GOITER
NAMA KELOMPOK V :
1.
I PUTU AGUS INDRA SAPUTRA
1002055
2.
FETI KURNIAWATI
1002045
3.
ERLY PE LEBA
1002039
4.
ELISABETH WM WEDE
1002035
5.
NINDY YULIANA RIZKI
1002078
6.
ARNOLD LIBERTO MOUWLAKA
1002007
7.
ICHANA DESSI INDRATRI YANTI
1002056
8.
SELFA EFFIE DAMARA
1002093
9.
WAHYU PINANGGIH JATI NUGROHO
1002106
10.
CATUR DESI ARI ASIH
1002015
11.
CHRISTIN MARTHA SALLAY
1002018
STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Goiter merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, s uatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Goiter mungkin membesar secara difus dan atau bernodula. Goiter merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik. Goitrogenik sporadic dapat disebabkan factor genetic atau karena obat (iatrogenic) antara lain metal atau propiltiourasil ( PTU ), tolbutamid, sulfaguanidin, PAS dan lain-lain. Penyakit goiter merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh perawat. Sebagai mahasiswa keperawatan, harus memiliki pemahaman dan penguasaan dalam menangani penyakit goiter. Makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami penyakit goiter.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid disebut juga struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia Pembesaran ini dapat memiliki fungsi kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal. (Rahza, 2010) Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter. Goiter dapat menyertai hipo maupun hiperfungsi tiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut giter non-toksik. (Tambayong, 2000) Gondok adalah suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang abnormal dan penyebabnya bisa memproduksi
bermacam-macam,
hormon
tiroid
yang
dimana berfungsi
kelenjar
tiroid
mengontrol
diperlukan untuk
metabolisme
tubuh,
keseimbangan tubuh dan pertumbuhan perkembangan yang normal.
B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3).
Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang dinamakan isthmus atau ismus). Setiap lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur perkembangan embriologi tiroid.
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan
T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2. T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah. Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH ( thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan
oleh
hipotalamus
yang
kemudian
merangsang
kelenjar
pituitari
mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4. Adapun struktur tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang dibatasi oleh epitelium silinder disatukan oleh jaringan ikat sel-selnya mengeluarkan sera. Adapun fungsi kelenjar tiroid adalah:
1.
Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
2.
Mengatur pengguanaan oksidasi
3.
Mengatur pengeluaran karbondioksida
4.
Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
5.
Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.
C. Etiologi
Berbagai faktor diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi yodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma. Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh
rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyebab Goiter adalah:
1. Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik pada jaringan tersebut). 2.
Tiroiditis Hasimoto’s
juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi
yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. 3. Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah gondok. 4. Penyebab tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme. Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid. 5. Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari kecacatan dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid 6. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
7. Multinodular Gondok. Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali terdeteksi. 8. Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5 persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan merupakan resiko terhadap kanker. Karsinoma
tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid. 9. Kehamilan Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu gonadotropin dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
10. Kurang iodium dalam diet, sehingga kinerja kelenjar tiroid berkurang dan menyebabkan pembengkakan. Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacammacam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya: a. Choroid b. Ciliary body c. Kelenjar mammae d. Plasenta e. Kelenjar air ludah f. Mukosa lambung g. Intenstinum tenue h. Kelenjar gondok
Sebagian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan mengidap penyakit gondok.
D. Klasifikasi
1.
Goiter kongenital Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
2.
Goiter endemik dan kretinisme Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut.
3.
Goiter sporadis Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : a.
Goiter yodium Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
b.
Goiter sederhana (Goiter kollot) Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epit el pipih.
c.
Goiter multinodular Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
4.
Goiter intratrakea Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
1.
Stadium O – A : tidak ada goiter.
2.
Stadium O – B
: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun
leher terekstensi penuh. 3.
Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.
4.
Stadium II : goiter terlihat pada leher dalam Potersi.
5.
Stadium III
: goiter yang besar terlihat dari Darun.
E. Manifestasi Klinis
Gejala utama : 1.
Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
2.
Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3.
Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan).
4.
Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5.
Suara serak.
6.
Distensi vena leher.
7.
Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
8.
Kelainan fisik (asimetris leher)
Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya : 1.
Tingkat peningkatan denyut nadi
2.
Detak jantung cepat
3.
Diare, mual, muntah
4.
Berkeringat tanpa latihan
5.
Goncangan
6.
Agitasi
F.
Patofisiologi Dan WOC
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel i nflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang. Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens. Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin. Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien. (Rahza, 2010)
WOC
Defisinsi yodium
Tiroiditis Hasimoto’s
Kanker Tiroid
Multinodular gondok
Penyakit Graves
Kehamilan
Tiroiditis
Kondisi Autoimun Peradangan
Gangguan hormon
Hi er lasi sel
Hiperplasi sel
Hi er lasi sel Produksi Hormon
Ban ak nodul
Menghasilkan TSI
Kerusakan kel. Tiroid
Inflamasi
Merangsang kel. Tiroid
Metastasis Hipotiroid
Hormon Nodul Berkembang
Sinyal ke TSH
Hipertiroid
TSH
Hiperplasi kelen ar tiroid
Menekan Esofagus
Disfagia
Nutrisi kurang dari kebutuhan
GOITER Menekan Trakea
Pembesaran tampak diluar
Sesak, kesulitan bernafas Men Pola Nafas Tidak efektif
an
u enam ilan
Gangguan citra tubuh
Pembesaran kel Tiroid
G. Penatalaksanaan
Perawatan akan tergantung pada penyebab gondok. 1.
Defisiensi Yodium Gondok disebabkan kekurangan yodium dalam makanan maka akan diberikan suplementasi yodium melalui mulut. Hal ini akan menyebabkan penurunan ukuran gondok, tapi sering gondok tidak akan benar-benar menyelesaikan.
2.
Hashimoto Tiroiditis Jika gondok disebabkan Hashimoto tiroiditis dan hipotiroid, maka akan diberikan suplemen hormon tiroid sebagai pil setiap hari. Perawatan ini akan mengembalikan tingkat hormon tiroid normal, tetapi biasanya tidak membuat gondok benar-benar hilang. Walaupun gondok juga bisa lebih kecil, kadangkadang ada terlalu banyak bekas luka di kelenjar yang memungkinkan untuk mendapatkan gondok yang jauh lebih kecil. Namun, pengobatan hormon tiroid biasanya akan mencegah bertambah besar.
3.
Hipertiroidisme Jika gondok karena hipertiroidisme, perawatan akan tergantung pada penyebab hipertiroidisme. Untuk beberapa penyebab hipertiroidisme, perawatan dapat menyebabkan hilangnya gondok. Misalnya, pengobatan penyakit Graves dengan yodium radioaktif biasanya menyebabkan penurunan atau hilangnya gondok. Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). a. Obat antitiroid Indikasi :
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
Persiapan tiroidektomi
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
b.
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltourasil
300-600
5-200
Pengobatan dengan yodium radioaktif Indikasi :
c.
Pasien umur 35 tahun atau lebih
Hipertiroidisme yang kambuh
Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Operasi Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :
Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Multinodular
H. Pencegahan
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah: 1.
Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.
2.
Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau.
3.
Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak,
tidak
dianjurkan
memberikan
garam
sebelum
memasak
untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan. 4.
Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk ketergantungan goiter kongenital.
5.
Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
6.
Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.
7.
Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
8.
Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.
I.
Prognosis
Penyakit Goiter umumnya prognosis baik, karena bukan merupakan / termasuk golongan penyakit yang mematikan. Namun dengan pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi dapat menghambat jalan nafas dan jalan masuknya makanan yang bisa menimbulkan efek yang berbahaya sehingga harus segera dilakukan operasi pengangkatan kelenjar tiroid
J.
Komplikasi
1. Pembesaran kelenjar tiroid 2. Perdarahan Gastro Intestinal 3. Sesak nafas
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data Anamnesa didapat : a. Identifikasi klien. Mualai dari nama, alamat, status , dan pekerjaan Klien. b. Keluhan utama klien Pada klien hipothyroid keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah adanya benjolan pada leher bagian depan. c. Riwayat penyakit sekarang Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan sulit menelan dan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi. d. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya kekurangan yodium (gondok endemik), pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok. Selain itu juga ditanyakan riwayat tiroiditis limfositik menahun, paparan bahan bahan
goitrogen
(yodium,
tiourasil,
dsb),
post
op
tiroidektomi,
dan
hipopituitarisme. e. Riwayat kesehatan keluarga Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini. f. Riwayat psikososial Akibat dari pembesaran nodul kelenjar tiroid yang menyebabkan daerah leher klien terlihat benjolan yang besar, sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain. 2. Pemeriksaan fisik a. B1 (Breath) 1) Pernapasan lambat 2) suara parau dan kasar. 3) sesak
b. B2 (Blood) 1) Nadi lambat 2) Tekanan darah turun 3) RR lambat 4) Suhu rendah c. B3 (Bladder) : Poliuri d. B4 (Brain) 1)
Komposmentis
2)
Gangguan koordinasi
e. B5 (Bowel) 1)
Konstipasi
2)
Disphagia
f. B6 (Bone) 1)
Kelemahan otot
2)
Parasthesia jari – jari tangan
3)
Kelelahan dan atrofi otot
3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan penunjang 1)
Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
2)
Kadar T3, T4
3) Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11Darah rutin 4)
Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara – 10s/d +15
5)
Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler).
b. Pemeriksaan radiologis 1)
Dilakukan foto thorak posterior anterior
2)
Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig .
3)
Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke esofagus.
B. Analisa Data Data
Etiologi
DS :
efisiensi yodium
- Pasien mengeluh sesak
Masalah keperawatan
Pola nafas inefektif
ipotiroid SH terstimulasi
DO:
iperplasi kelenjar tiroid
- Penggunaan otot bantu nafas
embesaran kelenjar tiroid rakea tertekan
- Pasien gelisah - RR > 20x menit - Ekspansi dada asimetsis DS: -
-
efisiensi yodium
Ketisakseimbangan
Pasien merasa sakit
ipotiroid
Nutrisi Kurang dari
ketika menelan
SH terstimulasi
Kebutuhan
Pasien
tidak
nafsu
makan
iperplasi kelenjar tiroid embesaran kelenjar tiroid sofagus tertekan
DO : A : BB Turun B : Albumin < 3,5 g/dL C : Pasien lemah D : Porsi makan tidak habis DS : -
oiter Pasien merasa malu
Gangguan Citra diri
embesaran kelenjar tiroid embesaran pada leher
DO : -
angguan citra tubuh Tampak pembesaran pada leher depan
DS : -
oiter Pasien
bingung
dengan
keadaan
dirinya
urang informasi
Kurang pengetahuan
DO : -
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher, penekanan trakhea. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan 3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya coping individu, adanya pembesaran pada leher 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
D. Intervensi
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya pembesaran jaringan pada leher, penekanan trakhea. Tujuan
: Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil : Dalam 3x 24 jam, pasien RR= 16-20x/ menit Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas Ekspansi dada simetris Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
No
1
Intervensi
Rasional
Pantau frekwensi pernafasan , Untuk kedalaman, dan kerja pernafasan Waspadakan klien agar leher
2
tidak
tertekuk/posisikan
semi
ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat
3 4
Ajari klien latihan nafas dalam Persiapkan diperlukan.
operasi
mengetahui
adanya
gangguan pernafasan pada pasien Menghindari penekanan pada jalan nafas
untuk
meminimalkan
penyempitan jalan nafas Untuk menstabilkan pola nafas
bila Operasi
diperlukan
memperbaiki kondisi pasien
untuk
2. Ketidaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan Tujuan
: Menunjukkan status gizi pasien yang adekuat
Kriteria Hasil : dalam 3x24 jam, pasien menunjukkan BB normal Albumin normal 3,5-5 mg/dL Peningkatan nafsu makan No
Intervensi
Rasional
Kaji adanya kesulitan menelan, 1
selera makan, kelemahan umum dan
munculnya
mual
dan
muntah.
kesulitan menelan, selera makan, kelemahan umum dan munculnya mual dan muntah adalah factor yang menentukan asupan makan pasien
Pantau masukan makanan setiap 2
hari dan timbang berat bada setiap hari serta laporkan adanya
Mengetahui status nutrisi pasien
penurunan. Dorong klien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan 3
juga beri makanan lunak, dengan menggunakan makanan tinggi
Mempermudah
pasien
menelan
makanan
kalori yang mudah dicerna. 4
Beri/tawarkan kesukaan klien. Kolaborasi
5
makanan
dengan
: ahli
Meningkatkan nafsu makan pasien
konsultasikan gizi
untuk Mencukupi nutrisi sesuai yang
memberikan diet tinggi kalori,
dibutuhkan pasien
protein, karbohidrat dan vitamin.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tidak efektifnya coping individu, adanya pembesaran pada leher Tujuan
: menunjukkan peningkatan harga diri
Kriteria Hasil : Dalam 3x24 jam, pasien menunjukkan
Penerimaan diri secara verbal Mengerti akan kekuatan diri Melakukan perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri No
Intervensi
Pantau
1
2
tingkat
Rasional
perubahan
Mengetahui
kopping
rentang harga diri rendah
pasien
Pastikan tujuan tindakan yang
Meningkatkan
kita lakukan adalah realistis
percaya dengan pasien
individu
hubungan
saling
Sampaikan hal-hal yang positif secara
mutlak
untuk
klien,
tingkatkan pemahaman tentang
3
penerimaan anda pada pasien
Meningkatkan harga diri pasien
sebagai seorang individu yang berharga. Diskusikan masa depan klien, bantu klien dalam menetapkan Membantu klien menentukan masa
4
tujuan-tujuan jangka pendek dan
depan yang diinginkan
panjang.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. Tujuan
: Menunjukkan peningkatan pengetahuan klien
Kriteria Hasil : Dalam 2x24 jam, pasien Mengikuti pengobatan yang disarankan Peningkatan pengetahuan pasien Dapat menghindari sumber stress
No
1
Intervensi
Rasional
Berikan informasi yang tepat dengan keadaan individu Identifikasi sumber stress dan
2
diskusikan faktor pencetus krisis tiroid
yang
terjadi,
seperti
Meningkatkan pengetahuan pasien
Agar
pasien
sumber stress
bisa
menghindari
orang/sosial, pekerjaan, infeksi, kehamilan Berikan informasi tentang tanda 3
dan gejala dari penyakit gondok serta penyebabnya
4
Diskusikan
mengenai
terapi
obat-obatan
termasuk
juga
ketaatan
terhadap
pengobatan
dan tujuan terapi serta efek samping obat tersebut
Dapat
mengidentifikasi
gejala
awal dari gondok
Pasien bisa mengikuti terapi yang disarankan
E. Jurnal Terkait
Hubungan Riwayat Paparan Pestisida Dengan Kejadian Goiter Pada Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Abstract
Latar belakang, pestisida merupakan obat-obatan atau senyawa yang bersifat racun, digunakan untuk membasmi jasad pengganggu tanaman, baik hama, penyakit maupun gulma. Penggunaan pestisida yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif. Dampak buruk dari pestisida ini dapat bersifat akut maupun kronis. Keracunan pestisda yang bersifat sistemis dapat menyerang sistem syaraf, hati, sistem kekebalan dan keseimbangan hormonal. Hasil pemeriksaan pada petani di Kecamatan Ngablak didapat hasil 98 % mengalami keracunan pestisida.Hasil studi menunjukan bahwa 17,5% petani hortikultura di Kecamatan Ngablak mengalami goiter. Tujuan, mengetahui hubungan riwayat paparan pestisida dengan kejadian goiter pada petani hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Metode, penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan 68 kasus dan 68 kontrol. Varibel yang diteliti adalah : umur, tingkat pendidikan, masa kerja, lama kerja per hari, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, posisi petani terhadap arah angin dan penggunaan alat pelindung diri. Hasil penelitian, menunjukan bahwa variabel yang memberikan hasil bermakna adalah : Umur (OR = 3,83; CI 95% = 1,88 – 7,81),
Masa Kerja (OR = 12, 79; CI 95% = 2,85 – 57,53), Lama Kerja per Hari (OR = 2,47;
CI 95% = 1,16 – 5,23), Jenis Pestisida (OR = 5,86; CI 95% = 2,73 – 12,56), Dosis Pestisida (OR = 2,96; CI 95% = 1,37 – 6,42), Frekuensi Penyemprotan (OR = 4,69; CI 95% = 2,28 – 9,69), Posisi petani terhadap Arah Angin (OR = 3,07; CI 95% = 1,39 – 6,77), Penggunaan Alat Pelindung Diri (OR = 3,18; CI 95% = 1,57 – 6,41). Kesimpulan, faktor risiko masa kerja petani, lama kerja per hari, jenis pestisida, frekuensi
penyemprotan, posisi terhadap arah angin, dan penggunaan alat pelindung diri berpengaruh terhadap kejadian goiter dengan probabilitas sebesar 33,78%. Saran, perlunya perbaikan praktek sehari-hari yang berkaitan dengan penggunaan pestisida Background,
http://jurnalskripsikita.blogspot.com/2011/06/hubungan-riwayat-paparan-pestisida.html
F.
Daftar Pustaka
1.
Bruner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
2.
Syafudin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan,. Jakarta :EGC
3.
Sylvia A. Price, Dkk. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.
4.
Doenges Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. J akarta: EGC
5.
Guyton, Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. J akarta: EGC
6.
Santoso, Agung. 2009. Asuhan Keperawatan Pasien Struma. Disitasi dari http://nersgoeng.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-struma.html. pada tanggal 19 April 2010
7.
http://www.scribd.com/doc/92819549/Goiter
8.
http://yudithaadiningsih.blogspot.com/2011/07/askep-goiter.html