BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Difteri Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Mudah menular dan yang diserang terutama traktus
respiratorius bagian atas dan ditandai dengan terbentuknya pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. (Ilmu Kesehatan Anak FK UI: 2007). Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008). 2.2 Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI membagi penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu : 1. Infeksi ringan : bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan nyeri menelan. 2. gejala Infeksihanya sedang : bila pseudomembran telah menyaring sampai faring ( dinding belakang rongga mulut), sampai menimbulkan pembekakan laring. 3. Infeksi berat : bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralyris (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal). Berdasarkan letaknya, digolongkan sebagai berikut :
Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.
Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali dengan radang tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s neck). Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum terjadi sumbatan laring.
Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang primer. Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta epigastr ium. Ada bull’s neck,
laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.
Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah konjungtiva dan umbilikus.
Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau. 2.3 Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Sistem pernapasan
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea, broncus dan paru. (Nelson, 2010) 1.
Saluran pernafasan bagian atas :
Rongga hidung
Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru
Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring.. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. 2) Saluran pernafasan bagian bawah :
Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina.
Bronkus
Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam.
Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel–sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.
Paru Paru-paru merupakan organ elastic berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga torak atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediasinum central yang mengandung jantung pembulu-pembulu darah besar. Letak paru-paru dirongga dada dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua: 1. Pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. 2. Pleuru parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.
Fisiologi Sistem Pernafasan
Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari alveoli melintasi membran alveolar kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi kemudian akan membawa oksigen yang telah berikatan dengan sel darah merah menuju jaringan tubuh,dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada membran alveolar kapiler dikenal dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai (kadar karbondioksida yang rendah) akan menuju sisi kiri jantung, dan akan dipompakan ke seluruh sel dalam tubuh. Saat mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan melepaskan ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut digunakan untuk bahan bakar metabolisme. Juga
karbondioksida akan masuk sel darah merah. Sel darah merah yang rendah oksigen dan tinggi karbondioksida akan menuju sisi kanan jantung untuk kemudian dipompakan ke paru-paru. Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah bahwa alveoli harus terus menerus mengalami pengisian dengan udara segar yang mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup. 2.4 Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi. Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak, sifat bakteri Corynebacterium diphteriae : 1. Gram positif 2. 3. 4. 5.
Aerob Polimorf Tidak bergerak Tidak berspora
Disamping itu, bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering. Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria mempunyai sifat:
Membentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah, dan berwarna
putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan kuman. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.
2.5 Manifestasi Klinis
Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius, Batuk dan pilek yang ringan. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan Mual, muntah , sakit kepala. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan kotor. Kaku leher
Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan, nausea, muntah, dan disfagia. Selain itu ditandai dengan adanya membran semu di tonsil dan di sekitarnya, serta pelepasan
eksotoksin, yang dapat menimbulkan gejala umum (seperti penyakit infeksi) atau local (seperti tampak keluhan nyeri) 2.6 Patofisiologi
Biasanya bakteri berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung, maka hidung akan berair. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan terjadi gangguan pernafasan. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini banyak bergantung pada efek eksotoksin yang diproduksi. Toksin menghambat pembuatan protein sel sehingga sel mati. Nekrosis jaringan pada tempat menempelnya kuman akan menunjang perkembang-biakan kuman dan produksi toksin selanjutnya, serta pembentukan membran yang melekat erat pada dasarnya. Basil hidup dan berkembang biak pada traktus respiratorius bagian atas, terlebih bila terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus dan lain-lain. Tetapi walaupun jarang, basil dapat pula hidup pada daerah vulva, telinga dan kulit. Pada tempat ini basil membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran dapat timbul lokal atau kemudian menyebar dari faring atau tonsil ke laring dan seluruh traktus respiratorius bagian atas sehingga menimbulkan gejala yang lebih berat. Kelenjar getah bening sekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin. 2.7 Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada pasien difteri : 1. Miokarditis
biasanya timbul akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga perjalanan penyakit Pemerikasaan Fisik : Irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup, kadangkadang ditemukan tanda-tanda payah jantung.
2. Kolaps perifer 3. Obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan atelektasis 4. Urogenital : dapat terjadi nefritis Penderita difteri (10%) akan mengalami komplikasi yg mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik. Terjadi pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan Umum. Anti Diphteri Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000U /hari selama 2 hari berturutturut, dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata. Antibiotika, penicillin prokain 50.000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas panas. Pada penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis. Kortikosteroid, dimaksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat berbahaya. Dapat diberikan prednisone 2mg/kgBB/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan secara bertahan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien difteri yaitu pasien dirawat dikamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai skort (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau bila kotor. Harus disediakan pula perlengkapan cuci tangan, desinfektan sabun, lap atau handuk yang kering. Juga tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan. Ngastiyah (1997) 2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Schick test Tes kulit ini di gunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Untuk pemeriksaan ini di gunakan dosis 1/50 MED. Yang di berikan intrakutan dalam bentuk larutan yang telah di encerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam 24 jam. Uji sshick dikatakan negative bila tidak di dapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu dapat terjadiakibat reaksi alergi terhadap protwin antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam. 2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah : penurunan hemoglobin (Hb), penurunan jumlah leukosit, eritrosit, dan kadar albumin. Pada urine terdapatnya albuminuria ringan
DAFTAR PUSTAKA
Diagnosa Keperawatan : defiisi dan klasifikasi 2009-2011/editor, T. Heather Herdman ; ahli bahasa, Made Surmawati, Dwi Widiatri, Estu Tiar ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, – Jakarta : EGC, 2010 Buku saku diagnosa dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC/ Judith M. Wilkinson : ahli bahasa, Widyawati.. [et al.] : editor edisi Bahasa Indonesia, Eny Meiliya, Monica Ester. – Ed. 7. – Jakarta : EGC, 2006.