ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II (NIDDM)
DENGAN KOMPLIKASI GANGRENE
DI LANTAI V KIRI TERATAI MERAH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA
Di susun oleh :
GUSTI AYU SENTANA
05037
DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KARYA HUSADA JAKARTA
TAHUN 2008
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul "Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan
Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan Komplikasi Gangrene di Lantai V
Kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta" ini
telah disetujui untuk diujikan pada Ujian Sidang dihadapan Tim Penguji.
Jakarta, 2008
Pembimbing Karya Tulis Ilmiah
(Ns. Dewi Arga S.KM, S.Kep)
Mengetahui
Diploma III Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta
Direktur
(Dr. Brata Ketut Punia)
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah Ilmiah dengan judul "Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Diabetes
Melitus Tipe II (NIDDM) dengan Komplikasi Gangrene di Lantai V Kiri IRNA B
Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta" ini telah diujikan
dan dinyatakan "Lulus" dalam ujian siding dihadapan Tim Penguji pada
tanggal 05 Agustus 2008.
Jakarta, 05 Agustus 2008
Penguji I,
(R. Yeni Mauliawati, S.Kp)
Penguji II,
(Ns. Dewi Arga S.KM, S.Kep)
Penguji III,
(Ns. Anna Farida, S.Kep)
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji Syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa atas Asung Kertha Wara Nugraha–Nya, karena akhirnya penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul "Asuhan Keperawatan Pada
Klien Tn. S Dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) Dengan Komplikasi
Gangrene Di Lantai V Kiri Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
Jakarta".
Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma II Keperawatan Politeknik Karya Husada
Jakarta.
Dalam penyusunan Karya Tul;is Ilmiah ini penulis banyak mengalami hambatan
dan kesulitan namun berkat bantuan, bimbingan, pengarahan serta motivasi
dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang setulusnya kepada :
Bapak Dr. H. Kemas M. Akib Amar SpR. MARS selaku Direktur Utama Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Bpak Dr. Ketut Brata Punia selaku Direktur Diploma III Keperawatan
Politeknik Karya Husada Jakarta.
Ibu R. Yeni Mauliawati, S.Kp selaku Penguji Nasional Ujian Akhir Program.
Ibu Ns. Dewi Arga, S.KM, S.Kep, selaku Penguji dari Institusi Diploma III
Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta sekaligus sebagai Pembimbing
dari Karya Tulis Ilmiah ini.
Ibu Ns. Anna Farida, S.Kep selaku penguji Lahan Ujian Akhir Program.
Seluruh perawat di ruang IRNA B Lantai V Kiri Teratai Merah Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan dalam
praktek diruangan.
Ibu Nelwetis, Spd, S.Kep dan Ibu Ety Nurhayati, SKp selaku wali tingkat III
yang telah banyak membimbing kami.
Seluruh Staf dan Dosen Diploma III Keperawatan Politeknik Karya Husada
Jakarta yana telah memberikan bantuan Ilmu Pengetahuan dan bimbingan selama
penulis mengikuti pendidikan.
Bapak, Mama, Adek_Agus, Adek_Uthi serta seluruh keluarga tercinta yang
selalu memberikan dukungan Moril maupun Materiil juga Doa Restu selama
penulis menjalani pendidikan (Yun SAYANG kalian…..)
Bli WAHANA Bagoes Genjing yang kusayangi, terima kasih untuk semuanya:
Canda, Tawa, Tangis, Omelan, Dukungan, Semangat, Cinta, Kasih dan Sayang
serta Doa yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan.
My Plenz in the Lucky kost, Lida, Emy, Eli, Ulan, Erna, Fitri, Rike and My
Best Partner MALA & SISKA I WILL MISSING YOU GUYS, THAKS FOR OUR
FRIENDSHIP.
Bocah – bocah Interna (Mala – Malarangeng, Belen – Beklen, Yulik – Culeng,
Mitha – Mithong) Canda, Tawa, Tangis dalam perjuangan besar kita tak akan
pernah terlupakan.
Rekan – rekan ANGPUH Angkatan 2005: Ulan, Eli, Lida, Emy, Erna, Ami, Lia,
D'Dewi, Nengah, Nita, Perni, Nani, Mira, Kristia, Ewis, Agung, Ngurah, Mbok
Tinik, Dayu, Cok Sri, Cok Diah, Tri, Yulina, Dwi, N.Linda, Irma, Alim, Dewi
Crazy, Linda Jenong, yanti terima kasih atas semangat dan dukungan yang
diberikan kepada penulis sehingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
Kru AZZAM.NET A'a Ipank, kak Ganzil, si mungil Angga, terutama Mas Hari
thanks atas pengorbanannya untuk membantu penulis menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
South of Jakarta yang telah memberikan banyak kenangan yang berharga dan
tak kan terlupakan Like's Tukang Koran, Siomay, es buah, rujak, mie ayam,
gulai, pecel ayam, ketoprak, warteg, counter pulza, dan my transport like's
D01, S03, 509, 608, MM611, Bajaj, Deborah, Kopaja, Busway dan semua tempat
wisatanya.
Semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dalam
bidang keperawatan pada umumya. Walaupun demikian penulis menyadari adanya
kekurangan – kekurangan yang ditemui didalamnya untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan mutu
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata dari penulis, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu
melindungi dan melimpahkan Anugrah-Nya kepada kita semua,Astung Kara….
Jakarta, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Metode Penulisan
Ruang Lingkup
Sistematika Penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORI
Pengertian
Etiologi
Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit
Manifestasi Klinis
Komplikasi
Penatalaksanaan Medis
Pengkajian Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Pelaksanaan Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
BAB III : TINJAUAN KASUS
Pengkajian Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi Keperawatan
BAB IV : PEMBAHASAN
Pengkajian Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Pelaksanaan Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
BAB V : PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam mewujudkan Indonesia sehat 2010, diperlukan adanya peningkatan
mutu kesehatan terutama dalam hal mendeteksi secara dini tentang penyakit
degeneratif. Dengan adanya pergeseran gaya hidup masyarakat terutama yang
bermukim di perkotaan memicu tingginya angka penyakit degeneratif Jantung,
Hipertensi, Gagal Ginjal dan Diabetes Melitus. Yang merupakan faktor
pencetus penyakit diabetes melitus, antara lain : pola makan yang saat ini
menjadi trend seperti mengkonsumsi makanan siap saji, minuman ringan dengan
kadar glukosa tinggi dan kurang olahraga. Selain itu karena kesibukan
kerja, kebiasaan di depan TV dan komputer dalam waktu yang lama sambil
mengkonsumsi makanan ringan menyebabkan orang dewasa malas untuk bergerak
sehingga orang dewasa cenderung mengalami kegemukan, sehingga hal ini dapat
menyebabkan penyakit diabetes melitus baik pada anak – anak maupun orang
dewasa.
Selama ini dikenal ada dua tipe diabetes melitus yaitu tipe I (IDDM)
diabetes tergantung dengan insulin dan tipe II (NIDDM) diabetes yang tidak
tergantung dengan insulin. Tipe II mencakup 80 – 90% dari seluruh kasus
diabetes melitus dan umumnya penderita mengalami kelebihan berat badan.
Diabetes melitus tipe II biasanya ditandai dengan adanya poliphagia,
poliuri, polidipsia, kesemutan, kelelahan / kelemahan fisik dan berat badan
menurun. Pada diabetes melitus lanjut dapat mengakibatkan gangguan
metabolik akut (ketoasidosis), komplikasi vaskuler jangka panjang
(retinopati dibetik), mikroangiopaty, makroangiopaty dan gangrene
(Smeltzer, C. Suzzane, 2001).
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-empat terbesar dalam
jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Pada tahun 2000, terdapat
sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada
tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat
tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan
diantara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur. Jumlah yang
tergolong banyak dan dapat terus bertambah jika tidak dilakukan upaya dalam
mengatasi permasalahan ini. (http://www.medicastore.com)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati, Jakarta untuk tiga bulan terakhir (Mei, Juni, Juli) tahun
2008 adalah 72 orang dari 549 yang masuk dilantai V Kiri IRNA B Teratai
Merah RSUP Fatmawati yang mengalami diabetes melitus, Pada bulan Mei klien
dengan diabetes melitus murni sebanyak 29 orang (5,28%) dan diabetes
melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%), pada bulan Juni klien dengan
diabetes melitus murni sebanyak 16 orang (2,91%) dan diabetes melitus
komplikasi sebanyak 2 orang (0,36%),dan pada bulan Juli klien dengan
diabetes melitus murni sebanyak 23 orang (4,19%) dan klien dengan diabetes
melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%). Data diatas menunjukkan bahwa
penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam kesehatan.
Walaupun prosentase diabetes melitus yang mengalami komplikasi masih rendah
tetapi peran perawat sangatlah penting terutama ditekankan pada upaya
promotif dan preventif dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai
diit, olahraga, cara pemberian insulin dan pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya luka serta cara perawatan luka.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus
dengan judul "Asuhan Keperawatan Dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
dengan Komplikasi Gangrene" sebagai karya tulis ilmiah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mendapat gambaran dan pengalaman secara nyata tentang penetapan
proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien Diabetes
Melitus tipe II (NIDDM) dengan kompilasi gangrene di lantai V kiri IRNA B
Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta.
Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Diabetes Melitus
tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene mahasiswa/i diharapkan mampu:
Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe II
(NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe II
(NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe
II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe
II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus tipe
II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusinya.
Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.
C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada satu kasus Asuhan
Keperawatan pada Tn. S dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi Gangrene selama 3x24 jam yang dimulai dari tanggal 22 Juli
sampai dengan 24 Juli 2008 di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah
Sakit Pusat Fatmawati, Jakarta.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan
metode pengamatan kasus melalui pendekatan proses asuhan keperawatan pada
klien Tn. S dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) komplikasi gangrene,
diperoleh melalui:
Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaan pada
klien dan keluarga tentang masalah klien.
Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada
klien tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
Studi pendokumentasian dengan cara mencari sumber informasi yang didapat
dari status klien dan hal yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang
dihadapi.
Studi kepustakaan dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan
Diabetes Melitus.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini
terdiri dari 5 bab, yang tersusun secara sistematis dengan urutan: BAB I :
Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup,
metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan teoritis yang
meliputi konsep dasar penyakit yaitu terdiri dari pengertian, etiologi,
patofisiologi (proses perjalanan penyakit, manifestasi klinik, komplikasi),
penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. BAB
III : Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan, evaluasi keperawatan. BAB IV : Pembahasan yang
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. BAB V : Penutup
yang meliputi kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN. DAFTAR
RIWAYAT HIDUP.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Smeltzer Suzzane C & Brenda G.Bare, 2001).
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolic yang berlangsung
kronik dimana penderita diabetes tidak bias memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif
sehingga terjadilah kelebihan gula didalam darah (Harrison, 2001).
Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus) adalah diabetes yang terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan
jumlah produksi insulin (Smeltzer Suzzane C & Brenda G.Bare, 2001).
Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus) adalah diabetes yang ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin (Price.A.Sylvia dan Lorraine M.Wilson,
2005).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa diabetes melitus tipe II adalah diabetes yang terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin yang ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
B. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan diabetes melitus tipe II
menurut Suzanne, C. Smeltzer (2002) adalah usia, obesitas, genetik dan diet
atau pola makan yang salah, yang akan diuraikan sebagai berikut :
Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 30 tahun,
pada kelompok usia ini jumlah insulin yang terdapat dalam tubuh berjumlah
banyak, namun kurang dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Faktor Genetik
Orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus cenderung akan
menurunkan kepada anaknya karena diperkirakan genetik locus yang menurunkan
penyakit diabetes melitus tipe II yaitu kromosom tipe II yang menyebabkan
resistensi insulin.
3. Obesitas
Orang yang gemuk, insulin yang beredar didalam tubuh menjadi tidak
efektif, yang disebabkan banyaknya glukosa didalam tubuh meskipun pankreas
telah bekerja keras mengeluarkan insulin untuk menormalkan kadar glukosa
dalam darah.
Diet atau pola makan yang salah
Orang yang mengkonsumsi lemak yang lebih tinggi dari kebutuhannya akan
mempunyai resiko yang tinggi terkena penyakit diabetes melitus. Diet atau
pola makan yang salah dengan mengkonsumsi lemak yang tinggi akan menurunkan
kepekaan reseptor di pankreas untuk menghasilkan insulin. Hal ini akan
diperburuk dengan mengkonsumsi gula yang tinggi.
C. Patofisiologi
Proses penyakit
Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) disebabkan oleh adanya faktor usia,
genetik, obesitas, diet/pola makan yang salah. Pola makan yang salah
seperti mengkonsumsi makanan yang mengandung terlalu banyak gula, dapat
menyebabkan penumpukan glukosa sehingga terjadi peningkatan kerja reseptor,
menyebabkan kompensasi reseptor sehingga terjadi resistensi insulin, dari
faktor usia, keturunan, obesitas dapat menyebabkan kerusakan sel pankreas
yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel beta, yang dapat mengakibatkan
sensitivitas insulin menurun dan terjadi gangguan sekresi insulin dan dapat
terjadi defisiensi insulin sehingga dapat meningkatkan kadar gula dalam
darah yang disebut hiperglikemia. Dari glukosa yang tidak bisa masuk dalam
sel lemak dan protein diperoleh sehingga terjadi peningkatan lipolisis.
Peningkatan oksidasi asam lemak dan pembentukan keton sehingga
produksi badan keton meningkat dan terjadi ketoasidosis. Akibat dari
hiperglikemia dan defisiensi insulin dapat mengakibatkan tidak efektifnya
kerja insulin untuk mengantarkan glukosa ke dalam sel, sehingga sel
kelaparan (asthenia) sehingga timbul rasa lapar yang terus-menerus
(poliphagi). Selain itu juga dapat mengakibatkan energi sel berkurang,
mengakibatkan metabolisme meningkat, metabolisme lemak meningkat dan
biasanya terjadi penurunan berat badan dan lemah. Glukosa tidak masuk dalam
sel dapat juga mengakibatkan hipoglikemia, ini dikarenakan makan yang
kurang namun aktivitas insulin berlebih.
2. Manifestasi klinis
Poliphagia (banyak makan)
Karena kurangnya insulin sehingga nutrisi tidak dapat msuk kedalam sel,
sehingga sel lapar (astenia) sebagai respon klien pun merasa lapar dan
ingin makan terus.
b. Poliuria (banyak kencing)
Karena pada klien diabetes melitus terjadi hiperosmolar vaskular
(melebarnya dinding pembuluh darah) akibat hiperglikemia yang menyebabkan
glukosa plasma melebihi ambang batas ginjal sehingga terjadi perpindahan
cairan dari ekstrasel ke intrasel sehingga klien sering BAK.
c. Polidipsia (banyak minum)
Respon ini terjadi karena sering BAK, mengakibatkan klien merasa haus
terus.
Kesemutan
Peningkatan gukosa darah dalam waktu yang lama mengakibatkan terjadinya
perubahan konduksi saraf sehingga kaki terasa baal/kesemutan.
Kelelahan/kelamahan tubuh
Disebabkan glukosa didalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Hal ini
disebabkan karena tubuh kekurangan insulin sehingga untuk menghasilkan
energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas tubuh membakar cadangan lemak
yang ada. Jika cadangan lemak dibakar dalam jumlah yang berlebihan
menimbulkan ketoasidosis diabetik yang ditandai dengan nyeri abdomen,
nausea, mual dan muntah.
3. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik akut :
1). Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal
rendah. Dimana kadar glukosa darah turn dibawah 50-60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
kuat.
2). Diabetes ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mangakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Apabila jumlah insulin
berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel juga akan berkurang dan
prosuksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Dua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemia. Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi
berlebihan (poliuria) dikarenakan ginjal mengekskresikan glukosa yang
berlebihan dalam tubuh bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium) yang menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Akibat
defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas diubah menjadi badan keton
oleh hati. Bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton menimbulkan
asidosis metabolik. Jadi, tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis metabolik.
b. Komplikasi kronik jangka panjang :
1). Mikroangiopati
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler
dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (netropati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta
kulit.
2). Makroangiopati
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis
berupa gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufiensi
insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler. Gangguan-gangguan
ini berupa penimbunan sorbitol dalam intimavaskuler, hiperlipoproteinemia
dan kelainan pembekuan darah.
c. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada kelompok penyakit yang
menyerang sistem saraf termasuk saraf perifer (sensori motor), otonom dan
spinal.
Kerusakan saraf perifer terjadi karena glukosa tidak
dimetabolisir secara normal dan karena aliran darah ke kulit berkurang dan
hilangnya rasa yang menyebabkan cedera berulang yang tidak kunjung sembuh
(gangrene).
Gangrene adalah kelainan pada syaraf, kelainan pembuluh
darah dan kemudian adanya infeksi. (www.medicastore.com)
Etiologi dari gangrene ; bakteri streptococcus grup A,
staphylococcus aureus, neuropati, penyakit vaskuler perifer, penurunan daya
imunitas.
Manifestasi klinis antara lain ; nyeri, peningkatan
glukosa dalam darah, penurunan kadar insulin, pembengkakan, kemerahan,
abses / pus, ulserasi.
Patofisiologi ; kelainan tungkai bawah karena diabetes
disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya
infeksi. Pada gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba
terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh, karena aliran darah ke bagian
tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit
tampak pucat atau kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi
jaringan busuk kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur sehingga menjadi
gangrene. Hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke
seluruh tubuh (sepsis).
Gangrene bisa menyebabkan komplikasi ; deformitas,
kelumpuhan, nekrosis jaringan, luksasi (bergesernya sendi), kaput
metatarsal, charcaot (perubahan bentuk kaki), kematian saraf.
D. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi insulin
Indikasi pemberian insulin pada pasien diabetes melitus yang berusia lanjut
sama seperti non usia yanitu adanya kegagalan terapi otoketoasidosis, koma
hiperoosmolar, adanya infeksi (stres). Dianjurkan memakai insulin
intermediet acting yang dicampur dengan insulin short-acting dan dapat
diberikan 1-2x/hari, dengan dosis tetap serta kalori dalam makanan harus
tetap dengan waktu tertentu (sebelum/sesudah makan).
Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Obat hipoglikemia oral diberikan jika pengaturan diet dan latihan tidak
berhasil. Di Indonesia OHO yang dipakai adalah 2-3x500 mg/dl.
Pemberian Antibiotik
Pemberian Analgetik
Pengkajian Keperawatan
Dalam pengkajian diabetes, menurut Marilyn E. Doengoes (2000).
Pemeriksaan fisik :
Aktifitas atau istirahat
Gejala : lemah letih, sulit bergerak atau berjalan, kram, otot,
tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaaan istirahat atau dengan
aktifitas, letargi atau disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
Sirkulasi
Gejala : ada riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah, hipertensi, nadi
menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan serta
bola mata cekung.
Integritas Ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain dan masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsangan.
Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia, rasa nyeri
atau terbakar, kesulitan berkemih (infeksi) saluran kemih berulang, nyeri
tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri atau dapat berkembang
menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine
berkabut, bau busuk atau infeksi abdomen keras, adanya asites, bising usus
lemah dan menurun.
Makanan dan minuman
Gejala : hilang nafsu makan, mual, muntah, haus, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari atau minggu, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda : kulit kering atau bersisik, turgor kulit buruk, kekakuan
atau distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah / bau halitosis atau manis, bau
buah (napas aseton).
Neurosensori
Gejala : pusing atau pening sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru atau masa lalu), kacau mental, aktivitas
kejang (tahap lanjut dari DKA).
Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : abdomen yang dipegang nyeri (sedang/berat).
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati.
Pernapasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda : batuk dengan atau tanpa sputum dan frekuensi pernapasan.
Kemanan
Gejala : kulit kering, gatal, dan ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum atau rentang gerak, parastesia atau paralisis otot, termasuk
otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impotent pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita.
Pengkajian luka pada diabetic
Lokasi atau letak luka
Lokasi atau letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap
kemungkinan penyebab terjadinya luka sehingga kejadian luka dapat
diminimalkan.
Stadium luka
Anatomi kulit
Partial thickness (hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis atas).
Full thickness (hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subcutan).
Stadium I : Kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis.
Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis
paling atas.
Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
subcutan.
Stadium IV : Rusaknya lapisan subcutan hingga otot dan tulang.
Warna dasar luka
Merah (red) : Jaringan sehat, granulasi atau epitalisasi, vaskuterisasi.
Kuning (yellow) : Jaringan mati yang lunak, fibrinotik, slough,
apaskularisasi.
Hitam (black) : Jaringannekrotik, apaskularisasi.
Stadium wagner untuk luka diabetic
Superficial ulser
Stadium 0 : Tidak terjadi lesi, kulit dalam keadaan baik, tapi dengan
bentuk tulang kaki yang menonjol.
Stadium I : Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang
tampak menonjol.
Deep Ulcer
Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon.
Stadium III : Penetrasi dalam, osteomielitis, pyarthrosis, plantar,
abses hingga infeksi tendon.
Gangrene
Stadium IV : Gangrene sebagian menyebar hingga sebagian dari jari kaki,
kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab atau kering.
Stadium V : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau ganrene.
Status Vaskuler
Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau penyebaran
oksigen yang adekuat, keseluruhan lapisan sel dan merupakan ungsur penting
dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian status vaskuler meliputi :
palpasi, pengisian kapiler, edema, temperatur.
Status neurologik
Klien diabetic sangat beresiko terhadap kejadian luka kaki oleh karena
neuropatik. Perubahan bentuk hingga kehilangan sensasi menyebabkan trauma
menjadi tidak terasa. Pengkajian status neurologik terbagi dalam pengkajian
status fungsi motorik, fungsi sensorik dan fungsi autonom.
Infeksi
Infeksi merupakan masalah yang paling serius pada klien dengan luka
diabetic pseudomonas aureginosa dan staphyrococcus aureus, keduanya
merupakan organisme patogenik yang paling sering muncul saat perawatan
luka, penilaian terhadap ada tidaknya infeksi pada luka kronik adalah jenis
luka yang terkontaminasi oleh adanya kolonisasi bakteri tapi tidak semuanya
terinfeksi.
Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih.
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
Eklektrolit : natrium dapat normal, meningkat atau menurun, kalium dapat
normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun, fosfor lebih sering menurun.
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama empat bulan
terakhir.
Gas darah arteri: menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik).
Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi).
Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal).
Insulin darah : mungkin menurun atau tidak ada (diabetes melitus tipe I)
atau normal (tipe II) yang mengindikasikan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.
Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien diabetes melitus
menurut Marilyn E. Doengoes (2000) adalah sebagai berikut :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan ketidakadekuatan insulin,
penurunan masukan oral.
Resiko tinggi infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perceptual berhubungan dengan
perubahan ketidakseimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit atau progresif yang tidak
dapat diobati.
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan dengan
menetapkan tujuan, kriteria hasil dan menentukan rencana tindakan yang akan
dilakukan :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan cairan klien terpenuhi
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil (TD=120/80 mmHg, N : 80-
100x/menit, S : 36-37.50C). Nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor, kulit, dan membrane
mukosa.
Rasional : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat.
Pantau tanda-tanda vital (suhu, TD, nadi, pernapasan)
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia.
Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
Ukur berat badan setiap hari
Rasional : mengetahui status hidrasi / volume sirkulasi.
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
Rasional : mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
Kolaborasi : berikan terapi cairan sesuai indikasi dan pantau pemeriksaan
laboratorium (Ht, BUN/kreatinin, natrium, kalium)
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan dan mengobservasi tingkat
hidrasi.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan ketidakadekuatan insulin,
penurunan masukan oral.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Berat badan stabil, menghabiskan diet sesuai porsi,
nilai hasil laboratorium (Hb, Albumin, Gula darah).
Intervensi :
Observasi status nutrisi klien
Rasional : mengetahui asupan nutrisi klien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntah.
Rasional : hiperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat menurunkan motilitas / fungsi lambung (distensi / ileus
paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : mengkaji pemasukan yang adekuat.
Beri makanan porsi kecil tapi sering
Rasional : mengurangi rasa mual dan memberi rasa nyaman.
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH dan HCO3,
Hb dan albumin.
Berikan pengobatan insulin secara teratur
Rasional : menurunkan insiden hipoglikemia
Dengan ahli diet
Rasional : untuk memperhitungkan dan penyesuaian diet klien
Resiko tinggi infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan teknik perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (demam, kemerahan, pus, luka)
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan mengintervensi segera
Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri.
Rasional : mencegah timbulnya infeksi silang (nasokomial)
Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasife
Rasional : mencegah timbulnya infeksi
Berikan perawatan kulit secara teratur seperti massage
Rasional : untuk menghindari kerusakan pada kulit
Kolaborasi :
Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
Rasional : untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih /
memberikan terapi antibiotik yang terbaik
Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional : untuk membantu mencegah infeksi
Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perceptual berhubungan dengan
perubahan ketidakseimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
perubahan sensori-perceptual tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan
sensori
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital dan status mental
Rasional : suhu meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat
klien.
Rasional : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat
memperbaiki daya pikir
Pelihara aktivitas rutin pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungan.
Rasional : membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan
realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
Bantu klien untuk ambulasi atau perubahan posisi
Rasional : meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa
keseimbangan dipengaruhi
Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
kelelahan klien dapat diatasi
Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan energi, menunjukkan
partisipasi dalam aktivitas
Intervensi :
Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal perencanaan
aktivitas klien
Rasional : memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas
Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat, yang cukup atau
tanpa gangguan
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan
Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau sesudah
melakukan aktivitas
Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif
Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit atau progresif yang tidak
dapat diobati.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
dapat mengatasi ketidakberdayaannya.
Kriteria evaluasi : klien tidak putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat
untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan aktivitas perawatan
diri secara mandiri.
Intervensi :
Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang
perawatan di rumah sakit dan penyakit secara umum.
Rasional : mengidentifikasi cara pemecahan masalah
Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu
Rasional : membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan
penanganan
Tentukan tujuan/harapan pasien atau keluarga
Rasional : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan frustasi
Berikan dukungan kepada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan
diri
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pengetahuan klien tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
bertambah
Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Intervensi :
Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan
selalu ada untuk pasien
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengambil bagian dalam proses
belajar
Bekerja sama dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
Rasional : partisipasi dalam perencanaan, meningkatkan antusias dan
kerjasama pasien
Beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit dan pencegahannya
Rasional : klien dan keluarga paham tentang hal-hal yang belum
diketahui sehubungan dengan penyakitnya
Evaluasi tingkat pemahaman klien dan keluarga setelah penyuluhan kesehatan
Rasional : mengetahui pemahaman klien dan keluarga setelah diberi
pendidikan kesehatan
Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan (Kozier, 1991).
Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa
keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan
klien.
Tahap pelaksanaan terdiri dari :
Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :
Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan
masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan penilaian yang kreatif.
Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat
yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk dalam
kemampuan interpersonal diantaranya adalah perilaku, penguasaan ilmu
pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien, serta
gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan
interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas terhadap
yang lain.
Tekhnikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan
interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan,
pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
Tindakan Keperawatan
Mandiri atau independen adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi
pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan
mengevaluasi tindakannya :
Seorang perawat tidak dapat melakukan tindakan keperawatan sendiri, contoh
: merubah posisi klien yang obesitas di atas tempat tidur.
Asisten memerlukan tingkat stres pada klien, contoh mengganti posisi klien
yang obesitas di atas tempat tidur.
Perawat yang kurang mengerti tentang pemasangan infus harus mencari
pertolongan yang mengerti pertolongan tersebut.
Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif
tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik
untuk mengatasi nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.
Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut
dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus pendokumentasian
pada pelaksanaan.
Evaluasi
Evaluasi terhadap klien diabetes melitus tipe II (NIDDM) disesuaikan dengan
masalahnya:
Intake–output cairan dan elektrolit adekuat.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Infeksi tidak terjadi.
Perubahan sensori-perceptual tidak terjadi.
Terjadi peningkatan energi dan menunjukkan partisipasi dalam aktivitas.
Mampu mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
Tingkat pengetahuan klien dan keluarga meningkat.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan dikemukakan tentang hasil pelaksanaan asuhan keperawatan
yang telah dilakukan pada Tn. S dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM)
dengan komplikasi gangrene yang dirawat di lantai V kiri IRNA B Teratai
Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang dimulai pada tanggal 22
Juli sampai 24 Juli 2008, melalui pendekatan proses keperawatan yang
meliputi tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama yang dilakukan dalam proses keperawatan.
Berdasarkan pengkajian ini perawat dapat memberikan intervensi keperawatan
yang tepat sesuai kebutuhan dan masalah klien dengan diabetes melitus tipe
II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Pengkajian pada klien dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi gangrene adalah sebagai berikut :
Identitas klien
Klien bernama Tn. S berusia 43 tahun, status perkawinan menikah, beragama
Islam, suku Jawa, bangsa Indonesia dan pendidikan terakhir SLTA serta
bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Klien beralamat di Jl.
Syaridin No. 35 Jakarta Pusat, sumber biaya ASKES, sumber informasi berasal
dari klien dan keluarga.
Resume
Tn. S masuk ke UGD Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta pada tanggal 19
Juli 2008, dengan keluhan nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu
sebelum masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli
2008, Hb = 9,9 g/dl, Ht = 28%, leukosit = 18,6 rb/ul, trombosit = 313
rb/ul, eritrosit = 3,61 juta/ul, GDS = 449 mg/dl, Na = 132 mmol/l, K = 4,00
mmol/l, Cl = 112 mmol/l. Kemudian klien dipindahkan ke lantai V selatan
pada tanggal 20 Juli 2008 pada buku status didapatkan data TTV = TD =
110/70 mmHg, N = 80x/mnt, Suhu = 36,80 C, pernapasan = 20x/mnt. Sesak napas
positif, BAK sedikit warna kuning jernih. Masalah keperawatan yang muncul,
resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko kurang volume
cairan tubuh, pola napas tidak efektif, gangguan integritas kulit,
intoleransi aktifitas.
Riwayat Keperawatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya karena klien sering olahraga dengan kaki
telanjang di jalan yang pernah terkena banjir, karena merasa gatal-gatal
pada telapak kakinya, kemudian digaruk dan menjadi luka yang tidak sembuh-
sembuh, satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pada akhirnya klien
dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien menderita diabetes melitus sejak lima tahun yang lalu pada tahun
2003. Sejak menderita diabetes melitus klien menjadi alergi dengan
makanan/ikan laut. Klien mengkonsumsi obat glibenklamid 1x2 tablet sejak
lima tahun yang lalu.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keterangan :
" ": "Laki-laki " ": "Laki-laki yang "
" ": "Perempuan " " "menderita penyakit "
" ": "Laki-laki meninggal " " "yang sama "
" ": "Perempuan meninggal " " " "
" ": "Klien " " " "
Klien mempunyai tiga orang kakak laki-laki dan satu orang kakak perempuan,
satu orang adik perempuan dan dua orang adik laki-laki. Kakak laki-laki
ketiga mengalami penyakit yang sama, tetapi klien dan keluarga mengatakan
orang tua mereka tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.
Riwayat Psikososial dan Spiritual
Klien dekat dengan istri dan kakak ketiganya. Pola komunikasi dalam
keluarga terbuka, cara pembuatan keputusan yaitu dengan musyawarah.
Kegiatan kemasyarakatan yang diikuti oleh klien adalah gotong royong.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga merasa sedih dan
khawatir. Mekanisme koping klien dalam mengatasi stres adalah dengan
pemecahan masalah.
Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah kesembuhannya, klien berharap
bisa cepat pulang dan bekerja kembali seperti semula setelah menjalani
perawatan, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah klien
menjadi bergantung dengan istri dan keluarga jika ingin melakukan
aktivitas. Tidak ada nilai kepercayaan klien yang bertentangan dengan
kesehatan. Aktivitas agama yang biasa dilakukan klien adalah sholat lima
waktu.
Kondisi Lingkungan Rumah
Klien dan keluarga mengatakan rumahnya jauh dari jalan raya. Ventilasi dan
penerangan cukup dan selalu dibersihkan setiap hari, sehingga tidak
mempengaruhi dan tidak beresiko terhadap kesehatan.
Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan Sesudah Sakit
Pola Nutrisi
Sebelum sakit klien biasa makan 3 kali sehari dalam sehari, nafsu makan
baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu porsi. Tidak ada makanan
yang tidak disukai dan makanan yang membuat alergi adalah ikan laut dan
makanan pantangan klien adalah makanan yang manis-manis. Klien tidak pernah
diet terhadap makanan, klien mengkonsumsi obat glibenklamid 2 kali sehari
sebelum makan, klien tidak menggunakan alat bantu pada saat makan.
Saat dirawat di rumah sakit frekuensi makan 3 kali dalam sehari, nafsu
makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu porsi. Tidak ada
makanan yang tidak disukai dan makanan yang membuat alergi. Makanan
pantangan adalah yang manis-manis. Makanan diet yang diberikan pada klien
adalah diet diabetes melitus 2100 kalori, klien diberikan terapi insulin
(50 unit + NaCl 0,9% 50 cc) dalam syringe pump dan 5 unit 3 kali sehari
sebelum makan. Klien tidak menggunakan NGT.
Pola Eliminasi
Sebelum sakit klien buang air kecil 8-10 kali dalam sehari, warna kuning
jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat bantu seperti kateter
pada saat buang air kecil. Frekuensi klien buang air besar adalah 1 kali
dalam sehari, pada pagi hari berwarna coklat, bau khas, konsistensi lembek,
tidak ada keluhan saat buang air besar dan tidak pernah menggunakan
laxative.
Di rumah sakit klien buang air kecil 5-6 kali dalam sehari berwarna kuning
jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat kateter. Klien buang
air besar 1 kali sehari, waktu tidak tentu, warna coklat, bau khas,
konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang air besar dan tidak
menggunakan laxative.
Pola Personal Hygiene
Pada saat sebelum sakit klien mandi dua kali dalam sehari , pagi dan sore
hari, dengan menggunakan sabun mandi serta menggosok gigi dua kali dalam
sehari. Klien mencuci rambut sebanyak tiga kali dalam seminggu dengan
menggunakan shampoo.
Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit lama tidur siang klien kurang lebih 1 jam, lama tidur malam
klien 7-8 jam perharinya, sebelum tidur klien biasanya berdoa.
Saat dirawat di rumah sakit klien tidur siang 2-3 jam, lama tidur malam 7-8
jam perharinya. Dan sebelum tidur klien selalu berdoa.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit klien bekerja, waktu bekerja tergantung jadwal shift. Klien
berolahraga jogging dua kali dalam seminggu, tidak ada keluhan dalam
beraktifitas.
Saat di rumah sakit aktivitas sehari-hari (BAK, BAB, personal hygiene)
dibantu istri dan keluarga, dan klien tidak pernah melakukan olahraga.
Kebiasaan yang mempengaruhi klien
Sebelum dan sesudah sakit klien tidak pernah merokok dan meminum minuman
keras.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum klien sakit sedang. Berat badan sekarang tidak dapat dikaji,
berat badan sebelum sakit 76 kg dengan tinggi badan 160 cm. Tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 88x/mnt, frekuensi napas 24x/mnt, suhu 370C, tidak
didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Sistem Penglihatan
Posisi mata klien simetri, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sklera ikterik, pupil isokor,
otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-
tanda radang, klien tidak memakai kaca mata ataupun lensa kontak dan reaksi
terhadap cahaya baik.
Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada cairan dari telinga, kondisi telinga normal,
tidak ada perasaan penuh di telinga, tinitus tidak ada, fungsi pendengaran
baik dan tidak menggunakan alat bantu dengar.
Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan dalam berbicara atau berkomunikasi, cara
berbicara klien jelas dan mudah dipahami.
Sistem Pernapasan
Jalan napas klien bersih, pernapasan tidak sesak, dalam bernapas klien
tidak menggunakan alat bantu pernapasan. Frekuensi 24x/menit dan irama
teratur, jenis pernapasan spontan, kedalaman napas dangkal, tidak ada
batuk, tidak ada sputum, pada palpasi dada tampak simetris, perkusi dada
klien resonan, suara napas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernapas dan
tidak menggunakan alat bantu napas.
Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi peripher nadi 88 kali/menit , irama teratur, tekanan darah 110/80
mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna
kulit pucat, pengisian kapiler lebih dari 3 detik dan tidak ada edema.
Sirkulasi jantung klien, kecepatan denyut apikal 88x/menit, irama teratur,
tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada sakit dada.
Sistem Hematologi
Klien tampak pucat dan tidak ada perdarahan.
Sistem syaraf Pusat
Tingkat kesadaran klien kompos mentis, tidak ada keluhan sakit kepala, GCS
= E : 4, M : 6, V : 5, dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (muntah,
nyeri kepala, papil edema). Tidak ada gangguan sistem persyarafan.
Sistem Pencernaaan
Keadaan mulut klien, gigi tidak karies, klien tidak menggunakan gigi palsu,
stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, salifa normal, muntah tidak ada,
nyeri daerah perut tidak ada, bising usus 6x/menit, tidak ada diare, tidak
ada konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen kembung.
Sistem Endokrin
Tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau keton, poliuri
dan polidipsi tidak ada, poliphagi ada pada klien. Terdapat luka gangrene
pada pedis sinistra yaitu telapak kaki dengan diameter luka 0,5 cm, keadaan
luka : tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat serta mengeluarkan
darah.
Sistem Urogenital
Tidak ada perubahan pola berkemih pada klien, tidak ada distensi kandung
kemih dan sakit pinggang, intake ; minum 600 ml/24 jam, parenteral : 1500
ml/24 jam. Output : BAK : 900 ml/24 jam, IWL : 900 ml/24 jam sehingga
balance cairan 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam.
Sistem integument
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan
kulit baik, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah penusukan
syringe pump bengkak dan klien merasa nyeri, syringe pump dipasang pada
tanggal 20 juli 2008. Keadaan rambut tekstur baik dan kebersihan baik.
Sistem Muskuloskeletal
Klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada
tulang, sendi, kulit, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang,
sendi dan kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot baik.
Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab dan makanan yang harus
dihindari.
Data penunjang
Pada tanggal 19 Juli 2008 dilakukan:
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi/darah lengkap; Hb: 9,9 g/dl(N; P:13,2-17,3), Ht: 28% (N; 33%-
45%), Leukosit: 18.000/ul (N: 5000-10000/ul), Trombosit: 313000/ul (N: 150-
440 rb/ul), Eritrosit: 3,61 juta/ul (N: 4,40-5,90 juta/ul).
Cairan elektrolit ; natrium = 132 mmol/l (N = 135-147 mmol/l), Kalium =
4,00 mmol/l (N = 3,10-5,10 mmol/l), klorida = 112 mmol/l (N = 95-108
mmol/l).
Fungsi ginjal ; kreatinin darah = 1,2 mg/dl (N = 0,6-1,5 mg/dl).
Glukosa darah sewaktu = 449 mg/dl (N = 70 – 140 mg/dl).
Urinalisa ; berat jenis = 1,020 (N = 1,003 – 1,030). Warna = kuning,
kejernihan = jernih).
Pemeriksaan Radiologi
Foto pedis AP, hasil = pelvis : kontur dan struktur tulang normal tak
tampak lesi titik dan sklerotik, sela sendi normal soft tissue swelling,
kesan : tak tampak kelainan tulang
Pada tanggal 21 Juli 2008 dilakukan :
Pemeriksaan laboratorium
Fungsi hati : protein total = 6,69 (N= 6,00 – 8,00), albumin = 2,50 g/dl (N
= 3,40 – 4,80 g/dl), globulin = 4,19 g/dl (N = 2,50 – 3,00 g/dl).
Fungsi ginjal ; kreatinin darah = 1,1 mg/dl (N = 0,6 – 1,5 mg/dl).
Pada tanggal 22 Juli 2008 dilakukan :
Pemeriksaan laboratorium
Glukosa darah sewaktu = 217 mg/dl (N = 70 – 140 mg/dl)
Penatalaksanaan
Tanggal 21 Juli 2008, klien mendapat terapi obat yaitu : ceftriaxone 1 x 2
gram, captopril 2 x 6,25 gram, metronidazole 3 x 500 mg, paracetamol 3 x
500 mg. Terapi cairan IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/menit. Diet diabetes melitus
2100 kalori. Terapi insulin, drip insulin 50 unit (Actrapid) +NaCl 0,9 % 50
cc dalam syringe pump = 2 unit/jam = 2 cc/jam. Actrapid 3 x 5 iu sebelum
makan (pagi, siang, sore). Terapi perawatan luka : kompres NaCl 0,9 % 2 x
dalam sehari. Pemeriksaan sleeding scale per 6 jam dalam sehari dan
pemeriksaan GDN/2 PP 1 minggu 2 kali.
Data Fokus
Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. S (43 tahun) pada tanggal 22 Juli
2008, didapatkan data fokus sebagai berikut :
Data subjektif = klien mengatakan nyeri pada luka apabila luka dibersihkan,
skala nyeri 6. Klien mengatakan infus NaCl 0,9 % dipasang pada tanggal 19
Juli 2008 dan syringe pump dipasang sejak tanggal 20 Juli 2008, merasa
nyeri pada daerah penusukan syringe pump. Klien mengatakan BAK ± 5 – 6 kali
sehari. Minum ± 600 ml/hari. Berat badan klien sebelum sakit (1 bulan yang
lalu) 76 kg, keluarga klien mengatakan berat badan klien menurun sejak
sakit (1 bulan yang lalu). Klien mengatakan terasa lemas.
Data objektif :
Tampak rembesan pus pada balutan luka, terdapat akses pada pedis sinistra,
klien tampak meringis saat luka dibersihkan, diameter luka 0,5 cm, keadaan
luka : tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat, serta mengeluarkan
darah. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 leukosit = 18,4
ribu/ul. Tanggal 22 Juli 2008 = 217 mg/dl, balutan infus NaCl tampak
bersih, daerah penusukan syringe pump tampak bengkak, agak merah. Klien
terpasang infus NaCl 0,9 % 500 ml/8 jam = 20 tts/menit. Insulin drip 50
unit (Actrapid) + NaCl 50 cc dalam syringe pump. TTV : TD = 110/80 mmHg, N
= 88x/menit, pernapasan : 24x/menit, suhu : 370C. Pengisian kapiler lebih
dari 3 detik, intake ; minum = 600 ml/24 jam, parenteral = 1500 ml/24 jam.
Output ; BAK = 900 ml/24 jam, IWL = 900 ml/24 jam. Balance cairan : 2100 ml
– 1800 ml = +300 ml/24 jam. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli
2008 Ht = 28 %, tanggal 21 Juli 2008, albumin 2,50 gr/dl. Klien tampak
lemas, konjungtiva klien anemis, warna kulit klien pucat, LILA klien 28 cm,
bising usus klien 6x/menit, berat badan sekarang belum dapat dikaji, hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Hb = 9,9 gram/dl, tanggal 22
Juli 2008 GDN/2 PP belum ada, klien mendapatkan actrapid 3x5 iu sebelum
makan (pagi, siang, sore), keadaan umum sedang, klien tampak lemas,
kesadaran kompos mentis, GCS = E : 4, M : 6, V : kongjungtiva klien anemis.
Analisa Data
"No "Data "Masalah "Etiologi "
"1. "Data subjektif : "Resiko tinggi "Meningkatnya "
" "Klien mengatakan nyeri pada "perluasan "kadar glukosa "
" "luka apabila luka "infeksi "dalam darah "
" "dibersihkan. " " "
" "Skala nyeri 6 " " "
" "Data objektif : " " "
" "Tampak rembesan pus pada " " "
" "balutan " " "
" "Terdapat abses pada pedis " " "
" "sinistra " " "
" "Diameter luka 0,5 cm, keadaan" " "
" "luka: tampak adanya pus " " "
" "berwarna putih susu dan " " "
" "coklat, serta mengeluarkan " " "
" "darah " " "
" "Hasil pemeriksaan gula darah " " "
" "sewaktu tanggal 19 Juli 2008 " " "
" "Leukosit : 18,4 ribu/ul, " " "
" "tanggal 22 " " "
" "Juli 2008 GDS : 217 mg/dl, " " "
"2. "Data subjektif "Resiko kelebihan"Penurunan "
" "Klien mengatakan BAK ± 5-6 x "volume cairan "tekanan osmotic "
" "/ hari " "koloid "
" "Minum ± 600 ml/24 jam " " "
" "Data objektif : " " "
" "Intake ; minum 600 ml/24 jam," " "
" "parenteral 1500 ml/24 jam, " " "
" "Output ; BAK = 900 ml/24 jam," " "
" "IWL : 900 ml/24 jam " " "
" "Hasil laboratorium tanggal 19" " "
" "Juli 2008 Ht : 28 %. Tanggal " " "
" "21 Juli 2008 Albumin 2,50 " " "
" "gr/dl. " " "
"3. "Data subjektif : "Resiko perubahan"Ketidakcukupan "
" "Klien mengatakan berat badan "nutrisi kurang "insulin untuk "
" "sebelum sakit (1 bulan yang "dari kebutuhan "transport "
" "lalu) "tubuh "glukosa ke dalam"
" "Keluarga klien mengatakan " "sel "
" "berat banda klien menurun " " "
" "sejak sakit (1 bulan yang " " "
" "lalu) " " "
" "Data objektif: " " "
" "Klien tampak lemas " " "
" "Konjungtiva klien anemis " " "
" "Warna kulit klien pucat " " "
" "LILA klien 28 cm " " "
" "Bising usus klien 6x/menit " " "
" "Berat badan sekarang belum " " "
" "dapat dikaji " " "
" "Hasil pemeriksaan " " "
" "laboratorium tgl 19 Juli 2008" " "
" "Hb = 9,9 gr/dl, tgl 21 Juli " " "
" "2008 albumin = 2,50 gr/dl, " " "
" "tgl 22 Juli 2008 GDN/2 PP " " "
" "belum ada, GDS : 217 mg/dl " " "
" "Klien terpasang insulin drip " " "
" "50 unit (actrapid) + NaCl 0,9" " "
" "% 50 cc dalam syringe pump " " "
" "Klien mendapatkan actrapid " " "
" "3x5 iu sebelum makan (pagi, " " "
" "siang, sore) " " "
"4. "Data subjektif : "Intoleransi "Kelemahan fisik:"
" "Klien mengatakan merasa lemas"aktivitas "perfusi jaringan"
" "Data objektif : " "tidak adekuat, "
" "Keadaan umum sedang " "kelemahan fisik,"
" "Klien tampak lemas " "proses inflamasi"
" "Kesadaran kompos mentis, GCS " " "
" "= E : 4, M : 6, V : 5 " " "
" "Konjungtiva klien anemis " " "
" "Wajah klien tampak pucat " " "
" "Hasil pemeriksaan " " "
" "laboratorium tgl 19 Juli 2008" " "
" "Hb : 9,9 gr/dl, leukosit : " " "
" "18,4 ribu/ul, " " "
" "- TTV Klien " " "
" "TD = 110/80 mmHg " " "
" "N = 88x/menit " " "
" "P = 24x/menit " " "
" "S = 370 C " " "
"5. "Data subjektif : "Resiko terhadap "Tempat masuknya "
" "Klien mengatakan : "infeksi "mikroorganisme "
" "Infus NaCl 0,9 % dipasang " "sekunder "
" "sejak tanggal 19 Juli 2008 " "terhadap "
" "dan syringe pump dipasang " "pemasangan "
" "sejak tanggal 20 Juli 2008 " "infus/syringe "
" "Merasa nyeri pada daerah " "pump "
" "penusukan syringe pump " " "
" "Data objektif : " " "
" "Balutan infus NaCl 0,9 % " " "
" "tampak bersih " " "
" "Daerah penusukan syringe pump" " "
" "tampak bengkak, agak merah " " "
" "Klien terpasang infus NaCl " " "
" "0,9 % 500 ml/8 jam = 20 " " "
" "tts/mnt, insulin drip 50 unit" " "
" "(actrapid) + NaCl 0,9 % 50 cc" " "
" "dalam syringe pump " " "
" "Hasil pemeriksaan " " "
" "laboratorium tgl 19 Juli 2008" " "
" "Leukosit = 18,4 ribu/ul " " "
" "TTV : " " "
" "TD = 110/80 mmHg " " "
" "N = 88x/menit " " "
" "P = 24x/menit " " "
" "S = 370 C " " "
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul berdasarkan hasil pengkajian adalah :
Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik koloid.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan
tidak adekuat (Hb menurun), proses inflamasi.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = 24 Juli 2008
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme-
mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus / syringe pump.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
Rencana Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi
Tanggal 22 Juli 2008
Diagnosa I
Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perluasan
infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor, pus, bau)
tidak ada tanda-tanda vital dalam batas normal terutama suhu (360 C –
37.50C), hasil laboratorium terutama leukosit dalam batas normal (5.000-
10.000/ul). Hasil gula darah sewaktu dalam batas normal (70-140 mg/dl).
Data subjektif :
Klien mengatakan nyeri pada luka apabila luka dibersihkan, skala nyeri 6.
Data objektif :
Tampak rembesan pus pada balutan, terdapat abses pada pedis sinistra,
diameter luka 0,5 cm, keadaan luka: tampak adanya pus berwarna putih susu
dan coklat, serta mengeluarkan darah, hasil pemeriksaan gula darah sewaktu
tanggal 22 Juli 2008 GDS : 217 mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl).
Rencana tindakan
Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor,
pus, bau).
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan mengintervensi segera.
Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan.
Rasional : sebagai proteksi diri dan mencegah terjadinya infeksi silang
(nasokomial).
Lakukan perawatan luka 2 kali dalam sehari dengan teknik septik dan
aseptik.
Rasional : menurunkan resiko infeksi.
Observasi nilai laboratorium terutama leukosit.
Rasional : leukosit meningkat mengindikasikan terjadinya infeksi.
Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu).
Rasional : dugaan adanya infeksi.
Kolaborasi : lakukan pemeriksaan kultur dan sehingga dapat memilih/
memberikan terapi antibiotik yang tepat.
Berikan obat antibiotik sesuai program.
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
Berikan terapi insulin sesuai program.
Rasional : meningkatkan keadekuatan insulin.
Pelaksanaan :
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 10.00 WIB memberikan obat antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml),
obat masuk melalui IV dengan lancar.
Pukul 11.00 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor,
kalor, dolor, tumor, pus, bau). Terdapat tanda-tanda infeksi pada kaki kiri
klien seperti : panas, nyeri, kemerahan dan bengkak, pus berwarna putih
susu dan coklat serta mengeluarkan darah.
Pukul 11.10 WIB meningkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan (perawatan luka), perawat mencuci
tangan.
Pukul 11.20 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik,
luka klien terdapat pus berwarna putih susu dan coklat serta terdapat
darah, mengambil sampel pus untuk pemeriksaan kultur pus, hasil pemeriksaan
kultur pus belum ada.
Pukul 12.00 WIB memberikan terapi insulin (actrapid), klien mendapatkan
actrapid 5 iu sebelum makan.
Pukul 16.00 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
(oleh perawat ruangan), luka terdapat pus berwarna putih susu dan coklat
serta terdapat darah.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin (oleh perawat ruangan), klien
mendapatkan actrapid 5 iu.
Pukul 18.00 WIB memberikan obat antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml)
(oleh perawat ruangan), obat masuk melalui IV dengan lancar.
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulaktad (oleh perawat ruangan),
mendapatkan insulaktad 5 iu.
Pukul 22.00 WIB memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gram (oleh perawat
ruangan), obat masuk melalui intravena.
Pukul 02.00 WIB memberikan obat antibiotik Metronidazole 500 mg/100 ml,
(oleh perawat ruangan), obat masuk melalui intravena.
Pukul 06.30 WIB memberikan terapi insulin actrapid (oleh perawat ruangan),
klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Evaluasi
Tanggal : 23 Juli 2008
Pukul 07.30 WIB
S : Klien mengatakan masih merasa nyeri pada lukanya apabila luka
dibersihkan, skala nyeri 6
O : terdapat rembesan pus pada balutan, tanda-tanda vital, hasil TD
= 110/70 mmHg (N : 120/80 mmHg), N = 80x/menit (N : 60-100x/menit), P =
22x/menit (N : 16-20x/menit), S = 370 C (N : 36 - 37.50 C). Hasil
laboratorium : leukosit =untuk tanggal 23 Juli 2008 tidak ada, hasil : GDS
pukul 06.00 = 105 mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl).
A : Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya
kadar glukosa dalam darah masih ada
P : Intervensi
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
3. Lakukan perawatan luka 2 kali dalam sehari
4. Observasi nilai laboratorium terutama leukosit
5. Observasi tanda-tanda vital
7. Berikan obat antibiotik
8. Berikan terapi insulin
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 08.00 WIB mengobservasi nilai laboratorium leukosit, tidak ada hasil
laboratorium leukosit untuk tanggal 23 Juli 2008.
Pukul 07.30 WIB mengobservasi tanda-tanda vital (terutama suhu), S = 370 C
(N : 36 – 37.50 C).
Pukul 10.00 WIB memberikan obat antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml),
obat masuk melalui intravena dengan lancar.
Pukul 11.00 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
(bersama perawat ruangan), luka klien terdapat pus berwarna putih susu dan
coklat serta terdapat darah.
Pukul 12.00 WIB memberikan terapi insulin (actrapid), klien mendapatkan
actrapid 5 iu sebelum makan.
Pukul 16.00 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
(oleh perawat ruangan), luka klien terdapat pus berwarna putih susu dan
coklat serta terdapat darah.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin, klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Pukul 18.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml,
(oleh perawat ruangan) obat masuk melalui intravena dengan lancar.
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulin insulaktad (oleh perawat
ruangan), klien mendapatkan insulaktad 5 iu.
Pukul 22.00 WIB memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gram (oleh perawat
ruangan), obat masuk melalui intravena.
Pukul 02.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml
(oleh perawat ruangan), obat masuk melalui intravena dengan lancar.
Pukul 06.30 WIB memberikan terapi insulin actrapid (oleh perawat ruangan)
klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Evaluasi
Tanggal: 24 Juli 2008
Pukul 08.30 WIB
S : Klien mengatakan masih merasa nyeri pada lukanya saat
dibersihkan kemarin, skala nyeri 6
O : Tampak rembesan pus pada balutan, tanda-tanda vital, TD =
120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), Nadi = 80x/menit (N : 60 - 100x/menit,
pernapasan = 20x/menit (N : 16-20 x/menit), suhu = 36.90 C (N : 36 - 37.50
C), hasil laboratorium tanggal 24 Juli 2008 leukosit = 4.800/ul (N : 5.000
– 10.000/ul), GDS = 202 mg/dl (N : 70-140 mg/dl)
A : Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya
kadar glukosa dalam darah masih ada
P : Intervensi
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
3. Lakukan perawatan luka 2 kali dalam sehari
5. Observasi tanda-tanda vital
7. Berikan obat antibiotik
8. Berikan terapi insulin
Pelaksanaan
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 08.00 WIB mengobservasi nilai laboratorium leukosit, leukosit
4.800/ul (5.000 -10.000/ul). Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu), suhu =
36.90 C (N : 36 – 37.50 C).
Pukul 10.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml,
obat masuk melalui intravena dengan lancar.
Evaluasi
Tanggal: 24 Juli 2008
Pukul 12.10 WIB
S : Klien mengatakan masih merasa nyeri pada lukanya saat
dibersihkan kemarin, skala nyeri 6
O : Tampak membesar pus pada balutan, tanda-tanda vital, TD =
120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), Nadi = 76x/menit (N : 60-100x/menit),
pernapasan = 20x/menit (16-20x/menit), suhu = 36.50 C (N : 36-37,50 C),
hasil laboratorium tanggal 24 Juli 2008 leukosit = 4.800 ul (N : 5.000-
10.000/ul), GDS = 202 mg/dl (N: 70 – 140 mg/dl)
A : Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya
kadar glukosa dalam darah masih ada
P : Klien rencana operasi debridement pukul 01.00 WIB
Intervensi post debridement : dilanjutkan dan didelegasikan
kepada perawat ruangan.
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
5. Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu)
7. Berikan obat antibiotik
8. Berikan terapi insulin
Diagnosa II
Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan Penurunan tekanan osmotic
koloid, ditandai dengan:
Data subjektif :
Klien mengatakan BAK ± 5-6 x/hari, minum ± 600 ml/sehari
Data objektif:
Intake ; minum : ± 600 ml/24 jam, parenteral = 1500 ml/24 jam, output ; BAK
= 900 ml/24 jam, IWL = 900 ml/24 jam. Balance cairan 2100 – 1800 = ± 300
ml/24 jam. Hasil laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Ht = 28 % (N : 33 –
45%), tanggal 21 Juli 2008 albumin = 2,50 gr/dl (N : 3,40 – 4,80 g/dl)
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Intake dan output seimbang, tanda-tanda vital dalam batas normal (TD =
120/80 mmHg, Nadi = 60-100x/menit, pernapasan = 16-20x/menit, suhu = 36-
37.50 C), tidak ada edema, hasil laboratorium : hematokrit dalam batas
normal (33-45%). Albumin dalam batas normal (3,40 – 4,80 gr/dl).
Rencana tindakan
Ukur intake dan output tiap hari
Rasional : menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan
perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi.
Observasi derajat perifer/edema dependen
Rasional : perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium
dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH
Anjurkan untuk tirah baring (bila ada asites)
Radional : dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis
Kolaborasi : pantau albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan
nutrisi)
Rasional : penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid
plasma, mengakibatkan pembentukan edema
Berikan albumin sesuai indikasi
Rasional : albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotik
koloid dalam kompartemen vaskuler
Pelaksaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 11.00 WIB mengukur intake dan output klien, intake ; minum : ± 200
ml/8 jam., parenteral : 500 ml/8 jam. Output ; urine : 300 ml/8 jam, IWL =
300/8 jam.
Pukul 11.05 WIB mengobservasi derajat edema, tidak terdapat edema pada
kedua esktremitas klien.
Pukul 13.00 WIB memantau albumin serum dan elektrolit, tidak ada hasil
pemeriksaan albumin serum dan elektrolit untuk tanggal 22 Juli 2008.
Pukul 19.30 WIB mengukur intake dan output klien (oleh perawat ruangan),
intake ; minum = ± 200 ml/8 jam. Parenteral 500ml/8 jam, output; urine =
300 ml/8 jam, IWL = 300 ml/8 jam.
Pukul 07.30 WIB mengukur intake dan output klien (oleh perawat ruangan),
intake ; minum ± 200 ml/8 jam, parenteral : 500 ml/8 jam, output ; urine :
300 ml/8 jam, IWL : 300 /8 jam.
Evaluasi
Tanggal : 23 Juli 2008
Pukul 07.40 WIB
S : Klien mengatakan kemarin BAK ± 5-6x/hari, minum ± 600 ml/hari
O : Output dan intake klien, intake ; minum : ± 600 ml/24 jam,
parenteral = 1500 ml/24 jam, output ; urine = 700 ml/24 jam, IWL = 900
ml/24 jam. Balance cairan = 2100 – 1800 = +300 ml/24 jam. Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg (N : 120/80 mmHg), N : 80x/menit (N : 60 – 100x/mnt), P :
22x/menit (N : 16 – 20 x/mnt), S : 370C (N : 36 – 37,50C). Hasil
laboratorium albumin dan hematokrit tidak ada untuk tanggal 23 Juli 2008
A : Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik koloid, masih ada
P : Intervensi
1. Ukur intake dan output tiap hari
2. Observasi derajat perifer / edema dependen
4. Pantau albumin serum dan elektrolit
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 13.00 WIB mengukur intake dan output klien : intake ; minum = 300
ml/8 jam, parenteral 500 ml/8 jam, output ; urine : 450 ml/8 jam, IWL : 300
ml/8 jam, mengukur tanda-tanda vital, TD = 110/70 mmHg, Nadi = 84x/menit,
pernapasan = 20x/menit, suhu = 370 C, mengobservasi derajat edema, tampak
edema lokal pada daerah bekas penusukan syringe pump (tangan kanan).
Pukul 19.30 WIB mengukur intake dan output klien intake ; minum ± 400
ml/8jam, parenteral 300 ml/8 jam, transfusi darah 250 ml. output ; urine :
500 ml/8 jam, IWL : 300 ml/8 jam.
Pukul 06.00 WIB mengukur tanda-tanda vital klien, TD = 120/80 mmHg (N :
120/80 mmHg). Nadi : 80x/menit (N : 60 – 100 x/mnt), pernapasan : 20x/menit
(N : 16 – 20 x/mnt), suhu : 36.90C (36 – 37,50C).
Pukul 07.30 WIB mengukur intake dan output klien, intake ; minum : 300 ml/8
jam, parenteral 300 ml/8 jam, transfusi darah 250 ml. output ; urine : 500
ml/8 jam.
Evaluasi
Tanggal : 24 Juli 2008
Pukul 08.10 WIB
S : Klien mengatakan kemarin BAK ± 8- 9x/hari, minum ± 1000 ml/8
jam, dan klien puasa sejak pukul 04.00 pagi
O : Intake dan output, intake ; minum : ± 1000 ml/24 jam,
parenteral : 1100 ml/24 jam, transfuse : 500 ml/24 jam, output ; urine :
1550 ml/24 jam, IWL : 900 ml/24 jam. Balance cairan = 2600 – 2350 = +250
ml/24 jam. Tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg). , N :
80x/menit (N : 60 – 100 x/mnt, P : 20x/menit (N : 16 – 20x/mnt), S : 36.90C
(N : 36 – 37,50C. Oedema pada daerah bekas penusukan syringe pump sudah
berkurang
A : Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik koloid, masih ada
P : Intervensi
1. Ukur intake dan output tiap hari
2. Observasi derajat perifer / edema dependen
4. Pantau albumin serum dan elektrolit
Pelaksanaan
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 11.00 mengukur intake dan output klien. Intake ; minum : klien puasa
sejak pukul 04.00 pagi, parenteral : 300 ml/8 jam. Output ; urine : 300
ml/8 jam.
Pukul 11.20 mengobservasi derajat edema. edema sudah berkurang.
Pukul 11.30 mengukur tanda-tanda vital, TD : 120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg),
Nadi : 76x/menit (N : 60 – 100x/mnt), pernapasan : 20x/menit (N : 16 –
20x/mnt), suhu : 36.50 C (36 – 37.50C).
Pukul 11.40 memantau albumin serum dan elektrolit dan albumin untuk tanggal
24 Juli 2008 tidak ada dan hematokrit : 27% (33 – 45%).
Evaluasi :
Tanggal : 24 Juli 2008
Pukul 12.10 WIB
S : Klien mengatakan masih puasa, BAK 2 kali
O : Balance cairan klien, intake ; minum : klien puasa, parenteral
: 300 ml/8 jam. Output ; urine : 300 ml/8 jam, IWL : 300 ml/8 jam. Balance
cairan : 300 – 600 = -300 ml/8 jam. Edema sudah berkurang..
A : Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan
tekanan terjadi perubahan
P : Intervensi
1. Ukur intake dan output tiap hari
2. Observasi derajat perifer / edema dependen
4. Pantau albumin serum dan elektrolit
5. Berikan albumin bebas garam/ plasma, proten 3 x 48 gram/hari extra
telur 3 butir / hari
Diagnosa III
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel, ditandai
dengan :
Data subjektif :
Klien mengatakan berat badan sebelum sakit (1 bulan yang lalu) 76 kg,
keluarga klien mengatakan berat banda klien menurun sejak sakit (1 bulan
yang lalu).
Data objektif :
Klien tampak lemas, konjungtiva klien anemis, warna kulit klien pucat, LILA
klien 28 cm, bising usus klien 6x/menit, berat badan sekarang belum dapat
dikaji, hasil pemeriksaan laboratorium tgl 19 Juli 2008 Hb = 9,9 gr/dl (N :
13,2 – 17,3 g/dl), tgl 21 Juli 2008 albumin = 2,50 gr/dl (N : 3,40 -4,80
gr/dl), tgl 22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada, GDS : 217 mg/dl (N : 70 – 140
mg/dl), klien terpasang insulin drip 50 unit (actrapid) + NaCl 0,9 % 50 cc
dalam syringe pump, klien mendapatkan actrapid 3 x 5 iu sebelum makan
(pagi, siang, sore).
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko
perubahan nutrisi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Berat badan klien stabil, menghabiskan diet sesuai porsi, nilai hasil
laboratorium normal (Hb, albumin, gula darah).
Rencana tindakan :
Observasi status nutrisi klien
Rasional : mengetahui asupan nutrisi klien
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntah.
Rasional : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi /ileus paralitik) yang
akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Timbang berat badan sesuai yang adekuat
Rasional : mengkaji pemasukan yang adekuat
Beri makanan porsi kecil tapi sering
Rasional : mengurangi rasa mual dan memberi rasa nyaman
Kolaborasi : pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton,
pH dan HCO3, Hb, albumin
Berikan pengobatan insulin secara teratur
Rasional : menurunkan insiden hipoglikemia
Kolaborasi = dengan ahli diet
Rasional : untuk memperhitungkan dan penyesuaian diet
Pelaksanaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 12.10 WIB mengobservasi status nutrisi klien, klien menghabiskan 1
porsi makanannya.
Pukul 10.30 WIB mengauskultasi bising usus, mencatat adanya nyeri abdomen /
perut kembung, mual, muntah, bising usus klien 6x/menit, nyeri abdomen
tidak ada, mual dan muntah tidak ada, memantau pemeriksaan laboratorium
seperti glukosa darah aseton, pH dan HCO3, glukosa darah sewaktu tanggal 22
Juli 2008 = 217 mg/dl (70 – 140mg/dl), tgl 21 Juli 2008 HCO3 = 23,3 mmol/l
(N : 21,0 – 28,0 mmol/l).
Pukul 12.00 WIB memberikan insulin actrapid 5 iu sebelum makan. Kolaborasi
dengan ahli diet, klien mendapatkan diet diabetes melitus 2100 kalori.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin, klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulin insulaktad (oleh perawat
ruangan), mendapatkan insulaktad 5 iu.
Evaluasi
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 07.30 WIB
S : Klien mengatakan menghabiskan 1 porsi makanannya
O : Berat badan klien tidak dapat dikaji, klien tampak menghabiskan
1 porsi makanannya. Nilai hasil laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Hb = 9,9
g/dl (N : 13,2 – 17,3 g/dl), tanggal 21 Juli 2008 : Albumin : 2,50 g/dl (N
: 3,40 – 4,80 g/dl), tanggal 23 Juli 2008 GDS : 105 mg/dl (70 – 140 mg/dl).
A : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam
sel.
P : Intervensi
Observasi status nutrisi klien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual
muntah.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Beri makanan porsi kecil tapi sering.
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, HCO3,
Hb, albumin.
Berikan pengobatan insulin secara teratur.
Pemeriksaan sleeding scele / 6 jam diganti dengan KGDH setiap pukul 06.00,
11.00, 18.00.
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 08.20 WIB mengobservasi status nutrisi klien, klien mengatakan
menghabiskan 1 porsi makanannya.
Pukul 08.30 WIB mengauskultasi bising usus, mencatat adanya nyeri
abdomen/perut kembung, mual, muntah, bising usus klien 9x/menit, nyeri
abdomen tidak ada, perut klien agak kembung, mual muntah tidak ada, berat
badan klien belum dapat dikaji.
Pukul 12.00 WIB mengambil darah untuk pemeriksaan KGDH, darah klien diambil
1 cc.
Pukul 12.00 WIB memberikan insulin actrapid 5 iu sebelum makan.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin (oleh perawat ruangan),
mendapatkan actrapid 5 iu.
Pukul 18.00 WIB mengambil darah untuk pemeriksaan KGDH (oleh perawat
ruangan), darah klien diambil 1 cc, hasil KGDH belum ada.
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulin insulaktad (oleh perawat
ruangan), klien mendapatkan insulaktad 5 iu.
Pukul 06.30 WIB memberikan terapi insulin actrapid (oleh perawat ruangan),
klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 08.20 WIB
S : Klien mengatakan puasa sejak pukul 04.00
O : Berat badan klien tidak dapat dikaji, klien puasa karena akan
menjalani operasi debridement. Nilai laboratorium KGDH (Kurve Gula Darah
Harian) tanggal 23 Juli 2008, hasil GDS Pukul 06.00 : 105 mg/dl (N = 80-145
mg/dl), GDS Pukul 11.00 : 167 mg/dl (N = 70-140 mg/dl), GDS Pukul 16.00 :
260 mg/dl (N = 70-140 mg/dl). Insulin drip dihentikan.
A : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam
sel.
P : Intervensi
Observasi status nutrisi klien.
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, HCO3, Hb
albumin.
Klien rencana operasi debridement pukul 13.00 WIB.
Pelaksanaan
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 11.00 mengobservasi status nutrisi klien : klien mengatakan masih
puasa. Memantau pemeriksaan laboratorium seperti : Glukosa darah, Hb,
albumin. GDS tanggal 24 Juli 2008 = 202 mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl), Hb =
9,0 g/dl (N : 13,2 – 17,3 g/dl), albumin tidak ada.
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 12.10
S : Klien mengatakan puasa sejak pukul 04.00 pagi
O : Berat badan klien tidak dapat dikaji, klien puasa karena akan
menjalani operasi debridement, nilai hasil laboratorium, glukosa darah =
202 mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl), Hb = 9,0 g/dl (N : 13,2 – 17,3 g/dl),
albumin tidak ada.
A : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam
sel masih ada.
P : Intervensi dilanjutkan : dan didelegasikan kepada perawat
ruangan
Observasi status nutrisi klien.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, HCO3,
Hb, albumin.
Berikan pengobatan insulin secara teratur.
Pemeriksaan sleeding scele / 6 jam diganti dengan KGDH setiap pukul 06.00,
11.00, 18.00. Berikan albumin, proten 3x48 gram/hari, extra telur 3
butir/hari.
Diagnosa IV
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan
tidak adekuat (Hb menurun) proses inflamasi, ditandai dengan :
Data subjektif:
Klien mengatakan merasa lemas
Data objektif :
Keadaan umum sedang, klien tampak lemas, kesadaran kompos mentis, GCS = E :
4, M : 6, V : 5, konjungtiva klien anemis, wajah klien tampak pucat, hasil
pemeriksaan laboratorium tgl 19 Juli 2008 Hb : 9,9 gr/dl (N : 13,2 – 17,3
g/dl), leukosit : 18,4 ribu/ul (N : 5000 – 10000/ul ), TTV Klien : TD =
110/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), N = 88x/menit (N : 60 -100x/mnt), P =
24x/menit (N : 16 – 20x/mnt), S = 370 C (N : 36 – 37,50C)
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Kriteria hasil :
Klien mengungkapkan peningkatan energi, dapat beraktivitas secara bertahap.
Rencana tindakan
Observasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan
Batasi aktivitas klien, misal mandi/lap di tempat tidur / mandi dengan
duduk.
Rasional : membatasi pengeluaran energi yang berlebihan
Bantu/dorong perawatan dan kebersihan diri
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan kebersihan tubuh
Ubah posisi klien sesuai kemampuan
Rasional : menurunkan resiko infeksi
Pelaksanaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 12.30 WIB mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-
hari, hasil : klien mengkonsumsi snack (bubur kacang hijau dari rumah
sakit) dengan dibantu keluarga (karena kedua tangannya dipasang infus NaCl
0,9 & dan syringe pump).
Pukul 13.00 WIB mengubah posisi klien sesuai kemampuan, hasil : klien
mampu miring kiri-miring kanan secara mandiri.
Pukul 16.30 WIB membantu perawatan dan kebersihan diri (mandi dan sikat
gigi, oleh keluarga klien), hasil : klien dibantu oleh keluarga.
Pukul 06.00 WIB mengukur TTV klien (oleh perawat ruangan) = TD : 110/70
mmHg, N : 80x/menit, pernapasan : 22x/menit, suhu : 370C.
Evaluasi
Tanggal 23 Juli 2008
S : Klien mengatakan pagi ini merasa lebih segar.
O : Keadaan umum klien sedang, wajah klien tampak lebih segar.
Klien tampak dibantu keluarga saat makan, hasil pemeriksaan laboratorium
untuk tanggal 23 Juli 2008 Hb dan leukosit tidak ada. TTV klien, TD :
120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), N : 80x/menit (N : 60 – 100x/mnt),
pernapasan : 20x/menit (N : 16 – 20x/mnt), suhu : 36.90 C (36 – 37,50C).
A : Masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik : perfusi jaringan tidak adekuat (Hb menurun), proses inflamasi
teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan :
Observasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari.
Bantu / dorong perawatan dan kebersihan diri.
Ubah posisi klien sesuai kemampuan.
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 12.30 WIB mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-
hari, klien mampu makan sendiri (karena syringe pump sudah dilepas).
Pukul 12.40 WIB mengubah posisi klien sesuai kemampuan, klien sudah mampu
miring kiri dan miring kanan sendiri tanpa dibantu perawat dan keluarga.
Pukul 06.00 WIB mengukur tanda-tanda vital (oleh perawat ruangan) TD =
120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), Nadi : 80x/menit (N : 60 – 100x/mnt),
pernapasan 20x/menit (N : 16-20 x/mnt), suhu = 36.90C (36 – 37,50C).
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 08.30 WIB
S : Klien mengatakan hari ini puasa, tetapi klien tidak merasa
lemas.
O : Keadaan umum klien sedang, klien tampak mampu miring kiri dan
miring kanan secara mandiri. hasil pemeriksaan laboratorium Hb : 9,0 g/dl
(13,2 – 13,7g/dl), leukosit = 4,8 ribu/ul (5000 – 10000/ul), TTV klien, TD
: 120/80 mmHg (N : 120/80 m(N : 60 – 100x/mnt), mmHg), N : 80x/menit (N :
60 – 100x/mnt), pernapasan : 20x/menit (N : 60 – 100x/mnt), suhu : 36.90 C
(N : 36 – 37,50C).
A : Masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik : perfusi jaringan tidak adekuat (Hb menurun), proses inflamasi
teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
Diagnosa V
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan infus/syringe pump, ditandai dengan :
Data subjektif :
Klien mengatakan Infus NaCl 0,9 % dipasang sejak tanggal 19 Juli 2008 dan
syringe pump dipasang sejak tanggal 20 Juli 2008, merasa nyeri pada daerah
penusukan syringe pump
Data objektif :
Balutan infus NaCl 0,9 % tampak bersih, daerah penusukan syringe pump
tampak bengkak, agak merah, klien terpasang infus NaCl 0,9 % 500 ml/8 jam =
20 tts/mnt, insulin drip 50 unit (actrapid) + NaCl 0,9 % 50 cc dalam
syringe pump, hasil pemeriksaan laboratorium tgl 19 Juli 2008 Leukosit =
18,4 ribu/ul (N : 5000 – 10000/ul), TTV : TD = 110/80 mmHg (N : 120/80
mmHg), N = 88x/menit (N : 60 – 100x/mnt), P = 24x/menit (16 – 20 x/mnt),
S = 370 C (N : 36 – 37,5 0C).
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesa),
leukosit dalam batas normal (5000-10.00/ul). Tanda-tanda vital dalam batas
normal, TD : 120/80 mmHg , N : 60-100x/menit , P : 16-20x/menit, S : 36-
37.50C.
Rencana tindakan
Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor,
fungsiolesa)
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan mengintervensi segera
Pertahankan teknik septic dan aseptic pada prosedur invasife dengan
mengganti balutan pada area pemasangan infuse.
Rasional : mencegah timbulnya infeksi
Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu)
Rasional : dugaan adanya infeksi
Observasi nilai laboratorium terutama leukosit
Rasional : leukosit meningkat mengindikasikan terjadinya infeksi
Berikan obat antibiotik
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
Pelaksanaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 09.30 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor,
kalor, dolor, tumor, fungsiolesa), daerah penusukan syringe pump tampak
bengkak, agak merah, aliran insulin tampak lancar.
Pukul 10.00 WIB melepas balutan syringe pump dan mengganti daerah tempat
penusukan syringe pump, hasil : tempat penusukan syringe pump diganti,
aliran lancar. Memberikan obat antibiotic (metronidazole 500 mg/ml), obat
masuk melalui intravena.
Pukul 22.00 WIB memberikan antibiotic ceftriaxone 2 gr (oleh perawat
ruangan) hasil : obat masuk melalui intravena.
Pukul 06.00 WIB mengukur TTV klien = TD : 110/70mmHg (N : 120/80 mmHg), N
: 80x/menit (60 – 100x/mnt), pernapasan : 22x/menit (N : 16 – 20x/mnt),
suhu : 370 C (36 - 370C).
Evaluasi
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 07.30 WIB
S : Klien mengatakan rasa nyeri pada daerah bekas penusukan syringe
pump sudah berkurang.
O : Daerah bekas penusukan syringe pump bengkak agak berkurang,
merah tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium untuk tanggal 23 Juli 2008
tidak ada. Tanda-tanda vital klien, TD : 110/70 mmHg (N : 120/80 mmHg), N :
80x/menit (60 – 100x/mnt), pernapasan : 22x/menit (N : 16 – 20x/mnt), suhu
: 370 C (36 – 37,50C).
A : Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infuse/syringe pump masih ada.
P : Intervensi dilanjutkan
Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Pertahankan teknik-teknik septik dan aseptik pada prosedur invasife dengan
mengganti balutan pada area pemasangan infus.
Observasi tanda-tanda vital.
Observasi nilai laboratorium terutama leukosit.
Berikan obat antibiotik.
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 09.30 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, daerah
bekas penusukan syringe pump tampak oedema, merah tidak ada, tetesan infuse
NaCl 0,9% tidak lancar.
Pukul 11.30 WIB melepas infus NaCl 0,9 %.
Pukul 12.30 WIB melepas tusukan syringe pump, memasang infuse NaCl 0,9 %,
tetesan infuse lancar 20 tetes/menit.
Pukul 18.00 WIB memberikan antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml) oleh
perawat ruangan, obat masuk obat masuk melalui intravena.
Pukul 22.00 WIB, memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gr (oleh perawat
ruangan) obat masuk melalui intravena.
Pukul 02.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml
(oleh perawat ruangan) obat masuk melalui intravena.
Pukul 06.00 WIB mengukur TTV (oleh perawat ruangan) : TD = 120/80 mmHg (N :
120/80 mmHg), Nadi 80 x/menit (N : 60 – 100x/mnt), pernapasan : 20x/menit
(N : 16 – 20x/mnt), suhu : 36.90C (N : 36 – 37,50C).
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 08.00 WIB
S : Klien mengatakan tidak merasa nyeri lagi pada daerah bekas
penusukan syringe pump.
O : Daerah bekas penusukan syringe pump tampak tidak bengkak,
oedema dan merah lagi. Nilai laboratorium tanggal 24 Juni 2008 leukosit :
4800/ul (N : 5000 – 10000/ul), TTV = TD : 120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), N
: 80x/menit (N : 60 – 100x/mnt), P : 20x/menit (N : 16 – 20x/mnt), suhu :
36.90 C (N : 36 – 37,50C).
A : Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus / syringe pump masih ada.
P : Intervensi pertahankan dan didelegasikan kepada perawat
ruangan.
Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Pertahankan teknik septik dan aseptik pada prosedur invasife.
Observasi tanda-tanda vital.
Observasi nilai laboratorium terutama leukosit.
Berikan obat antiseptik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai kesenjangan antara teori dan kasus
yang terdiri dari pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. Dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada
Tn. S dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene di
lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Fatmawati, Jakarta,
yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juli sampai 24 Juli 2008, penulis
menemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus mencakup pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2008, yang
didapatkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik serta didokumentasikan,
ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.
Dalam teori dikatakan etiologi terjadinya diabetes melitus adalah faktor
usia, faktor genetik, obesitas dan diet atau pola makan yang salah, sama
seperti etiologi yang terjadi pada klien. Manifestasi klinis yang ditemukan
pada klien sama seperti pada teori diantaranya banyak makan, kelemahan atau
kelelahan dan berat badan menurun. Pemeriksaan penunjang yang ada pada
kasus tetapi tidak ada dalam teori adalah pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan fungsi hati (protein total, albumin, globulin).
Pada saat pemeriksaan fisik melalui pengkajian penulis menemukan adanya
tanda-tanda infeksi seperti tampak ada rembesan pus pada balutan luka.
Faktor pendukung dalam melakukan pengkajian, klien dan keluarga kooperatif
dan data yang diperoleh tidak terlalu menyimpang dari teori yang ada, kerja
sama dengan perawat ruangan baik, dokumen yang ada cukup lengkap, standar
yang dipakai di ruangan sesuai dengan standar yang ada dalam teori. Faktor
penghambat selama proses pengkajian penulis tidak menemukannya.
Diagnosa Keperawatan
Pada teori dengan diabetes melitus diagnosa keperawatan yang muncul menurut
Marlyn E. Doengoes, at all, 2000, ada tujuh diagnosa yaitu : kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia),
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, resiko tinggi infeksi
(sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, resiko tinggi terhadap
perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan ketidakseimbangan
glukosa/insulin/elektrolit, kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi
energi metabolik, ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka
panjang atau progresif yang tidak dapat diobati dan kurang pengetahuan
mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi. Sedangkan pada kasus yang muncul adalah resiko tinggi
perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah
yang ditandai dengan keadaan balutan luka dengan pus yang merembes dan luka
klien sudah terdapat pus dan darah. Resiko kelebihan volume cairan tubuh
berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid ditandai dengan klien
mengatakan BAK ± 5-6 kali perhari, balance cairan klien 2100 ml – 1800 ml =
+300 ml/24 jam. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa dalam sel
ditandai dengan keluarga klien mengatakan berat badan klien menurun sejak
sakit (1 bulan yang lalu), hasil laboratorium gula darah sewaktu = 217mg/dl
(N : 70 – 140mg/dl). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik : perfusi jaringan tidak adekuat (Hb menurun) ditandai dengan klien
tampak lemas, hasil laboratorium : Hb = 9,9 g/dl (N : 13,2 – 17,3g/dl).
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan infus/syringe pump, ditandai dengan klien
mengatakan merasa nyeri pada daerah penusukan syringe pump, daerah
penusukan syringe pump tampak bengkak, agak merah.
Diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak muncul pada kasus terdapat lima
diagnosa, yaitu : kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik (dari hiperglikemia), resiko tinggi terhadap perubahan sensori
persepsual berhubungan dengan perubahan ketidakseimbangan glukosa atau
insulin/elektrolit, kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik, ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau
progresif yang tidak dapat diobati dan kurang pengetahuan mengenai
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi, dikarenakan tidak ada data informasi yang menunjang untuk
diagnosa tersebut.
Faktor pendukung untuk kelima diagnosa yang diangkat pada kasus, data
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi klien saat itu. Pada waktu
mengangkat diagnosa penulis tidak menemukan faktor penghambat.
Perencanaan
Perencanaan dibuat berdasarkan prioritas masalah sebagai berikut :
observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, ganti balutan dengan teknik
septik dan aseptik, ukur intake dan output tiap hari, observasi status
nutrisi klien, observasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari,
pertahankan teknik septik dan aseptik pada prosedur invasif. Dalam membuat
perencanaan penulis menemukan bahwa diagnosa keperawatan yang diangkat
tidak sesuai dengan prioritas dalam teori. Pada kasus prioritas yang
diangkat yaitu resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah, diagnosa ini diangkat sebagai
prioritas karena sesuai dengan kondisi klien saat itu dengan keadaan
balutan luka dengan pus yang merembes dan luka klien sudah terdapat pus dan
darah. Pada teori tidak terdapat kriteria waktu sedangkan pada kasus
kriteria waktu selama 3x24 jam, dari masing-masing diagnosa. Begitu pun
dengan kriteria hasil disusun sesuai dengan keadaan klien sehingga dapat
dicapai dan diukur. Faktor pendukung dalam membuat perencanaan keperawatan
penulis mendapatkan melalui literatur, sedangkan faktor penghambatnya tidak
penulis temukan.
Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis sesuaikan dengan rencana tindakan
yang telah penulis susun berdasarkan prioritas masalah yang dilakukan 3x24
jam antara lain mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, mengganti
balutan luka dengan teknik septik dan aseptik, mengukur intake dan output
tiap hari, mengobservasi status nutrisi klien, mengobservasi kemampuan
klien melakukan aktivitas sehari-hari, mempertahankan teknik septik dan
aseptic pada prosedur invasif. Namun dalam pelaksanaan keperawatan dari
beberapa rencana tindakan yang penulis tidak dapat lakukan seperti
memberikan obat pada malam hari, dikarenakan penulis hanya bertugas pada
pagi hari. Alternatif pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah
mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk melanjutkan rencana tindakan
keperawatan pada klien Tn. S. Faktor pendukung klien dan keluarga cukup
kooperatif serta perawat ruangan dapat bekerja sama sehingga implementasi
terlaksana dengan baik. Faktor penghambat yaitu klien terpasang infus di
tangan kanan dan terpasang syringe pump di tangan kiri dan kaki kiri klien
tidak mampu untuk menapak dengan baik sehingga berat badan klien tidak
dapat diukur, solusinya menunggu keadaan luka di kaki kiri klien sedikit
membaik sehingga klien dapat menapak di atas timbangan untuk mengukur berat
badan klien.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan bertujuan untuk
menilai perkembangan kesehatan klien mengacu kepada kriteria evaluasi dan
tujuan. Dari lima diagnosa yang terdapat pada kasus, yang sudah teratasi
adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik: perfusi
jaringan tidak adekuat (Hb menurun) ditunjukkan dengan klien tidak merasa
lemah lagi, dan klien mampu mengubah posisi (miring kiri dan miring kanan)
secara mandiri sedangkan empat diagnosa lainnya belum teratasi yaitu resiko
tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa
dalam darah dimana keadaan luka klien masih terdapat pus dan darah. Resiko
kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik
koloid dimana balance cairan klien 300 ml-600 ml = -300 ml/8 jam. Resiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel dimana hasil
GDS tanggal 24 Juli 2008 : 202mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl). Resiko terhadap
infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap
pemasangan infus/syringe pump, dimana klien masih terpasang infus NaCl 0,9%
20 tts/menit pada tangan kanannya, namun penulis tetap melanjutkan rencana
tindakan tersebut yang belum teratasi, dengan mendelegasikan kepada perawat
ruangan untuk melanjutkan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana.
Faktor pendukung adalah klien, keluarga kooperatif dan perawat ruangan
dapat bekerjasama sehingga mudah dalam melaksanakan rencana tindakan,
program pengobatan dan penulis tidak menemukan hambatan.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penerapan proses keperawatan yang penulis lakukan pada klien
Tn. S dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene di
lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
Jakarta, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 22 Juli 2008, dimana yang menjadi
penyebabnya adalah obesitas dan pola makan yang salah. Dengan gejala
seperti banyak makan, kelemahan tubuh, atau kelelahan dan berat badan
menurun, serta adanya luka gangrene yang merupakan komplikasi dari diabetes
melitus.
Penulis menemukan lima diagnosa yaitu : resiko tinggi perluasan infeksi
berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Resiko kelebihan
volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic koloid.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik:Perfusi jaringan tidak adekuat
(Hb menurun). Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
mikro organisme sekunder terhadap pemasangan infus/syringe pump.
Dalam membuat rencana keperawatan, tiap-tiap rencana tindakan berdasarkan
prioritas masalah yang ada pada klien. Rencana yang sudah dilakukan sesuai
kondisi klien adalah mengobservasi tanda-tanda vital, mengobservasi tanda-
tanda infeksi dan peradangan, mengganti balutan luka dengan teknik septik
dan aseptik, mengukur intake dan output tiap hari, mengobservasi status
nutrisi klien, mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-
hari dan mempertahankan teknik septic dan aseptik pada prosedur invasife.
Untuk tindakan keperawatan yang belum dilakukan penulis didelegasikan
kepada perawat ruangan.
Pada tahap evaluasi terdapat satu diagnosa yang sudah teratasi yaitu
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan
tidak adekuat (Hb menurun) sedangkan empat diagnosa yang belum teratasi
yaitu resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah, resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan
dengan penurunan tekanan osmotic koloid, resiko perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk
transport glukosa ke dalam sel dan resiko terhadap infeksi berhubungan
dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus /
syringe pump.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas setelah penulis melakukan asuhan keperawatan
dan interaksi dengan klien, tim keperawatan dan tim kesehatan di lantai V
kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta,
penulis memberikan saran sebagai berikut :
Mahasiwa/i atau perawat, hendaknya dapat mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan diabetes melitus dengan komplikasi gangrene.
Klien diharapkan untuk menciptakan pola hidup yang baik dengan menghindari
konsumsi makanan dan minuman yang berkadar gula tinggi serta melakukan
perawatan luka yang septik dan aseptik untuk menghindari infeksi lebih
lanjut.
Untuk institusi meningkatkan sarana dan prasarana kampus seperti alat-alat
laboratorium, dan literatur-literatur sehingga dapat memperlancar proses
belajar mengajar serta penyusunan karya tulis ilmiah, menyediakan tenaga
kerja dan dosen yang berpengalaman dan berkualitas dalam memberikan
bimbingan kepada mahasiswa/i sehingga dapat menghasilkan perawat-perawat
yang berkualitas dan profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Juall Lynda.(1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan
(Alih Bahasa : Ester Monica Skp, et all).Edisi 2.Jakarta : EGC
Doengoes, E. Marilyn, dkk.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3 (Alih
Bahasa : I Made Kariasa dkk).Jakarta : EGC
Enggram, Barbara.(1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3
(Alih Bahasa : Suharyati samba).Jakarta : EGC
Harnowo, Sapto.(2001). Keperawtan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan.
Jakarta : Widya Medika
Lewis, Sharon.(2003). Medical Surgical Nursing assessment of clinical
Problem. Missouri : Mosby
Noer, Sjaifoellah Prof. dr. H. M.(2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I.Edisi 3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry.(2006). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik, volume 2.Edisi 4.Jakarta:EGC
Priscilia lemone, Karen M. Burke.(2004). Medical Surgical Nursing. Addison
Wesley Nursing.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong.(2006). Buku Ajar Ilmu Badah. Edisi 2.Jakarta
: EGC
Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal –
Bedah Brunner & Suddarth Vol.2.Edisi 8.Jakarta EGC
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.(2006). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit, Volume 1.Edisi 4.Jakarta : EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/diabetes-melitus
www.blogdokter.net/2007/06/13/diabetes-melitus
www.medicastore.com/diabetes
ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan
hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan
kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut
hormon.
Dalam sistem endokrin terdapat delapan kelenjar : Hipotalamus, pituitary /
hipofise, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, pineal,
kelenjar reproduksi dan kelenjar pankreas.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan pajang 12.5 cm dan
tebal kurang lebih 2.5 cm. Pankreas terdiri dari :
Kepala pankreas, merupakan bagian yang paling lebar terletak di sebelah
kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum.
Badan pankreas, merupakan bagian utama dan letaknya di belakang lambung dan
vertebra lumbalis I.
Ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri.
Dua jaringan utama yang menyusun pankreas :
Asini
Pulau Langerhans
Sel-sel dalam pulau ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis :
Sel Alpha, berfungsi mensekresikan glukogen.
Sel Beta, berfungsi mensekresikan insulin.
Sel Delta, berfungsi mensekresikan somatostatin.
Sel F, berfungsi mensekresikan polipeptida pankreas.
Fisiologi
Fungsi insulin adalah :
Meningkatkan metabolisme karbohidrat.
Meningkatkan timbunan glikogen.
Meningkatkan sintesa asam lemak.
Meningkatkan intake asam amino.
Meningkatkan sintesa protein.
PENGAMBILAN DARAH VENA
Alat dan bahan
Spuit ukuran 5-10 cc
Kapas alkohol dalam tempatnya
Antikoagulan (untuk mencegah hemolisis), seperti EDTA (ethylene
diaminetetra acetate)
Botol/tabung untuk menampung darah.
karet pembendung (opsional)
Prosedur kerja
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
cuci tangan
ambil spuit sesuai kebutuhan sampel yang akan diambil (5>10 cc).
tentukan vena yang akan diambil darahnya.
lakukan disinfeksi dengan kapas alkohol.
lakukan pengikatan dengan karet pembendung bagian atas vena yang akan
dilakukan pengambilan darah (bila pengambilan dilakukan oleh satu orang).
lakukan penusukan pada vena dengan jarum spuit menghadap ke atas dengan
sudut 30-450 terhadap kulit. Lanjutkan pengambilan darah dan saat
pengambilan karet pembendung dilepaskan lebuh dahulu.
Setelah didapatkan sampel yang diperlukan lakukan penekanan pada area
penusukan selama 2-5 menit dan masukkan darah ke dalam tabung yang telah
diberi antikoagulan (sesuaikan dengan jenis pemeriksaan).
Isi formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dengan tepat dan kirimkan
ke laboratorium.
Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Catat tanggal prosedur, jumlah dan jenis sampel, serta respons pasien.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : GUSTI AYU SENTANA
Nama panggilan : YUYUN
Tempat / Tgl. Lahir : Dompu, 19 SEPTEMBER 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 Tahun
Agama : Hindu
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Udayana No.64 Antugan, Blahbatuh, Gianyar Bali
PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN 02 WOJA : Tahun 1993 – 1999
2. SLTP NEGERI 1 DOMPU : Tahun 1999 –
2002
3. SLTA NEGERI 1 DOMPU : Tahun 2002 –
2005
4. DIPLOMA III Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta : Tahun
2005 – 2008
-----------------------
43
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 2
-----------------------
53