisit neorologis sehingga pasien mungkin dalam kondisi shock atau kesadaran sempulur.
b.
Pemeriksaan penunjang Daerah lengkap, EEG, CT scen, dan lain-lain
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Potensial kejang berulang sampai dengan hipertermi
2.
pof. Insuri/trauma sampai dengan perubahan kesadaran, berkurangnya koordinasi otak, emosi yang labil.
3.
kurangnya pengetahuan sampai dengan keterbatasan informasi
4.
resiko kerusakan sel otak
5.
peningkatan suhu tubuh sampai dengan adanya proses ekstra kronium
6.
resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kejang
III. INTERVENSI KEPERAWATAN DP I : pot. Kejang berulang sampai dengan hipertermi Tujuan : Klien mengalamki kejang selama perawatan KH : - klien tidak kejang - Suhu 36,5 – 37,5 oC - Nadi 120 – 140x/menit - RR 30 – 60 x /menit - Kesadaran CM. Rencana tindakan 1.
lakukan pendekatan teropoitik pada klien dan keluarga.
2.
observasi TTV
3.
longgarkan pakaian, beri pakaian tipis yang dapat menyerap keringat
4.
beri kompres dingin
5.
batasi aktifitas selama suhu tubuh menaik
6.
kolaborasi dengan dokter dalam terapi obat-obatan anti konvolsi, sedotin dan anti piretek. Rasional :
1.
agar klien dan keluarga percaya dan kooperatif dalam tindakan medis maupun keperawatan
2.
pemantauan teratur dapat menentukan tindakan
3.
proses konduksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat
4.
perpindahan panas sel konduksi
5.
aktifitas berlebih dapat meningkatkan panas dan metabolisme tubuh.
6.
merupakan peran interdepemdem perawat
DP II :
Pot. Injury/trauma berhubungan dengan perubahan kesadaran, berkurangnya koordinasi otot dan emosi yang labil
Tujuan : tidak didapatkan injury/trauma pada diri klien KH :
-
Injury tidak ada
-
Keadaan umum klien baik dan segar
-
TTV dalam batas normal Intervensi : 1. Jelaskan setiap prosedur tindakan pada klien dan keluarga (orang tua). 2. Beri pengamanan disisi tempat tidur 3. Pantau dan kaji secara cermat selama kejang berlangsung. 4. Catat tipe kejang dan frekwensi kejang. 5. Observasi TTV secara teratur. Rasional : 1. Agar klien dan keluarga mengetahui tujuan tindakan. 2. Agar keamanan klien terjamin. 3. Selama kejang berlangsung keberadaan perawat sangat penting, agar kecemasan keluarga berkurang dan mengetahui tindakan selanjutnya. 4. Dengan mengetahui tipe dan frekwensi kejang dapat menentukan tindakan selanjutnya. 5. Observasi yang teratur dan teliti dapat mengetahui perkembangan klien.
DP III
: Kurang pengetahuan sampai dengan kurang informasi.
KH
: - Ibu dan keluarga ikut serta dalam program pengobatan. - Adanya pemahaman akan proses penyakit dengan prognosis.
Tujuan
: klien dan ibu mengerti tentang penyakit klien dan cemas berkurang.
Intervensi :
1. Kaji proses penyakit dan harapan masa depan. 2. Kaji status mental. 3. Memberikan informasi mengenai terapi obat – obatan, interaksi dan efek samping dan pentingnya kekuatan pada program. Rasional : 1. Memberi pengetahuan dasar dimana kita membuat pilihan. 2. Membantu mengontrol pemahaman lingkungan dan mengurangi jumlah patogen yang ada. 3. Menaikan pemahaman dan menaikan kerja dalam menyembuhkan profilaksis dan mengurangi resiko kambuhnya komplikasi.
DP IV Tujuan KH
: Resiko kerusakan sel otak. : tidak terjadi kerusakan sel otak : - pemenuhan O 2 diotak - tidak terjadi kejang ulang.
- tidak ada sesak nafas. Intervensi : 1. Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan. 2. Singkirkan benda – benda berbahaya di sekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan. 3. Bila suhu tubuh tinggi berikan kompres air hangat secara intensif. 4. Kolaborasi dengan dokter. Rasional : 1. O2 diotak terpenuhi, air way bebas. 2. Pasien terhindar dari cidera dan pernafasan teratur. 3. Kompres air hangat mempercepat penurunan panas. 4. Kolaborasi dalam pemberian obat seperti anti piretik, anti konvulson.
DP V : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses ekstrakronium. Tujuan : Suhu tubuh kembali normal dalam waktu 24 jam pertama. KH
: - Permukaan kulit waktu disentuh terasa hangat. - Pasien tidak menangis.
Intervensi :
1.
Pantau suhu tubuh pasien.
2.
Berikan kompres hangat.
3.
Anjurkan pasien untuk minum banyak.
4.
Kolaborasi dengan tim medis. Rasional :
DP VI
1.
Perubahan suhu yang mendadak dapat menimbulkan kejang ulang.
2.
Dengan kompres hangat mempercepat penurunan suhu tubuh.
3.
Dengan adanya panas metabolisme tubuh meningkat.
4.
Untuk memberikan anti piretik.
: Resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan proses kejang.
Tujuan KH
: pertumbuhan dan perkembangan optimal sesuai dengan usia anak. : - pasien tidak shock/samnolen. - GCS 456. - Berat badan sesuai usia. - Motorik halus, motorik kasar, sosialisasi anak sesuai usia.
Intervensi : 1.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang tumbuh kembang anak. 2. Diskusikan pada keluarga cara-cara stimulasi tumbuh kembang anak sesuai dengan kemampuannya berkomunikasi dengan anak.
Rasional : I : sebagai indikasi ada atu tidaknya perbedaan pemahaman keluarga dengan konsep yang ada.
IV. PELAKSANAAN Tahap pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya pada tahap perencanaan untuk mengatasi masalah pasien secara optimal. (Nasrul Efendi, 1995) V. EVALUASI Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat tiga aaalternatif, yaitu : -
Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
-
Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
-
Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.
RIWAYAT IMUNISASI
JENIS
UMUR
CARA
JUMLAH
BCG
0 – 2 bulan
1C
1x
DPT
2, 3, 4 bulan
1M
3x
Polio
1-5 bulan
Refisi
4x
Capak
9 bulan
5C
4x
Heportits
0, 1, 6 bulan
1M
3x (mansyoer A. 1999)
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG MENURUT KOEHLBERG
USIA
FISIK
Motorik Kasar
Motorik Halus
Sosial Emosional
15 bln
Berjalan sendiri
Pegang cangkir
Bermain solitary play
Memasukkan jari kelubang Membuka kotak Melempar benda 18 bln
Lari jatuh
Menggunakan sendok
Menarik mainan Naik dengan tangga bantuan
Membuka hal. Buku Menyususn balok
24 bln
BB 4x BB lhr
Berlari sudah baik
Membuka pintu
Naik tangga sendiri
Membuka kunci
TB bauik Menggunting Menggunakan sendok dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, nasrul (1995) Pengantar Proses Keperawatan EGC, Jakarta.
Diktat Medis dan Askep Penyakit Anak.
FKUI (2000), kapita Selecto Kedokteran Edisi III jilid 2, Media Auscataplus, Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Syaraf (1994), Pedoman Diagnosa Dan Terapi , RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Marlyn D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan EGC, Jakarta.
Ngotiyah (1997), Perawatan Anak Sakit EGC, Jakarta.
About
Contact Us
Privacy Policy
Disclaimer
HOME ASKEP
o o o o o o o o
LEAFLET
o o o
PRAKTIKUM HEMODIALISA
Search...
?
Home » Kep.ANAK » MAKALAH KEPERAWATAN » LP TEORI ASKEP KEJANG DEMAM (FEBRIS CONVULSION) Phiter PanduAndri Kep.ANAK, MAKALAH KEPERAWATAN
LP TEORI ASKEP KEJANG DEMAM (FEBRIS CONVULSION)
BAB 1 TINJAUAN TEORI 1.1. Tinjauan Medis 1.1.1. Pengertian Kejang demam atau febris convulsion adalah bangkitan kejang yang terjkadi pada saat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 0C) yang disebabkan oleh proses ektra kranium (Ngastiyah, 229) Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi. Suhu badan tinggi ini karena kelainan ektrakranial (Lumbantobing , I)
1.1.2. Etiologi Belum diketahui, faktor pencetus antara lain : 1)
Kenaikan suhu tubuh mendadak
2)
Diduga ada faktor keturunan
3)
Respon alergik atau keadaan umum abnormal oleh infeksi
4)
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
1.1.3. Web Of Caustion Virus, bakteri
Masuk ke dalam tubuh (port d’entry)
Reaksi antigen antibody ↓ Infeksi dalam tubuh
Metabolisme tubuh meningkat ↓ Demam
1.1.4. Klasifikasi Menurut Fukuyama menjadi 2 golongan 1)
Kejang demam sederhana Ciri :
(1) Sebelumnya tidak ada riwayat keluerga yang m enderita epilepsy (2) Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain (3) Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6 tahun (4) Lama kejang 15 menit (5) Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang (6) Tidak didapatkan abnormalitas neolorgis atau perkembangan (7) Kejang tidak berlangsung atau berulang dilain waktu singkat 2)
Kejang demam kompleks Cirri :
(1) Kejang fokal (2) Kejang > 15 menit (3) Kejang berulang (Lumbantobing , 4)
1.1.5. Menifestasi Klinis Menurut liringstone kejang demam dibagi : 1)
Kejang demam sederhana (simple febrik Covulsion)
2)
Epilipsi yang diprorikasi oleh demam (epilipsi Inggered of Fever) Diagnosa kejang demam sederhana (Liringstone) menurut FKUI RSCM
1)
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2)
Kejang berlangsung sebentar, (< 15 menit)
3)
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
4)
Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4x
5)
Kejang stabil setelah 16 jam setelah timbulnya demam
6)
Kejang bersifat umum (Ngastiyah, 231)
1.1.6. Pemeriksaan Penunjang 1)
Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh menjadi pradiposisi pada aktivitas kejang
2)
Sel darah merah (SDM) : Anemia aplastik mungkin sebagai akibat dari terapi obat
3)
Fungsi lambal : Untuk mendeteksi tekanan abnormal dari cairan secara brospinal, tanda-tanda infeksi, perdarahan
4)
Foto ronsen kepala untuk mengidentifikasi adanya fraktur
5)
EEG (Elektro enspalgram) : daerah serebal yang tidak berfungsi
6)
MRI : Neulokalisasi
7)
CT – scan : Mengidentifikasi lokasi serebal, infrak, hematom, tumor, abses, dll (Dongoes, Marilyn E, Hal 262)
1.1.7. Penatalaksanaan Medik
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kajikan 1)
Memberantas kejang secepatnya mungkin
(1) Obat pilihan adalah diazepam yang diberikan secara intravena (2) Diare paru : dosis : -
BB 10 kg : 0,5 – 0,7 mg/kg BB Iv
-
BB 20 kg : 0,5 mg 1 kg BB IV
-
Usia 5 tahun : 0,3 – 5 mg/kg BB IV
(3) Diazepam Supp : -
BB 10 kg : 5 mg
-
BB 10 kg : 10 mg
(4) Pengobatan penunjang Perawatan -
Semua pakaian dibuka
-
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lembut
-
Bebaskan jalan nafas
-
Penghisap lender teratur dan beri O2
(5) Pengobatan rumatan Propilaksis Intermitas -
Mencegah terulangnya kejang demam
a.
Diazepam paroid atau rectal
b.
Campuran anti piretik dan konvulean
-
Profilaksi jangka panjang
-
Obat yang sering digunakan :
a.
Fenobarbital
b.
Sodium valpoat atau asam valpoat
c.
Femition
(6) Mencari dan mengobati penyebab
1.2. Tinjauan Asuhan Keperawatan 1.2.1. Pengkajian 1.2.1.1. Anamnesa 1) Aktivitas atau Istirahat (1) Keletihan, kelemahan umum (2) Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain 2)
Sirkulasi
(1) Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis (2) Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan 3)
Intergritas Ego
(1) Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan (2) Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya (3) Perubahan dalam berhubungan 4)
Eliminasi
(1) Inkontinensia epirodik 5)
Makanan atau cairan
(1) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang 6)
Neurosensori
(1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal (2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, are a halusinasi) (3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis 7)
Kenyamanan
(1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal) (2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal 8)
Pernafasan
(1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi mulus (2) Fase posektal : Apnea 9)
Keamanan
(1) Riwayat terjatuh (2) Adanya alergi 10) Interaksi Sosial (1) Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya (2) Perubahan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh 1.2.1.2. Pemeriksaan Fisik 1) Aktivitas (1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot (2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot 2)
Integritas Ego
(1) Pelebaran rentang respon emosional 3)
Eleminasi
(1) Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter (2) Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia 4)
Makanan atau cairan
(1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang) (2) Hyperplasia ginginal 5)
Neurosensori (karakteristik kejang)
(1) Fase prodomal : -
Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
(2) Kejang umum -
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
-
Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental dan anesia
-
Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
(3) Kejang parsial -
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
(4) Kenyamanan -
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
-
Perubahan pada tonus ott
-
Tingkah laku distraksi atau gelisah
(5) Keamanan -
Trauma pada jaringan lunak
-
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
1.2.2. Rencana Asuhan Keperawatan 1.2.2.1 Risiko tinggi hipertermia berhubungan dengan proses infeksi 1)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak menjadi aktual
2)
Kriteria hasil :
(1) Suhu dalam batas normal (36 – – 37 37 o C) (2) RR : < 40 x/mnt (3) N : 60-120 x/mnt 3)
Intervensi :
(1) Observasi adanya faktor-faktor yang memperberat risiko hipertermia R:
Mencegah terjadinya risiko peningkatan tubuh
(2) Observasi TTV R:
Peningkatan suhu tubuh diawasi
(3) Pendidikan kesehatan kompres dingin R:
Merangsang saraf di hipotalamus untuk menghentukan panas tubuh dan memberikan rasa nyaman
(4) Menganjurkan memakai pakaian yang tipis R:
Dapat membantu menyerap keringat
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat Ferris 2,5 cc/hari R:
Efek obat diharapkan dapat menurunkan panas
1.2.2.2 Risiko tinggi cedera berhubungan dengan gangguan hantaran neuron pada otak 1)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak menjadi aktual
2)
Kriteria hasil :
(1) Tidak terjadi kejang (2) Tidak terjadi cedera saat kejang 3)
Intervensi :
(1) Menganjurkan orang tua untuk memberikan pengaman pada sisi tempat tidur pasien R:
Mencegah terjadinya cidera saat kejang
(2) Menganjurkan orang tua untuk membersihkan saliva yang keluar dari mulut R:
Mencegah terjadinya aspirasi
(3) Menganjurkan keluarga untuk memberikan benda yang lunak untuk digigit saat kejang R:
Mencegah tergigitnya lidah saat kejang
(4) Menganjurkan orang tua memantau tanda-tanda kejang R:
Mengantisipasi penanganan kejang
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat Depaken ½ tab R:
Efek obat diharapkan dapat mencegah kejang
1.2.2.3 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
1)
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan volume cairan stabil
2)
Kriteria hasil : Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, TTV dalam rentang normal. Tidak ada peningkatan suhu tubuh.
3)
Intervensi dan rasional :
(1) Observasi TTV R:
Untuk mengetahui perkembangan pasien
(2) Monitor tanda-tanda kekurangan cairan R:
Memantau terjadinya dehidrasi
(3) Catat intake dan output pasien R:
Untuk mengetahui keseimbangan masuk dan dan keluarnya makanan
(4) Monitor dan catat BB R:
Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet atau penentuan kebutuhan nutrisi
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV R:
Memenuhi cairan atau atau nutrisi yang belum adekuatnya masukan oral
1.2.2.4 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kebutuhan oksigen otak kurang ( Hipoksemia berat ) sekunder terhadap terjadinya kejang 1) Batasan Karakteristik Mayor: (1) Perubahan frekuensi pernafasan (2) Perubahan nadi (frekuensi, irama, kualitas) Minor: (1) Takipnea, hipernea, hiperventilasi (2) Irama pernafasan tidak teratur (3) Pernapasan yang berat 2) Tujuan (1) Perawat dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas (2) Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai AGD dan ekspresi wajah. 3)
Kriteria Hasil
(1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif (2) Menyatakan gejala berkurang (3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya 4)
Intervensi dan rasional :
(1) Observasi TTV R:
Mengidentifikasi keadaan keadaan pasien dalam intervensi yang diberikan
(2) Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan R:
Identifikasi adanya PK pulmonary edema
(3) Berikan posisi tidur semi fowler R:
Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru
(4) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku
R:
Akumulasi secret atau pengaruh pengaruh jalan nafas nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital vital jaringan
(5) Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan R :
Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala
(6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen R :
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru
(7) Kolaborasi dalam pemberian obat R:
Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan
1.2.2.5 PK Hipoglikemia 1) Tujuan : Perawat akan menangani dan meminimalkan terjadinya hiperglikemi 2) Kriteria Hasil : 1.
GDP dan GDS 76 – – 110 110 mg/dl.
2.
GD 2 JPP < 140 mg/dl.
3.
Tidak terjadi tanda – – tanda tanda hiperglikemi ( penurunan kesadaran, keringat dingin, kesemutan ) 3) Intervensi
(1) Pantau tanda dan gejala DKA ( GD > 300 mg / dl, aceton darah positif, bau napas keton, hipotensi, Na, K menurun,, takikardi ) R
: Bila insulin tidak tersedia, glukosa darah akan meningkat dan tubuh akan memetabolisme
lemak untuk kebutuhan energi dan menghasilkan benda – – benda benda keton. (2) Pantau status hidrasi pasien, tanda – – tanda tanda dehidrasi. R : Mencegah hidrasi berlebihan / kekurangan hidrasi. (3) Pantau status neurologis pasien. R : Fluktuasi kadar glukosa, asidosis dan keadaan cairan dapat mempengaruhi fungsi neurologis karena sirkulasi yang tidak adekuat. (4) Pantau sirkulasi pasien. R : Dehidrasi berat menyebabkan penurunan curah jantung dan terjadi vasokontriksi sebagai kompensasi tubuh. (5) Kolaborasi dalam pemberian glukosa R : Memenuhi kebutuhan glukosa dalam darah 1.2.2.6 Defisit pengetahuan tentang penatalaksanaan di rumah 1)
Batasan Karakteristik Mayor
:
(1) Mengungkapkan kurang pengetahuan atau ketrampilan / permintaan informasi. (2) Mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan. (3) Melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan Minor
:
(1) Kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari – – hari. hari. (2) Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis ( misal : ansietas, depresi ) yang mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi.
Tujuan
:
Pengetahuan pasien dan keluarga ( sasaran ) bertambah. Intervensi : 1.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh. R : Identifikasi tingkat pengetahuan sasaran penyuluhan
2.
Beri HE tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh. R : Memberi informasi tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh
1.2.3. Evaluasi 1)
Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
2)
Tidak terjadi cedera saat kejang
3)
Volume cairan pasien dapat terpenuhi secara adekuat
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM ma Mahasiswa
:
M
:
Andy Yudhistira Kristanto A1.07.50
nggal Pengkajian
:
1 April 2010
. Register
:
662132
ang
:
Ruang Anak RS.Baptis Kediri.
2.1 IDENTITAS PASIEN Nama
:
An. T
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Tempat tanggal lahir
:
Kediri, 21 – 1 – 2009
Umur
:
13 bulan
Anak ke
:
1
Nama Ayah
:
Tn. J
Nama Ibu
:
Ny.Y
Pekerjaan Ayah
:
Guru
Pekerjaan Ibu
:
Ibu rumah tangga
Pendidikan Ayah
:
Perguruan Tinggi
Pendidikan Ibu
:
SMU
Agama
:
Islam
Suku / Bangsa
:
Jawa / Indonesia
Alamat
:
Ds. Pojok – Mojoroto – Kediri
Tanggal MRS
:
29 – 3 – 2010 Jam 09.00 WIB
Diagnosa Medis
:
Febris konvulsi
2.2 RIWAYAT KEPERAWATAN ( NURSING HISTORY ) 2.2.1 Riwayat Keperawatan Sekarang : Ibu pasien mengatakan badan anak panas naik turun. 2. Lama Keluhan
: Sejak kemarin sore ( tanggal 28 – 3 – 2010 )
a keluhan : Anak kejang 2 kali dan lama kejaang ± 1 menit. mperberat : Ibu mengatakan anak sedang pilek. engatasi
: Memberi kompres hangat di seluruh tubuh.
2.2.2 1.
Riwayat Keperawatan Sebelumnya Prenatal
:
Kehamilan pertama, pemeriksaan kehamilan rutin ke bidan dan melakukan kunjungan (ANC) sebanyak 6x. ibu juga imunisasi TT 1x, ibu rutin olah raga dengan jalan – jalan pagi, selama hamil ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu – jamuan tradisional. Natal
:
Pasien lahir secara spontan vertex dengan ditolong bidan. BB lahir 3300 gram, panjang badan = 55 cm, bayi langsung menangis saat lahir. Post – Natal : Pasien lahir tanpa kelainan kongenital, ASI ibu lancar. 2.
Luka / Operasi Pasien tidak pernah menjalani operasi.
3. Alergi Ibu pasien mengatakan An.T tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau debu. 4.
Pola Kebiasaan Ibu pasien mengatakan
Saat dirumah anak terbiasa makan sendiri, makan teratur dengan menu makan biasa ( nasi, lauk, pauk, sayur ), di RS anak sulit makan dan makan pagi habis 5 sendok makan.
Di rumah anak terbiasa minum ASI cukup dan kadang – kadang minum susu formula Indomilk
Saat badan panas anak sulit minum.
An.T terbiasa tidur siang 1 – 2 jam / hari dan tidur malam 7-8 jam / hari. Ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ?
5.
Tumbuh Kembang
:
An.T mampu berjalan maju – mundur, berlari – lari, dan membuka pakaian dengan sedikit bantuan, berbicara 1 – 2 kata. Imunisasi
:
An.P sudah mendapat imunisasi BCG,D PT 1 – 3, Polio 1 – 5, Hep I – III, Campak. di Posyandu / bidan. Status Gizi
:
BB
: 8,3 kg
( BB normal : 9,2 – 10,6 kg )
TB
: 72,2 cm
( TB normal : 73 – 77 cm )
Lingkar kepala
: 45 cm
LILA
: 15 cm
Turgor kulit baik, pertumbuhan rambut lebat, warna rambut hitam.
Tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik Erikson : An.T berada dalam tahap toddler atau merupakan tahap kemandirian, rasa malu dan ragu. Anak sudah mulai mencoba dalam mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam motorik dan bahasa, anak sudah bias berjalan sendiri dan berbicara ± 6 kata. Pada tahap ini, anak juga akan merasakan malu
apabila orang tua terlalu melindungi atau tidak memberi kemandirian / kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.
Teori Kepribadian anak menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud : An.T berada dalam tahap anal dimana anak menunjukkan kepuasan adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukkan keakuannya dan sikapnya yang narsistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat egoistic. Anak menunjukkan sikap kurang dalam pengendalian diri.
2.2.3 1.
Riwayat Kesehatan Keluarga Komposi Keluarga Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan 1 orang anak.
2.
Lingkungan rumah dan komunitas Rumah berada di pedesaan dengan kehidupan masyarakatnya lebih bersosialisasi satu dengan lainnya dibuktikan dengan banyaknya kunjungan dari tetangga sekitar ketika anak dirawat di Ruang Anak
3.
Kultur dan kepercayaan
Ibu pasien mengatakan percaya bahwa Tuhan senantiasa menjaga kesehatan keluarga dan kesehatan adalah anugerah dari Tuhan.
Ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi.
Ayah pasien bertanya tentang cara pemberian com pres saat anak panas?
4.
Fungsi dan hubungan keluarga Komunikasi orang tua dengan anak baik dan lancar. Peran ibu sebagai pengasuh anak masih bisa dikendalikan.
5.
Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan
Ibu pasien mengatakan anak sangat aktif bermain tetapi sulit makan.
Ibu pasien bertanya apa yang harus diperhatikan saat di rumah.
6.
Persepsi keluarga tentang penyakit klien Orang tua pasien mengatakan memiliki pandangan bahwa penyakit pasien akan bisa cepat sembuh bila rutin minum obat.
2.2.4
Observasi Dan Pemeriksaan Fisik ( Body System )
1.
Pernafasan ( B1 : Breathing )
Respirasi : 24 x / menit
Pada inspeksi hidung dan pergerakan dada simetris.
Pada auskultasi suara nafas baik pada trachea, bronchovesikuler dan vesikuler tidak terdapat suara nafas tambahan.
Tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
Pasien pilek
Tidak terdapat sianosis baik pada ekstremitas maupun bibir.
Pasien aktif beraktivitas.
BB
: 8,3 kg
( BB normal : 9,2 – 10,6 kg )
TB
: 72,2 cm
( TB normal : 73 – 77 cm )
2.
Cardiovascular ( B2 : Bleeding )
Nadi
: 100 x/menit, irama teratur
Suhu
Suhu tanggal 31 – 3 – 2009 jam 12 am : 38 8 O C
Pengisian kapiler ( CRT ) cepat.
Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat mur – mur.
3.
Persyarafan ( B3 : Brain )
Tingkat kesadaran composmentis.
GCS (15) : E : 4; V : 5; M : 6.
Anak rewel.
Tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
Pada mata, pupil isokor dengan diameter 3 / 3 mm, reaksi terhadap cahaya + / +
4.
Perkemihan – Eliminasi Urine ( B4 : Bladder )
Tidak ada riwayat gangguan saat BAK.
Bladder lunak.
BAK spontan.
BAK 5 – 6 x / hari, kadang mengompol
5.
Pencernaan – Eliminasi Alvi ( B5 : Bowel )
Pada inspeksi tidak terdapat jaringan parut pada abdomen.
Tidak terdapat asites..
Pada perkusi suara tympani.
Bising usus 8 x/menit.
Turgor kulit baik.
Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, perut lunak.
6.
Tulang – Otot – Integumen ( B6 : Bone )
Tidak tedapat nyeri tekan otot.
Turgor kulit baik.
Tidak terdapat edema ekstremitas.
Tidak terdapat kelainan tulang belakang
MMT
: 36 4 0C
5 5 7.
5 5
Sistem Endokrin Tidak ada riwayat penyakit DM
2.2.5 Diagnostic Test / Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Lengkap ( 29 – 3 – 2010 ) Pemeriksaan WBC LYM MID GRAN RBC
Hasil 9.3 K/uL 3.8 40.4 %L 0.6 6.8 %M 4.9 52.8%G 4.74 M/uL
Nilai Normal 4.1 – 10.9 K/uL 0.6 – 4.1 10.0 – 58.5%L 0.0 – 1.8 0.1 – 24.0%M 2.0 – 7.8 37.0 – 92.0%G 4.20 – 6.30 M/uL
Interprestasi Normal Normal Normal Menurun Normal
HGB 10.1 g/dl HCT 30.6 % MCV 64.6 fL MCH 21.3 pg MCHC 33.0 g/dl RDW 15.0 % PLT 258 K / ul 2. Pemeriksaan CRP ( 29 – 3 – 2010 ) CRP
12.0 – 18.0 g/dl 37.0 – 51.0 % 80.0 – 97.0 fL 26.0 – 32.0 pg 31.0 – 36.0 g / dl 11.5 – 14.5 % 140 – 440 K/uL
Menurun Menurun Menurun Menurun Normal Meningkat Normal
Nilai Normal 76 – 110 mg/dl 136 – 145 mEq/L 3.6 – 5.0 mEq/L 3.4 – 4.7 mmol/L
Interprestasi Meningkat Normal Normal Normal
: 4,98 mg/dl
3. Kimia Darah Tanggal 14 – 1 – 2010 Pemeriksaan GDS Na K Kalsium
Hasil 112 mg/dl 139 mEq/L 4.2 mEq/L 4,6 mEq /L
4. Rontgen Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Terapi
Valim 2,5 mg IV Prn Kejang dapat diulang max 3X selang 5 menit
Valdimex 2 mg Tid PO bila panas dan selama panas
Paracetamol 4 cc Q 5 jam ( rutin 1 hari )
Biokid 5 cc QH
Nasafed 1,5 cc Tid
Freís 2,5 cc QH
Dexametason 2,5 mg IV Q 8 Jam ( rutin 1 hari )
IV Kaen 4B 25 cc / jam
Diit Nasi LPLC
Kediri, 1 – 4 – 2011 Mahasiswa,
2.3 ANALISA DATA No 1.
Data Penunjang DS: DO :
Etiologi Virus, bakteri
Masalah Risiko hipertermi / Peningkatan suhu
S ; 36 4 O C S tanggal 31-3-2009jam 12 am : 38 8 O C Pasien MRS karena kejang 2X Tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
Masuk ke dalam tubuh (port d’entry)
tubuh
Reaksi antigen antibody ↓
Infeksi dalam tubuh
Metabolisme tubuh meningkat ↓
Demam ↓
2.
DS : Ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi. Ibu pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum. DO : Ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ? Ayah pasien bertanya tentang cara pemberian compres saat anak panas?
Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh
↓
Proses informasi tentang penatalaksanaan saat di rumah
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah
↓
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah
2.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN 2.4.1
Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekunder terhadap metabolisme tubuh meningkat yang ditandai dengan S ; 36 4 O C , Suhu tanggal 31-3-2009 jam 12 am : 38 8 O C , pasien MRS karena kejang 2 X, tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
2.4.2
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah berhubungan dengan proses informasi tentang penatalaksanaan saat di rumah yang ditandai dengan ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi, ibu pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum, ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ?, ayah pasien bertanya tentang cara pemberian kompres saat anak panas?
2.5 PERENCANAAN
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional Memantau peningkatan metabolisme dan proses infeksi yang dapat menimbulkan kejang.
Tanggal Dibuat/Paraf
Bangkitan kejang berulang dapat terjadi apabila terjadi kenaikan suhu mendadak yang melebihi tingkat adaptasi tubuh.
Keadaan perfusi perifer menunjukkan sirkulasi adekuat. Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekumder terhadap metabolisme tubuh meningkat yang ditandai dengan S ; 36 4 O C , Suhu tanggal31-32009jam 12 am : 388OC , pasien MRS karena kejang 2 X, tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +. 1.
Ukur TTV ( suhu Antipiretik sebagai dan nadi ) pengacu daru pusat pengaturan suhu di hipotalamus sehingga dapat Pantau adanya / mengatasi dan terjadinya kejang mencegah terjadinya berulang peningkatan suhu tubuh melebihi tingkat adaptasi Tujuan : tubuh. Tidak terjadi Observasi KU Antikonvulsi untuk mengurangi peningkatan pasien, akral letupan neural, suhu tubuh. pasien / perfusi membantu aktifitas asam amino penghambat Kriteria hasil : Kolaborasi atau mengurangi S : 36 – 37 O C dengan dokter letupan lambat Anak tidak dalam pemberian dari neuron talamus. kejang terapi : Steroid sebagai Akral hangat Antipiretik. pemutus rantai Nadi 90 – 110 Antikonvulsi infeksi tetapi dapat x / menit. Steroid menimbulkan
1 – 4 – 2009
Tanggal dihentikan/ Paraf
sistem imun.
2.6.1
Diagnosa Keperawatan
:
Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekumder terhadap metabolisme tubuh meningkat yang ditandai dengan S ; 364 O C , Suhu tanggal 31-3-2009 jam 12 am : 38 8 O C , pasien MRS karena kejang 2 X, tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
Tujuan
: Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil 1.
:
S : 36 – 37 O C
2. Anak tidak kejang 3. Akral hangat 4.
Nadi 90 – 110 x / menit.
Implementasi Keperawatan : Tanggal
Jam 8 am 8 am 9 am
10 am
12 am 12 am 1 – 4 – 2009
2.6.2
Diagnosa Keperawatan
12 am
Implementasi Keperawatan
Melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik Mengukur suhu dan nadi Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antipiretik paracetamol 4 cc PO Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi steroid oradexon 2,5 mg IV Mengukur TTV ( suhu dan nadi ) Memantau adanya / terjadinya kejang berulang Melakukan observasi KU pasien, akral pasien / perfusi perifer
:
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah berhubungan dengan proses informasi tentang penatalaksanaan saat di rumah yang ditandai dengan ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat
demam anak semakin bertambah tinggi, ibu pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum, ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ?, ayah pasien bertanya tentang cara pemberian kompres saat anak panas?
Tujuan
:
Keluarga pasien dapat mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan saat di rumah saat anak panas dan kejang.
Kriteria hasil : 1.
Keluarga dapat menjelaskan pengertian peningkatan suhu tubuh.
2.
Keluarga dapat menjelaskan dampak peningkatan suhu tubuh
3.
Keluarga dapat menjelaskan fugsi penatalaksanaan dirumah saat terjadi panas.
4.
Keluarga dapat menjelaskan penatalaksanaan dirumah saat terjadi panas. dan kejang
Implementasi Keperawatan : Tanggal
Jam
9 am
Implementasi Keperawatan Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh. Memberi HE tentang penatalaksanaan dirumah saat terjadi panas. dan kejang (POA terlampir )
1 – 4 – 2009
10.30 am
2.7 EVALUASI Tanggal / Jam
1 – 4 – 2009 12 am
Diagnosa Evaluasi Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekumder terhadap metabolisme tubuh meningkat S : 36 2 O C yang ditandai dengan S ; 364 O Nadi : 100 X / menit C , Suhu tanggal 31-3-2009 jam Tidak terjadi kejang berulang 12 am : 38 8 O C , pasien MRS Akral hangat karena kejang 2 X, tidak terdapat kelumpuhan A : Masalah tidak menjadi aktual ekstremitas, reflek patella + / +. P : Rencana tindakan keperawatan no 1 – 4
dilanjutkan : Ukur TTV ( suhu dan nadi ) Pantau adanya / terjadinya kejang berulang Observasi KU pasien, akral pasien / perfusi perifer Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi : Antipiretik. Antikonvulsi Steroid
1 – 4 – 2009 12 am
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah berhubungan dengan proses informasi tentang penatalaksanaan saat di rumah yang ditandai dengan ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi, ibu pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum, ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ?, ayah pasien bertanya tentang cara pemberian compres saat anak panas?
S: Ayah pasien menjelaskan pengertian peningkatan suhu tubuh adalah suhu tubuh diatas normal / lebih dari 38OC Ibu pasien mengatakan dampak panas yang tidak teratasi dapat terjadi kejang pada anak. Ayah pasien mengatakan tujuan penatalaksanaan panas saat di rumah adalah untuk mencegah terjadinya kejang pada anak. Ayah dan ibu pasien menjelaskan yang dapat dilakukan dirumah saat anak panas adalah dengan memberi minum banyak, memberi obat penurun panas dan memberi kompres. Dan yang dapat dilakukan saat anak kejang di rumah adalah dengan tidak memasukkan benda apapun ke dalam mulut, melindungi anak agar tidak cidera, melonggarkan pakaian anak, miringkan badan anak supaya nafas bisa longgar. O : Keluarga kooperatif dengan mahasiswa. A : Tujuan tercapai P : Rencana tindakan dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz. A. (2001). Asuhan Kep erawatan pada Anak . Jakarta : CV. Sagung Seto. Carpenito, Lynda Juall. (1999). Diagnosa Keperawatan . Edisi 8. Jakarta : EGC. Doengoes, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian . Jakarta : EGC. Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta :Media Aesculapius FKUI. Edisi III. Price dan Wilson. (1995). Patofisiologi . Jilid 2. Terjemahan : Peter Anugrah. Jakarta : EGC.
BAB I KONSEP TINJAUAN TEORI F E B R I S C ON V UL S I A.
Definisi
1.
Febris Convulsi adalah ganguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T.
1999: 182) 2.
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
3.
Kejang adalah terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) Sering dijumpai pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun
B.
Febris Convulsi adalah
Penyebab
Penyebab dari penyakit kejang convulsi ini adalah: Infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis,otitis media akut, bronkitis C.
Tanda dan Gejala
1.
Kriteria Febris Convulsi menurut (Riyadi,2009) meliputi:
a.
Febris Convulsi sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. b.
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
c.
Suhu tubuh anak (suhu rektal >38 C)
d.
Timbulnya kejang yang bersifat tonik klonik.
e. f. g. 2. a. b. c. d. e. f. g.
D.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan pernapasan. Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 C Febris Convulsi yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran). Menurut Livingstone dalam buku Riyadi, 2009. Ada 7 kriteria tanda dan gejala Febris Convulsi : Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh, seperti pada otot rahang saja). Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam. Pemeriksaan sistem persyarafan sebelum dan setelah kejang, tidak ada kelainan. Pemeriksaan elektro enchephaloghrapy dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Patofisiologi
E.
1.
Pemeriksaan Diagnostik
Elektro enchephalograpy Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan Febris Convulsi kompleks. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa ini. EEG juga diperlukan untuk menentukan prognosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik, mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai atau menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan 2. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
3.
F.
Dilakukan pemerikaan gram bakteri serta pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab infeksi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan Febris Convulsi. Komplikasi
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi Febris Convulsi yang lebih dari 15 menit adalah : 1. Kerusakan otak Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible. 2.
G.
Retardasi mental Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus
Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit a. Farmakologi 1) Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan panduan dosis untuk BB < 10 kg dosisnya 0,5 - 0,75 mg/kgBB, diatas 20 kg 0,5 mg/kgBB. Dosis rata-rata yang diberikan 0,3 mg/kgBB/kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur > 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg per suntikan. Jika pemberian pertama masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka tunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler. 2) Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena diperlukan pemantauan intake dan output cairan selama 24 jam karena pada penderita yang beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran. 3) Apabila terjadi peningkatan tekanan intra kranial diberikan obat untuk mengurangi edema otak seperti dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan menaikkan tempat tidur bagian kepala kurang lebih 15 . 4) Setelah pasien terbebas dari kejang paska pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan sampai 1 tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun ke atas dengan teknik pemberian intra muskular, dengan pemberian fenobarbital dosis pertama 8-10 mg/kgBB/hari (terbagi dalam 2 kali pemberian), hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian. °
b. 1) 2)
Non Farmakologi Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian dilonggarkan, dan penghisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Gambar 1 : Hiperekstensi 3) Pemberian kompres air hangat untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi ( suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain
kompres). Letak bagian yang dikompres pada kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. 4) Untuk pemantauan kebutuhan cairan Tabel 1 Kebutuhan Cairan berdasarkan Umur Umur BBkg Kebutuhan cairan/kgBB 0-13 hari 3 150 3-10 hari 3,5 125-150 3 bulan 5 140-160 6 bulan 7 135-155 9 bulan 8 125-145 1 tahun 9 120-135 2 tahun 11 110-120 4 tahun 16 100-110 6 tahun 20 85-100 10 tahun 28 70-85 14 tahun 35 50-60 Sumber: Riyadi,Sujono. Asuhan Keperawatan Pada Anak, 2009 2. Penatalaksanaan di rumah: Tindakan awal pada anak yang mengalami Febris Convulsi: a. Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang lebih aman seperti di lantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahaya seperti gelas, pisau. b. Posisikan kepala hiperekstensi, pakaian dilonggarkan, berikan tongue spatel yang dibungkus kassa atau modifikasi dengan sendok yang dibalut kassa untuk mencegah lidah tertekuk atau tergigit. Gambar 2 : tongue spatel c. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu harus dibuka supaya terjadi pertukaran oksigen lingkungan. d. Kalau anak mulutnya masih dapat dibuka atau sadar penuh, sebagai pertolongan awal dapat diberikan antipiretik seperti aspirin dengan dosis 60mg/tahun/kali (maksimal sehari 3 kali). e. Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua menyediakan diazepam per anus sehingga saat serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5mg untuk berat badan kurang dari 10 kg, kalau berat badan lebih dari 10 kg maka dapat diberikan dosis 10 mg. Untuk dosis rata-rata pemberian per anus adalah 0,4-0,6mg/kgBB. f. Kalau beberapa menit kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya diazepam maka segera bawa anak ke rumah sakit. BAB II A.
1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN F E B R I S C ON V UL S I Pengkajian
Riwayat Penyakit Pada anak Febris Convulsi riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang dialami oleh anak. Demam ini dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti tonsdilitis,faringitis. Anak masih menjalani aktifitas sehari-hari seperti biasa misalya bermain dengan teman sebaya, pergi sekolah.
2.
Pengkajian Fungsional Yang sering mengalami gangguan adalah terjadinya
a.
Penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga dibuktikan dengan pengukuran Glasgow Coma Skala hasilnya berkisar 5 sampai 10 dengan tingkat kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin koma.
b.
Kemungkinan ada gangguan jalan nafas yang dibuktikan dengan peningkatan frekuensi pernafasan >30x/menit dengan irama yang cepat dan dangkal.
c. d. 3.
Lidah terlihat menekuk menutup faring. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau fungsi yang lain kemungkinan belum terjadi gangguan kalau ada mungkin sebatas ancaman seperti penurunan personal hygine, aktifitas, intake nutrisi. Pengkajian Tumbuh Kembang Anak Secara umum kejang demam ini tidak menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika terjadi komplikasi lanjut dari Febris Convulsi maka akan terjadi gangguan tumbuh kembang. Berikut ini adalah bentuk dari gangguan tumbuh kembang yang dapat terjadi pada anak dengan Febris Convulsi:
a.
Keterlambatan pertumbuhan berat badan yang kurang, tinggi badan yang kurang akibat penurunan asupan mineral.
b.
Anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit, sehingga anak lebih diam bersama ibunya.
c.
Sulit berinteraksi dengan teman sebayanya. Saat dirawat dirumah sakit anak terlihat diam, sulit berinteraksi, jarang menyetuh mainan.
d.
Selain itu dapat mengalami gangguan penurunan kempuan motorik kasar seperti meloncat, berlari.
B.
Diagnosa Keperawatan
a.
Diagnosa yang sering muncul pada anak dengan kejang demam meliputi: Resiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan
b.
Resiko asfiksia berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus.
c.
Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan penurunaan oksigen darah.
d.
Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus.
e.
Resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi.
C.
a.
Perencanaan
Sebagian besar kejang demam sudah berhenti pada saat anak dibawa ke RS. Akan tetapi, jika kejang ini terus berlanjut, terapi yang duberikan terdiri atas pengendalian kejang dengan pemberian Diazepam dan penurunan suhu dengan pembrian Asitaminofen. Pada anak-anak yang mengalami kejang biasa, tetapi profilaksis antileptik tidak dianjurkan. Resiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan Tujuan keperawatan yang hendak diatasi adalah pasien terhindar dari jatuh setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
Rencana tindakan: 1. Observasi tanda – tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan RR. Rasional : perubahan lingkungan yang akan berdampak dan berpengaruh terhadap respon klien yang terlihat dari perubahan tanda – tanda vital. 2. Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti bahan matras Rasional: menjaga posisi tubuh lurus yang dapat berdampak pada lurusnya jalan nafas 3. Pasang pengaman dikedua sisi tempat tidur Rasional: mencegah anak terjatuh 4. Jaga jarak saat timbul serangan kejang Rasional: menjaga jalan nafas dan mencegah anak jatuh. 5. Jelaskan kepada orang tua untuk memberikan tempat yang luas dan menjauhkan dari benda yang tajam Rasional: Dengan di tingkatkan pengetahuan orangtua dapat mencegah resiko cidera 6. Libatkan keluarga untuk menjaga anak. Rasional : pentingnya penjagaan kepada anak, mengurangi resiko terjadinya cidera. b.
Resiko asfiksia berhubungan dengan penutupan faring oleh lidah, spasme otot bronkus Tujuan yang diharapkan: Pasien terhindar dari gangguan asfiksia setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
Rencana Tindakan: 1. Monitor kepatenan jalan nafas, frekuensi pernafasan, irama pernafasan Rasional: frekuensi meningkat dengan irama pernafasan yang cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan nafas yang cepat sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan nafas oleh benda asing, contohnya cacing. 2. Tempatkan anak pada posisi kepala hiperekstensi Rasional: posisi ini menurunkan tahanan tekanan intraabdomial terhadap paru-paru. Hiperekstensi ini membuat jalan nafas dalam posisi luar dan bebas hambatan. 3. Pasang tongue spatel di lidah saat timbul serangan kejang. Rasional: menjaga lidah tertekuk yang dapat menutup jalan nafas. 4. Bebaskan anak dari pakaian yang ketat. Rasional: mengurangi tekanan pada rongga thorak sehinngga terjadi keterbatasan pengembangan paru. 5. Edukasikan pada pasien pentingnya mengatur posisi agar tidak terjadi obstruksi jalan nafas.
Rasional : menambah pengetahuan pasien tentang penyakit terkait. 6. Kolaborasi pemberian anti kejang. Contoh: pemberian diazepam dengan dosisi rata-rata 0,3 mg/kgBB/kali pemberian. Rasional: diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang cepat di sistem persyarafan pusat sehingga dapat terjadi penurunan spasme pada otot dan persyarafan perifer. c.
Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen darah. Tujuan yang diharapkan: pasien terhindar dari ganguan perfusi jaringan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam Rencana Tindakan: 1. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer. Rasional: kapiler kecil mempunyai volume darah yang relatif kecil dan sensitif sebagai tanda terhadap penurunan oksigen darah. Pemberian oksigen dengan memakai masker atau nasal bicanul denagn dosis rata-rata 3 liter/menit. Rasional: oksigen tabung memepunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke paru-paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran pernafasan.. 2. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik maupun cahaya. Rasional: rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persyarafan yang dapat menaikan kebutuhan oksigen jaringan. 3. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (ventilasi memenuhi ¼ dari luas ruangan). Rasional: meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah hipoksemia jaringan. 4. Edukasikan pentingnya pembatasan aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intra kranial. Rasional : aktivitas yang membuat pasien lelah dan aktivitas yang berat akan meningkatkan tekanan intra kranial dan akan mempengaruhi tekanan darah pasien. 5. Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan memakai masker atau nasal bekanul dengan dosis rata – rata 3 liter/menit. Rasional : oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke paru – paru. Pemberian dengan masker karena mempunyai prosentase sekitar 35% yang dapat masuk ke saluran pernafasan.
d.
Hipertermi berhubungan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau pada tempat lain. Hasil yang diharapkan: pasien terhindar dari hipertermi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam Rencana tindakan:
1. Pantau suhu tubuh anak tiap setengah jam atau sesuai kondisi pasien Rasional: Peningkatan suhu tubuh yang melebihi 39 C dapat beresiko terjadinya kerusakan saraf pusat karena akan meningkatkan neurotransmiter yang dapat meningkatkan eksitasi neuron. °
2. Kompres anak dengan air hangat (aksila, vena jugularis, abdomen) Rasional: Pada saat dikompres panas tubuh anak akan berpindah ke media yang digunakan untuk mengompres karena suhu tubuh relatif lebih tinggi. 3. Beri pakaian anak yang tipis dari bahan yang halus seperti katun Rasional: Pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan. Bahan katun akan menghindari iritasi kulit pada anak karena panas yang tinggi akan membuat kulit sensitif terhadap cidera. 4. Jaga kebutuhan cairan anak sesuai kebutuhan cairan normal melalui pemberian intravena, oral dengan patokan kebutuhan seperti tabel diatas Rasional: Cairan yang cukup akan menjaga kelembaban sel, sehingga sel tubuh tidak mudah rusak akibat suhu tubuh yang tinggi. Cairan intravena juga berfungsi mengembalikan cairan yang banyak hilang lewat proses evaporasi ke lingkungan. 5. Kolaborasi pemberian antipiretik (aspirin dengan dosis 60 mg/tahun /kali pemberian), antibiotik (sesuai dengan jenis golongan mikroorganisme penyebabyang umum dapat digunakan golongan penisilin) Rasional: Antipiretik akan mempengaruhi ambang panas pada hipotalamus. Antipiretik juga akan mempengaruhi penurunan neurotransmiter seperti prostaglandin yang berkontribusi timbulnya nyeri saat demam. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri. e.
Resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi Kondisi yang diharapkan: pasien terhindar dari resiko gangguan pertumbuhan (berat badan rendah) setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam Rencana tindakan: 1. Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak Rasional: Berat banan sebagai salah satu indikator jumlah massa sel dalam berat badan rendah menunjukan terjadi penurunan jumlah dan massa sel tubuh yang tidak sesuai dengan umur. Asupan kalori sebagai bahan dasar pembentukan massa sel tubuh. 2. Ciptakan suasana yang menarik dan nyaman saat makan seperti dibawa ke ruangan yang banyak gambar untuk anak sambil diajak bermain. Rasional: Dapat membantu peningkatan respon korteks serebri terhadap selera makan sebagai dampak rasa senang pada anak 3. Anjurkan orangtua untuk memberikan anak makan pada kondisi makanan hangat Rasional: Makanan hangat akan mengurangi kekentalan sekresi mukus pada faring dan mengurangi respon mual gaster.
4. Anjurkan orangtua memberikan makan pada anak dengan porsi sering dan sedikit (setiap jam anak diprogramkan makan) Rasional: Menggurangi massa makanan yang pada lambung yang dapat menurunkan rangsangan nafsu makan pada otak. 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang sesuai dengan diet yang diberikan dokter. Rasional: Asupan nutrisi yang adekuat, akan mempertahankan keseimbangan berat badan sesuai normal seseorang sehingga tidak terjadi gangguan dalam pertumbuhannya.
DAFTAR PUSTAKA Chynthia M.Taylor. 2002. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan edisi 10 .Jakarta: EGC Hidayat, Aziz Alimul, 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak,Buku 2 ,Jakarta, Salemba Medika Hassan,Rusepno,2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan anak 2, Cetakan Kesebelas ,Jakarta. Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Lumbantobing,1996. Penatalaksaan Mutlak Mutakir Kejang Pada Anak ,Jakarta.FKUI Riyadi,Sujono Sukimin, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Yogyakarta,Graha Ilmu http://www.clicdokter.ac.id/
LP TEORI ASKEP KEJANG DEMAM (FEBRIS CONVULSION)
BAB 1 TINJAUAN TEORI 1.1. Tinjauan Medis 1.1.1. Pengertian Kejang demam atau febris convulsion adalah bangkitan kejang yang terjkadi pada saat kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 0C) yang disebabkan oleh proses ektra kranium (Ngastiyah, 229) Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi. Suhu badan tinggi ini karena kelainan ektrakranial (Lumbantobing , I)
1.1.2. Etiologi Belum diketahui, faktor pencetus antara lain : 1)
Kenaikan suhu tubuh mendadak
2)
Diduga ada faktor keturunan
3)
Respon alergik atau keadaan umum abnormal oleh infeksi
4)
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
1.1.3. Web Of Caustion Virus, bakteri
Masuk ke dalam tubuh (port d’entry)
Reaksi antigen antibody ↓ Infeksi dalam tubuh
Metabolisme tubuh meningkat ↓ Demam
1.1.4. Klasifikasi Menurut Fukuyama menjadi 2 golongan 1)
Kejang demam sederhana Ciri :
(1) Sebelumnya tidak ada riwayat keluerga yang menderita epilepsy (2) Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain (3) Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6 tahun (4) Lama kejang 15 menit (5) Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang (6) Tidak didapatkan abnormalitas neolorgis atau perkembangan (7) Kejang tidak berlangsung atau berulang dilain waktu singkat 2)
Kejang demam kompleks Cirri :
(1) Kejang fokal (2) Kejang > 15 menit (3) Kejang berulang (Lumbantobing , 4)
1.1.5. Menifestasi Klinis Menurut liringstone kejang demam dibagi : 1)
Kejang demam sederhana (simple febrik Covulsion)
2)
Epilipsi yang diprorikasi oleh demam (epilipsi Inggered of Fever) Diagnosa kejang demam sederhana (Liringstone) menurut FKUI RSCM
1)
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2)
Kejang berlangsung sebentar, (< 15 menit)
3)
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
4)
Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4x
5)
Kejang stabil setelah 16 jam setelah timbulnya demam
6)
Kejang bersifat umum (Ngastiyah, 231)
1.1.6. Pemeriksaan Penunjang 1)
Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh menjadi pradiposisi pada aktivitas kejang
2)
Sel darah merah (SDM) : Anemia aplastik mungkin sebagai akibat dari terapi obat
3)
Fungsi lambal : Untuk mendeteksi tekanan abnormal dari cairan secara brospinal, tanda-tanda infeksi, perdarahan
4)
Foto ronsen kepala untuk mengidentifikasi adanya fraktur
5)
EEG (Elektro enspalgram) : daerah serebal yang tidak berfungsi
6)
MRI : Neulokalisasi
7)
CT – scan : Mengidentifikasi lokasi serebal, infrak, hematom, tumor, abses, dll (Dongoes, Marilyn E, Hal 262)
1.1.7. Penatalaksanaan Medik Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu di kajikan 1)
Memberantas kejang secepatnya mungkin
(1) Obat pilihan adalah diazepam yang diberikan secara intravena (2) Diare paru : dosis : -
BB 10 kg : 0,5 – 0,7 mg/kg BB Iv
-
BB 20 kg : 0,5 mg 1 kg BB IV
-
Usia 5 tahun : 0,3 – 5 mg/kg BB IV
(3) Diazepam Supp : -
BB 10 kg : 5 mg
-
BB 10 kg : 10 mg
(4) Pengobatan penunjang Perawatan -
Semua pakaian dibuka
-
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi lembut
-
Bebaskan jalan nafas
-
Penghisap lender teratur dan beri O2
(5) Pengobatan rumatan Propilaksis Intermitas -
Mencegah terulangnya kejang demam
a.
Diazepam paroid atau rectal
b.
Campuran anti piretik dan konvulean
-
Profilaksi jangka panjang
-
Obat yang sering digunakan :
a.
Fenobarbital
b.
Sodium valpoat atau asam valpoat
c.
Femition
(6) Mencari dan mengobati penyebab
1.2. Tinjauan Asuhan Keperawatan 1.2.1. Pengkajian 1.2.1.1. Anamnesa 1) Aktivitas atau Istirahat (1) Keletihan, kelemahan umum (2) Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain 2)
Sirkulasi
(1) Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis (2) Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan 3)
Intergritas Ego
(1) Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan (2) Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya (3) Perubahan dalam berhubungan 4)
Eliminasi
(1) Inkontinensia epirodik 5)
Makanan atau cairan
(1) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang 6)
Neurosensori
(1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal (2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, are a halusinasi) (3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis 7)
Kenyamanan
(1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal) (2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal 8)
Pernafasan
(1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi mulus (2) Fase posektal : Apnea 9)
Keamanan
(1) Riwayat terjatuh (2) Adanya alergi 10) Interaksi Sosial (1) Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya (2) Perubahan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh 1.2.1.2. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas (1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot (2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot 2)
Integritas Ego
(1) Pelebaran rentang respon emosional 3)
Eleminasi
(1) Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter (2) Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia 4)
Makanan atau cairan
(1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang) (2) Hyperplasia ginginal 5)
Neurosensori (karakteristik kejang)
(1) Fase prodomal : -
Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
(2) Kejang umum -
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
-
Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental dan anesia
-
Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
(3) Kejang parsial -
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
(4) Kenyamanan -
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
-
Perubahan pada tonus ott
-
Tingkah laku distraksi atau gelisah
(5) Keamanan -
Trauma pada jaringan lunak
-
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
1.2.2. Rencana Asuhan Keperawatan 1.2.2.1 Risiko tinggi hipertermia berhubungan dengan proses infeksi 1)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak menjadi aktual
2)
Kriteria hasil :
(1) Suhu dalam batas normal (36 – 37 o C) (2) RR : < 40 x/mnt (3) N : 60-120 x/mnt 3)
Intervensi :
(1) Observasi adanya faktor-faktor yang memperberat risiko hipertermia R:
Mencegah terjadinya risiko peningkatan tubuh
(2) Observasi TTV R:
Peningkatan suhu tubuh diawasi
(3) Pendidikan kesehatan kompres dingin R:
Merangsang saraf di hipotalamus untuk menghentukan panas tubuh dan memberikan rasa nyaman
(4) Menganjurkan memakai pakaian yang tipis R:
Dapat membantu menyerap keringat
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat Ferris 2,5 cc/hari R:
Efek obat diharapkan dapat menurunkan panas
1.2.2.2 Risiko tinggi cedera berhubungan dengan gangguan hantaran neuron pada otak 1)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak menjadi aktual
2)
Kriteria hasil :
(1) Tidak terjadi kejang (2) Tidak terjadi cedera saat kejang 3)
Intervensi :
(1) Menganjurkan orang tua untuk memberikan pengaman pada sisi tempat tidur pasien R:
Mencegah terjadinya cidera saat kejang
(2) Menganjurkan orang tua untuk membersihkan saliva yang keluar dari mulut R:
Mencegah terjadinya aspirasi
(3) Menganjurkan keluarga untuk memberikan benda yang lunak untuk digigit saat kejang R:
Mencegah tergigitnya lidah saat kejang
(4) Menganjurkan orang tua memantau tanda-tanda kejang R:
Mengantisipasi penanganan kejang
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat Depaken ½ tab R:
Efek obat diharapkan dapat mencegah kejang
1.2.2.3 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh 1)
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan volume cairan stabil
2)
Kriteria hasil : Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran, BB stabil, TTV dalam rentang normal. Tidak ada peningkatan suhu tubuh.
3)
Intervensi dan rasional :
(1) Observasi TTV R:
Untuk mengetahui perkembangan pasien
(2) Monitor tanda-tanda kekurangan cairan R:
Memantau terjadinya dehidrasi
(3) Catat intake dan output pasien R:
Untuk mengetahui keseimbangan masuk dan keluarnya makanan
(4) Monitor dan catat BB R:
Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet atau penentuan kebutuhan nutrisi
(5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV R:
Memenuhi cairan atau nutrisi yang belum adekuatnya masukan oral
1.2.2.4 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kebutuhan oksigen otak kurang ( Hipoksemia berat ) sekunder terhadap terjadinya kejang 1) Batasan Karakteristik
Mayor:
(1) Perubahan frekuensi pernafasan (2) Perubahan nadi (frekuensi, irama, kualitas) Minor: (1) Takipnea, hipernea, hiperventilasi (2) Irama pernafasan tidak teratur (3) Pernapasan yang berat 2) Tujuan (1) Perawat dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas (2) Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai AGD dan ekspresi wajah. 3)
Kriteria Hasil
(1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif (2) Menyatakan gejala berkurang (3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya 4)
Intervensi dan rasional :
(1) Observasi TTV R:
Mengidentifikasi keadaan pasien dalam intervensi yang diberikan
(2) Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan R:
Identifikasi adanya PK pulmonary edema
(3) Berikan posisi tidur semi fowler R:
Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru
(4) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku R:
Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital jaringan
(5) Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan R :
Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala
(6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen R :
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru
(7) Kolaborasi dalam pemberian obat R:
Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan
1.2.2.5 PK Hipoglikemia 1) Tujuan : Perawat akan menangani dan meminimalkan terjadinya hiperglikemi 2) Kriteria Hasil : 1.
GDP dan GDS 76 – 110 mg/dl.
2.
GD 2 JPP < 140 mg/dl.
3.
Tidak terjadi tanda – tanda hiperglikemi ( penurunan kesadaran, keringat dingin, kesemutan ) 3) Intervensi
(1) Pantau tanda dan gejala DKA ( GD > 300 mg / dl, aceton darah positif, bau napas keton, hipotensi, Na, K menurun,, takikardi ) R
: Bila insulin tidak tersedia, glukosa darah akan meningkat dan tubuh akan memetabolisme
lemak untuk kebutuhan energi dan menghasilkan benda – benda keton. (2) Pantau status hidrasi pasien, tanda – tanda dehidrasi. R : Mencegah hidrasi berlebihan / kekurangan hidrasi. (3) Pantau status neurologis pasien. R : Fluktuasi kadar glukosa, asidosis dan keadaan cairan dapat mempengaruhi fungsi neurologis karena sirkulasi yang tidak adekuat. (4) Pantau sirkulasi pasien. R : Dehidrasi berat menyebabkan penurunan curah jantung dan terjadi vasokontriksi sebagai kompensasi tubuh. (5) Kolaborasi dalam pemberian glukosa R : Memenuhi kebutuhan glukosa dalam darah 1.2.2.6 Defisit pengetahuan tentang penatalaksanaan di rumah 1)
Batasan Karakteristik Mayor
:
(1) Mengungkapkan kurang pengetahuan atau ketrampilan / permintaan informasi. (2) Mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan. (3) Melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan Minor
:
(1) Kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari – hari. (2) Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis ( misal : ansietas, depresi ) yang mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi. Tujuan
:
Pengetahuan pasien dan keluarga ( sasaran ) bertambah. Intervensi : 1.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh. R : Identifikasi tingkat pengetahuan sasaran penyuluhan
2.
Beri HE tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh. R : Memberi informasi tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh
1.2.3. Evaluasi 1)
Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
2)
Tidak terjadi cedera saat kejang
3)
Volume cairan pasien dapat terpenuhi secara adekuat
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM ma Mahasiswa M nggal Pengkajian
: :
Andy Yudhistira Kristanto A1.07.50
:
1 April 2010
. Register
:
662132
ang
:
Ruang Anak RS.Baptis Kediri.
2.1 IDENTITAS PASIEN Nama
:
An. T
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Tempat tanggal lahir
:
Kediri, 21 – 1 – 2009
Umur
:
13 bulan
Anak ke
:
1
Nama Ayah
:
Tn. J
Nama Ibu
:
Ny.Y
Pekerjaan Ayah
:
Guru
Pekerjaan Ibu
:
Ibu rumah tangga
Pendidikan Ayah
:
Perguruan Tinggi
Pendidikan Ibu
:
SMU
Agama
:
Islam
Suku / Bangsa
:
Jawa / Indonesia
Alamat
:
Ds. Pojok – Mojoroto – Kediri
Tanggal MRS
:
29 – 3 – 2010 Jam 09.00 WIB
Diagnosa Medis
:
Febris konvulsi
2.2 RIWAYAT KEPERAWATAN ( NURSING HISTORY ) 2.2.1 Riwayat Keperawatan Sekarang : Ibu pasien mengatakan badan anak panas naik turun. 2. Lama Keluhan
: Sejak kemarin sore ( tanggal 28 – 3 – 2010 )
a keluhan : Anak kejang 2 kali dan lama kejaang ± 1 menit. mperberat : Ibu mengatakan anak sedang pilek. engatasi
: Memberi kompres hangat di seluruh tubuh.
2.2.2 1.
Riwayat Keperawatan Sebelumnya Prenatal
:
Kehamilan pertama, pemeriksaan kehamilan rutin ke bidan dan melakukan kunjungan (ANC) sebanyak 6x. ibu juga imunisasi TT 1x, ibu rutin olah raga dengan jalan – jalan pagi, selama hamil ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu – jamuan tradisional. Natal
:
Pasien lahir secara spontan vertex dengan ditolong bidan. BB lahir 3300 gram, panjang badan = 55 cm, bayi langsung menangis saat lahir. Post – Natal : Pasien lahir tanpa kelainan kongenital, ASI ibu lancar. 2.
Luka / Operasi Pasien tidak pernah menjalani operasi.
3. Alergi Ibu pasien mengatakan An.T tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau debu.
4.
Pola Kebiasaan Ibu pasien mengatakan
Saat dirumah anak terbiasa makan sendiri, makan teratur dengan menu makan biasa ( nasi, lauk, pauk, sayur ), di RS anak sulit makan dan makan pagi habis 5 sendok makan.
Di rumah anak terbiasa minum ASI cukup dan kadang – kadang minum susu formula Indomilk
Saat badan panas anak sulit minum.
An.T terbiasa tidur siang 1 – 2 jam / hari dan tidur malam 7-8 jam / hari. Ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ?
5.
Tumbuh Kembang
:
An.T mampu berjalan maju – mundur, berlari – lari, dan membuka pakaian dengan sedikit bantuan, berbicara 1 – 2 kata. Imunisasi
:
An.P sudah mendapat imunisasi BCG,D PT 1 – 3, Polio 1 – 5, Hep I – III, Campak. di Posyandu / bidan. Status Gizi
:
BB
: 8,3 kg
( BB normal : 9,2 – 10,6 kg )
TB
: 72,2 cm
( TB normal : 73 – 77 cm )
Lingkar kepala
: 45 cm
LILA
: 15 cm
Turgor kulit baik, pertumbuhan rambut lebat, warna rambut hitam.
Tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik Erikson : An.T berada dalam tahap toddler atau merupakan tahap kemandirian, rasa malu dan ragu. Anak sudah mulai mencoba dalam mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam motorik dan bahasa, anak sudah bias berjalan sendiri dan berbicara ± 6 kata. Pada tahap ini, anak juga akan merasakan malu apabila orang tua terlalu melindungi atau tidak memberi kemandirian / kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.
Teori Kepribadian anak menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud : An.T berada dalam tahap anal dimana anak menunjukkan kepuasan adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukkan keakuannya dan sikapnya yang narsistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri dan sangat egoistic. Anak menunjukkan sikap kurang dalam pengendalian diri.
2.2.3 1.
Riwayat Kesehatan Keluarga Komposi Keluarga Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan 1 orang anak.
2.
Lingkungan rumah dan komunitas Rumah berada di pedesaan dengan kehidupan masyarakatnya lebih bersosialisasi satu dengan lainnya dibuktikan dengan banyaknya kunjungan dari tetangga sekitar ketika anak dirawat di Ruang Anak
3.
Kultur dan kepercayaan
Ibu pasien mengatakan percaya bahwa Tuhan senantiasa menjaga kesehatan keluarga dan kesehatan adalah anugerah dari Tuhan.
Ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi.
Ayah pasien bertanya tentang cara pemberian com pres saat anak panas?
4.
Fungsi dan hubungan keluarga Komunikasi orang tua dengan anak baik dan lancar. Peran ibu sebagai pengasuh anak masih bisa dikendalikan.
5.
Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan
Ibu pasien mengatakan anak sangat aktif bermain tetapi sulit makan.
Ibu pasien bertanya apa yang harus diperhatikan saat di rumah.
6.
Persepsi keluarga tentang penyakit klien Orang tua pasien mengatakan memiliki pandangan bahwa penyakit pasien akan bisa cepat sembuh bila rutin minum obat.
2.2.4
Observasi Dan Pemeriksaan Fisik ( Body System )
1.
Pernafasan ( B1 : Breathing )
Respirasi : 24 x / menit
Pada inspeksi hidung dan pergerakan dada simetris.
Pada auskultasi suara nafas baik pada trachea, bronchovesikuler dan vesikuler tidak terdapat suara nafas tambahan.
Tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
Pasien pilek
Tidak terdapat sianosis baik pada ekstremitas maupun bibir.
Pasien aktif beraktivitas.
BB
: 8,3 kg
( BB normal : 9,2 – 10,6 kg )
TB
: 72,2 cm
( TB normal : 73 – 77 cm )
2.
Cardiovascular ( B2 : Bleeding )
Nadi
: 100 x/menit, irama teratur
Suhu
: 36 4 0C
Suhu tanggal 31 – 3 – 2009 jam 12 am : 38 8 O C
Pengisian kapiler ( CRT ) cepat.
Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat mur – mur.
3.
Persyarafan ( B3 : Brain )
Tingkat kesadaran composmentis.
GCS (15) : E : 4; V : 5; M : 6.
Anak rewel.
Tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
Pada mata, pupil isokor dengan diameter 3 / 3 mm, reaksi terhadap cahaya + / +
4.
Perkemihan – Eliminasi Urine ( B4 : Bladder )
Tidak ada riwayat gangguan saat BAK.
Bladder lunak.
BAK spontan.
BAK 5 – 6 x / hari, kadang mengompol
5.
Pencernaan – Eliminasi Alvi ( B5 : Bowel )
Pada inspeksi tidak terdapat jaringan parut pada abdomen.
Tidak terdapat asites..
Pada perkusi suara tympani.
Bising usus 8 x/menit.
Turgor kulit baik.
Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, perut lunak.
6.
Tulang – Otot – Integumen ( B6 : Bone )
Tidak tedapat nyeri tekan otot.
Turgor kulit baik.
Tidak terdapat edema ekstremitas.
Tidak terdapat kelainan tulang belakang
MMT
5 5 7.
5 5
Sistem Endokrin Tidak ada riwayat penyakit DM
2.2.5 Diagnostic Test / Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Lengkap ( 29 – 3 – 2010 ) Pemeriksaan Hasil WBC 9.3 K/uL LYM 3.8 40.4 %L MID 0.6 6.8 %M GRAN 4.9 52.8%G RBC 4.74 M/uL HGB 10.1 g/dl HCT 30.6 % MCV 64.6 fL MCH 21.3 pg MCHC 33.0 g/dl RDW 15.0 % PLT 258 K / ul 2. Pemeriksaan CRP ( 29 – 3 – 2010 ) CRP
Nilai Normal 4.1 – 10.9 K/uL 0.6 – 4.1 10.0 – 58.5%L 0.0 – 1.8 0.1 – 24.0%M 2.0 – 7.8 37.0 – 92.0%G 4.20 – 6.30 M/uL 12.0 – 18.0 g/dl 37.0 – 51.0 % 80.0 – 97.0 fL 26.0 – 32.0 pg 31.0 – 36.0 g / dl 11.5 – 14.5 % 140 – 440 K/uL
Interprestasi Normal Normal Normal Menurun Normal Menurun Menurun Menurun Menurun Normal Meningkat Normal
Nilai Normal 76 – 110 mg/dl 136 – 145 mEq/L 3.6 – 5.0 mEq/L 3.4 – 4.7 mmol/L
Interprestasi Meningkat Normal Normal Normal
: 4,98 mg/dl
3. Kimia Darah Tanggal 14 – 1 – 2010 Pemeriksaan GDS Na K Kalsium 4. Rontgen Tidak dilakukan pemeriksaan
Hasil 112 mg/dl 139 mEq/L 4.2 mEq/L 4,6 mEq /L
5. Terapi
Valim 2,5 mg IV Prn Kejang dapat diulang max 3X selang 5 menit
Valdimex 2 mg Tid PO bila panas dan selama panas
Paracetamol 4 cc Q 5 jam ( rutin 1 hari )
Biokid 5 cc QH
Nasafed 1,5 cc Tid
Freís 2,5 cc QH
Dexametason 2,5 mg IV Q 8 Jam ( rutin 1 hari )
IV Kaen 4B 25 cc / jam
Diit Nasi LPLC
Kediri, 1 – 4 – 2011 Mahasiswa,
2.3 ANALISA DATA No
Data Penunjang
1.
D S: DO : S ; 36 4 O C S tanggal 31-3-2009jam 12 am : 38 8 O C Pasien MRS karena kejang 2X Tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
Etiologi Virus, bakteri
Masuk ke dalam tubuh (port d’entry)
Masalah Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh
Reaksi antigen antibody ↓
Infeksi dalam tubuh
Metabolisme tubuh meningkat ↓
Demam ↓
Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh
2.
DS : Ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi. Ibu pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum. DO :
↓
Proses informasi tentang penatalaksanaan saat di rumah ↓
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah
Ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ? Ayah pasien bertanya tentang cara pemberian compres saat anak panas?
2.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN 2.4.1
Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekunder terhadap metabolisme tubuh meningkat yang ditandai dengan S ; 36 4 O C , Suhu tanggal 31-3-2009 jam 12 am : 38 8 O C , pasien MRS karena kejang 2 X, tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
2.4.2
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah berhubungan dengan proses informasi tentang penatalaksanaan saat di rumah yang ditandai dengan ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi, ibu pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum, ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ?, ayah pasien bertanya tentang cara pemberian kompres saat anak panas?
2.5 PERENCANAAN
No
1.
Diagnosa Tujuan Intervensi Risiko Ukur TTV ( suhu hipertermi / dan nadi ) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekumder Pantau adanya / terhadap terjadinya kejang metabolisme Tujuan : berulang tubuh meningkat yang Tidak terjadi ditandai dengan S ; 36 4 O C , peningkatan suhu tubuh. Suhu tanggal31-3Observasi KU 2009jam 12 Kriteria hasil : pasien, akral am : 388OC , pasien MRS S : 36 – 37 O C pasien / perfusi karena kejang 2 Anak tidak X, tidak kejang Kolaborasi terdapat Akral hangat dengan dokter kelumpuhan Nadi 90 – 110 dalam pemberian ekstremitas, reflek patella + x / menit. terapi :
Rasional Memantau peningkatan metabolisme dan proses infeksi yang dapat menimbulkan kejang.
Tanggal Dibuat/Paraf
Bangkitan kejang berulang dapat terjadi apabila terjadi kenaikan suhu mendadak yang melebihi tingkat adaptasi tubuh.
Keadaan perfusi perifer menunjukkan sirkulasi adekuat.
1 – 4 – 2009
Tanggal dihentikan/ Paraf
/ +.
2.6.1
Antipiretik. Antikonvulsi Steroid
Diagnosa Keperawatan
Antipiretik sebagai pengacu daru pusat pengaturan suhu di hipotalamus sehingga dapat mengatasi dan mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh melebihi tingkat adaptasi tubuh. Antikonvulsi untuk mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino penghambat atau mengurangi letupan lambat dari neuron talamus. Steroid sebagai pemutus rantai infeksi tetapi dapat menimbulkan sistem imun.
:
Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekumder terhadap metabolisme tubuh meningkat yang ditandai dengan S ; 364 O C , Suhu tanggal 31-3-2009 jam 12 am : 38 8 O C , pasien MRS karena kejang 2 X, tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
Tujuan
: Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil 1.
:
S : 36 – 37 O C
2. Anak tidak kejang 3. Akral hangat 4.
Nadi 90 – 110 x / menit.
Implementasi Keperawatan : Tanggal
Jam
1 – 4 – 2009
8 am
Implementasi Keperawatan Melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik
8 am 9 am
10 am
12 am 12 am
Mengukur suhu dan nadi Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antipiretik paracetamol 4 cc PO Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi steroid oradexon 2,5 mg IV Mengukur TTV ( suhu dan nadi ) Memantau adanya / terjadinya kejang berulang Melakukan observasi KU pasien, akral pasien / perfusi perifer
12 am
2.6.2
Diagnosa Keperawatan
:
Défisit pengetahuan tentang penatalaksanaan saat di rumah berhubungan dengan proses informasi tentang penatalaksanaan saat di rumah yang ditandai dengan ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam anak semakin bertambah tinggi, ibu pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum, ibu pasien bertanya tentang apakah pemberian minum saat anak panas itu penting ?, ayah pasien bertanya tentang cara pemberian kompres saat anak panas?
Tujuan
:
Keluarga pasien dapat mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan saat di rumah saat anak panas dan kejang.
Kriteria hasil : 1.
Keluarga dapat menjelaskan pengertian peningkatan suhu tubuh.
2.
Keluarga dapat menjelaskan dampak peningkatan suhu tubuh
3.
Keluarga dapat menjelaskan fugsi penatalaksanaan dirumah saat terjadi panas.
4.
Keluarga dapat menjelaskan penatalaksanaan dirumah saat terjadi panas. dan kejang
Implementasi Keperawatan : Tanggal
Jam 9 am
Implementasi Keperawatan Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan di rumah pada pasien demam / peningkatan suhu tubuh.
1 – 4 – 2009
10.30 am
Memberi HE tentang penatalaksanaan dirumah saat
terjadi panas. dan kejang (POA terlampir )
2.7 EVALUASI Tanggal / Jam
Diagnosa
Evaluasi
S : 36 2 O C Nadi : 100 X / menit Tidak terjadi kejang berulang Akral hangat A : Masalah tidak menjadi aktual
1 – 4 – 2009 12 am
1 – 4 – 2009 12 am
Risiko hipertermi / Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan demam sekumder terhadap metabolisme tubuh meningkat yang ditandai dengan S ; 364 O C , Suhu tanggal 31-3-2009 jam 12 am : 38 8 O C , pasien MRS karena kejang 2 X, tidak terdapat kelumpuhan ekstremitas, reflek patella + / +.
P : Rencana tindakan keperawatan no 1 – 4 dilanjutkan : Ukur TTV ( suhu dan nadi ) Pantau adanya / terjadinya kejang berulang Observasi KU pasien, akral pasien / perfusi perifer Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi : Antipiretik. Antikonvulsi Steroid
Défisit pengetahuan tentang S : penatalaksanaan saat di rumah Ayah pasien menjelaskan pengertian berhubungan dengan proses informasi tentang peningkatan suhu tubuh adalah suhu tubuh diatas penatalaksanaan saat di rumah normal / lebih dari 38OC yang ditandai dengan ayah Ibu pasien mengatakan dampak panas yang tidak pasien mengatakan mempunyai teratasi dapat terjadi kejang pada anak. budaya memberi kompres hangat saat anak panas karena Ayah pasien mengatakan tujuan penatalaksanaan yakin kalau kompres dingin panas saat di rumah adalah untuk mencegah akan membuat demam anak terjadinya kejang pada anak. semakin bertambah tinggi, ibu Ayah dan ibu pasien menjelaskan yang dapat pasien mengatakan saat badan panas anak sulit minum, ibu dilakukan dirumah saat anak panas adalah pasien bertanya tentang apakah dengan memberi minum banyak, memberi obat