BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang belakang Abses paru merupakan merupakan salah satu penyakit penyakit pada paru yang disebabkan oleh infeksi lokal dan ditandai oleh nekrosis jaringan paru-paru dan penyatuan nanah dalam rongga terbentuk di enukleasi tersebut. ( Beddoe AE; Pravikoff D;, 2011 ).
Menurut hasil penelitian Ramadhaniati di Laboratorium Mikrobiologi RS Dr. M. Djamil Djamil Padang Padang tahun tahun 2006, 2006, hasil hasil pemerik pemeriksaan saan mikrobio mikrobiologi logis s penderi penderita ta infe infeks ksii
paru paru non non tube tuberk rkol olos osis is menu menunj njuk ukka kan n
bahw bahwa a
dari dari 85 perm permin inta taan an
pemeriksaan mikrobiologis yang mencantumkan diagnosis klinis sebagai infeksi paru paru
non
tub tuberko erkolo losi sis, s,
seba sebagi gian an
besa besarr
dite ditega gakk kkan an
diag diagno nosi sis s
seba sebaga gaii
bronk bronkopn opneu eumon monia ia (69,4 (69,42% 2%), ), bronk bronkiti itis s kroni kronik k (20%) (20%),, bron bronkie kiekta ktasis sis (4,7 (4,7 %), %), bronkitis akut (3,53 %), dan abses paru (2,35 %). Angka kejadian Abses Paru berdasarkan berdasarkan penelitian penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan dengan angka angka yang yang dimiliki dimiliki oleh oleh The Childre Children’s n’s Hospita Hospitall of eastern eastern ontario ontario Kanada sebesar sebesar 0,67 0,67 tiap 100.000 100.000 penderi penderita ta anak-ana anak-anak k yang MRS. Dengan Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8). Tingkat morbiditas dan kematian terkait dengan abses paru-paru masih signifika signifikan n meskipu meskipun n telah telah dikenal dikenal penatal penatalaksa aksanaan naan dengan dengan antibiot antibiotik. ik. Hasil Hasil sebuah sebuah penelit penelitian ian
gabunga gabungan n
antara antara
Januari Januari 1980 1980 samp sampai ai deng dengan an Agust Agustus us
1996 oleh Institut Pulmonologi Pulmonologi ,Rabin Medical Medical center Israel yang dipublikasikan dipublikasikan tahu tahun n 1998 1998 deng dengan an file file 75 oran orang g pend pender erit ita a seba sebaga gaii
suby subyek ek pene peneli liti tian an
mendapatkan mendapatkan angka angka kematian kematian lebih lebih besar besar pada abses paru sekunder sekunder sebesar 26 % dibandingkan dengan angka kematian penderita abses paru primer 18 %.
B. Tujuan penulisan makalah Tujuan umum
Tujuan khusus
: Mampu memberikan memberikan asuhan keperawatan keperawatan pada pasien dengan dengan abses Paru. :
1
1. Mengetahui konsep penyakit abses paru 2. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan abses paru 3. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan abses paru 4. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan abses paru 5. Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan 6. Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan
2
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN Abses paru adalah Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir
sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah ( pus ) dalam
parenkhim paru pada satu lobus atau lebih ( Rasyid,A.2006 ). Abses paru merupakan salah satu penyakit pada paru yang disebabkan oleh infeksi lokal dan ditandai oleh nekrosis jaringan paru-paru dan penyatuan nanah dalam rongga terbentuk di enukleasi tersebut. ( Beddoe AE; Pravikoff D;, 2011 ). B. ETIOLOGI Finegold SM dan Fishman JA (1998) mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher MI dan Beadry PH (1990) mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus. Kuman penyebab abses paru menurut Asher MI dan Beadry PH (1990) antara lain adalah sebagai berikut: 1.Staphillococcus aereus: Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable; Streptococcus viridans pneumoniae; Alpha-hemolytic streptococci; Neisseria sp; Mycoplasma pneumoniae 2.Kuman Aerob: Haemophilus aphropilus parainfluenzae; Streptococcus group B intermedius; Klebsiella penumonia; Escherichia coli, freundii; Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificans; Aerobacter aeruginosa Candida; Rhizopus sp; Aspergillus fumigatus; Nocardia sp; Eikenella corrodens; Serratia marcescens 3.Sedangkan
kuman
saccharolyticu;s
Anaerob:
Veillonella
sp
Peptostreptococcus alkalenscenens;
constellatus
intermedius,
Bacteroidesmelaninogenicus
oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus ruminicola, asaccharolyticus Fusobacterium necrophorum, nucleatum Bifidobacterium sp. Sedangkan Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al (1995) adalah:
1
1.Anaerob: Provetella sp; Porphyromonas sp; Bacteroides sp; Fusobacterium sp; Anaerobic cocci: Microaerophilic streptococci; Veilonella sp; Clostridium sp; Nonsporing Gram-positive anaerobes. 2.Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp; Corynebacterium sp; Klebsiella sp; Haemophilus sp; Gram-negative cocci. Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998), Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru: 1.Bacteria Anaerob; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa streptocicci,
Legonella spp, Nocardia
asteroides, Burkholdaria
pseudomallei. 2.Mycobacteria (often multifocal): M. Tuberculosis, M. Avium complex, M. Kansasii. 3.Fungi: Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis homini . 4.Parasit:
Entamoeba
histolytical,
Paragonimus
westermani,
Stronglyoides
stercoralis (post-obstructive) . C. FAKTOR PREDISPOSISI Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses paru. Janet et al tahun 1995 melakukan penelitian di rumah perawatan intensive RS di Afrika Selatan, didapatkan beberapa faktor predisposisi abses paru seperti berikut : (1, 2, 3, 4, 7) Tabel 1. Faktor predisposisi Abses paru No
Faktor Predisposisi
1
Alkoholik
2
Aspirasi benda asing
3
Karies gigi
4
TB paru lama
5
Epilepsi
6
Penyalahgunaan obat
7
Penyakit paru obstuktif
2
8
SLE
9
Ca Bronkogenik
10
Nihil
Tabel di kutip dari Chest/108/4/Okt’95 hal 938.
D. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu: 1. Demam . Karakteristik demam pada abses paru merupakan demam yang berulang tidak selalu terus menerus,bisa sampai 3 minggu
.Dijumpai berkisar
70% - 80% pada penderita abses paru.Pada beberapa kasus dijumpai dengan temperatur > 40°C . 2. Batuk produktif, purulent, kuning kehijauan Bila terjadi hubungan rongga abses dengan
bronkus, batuknya menjadi meningkat dengan sputum
yang berbau
busuk yang khas ( Foetor ex oroe ) . 3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru. 4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada akibat adanya inflamasi dan adanya perlukaan oleh aktifitas bakteri penyebab . 5. Batuk darah .Batuk darah bisa disebabkan oleh iritasi
bronchus maupun luka
akibat luka di paru sendiri. 6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan menurun. Hal ini disebabkan akibat adanya desakan pada gaster karena expansi paru yang terkena abses. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
3
E. PATHOFISIOLOGI Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut: 1. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain misal abses hepar. 2. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder. 3. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial. 4. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses. Sedangkan menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah: Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.
4
F. PATHWAY ABSES PARU
Mikroorganisme : bakteri aerob,anaerob,fungi dan parasit
Faktor predisposisi : •
Infeksi parenkhim paru
• •
Proses awal
Usia Jenis kelamin Gaya hidup
Proses nekrotik meluas
Demam/
Hematoge n menyebar
Abses Paru
Abses otak / abses hati
hiperthermi
Expansi paru Eksudat/sputu m
Abses pecah berupa cairan sputum
Kerangka pleura
PCO2↑, PO2↓
Anoreksia mual, muntah
G3 pertukaran gas
Obstruksi bronkhus
Batuk produktif
gaster ↑
Dipsnoe
Empiema
Sputum keluar menuju pleura
Tekanan pada
Perubahan membran alveoli kapiler
Kelemaha n
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Hiperven tilasi
Inflamasi pleura Gesekan lapisan paru ( batuk)
Bersiha n jalan tidak efektif
G3
Sianosis
intolerasi aktivitas
tukaranO2
Pleuritis Jari tabuh
Iritan
Hemapto e
Nyeri dada
Nyeri dada
Gangguan rasa nyaman nyeri
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5
G3 per-
1. Laboratorium a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3
bahkan
pernah
dilaporkan
peningkatan
sampai
dengan
32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat. c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi. d. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri . 2. Radiologi
Gambar 1. Kiri: Foto thorax menunjukkan abses paru
di lobus bawah paru,
Segment superior.Kanan : Foto thorax pasien dengan bad tasting sputum / Foetor ex oroe yang didiagnosa anaerobic abses paru. Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tandatanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-
6
sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah. 3. Bronkoskopi Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus. H. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : 1. Medika Mentosa Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan β Lactamase inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu. 2. Drainage Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
7
3. Bedah Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila: a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika. b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi c. Infeksi paru yang berulang d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
I. KOMPLIKASI Komplikasi yang bisa terjadi pada abses paru antara lain : 1. Hemoptisis 2. Pneumotoraks atau piopneumotoraks 3. Metastasis abses 4. Kerusakan paru yang permanen
8
BAB III KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN 1. Kaji riwayat faktor resiko seperti: Adanya riwayat aspirasi, infeksi saluran nafas (radang mulut, gigi dan gusi, tenggorokan), higiene oral yang kurang, peminum minuman keras atau masuknya suatu benda kedalam saluran pernafasan. 2. Kaji adanya riwayat penyakit infeksi saluran nafas kronis seperti TBC, Bronkitis, Abses hepar 3. Kaji adanya batuk dengan sputum yang berlebih serta bau yang khas serta batuk darah, nyeri yang dirasakan didalam dada, kelelahan, nafsu makan yang menurun 4. Inspeksi: Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan kelelahan 5. Palpasi: Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang terinfeksi ,suhu tubuh yang meningkat diatas normal, takikardi, naiknya tekanan vena jugularis (JVP), sesak nafas, adanya jari tabuh, 6. Perkusi: Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi 7. Auskultasi: Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar sampai halus. 8. Pemeriksaan tambahan terutama laboratorium yang terjadi peningkatan angka leukosit dan laju endap darah serta terjadinya penurunan tekanan O2 arteri, rontgen dada terlihat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya yang tampak jelas lagi dengan pemeriksaan CT-Scan dada. Adanya masa tumor atau benda asing dalam pemeriksaan bronkoskopi.
B. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN 1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, batuk tak efektif, dan infeksi bronkopulmonal .
9
Dapat ditandai dengan: ■Pernyataan kesulitan bernafas ■Perubahan atau kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori ■Bunyi nafas tak normal ■Batuk. Tujuan : Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas. Kriteria hasil : ■Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas (batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret). Rencana Tindakan : ■Kaji /pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi ■Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas bronkhial ■Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur ■Bantu latihan nafas abdomen ■Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk ■Tingkatan masukan cairan sampi 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan ■Berikan obat sesuai indikasi ■Ajarkan dan anjurkan fisioterapi dada, postural drainase ■Awasi AGD, Foto dada ■Kolaborasi: Bronkodilator, Antibiotika, Drainase Bronkoskopi 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli. Dapat ditandai dengan:
10
■Dypsnea ■Bingung/gelisah ■Ketidak mampuan mengeluarkan sekret ■Nilai AGD tidak normal ■Perubahan tanda vital ■Penurunan toleransi terhadap aktifitas Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Kriteria : ■GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 20x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu. Rencana Tindakan : ■Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori, ketidakmampuan berbincang . ■Tingikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan sesuai kebutuhan dan toleransi . ■Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa ■Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi ■Awasi tingkat kesadaran / status mental ■Awasi tanda vital dan status jantung ■Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi . 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,mual dan muntah. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
11
Kriteria hasil : Konsumsi lebih dari 40 % jumlah makanan, Berat badan normal dan hasil pemeriksaan laboratorium normal. Rencana tindakan: ■Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi ■auscultasi suara bising usus ■Lakukan oral hygiene setiap hari ■Sajikan makanan semenarik mungkin Beri makanan dalam porsi kecil tetapi sering. ■Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP. 4. Hiperthermi berhubungan dengan respon proses inflamasi Dapat ditandai dengan: ■Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal ■Kulit kemerahan ■Hangat waktu disentuh ■Peningkatan tingkat pernafasan. ■Takikardi Tujuan : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan . Kriteria hasil : ■Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan Rencana tindakan: ■Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis ■Pantau suhu lingkungan ■Berikan kompres hangat dan ajarkan serta anjurkan keluarga ■Kolaborasi: Antipiretik
12
5. Nyeri berhubungan dengan Inflamasi parenkhim paru, Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, Batuk menetap . Dapat ditandai dengan: ■Nyeri dada pleuritik ■Melindungi area yang sakit ■Perilaku distraksi, gelisah Tujuan: Menyatakan nyeri hilang/terkontrol Kriteria hasil: ■Menunjukkan perilaku rilek ■Bisa istirahat/tidur ■Peningkatan aktifitas dengan tepat Rencana tindakan: ■Tentukan karakteristik nyeri: PQRST ■Pantau tanda vital ■Berikan tindakan nyaman: pijatan punggung, perubahan posisi, relaksasi dan distraksi ■Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk ■Kolaborasi: Analgetik 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, Kelemahan umum, Kelelahan yang berhubungan dengan batuk berlebihan dan dipsneu . Dapat ditandai dengan: ■Laporan verbal kelemahan, kelelahan, keletihan ■Dipsneu karena aktifitas ■Takikardi sebagai respon terhadap aktifitas
13
■Terjadinya pucat/cianosis setelah beraktifitas Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas . Kriteria hasil : ■Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas . ■Tanda vital dalam batas normal setelah beraktifitas ■Kebutuhan ADL terpenuhi ■Rencana Tindakan: ■Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas ■Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan dilakukan secara bertahap . ■Libatkan keluarga dala pemenuhan kebutuhan pasien serta peralatan yang mudah terjangkau . ■Jelaskan
pentingnya istirahat
dalam
rencana
pengobatan dan
perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat . 7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif Dapat ditandai dengan: ■Pertanyaan tentang informasi ■Pernataan masalah/kesalahan konsep ■Tidak akurat mengikuti instruksi Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan Kriteria hasil: ■Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab ■Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
14
■Rencana tindakan: ■Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu ■Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan ■Instruksikan atau kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum ■Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi tak diinginkan ■Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan mulut ■Kaji efek bahaya minuman keras dan nasehatkan menghentikan minum minuman keras pada pasien dan atau orang terdekat ■Berikan informasi tentang pembatasan aktifitas dan aktifitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan ■Diskusikan pentingnya mengikuti perwatan medik, foto dada periodik, dan kultur sputum ■Rujuk untuk evaluasi perawatan di rumah bila di indikasikan. Berikan rencana perawatan detail dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang.
15
DAFTAR PUSTAKA
1.Asher MI, Beadry PH ; 1990, Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada 2.Baughman, Diane C; 2000; Keperawatan Medikal-Bedah: Buku saku untuk Brunner & Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 3.Capernito, Linda Juall; 1998; Diagnosa keperawatan: Aplikasi pada praktek klinis; Edisi ke-6 Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 4.Doenges, Marilynn E; 1999; Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien; Edisi ke-3 Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 5.Finegold SM, Fishman JA; 1998; Empyema and lung Abcess; in Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders 3rded; Philadelphia 6.Hammond JMJ et al; 1995, The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ;; 937 – 41. 7.Hood Alsagaff, Prof. dr; 2006; Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru; Airlangga University Press, Surabaya 8.Kardjito, Thomas; 1994; Pedoman Diagnosis Therapi; Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya 9.Sabiston; 1994; Buku ajar Bedah bag: 2; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 10.Sjahriar Rasad; 2005; Radiologi Diagnostik; Edisi ke-2; Balai penerbit FKUI, Jakarta 11.Smeltzer, Suzanne C; 2001; Buku ajar keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 12. http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-padaabses-paru.html. Diakses 14 Maret 2011. 13. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20330/5/Chapter%20I.pdf diakses 15 Maret 2011.
16