Hematochezia ASUHAN KEPERAWATAN HEMATOCHEZIA A.Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Perdarahan dari anus dengan warna merah segar dinamakan hematochezia Berak darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan tinja. 2. Etiologi Penyebab dari hematochezia ini adalah berasal dari saluran cerna bagian bawah. Nama penyakit yang mendasarinya adalah hemoroid (wasir), infeksi kuman seperti amuba, tifus, disentri yang berat, kanker usus besar, radang usus besar menahun oleh sebab penyakit autoimun (inflammatory bowel disease). Upper GI saluran (biasanya kotoran hitam): * Pendarahan lambung atau ulkus duodenum * Gastritis * Varises esofageal * Mallory-Weiss air mata (air mata di kerongkongan dari muntah kekerasan) * Trauma atau asing tubuh * Usus iskemia (kurangnya aliran darah yang tepat ke usus)
* Vascular malformasi GI rendah saluran (biasanya merah atau bangku merah, berdarah): * Wasir * Anal fissures * Divertikular pendarahan * Infeksi usus (seperti enterokolitis bakteri) * Vascular malformasi * Radang usus * Tumor * Colon polip atau kanker usus besar * Trauma atau asing tubuh * Usus iskemia (kurangnya aliran darah yang tepat ke usus) 3. Manifestasi Klinis
-
Keluar darah segar dari anus sebelum 14 jam
-
Lemas, pusing, pucat
-
Konstipasi
- Nyeri Perut 4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan awal yang harus dilakukan adalah pemeriksaan tinja dan colok dubur. Pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan
adalah
kolonoskopi. Kolonoskopi
merupakan
pilihan dalam diagnosis dan terapi perdarahan saluran cerna
bawah.
Polip
juvenis
dapat
diterapi
dengan
polipektomi melalui kolonoskopi, tindakan hemostasis lain
seperti skleroterapi, elektrokauterisasi, laser dan ligasi banding dapat dilakukan pada kelainan pembuluh darah kolon
5. Pengobatan Pengobatan yang dilakukan adalah perbaikan keadaan umum, karena pada penderita ini keadaan badan agak lemas karena kekurangan darah dalam waktu yang lama. Pengobatan definitif disesuaikan dengan penyebabnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi perdarahan yang banyak sehingga diperlukan tindakan bedah untuk mencari sumber perdarahan dan menghentikannya atau pada kasus yang tidak dapat dioperasi perlu tindakan radiologi intervensi untuk memberikan injeksi koagulasi pada fokus perdarahan. B.Konsep Dasar Keperawatan Riwayat Kesehatan
1. Riwayat mengidap : Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus peptikum 2. Kanker saluran pencernaan bagian atas 3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC 4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik 5. Kebiasaan/gaya hidup : Alkoholisme, kebiasaan makan B. Pengkajian Umum
1.
Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat
badan.
2.
Eliminasi :
BAB : konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam, konsistensi pekat, jumlahnya) BAK : warna gelap, konsistensi pekat Neurosensori
:
adanya
penurunan
kesadaran
(bingung,
halusinasi, koma). 3. Respirasi : sesak, dyspnoe, hipoxia
4.
Aktifitas : lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
C. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi 2. Inspeksi : Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis) Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat Kulit : dingin 3. Auskultasi : Paru Jantung : irama cepat atau lambat Usus : peristaltik menurun 4. Perkusi : Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak Reflek patela : menurun 5. Studi diagnostic D. Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
Jumlah serta warna darah hematemesis.
Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal, potensial aspirasi.
Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas, mencegah renjatan.
Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan terjadi secara kontinyu. Jumlah perdarahan : observasi observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah, nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi sirkulasi darah ke ginjal ginjal berkurang, berkurang, menyebabkan urine urine berkurang.
2. Cairan Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi. Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas dan
terjadi
pecahnya
pembuluh
darah
arteri. Jika
fase
emergency sudah berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada
klien hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan edema.
Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam. Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata
cekung, jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering mengalami gangguan fungsi ginjal. 3. Nutrisi
Dikaji :
Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair selanjutnya makanan lunak.
Pola makan klien
BB sebelum terjadi perdarahan
Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa perdarahan
\dapat
menjadi
sumber
infeksi
yang
menimbulkan
ketidaknyamanan.\ 4. Temperatur Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur kulit menjadi menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
5. Eliminasi Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan eliminasi. Yang perlu dikaji adalah :
Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya. 6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien. 7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM. Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
Persiapan
yang
berhubungan
dengan
pengambilan/pemeriksaan darah. 8. Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul adalah:
Defisit
volume
cairan
sehubungan
dengan
perdarahan
(kehilangan secara aktif)
Potensial gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.
Gangguan rasa nyaman: nyeri sehubungan dengan rasa panas/terbakar pada mukosa lambung dan rongga mulut. atau spasme otot dinding perut.
Kurangnya
pengetahuan
sehubungan
dengan
informasi tentang penyakitnya.
Kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
kurangnya
Asuhan Keperawatan Perdarahan saluran Cerna BAB TINJAUAN
I PUSTAKA
A. DEFINISI Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer, 2000) B. KLASIFIKASI Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 yaitu 1. Perdarahan saluran cerna bagian atas 2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah /Lower gastrointestinal bleeding (LGIB) (Mansjoer, 2000) C. ETIOLOGI Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas terbanyak di Indonesia adalah karena pecahnya varises esophagus, dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran cerna bagian atas.
1. Etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya adalah : - Kelainan esophagus: varises, esophagitis, keganasan - Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung & duodenum, keganasan, dll - Penyakit dharah: leukemia, purpura trombositopenia, dll. Penyakit sistemik lainnya: uremia, dll - Pemakaian obat yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dll
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah Tumor ganas Polip Kolitis ulseratif Penyakit Chron Angiodiplasia Divertikula Hemorhoid Fistula rectal - Hemoragik massif saluran cerna bagian atas (Suparman, 1987) D. TANDA DAN GEJALA Gejalanya bisa berupa : 1. Muntah darah (hematemesis). Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007)
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena). Tinja yang kehitaman biasanya merupakan akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya lambung atau usus dua belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung dan oleh pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman. 3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia) 4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut. Gangguan ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit 5. Pirosis ( nyeri uluhati ) Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa. 6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat gejalagejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah sebelumnya berbaring. 7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih. Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung,
disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok 8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik). (Sylfia
A.
Price,
1994
:
359)
E. PATOFISIOLOGI Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tibatiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan F. Perdarahan Perdarahan Saluran
saluran
atas
dan
Peningkatan Tekanan
PATHWAY cerna
bawah
vena
Varises Perdaran
gastrointestinal
Penurunan tekanan Suplai Gangguan pertukaran
darah O2
menurun gas
G. KOMPLIKASI 1. Anemia 2. Dehidrasi 3. Nyeri Dada – jika ada juga penyakit jantung 4. Kehilangan darah 5. Syok 6. Kematian H. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan kolaboratif : Intervensi awal mencakup 4 langkah: (a) Kaji keparahan perdarahan (b) Gantikan cairan dan produk darah untuk mnengatasi shock (c) Tegakan diagnosa penyebab perdarahan (d) Rencanakan dan laksanakan perawatan definitif. 2. Resusitasi Cairan dan Produk Darah: 3. Mendiagnosa Penyebab Perdarahan 4. Perawatan Definiti I. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges,2000). Cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik. Selain itu dapat juga dengan catatan klien seperti catatan klinik, dokumentasi dan kasus klien, dan literatur yang mencakup semua material, buku-buku, majalah dan surat kabar. Pengkajian pada klien Hematemesis Melena yang merujuk pada kasus Perdarahan Gastrointestinal atas menurut Doenges (2000): a. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Anamnesis: perlu ditanyakan tentang: • Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati menahun, alkohlisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leuikemia, dll. • Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus, tidak ditemukan keluhan nyeri atau pedih di daerah epigastrium • Tanda-gejala hemel timbul mendadak • Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya Pemeriksaan • •
Keadaan
Fisik: umum Kesadaran
• Nadi, tekanan darah • Tanda-tanda anemia • Gejala hipovolemia • Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Laboratorium: • Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit • Elektrolit: penurunan kalium serum; peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat. • Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin, tromboplastin • Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia. b. Pemeriksaan Radiologis • Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum. • Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis berhenti.
c. Pemeriksaan Endoskopi • Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan • Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik • Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif) 3. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan. 4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi keperawtan Pantau adanya distensi abdomen 1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena. Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial Baringkan pasien pada bagian kepala tempat tidur yang ditinggikan jika segalanya memungkinkan Pertahankan fungsi dan patensi NGT dengan tepat Atasi segera mual Pertahankan kestabilan selang intravena. Ukur suhu tubuh setiap jam Pantau sistem intravena terhadap patensi, infiltrasi, dan tanda-tanda infeksi Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan jika perlu Ganti larutan intravena sedikitnya tiap 24 jam
Letak insersi setiap shift Gunakan tehnik aseptik saat mengganti balutan dan selang. Pertahankan balutan bersih dan steril Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi keperawtan Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase. 2. Kekurangan voleme cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif) Kebutuhan cairan terpenuhi Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin . Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu. Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi. Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya. Tinggikan kepala tempat tidur selama antasida. Kolaborasi: 7. Berikan cairan/darah sesuai Berikan obat antibiotik sesuai
pemberian
indikasi. indikasi.
Awasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht 3. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan. Resiko gangguan perfusi jaringan tidak terjadi. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala. Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu ada. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat, dan nadi perifer lemah. Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu. Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah posisi dengan sering. Kolaborasi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Berikan cairan IV sesuai indikasi. 4. Kurangnya pengetahua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya Kaji sejauh mana ketidakmengertian klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita. Pengetahuan klien tentang perawatan di rumah bertambah setelah diberikan pendidikan kesehatan Diskusikan dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan.
Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan dan perawatan di rumah serta pencegahan kekambuhan penyakit. Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan kesehatan. Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8 Volume 2). Jakarta : EGC Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3rd ed.). Jakarta: EGC.
PENGERTIAN Hematoskezia adalah buang air besar berupa darah segar berwarna merah yang berasal dari saluran cerna bagian bawah DIAGNOSIS - Buang air besar berupa darah merah segar sampai merah tua - Demam bila penyebabny penyebabnya a infeksi usus - Nyeri perut di alas umbilikus seperti kejang kolik, atau perut kanan bawah yang hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan massa - Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik - Bising usus menurun atau menghilang - Berat badan dapat menurun - Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya, mendapat terapi antibiotik, penyakit kardiovaskular. dapat disertai gejala ekstraintestinall seperti kelainan kulit, sendi dan radang ekstraintestina mata. DIAGNOSIS BANDING Melena. hemoroid, infeksi usus, penyakit usus inflamatonik,
Divertikulosis kolon dan/atau usus halus. angiodiplasia. lumor kolon dan/atau usus halus, kolitis iskemik. kolilis radiasi PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboralorium: DPL tiap 6 jam. analisis gas darah, elektrolit Pcmeriksaan hemostatis lengkap Pemeriksaan etiologi : Kultur Widal-Gall, serologi amuba. serologi IDT amuba, kultur Salmonella-Shigella feses-unn. pemeriksaan mikroskopik parasil di feses. Kolonoskopi. ileoskopi.jejunoskupi dan biopsi. Pada demam tifoid kolonoskopi sebaiknya dilakukan bila demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik Foto abdomen 3 posisi: Colon in loop kontras ganda USG abdomen CT Scan abdomen / foto usus halus Foto dada EKG TERAPI Non farmakologis: puasa, perbaikan hemodinamik jika hemodinamik stabil dapat nutrisi enteral Farmakologis : Transfusi darah PRC/WB sampai dengan Hb > 10 gr%
Infus cairan. Pengobatan infeksi sesuai penyebab Bila ada kelainan hemostasis diobati sesuai penyebabnya KOMPLIKASI Syok hipovolemik, gagal ginjal akut anemia karena perdarahan PROGNOSIS Dubia ad bonam A.KONSEP DASAR Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Ada dua tipe obstruksi yaitu : 1.Mekanis (Ileus Obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi o bstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses 2.Neurogenik/fungsional 2.Neurogenik/f ungsional (Ileus Paralitik) Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit parkinson B.PENYEBAB 1.Perlengketan : Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda jaringan parut setelah pembedahan abdomen 2.Intusepsi : Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus. 3.Volvulus : Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya 4.Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen 5.Tumor : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus C.PATOFISIOLOGI Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang
mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurang pengurangan an curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi. Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan den gan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang. D.TANDA DAN GEJALA 1.Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus,
tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. 2.Obstruksi Usus Besar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. E.EVALUASI DIAGNOSTIK 1.Obstruksi Usus Halus : Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan
jumlah darah lengkap) akan menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi 2.Obstruksi Usus Besar : Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi abdomen. Pemeriksaan barium dikontraindikasikan F.PROGNOSIS Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 % Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan pada obstruksi strangulata telah dilaporkan 20-75 % Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-kira 20 % G.KOMPLIKASI Peritonitis septikemia Syok hipovolemia Perforasi usus H.PENATALAKSAAN H.PENATALAKSAA N BEDAH DAN MEDIS Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1.Obstruksi Usus Halus Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi. 2.Obstruksi Usus Besar Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan. KONSEP KEPERAWATAN OBSTRUKSI USUS 1.PENGKAJIAN Riwayat kesehatan diambil untuk mengidentifikasi awitan, durasi, dan karakteristik nyeri abdomen (nyeri
bersifat hilang timbul) a.Obstruksi usus halus Adanya muntah yang mulanya mengandung empedu dan mukus dan tetap demikian bila obstruksinya tinggi. Pada obstruksi ileum, muntahan menjadi fekulen yaitu muntahan berwarna jingga dan berbau busuk. Konstipasi dan kegagalan mengeluarkan gas dalam rectum merupakan gejala yang sering ditemukan bila obstruksinya komplit. Diare kadang terdapat pada obstruksi parsial. Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter dan frekuensinya. Pasien dapat melaporkan gangguan pola tidur bila nyeri dan diare terjadi pada malam hari. b.Obstruksi usus besar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan karakteristiknya ; palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan. Adanya temuan
peningkatan suhu tubuh mengindikasikan telah ada kontaminasi peritonium dengan isi usus yang telah terinfeksi. 2.DIAGNOSA KEPERAWATAN a.Nyeri b.Kurang volume cairan dan elektrolit c.Konstipasi d.Nutrisi kurang dari kebutuhan e.Gangguan pola tidur f.Hipertermi g.Cemas h.Kurang pengetahua pengetahuan n 3.INTERVENSI KEPERAWATAN Peran perawat adalah memantau pasien terhadap gejala yang mengindikasikan bahwa obstruksi usus semakin buruk, serta memberikan dukungan emosional dan kenyamanan. Cairan IV dan penggantian elektrolit diberikan sesuai instruksi. Apabila kondisi pasien tidak berespon terhadap tindakan medis, perawat harus menyiapkan pasien untuk pembedahan. Persiapan ini mencakup penyuluhan pra operatif, yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada pasca operatif diberikan perawatan luka abdomen umum 4.EVALUASI Hasil yang diharapkan :
a.Sedikit mengalami nyeri b.Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit c.Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya d.Mendapatkan nutrisi yang optimal e.Tidak mengalami komplikasi
Pendahuluan
Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan
sebagai
perdarahan
yang
terjadi
atau
bersumber pada saluran cerna di bagian distal dari ligamentum Treitz . Jadi dapat berasal dari usus kecil dan usus besar.
Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar per anum/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri, dan tidak mempengaruhi hemodinamik Gambaran Klinis
Perdarahan
SCBB
dapat
bermanifestasi
dalam
bentuk hematoskezia, maroon stool, melena, atau perdarahan tersamar. Hematoskezia adalah:
anus/rektum.
Hal
darah segar yang keluar lewat ini
merupakan
manifestasi
klinis
perdarahan SCBB yang paling sering. Sumber perdarahan pada umumnya berasal dari anus, rektum, atau kolon bagian kiri (sigmoid atau kolon descendens), tetapi juga dapat berasal dari usus kecil atau saluran cerna bagian atas (SCBA) bila perdarahan tersebut berlangsung masif (sehingga sebagian volume darah tidak sempat kontak dengan asam lambung) dan masa transit usus yang cepat.
Maroon stool: darah yang berwarna merah hati (kadang
bercampur dengan melena) yang biasanya berasal dari perdarahan di kolon bagian kanan (ileo-caecal) atau juga dapat dari SCBA/usus kecil bila waktu transit usus cepat. Melena adalah buang air besar atau feses yang berwarna
hitam seperti kopi (bubuk kopi) atau seperti ter (aspal), berbau
busuk
dan
hemoglobin
ini
disebabkan
menjadi
Perubahan hemoglobin
hal
perubahan
hematin.
ini
dapat
terjadi
dengan
asam
lambung
akibat (khas
kontak pada
perdarahan SCBA) atau akibat degradasi darah oleh bakteri usus. Misalnya pada perdarahan yang bersumber di kolon bagian kanan yang disertai waktu transit usus yang lambat. Perdarahan SCBB akan tersamar bila jumlah darah sedikit sehingga tidak mengubah warna feses yang keluar. Gambaran klinis lainnya akan sesuai dengan penyebab perdarahan (misalnya pada tumor rektum, teraba massa pada pemeriksaan colok dubur) dan dampak hemodinamik yang terjadi akibat
perdarahan
tersebut
(misalnya
anemia
atau
adanya
renjatan).Sebagian besar perdarahan SCBB (lebih kurang
85%) berlangsung akut, berhenti spontan, dan tidak menimbulkan gangguan hemodinamik. Perdarahan SCBB diklasifikasikan sebagai perdarahan akut dan berat bila:
v telah menimbulkan keadaan hipotensi ortostatik ortostatik atau renjatan v terdapat penurunan hematokrit minimal 8-10% setelah resusitasi volume intravaskular dengan cairan kristaloid atau plasma expander, dan v terdapat faktor risiko seperti seperti pada usia lanjut atau terdapat penyulit lainnya yang bermakna. Penyebab
Lokasi lesi sumber perdarahan pada kasus dengan hematoskezia (sebagai tanda yang paling umum untuk SCBB): 74% berada di kolon, 11% berasal dari SCBA, 9% usus kecil, dan 6% tidak diketahui sumbernya Perdarahan akut dan hebat pada umumnya disebabkan oleh angiodisplasia dan divertikulosis. Sedangkan yang kronik
intermiten
disebabkan
oleh
hemoroid
dan
keganasan kolon. Etiologi perdarahan SCBB yang harus
dipertimbangkan dan cukup sering dihadapi di Indonesia adalah perdarahan di usus kecil pada demam tifoid. Tata Laksana
Penatalaksanaan
perdarahan
SCBB
tentunya
akan
bervariasi tergantung pada penyebab atau lesi sumber perdarahan, dampak hemodinamik yang telah terjadi pada waktu masuk rumah sakit, pola perdarahan yang bersifat
akut
atau
telah
berlangsung
lama/kronik.
Algoritme tata laksana perdarahan SCBB dalam makalah ini, merupakan hasil konsensus dalam beberapa tahapan pertemuan
sidang
organisasi
profesi
Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia. Initial Assessment
Tiap
kasus
perdarahan
saluran
cerna,
walaupun
tampaknya darah yang keluar berdasarkan anamnesis sedikit, harus diperhatikan diperlakukan secara cermat, cepat, dan tepat pada waktu awal pemeriksaan. Sebab rongga/lumen saluran cerna dapat menampung darah cukup
banyak
hematoskezia,
sebelum sehingga
bermanifestasi dapat
sebagai
mengecohkan
kita
sehingga pasien dapat segera masuk ke dalam keadaan gangguan hemodinamik. Pada initial assessment ini
( sesuai sesuai dengan Airway Breathing Circulation-nya bidang emergensi) kita sudah harus segera mendapatkan gambaran apakah kasus perdarahan ini sudah terdapat atau potensial terjadi gangguan hemodinamik, perlu tidaknya tata laksana emergensi atau dapat ditangani secara elektif (terencana).
Dan
mempengaruhi
akurasi
prognosis
penilaian kasus
ini
perdarahan
sangat pada
umumnya dan khususnya perdarahan saluran cerna (atas atau bawah). Riwayat Penyakit
Nilai dalam anamnesis apakah perdarahan/darah tersebut bercampur dengan feses (seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum) atau terpisah/menetes (terduga hemoroid), pemakaian antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya seperti demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya berat badan (kanker), perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit (hemoroid intema,
angiodisplasia),
nyeri
perut
(kolitis
infeksi,
iskemia mesenterial), tenesmus ani (fisura, disentri). Apakah kejadian ini bersifat akut, pertama kali atau berulang, atau kronik, akan membantu ke arah dugaan penyebab atau sumber perdarahan.
Pemeriksaan Fisis
Segera nilai tanda vital, terutama ada tidaknya renjatan atau hipotensi postural (Tilt test). Jangan lupa colok dubur untuk menilai sifat darah yang keluar dan ada tidaknya kelainan pada anus (hemoroid interna, tumor rektum). Pemeriksaan fisis abdomen untuk menilai ada tidaknya rasa nyeri tekan (iskemia mesenterial), rangsang peritoneal (divertikulitis), massa intraabdomen (tumor kolon, amuboma, penyakit Crohn). Pemeriksaan sistemik lainnya: adanya artritis (inflammatory bowel disease), demam (kolitis infeksi), gizi buruk (kanker), penyakit jantung koroner (kolitis iskemia). Laboratorium
Segera
harus
dinilai
adalah
kadar
hemoglobin,
hematokrit, trombosit, dan kalau sarana lengkap waktu protrombin. Laboratorium lain sesuai indikasi. Penilaian hasil laboratorium harus disesuaikan dengan keadaan klinis
yang
ada.
Penilaian
kadar
hemoglobin
dan
hematokrit, misalnya pada perdarahan akut dan masif, akan berdampak pada kebijakan pilihan jenis darah yang akan diberikan pada proses resusitasi. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Pemeriksaan ini sangat tergantung pada keadaan klinis pasien waktu masuk rumah sakit, penyebab atau lesi sumber perdarahan, perjalanan penyakit pasien dan tidak kalah pentingnya adalah sarana diagnostik penunjang yang
tersedia.
Secara
pemeriksaan
anoskopi,
enteroskopi,
barium
teori,
modalitas
sigmoidoskopi, enema
(colon
sarana
kolonoskopi, in
loop),
angiografi/artereriografi, blood flow scintigraphy, dan operasi laparatomi eksplorasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi lesi sumber perdarahan dan diagnosis penyakitnya. Tidak jarang modalitas diagnostik ini dapat dipakai sekaligus untuk terapi (endoskopi terapeutik, embolisasi modalitas
pada
waktu
diagnostik
ini
arteriografi). mempunyai
Masing-masing kelebihan
dan
kekurangan dibandingkan modalitas lainnya. Misalnya pada
perdarahan
yang
berlangsung
masif,
peran
kolonoskopi akan terhambat oleh sulitnya memperoleh lapang pandang yang akurat untuk menilai di mana dan apa sumber perdarahannya. Sedangkan arteriografi lebih mudah untuk mendapatkan lokasi sumber perdarahan (kalau perlu sekaligus terapinya). Mulai dari diagnostik (terlebih lagi pada waktu terapi) sudah diperlukan kerja sama tim (internis, internis konsultan gastroenterologi,
ahli bedah, radiologis, radiologis interventional, dan anestesi) yang optimal sehingga langkah diagnostik (dan terapi) dapat selaras untuk kepentingan pengobatan pasien seutuhnya. Pada keadaan tidak adanya gangguan hemodinamik atau keadaan yang masih memungkinkan kita merencanakan langkah diagnostik yang berencana (elektif), eksplorasi diagnostik sumber perdarahan relatif tidak menimbulkan permasalahan. Tetapi bila keadaan pasien tidak stabil, adanya gangguan hemodinamik, diperlukannya
segera
pilihan
terapi,
permasalahan
algoritme diagnostik (juga berdampak pada algoritme terapi
tidak
jarang
muncul
dan
terjadi
perbedaan
persepsi antara disiplin terkait. Pemeriksaan penunjang ini akan berbeda pelaksanaannya dan akan berbeda hasil yang diharapkan dicapai bila menghadapi
kasus
akut/emergensi
atau
kasus
kronik/elektif. Pada makalah ini akan lebih ditekankan pada prosedur diagnostik dan terapi pada kasus yang akut dan bersifat emergensi. Anoskopi/Rektoskopi
Pada
umumnya
perdarahan
dapat
tersebut
segera
bila
mengetahui
berasal
dari
sumber
perdarahan
hemoroid interna atau adanya tumor rektum. Dapat dikerjakan tanpa persiapan yang optimal. Sigmoidoskopi
Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan enema (YAL) atau klisma, mengingat darah dalam lumen usus itu sendiri sudah bersifat laksan. Kolonoskopi
Pada keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal, pemeriksaan ini dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber perdarahan di seluruh bagian kolon sampai ileum terminal. Tetapi pada keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama bekuan darah), maka lapang pandang kolonoskop akan terhambat.
Diperlukan
usaha
yang
berat
untuk
membersihkan lumen kolon secara kolonoskopi. Sering sekali lumen skop tersumbat total sehingga pemeriksaan harus
dihentikan.
Tidak
jarang
hanya
dapat
menyumbangkan informasi adanya demarkasi atau batas antara lumen kolon yang bersih dari darah dan diambil
kesimpulan bahwa letak sumber perdarahan di distal demarkasi tersebut Push Enteroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati ligamentum
Treitz
serta
dapat
mengidentifikasi
perdarahan pada usus kecil. Sarana ini masih sangat jarang di Indonesia. Barium Enema (colon in loop)
Pada
keadaan
perdarahan
akut
dan
emergensi,
pemeriksaan ini tidak mempunyai peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana pemeriksaan kolonoskopi (kontras barium potensial dapat menyumbat saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan mengacaukan interpretasi) bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan manfaat terapeutik. Tetapi pada keadaan yang elektif, pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat diprakirakan sebagai sumber perdarahan
(tidak
perdarahan). Angiografi/Arteriografi 6
dapat
menentukan
sumber
Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkan melalui arteri femoralis dan arteri mesenterika superior atau inferior,
memungkinkan
visualisasi
lokasi
sumber
perdarahan. Dengan teknik ini biasanya perdarahan arterial dapat terdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per menit. Arteriografi
dapat
dilanjutkan
dengan
embolisasi
terapeutik pada pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan. Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)
Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif (99m.technitium), kemudian dimasukkan kembali ke dalam
tubuh.
Darah
yang
berlabel
tersebut
akan
bersirkulasi dan keluar pada daerah/lokasi lesi. Tehnik ini dilaporkan dapat mendeteksi perdarahan yang relatif sedikit (0,1 ml per menit). Scanning diambil pada jam 1 dan 4 setelah injeksi darah berlabel serta 24 jam setelah itu atau sesuai dengan prakiraan terjadinya perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi perdarahan yang bersifat intermiten dengan cara mengambil scanning pada jam jam tertentu. Operasi Laparatomi Eksplorasi
Tentunya
proses
operasi
secara
langsung
dapat
mengidentifikasi sumber perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan dilakukan sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik, bagaimana pertimbangan toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana
kemudahan
untuk
mengidentifikasi
sumber
perdarahan durante operasi. Secara nyata dalam praktek penatalaksanaannya
di
rumah
sakit,
hal
ini
sering
menimbulkan kontroversi. Keadaan ini membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait. Pada dasarnya laparatomi eksplorasi diindikasikan bila perdarahan hebat yang tidak dapat diatasi secara konservatif. Perdarahan berulang sumber
pada
keadaan
perdarahan
arteriografi,
atau
yang
pada
scanning,
sudah
pemeriksaan juga
tidak
teridentifikasi kolonoskopi, memerlukan
intervensi operasi. Risiko operasi akan menurun bila pada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi sumber perdarahan per kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi. Terapi pada Keadaan Akut Resusitasi
Pada
prinsipnya
proses
resusitasi
sama
dengan
perdarahan SCBA atau perdarahan akut lainnya, yaitu koreksi
defisit
hemodinamik.
volume
intravaskular
Pemasangan
jalur
dan
stabilisasi
intravena
pada
pembuluh besar harus dikerjakan (bukan pada pembuluh vena kecil walaupun diduga perdarahan sedikit). Pada awalnya larutan
fisiologis
NaCI dapat
dipakai
untuk
mencukupi defisit volume intravaskular. Bila
jelas
hemodinamik
terganggu
dan
belum
ada
plas asma ma ek ek span pander der darah, pl dapat dipakai untuk keperluan ini. dapat
Kadar Hb dan Ht dapat dipakai untuk parameter kebutuhan transfusi darah dan biasanya transfusi dengan target Hb 10-11 g/dl atau sesuai dengan kondisi sistemik pasien (umur, toleransi kardiovaskular, dan lain-lain ). Dapat dipakai whol e blood bila bila
masih
diperhitungkan
perlunya
resusitasi
volume
intravaskular atau red packed cell bila hanya tinggal perlu menaikkan kadar hemoglobin. Bila terdapat defisiensi faktor pembekuan. Kombinasi red packed cell cell dan fresh frozen plasma dapat menjadi pilihan pertama pada proses resusitasi . Bila terdapat
proses gangguan faktor koagulasi lainnya, tentunya harus dikoreksi sesuai kebutuhan. Bila masih diduga adanya perdarahan yang masif berasal pemas masangan angan N GT dari SCBA, maka pe untuk proses diagnostik untuk
harus dipertimbangkan. Aspirat NGT yang jernih, belum menyingkirkan perdarahan bukan berasal dari SCBA. Medikamentosa
Pada
keadaan
perdarahan
akut,
adanya
gangguan
hemodinamik, belum diketahui sumber perdarahan, tidak ada studi yang dapat memperlihatkan manfaat yang bermakna dari obat-obatan untuk keadaan ini. Kecuali telah diketahui, misalnya perdarahan akibat pemberian antikoagulan atau pada kasus yang telah diketahui adanya koagulopati. Obat-obat hemostatika yang banyak dikenal dan beredar luas, dapat disepakati saja dipakai (bila jelas tidak ada kontra indikasi pada tahap ini dengan mempertimbangkan cost-effective). Demikian pula obat yang
tergolong
vasoaktif
seperti
vasopresin,
somatostatin, dan okreotid Naskah ini merupakan makalah Simposium Penataksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II di Hotel Sahid
30-31 Maret 2002 yang telah dibukukan. Endoskopi Terapeutik
Pada keadaan di mana endoskopi mendapat peluang (keadaan dalam lumen kolon cukup bersih) dalam segi identifikasi lesi sumber perdarahan, teknik ini sekaligus
dapat dipakai sebagai modalitas terapeutik (bila fasilitas tersedia). Kauterisasi pada lesi angiodisplasia atau tumor kolon, akan mengurangi derajat atau menghentikan proses perdarahan. Polipektomi pada polip kolon yang berdarah dapat bersifat kuratif. Radiologi Intervensional
Dengan teridentifikasinya lokasi perdarahan, durante tindakan dapat diberikan injeksi intraarterial vasopresin yang dilaporkan dapat mengontrol perdarahan pada sebagian
besar
angiodisplasia.
kasus Hanya
perdarahan harus
divertikel
diwaspadai
dan efek
vasokonstriksi obat tersebut pada sirkulasi tubuh yang lain, terutama sirkulasi koroner jantung. Alternatif lain dari prosedur ini adalah tindakan embolisasi pada pembuluh
darah
yang
menjadi
sumber
perdarahan
teridentifikasi tersebut. Harus diwaspadai kemungkinan terjadinya infark segmen usus terkait akibat prosedur embolisasi tersebut. Surgikal
Pada prinsipnya operasi dapat bersifat emergensi tanpa didahului identifikasi sumber perdarahan atau elektif setelah sumber perdarahan teridentifikasi. Tentunya hal
ini mempunyai dampak risiko yang berbeda. Operasi emergensi mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi bila dilakukan pada keadaan yang tidak stabil. Kombinasi antara kolonoskopi pre dan durante operasi diharapkan dapat mengurangi waktu operasi yang dibutuhkan. Terapi Pilihan Hemoroid Interna
Penyebab tersering perdarahan SCBB, biasanya ringan, tidak mempengaruhi hemodinamik dan dapat berhenti spontan. Perdarahan biasanya terjadi setelah defekasi, menetes, darah terpisah dari feses. Harus dibedakan dengan tumor atau polip rektum karena tata laksananya sangat
berbeda.
Terapi
konservatif,
terapi
sklerosing/ligasi, atau surgikal dapat dikerjakan sesuai indikasi yang dikaitkan dengan derajat hemoroidnya. Derajat IV atau adanya trombus memerlukan peran surgikal. Angioma/Angiodisplasia Angioma/An giodisplasia kolon
Lokasi terutama di daerah kolon kanan atau sekum, biasanya bersifat multipel. Bila dapat diidentifikasi pada waktu perdarahan, tindakan kauterisasi perendoskopik
dapat menghentikan perdarahan pada sebagian kasus. Di samping itu alternatif lain berupa embolisasi selektif waktu
dilakukan
dilaporkan
cukup
angiografi.
Vasopresin
bermanfaat
dalam
intraarterial
menghentikan
perdarahan. Divertikulosiss Kolon Divertikulosi
Biasanya perdarahan tanpa rasa nyeri, merah segar atau maroon stool, sering bersumber dari kolon bagian kanan. Pada umumnya spontan berhenti dan tidak ada terapi medikamentosa yang spesifik pada sebagian besar kasus. Kekerapan semakin meningkat sesuai umur. Divertikulum Meckel
Biasanya
teridentifikasi
dengan
teknik
pemeriksaan
skintigrafi. Terapi surgikal merupakan pilihan pertama. Tumor Kolon
Perdarahan biasanya sedikit, bercampur feses, bersifat kronik. Jarang menimbulkan permasalahan diagnostik dan terapeutik emergensi. Kolitis Iskemik
Harus dipertimbangkan sebagai penyebab hematoskezia, terutama pada usia lanjut atau terdapat gangguan
koagulasi atau trombosis. Pada umumnya bermanifestasi bersamaan dengan nyeri perut, terutama setelah makan. Terapi pilihan sesuai dengan penyakit dasarnya. Kolitis Radiasi
Adanya riwayat radiasi (terutama radiasi internal pada karsinoma
serviks),
harus
dipertimbangkan
adanya
perdarahan SCBB akibat proktitis radiasi. Pengobatannya masih mengecewakan. Steroid dan sukralfat enema dapat dipakai dengan hasil yang bervariasi. Inflammatory Inflammat ory Bowel Disease
Secara medikal diusahakan dengan 5-ASA dan steroid. Bila perdarahan hebat dapat dilakukan operasi kolektomi. Kolitis Infeksi
Hematoskezia terjadi bersamaan dengan klinis tanda infeksi
SCBB,
seperti
diare
dan
nyeri
perut.
Pengobatannya baku sesuai dengan penyebab dasar. Jarang
perdarahan
ini
menimbulkan
gangguan
hemodinamik. Algoritme Tata Laksana Perdarahan SCBB
Proses pembuatan algoritme tata laksana perdarahan SCBB
dalam
bentuk
Konsensus
Nasional
yang
diselenggarakan
oleh
Perkumpulan
Gastroenterologi
Indonesia, Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, dan Perhimpunan
Endoskopi
Gastrointestinal
Indonesia
(penulis dalam hal ini sebagai koordinatornya), pada saat makalah ini dibuat, dalam fase akhir dan akan diuji coba dalam bentuk lokakarya di Bandung. Pada prinsipnya, bahwa algoritme ini dapat diterapkan di berbagai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan konsensus yang dibuat.(Lihat lampiran 1, 2, dan3) Terdapat beberapa penekanan dalam tata laksana perdarahan SCBB:
1. Identifikasi
dan
antisipasi
terhadap
adanya
gangguan
hemodinamik harus dilaksanakan secara prima di lini terdepan karena keberhasilannya akan mempengaruhi prognosis. 2. Pada tahap ad.1, prinsip dasar tata laksana gawat darurat harus diikuti secara baik 3. Identifikasi lesi sumber perdarahan banyak tergantung pada modalitas
penunjang
diagnostik
yang
tersedia
atau
memberlakukan memberlakuka n sistem rujukan secara baik. 4. Keterbatasan modalitas diagnostik akan berdampak pada pilihan jenis terapi yang akan diambil. Terapi yang dilakukan setelah teridentifikasinya sumber dan lokasi perdarahan, tentunya akan
berbeda dengan tindakan terapi yang diambil tanpa persiapan tersebut. Dalam keadaan ini tampaknya pihak disiplin ilmu bedah harus menempa menempatkan tkan diri pada posisi pengidentifikasi sumber perdarahan dan sekaligus tindakan terapeutik yang akan diambil. 5. Bila sarana diagnostik penunjang memadai, maka pilihan modalitas
diagnostik
keberhasilannya
serta
didasarkan dapat
tidaknya
pada
sensitivitas
sekaligus
sebagai
modalitas terapeutik. Pada umumnya pilihan modalitas antara endoskopi dan radiologi intervensional. Berbeda dengan algoritme tata laksana perdarahan SCBA, pada perdarahan SCBB (terutama perdarahan dari usus kecil) peran radiologi diagnostik dan terapeutik lebih dominan.