ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GLUKOMA DI IGD RSUD xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx TANGGAL 05 JUNI 2017 S/D 17 JUNI 2017
I ILM U G G K
N I
T
H
A
L
O
E
S
E
S T I K E S
H
A
A
K
T
N
E
S C A
H
A
AY B A A N J
S G
N B A
N I
S A R M A
OLEH xxxxxxxxxxxxxxxxxxx, S. Kep NIM : xxxxx
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN TAHUN AJARAN 2016/2017
GLAUKOMA
A. Latar Belakang Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang diakibatkan karena kenaikan tekanan bola mata dan menimbulkan kerusakan saraf penglihatan. Keruskan fungsi saraf akan mengganggu fungsinya dalam meneruskan bayangan yang dilihat dari mata ke otak dan digabungkan dipusat penglihatan dan membentuk benda (vision). Gangguan tersebut berupa rasa sakit (pusing) pada kepala secara terus-menerus, pandangan kabur dan bergoyang, terutama pada tempat yang luas. Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia setelah katarak, biasanya terjadi pada usia lanjut. Penduduk yang berusia diatas 40 tahun di beberapa negara, 2% diantaranya menderita Glaukoma. Di Indonesia, glaukoma merupakan kebutaan yang tidak dapat dipulihkan. Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala akibatnya.Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus, mentebabkan atrofi saraf optik dan hilangnya pandangan perifer. Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya pandangan ireversibel tanpa timbulnya tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat peningkatan TIO yang mampu menyebabkan kerusakan organik bervariasi. Beberapa orang dapat menoleransi tekanan yang mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan. B. Definisi Beberapa pengertian menurut para ahli mengenai Glaukoma, yaitu : 1) Long Barbara (1996) Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler.
2) Chandler & Grant (1977) Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang pandangan. 3) Arif (1999) Suatu keadaan tekanan intra oculer / tekanan dalam bola mata cukup besar untuk menyebabkan kerusakan pupil, saraf optik dan kelainan lapang pandang. 4) Sidarta Ilyas (2000) Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peningkatan tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata. C. Etiologi Penyebab glaukoma antara lain : 1. Primer terdiri dari : a. Akut
: Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik
: Dapat disebabkan oleh keturunan keluarga.
2. Sekunder Disebabkan penyakit mata lain seperti : Katarak, perubahan lensa, kelainan uvea, pembedahan, pemakai steroid secara rutin misalnya : pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. 3. Faktor Resiko a. Umur Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia. b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena
glaukoma.Resiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak. c. Tekanan bola mata Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata. d. Obat-obatan Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui bahwa anda pemakai obat-abatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma. D. Patofisiologi Patofisiologi glaukoma dapat dijelaskan berdasarkan klasifikasi di bawah ini : 1. Glaukoma Sudut Terbuka Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor , sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork , termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm (Salmon, 2009). Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus (Friedman dan Kaiser, 2007). Teori lainnya memperkirakan
terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus (Kanski, 2007). Kelainan kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor predisposisi (Kwon et al , 2009). 2. Glaukoma Sudut Tertutup Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2009). 3. Glaukoma Sudut Tertutup Akut Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat (Salmon, 2009). 4. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis. Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous humor . Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea (Salmon, 2009). 5. Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran keluar aqueous humor . Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom
Rieger
/
disgenesis
iridotrabekula,
anomali
Peters/
trabekulodisgenesis iridokornea, dan sindrom Axenfeld ( Salmon, 2009).
6. Glaukoma Sekunder Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi
lensa,
fakolitik,
uveitis,
melanoma
traktus
uvealis,
neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan episklera (Salmon, 2009). 7. Glaukoma Tekanan-Normal Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang (Salmon, 2009). E. Tanda dan Gejala Adapun tanda dan gejala dari glaukoma adalah sebagai berikut : 1. Tekanan intraokuler (TIO) meningkat Normal TIO berkisar antara 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). TIO dapat menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung pada nilai TIO, tahapan glaukoma secara umum (tahap awal atau lanjut).
TIO dalam
rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan dalam hitungan tahun. TIO 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina. 2. Defek lapang pandang yang khas 3. Pembesaran mata Terlihat jelas pada anak-anak, yakni buftalmus. 4. Penggaungan patologis papil saraf optik. a. Glaukoma primer
Glaukoma sudut terbuka
-
Kerusakan visus yang serius
-
Lapang pandang mengecil Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik menimbulkan kerusakan dari saraf retina yang biasanya menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma).
Perjalanan penyakit progresif lambat
Glaukoma sudut tertutup -
Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
-
Timbulnya halo disekitar cahaya Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh sel-sel endotel. jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
-
Pandangan kabur
-
Sakit kepala
-
Mual, muntah
-
Kedinginan
Glaukoma sekunder -
Pembesaran bola mata
-
Gangguan lapang pandang
-
Nyeri didalam mata
b. Glaukoma kongenital Gangguan penglihatan F. Klasifikasi 1. Glaukoma primer a. Glaukoma sudut terbuka menahun Glaukoma
sudut
terbuka
Primer
adalah
tipe
yang
yang
paling umum dijumpai. Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga resiko tinggi bila ada riwayat dalam keluarga. Biasanya terjadi pada usia dewasa dan berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi kerusakan berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara
permanen. Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk deteksi dan penanganan dini. Glaukoma sudut terbuka primer biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk menurunkan tekanan dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut. b. Glaukoma sudut tertutup akut Pada glaukoma ini ditandai dengan serangan akut meningginya tekanan intraokuler selama beberapa jam.Tekanan ini biasanya bisa berlipat tiga, 4 kali dari tekanan normal. Bila bola mata ditekan akan terasa empuk, tetapi pada saat terjadi serangan maka bola mata teraba keras seperti batu dan aliran cairan mata terhambat sama sekali. Glaukoma Sudut-Tertutup Akut lebih sering ditemukan karena keluhannya yang mengganggu.Gejalanya adalah sakit mata hebat, pandangan
kabur
dan
terlihat
warna-warna
di
sekeliling
cahaya.Beberapa pasien bahkan mual dan muntah-muntah.Glaukoma Sudut-Tertutup Akut termasuk yang sangat serius dan dapat mengakibatkan kebutaan dalam waktu yang singkat. 2. Glaukoma sekunder Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak, diabetes,trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes mata atau tablet yang mengandung steroid juga dapat meningkatkan tekanan pada mata. Karena itu tekanan pada mata harus diukur teratur bila sedang menggunakan obat-obatan tersebut. Glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut / peningkatan volume cairan dari dalam mata dapat diakibatkan oleh : perubahan lensa , Kelainan, uvea , Trauma bedah. Naiknya tekanan intraokular pada glaukoma ini karena terhambatnya aliran cairan air mata yang melewati pupil atau ditempat keluarnya melalui kanal schlem. 3. Glaukoma Kongenital Glaukoma yang terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular.Glaukoma ini dapat dilihat dalam masa pertumbuhan bola mata anak menjadi semakin besar karena tingginya tekanan
intraokular.Dan
terjadi
pada
tahun
pertama
setelah
lahir.Diturunkan secara autosomal resesif.Penyakit ini timbul akbat dari salah tumbuh struktur sudut dan saluran keluar air mata.Pemisahan iris perifer dari dinding korneosklera tidak sempurna. G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan glaukoma adalah: 1.
Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2.
Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3.
Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
4.
Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
5.
Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblikkedalam tuberkulum dengan lensa khusus. a. pengukuran tekanan okuler dengan tonometer : Nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmHg (normal 11-21 mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis, TIO biasanya sebesar 22-40 mmHg.pada glaukoma sudut tertutup TIO meningkat hingga di atas 60 mmHg (Sidharta Ilyas, 2004). b. Pemeriksaan sudut iridkornea dengan lensa gonioskopi untuk mengkonfirmasi adanya sudut terbuka. c. Pemeriksaan lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping patologis. Lempeng dinilai dengan memperkirakan cup to ratio. pada mata normal. rasio ini biasanya tidak lebih besar dari 0,4. pada glaukoma kronis, akson yang memasuki papil saraf mati.
6. Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yangkhas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi. 7.
Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
8.
EKG,
kolesterol
serum,
dan
pemeriksaan
lipid:
Memastikan
aterosklerosisi,PAK 9.
Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.
10. Pemeriksaan Ultrasonografi : Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. I. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi : 1.
Terapi medikamentosa Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi seluruh tubuh)
2.
Terapi obat-obatan Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut.Terapi awal yang diberikan adalah penyekat beta (timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol,
dan
metipranolol)
atau
simpatomimetik
(adrenalin
dan
depriverin).Untuk mencegah efek samping obat diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi pemberiannya tidak boleh terlalu sering.Miotikum (pilocarpine dan carbachol) meski merupakan antiglaukoma yang baik tidak boleh digunakan karena efek sampingnya. a. obat sistemik -
Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara intravena (acetazolamide 500mg) kemudian diberikan dalam bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x sehari.
-
Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi.
-
Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
b. obat tetes mata lokal -
Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan TIO.
-
Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik.
-
Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15 menit kemudian diberikan 4x sehari.Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada mata yang lainnya 4x sehari sampai sebelum iridektomi.
3.
Terapi Bedah a. Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran aqueus humor . Hal ini hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%. b.
Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50% atau gagal dengan iridektomi.
c. Trabekulektomi (bedah filtrasi). merupakan prosedur pembedahan untuk mengobati glaukoma dengan menurunkan tekanan mata (TIO). Dalam prosedur ini, sepotong kecil dari dinding mata yang mungkin termasuk trabecular meshwork (drainase alami) akan dihapus. pembedahan ini akan membuka saluran baru dan menciptakan bypass ke trabecular meshwork untuk mengurangi TIO. J. Pengkajian 1. Data demografi : a. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur kurang lebih 40 tahun b. Ras,
kulit
hitam
mengalami
kebutaan
paling
sedikit
5
dibandingkan kulit putih c. Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata 2. Aktivitas/istirahat
kali
Perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan 3. Makanan/cairan Mual, muntah (glaukoma akut) 4. Nyeri/kenyamanan Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tibatiba/berat, menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut) 5. Neurosensori Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut) 6. Riwayat keluarga Apakah terdapat keluarga yang juga mengalami glaukoma atau diabetes mellitus 7. Riwayat pasien Mengalami trauma atau pembedahan mata atau pernah mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang. Apakah ada riwayat pengguanaan obat, misalkan antidepresan trisiklik, antihistamin, (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat mengakibatkan glaukoma sudut tertutup primer), fenotiasin,
inhibitor
monoamine
oksidase
(MAO),
antikolinergik,
antispasmotik dan antiparkinson. 8. Pemeriksaan fisik dan penunjang a. Pemeriksaan dengan oftalmoskop : mengkaji kerusakan saraf optikus, untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. diskus optikus menjadi lebih luas dan dalam pada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, aqueus humor keruh dan pembuluh darah dan menjalar keluar dari iris. b. Pemeriksaan lapang pandang perifer Pada kedaan akut, lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan kedaan kronik akan menurun secara bertahap. c. Pemeriksaan melalui inspeksi
Untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil dan gagal bereaksi terhadap cahaya. d. Pengukuran tonografi Mengkaji TIO, normal11-21 mmHg e. Pengukuran genioskopi Membantu membedakan glaukoma sudut tertutup atau terbuka. f. Tes provokatif Digunakan alam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan. g. Tes toleransi glukosa Menentukan adanya diabetes mellitus (Suddarth, 2001). K. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul selama pada penderita glaukoma antara lain : 1. Nyeri b.d agen injuri biologis (peningkatan tekanan intraokuler (TIO)) 2. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d perubahan penerimaan sensori (gangguan status organ : mata) 3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan (nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan) L. Fokus Intervensi 1. Nyeri hilang atau berkurang 2. Penggunaan penglihatan yang optimal 3. Cemas hilang atau berkurang
H. Perencanaan keperawatan Diagnosa Tujuan Nyeri b.d agen Setelah dilakukan asuhan injuri fisik (luka keperawatan diharapkan insisi post operasi nyeri yang dirasakan appendiktomi) pasien berkurang dengan kriteria hasil: Pain Level, Pain control, Comfort level Kriteria Hasil :
Intervensi Pain Management - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
Indikator Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal Keterangan : Keluhan ekstrim Keluhan berat Keluhan sedang Keluhan ringan Tidak ada keluhan Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan b.d tindakan keperawatan diharapkan invasif (insisi infeksi tidak terjadi post dengan kriteria hasil: pembedahan) Immune Status Knowledge : Infection control Risk control Kriteria Hasil :
Indikator Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
ruangan, pencahayaan dan kebisingan - Kurangi faktor presipitasi nyeri - Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) - Ajarkan tentang teknik non farmakologi - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri - Tingkatkan istirahat Analgesic Administration - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi - Cek riwayat alergi - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri - Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
Infection Control (Kontrol infeksi) - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain - Pertahankan teknik isolasi - Batasi pengunjung bila perlu - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat - Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum - Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing - Tingktkan intake nutrisi - Berikan terapi antibiotik bila perlu
Mendeskrips ikan proses penularan penyakit, fackor yang mempengaru hi penularan serta penatalaksan aannya, Menunjukka n kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat
Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan diri ( self care) b.d keperawatan diharapkan nyeri perawatan diri pasien membaik dengan kriteria hasil:
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Indikator Klien terbebas dari bau badan Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal - Monitor hitung granulosit, WBC - Monitor kerentanan terhadap infeksi - Batasi pengunjung - Saring pengunjung terhadap penyakit menular - Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko - Pertahankan teknik isolasi - Berikan perawatan kuliat pada area epidema - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase - Ispeksi kondisi luka / insisi bedah - Dorong masukkan nutrisi yang cukup - Dorong masukan cairan - Dorong istirahat - Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep - Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi - Ajarkan cara menghindari infeksi - Laporkan kecurigaan infeksi - Laporkan kultur positif
Self Care assistane : ADLs - Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. - Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. - Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. - Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. - Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. klien/ keluarga untuk - Ajarkan mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. - Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. usia klien jika - Pertimbangkan mendorong pelaksanaan aktivitas seharihari.
DAFTAR PUSTAKA
Kanski, J. J. (2007). Glaucoma : Primary open-angle glaucoma (6 ed). Philadelphia : Saunders Kwon, et al. (2009). Mechanisms of disesase, promary open-angle glaucoma. N Eng J Med 360 : 1113-1124 Long, B. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (3 ed.). Jakarta: EGC. NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014. (M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action Publishing. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC. Salmon, J. R. (2009). Galukoma. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury (17 ed). Jakarta : EGC Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.