BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2011). Indonesia melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Jumlah J umlah pasien di Surabaya (26,5%), Pasien Pasie n lakilaki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%) (Wahab, 2000). Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat f atal (Wahab, 2000). Glomerulonefritis dapat menyebabkan terjadinya nefrotik sindrom. Neprotik Syndrome merupakan kumpulan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001). Insiden lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, prognosis dan mortalitas bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan. Insiden sindrom nefrotik pada anak di hongkong dilaporkan
2-4 kasus per per 100.000 anak
1
pertahun, di negara berkembang dilaporkan insidennya lebih tinggi di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak pertahun (Putri, 2009). 1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Definisi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik ?
2.
Bagaimana Klasifikasi dari Nefrotik Syndrom ?
3.
Bagaimana Etiologi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
4.
Bagaimana Patofisiologi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
5.
Bagaimana Manifestasi Klinis dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada pada Anak ?
6.
Bagaimana Komplikasi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
7.
Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
8.
Bagaimana Penatalaksanaan dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada pada Anak ?
9.
Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik Kronik 2. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Nefrotik Syndrom 3. Untuk Mengetahui Etiologi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak 4. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Nefrotik Nefr otik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak 5. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak
2
pertahun, di negara berkembang dilaporkan insidennya lebih tinggi di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak pertahun (Putri, 2009). 1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Definisi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik ?
2.
Bagaimana Klasifikasi dari Nefrotik Syndrom ?
3.
Bagaimana Etiologi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
4.
Bagaimana Patofisiologi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
5.
Bagaimana Manifestasi Klinis dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada pada Anak ?
6.
Bagaimana Komplikasi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
7.
Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
8.
Bagaimana Penatalaksanaan dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada pada Anak ?
9.
Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik Kronik 2. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Nefrotik Syndrom 3. Untuk Mengetahui Etiologi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak 4. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Nefrotik Nefr otik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak 5. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak
2
6. Untuk Mengetahui Komplikasi dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak 7. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak 8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ? 9. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan dari Nefrotik Syndrom, Syndrom Nefrotik Akut dan Glomerulonefritis Kronik pada Anak ?
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Nefrotik Syndrom (NS)
Sindrom Nefrotik yaitu bukanlah penyakit glomerular tertentu tetapi sekelompok temuan klinis anatara lain; peningkatan ditandai protein (terutama albumin)
dalam
urin
(proteinuria), Penurunan
albumin
dalam
darah
(hipoalbuminemia), Edema, serum kolesterol tinggi dan low-density lipoprotein (hiperlipidemia) (Brunner & Suddarth’s, 2007). Sindrom Nefrotik adalah gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular
yang
terjadi
pada
anak
dengan
karakteristik
:
proteinurea,
hypoproteinurea, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema.
2.1.2Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik: a. Sindrom
Nefrotik
Lesi
Minimal
(
MCNS
: Minimal Change Nephrotic Syndrome). Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya. b. Sindrom Nefrotik Sekunder Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif. c. Sindrom Nefrotik Kongenital Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
4
dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
2.1.2 Etiologi
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi: a. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. b. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh: 1. Malaria kuartona atau parasit lainnya 2. Penyakit
kolagen
seperti
lupus
eritematosus
diseminata,
purpura
anafilaktoid 3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis 4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa 5. Amiloidosis,
penyakit
sel
sabit,
hiperprolinemia,
nefritis
membranoproliferatif hipokomple mentatik c. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya atau juga disebut sindrom nefrotik bawaan) Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron. Ada 4 golongan sindrom nefrotik primer antara lain: 1. Kelainan minimal a) Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal b) Mikroskop elektron tampak foot prosessus sel epitel berpadu c) Dengan
cara
imunofluoressin
ternyata
tidak
terdapat
IgG
atau
immunoglobulin beta-IC pada bidang kapiler glomerulus
5
d) Prognosis lebih baik 2. Nefropati membranosa a) Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang terbesa r tanpa proliferasi sel b) Prognisis kurang baik 3. Glomerulonefritik Poliferatif a) Eslidatif difus terdapat proliferasi sel mesangial dan infaltrasi sel infiltrasi sel polimorfonukleus, prognosis jarang baik tetapi kadang-kadang penyembuhan setelah pengobatan yang lama b) Penebalan batang lobural (lobural stalk thickening) terdapat proliferasi sel mesangial yang terbesar dan penebalan batang lonural c) Bulan sabit didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular 1 dan visceral, prognosis buruk d) Glomeruloneferitis membranoproliferatif, proliferasi sel mesangial dan penempatan fibratian yang menyerupai membran basalis di mesangium e) Prognosis tidak baik 4. Glomerulosklerosis Fokal Segmental Pada kelainan ini mencolok sclerosis glomerulus sering disertai atropi tubulus prognosis buruk
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema.Hilangnya protein dari rongga vaskuler menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen.Penurunan volume cairan vaskuler menstimulasi system renin – angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi tubular terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema.Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi
6
karena penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari koagulasi protein.Kehilangan immunoglobulin pada urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan terhadapinfeksi.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Hidayat (2006), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai berikut : terdapat adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat badan meningkat, edema periorbital, edema fasial, asites, distensi abdomen, penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu makan menurun, dan kepucatan.
2.1.5 Komplikasi
1) Gagal ginjal akut. 2) Tromboembolisme (terutama vena renal). 3) Emboli pulmoner. 4) Peningkatan terjadinya aterosklerosis. 5) Infeksi (akibat defisiensi respon imun). 6) Malnutrisi
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Uji Urine a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuria b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria d. Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji Darah a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl) b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450-1000 mg/dl) c. Kadar trigliserid serum : meningkat
7
d. Kadar haemoglobin dan hematokrit : meningkat e. Hitung trombosit : ( mencapai 500.000-1.000.000/ul) f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan 3. Uji Diagnostic Biopsi ginjal 2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik mencakup 1. Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapahari. 2. Penggantian protein (albumin dari makanan atauintravena) 3. Penguranganedema a. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakaan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular, pembentukan trombus, dan atau ketidakseimbanganelektrolit) b. Pembatasan natrium (mengurangiedema) 4. Mempertahankan keseimbanganelektrolit 5. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi
ketidaknyamanan
yang berhubungan
dengan edema dan terapiinvasif) 6. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agenslain) 7. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk anak yang gagal berespons terhadapsteroid.
8
Web of caution nefrotik sindrom Etiologi : - Autoimun - Pembagian secara umum
Glomerulus
Permiabilitas glomerulus
Sistem imun menurun
Porteinuria masif MK : Resiko tinggi infeksi
Hipoproteinemia Hipoalbumin
Hipovolemia
Tekanan onkotik plasma
Volume
Sekresi
Sintesa protein hepas
Hiperlipidemia
plasma
ADH
Malnutrisi Retensi natrium renal Reabsorbsi air dan Edema
natrium
MK : Nutrisi Kurang dr kebt tubuh
Efusi pleura MK : Kelebihan volume cairan
Sesak
Penatalaksanaan Hospitalisasi
2 MK : Kecemasan
MK : Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program perawatan
9
2.2 Pengertian Sindrom Nefrotik Akut (NSA)
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast , oligouria, dan hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut. Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut (GNA).GNA ini adalah suatu istilah yang sifatnya lebih umum dan lebih menggambarkan proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik. Jadi, SNA merupakan istilah yang bersifat klinik dan GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik.
2.2.1 Etiologi 1. Faktor Infeksi
a. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus (Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan).
Kasus
seperti
ini
disebut
glomerulonefritis
pasca
streptokokus.Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.Gumpalan
ini
membungkus
selaput
glomeruli
dan
mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (ratarata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.
b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain :endokarditis bakterialis subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit, penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit :Toxoplasma gondii, filariasis, dll
2. Penyakit multisistemik , antara lain :
a. Lupus Eritematosus Sistemik
10
b. Purpura Henoch Schonlein ( PHS )
3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain :
a. Nefropati IgA
2.2.2 Patofisiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya
kuman
meningkatnya
streptococcus
titer
anti-
beta
hemoliticus
streptolisin
pada
golongan serum
A,
dan
penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi
terjadinya
glomerulonefritis
akut
setelah
infeksi
kuman
streptococcus.Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti.Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis.Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut.Selanjutnya terbentuk komplek
imun
dalam
sirkulasi
darah
yang
kemudian
mengendap
di
ginjal.Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
terjadi
cascade
dari
sistem
komplemen.
Pada
pemeriksaan
11
imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi. Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial. Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut 1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal. Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya : 1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
12
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas,
rhonkhi,
kardiomegali),
azotemia,
hiperkreatinemia,
asidemia,
hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun. 3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun
disamping
timbulnya
hipertensi.
Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi. 2.2.3 Manifestasi Klinis
SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat.Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat.Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise.Gejalanya :
Onset akut (kurang dari 7 hari)
Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30% ditemukan pada anak-anak.
Oliguria
Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa ditemukan sedang sampai berat.
Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
13
Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Gejala lain yang mungkin muncul :
Pengelihatan kabur
Batuk berdahak
Penurunan kesadaran
Malaise
Sesak napas
Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan swab’ dapat
‘throat swab’ atau ‘skin
ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan
lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung ).
2.2.4 Komplikasi 1. Fase Akut :
Komplikasi
utamanya
adalah
Gagal
Ginjal
Akut.
Meskipun
perkembangan ke arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis Akut tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat.(6)
Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem saraf pusat dan kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi berat, encephalopati, dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain :
14
1. Retinopati hipertensi 2. Encephalopati hipertensif 3. Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload ) 4. Edema Paru 5. Glomerulonefritis progresif 2. Jangka Panjang:
1. Abnormalitas urinalisis (microhematuria) 2. Gagal ginjal kronik 3. Sindrom nefrotik 2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium 1. Darah
LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan diulangi tiap minggu
Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulangi bila perlu
Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk rumah sakit.
2. Urin. Proteinuri diperiksa tiap hari
Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m 2/24 jam
Volume ditampung 24 jam setiap hari
3. Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat ditemukan streptokokkus pada 10-15% kasus 4. Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung ). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan.
15
Diagnosis GNAPS ditegakkan bila ada lebih dari atau dua dari empat gejala klinik kardinal (edema, hematuri, hipertensi, oligouri) disertai meningkatnya kadar ASO dan turunnya kadar C3. Juga dapat ditegakkan bila keempat gejala kardinal muncul bersamaan ( full blown case).(8)
2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan mengontrol tekanan darah.Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik ataupun terapi lainnya.
1. Tirah baring
Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi.Sesudah fase
akut
istirahat
tidak
dibatasi
lagi
tetapi
tidak
boleh
kegiatan
berlebihan.Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan.
2. Diet
a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg% b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka. c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari. d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])
3. Medikamentosa
1. Antibiotik Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis
16
selama 10 hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau tanda-tanda infeksi lainnya. 2. Anti Hipertensi a. Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal dalam 1 minggu setelah diuresis. b. Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral.
4. Tindakan Khusus
Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah: 1. Stop Intake peroral. 2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam 3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit 4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari. 5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah: 1. Stop Intake peroral. 2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam 3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari. 4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.
17
5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 12mg/kgBB/hari. 6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan. 2.3 Pengertian Glomerulonefritis Kronis (GNC)
Glomerulonefritis hematuria
dan
kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya
proteinuria
yang
menetap
(Mansjoer,
et.
al,
2000) .
Glomerolusnefritis Kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerolus.Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan (Muttaqin & Sari, 2011).Pada umumnya merupakan penyakit yang berkembang secara lambat dan menimbulkan pengerutan. 2.3.1 Etiologi
Menurut Naga (2012) glomerulonefritis kronis merupakan kelanjutan dari glomerulonefrtis akut, terkadang dapat disebabkan oleh penyakit lain misalnya pielonefritis, anomali kongenital pada kedua ginjal, penyakit ginjal oleh analgesik, diabetes melitus dan penyakit-penyakit yang jarang ditemuka seperti amiloidosis. Menurut Price (2010) penyebab dari belum diketahui asal usulya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang lebih lanjut ketika gejala-gejala insufiensi ginjal timbul(ginjal atrofi). Manifestasi renal karena penyakit – penyakit sistemik seperti : SLE, DM, Amyloid disease. Penyakit ini biasanya merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut. 2.3.2 Patofisiologi
Glomerulonefritis kronis,awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadangkadang sangat ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-
18
cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD). 1. Penurunan GFR Pemeriksaan klirens kreatinin dengan mendapatkan urin 24 jam untuk mendeteksi penurunan GFR. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat. 2. Gangguan klirens renal Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal). 3. Retensi cairan dan natrium Ginjal
kehilangan
kemampuan
untuk
mengkonsentrasikan
atau
mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium sehingga meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. 4. Anemia Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI. 5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya akan terjadi penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang. 6. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi)
19
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon. (Smeltzer dan Suzanne, 2002) 2.3.3 Manifestasi Klinis
Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal.Lemah, lesu, nyeri kepala, gelisah, mual, dan kejang pada stadium akhir. Edema sedikit pada kaki, urine bening dan terdapat isostenuria dalam hal ini urin akan mengandung protein dan kadang - kadang beberapa sel eritrosit tetapi pada umumnya tidak terdapat bakteri, tekanan darah akan meningkat dikarenakan retensi natrium dan aktivasi sistem renin angiotensin. Secara perlahan – lahan akan timbul dipsnea pada saat melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan bekerja dan melakukan kegiatan disnea akan semakin berat dengan adanya anemia normositik yang berat, akibat ginjal yang sangat kecil sehingga tidak dibentuk lagi hormon eritropoetin. Bila pasien memasukin fase nefrotik dari glomerulonefritis kronis, maka edema bertambah jelas, fungsi ginjal menurun, dan anemia bertambah berat, diikuti tekanan darah yang mendadak meningi.Kadang-kadang terjadi ensefalopati hipertensif dan gagal jantung yang berakhir dengan kematian. Kecepatan filtrasi glomerulus ( glomerular filtration rate/GFR) kurang dari 5 ml/menit (normal 110 ml/menit), kadar ureum meningkat 400700 mg% (normal 40 mg%) 2.3.4 Komplikasi
Komplikasi dari glomerulonefritis adalah : 1. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu). 2. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
20
3. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan
spasme
pembuluh
darah
tetapi
juga
disebabkan
oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietik yang menurun. 5. Gagal Ginjal Akut (GGA) 2.3.5 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Urinalisa Lekositosis, Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu
petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih,
Hematuria:
hematuria
positif
bila
terdapat
5-10
eritrosit/LPB sediment air kemih. Terjadi proteinuria, dianggap sebagai proteinuria apabila dalam
pemeriksaan urinalisis sewaktu dianggap positif bila ditemukan kadar protein + 10mg/dl. Sementara pada urine tampung per 24 jam dianggap positif bila :
Bila hasil protein >500mg/24 jam
Bila hasil protein 500-4000mg/24 jam
Bila hasil protein >4000mg/24 jam
Terjadi hematuri dan proteinuria yang terjadi akibat cedera glomerulus, pada analisa mikroskopik dijumpai adanya lekosit, sel granular, juga terdapat lekosit pada pemeriksaan sedimen.
Berat jenis urine 1.010, untuk menilai kemampuan ginjal dalam menghasilkan urine yang berkonsentrasi tinggi
Hematuria, yaitu terdapatnya darah pada urine, secara langsung
juga dapat dilihat dimana dapat terjadi urine berwarna kola akibat sel darah merah dan butiran sedimen urine.
21
- Hemoglobin turun : Akibat hilangnya sel darah merah melalui urine dan mekanisme hemopoetik tubuh - Kadar BUN dan Kreatinin serum meningkat - Pemeriksaan glumerulo filtrasion rate/GFR dari hasit CCT urine 24 jam
menurun, bila hasil GFR <60cc/menit/1,73 m2 pasien di
kategorikan dalam gagal ginjal - Ureum, BUN, Kreatinin meningkat - Hipoproteinemia <3gr/dL - Jika dijumpai oliguria kemungkinan hiperkalemi, hipokalsemi dan hiponatremi atau tanda insufisiensi ginjal lainnya - Titer streptolysin meningkat : Akibat reaksi terhadap organisme streptokokus Pemeriksaan kultur apus tenggorokan, darah dan apus kulit jika diindikasikan, C3 dan C4 komplemen dan complemen total, hepatitis surface antigen dan antibody, anti nuclear antibody (ANA) - Analisa gas darah, dapat ditemukan asidosis metabolik b) Pemeriksaan lainnya USG : Membantu menemukan penyebab adanya pencetus terjadinya
infeksi, misal kelainan struktur atau adanya batu di saluran kemih. IVP : Membantu menemukan penyebab adanya pencetus terjadinya
infeksi, misal kelainan struktur atau adanya batu di saluran kemih. Jika dicurigai adanya kemungkinan proliferasi sel dapat dilakukan
biopsy ginjal Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru
atau payah jantung 2.3.6 Penatalaksanaan
Pada glumerulonefritis akut diberikan kortikosteroid untuk menekan system kekebalan jika penyebabnya adalah autoimmune
Jika ditemukan adanya infeksi bakteri maka diberikan antibiotic sesegera mungkin, misalnya pemberian penisilin :diberikan jika diduga terdapat infeksi streptokokus sisa. Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan renal lebih lanjut.
22
Agen diuretik diberikan untuk mengurangi retensi air dan natrium
Antihipertensi : Diberikan untuk mengendalikan hipertensi
Pemberian natrium dibatasi jika ada hipertensi, edema dan gagal jantung kongestif
Tirah
baring
karena
Aktifitas
yang
berlebihan
dapat
meningkatkan proteinuri dan hematuri
Jika proses terjadinya akut diet rendah protein diberikan sampai dengan fungsi ginjal membaik
Tetapi jika terjadi kronis maka diet diberikan sesuai tingkat insufisiensi renal, asupan protein dibatasi.
Protein
dengan
nilai
biologis
yang
tinggi
(produk
susu,telur,daging) diberikan untuk mendukung status nutrisi untuk menyediakan proten bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan pada kasus protein urie ringan
Pemantauan masukan dan haluaran secara cermat
: Cairan
diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan.
Berat badan harian harus dipantau, dan diuretic digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan.
Apabila kerusakan ginjal berlanjut tindakan dialisa dapat dpertimbangkan
Menurut Dona ,2010 :
1. Medical Perawatan medis harus segera dilaksanakan untuk membatasi kerusakan lebih lanjut dari jaringan glomerulus.Manajemen meliputi terapi obat, diet dan istirahat di tempat tidur.Paparan dari klien untuk infeksi apapun harus dihindari.Transfusi darah mungkin diperlukan untuk anemia berat.Klien mungkin perlu dipindahkan ke fasilitas mana dialisis dan transplantasi ginjal atau dapat dilakukan. Pencegahan kerusakan ginjal lebih lanjut serta jantung atau komplikasi serebral merupakan fokus dari perawatan 2. Pharmacological
23
Obat diuretik dan antihipertensi yang diperintahkan. Terapi antimikroba umumnya diberikan prophylactically.Side efek dari semua obat dimonitor untuk dan dilaporkan kepada dokter segera 3. Diet Asupan cairan yang disesuaikan dengan output uri n .Protein diperbolehkan dalam diet akan diatur sesuai dengan BUN dan kadar kreatinin darah. Sebagai tingkat ini meningkat, protein akan ditentukan oleh tingkat serum elektrolit. Karbohidrat biasanya meningkat dalam makanan untuk menyediakan energi yang memadai 4. Activity Istirahat ditunjukkan ketika klien memiliki hematuria atau albuminuria
Web of caution glomerulonefritis kronis
Manifestasi renal karena penyakit – penyakit sistemik
Infeksi sistem respirasi oleh Streptokokus Beta Hemolitikus group A tipe nefritogenik
24
Reaksi antigen-antibodi dalam darah
Pengendapan kompleks antigenantibodi di kapiler glomerulus
Timbul lesi dan peradangan
Glomerulusnefritis akut
Penyakit – penyakit penyebab
Kerusakan glomerulus secara progresif
Glomerulusnefritis knonis
Penumpukan toksik uremik, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Respon asidosis metabolik dan sindrom uremia pada sistem saraf dan pernapasan
Respon hemetologis produksi eritropoetin
Anemia Hi ertensi sitemik
Dispnea
Beban jantung
MK : Pola napas tidak efektif
Curah jantung
Lemah, letih, lesu, lunglai, lelah
MK : intoleransi aktivitas
MK : Penurunan curah jantung
Hipoksia jaringan
MK :Gg perfusi jaringan
Pusat mual dimedula oblogata berdekatan dg pusat pernapasan terangsang oleh asidosis
Mual, muntah, anoreksia
Lanjutan WOC
MK : Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
Glomerulusnefritis knonis
25
Diet rendah protein
Fungsi ginjal
hipoalbuminemia
GFR
Defusi cairan ke ekstra sel
Aldosteron
Retensi cairan dirongga perut
Retensi Na+
asites
Menekan isi perut Retensi H2O
Edema Mual, muntah
Oliguri
MK :Resiko kerusakan integritas kulit
Anoreksia
MK : Kelebihan volume cairan MK : Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
26
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan NS
1. Pengkajian a. Identitas. Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik. b. Riwayat Kesehatan. 1) Keluhan utama. Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun 2) Riwayat penyakit dahulu. Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia. 3) Riwayat penyakit sekarang. Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun. c. Riwayat kesehatan keluarga. Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. d. Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan. e. Riwayat kesehatan lingkungan. Endemik malaria sering terjadi kasus NS. f. Imunisasi. Tidak ada hubungan. g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
27
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan a yah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h. Riwayat nutrisi. Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi :< 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik). i. Pengkajian persistem. a) Sistem pernapasan. Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen b) Sistem kardiovaskuler.
28
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai. c) Sistem persarafan. Dalam batas normal. d) Sistem perkemihan. Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. e) Sistem pencernaan. Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii. f) Sistem muskuloskeletal. Dalam batas normal. g) Sistem integumen. Edema periorbital, ascites. h) Sistem endokrin Dalam batas normal i) Sistem reproduksi Dalam batas normal. j) Persepsi orang tua Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya. 2. Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi) 3. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
Tujuan &
Keperawatan
Kriteria
Intervensi
Rasional
Hasil
1
Kelebihan
Tujuan :
Mandiri :
Perlu untuk
29
volume cairan
Pasien tidak
Kaji masukan
menentukan fungsi
berhubungan
menunjukkan
yang relatif
ginjal, kebutuhan
dengan
bukti-bukti
terhadap keluaran penggantian cairan
kehilangan
akumulasi
secara akurat.
dan penurunan resiko
protein
cairan (pasien
Timbang berat
kelebihan cairan.
sekunder
mendapatkan
badan setiap hari
Mengkaji retensi
terhadap
volume cairan
(ataui lebih sering
cairan
peningkatan
yang tepat)
jika
Untuk mengkaji
permiabilitas
diindikasikan).
ascites dan karena
glomerulus.
Kaji perubahan
merupakan sisi umum
Kriteria
edema : ukur
edema.
hasil:
lingkar abdomen
Agar tidak
pada umbilicus
mendapatkan lebih
edema, ascites
serta pantau
dari jumlah yang
Kadar protein
edema sekitar
dibutuhkan
darah
mata.
Untuk
meningkat
Atur masukan
mempertahankan
Output urine
cairan dengan
masukan yang
Penurunan
adekuat 600 – cermat.
diresepkan
700 ml/hari
Pantau infus intra
Untuk menurunkan
Tekanan darah
vena
ekskresi proteinuria
dan nadi
Untuk memberikan
dalam batas
Kolaborasi :
penghilangan
normal.
Berikan
sementara dari
kortikosteroid
edema.
sesuai ketentuan. Berikan diuretik bila diinstruksikan. 2
Perubahan
Tujuan :
Mandiri :
Monitoring asupan
nutrisi kuruang
Kebutuhan
Catat intake dan
nutrisi bagi tubuh
dari kebutuhan
nutrisi akan
output makanan
Gangguan nuirisi
30
berhubungan
terpenuhi
dengan
secara akurat
dapat terjadi secara
Kaji adanya
perlahan. Diaresebag
malnutrisi
Kriteria
anoreksia,
ai reaksi edema
sekunder
Hasil :
hipoproteinemia,
intestinal
terhadap
Napsu makan
diare.
Mencegah status
kehilangan
baik
Pastikan anak
nutrisi menjadi lebih
protein dan
Tidak terjadi
mendapat
buruk.
penurunan
hipoprtoeinem makanan dengan
membantu
napsu makan.
ia
diet yang cukup.
pemenuhan nutrisi
Porsi makan
Beri diet yang
anak dan
yang
bergizi
meningkatkan daya
dihidangkan
Batasi natrium
tahan tubuh anak
dihabiskan
selama edema dan asupan natrium dapat
Edema dan
trerapi
memperberat edema
ascites tidak
kortikosteroid
usus yang
ada.
Beri lingkungan
menyebabkan
yang
hilangnya nafsu
menyenangkan,
makan anak
bersih, dan rileks
agar anak lebih
pada saat makan
mungkin untuk
Beri makanan
makan
dalam porsi
untuk merangsang
sedikit pada
nafsu makan anak
awalnya
untuk mendorong agar
Beri makanan
anak mau makan
spesial dan
untuk menrangsang
disukai anak
nafsu makan anak
Beri makanan dengan cara yang menarik 3
Resiko tinggi
Tujuan :
Mandiri :
Meminimalkan
infeksi
Tidak terjadi
Lindungi anak
masuknya organisme.
31
berhubungan
infeksi
dari orang-orang
Mencegah terjadinya
dengan
Kriteria hasil
yang terkena
infeksi nosokomial.
imunitas tubuh
:
infeksi melalui
Mencegah terjadinya
yang menurun. Tanda-tanda
pembatasan
infeksi nosokomial.
infeksi tidak
pengunjung.
Membatasi masuknya
ada
Tempatkan anak
bakteri ke dalam
Tanda
di ruangan non
tubuh. Deteksi dini
vitaldalam
infeksi.
adanya infeksi dapat
batas normal
Cuci tangan
mencegah sepsis.
Ada
sebelum dan
Untuk meminimalkan
perubahan
sesudah tindakan. pajanan pada
perilaku
Lakukan tindakan
organisme infektif
keluarga
invasif secara
Untuk memutus mata
dalam
aseptik
rantai penyebar5an
melakukan
Gunakan teknik
infeksi
perawatan.
mencuci tangan
Karena kerentanan
yang baik
terhadap infeksi
Jaga agar anak
pernafasan
tetap hangat dan
Indikasi awal adanya
kering
tanda infeksi
Pantau suhu.
Memberi pengetahuan
Ajari orang tua
dasar tentang tanda
tentang tanda dan
dan gejala infeksi
gejala infeksi
4
Kecemasan
Tujuan :
Validasi perasaan
Perasaan adalah nyata
anak
Kecemasan
takut atau cemas.
dan membantu pasien
berhubungan
anak menurun Pertahankan
untuk tebuka
dengan
atau hilang
kontak dengan
sehingga dapat
lingkungan
Kriteria hasil
klien.
menghadapinya.
perawatan
:
Upayakan ada
Memantapkan
keluarga yang
hubungan,
yang asing
Kooperatif
32
(dampak
pada tindakan
menunggu
meningkatan
hospitalisasi).
keperawatan
Anjurkan orang
ekspresi perasaan.
Komunikatif
tua untuk
Dukungan yang terus
pada perawat
membawakan
menerus mengurangi
Secara verbal
mainan atau foto
ketakutan atau
mengatakan
keluarga
kecemasan yang
tidak takur.
dihadapi. Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.
3.2 Asuhan Keperawatan NSA
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFRITIK AKUT
A.
Pengkajian
Kelihan utama yang sering di keluhkan wajah atau kaki. Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan ahal berikut :
33
1.
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output.
2.
Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki, apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah.
3.
Kaji adanya anoreksia pada klien.
4.
Kaji adanya keluhan sakit kepalah dan malaise. Pada pengkajian Riwayat kesehatan dahulu perawat perlu mengkaji apakah pasien perna menderita penyakit edema, apaka ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes mellitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya.Penting dikaji riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan. Pada pengkajia Psikososiokultural adanya kelemahan fisik, wajah dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaftif pada pasien.
Pemeriksaan fisik Keadaan umum klien lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat kesadaran biasanya composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan. B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut.Pada fase lanjut di dapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons edema pilmonerdan efusi fleura. B2 (Blood ). Sering ditemukan penurunan cura jantung respons sekunder
dari peningkatan beban volume. B3 (Branin). Didapatkan adanya edema wajah terutama periorbital, seklera tidak
ikteri status neurologi mengalami perubahan sesuai dengan tingkat paranya azotemia pada sistemsaraf pusat. B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urune warnanya kola.
34
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari kebutuhan.Didapatkan asites pada abdomen. B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan volume cairan : lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi cairan pada jaringan tubuh.
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, cairan overload.
3.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
4.
Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.
5.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
6.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
C.
Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa
Tujuan &
o
Keperawa
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
tan
1
Gangguan
Tujuan :
volume
Gejala
cairan :
akumulasi cairan
lebih dari
tidak terjadi
kebutuhan
1. Kaji intake dan output cairan. 2. Timbang berat badan setiap hari. 3. Kaji perubahan
tubuh
Kriteria hasil:
b.d akumul
Tidak ada edema
edema :
Ukur lingkar
1. Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan
35
asi cairan
lingkar
resiko
pada
abdomen
kelebihan
Memonitor
cairan.
jaringan
tubuh.
edema di
sekitar mata
aji adanya
dan daerah
retensi.
edema
3. Untuk mengk
lainnya
aji adanya
Catat adanya
acites.
pitting jika
2. Untuk mengk
4. Untuk
ada.
mempertahan
Catat warna
kan masukan
dan texture
yang
dari kulit.
diresepkan.
4. Pantau infus intra
5. Untuk mengurangi
vena
ekskresi
5. Berikan kortikosteroid
protein dalam
sesuai ketentuan.
urine.
6. Kolaborasi
2 Resiko
Tujuan :
6. Untuk
pemberian diuretik
mengurangi
jika di instruksika.
edema.
1. Lindungi anak dari
·
Untuk
infeksi
Tidak
orang yang terkena
meminimalkan
berhubung
menunjukkan
infeksi
pajanan pada
an dengan
adanya bukti
pertahanan
infeksi
tubuh yang
2. Gunakan teknik mencuci tangan yang
organisme infektif
Kriteria Hasil: baik
36
menurun,
Tanda-tanda
3. Jaga agar anak
cairan
infeksi tidak
overload
ada.
4. Monitor suhu
mata rantai
Anak dan
5. Ajari orang tua
penyebaran
tetap hangat dan kering
Untuk
keluarga
tentang tanda dan gejala
akan
infeksi
memutus
infeksi
Karena
menggunaka
kerentangan
n kegiatan-
terhadap
kegiatan
infeksi
yang
pernapasan
meningkatka
n kesehatan
Rasional : Deteksi
awal dari infeksi
Memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
3
.Resiko
Tujuan :
tinggi
Kulit anak tidak
kerusakan
menunjukkan
integritas
adanya
bedaki permukaan kulit
dan
kulit
kerusakan
beberapa kali sehari
mencegah
berhubung
integritas
an dengan
:kemerahan atau
sering ;pertahankan
edema,
irritasi.
kesejajaran tubuh
penurunan pertahanan tubuh.
Kriteria hasil
Mempertaha
kulit
pada anak
3. Ubah posisi dengan
dengan baik
penghilang tekanan atau
Memberikan kenyamanan
2. Bersihkan dan
4. Gunakan
:
1. Berikan perawatan
kerusakan kulit
Untuk mencegah terjadinya iritasi pada
37
nkan kulit
matras tempat tidur
kulit karena
utuh.
penurun tekanan sesuai
gesekan
Menunjukka
kebutuhan
dengan alat tenun
n perilaku untuk
Karena anak
mencegah
dengan
kerusakan
edema massif
kulit
selalu letargis, mudah lelah dan diam saja
Untuk mence gah terjadinya ulkus
4 Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :
1. Beri diet yang bergizi
Klien
2. Batasi natrium
mendapatkan
selama edema dan
nutrisi yang
terapi kortokosteroid
nutrisi anak dan meningkatka n daya tahan
Kriteria hasil :
an dengan
Porsi makan di
hilangnya
habiskan
makan
Membantu pemenuhan
optimal
berhubung
nafsu
tubuh anak
3. Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan 4. Beri makan special dan disukai anak 5. Beri makanan dengan cara menarik
Asupan natrium dapat memperberat edema dan usus yang menyebabkan hilangnya
38
nafsu makan anak
Agar anak lebih mungkin untuk makan
Untuk mendo rong agar anak mau makan
Untuk merangsang nafsu makan anak
5.
Gangguan citra tubuh berhubung an dengan perubahan penampila n
Tujuan :
Agar dapat mengekspresika n perasaan dan masalah dengan mengikuti aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemapuan anak Kriteria hasil :
1. Gali masalah dan
perasaan mengenai
memudahkan
penampilan.
koping.
2. Tunjukkan aspek
Meningkatka
positif dari penampilan
n harga diri
dann bukti penurunan
klien dan
edema.
mendorong
3. Dorong sosialisasi
penerimaan
dengan individu tanpa
terhadap
infeksi aktif.
kondisinya.
4. Beri umpan balik
positif.
Agar anak tidak merasa sendiri dan
Klien tidak malu
terisolasi.
dengan bentuk/penampil
Untuk
Agar anak
39
6. Intoleransi aktifitas berhubung an dengan kelelahan
an yang di
merasa
alaminya
diterima.
Tujuan :
Anak dapat melakukan
1. Pertahankan tirah
yang sesuai
edema hebat.
gaya gravitasi
2. Rencanakan dan
dengan
berikan aktivitas
kemampuan dan
tenang.
mendapatkan
3. Instruksikan istirahat
istirahat dan
bila anak mulai merasa
tidur yang
lelah
adekuat
4. Berikan periode
Klien bisa
dapat menurunkan edema.
Aktivitas yan g tenang mengurangi penggunaan energi yang
istirahat tanpa
dapat
gangguan
menyebabkan
beraktifitas sepertia
Tirah baring
baring awal bila terjadi
aktivitas sesuai
Kriteria hasil :
kelelahan.
sediakala
Mengadekuat kan fase istirahat anak.
Anak dapat menikmati masa istirahatnya.
3.3 Asuhan Keperawatan GNC
40
A. Pengkajian
Anamnesis Glomerulonefritis kronis ditandai oleh kerusakan glomerulus secara
progresif lambatakibat glomerulonefritis yang sudah berlansung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal-usulnya, dan bia sanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut;, ketika gejal-gejala insufiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukanya klien yang mengalami glumerulonefritis kronis bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadarBUN dan kreatinin serum. Pada beberapa klien hanya mengeluh bahwa tungkai mereka sedikit bengkak pada malam hari dan pada sebagian besar klien mengeluh adanya kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan irirtabilitas dan peningkatan berkemih dimalam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing dan gangguan pencernaan umumnya terjadi.
Pemeriksaan Fisik. Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis, tatapi akan berubah apabila system saraf pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder
dariabnormalitaselektrolit dan uremia.
Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, pada fase awal sering didapatkan suhu tubuh meningkat,frekuensi denyut nadi mengalamipeningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi.Tekanan darah terjadi perubahan dan hipertensi ringan sampai berat. B1 (breathing). Biasanya didapatkan gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakanrespon terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia. Bunyi napas
ronchi biasanya didapatkan pada kedua paru
B2 (blood). Pada pemeriksaan system kardiovaskuler sering didapatkan
adanya tanda perikarditis disertai friksi perikardiaal dan pulsus paradoksus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi). Peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air memberikan
dampak pada fungsi sistem
kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan
perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi
41
B3 (brain). Klien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang
perhatian yang menyempit. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, anteriol menyempit dan berliku-liku, serta papiledema. Neuropati perifer disertai hilnagnya reflex tendon dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit. B4 ( bladder). Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufisiensi renal
dan gagal ginjal kronik. Penurunan produksi urine sampai anuri. Perubahan warna urine output
seperti berwarna kola seperti proteinuri, silideruri dan hematuri.
B5 (bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksi dan diare
sekunder dari bau mulut ammonia,peradangan mukosa mulut dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. B6 (bone). Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampat kuning keabu-
abuan dan terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal dan ada/berulangnya infeksi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi B. Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan oliguri b. Perubahan
perfusi
jaringan
ginjal
berhubungan
dengan
perubahan
imunologik ginjal c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema e. Intoleransi aktivitas berhubungna dengan anemia f. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertensi sistemik g. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan asidosis metabolik C. Intervensi keperawatan a. Kelebihan volume cairan b.d oliguri Tujuan : pasien akan mempertahankan keseimbangan antara intake dan output Kriteria evaluasi : dalam jangka waktu 1 x 24 jam jumlah urine yang dihasilkan 1500 – 2500 cc
42
Intervensi 1. Kaji edema perifer, timbang BB, ukur TTV, tiap 6-8 jam ukur intake dan output tiap 24 jam. R/ : untuk memntukan apakah da retensi cairan atau tidak 2. Batasi intake natrium dan cairan R/ : membatasi retensi cairan 3. Berikan diuretik sesuai anjuran R/ : untuk mengeluarkan cairan yang tertahan 4. Berikan kardiac glycosit jika dianjurkan R/ : mencegah gagal jantung kongestif b. Perubahan perfusi jaringan ginjal b.d injuri imunologik pada ginjal Tujuan : pasien akan mempertahankan fungsi ginjal yang abnormal Kriteria evaluasi: dalam jangka waktu 6 – 8 jam perfusi jaringan ginjal kembali normal yang ditandai dengan tanda – tanda vital kembali normal Intervensi : 1. Kaji tekanan darah tiap 6 – 8 jam, intake dan output tiap 24 jam, edema, dan data – data laboratorium. R/ : gagal ginjal akut mungkin ditujukan dengan azotemia, anemia, hiperkalemia, asidosis. 2. Berikan obat anti hipertensi sesuai anjuran, diit rendah potasium,dan berikan obat konfulsan. R/ : untuk mengontrol gejala uremik dan komplikasi kardiovaskuler 3. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction. R/ : serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak 4. Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N:1 – 2 ml/kgBB/jam). R/ : Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. 5. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam. R/ : Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya.
43
6. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order. R/ : Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan. c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual, muntah Tujuan : pasien akan mempertahankan intake nutrisi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh Kriteria evaluasi : dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien dapat makan 3x sehari dan menghabiskan porsi yang diberikan. Intervensi : 1. Monitor intake makanan, anoreksia, nausea dan vomiting, dan anjurkan untuk makan sedikit tapi sering. R/ : memastikan intake kalori yang adekuat untuk mencegah metabolisme protein di jaringan untuk menghasilkan energi 2. Batasi intake protein dan potasium jika diperlukan R/ : untuk mengurangi kerja ginjal dan mungkin mengurangi akumulasi dari potasium dan ion hidrogen. 3. Kaji kehilangan berat badan R/ : kehilangan protein yang mungkin terjadi 4. Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi. R/ : Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori essensial. 5. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien. R/ : Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan
bagi
klien
untuk
menikmati
makanannya,
dengan
menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan d. Resiko kerusakan integritas kulit b.d. adanya edema Tujuan : pasien akan mempertahankan integritas kulit yang normal selama perawatan Kriteria evaluasi: dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kondisinya, dapat beristirahat dengan cukup (6-8 jam/hari), TTV dalam keadaan normal. Intervensi :
44
1. Atur posisi pasien tiap 1 – 2 jam sesuai kondisinya R/ : dalam jangka waktu 2 jam maka akan terjadi nekrosis pada daerah yang tertekan 2. Support daerah edema dengan bantal R/ : penekanan lama dan keras pada daerah edema akan mempercepat terjadinya luka lecet 3. Gunakan lotion bila kulit kering R/ : mencegah kulit yang pecah – pecah akibat edema 4. Lakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi pasien R/ : aktivitas dapat memperlancar sirkulasike seluruh tubuh dan memberikan cukup O2 dan nutrisi pada seluruh organ termasuk kulit dapat mempertahankan integritasnya. 5. Hindari pemakaian pakaian yang ketat R/ : dapat menyebabkan penekanan pada kulit yang menyebabkan dekubitus. e. Intoleransi terhadap aktifitas b.d anemia Tujuan
: pasien akan mempertahankan aktifitasnya selama perawatan
serta pasien dapat istirahat dengan cukup Kriteria evaluasi : dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien dapat melakukan aktifitas sesuai kondisinya, dapat beristirahat dengan cukup (6 – 8 jam / hari ), TTV dalam keadaan normal Intervensi : 1. Anjurkan untuk bedrest R/ : melakukan aktifitas saat edema berat dapat meningkatkan metabolisme sehingga terjadi tekanan intravaskular yang dapat memperburuk kondisi pasien akibat edema 2. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas. R/ : Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada ginjal. 3. Sediakan/ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan perkembangan klien.
45
R/ : Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan mencegah kebosanan. 4. Buat rencana/tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari. R/ : Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam f. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertensi sistemik Tujuan : mempertahankan curah jantung Kriteria evaluasi : TD dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler 1. Observasi TD dan frekuensi jantung R/ kelebihan volume cairan, hipertensi meningkatkan kerja jantung 2. Kaji warna kulit, membran mukosa dan dasar kuku R/ pucat mungkin menunjukan vasokontriksi dan anemia 3. Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat yang adekuat, berikan bantuan dengan perawatan dan aktivitas yang diinginkan R/ menurunkan konsumsi oksigen dan kerja jantung 4. Awasi pemeriksaan laboratorium contoh elektrolit R/ ketidakseimbangan dapat mengganggu sistem konduksi elektrikal dan fungsi jantung 5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi R/ pengobatan yang efektif untuk meningkatkan curah ja ntung g. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan respon asidosis metabolik Tujuan : Pola napas efektif dengan bunyi napas normal Kriteria evaluasi : Tidak mengalami tanda sianosis/dispnea 1. Awasi frekuensi/ upaya pernapasan R/ perubahan pada pernapasan menunjukkan adanya penekanan ekspansi paru 2. Auskultasi bunyi napas R/ menentukan apakah ada kelebihan cairan diparu 3. Tinggikan kepala tempat tidur
46
R/ memudahkan ekspansi dada 4. Kaji ualng GDA R/ perubahan pada PaO2/PaCO2 menunjukkan adanya masalah paru 5. Berikan O2 sesuai indikasi R/ memaksimalkan oksigen untuk penyerapan vaskuler
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
47