BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelenjar tiroid adalah bagian dari sistem endokrin yang terletak di depan trakea, yang berperan dalam menghasilkan hormon, salah satunya tiroid. Hormon tiroid membantu mengatur metabolisme tubuh, yang oleh karenanya membantu mengatur suasana hati, berat badan dan kadar energi. Normalnya, kelenjar hipofise menghasilkan suatu stimulating hormone, yang merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroid. Kelainan pada kelenjar tiroid bisa berupa hiperfungsi dan hipofungsi dari kelenjar tiroid, goiter dan penyakit graves. Penyakit Graves adalah suatu kondisi kesehatan dimana te rjadi peningkatan kadar hormon tiroid akibat produksi yang berlebihan dari kelenjar tiroid. Pada Penyakit Graves, tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang sel-sel yang sehat dari kelenjar tiroid. Antibodi-antibodi tersebut, meniru kerja dari stimulating hormone yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise, sehingga menyebabkan sekresi berlebihan dari hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves dapat menunjukkan gejala, seperti rasa cemas, lekas marah, rasa lelah, kehilangan berat badan yang tidak diharapkan dan bahkan penonjolan bola mata. Kondisi ini sering pada wanita, terutama yang berusia antara 20 dan 40 tahun. ta hun. Perokok juga memiliki risiko tinggi dari penyakit Graves. Meskipun kondisi ini secara umum tidak mengancam jiwa, penanganan diperlukan untuk mempertahankan kualitas hidup karena jumlah berlebihan dari hormon tiroid di dalam tubuh dapat mempengaruhi suasana hati dan bahkan dapat menyebabkan depresi pada kasus berat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas mengenai “Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kelenjar Tiroid : Penyakit Graves”. Graves”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan kelenjar endokrin : penyakit graves pada berbagai tingkat usia secara komprehensif berdasarkan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki.
2. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu : a. Memahami konsep dasar Penyakit Graves b. Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar endokrin c. Memahami etiologi Penyakit Graves d. Mengetahui insidensi Penyakit Graves e. Memahami patofisiologi Penyakit Graves f. Mengetahui manifestasi klinik yang terjadi pada Penyakit Graves g. Mengetahui test diagnostik pada Penyakit Graves h. Memahami komplikasi Penyakit Graves i. Mengetahui penatalaksanaan pada Penyakit Graves j. Melakukan pengkajian pada klien dengan Penyakit Graves k. Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat berdasarkan prioritas pada klien dengan Penyakit Graves l. Menyusun intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah dibuat pada klien dengan Penyakit Graves m. Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi keperawatan pada klien dengan Penyakit Graves n. Melakukan evaluasi keberhasilan terhadap asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien dengan Penyakit Graves
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi kepustakaan dan konsultasi dengan dosen mata kuliah.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab, yaitu bab I pendahuluan yang berisikan latar belakang penulisan, tujuan umum dan khusus penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan teori yang berisikan pengertian penyakit graves, anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid, etilogi, insiden, patofisiologi, manifestasi klinis, test diagnostik komplikasi dan penatalaksanaan penyakit graves serta asuhan keperawatan penyakit graves. Bab III penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Penyakit Graves
Penyakit Graves disebut juga Goiter Difus Toksik atau Penyakit Basedow. Dari berbagai literatur, diperoleh beberapa pengertian Penyakit Graves, antara lain : 1. Penyakit Graves adalah suatu penyakit yang disebabkan karena proses autoimun, dimana terbentuknya antibodi yang disebut Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI) yang menempel pada sel-sel tiroid, yang membuat TSH merangsang kelenjar tiroid untuk membuat hormon tiroid yang sangat banyak (Tarwoto, 2012:hal.89). 2. Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme akibat proses autoimun, dimana antibodi IgG mengikat pada reseptor TSH (Weetman, AP. 2005:hal. 352) 3. Penyakit Graves adalah suatu keadaan terganggunya sistem imun, dimana sistem imun memicu pembentukan Thyroid Stimulating Immunoglobulins (TSIs) dan berikatan dengan reseptor TSH sehingga menyebabkan produksi yang berlebihan dari hormon tiroid (Loys, White. 2012:hal. 605) 4. Penyakit Graves merupakan kelainan autoimun yang diperantarai oleh abtibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH aktif pada permukaan sel-sel tiroid (Rumahorbo, Hotma. 2000:hal. 51) 5. Penyakit Graves adalah suatu penyakit autoimun yang tidak diketahui penyebabnya, bercirikan pembesaran kelenjar tiroid dan sekresi hormon tiroid yang berlebihan, serta keadaan dimana antibodi berikatan dengan reseptor TSH dan menstimulasi kelenjar tiroid untuk melepaskan T 3, T4 atau kedua-duanya secara berlebihan (Lewis, Sharon. 2014)
Dapat disimpulkan, Penyakit Graves adalah suatu keadaan terganggunya sistem imun akibat proses autoimune, dimana sistem imun tersebut memicu pembentukan antibodi yang disebut Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI), dan berikatan dengan Thyroid Stimulating Hormone Reseptor (TSHR) yang menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid secara berlebihan dan merupakan penyebab tersering hipertiroidisme yang belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Terdapat berbagai macam antibodi antireseptor TSH, diantaranya : 1. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
atau Thyroid Stimulating Hormon
Reseptor Antibody (TSHR-Ab atau TSHR-Ab(stim)), meningkatkan sintesis hormon tiroid dan memicu terjadinya tiroktoksikosis. 2. TgAb (Thyroglobulin Antibody) yang dapat meningkatkan tiroglobulin. 3. TPO Ab (Thyroperoksidase Antibody) yang dapat memacu kerja enzim peroksidase. Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSHR- Ab (stim) atau TSI lebih spesifik untuk penyakit Graves.
Ada juga yang membedakannya menjadi :
1. TSI
Thyroid-Stimulating
Imunoglobulin:
antibodi
ini
(terutama
Imunoglobulin G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid), mengaktifkan sel-sel dengan cara yang lebih lama dan lebih lambat dari hormon thyroid-stimulating normal (TSH), yang menyebabkan produksi tinggi hormon tiroid. 2. TGI
Tiroid Growth Imunoglobulin : antibodi ini mengikat langsung ke
reseptor TSH dan telah terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid. 3. TBII
Thyrotropin
Binding-Inhibitor Imunoglobulin: antibodi ini menghambat
serikat normal TSH dengan reseptornya. Beberapa benar-benar akan bertindak sebagai jika TSH sendiri adalah mengikat reseptornya, dengan demikian menyebabkan fungsi thyroid. Jenis lain tidak dapat merangsang kelenjar tiroid, tetapi akan mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan merangsang reseptor.
Dikenal juga, autoantigen terhadap kelenjar tiroid, yaitu 1. Tiroglobulin (Tg) 2. Thyroidal Peroxidase (TPO) 3. Sodium Iodida Symporter 4. Reseptor TSH (TSHR), yang merupakan autoantigen utama pada Penyakit Graves dan bertanggungjawab dalam manifestasi hipertiroidisme.
B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
1. Anatomi Kelenjar Tiroid Kelenjar Tiroid terletak di anterior trakea, dibawah laring membentang dari C5 sampai T1. Bentuknya seperti kupu-kupu dan merupakan kelenjar endokrin yang terbesar dengan berat 10-20 gram. Tersusun atas dua buah lobus, yang disatukan oleh jaringan tiroid yang tipis yang dinamakan isthmus. Mendapat suplai darah dari dua pasang arteri, yaitu arteri tiroidea superior sebagai percabangan pertama arteri karotis eksterna yang menyuplai kelenjar tiroid bagian superior dan arteri tiroidea inferior yang berasal dari trunkus tiroservikalis yang merupakan cabang arteri subklavia. Ada tiga buah Vena yang mengalirkan darah keluar dari kelenjar tiroid, diantaranya Vena Tiroidea Superior, Medialis dan Inferior. Vena Superior dan Medialis mengalirkan darah balik ke dalam Vena Jugularis Interna, sedangkan Vena Tiroidea Inferior mengalirkan darah ke Vena Brakiosefalika.
Gambar Anatomi Kelenjar Tiroid Sumber : Saputra, Lyndon. Sinopsis Organ Sistem Endokrin . 2014:hal.55
Kelenjar Tiroid dipersarafi oleh saraf parasimpatis (adrenergik) dan simpatis (kolinergik). Saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan saraf kolinergik berasal dari nervus vagus. Kelenjar tiroid dibentuk dari divertikulum tiroid yang berkembang dari dasar foregut pada usia gestasi 3-4 minggu, bermigrasi ke kaudal dan akhirnya mendapatkan posisi yang normal di bawah laring. Kelenjar tiroid mulai mensekresikan hormonnya pada usia perkembangan janin 18 mi nggu.
Secara mikroskopik, kelenjar tiroid tersusun dari folikel-folikel tertutup (>1juta), yang berbentuk sferis berongga, dilapisi bagian dalamnya oleh sel-sel epitel kuboid. Bagian rongga folikel terisi oleh substansi sekretorik yang disebut koloid, yaitu suatu zat berprotein yang terdiri atas tiroglobulin dan berfungsi
sebagai bentuk simpanan hormon tiroid. Tiroglobulin ini diproduksi oleh sel folikel, mengandung senyawa asam amino tirosin, yang selanjutnya akan terbentuk hormon T4 dan T 3. Jika kelenjar inaktif, folikel menjadi kecil, sel-sel pelapisan berbentuk kuboid atau kolumnar, koloid berkurang, dan tepi-tepinya cekung, yang membentuk lakuna absorpsi. Diantara folikel-folikel terdapat sel parafolikel, yang mengeluarkan kalsitonin. Pada penyakit Graves, secara mikroskopis, sel-sel epitel folikel tampak kolumnar dan bertambah jumlah dan ukurannya. Folikel tampak kecil dan rapat. Koloidnya
berkurang,
tepi-tepinya
mencekung
akibat
proteolisis
cepat
tiroglobulin. Antara folikel terdapat sebaran limfosit.
Gambar Histologi Kelenjar Tiroid Normal dan Abnormal Sumber : Saputra, Lyndon. Buku Ajar Patofisiologi Klinik . 2014:hal. 301
2. Fisiologi Kelenjar Tiroid Kelenjar Tiroid mensintesis dan mensekresi tiga hormon tiroid yaitu, Tiroksin (T4), Tri-iodotironin (T3) dan Kalsitonin atau Tirokalsitonin. Hormon Tiroksin dan Tri-iodotironin berperan dalam mengatur laju pertumbuhan dan laju metabolisme. Sedangkan Kalsitonin berfungsi utama menurunkan kadar kalsium plasma dengan cara menghambat reabsorbsi kalsium di tulang.
Efek fisiologis hormon tiroid pada berbagai organ tubuh, antara lain : Organ Target Jantung
Efek
Mekanisme
Kronotropik
Meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor β-adrenergik
Inotropik
Meningkatkan
respon
terhadap
katekolamin dalam darah. Meningkatkan kontraktilitas jantung dan irama jantung Jaringan Lemak
Katabolik
Merangsang lipolisis.
Otot
Katabolik
Meningkatkan penguraian protein
Tulang
Perkembangan dan
Mendorong
Metabolik
perkembangan
pertumbuhan tulang,
normal
dan
mempercepat
penggantian tulang. Sistem Saraf
Perkembangan
Mendorong perkembangan
Usus
Metabolik
Meningkatkan laju penyerapan karbohidrat
Lipoprotein
Metabolik
Merangsang pembentukan reseptor LDL
Reproduksi
Perkembangan
Meningkatkan reproduksi normal wanita dan proses laktasi.
Lain-lain
Kalorigenik
Merangsang konsumsi O2 oleh jaringan yang aktif bermetabolisme.
Mempengaruhi
kekuatan
dan
ritme
pernapasan
sebagai
kompensasi tubuh terhadap kebutuhan O 2 dalam metabolisme.
C. Etiologi
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun, yang penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun diketahui beberapa faktor predisposisi, yang turut berperan dalam meningkatkan resiko penyakit Graves, yaitu: 1. Faktor Genetik Penyakit Graves bersifat familial. Keluarga yang memiliki riwayat penyakit Graves, lebih beresiko 15x daripada keluarga yang tidak memiliki riwayat. Ditemukan adanya kaitan dengan Human Leucocyte Antigen tertentu, terutama pada lokus B dan D kromosom 6, seperti HLA-B8 dan HLA-DR3 pada Ras
Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada Asia dan HLA-B17 pada orang kulit hitam.
2. Faktor Imunologi Defek pada limfosit Tsupressor (T s), sehingga memungkinkan T helper (T h) merangsang Limfosit B mengeluarkan autoantibodi tiroid. 3. Faktor Lingkungan a. Infeksi Bakteri Adanya infeksi bakteri gram negatif (E.colli, Yersinia) yang memiliki titik kesamaan antigen pada membran sel bakteri dengan reseptor TSH pada sel folikuler kelenjar tiroid akibat mutasi atau biomodifikasi obat dan zat kimia yang menjadi penyebab timbulnya autoantibodi yang mempromosi timbulnya penyakit Graves. Terjadinya reaksi silang dengan autoantigen pada kelenjar tiroid. b. Berat Badan Lahir Rendah Berat badan lahir
bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit
tertentu seperti penyakit jantung khronik. Kekurangan makanan selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan dewasa serta rendahnya berat thymus dan limpa mengakibatkan menurunnya sel T supresor. c. Asupan Iodine Asupan
yodium
yang
tinggi
dapat
meningkatkan
kadar
iodinated
immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid autoimun. Penyakit Graves lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium. d. Merokok Selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga mempengaruhi sistim imun. Merokok akan menginduksi aktivitas poliklonal sel B dan T, meningkatkan produksi IL-2, dan juga menstimulasi sumbu HPA. Merokok akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi oftalmopatia setelah pengobatan dengan lodium radioaktif. e. Obat-obatan, seperti Lithium
Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid autoimun.
D. Insiden
Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari Hipertiroid, kurang lebih 6090%. Wanita 5x lebih sering menderita Graves dibandingkan pria, dengan rentang usia 20-40 tahun, dengan rasio perbandingan 10:1. Hal ini dikarenakan subunit α TSH identik dengan subunit yang terdapat di FSH dan LH.
E. Patofisiologi
Penyakit grave merupakan kelainan autoimun. Kelenjar tiroid secara abnormal dirangsang oleh Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI). TSI merupakan antibodi yang diarahkan ke lokasi reseptor TSH dalam folikel thyroid. Antibodi ini merangsang reseptor Thyroid Stimulating Hormon (TSH) pada kelenjar tiroid dan menyebabkan aktivitas kelenjar tiroid yang berlebih sehingga produksi hormon tiroksin berlebih. Akibatnya,TSI menyerupai kerja TSH pada kelenjar tiroid. Pengendalian regulasi umpan-balik negatif normal pada TSH, tidak bekerja pada TSI sehingga kelenjar teroid menjadi aktif secara berlebih, menyebabkan produksi hormon tiroid berlebih.
Gambar Patogenesis Penyakit Graves Sumber : Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Keperawatan. 2009:hal.118
F. Manifestasi Klinis
Trias Penyakit Graves atau gejala yang khas berupa : 1. Hipertiroid atau tirotoxicosis (takikardi, atrium fibrilasi, tremor, badan menjadi kurus). 2. Eksopthalmus (bola mata keluar) 3. Goiter atau Struma simetris diffuse (pembesaran kelenjar tiroid) 4. Pretibial Mixedema (pembengkakan subcutan pada pergelangan kaki bawah bagian depan, eritema, mengkilat. Gejala lainnya dapat berupa keluhan diplopia, oftalmoplegia, retraksi bola mata, proptosis, kemosis, peka terhadap cahaya, mata berair, papiledema, ketajaman penglihatan berkurang, akropachi (jari tabuh) dan keluhan hipertiroidisme.
Gambar Manifestasi Klinis Penyakit Graves Sumber : Greenstein, Ben, Diana F. Wood. At a Glance Sistem Endokrin.2010
G. Test Diagnostik
1. Laboratorium a. Peningkatan level T3 dan T4 plasma. b. Penurunan level TSH hingga dibawah 0,1 μg/ml. c. Peningkatan uptake RadioAktif Iodine (I131). d. Peningkatan titer TSHR-Ab (N:titer <130% dari basal activity) 2. Penunjang Lainnya Jarang diperlukan dalam menegakan diagnosis penyakit Graves
H. Komplikasi
1. Thyroid Storm (Krisis Tiroid) Merupakan suatu kondsi hipermetabolik yang mengancam jiwa, ditandai demam tinggi, disfungsi sistem kardiovaskuler, sistem saraf, sistem saluran cerna. Awalnya timbul hipertiroidisme sebagai akibat peningkatan kadar hormon tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat. Thyroid Storm merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh
terhadap tirotoksikosis tersebut. Gambaran klinisnya distress berat, sesak napas, takikardia, hiperpireksia, lemah, bingung, delirium, muntah dan diare. 2. Gagal jantung
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Penyakit Graves bertujuan untuk menurunkan tingkat produksi hormon tiroid dan menghambat efek hormon tiroid yang berlebihan. 1. Preparat Radioaktif Iodine (I131) Merupakan isotop radioaktif iodium yang stabil. Preparat ini, secara kimia serupa dengan iodium, bedanya memiliki sifat radioaktif. Setelah diberikan per oral, preparat RAI ini akan diambil oleh kelenjar tiroid dan terkonsentrasi di dalamnya, sehingga emisi partikel β radioaktif menghancurkan jaringan tiroid. Kerusakan pada jaringan lain hanya sedikit, dikarenakan partikel β tidak keluar dari kelenjar tiroid. Akan terjadi hipotiroid bila kelenjar tiroid yang dihancurkan terlalu banyak. 2. Pembedahan Pembedahan yang dilakukan berupa Thyroidectomi Subtotal bila struma menjadi sangat besar, sehingga arteri leher atau batang tenggorokan menjadi tersumbat, tetapi hanya sebagian struma yang dikeluarkan. Kelenjar yang masih tersisa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon tiroid, sehingga tidak diperlukan adanya terapi pengganti hormon. Untuk mempermudah pembedahan, 1-2 minggu sebelum pembedahan diberi therapi dengan iodida dan atau tiroistatika, dengan tujuan mengurangi vaskularisasi tiroid dan memadatkan konsistensi tiroid. Pembedahan Total dilakukan pada kasus kanker kelenjar tiroid. Pembedahan dilakukan bila OAT atau therapi RAI tidak dapat mengatasi gejala, merusak kelenjar paratiroid dan saraf ke laring. 3. Obat-obatan a. Terapi Tunggal = Obat Anti Tiroid Hanya menggunakan Golongan Tionamid, yaitu Tiourasil dan Imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol, karbimazol dan tiamazol yang isinya sama dengan metimazol. Pada penderita Graves, pertama kali diberikan OAT dalam dosis tinggi, yaitu PTU 300-600mg/hari atau Metimazole 40-45mg/hari.
Untuk pengobatan hipertiroidismenya paling sering menggunakan obat antitiroid. Indikasinya mengurangi aktivitas tiroid dengan cara mengurangi produksi hormonnya. Akan tetapi, bila penggunaan obat ini dihentikan, dapat terjadinya residif. b. Terapi Kombinasi Tionamida dan Tiroksin sering dijadikan terapi kombinasi. Indikasinya mencegah hiperplasia dan resiko hipotiroidisme. Tionamida diberikan terlebih dahulu baru tiroksin. Penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. c. Golongan Beta Blocker Propanolol 10-40mg setiap 6 jam untuk mengontrol takikardia, HT, fibrilasi atrial melalui blokadenya pada reseptor β adrenergik. d. Obat Glukokortikoid (Prednison 40-80mg/hari), dosis diturunkan secara bertahap, paling tidak selama 3 bulan.
J. Asuhan Keperawatan Penyakit Graves
1. Pengkajian a. Data Demografi Yang penting untuk dikaji adalah usia dan jenis kelamin. b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat keluarga dengan faktor genetik penyakir Graves. 2) Riwayat kesehatan sekarang ; riwayat penyakit tiroid yang dialami, infeksi, riwayat penggunaan obat-obatan seperti, lithium dan merokok.
3) Riwayat sosial ekonomi; kemampuan memelihara kesehatan, konsumsi dan pola makan, porsi makan. c. Keluhan utama 1) Kaji yang berhubungan dengan hipermetabolisme
a) Penurunan berat badan meskipun porsi makan banyak. b) Peningkatan suhu tubuh c) Kelelahan 2) Kaji yang berhubungan dengan aktivitas
a) Cepat lelah
b) Intoleran aktivitas c) Tremor d) Insomnia 3) Kaji yang berhubungan dengan gangguan persarafan
a) Iritabilitas b) Emosi tidak setabil seperti cemas, mudah tersinggung 4) Kaji yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
a) Gangguan tajam penglihatan b) Pandangan ganda 5) Kaji yang berhubungan dengan gangguan seksual
a) Amenorrhea, mens tidak teratur b) Menurunnya libido c) Menurunnya perkembangan fungsi seksual d) Impoten 6) Kaji yang berhubungan dengan penyakit graves a) Eksoftalmus b) Pembesaran kelenjar tiroid 7) Pengkajian psikososial Pasien dengan hipertiroid biasanya menampakkan suasana hati yang tidak stabil, penurunan terhadap perhatian. Sering juga didapatkan gangguan tidur.
8) Pemeriksaan fisik a) Observasi dan pemeriksaan kelenjar tiroid Observasi ukuran dan kesimetrisan pada goiter pembesaran dapat terjadi empat kali dari ukuran normal. Palpasi kelenjar tiroid dan kaji adanya massa atau pembesaran. Auskultasi adanya “bruit”. b) Observasi adanya bola mata yang menonjol karena edema pada otot ektraokuler dan peningkatan jaringan di bawah mata. Penekanan pada saraf
mata
dapat
mengakibatkan
kerusakan
pandangan
seperti
penglihatan ganda, tajam penglihatan. Adanya iritasi mata karena kesulitan menutup mata secara sempurna.
c) Pemeriksaan jantung, komplikasi yang sering timbul pada hipertiroid adalah gangguan jantung seperti kardioditis dan gagal jantung. Oleh kerenanya pemeriksaan jantung perlu dilakukan seperti tekanan darah, takhikardia, disritmia, bunyi jantung, pembesaran jantung. d) Muskuloskletetal, biasanya ditemukan adanya kelemahan otot, hiperaktif pada reflex tendon tremor, iritabilitas.
2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Hipermetaboliosme
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Intervensi keperawatan
Rasional
1. Observasi, catat pola Dengan mengetahui pola konsumsi makanan pasien, konsumsi makanan.
perawat
dapat
menentukan
langkah-langkah
untuk
mempertahankan status gizi yang memadai 2. Timbang BB klien
Kemampuan untuk memenuhi metabolisme, disesuaikan
setiap
hari,
pada berdasarkan banyaknya kehilangan BB. Pemantauan se cara
waktu
yang
sama berkala, diperlukan untuk mendeteksi penurunan BB lebih
dan catat hasilnya. 3. Berikan
lanjut
makanan Hipertiroidisme
menyebabakan
peningkatan
laju
Tinggi Kalori Tinggi
metabolisme, sehingga membutuhkan asupan nutrisi dalam
Protein
jumlah yang tinggi untuk mencegah pemecahan otot dan penurunan berat badan. Kehilangan BB lebih dari 10%17% membutuhkan hingga 4000 kcal.
4. Berikan snack atau Dengan memberikan makanan tambahan diantara waktu makanan tambahan makan, diharapkan dapat mempertahankan asupan kalori seperti juice buah-
yang memadai.
buahan segar 5. Kolaborasi ahli gizi
dengan
Dengan berkonsultasi dengan ahli gizi, pasien dapat mengetahui
jenis
makanan
yang
dikonsumsi
mempertahankan kebutuhan nutrisi yang memadai.
untuk
b. Gangguan Persepsi Sensori : Penglihatan b.d edema retro-orbital yang menekan saraf optic dan memendeknya otot mata sebagai akibat dari optalmopati graves.
Tujuan : klien tidak mengalami kehilangan penglihatan yang lebih buruk Intervensi 1. Observasi
aktivitas
Rasional
visual,
fotopobia,
Terjadinya
hipertiroidisme
keutuhan kornea dan penutupan kelopak
menyebabkan kesulitan dalam fokus
mata.
penglihatan
sehingga
terjadi
gangguan penglihatan. 2. Ajarkan teknik-teknik melindungi mata
Dengan
melakukan
tindakan
dari cedera dan menjaga ketajaman visual,
tersebut, dapat menurunkan resiko
seperti :
cedera,
- Gunakan kacamata rayben bila terjadi
mengurangi
potopobia
sehingga
- Kompres mata dengan sterile water
memberikan
kenyamanan,
edema
periorbital
meminimalkan
resiko
kehilangan penglihatan lebih lanjut.
- Gunakan plester non alergi, bila saat tidur
kelopak
mata
tidak
menutup
sempurna - Tidur dengan posisi kepala ditinggikan 3. Kolaborasi
dengan
dokter
untuk
pemberian obat steroid atau diuretik
Pemberian obat steroid dan diuretik bertujuan untuk mengurangi edema orbital
c. Resiko Penurunan Curah Jantung b.d Peningkatan laju dan stroke volume sehingga waktu pengisian diastolik menurun.
Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung dan fungsi jantung kembali normal Intervensi
Rasional
1. Observasi TD, Nadi, RR,
Peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan
Suhu dan auskultasi bunyi
meningkatnya laju jantung, stroke volume dan
jantung tiap 4 jam
kebutuhan
jaringan
akan
oksigen
menyebabkan tekanan pada jantung
sehingga
2. Observasi edema perifer, Adanya edema perifer dan distensi vena jugular distensi vena jugular
merupakan hasil dari hipertensi, aritmia, takikardia dan CHF
3. Ciptakan
suasana Lingkungan
fisik
yang
nyaman
dan
suasana
lingkungan yang tenang psikologis yang tenang dapat mengurangi rangsangan dan bebas dari gangguan
stress
4. Ajarkan tindakan relaksasi Dengan
adanya
stress
yang
meningkat,
dan beri penjelasan tiap
mengakibatkan meningkatnya kadar katekolamin
intervensi yang dilakukan
sehingga meningkatkan beban kerja jantung
untuk mengurangi stress 5. Bantu
klien
menyeimbangkan waktu
aktivitas
untuk
antara pengeluaran energi dan kebutuhan jaringan dalam dan penggunaan
istirahat
oksigen,
mengurangi
beban
kerja
jantung
6. Kolaborasi dengan dokter untuk
Dengan adanya waktu istirahat dapat mengurangi
pemberian
seperti Thionamide
OAT
Dengan diberikannya Obat Anti Tiroid, pembentukan hormon
tiroid
dapat
dihambat,
sehingga
perangsangan terhadap jantung dapat ditekan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun yang tidak dapat diketahui secara pasti penyebabnya, kapan remisinya tercapai dan membutuhkan penekanan proses autoimun secara terus menerus. Oleh karena itu, pengelolaan penyakit Graves ini memerlukan evaluasi teratur dan kerjasama dokter dengan pasien, -termasuk ketaatan pasien minum obat-, sehingga tujuan pengobatan dapat dicapai.
B. Saran Adanya keterbatasan penulis dalam mencari buku sumber, oleh karena itu penulis menyarankan agar menyediakan literatur terbaru dan terkini mengenai penyakit Graves pada perpustakaan STIKES Santo Borromeus
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester. 2009. Patofisiologi : Aplikasi Pada Keperawatan. Jakarta: EGC Greenstein, Ben, Diana F. Wood. 2010. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta: Erlangga Ignatavicius, Donna D. 2010. Medical Surgical Nursing. Vol 2. Ohio: Saunders Lemon, Priscilla & Karen Burke. 2004. Medical Surgical Nursing:Critical Thinking in Client Care. New Jersey: Pearson Education Merkle, Carrie J. 2005. Handbook of Pathophysiology. USA: Lippincott Williams & Wilkins Munson, Carol. 2005. Pathophysiology: Reference for Nurses. USA: Lippincott Williams & Wilkins Rumahorbo, Hotma. 2000. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC Saputra, Lyndon. 2014. Sinopsis Organ Sistem Endokrinologi. Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group Saputra, Lyndon. 2014. Buku Ajar Patofisiologi Klinik . Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Medika Weetman, AP. 2005.
Grave’s Disease.
England: New England J. Medical
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC