APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULAN DI LANTAI PABRIKASI C.V. KOMIPA
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Teknik Industri
Disusun Oleh : LINDA PERMANA 411550100050007
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG 2010
ABSTRAK CV. FLORES JAYA merupakan salah satu koperasi swadaya masyarakat yang mengerjakan proses finishing untuk komponen-komponen automotif khususnya sepeda motor. Produk yang dikerjakan oleh perusahaan ini adalah bodycylinder, headcylinder dan wheel untuk semua jenis motor Yamaha dan beberapa perusahaan automotif lainnya. Sejak awal berdiri hingga tahun 2006 CV. FLORES JAYA sudah berhasil mengirim tepat waktu kepada konsumen-konsumennya. Seiring dengan meningatnya permintaan, maka secara bertahap CV. FLORES JAYA menambah jumlah mesin-mesinnya. Akan tetapi penambahan mesin tersebut tidak diikuti dengan perbaikan tata letak mesin pada lantai pabrikasinya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis tata letak lantai pabrikasi CV. FLORES JAYA serta mengusulkan tata letak lantai pabrikasi yang memberikan total jarak material handling terpendek sehingga dapat mengurangi keterlambatan produksi. Metode penyelesaian masalah yang digunakan adalah metode group technology yaitu dengan menganalisis kemiripan proses yang dilalui oleh komponen yang dikerjakan sehingga tercipta sel mesin dan sel komponen. Langkah selanjutnya yaitu merancang tata letak usulan dengan memperhatikan sel mesin dan sel komponen yang telah terbentuk. Hasil penelitian ini berupa sebuah usulan tata letak yang baru, dimana tata letak usulan memberikan pengurangan total jarak material handling sebesar 3470 meter, pengurangan tenaga kerja sebanyak 14 orang dan pengurangan kontainer sebanyak 30 buah.
Kata Kunci: Tata Letak, Group Teknologi, Jarak Perpindahan.
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam memasuki era perindustrian yang semakin berkembang sebuah
perusahaaan harus bisa bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis sehingga dapat terus bertahan dan dapat menjadi perusahaan yang unggul. Salah satu cara agar dapat memenangkan persaingan adalah dengan cara memproduksi produk yang berkualitas dengan tepat waktu. CV. FLORES JAYA merupakan salah satu koperasi swadaya masyarakat yang mengerjakan proses finishing untuk komponen-komponen automotif khususnya sepeda motor. Produk yang dikerjakan oleh perusahaan ini adalah bodycylinder, headcylinder dan wheel untuk semua jenis motor Yamaha dan beberapa perusahaan automotif lainnya. Sejak awal berdiri hingga tahun 2006 CV. FLORES JAYA sudah berhasil mengirim tepat waktu kepada konsumen-konsumennya. Seiring dengan meningkatnya permintaan, maka secara bertahap setiap tahun CV. FLORES JAYA menambah jumlah mesin-mesinnya. Akan tetapi pada pertengahan tahun 2006 hingga saat ini, CV. FLORES JAYA sering mengalami keterlambatan produksi. Hal ini disebabkan karena penambahan mesin yang dilakukan oleh CV. FLORES JAYA tidak diikuti dengan perbaikan penataan tata letak fasilitas pada lantai produksinya sehingga tata letak
I-1
I-2
jenis jobshop
yang awalnya diterapkan oleh CV. FLORES JAYA menjadi
berantakan. Mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi produk-produk tersebut cukup banyak dan bervariasi, tetapi penempatan mesin-mesin tersebut tidak beraturan sehingga terjadi kesimpangsiuran dalam proses produksi. Hal ini mengakibatkan jarak total material handling menjadi sangat panjang sehingga berdampak pada waktu penyelesaian produk yang jauh lebih lama. Untuk itu perlu dilakukan penataan kembali tata letak mesin-mesin tersebut agar jarak total material handling lebih pendek sehingga dapat meningkatkan efisiensi waktu penyelesaian produk.
1.2
Perumusan Masalah Keterlambatan produksi yang sering terjadi pada CV. FLORES JAYA yang
disebabkan oleh jauhnya jarak tempuh material handling yang merupakan akibat dari penambahan mesin baru yang tidak diikuti dengan pengaturan ulang tata letaknya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan kembali tata letak fasilitas pada lantai produksi CV. FLORES JAYA. Dari latar belakang ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : ”Bagaimana merancang ulang tata letak lantai pabrikasi pada sistem produksi CV. FLORES JAYA agar dapat mengurangi jarak total material handling sehingga dapat mengurangi keterlambatan produksi”
I-3
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang ulang tata letak
fasilitas pada lantai produksi sehingga dapat mengurangi jarak total material handling. 1.4
Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu : 1.
Dapat memberikan masukan bagi perusahaan tentang bagaimana cara untuk mengurangi keterlambatan produksi dengan merancang tata letak lantai pabrikasi yang memberikan total jarak perpindahan material yang lebih pendek.
2.
Mengoptimalkan penggunaan mesin-mesin yang ada.
3.
Mengurangi tenaga kerja yang dibutuhkan
4.
Mengurangi kebutuhan kontainer yang digunakan dalam proses produksi.
1.5
Pembatasan Masalah dan Asumsi
1.5.1 Batasan Masalah Agar permasalahan yang dibahas tidak meluas dan lebih fokus maka dilkukan pembatasan masalah yaitu : 1.
Tidak membahas pemasukan barang dari pemasok.
2.
Tidak membahas proses distribusi produksi dari pabrik ke konsumen
3.
Pembahasan hanya dilakukan pada lantai produksi saja
4.
Ruangan cukup fleksibel apabila ada perubahan.
I-4
1.5.2 Asumsi Masalah Asumsi secara umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Seluruh permintaan dianggap dapat dipenuhi
2.
Kondisi mesin dianggap dalam keadaan normal
1.6
Sistematika Penulisan Laporan Penelitian ini disusun sedemikian rupa agar dapat memberikan
kemudahan bagi pembaca untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang isi laporan ini secara keseluruhan. Sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut : Bab I
: Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan tentang masalah yang akan dibahas secara umum, seperti latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah serta sistematika penulisan.
Bab II
: Landasan Teori Dalam bab ini dibahas mengenai uraian kepustakaan serta teori-teori yang berhubungan dengan tema laporan dan dapat membantu dalam penulisan laporan.
Bab III
: Kerangka Pemecahan Masalah Dalam bab ini mengemukakan langkah-langkah yang akan diambil dalam memecahkan masalah, yang terdiri dari kerangka berpikir,
I-5
metode dan cara kerja serta kerangka pemecahan masalah agar permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan secara sistematis. Bab IV
: Pengumpulan Dan Pengolahan Data Dalam bab ini diuraikan mengenai data-data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan yang disertai dengan pengolahan data untuk memperoleh hasil penelitian.
Bab V
: Analisis Bab ini merupakan pembahasan dari data pengamatan yang telah diolah dengan didasari oleh teori dan kepustakaan.
Bab VI
: Kesimpulan Dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh terhadap data pengamatan selama penelitian dilakukan serta berisi saran-saran yang dianggap dibutuhkan.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Tata Letak Pabrik Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah menata letak
pabrik dan menangani pemindahan bahan yaitu kegiatan yang berhubungan dengan perancangan susunan fisik suatu kegiatan dan selalu berhubungan erat dengan industri manufaktur, yang penggambaran hasil rancangannya sebagai tata letak pabrik (Apple, 1990). Pekerjaan rancang fasilitas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat luas yang saling berhubungan dan yang secara keseluruhan membentuk kegiatan perancangan tata letak fasilitas. Pekerjaan merancang fasilitas biasanya mulai dengan suatu analisis tentang produk yang akan dibuat, atau jasa yang akan diberikan dan sebuah perhitungan tentang aliran barang atau kegiatan secara menyeluruh. Kemudian perencanaan terinci tentang susunan peralatan, keterkaitan antara
tempat
kerja
yang
dirancang,
daerah
yang
erat
hubungannya
dikelompokkan kemudian dijalin menjadi suatu tata letak akhir (Apple, 1990). 2.1.1 Pengertian Tata Letak Susunan fasilitas-fasilitas produksi untuk memperoleh efisensi pada suatu produksi. Perancangan tata letak meliputi pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area tersedia untuk menempatkan mesin-mesin, bahan-bahan, perlengkapan untuk operasi, personalia dan semua peralatan serta fasilitas yang digunakan dalam proses produksi (Purnomo, 2004). 2.1.2 Pengertian Pabrik Pabrik yang dalam istilah asing dikenal sebagai factory atau plant adalah setiap tempat dimana faktor-faktor seperti manusia, mesin dan peralatan (fasilitas) produksi lainnya, material, energi, uang (modal/kapital), informasi, dan sumber daya alam dikelola bersama-sama dalam suatu sistem produksi guna menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif, efisien dan aman (Wignjosoebroto, 2003).
II-1
II-2 2.1.3 Peranan Tata Letak Pabrik Dalam perancangan fasilitas harus diketahui bahwa aliran barang biasanya merupakan tulang punggung fasilitas produksi, dan harus dirancang dengan cermat serta tidak boleh dibiarkan tumbuh atau berkembang menjadi suatu pola lalu lintas yang membingungkan, tidak teratur, oleh karenanya pola aliran barang yang menjadi dasar bagi rancangan seluruh pabrik. Rancangan ini akan menentukan aliran barang yang diinginkan, susunan fasilitas fisik yang paling ekonomis (Apple, 1990). 2.1.4 Jenis-jenis Persoalan Tata Letak Masalah tata letak tidak selalu timbul dalam perancanaan tata letak bagi perusahaan atau pabrik baru, seringkali masalah tata letak yang dihadapi berhubungan kembali dengan fasilitas-fasilitas lama karena berbagai sebab. Masalah tata letak dalam perusahaan umumnya timbul bila terjadi (Apple, 1990) adalah : 1. Perubahan rancangan
6. Penambahan departemen baru
2. Perluasan departemen
7. Peremajaan peralatan yang rusak
3. Pengurangan departemen
8. Perubahan metode produksi
4. Penambahan produk baru
9. Penurunan biaya
5. Memindahkan satu departemen
10. Perencanaan fasilitas baru
2.1.5 Tujuan Perencanaan dan Penyusunan Tata Letak Tujuan utama perencanaan dan penyusunan tata letak pabrik adalah untuk meminimumkan biaya total. Hal ini dapat diperoleh melalui pengaturan area kerja dan fasilitas-fasilitas produksi yang paling optimal untuk suatu proses produksi. Tujuan lain yang dapat diperoleh dengan adanya perencanaan dan penyusunan tata letak fasilitas produksi ini, antara lain (Apple, 1990): 1) Memudahkan proses manufaktur yaitu tata letak harus dirancang sedemikian sehingga proses manufaktur dapat dilaksanakan dengan cara yang sangat efisien. 2) Menaikkan output produksi Tata letak yang baik akan menghasilkan output yang lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit, manhours yang lebih kecil, dan mengurangi jam kerja mesin (machine hours).
II-3
3) Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling) Perencanaan tata letak fasilitas produksi perlu menekankan usaha untuk meminimalkan aktivitas pemindahan bahan pada saat proses produksi berlangsung. 4) Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan servis Perencanaan tata letak yang optimal dapat mengatur jarak antara departemendepartemen atau mesin-mesin yang berlebihan, lintasan material, penumpukan material yang dimaksud sehingga dapat mengurangi pemborosan pemakaian ruangan. 5) Pendayagunaan pemakaian mesin, tenaga kerja, dan fasilitas produksi lainnya. 6) Mengurangi inventory- in-process 7) Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran 8) Mempermudah aktivitas supervisi 9) Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan baku atau produk jadi. 10) Mempermudah proses perluasan dan pengembangan area produksi dimasa mendatang. . 2.1.6 Macam/Tipe Tata Letak dan Dasar-dasar Pemilihannya Faktor lain yang mempengaruhi pola aliran adalah tipe dari tata letak produksi atau proses. Disini ada empat macam/tipe tata letak yang secara umum diaplikasikan, (Wignjosoebroto, 2003):
2.1.6.1 Tata Letak Fasilitas bcrdasarkan Aliran Produksi (Production Line Product /Product Layout) Tujuan utama dari tata letak ini adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan juga memudahkan pengawasan didalam aktivitas produksinya. Ciri utama dari tipe ini adalah: 1.
Hanya ada satu atau beberapa standar produk yang dibuat.
2. Produk dibuat dalam jumlah/volume besar untuk jangka waktu relative lama. 3. Adanya kemungkinan untuk mempelajari studi gerak dan waktu guna menentukan laju produksi per satuan waktu.
II-4
4. Adanya keseimbangan lintasan yang baik antara operator dan peralatan produksi. 5. Memerlukan aktivitas inspeksi yang sedikit selama proses produksi berlangsung. 6. Satu mesin hanya digunakan untuk melaksanakan satu macam operasi kerja dari jenis komponen yang serupa. 7. Aktivitas pemindahan bahan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dilaksanakan secara mekanis, umumnya dengan menggunakan conveyor. 8. Mesin-mesin yang berat dan memerlukan perawatan khusus jarang sekali dipergunakan dalam hal ini. Keuntungan-keuntungan
yang
bisa
diperoleh
untuk
pengaturan
berdasarkan aliran produksi dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Aliran pemindahan material berlangsung lancar, sederhana, logis dan biaya material handling rendah. 2. Total waktu yang dipergunakan untuk produksi relatif singkat. 3. Work-in-process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah diseimbangkan. 4. Adanya insentif bagi kelompok karyawan akan dapat memberikan motivasi guna meningkatkan produktivitas kerjanya. 5. Tiap unit produksi atau stasiun kerja memerlukan luas ares yang minimal 6. Pengendalian proses produksi mudah dilaksanakan. Kekurangan atau kerugian dari tata letak tipe aliran produksi ini yaitu: 1. Adanya kerusakan salah satu mesin akan dapat menghentikan aliran proses produksi secara total. 2. Tidak adanya fleksibilitas untuk membuat produk yang berbeda. 3. Stasiun kerja yang paling lambat akan menjadi hambatan bagi aliran produksi. 4. Adanya investasi dalam jumlah besar untuk pengadaan mesin baik dari segi jumlah maupun akibat "spesialisasi" fungsi yang harus dimilikinya.
II-5
2.1.6.2 Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap (Fixed Product Layout /Fixed Position Layout) Untuk tata letak pabrik yang berdasarkan proses tetap, material atau komponen produk yang utama akan tinggal tetap pada posisi/lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi atau komponen utama tersebut. Keuntungan yang bisa diperoleh dari tata letak tipe ini an tara lain: 1. Karena yang bergerak pindah adalah fasilitas-fasilitas produksi, maka perpindahan material bisa dikurangi. 2. Bilamana pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi. maka kontinyuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-baiknya. 3. Kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment) dengan mudah bisa diberikan; demikian pula untuk meningkatkan kebanggaan dan kualitas kerja bisa dilaksanakan karena disini dimungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan secara penuh. 4. Fleksibilitas kerja sangat tinggi, karena fasilitas-fasilitas produksi dapat diakomodasikan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan dalam rancangan produk, berbagai macam variasi produk yang harus dibuat (product mix) atau volume produksi. Kerugian yang dijumpai dalam pengaturan layout tipe ini seperti berikut: 1. Adanya peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau operator pada saat operasi kerja berlangsung. 2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas supervisi yang lebih umum dan intensif. 3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang akhirnya menyebabkan space area dan tempat untuk barang setengahjadi (work-in-process). 4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan produksi.
II-6
2.1.6.3 Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk (Family Product Layout/Group technology Layout ) Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan dibuat. Produk-produk yang tidak identik dikelompokkan berdasarkan langkah-langkah pemrosesan, bentuk, mesin atau peralatan yang dipakai dan sebagainya. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pengaturan tata letak fasilitas produksi tipe ini antara lain: 1. Dengan adanya pengelompokan produk sesuai dengan proses pembuatannya maka akan dapat diperoleh pendayagunaan mesin yang maksimal. 2. Lintasan aliran kerja menjadi lebih lancar dan jarak perpindahan material diharapkan Iebih pendek bila dibandingkan tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses. 3. Berdasarkan pengaturan tata letak fasilitas produksi selama ini, maka suasana kerja kelompok akan bisa dibuat sehingga keuntungan dari aplikasi job enlargement juga akan diperoleh. 4. Memiliki keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari produk layout dan proses layout karena pada dasamya pengaturan tata letak tipe group technology merupakan kombinasi dari kedua tipe layout tersebut. 5. Umumnya cenderung menggunakan mesin-mesin general purpose sehingga mestinya juga akan lebih rendah. Kerugian atau keterbatasan dalam tipe layout ini yaitu: 1. Diperlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi untuk mengoperasikan semua fasilitas produksi yang ada. Untuk ini diperlukan aktivitas supervisi yang ketat. 2. Kelancaran kerja sangat tergantung pada kegiatan pengendalian produksi khususnya dalam hal ini menjaga keseimbangan aliran kerja yang begerak melalui individu-individu sel yang ada. 3. Bilamana keseimbangan aliran setiap sel yang ada sulit dicapai, maka diperlukan adanya 'buffers & work-in-process storage'. Kesempatan untuk bisa mengaplikasikan fasilitas produksi tipe special purpose sulit dilakukan.
II-7
2.1.6.4 Tata Letak Fasilitas Bcrdasarkan Fungsi atau Macam Proses (Functional/Proccss Layout) Tata letak berdasarkan macam proses, sering dikenal dengan proses atau functional layout adalah metode pengaturan dan penempatan dari segala mesin serta peralatan produksi yang memiliki tipe atau jenis yang sama kedalam satu departemen. Dasar pertimbangan yang bisa diambil dalam menentukan tata letak yang berdasarkan tipe ini yaitu: 1. Produk yang dari banyak tipe/model yang khusus. 2. Volume produk yang dalam jumlah kecil dan dalam jangka waktu yang relatif singkat pula. 3. Aktivitas motion & time study sulit sekali dilaksanakan karena jenis pekerjaan berubah-ubah. Sulit untuk mengatur keseimbangan kerja antara operator dan mesin. 4. Memerlukan pengawasan yang banyak selama langkah-Iangkah operasi sedang berlangsung. 5. Satu tipe mesin dapat melaksanakan lebih dari satu macam operasi kerja, untuk itu mesin umumnya dipilih tipe general purpose. 6. Material dan produk terlalu berat dan sulit untuk dipindah-pindahkan. 7. Banyak memakai peralatan berat dan memerlukan perawatan khusus Keuntungan penggunaan layout ini yaitu: 1. Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan atau peralatan produksi lainnya, karena disini yang dipergunakan adalah mesin yang umum (general purpose). 2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk. Pendayagunaan mesin tentu saja akan tampak lebih maksimal. 3. Kemungkinan adanya aktivitas supervisi yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi pekerjaan.
II-8
4. Pengendalian dan pengawasan akan lebih mudah dan baik terutama untuk pekerjaan yang sukar dan membutuhkan ketelitian tinggi. 5. Mudah untuk mengatasi breakdown dari pada mesin yaitu dengan cara memindahkannya ke mesin yang lain tanpa banyak menimbulkan hambatanhambatan signifikan. Kerugian atau batasan dari aplikasi layout tipe ini yaitu: 1. Karena pengaturan tata letak mesin tergantung pada macam proses atau fungsi kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi, maka hal ini menyebabkan aktivitas pemindahan material. 2. Adanya kesulitan dalam hal menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas produksi yang ada akan memerlukan penambahan space area untuk work-in process storage. 3. Pemakaian mesin atau fasllitas produksi tipe general purpose akan menyebabkan banyaknya macam produk yang harus dibuat menyebabkan proses dan pengendalian produksi menjadi kompleks. 4. Tipe layout by process biasanya diaplikasikan untuk kegiatan job-order yang mana banyaknya macam produk yang harus dibuat menyebabkan proses dan pengendalian produksi menjadi lebih kompleks. 5. Diperlukan skill operator yang tinggi guna menangani berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki variasi besar. 2.2
Kelompok Produk (Group Technology) Group technology ini merupakan metode produksi pendek yang relatif baru
yang sering digunakan dalam situasi job-shop. Biasanya kelompok yang tidak sama dikelompokkan kedalam satu kelompok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, bukan kesamaan penggunaan akhir.. Group
technology
adalah
suatu
metode
yang
digunakan
untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang mempunyai kemiripan yaitu dengan cara mengelompokan masalah-masalah yang mirip menjadi satu sel sehingga pemecahan masalah tersebut dapat menghemat waktu dan upaya (Hadiguna, 2008).
II-9
Ide dasar Group technology
ini adalah memecahkan suatu sistem
manufaktur menjadi subsistem. Intisari dari pengelompokan pengerjaannya adalah mengumpulkan tugas/pekerjaan yang mirip dan berulang dengan cara: 1. Mengelompokan aktivitas sejenis sehingga menghindari waktu terbuang akibat perubahan kegiatan satu terhadap kegiatan yang lainnya. 2. Membuat standarisi aktivitas-aktivitas yang erat kaitannya, sehingga kita hanya
memfokuskan
pada
perbedaan-perbedaan
yang
tampak
dan
menghindari penduplikasian usaha yang tidak perlu. 3. Dengan mengefisiensikan penyimpanan dan pengembalian dan informasi untuk mengeliminasi pemecahan masalah. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi ongkos produksi dengan cara mengelompokan komponen-komponen ke dalam part family. Terdapat banyak perbedaan antara lingkungan kerja job shop tradisional dan lingkungan cellular manufacturing dalam hal pengelompokan dan tata letak mesin. Pada job shop tradisional mesin dikelompokkan berdasarkan kesamaan fungsinya sedangkan pada cellular manufacturing mesin dikelompokkan dalam sel dimana tiap sel ditujukan untuk spesifikasi famili komponen manufaktur, tiap sel memiliki fungsi yang tidak sama. Susunan cellular manufacturing mengikuti pengontrolan cellular manufacturing sistem (CMS) yang sederhana. 2.2.1 Keuntungan Group technology Keuntungan penggunaan layout Group Technology ini adalah sebagai berikut (Hadiguna, 2008): 1 Mengurangi lead time produksi
5.Mengurangi waktu set-up.
2 Mengurangi work in process
6.Mengurangi rework dan scrap materials
3 Mengurangi tenaga kerja
7.Mengurangi order time delivery
4 Mengurangi tooling
8.Mengurangi paper work.
Penggunan layout ini dalam mass production memberikan dampak pada multi produk, ukuran lot produksi kecil dan memberikan keuntungan sebagai berikut:
II-10
1. Mengurangi waktu dan biaya material handling. 2. Mengurangi tenaga kerja dan paper work. 3. Mengurangi in-process inventory. 4. Meningkatkan utilitas mesin. Manfaat dari Group technology untuk setiap kegiatan perusahaan adalah sebagai berikut: a. Kegiatan produksi 1. Mengurangi ongkos pemindahan material atau produk. 2. Mengurangi total throughput time bagi produk yang dihasilkan. 3. Memberikan pola aliran material yang baik. 4. Mengurangi work in-process inventory. 5. Meningkatkan kepuasan bekerja. 6. Mengurangi penyediaan perkakas atau perlatan bantu. b. Kegiatan desain 1. Memudahkan kegiatan desain. 2. Mengurangi ongkos desain melalui rasionalisme produk. c. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi 1. Memudahkan pembuatan jadwal produksi. 2. Memudahkan kegiatan pengontrolan produksi. 3. Meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan. 2.2.2 Metode-Metode Dalam Group technology Konsep dari pendekatan Group technology adalah membagi sistem manufaktur menjadi beberapa subsistem, dengan cara mengelompokan beberapa macam parts atau produk yang mempunyai kemiripan desain dan/atau mesinmesin yang dipakai pada proses produksi (Hadiguna, 2008). Karakteristik desain dan proses yang dapat dipergunakan sebagai faktor kemiripan adalah sebagai berikut (Hadiguna, 2008): 1. Karakteristik Desain -
Bentuk luar dasar
-
Jenis material
-
Bentuk dalam dasar
-
Kekasaran surface
-
Rasio panjang/diameter
-
Fungsi komponen
II-11
-
Dimensi mayor
-
Dimensi minor
-
Toleransi
2. Karakteristik Proses -
Proses mayor
-
Rasio panjang/diameter
-
Proses minor
-
Kekasaran surface
-
Dimensi mayor
-
Kapasitas produksi
-
Mesin perkakas
-
Kebutuhan fixture
-
Urutan operasi
-
Pahat potong
-
Waktu proses
-
Ukuran batch
Ada dua metode yang dapat digunakan pada pendekatan Group technology yaitu (Kusiak, 1990): 1. Klasifikasi Klasifikasi menggunakan pengelompokan part ke dalam part families berdasarkan ciri-ciri desainnya. Adapun dua variasi dari metode klasifikasi, yaitu : a) Metode Visual Metode
visual
merupakan
prosedur
semi
sistematik,
dimana
pengelompokannya berdasarkan persamaan ukuran geometri. b) Metode Coding Metode coding merupakan pengelompokan yang berdasarkan pada ukuran geometrik dan kekompleksitasannya, dimensi, tipe material, ukuran row material, dan tingkat akurasi produk jadi. Dalam menggunakan sistem coding tiap part dicirikan dengan numeric code alphabet. Tiap digit kode menunjukkan bentuk part. Sebelum skema coding disusun, suatu survey dari semua ciri-ciri komponen harus lengkap. Kemudian nilai-nilai kode harus ditentukan untuk mencirikan ciri-cirinya. Pemilihan ciri-ciri yang relevan bergantung pada aplikasi dan skema coding. Ada tiga tipe dasar sistem coding, yaitu (Kusiak, 1990): 1) Hirarki
II-12
Struktur hirarki biasa disebut dengan monocode. Pada monocode tiap kode nomor merupakan kualifikasi dengan karakter tertentu. Salah satu keuntungan dari struktur hirarki adalah dapat memberikan informasi yang luas dengan beberapa posisi kode. 2) Rantai (Matrik) Struktur rantai biasa disebut juga dengan polycode, setiap digit pada posisi kode menjelaskan beberapa maksud informasi, khususnya pada digit-digit tertentu. 3) Hybrid Struktur hybrid merupakan gabungan dari struktur hierarchical dan rantai, kebanyakan sistem pengkodean menggunakan struktur hybrid. 2. Analisis Cluster Analisis Cluster ditujukan untuk mengelompokan objek ke dalam Cluster homogen dengan berdasarkan bentuk objeknya. Aplikasi dari analisis Cluster dalam Group technology adalah mengelompokan komponen ke dalam part family dan mesin ke dalam sel mesin. Pengelompokan ini menghasilkan dua macam tata letak yaitu (Kusiak, 1990): 1.
Tata Letak Mesin secara Fisik : Pada tata letak mesin secara fisik dilakukan kembali penyusunan mesin-mesin.
2.
Tata Letak Mesin secara Logic : Pada tata letak secara logic mesin dikelompokkan ke dalam sel mesin logical dan posisi mesin tidak diubahubah. Pengelompokan secara logical dapat diaplikasikan pada beberapa kasus sistem produksi dimana perubahan mesin secar fisik tidak mungkin dilakukan.
2.2.3 Metode Koefisien Kemiripan Pada prinsipnya algoritma koefisien kemiripan mengelompokan produk dan mesin berdasarkan nilai koefisien, dimana semakin besar koerfisien kemiripan maka semakin banyak kesamaan antara produk atau mesin. Untuk menyelesaikan masalah pembentukan sel dengan menggunakan metode koefisien kemiripan langkah pertama yang harus dilakukan adalah membentuk matriks koefisien
II-13
kemiripan untuk mesin dengan mesin dan produk dengan produk dari matriks kejadian (incidence matriks) yang diberikan. Kemudian dari matriks kesamaan yang telah dibentuk mesin-mesin atau produk-produk yang mempunyai kesamaan paling besar dikelompokkan sehingga membentuk sel-sel mesin atau
family
product. Dasar metode koefisien kemiripan lebih fleksibel dalam mengatur data manufaktur yang masuk kedalam formasi sel mesin dan lebih mudah pengaplikasiannya kedalam hitungan. Ada beberapa pengembangan metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan formasi sel yang berdasarkan similary coefficient method yang lebih fleksibel dalam mengatur data manufaktur ke dalam proses formasi sel mesin dan lebih mudah diaplikasikan ke dalam hitungan (Singh, 1996). Similary coefficient method digunakan untuk mengatur pengembangan metode cluster dalam menggunakan numerical taxonomy dan penerapannya dalam bentuk pengelompokan mesin dan part families untuk cellular manufacturing. Metode dasar similarity coefficient method biasanya menghitung ukuran persamaan antara mesin atau komponen dan pengukuran ini digunakan untuk penggabungan kelompok mesin atau komponen yang sama. Metode similarity coefficient method selalu menghasilkan solusi matriks dalam bentuk struktur blok diagonal dan tidak memerlukan identifikasi visual untuk mengelompokan mesin dan part families dalam solusi matriks, inilah perbedaan antara similarity coefficient method dengan array based method. Langkah-langkah dasar similarity coefficient method untuk membuat kelompok mesin dan part families adalah sebagai berikut: 1. Merancang initial matrix. Input data bisa diperoleh dari routing card. Informasi yang digunakan dalam matriks disebut incidence matrix mesin-komponen dengan matriks MxP dengan entries 0 atau 1, dimana M adalah jumlah mesin, dan P adalah jumlah komponen. Elemen aij adalah 1, jika j menandakan bahwa komponen diproses oleh i dan j yang lainnya sama dengan 0.
II-14
2. Hitunglah koefisien kemiripannya. Gunakan incidence matriks mesin komponen untuk menghitung koefisien kemiripan
dan selanjutnya
dipindahkan incidence matriks ke dalam triangular similarity matriks mesin x mesin (MxM) atau part x part (PxP). 3. Buatlah tree atau dendogramnya. Gunakan clustering algorithm untuk mengolah nilai kesamaan matriksnya dimana hasil tree atau dendogram memperlihatkan hierarkhi dari beberapa persamaan semua pasangan mesin atau komponen. 4. Membentuk kelompok mesin atau part families. Koefisien kemiripan sering kali diperlihatkan sebagai rasio. Dalam koefisien kemiripan terjadi dua tipe yaitu jaccard coefficient similarity dan commonality score. 2.2.3.1 Algoritma Average Linkage Clustering (ALC) Algoritma Average Linkage Clustering (ALC) digunakan untuk mengatasi kekurangan dari Single Linkage Clustering dan Complete Linkage Clustering yang juga termasuk kedalam metode koefisien kemiripan. ALC ini berdasarkan pada rata-rata kesamaan koefisien kemiripan antara semua bagian dari dua kelompok mesin (Hadiguna, 2008). Langkah-langkah pengerjaan ALC adalah sebagai berikut (Hadiguna, 2008).: 1. Tentukan nilai maksimum koefisien kemiripan dari Sij untuk semua mesin dengan menggunakan rumus 2.1 ............................................................ (pers. 2.1) Dimana : Sij = koefisien kemiripan antara mesin i dan mesin j a = jumlah part yang diproses oleh kedua mesin b = jumlah part yang diproses oleh mesin i c = jumlah part yang dproses oleh mesin j 2. Tentukan nilai maksimum yang ada pada persamaan matriks. Gabungkan kedua mesin tersebut kedalam kelompok mesin. Pada setiap langkah kelompok mesin i dan j merupakan kelompok mesin baru (t). Kelompok mesin baru ini dituliskan pada kedua mesin. Buatlah kelompok mesin baru t dan ganti
II-15
persamaan matriks tersebut dengan menghitung kemiripan antara mesin baru dengan kelompok mesin lainnya (w) dengan menggunakan rumus persamaan 2.2 .................................................................................. (pers. 2.2) 3. Hentikan pengerjaan jika semua mesin sudah dikelompokkan kedalam satu kelompok mesin. Jika belum, ulangi langkah sampai semua mesin berhasil dikelmpokkan. Contoh pengerjaan metode ALC adalah sebagai berikut : Insiden matriks mesin-komponen dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini : Komponen
1
1
2
1
1
Mesin
2 3
3
1
6
1 1
1
1
4 5
5
6
7
1 1
1
4
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
Gambar 2.1 Insiden Matriks Mesin-Komponen Metode ALC Langkah-langkah pengerjaan metode ALC adalah sebagai berikut : 1. Tentukan nilai maksimum koefisien kemiripan dari Sij untuk semua mesin dengan menggunakan rumus 2.1. contoh kemiripan antara mesin 1 dan 4 adalah : S1,4 =
= 0.167 =0.17
2. Tentukan nilai maksimum antara mesin. Dari hasil perhitungan pada langkah 1 diketahui bahwa mesin 2,5 memiliki nilai kemiripan terbesar. Maka gabungkan kedua mesin ke dalam kelompok mesin yang baru, dimana nilai kemiripan antara kelompok mesin yang baru dengan mesin yang lain dihitung sebagai berikut : S1(2,5) = (S12, S15)/(N1*N2,5) = (0+0)/(1*2) = 0 S(2,3)5 = (S23, S53)/(N3*N2,5) = (0,25+0,125)/(1*2) = 0,19 S(2,5)4 = (S24, S54)/(N4*N2,5) = (0,4+0,5)/(1*2) = 0,45
II-16
S(2,5)6 = (S26, S56)/(N6*N2,5) = (0,17+0)/(1*2) = 0,084 adapun tahapan iterasi dari metode ALC dapat dilihat pada gambar 2.2 1
1
2,5
3
4
6
0
0
0,67
0,17
0,4
0
0,19
0,45
0,084
0
0,125
0,5
0
0
2,5 3 4 6
0
1,3
2,5
4
6
0
0,094
0,146
0,45
0
0,45
0,084
0
0
1,3 2,5 4 6
0
1,3,6
2,5
4
0
0,09
0,097
0
0,45
1,3,6 2,5 4
0
1,3,6 2,5,4
1,3,6
2,5,4
0
0,093 0
Gambar 2.2 iterasi metode ALC
II-17
2.3
Desain Sel Mesin Setelah terbentuk kelompok komponen dan sel mesin, maka langkah
selanjutnya adalah mendesain sel mesin secara efektif. Istilah cellular manufacturing terkadang digunakan untuk menjelaskan operasional dari sel mesin. Sel mesin dklasifikasikan menjadi beberapa kategori, menurut banyaknya mesin dan aliran material di antara mesin-mesin. Kategori tersebut diantaranya: 1.
Kelompok sel mesin tunggal Sel mesin tunggal terdiri dari satu mesin ditambah dengan peralatan yang
disusun untuk membuat satu atau beberapa part family. Sel bentuk ini dibuat untuk benda kerja dimana atributnya dibuat berdasarkan jenis prosesnya. Tidak ada ketentuan mengenai pergerakan komponen antara mesin didalam sel. 2.
Kelompok sel mesin dengan penanganan material secara manual Merupakan suatu susunan yang terdiri dari satu atau beberapa mesin yang
digunakan secara bersama-sama untuk mengerjakan satu atau lebih kelompok komponen. Tata letak mesin didalam sel ini seringkali berbentuk U. 3.
Kelompok sel mesin dengan penanganan material secara integrated Menggunakan
sistem
penanganan
mekanis,
seperti
conveyor,
jika
komponen-komponen dalam sel mempunyai routing proses pengerjaan yang sama atau hampir sama, tata letak mesin yang diusulkan adalah tata letak garis, sedangkan jika routing proses bervariasi, maka tata letak loop lebih disukai. 4.
Flexible manufacturing sistem Merupakan suatu sistem sel mesin teknologi kelompok yang mempunyai
tingkat otomasi yang tinggi. Terdiri dari stasiun-stasiun kerja yang otomatis dengan penanganan material yang terintegrasi. 2.3.1 Menentukan Penyusunan Desain Sel Mesin Untuk menentukan jenis desain sel mesin mana yang digunakan dan susunan perlengkapan yang terbaik dalam sel didasarkan pada proses kerja yang dibutuhkan. Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan mesin dalah:
II-18
1. Volume pekerjaan yang dilakukan oleh sel. Ini termasuk jumlah komponen per tahun dan jumlah pekerja yang dibutuhkan oleh setiap komponen. Faktor ini mempengaruhi banyak mesin dalam sel, total biaya operasi sel, dan jumlah investasi yang dibenarkan untuk susunan dan melengkapi sel. 2. Variasi rute proses dari komponen dalam menentukan aliran pekerjaan. Jika semua rute proses adalah sama maka aliran garis lurus yang diizinkan. Sedangkan jika variasi dalam rute sangat tinggi, maka bentuk U atau loop akan lebih disukai. 3. Ukuran komponen, berat bentuk, dan atribut fisiknya. Faktor ini menentukan ukuran jenis penanganan material, serta kapan proses yang digunakan. Untuk memformulasikan persoalan penyususnan mesin dalam teknologi kelompok, ada tiga tahap (metode singleton), yaitu : 1) Kembangkan from to chart dari data rute komponen. Data itu terdiri dari sejumlah peta yang menggambarkan perpindahan komponen-komponen diantara mesin-mesin (stasiun kerja) dalam sel. 2) Tentukan ’to-from-chart’ untuk setiap mesin. Ini dilakukan dengan menjumlahkan semua to dan from untuk setiap mesin atau operasi. Penjumlahan ’to’ untuk mesin ditentukan dengan menjumlahkan semua elemen pada kolom yang sesuai dan penjumlahan ’from’ suatu mesin ditentukan dengan menjumlahkan elemen-elemen pada baris yang sesuai. Buat ’to from chart’ untuk setiap mesin. 3) Susun mesin berdasarkan ’to-from-chart’. Suatu mesin yang mempunyai ’tofrom-chart’ kecil berarti menerima pekerjaan dari beberapa mesin dalam sel tersebut, tetapi mendistribusikan pekerjaan kepada mesin-mesin yang lain. Mesin yang mempunyai ’to-from-chart’ besar berarti menerima pekerjaan lebih banyak daripada mendistribusikannya. Oleh karena itu, masing-masing mesin dengan rasio kecil ditempatkan pada permulaan dari aliran kerja dan mesin dengan rasio besar ditempatkan pada akhir aliran kerja. 2.4
Jarak Total Material Handling (JTMH) Jarak tempuh material handling adalah suatu jarak yang timbul akibat
adanya aktivitas material dari satu mesin ke mesin lain atau satu departemen ke
II-19
departemen lain yang besarnya ditentukan sampai pada satuan jarak. Komponenkomponen yang dibutuhkan dalam menyelesaikan JTMH yaitu jarak antar mesin/ departemen dan frekuensi pengangkutan material. Untuk perhitungan jarak menggunakan metode square euclidean, yaitu merupakan ukuran jarak dengan mengkuadratkan bobot terbesar suatu jarak antara dua fasilitas yang berdekatan. (Purnomo; 2004). dengan rumus sebagai berikut : Jarak mesin 1(mesin asal) ke mesin 3(mesin dituju) yang melalui mesin 2 adalah sebagai berikut =
1 1 Luas Mesin asal + Luas Mesin dilalui + Luas Mesin dituju ………….(2.3) 2 2 Jarak Total Material Handling = Jarak x Frekuensi...………………………....(2.4) Terdapat dua kelompok jarak yaitu jarak dari- dan jarak ke-, pengertian dua komponen ini diberikan untuk memudahkan perhitungan. Keduanya tidak bersifat mengikat, tetapi hanya merupakan cara untuk mendapatkan keseragaman dalam menghitung jarak material handling dalah : Jarak dari mesin asal :
1 Luas Mesin Asal …………………………........(2.5) 2
Jarak ke mesin yang dituju :
1 Luas Mesin Dituju ……………….................(2.6) 2
Akan tetapi rumus diatas hanya berlaku apabila tata letak atau susunan atau departemen belum diketahui, sehingga diasumsikan setiap departemen atau mesin belum diketahui letaknya berdampingan. Apabila tata letak atau susunan mesin atau departemen sudah diketahui, maka perhitungan jarak diperoleh dengan menghitung jarak diagonal antar mesin atau departemen. a.
Berat beban = berat jenis x Volume bahan Dimana Volume bahan = Panjang x Lebar x Tinggi
a. Alat angkut yang digunakan sesuai dengan berat bahan yang diangkut b. Ongkos pemindahan disesuaikan dengan alat angkut yang digunakan c. Ongkos material bahan yang didapat dari jarak dikalikan ongkos pemindahan.
II-20
Untuk lebih memperjelas hasil perhitungan jarak dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti dibawah ini : Tabel 2.1 Contoh Tabel Jarak Dari
KeMesin A
Mesin B
Total
Mesin A Mesin B Total
Adapun keterangan tabel jarak diatas adalah sebagai berikut : a. Kolom (1) dari, dapat diketahui dengan melihat pada OPC b. Kolom (2,3) ke, yang merupakan tujuan dari kolom (1) c. Kolom (4) total jarak yang ditempuh dari satu tempat (mesin) ke tempat (mesin) yang lain.
2.5
Perhitungan Kontainer Yang Dibutuhkan Jumlah kontainer yang dibutuhkan untuk mengoperasikan suatu pusat kerja
adalah merupakan fungsi dari tingkat permintaaan, ukuran, kontainer, dan waktu sirkulasi untuk sebuah kontainer. Hal ini digambarkan dengan rumus sebagai berikut (Monden, 2000) : n=
.................................................................................................................. (2.7)
Dimana n = total jumlah kontainer D = Tingkat permintaan dari pusat kerja penggunaan C = Ukuran kontainer dalam jumlah suku cadang, biasanya kurang dari 10 persen dari permintaan harian. T = Waktu untuk satu kontainer menyelesaikan keseluruhan putaran : diisi, menunggu, dipindahkan, digunakan, dan dikembalikan untuk diisi lagi. Ini juga disebut waktu tunggu.
II-21
Misalkan permintaan pada pusat kerja berikutnya adalah 2 suku cadang per menit dan kontainer standar memuat 25 suku cadang. Juga misalkan bahwa di butuhkan 100 menit untuk suatu kontainer untuk menyelesaikan putaran dari pusat kerja A ke pusat B dan kembali ke A lagi, termasuk waktu setup, operasi, pindah, dan tunggu. Jumlah kontainer yang di butuhkan dalam hal ini adalah 8 : N= Inventori maksimum sama dengan ukuran kontainer dikali jumlah kontainer = 8 × 25 = 200 unit, karena semua kontainer harus terisi. Inventori maksimum = nC = DT (Monden, 2000). Sedangkan untuk menghitung tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Monden, 2000). ...............................................................(2.8)
BAB III USULAN PEMECAHAN MASALAH
3.1
Kerangka Berpikir Sebuah sistem produksi dan tata letak yang baik dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan. Perencanaan sistem produksi dan tata letak yang baik tersebut dilakukan dengan tujuan dapat mengurangi frekuensi perpindahan material semaksimal mungkin, mengurangi kesalahan dalam proses produksi yang dapat mengakibatkan kecacatan produk dan diharapkan dapat menghapus keterlambatan produksi (Purnomo, 2004). Tidak adanya suatu sistem produksi yang pasti dan tidak teraturnya penempatan mesin pada lantai produksi
mengakibatkan sering terjadinya
kesimpangsiuran dalam proses produksi yang mengakibatkan total jarak material handling menjadi sangat panjang dan sering terjadinya kesalahan proses produksi serta keterlambatan produksi, sehingga diperlukan perbaikan tata letak yang sesuai dengan tipe produksi di perusahaan. Metoda
yang akan diusulkan
perencanaan tata letak dengan menggunakan metode Group Technology. Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengurangi total jarak material handling yang disebabkan oleh tata letak lantai pabrikasi yang tidak teratur sehingga kemudian dapat mengakibatkan terjadinya keterlambatan produksi. 3.2 Metodologi Penelitian Untuk mendapatkan hasil yang optimal, dilakukan studi lapangan dan studi pustaka. Dalam studi lapangan dilakukan pengamatan secara langsung pada lantai
III-1
III-2
pabrikasi
CV. FLORES JAYA, sedangkan studi pustaka diperlukan untuk
mendukung dan membahas semua hipotesis dan hasil penelitian. 3.2.1 Metode Pengumpulan Data Untuk membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi, maka dilakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data antara lain : 1. Metode Observasi Metode observasi yaitu metode yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Mukhtar, 2007).
Adapun data yang akan
dikumpulkan dalam metoda ini adalah sebagai berikut : a. Kapasitas produksi b. Jenis dan jumlah produk yang diproduksi c. Nama, dimensi, dan jumlah mesin pada waktu penelitian d. Tata letak awal lantai produksi pada saat penelitian e. Jarak perpindahan material f. Ukuran kontainer yang ada pada saat ini 2. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan data yang telah ada di perusahaan yang meliputi : a.
Denah lantai produksi
b.
Proses pembuatan produk
III-3
c.
Kapasitas muatan kontainer
d.
Waktu periode kontainer
3.2.2 Metode Pengolahan Data Setelah melakukan pengumpulan data maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data yang sudah terkumpul. Adapun langkah-langkah yang dilkukan dalam pengolahan data untuk memecahkan permasalahan adalah sebagai berikut : A. Kondisi awal tata letak fasilitas 1) Tahap awal dalam pengolahan data ini adalah membuat gambar tata letak pabrik pada saat ini. 2) Tahap berikutnya adalah menghitung jarak tempuh material handling dengan menggunakan tata letak awal. Hal ini dilakukan untuk dijadikan perbandingan dengan tata letak yang akan diusulkan nanti. B. Perancangan Tata Letak Usulan 1) Tahap awal dalam pembuatan tata letak usulan dengan menggunakan metode group technology adalah membuat tabel insiden matrik komponen dan mesin. Matrik ini berguna untuk menunjukan hubungan antara mesin dan komponen yang dikerjakan. 2) Tahap selanjutnya adalah menghitung koefisien kemiripan antar mesin untuk mengelompokan mesin dalam sel. 3) Setelah semua mesin dikelompokkan dalam sel, maka tahap selanjutnya adalah melakukan hal yang sama terhadap komponen yang dikerjakan.
III-4
4) Tahap berikutnya setelah semua mesin dan komponen dikelompokkan dalam
sel
adalah
pembuatan
AAD
usulan
berdasarkan
hasil
pengelompokkan. 5) Proses selanjutnya adalah pembuatan tata letak usulan dan perhitungan jarak tempuh material handling tata letak usulan untuk kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh dari tata letak awal. 6) Setelah pembentukan tata letak usulan selesai, maka langkah berikutnya adalah menghitung jumlah permintaan dari pusat kerja pengguna 7) Langkah terakhir adalah menghitung jumlah kebutuhan kontainer yang dibutuhkan pada lantai produksi CV. FLORES JAYA Secara rinci kerangka penyelesaian penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1
III-5
Studi Lapangan Observasi
Identifikasi Masalah Layout lantai produksi KOMIPA
Studi Pustaka Studi Pendahuluan
Tujuan Penelitian Merancang tata letak (layout) fasilitas lantai produksi usulan yang dapat memberikan total jarak material handling terpendek sehingga dapat mengurangi keterlambatan produksi yang dialami oleh KOMIPA
Pengumpulan Data Observasi
Dokumentasi
Kapasitas Kontainer
Waktu Periode Kontainer
Jumlah Produk
Jenis Produk
Waktu Proses Komponen
Urutan Proses Komponen
Layout awal
Karakteristik Produk
Karakteristik Mesin
Menghitung Jarak Tempuh Material Handling awal
Pembentukan Insiden Matriks Awal Mesin-Komponen
Pengelompokan Mesin-Komponen
Penentuan bentuk Desain Sel Mesin Pengolahan Data Penentuan Kedekatan Antar Mesin
Penyusunan Layout Usulan
Menghitung Jumlah Kebutuhan Kontainer Analisis : Uraian sistematis dari hasil pengolahan data yang bersifat matematis yaitu jarak tempuh material handling dengan jarak terpendek
Layout usulan yang memberikan jarak perpindahan material yang lebih pendek serta pengurangan penggunaan alat dan tenaga kerja
Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Ukuran kontainer yang digunakan
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1
Pengumpulan Data
4.1.1 Data Umum Perusahaan Data Komponen, Mesin dan Operator Komponen yang dijadikan referensi dalam penelitian ini berjumlah 52 buah, dengan 7 jenis mesin dan Total jumlah mesin 86 mesin. Adapun jenis komponen beserta jenis dan ukuran mesin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1 Jenis Komponen Produksi No Komponen
Nama Komponen
No Komponen
Nama Komponen
1
5BP
27
RK70
2
1UY2
28
RK 90
3
1UY3
29
2KUA
4
1UY4
30
4HC
1UY5
31
4RF
1UY6
32
4ST
5TN
33
5AP
1UY7
34
5DS
1UY NEW
35
5EL
4XV
36
5GH
2S6
37
5HM
5TP
38
5MP 5SL
5 6 7 8 9 10 11 12 13
5LW
39
14
1S4
40
557R
15
1S7
41
F8P
16
68D
42
20 S-R
17
68T
43
5 VY-R
18
5 TL
44
5BP-F
19
2GV
45
5RM
20
2KF
46
5VK
2UJ
47
15A
4BD
48
5TX
5EJ
49
22F NEW
5D9
50
33G
220 COV
51
3XA
RK 50
52
22K NEW
21 22 23 24 25 26
IV-1
IV-2
Tabel 4.2 Jenis dan Ukuran Mesin No Mesin
Jumlah
Nama Mesin
Ukuran Mesin (m)
Ukuran Area (m)
(buah)
P
L
P
L
1
Mesin Bor
12
0.8
0.8
2
1
2
Meja Kikir
24
1
0.6
2.8
1.6
3
Air Tool
24
1
0.6
2.8
1.6
4
Mesin Buffing
7
1.7
0.7
3.9
2.9
5
Mesin Shandring
8
0.6
0.6
2.4
1.8
6
Mesin K.O
1
1.6
2.2
4
3.4
7
Mesin Cleaning
10
1
0.6
1.5
2
Sumber : Divisi Produksi
Untuk selanjutnya penulisan mesin atau komponen menggunakan nomor mesin atau nomor komponen. Jumlah operator dari setiap mesin pada lantai produksi CV. FLORES JAYA dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Jumlah Operator Mesin Pada Lantai Produksi CV. FLORES JAYA No.
Nama Mesin
Jumlah
Operator/ Mesin
Jumlah Operator
(buah)
(orang)
(orang)
1
Mesin Bor
12
1
12
2
Meja Kikir
24
1
24
3
Air Tool
24
1
24
4
Mesin Buffing
7
2
14
5
Mesin Shandring
8
1
8
6
Mesin K.O
1
1
1
7
Mesin Cleaning
10
1
10
4.1.2
Peta Proses Operasi Dari ke 52 komponen yang diproduksi di CV. FLORES JAYA, masing-
masing komponen memiliki urutan proses dan penggunaan mesin yang berbedabeda. Setiap komponen memiliki peta proses operasi tersendiri untuk memudahkan operator dalam mengerjakan komponen tersebut.
IV-3
4.1.3 Data Urutan Proses dan Waktu Proses Komponen Data urutan proses dan waktu proses dari setiap komponen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 Tabel 4.4 Urutan Proses Pengerjaan Komponen Nomor Komponen
1
2
3
Nomor Mesin 4
5
6
1
2
3
1
2
2
3
1
3
2
3
1
4
2
3
1
5
2
3
1
6
2
3
1
7
1
2
3
8
1
2
3
9
1
2
3
7
10
1
2
11
1
2
12
1
2
24
1
2
25
1
2
26
1
2
13
1
2
3
4
14
1
2
3
4
15
1
2
3
4
16
1
2
3
4
17
1
2
3
4
18
1
2
3
19
1
2
3
20
1
2
3
21
1
2
3
22
1
2
3
23
1
2
3
27
1
2
3
4
28
1
2
3
4
1
2
29 30
1
2
31
1
2
IV-4
Tabel 4.4 Urutan Proses Pengerjaan Komponen (lanjutan) Mesin
Komponen 1
2
32
3
4
1
2
33
1
2
3
34
1
2
3
35
1
2
3
5
6
36
2
3
1
37
2
3
1
38
2
3
7
1
39
1
2
40
1
2
41
1
2
42
1
2
43
1
2
44
1
2
45
2
3
1
46
2
3
1
47
2
3
1
48
2
3
1
49
2
3
1
50
2
3
1
51
2
3
1
52
2
3
1
Sumber : Divisi produksi
Tabel 4.5 Waktu Proses Pengerjaan Komponen (menit) Nomor Komponen
1
2
3
Nomor Mesin 4
5
6
1
1,5
2,5
1,4
2
1,5
2,5
1,4
3
1,5
2,5
1,4
4
1,5
2,5
1,4
5
1,5
2,5
1,4
6
1,5
2,5
1,4
7
0,3
2
1,2
8
0,3
2
1,2
9
0,3
2
1,2
7
10
1
1,5
11
1
0,8
12
1
0,8
IV-5
Tabel 4.5 Waktu Proses Pengerjaan Komponen (menit) (lanjutan) Nomor Komponen
1
2
3
Nomor Mesin 4
13
0,5
1,5
1,3
2
14
0,5
1,5
1,3
2
15
0,5
1,5
1,3
2
16
0,5
1,5
1,3
2
17
0,5
1,5
1,3
2
18
0,5
2,1
2,5
19
0,5
2,1
2,5
20
0,5
2,1
2,5
21
0,5
2,1
2,5
22
0,5
2,1
2,5
23
1
0,8
5
6
7
2
24
1
0,8
25
1
0,8
26
1
0,8
27
1
0,8
3
0,8
28
1
0,8
3
0,8
1
0,6
29 30
1,8
2,2
31
1,8
2,2
32
1,8
2,2
33
0,6
0,8
1
34
0,6
0,8
1
35
0,8
0,8
1
36
0,2
1
1,2
37
0,6
2
1,2
38
0,6
2
1,2
39
1,5
0,8
40
1,5
0,8
41
1,5
0,8
42
1,5
1
43
0,6
1,3
44
0,6
1,3
45
1
0,6
2
46
1
0,6
2
47
1
0,6
2
48
1,2
1,4
2
49
1,2
1,4
2
50
0,2
1,4
1,2
51
0,2
1,4
1,2
52
0,2
1,4
1,2
Sumber : Divisi produksi
IV-6
4.1.4 Data Jumlah Kontainer, Kapasitas Dan Waktu Putaran Kontainer Data kapasitas kontainer yaitu data yang menunjukkan banyaknya jumlah komponen yang dapat dimuat dalam satu kontainer. Sedangkan data waktu putaran kontainer adalah data yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan oleh satu kontainer untuk menyelesaikan keseluruhan putaran, mulai dari diisi, menunggu, dipindahkan, digunakan, dan dikembalikan untuk diisi kembali. Jumlah kontainer yang digunakan saat ini adalah sebanyak 188 buah. Adapun data kapasitas kontainer dan waktu putaran kontainer dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7. Tabel 4.6 Data Kapasitas Kontainer & waktu putar (T) Nomor Komponen
isi 1 kontainer (part)
T (jam)
Nomor Komponen
isi 1 kontainer (part)
T (jam)
1
60
3,05
27
48
1,51
2 3 4 5 6 7
60 60 60 60 60 100
3,05
28 29 30 31 32 33
48 100 48 48 48 200
1,51
8 9 10 11 12 13
100 100 100 100 100 40
4,03
34 35 36 37 38 39
200 75 75 50 50 100
4,90
14 15 16
40 40 40
1,40
100 100 100
4,03
1,40 1,40
40 41 42
17
40
1,40
43
100
3,33
18
40
1,82
44
48
1,60
19
40
1,82
45
40
2,10
20
40
1,82
46
40
2,10
21
40
1,82
47
40
2,10
22
40
1,82
48
48
2,69
50 50 150 48
1,58 1,58 4,73 1,51
49 50 51 52
50 50 48 200
2,80 1,23 1,18 4,90
23 24 25 26
Sumber : Divisi produksi
3,05 3,05 3,05 3,05 4,03 4,03 4,38 3,15 3,15 1,40
2,80 3,36 3,36 3,36 4,90 2,10 1,84 1,58 1,58 4,03 4,03 4,38
IV-7
4.1.5 Tata Letak Saat Ini Tata letak yang diterapkan pada lantai produksi saat ini adalah tata letak jenis job shop dimana setiap mesin dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Namun karena adanya penambahan mesin secara berkala membuat tata leraknya menjadi bernatakan. Pada area mesin bor terdapat 2 meja kikir, 1 mesin buffing dan 1 mesin cleaning. Pada area meja kikir ditambahkan 4 air tool, 3 mesin shandring, 1 mesin cleaning dan 2 mesin bor. Penambahan air tool yang terakhir diletakkan terlalu jauh yaitu di area mesin cleaning. Selain itu, penempatan mesin buffing yang seharusnya keempat sisinya dapat digunakan dalam proses produksi karena diletakkan disisi dinding mengakibatkan hanya dua sisi dari mesin ini yang dapat digunakan dalam proses produksi. Hal ini mengakibatkan sering terjadinya antrian dalam proses buffing sehingga terjadi banyak inventory in proces. Untuk dapat melihat lebih jelas dan lengkap tentang tata letak saat ini di dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut.
IV-8
Gambar 4.2 Tata Letak Saat ini
2m
3.4 m Mesin Buffing
3.4 m 0.5 m
15 m Mesin Buffing
0.5 m
Air Tool
2.6 m 23.4 m Mesin Buffing
0.5 m
Mesin Bor Mesin Buffing
0.8 m 0.5 m
Mesin Buffing
Mesin Bor 0.5 m
0.6 m
Mesin Buffing
4.5 m
Mesin Bor
2 m
0.8 m
Mesin KO
1.3 m
Air Tool
3.4 m Mesin Shandring
Mesin Cleaning
Meja Kikir
Meja Kikir
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
2 m
2 m
Mesin Bor
Mesin Buffing
3 m
0.8 m 0.8 m
Mesin Shandring
Air Tool
Air Tool
Mesin Cleaning
Air Tool
Air Tool
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
2.5 m
6.5 m
0.6 m
1.4 m
1m 0.8 m
Air Tool
Mesin Shandring
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
2.5 m
0.8 m
Air Tool
Air Tool
Air Tool
2 m
0.8 m
Mesin Shandring
Air Tool
4 m
Meja Kikir Meja Kikir
2 m
18.2 m
Air Tool
0.8 m Air Tool
Air Tool
Air Tool
2.5 m
2 m
0.6 m
Air Tool
Mesin Shandring
1m
Mesin Cleaning
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
2 m
2 m
2.6 m
Mesin Cleaning
Mesin Shandring
Mesin Shandring
2.5 m
2.5 m
1m
1.8 m
0.8 m
Mesin Cleaning
0.8 m
Mesin Cleaning
Mesin Shandring
1.4 m
1m
Mesin Cleaning
3.5 m
Mesin Cleaning
2.4 m
4m
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
2.5 m
Shipping 18 m
Receiving 20 m
12 m 3m
1m Heat Grinding
2m
0.8 m 2.5 m
1.4 m 0.8 m
15.6 m
1m
4.4 m
4.2
Pengolahan Data
4.2.1 Kondisi Saat Ini 4.2.1.1 Pengelompokan Penggunaan Mesin Langkah pertama yang harus dilakukan dalam proses perhitungan jarak perpindahan material pada tata letak kondisi saat ini adalah mengelompokan penggunaan mesin. Pengelompokan penggunaan mesin ini dilakukan untuk mengetahui mesin di area mana yang akan digunakan untuk memproses komponen. Adapun cara untuk mengelompokan penggunaan mesin ini adalah dengan membagi area mesin-mesin yang ada pada tata letak saat ini menjadi beberapa area, kemudian menentukan komponen mana saja yang akan dikerjakan di area tersebut. Dalam menentukan komponen mana saja yang akan dikerjakan dalam satu area mesin, sebagai dasar acuan digunakan waktu proses komponen pada setiap mesin. Untuk membantu dalam pembentukan kelompok penggunaan mesin, maka perlu dilakukan pengelompokan mesin untuk tata letak yang ada pada saat ini. Adapun pengelompokan mesin-mesin yang ada pada tata letak saat ini dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.
IV-9
MK-1
Air Tool
Mesin Buffing
Air Tool
Mesin Shandring
Mesin Shandring
Mesin Shandring
Mesin Shandring
Mesin Buffing
maka langkah selanjutnya adalah mengelompokan komponen yang akan
dikerjakan dengan berdasarkan kepada lama penggunaan mesin atau waktu proses
Mesin KO
Air Tool
Mesin Cleaning
Air Tool
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
AT-3 Mesin Cleaning
Setelah tersedia tata letak dengan mesin-mesin yang telah dikelompokan,
Mesin Buffing
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Air Tool
Gambar 4.3:Pengelompokan Mesin-mesin pada saat ini
Mesin Buffing
Mesin Shandring
Mesin Shandring
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
AT-2
Mesin Buffing
Mesin Shandring
Air Tool
Air Tool
Mesin Cleaning
Air Tool
Mesin Bor Meja Kikir Meja Kikir
Mesin Shandring
Mesin Buffing
Mesin Bor
Mesin Cleaning
Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
Meja Kikir Meja Kikir
C-2
Mesin Bor
Mesin Bor
Meja Kikir
Mesin Bor
Mesin Bor
Meja Kikir Meja Kikir
IV-10
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Mesin Bor
Shipping
Mesin Bor
Receiving
B-2 C-1 AT-1 MK-2
BF-2 BF-1 B-1
Heat Grinding
Mesin Buffing
MS-1 MK-3
MS-2
IV-11
dari komponen di masing-masing mesin. Hasil pengelompokan komponen tersebut dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8 Pengelompokan Komponen berdasarkan Grup Mesin Yang digunakan Grup Mesin
Komponen
B-1 (Mesin bor-)
7,8,9,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,36,50,51
B-2 (Mesin bor-2)
37,38,45,46,47
MK-1 (Meja Kikir-1)
23,27,28,33,34,35
MK-2 (Meja Kikir-1)
7,8,9,18,19,20,21,22
MK-3 (Meja Kikir-1)
1,2,3,4,5,6,13,14,15,16,17,48,19
AT-1 (Air Tool-1)
30,31,32,37,38
AT-2 (Air Tool-1)
7,8,9,13,14,15,16,17,48,49,50,51,52
AT-3 (Air Tool-1)
23,27,28,33,34,35,36,45,46,47
BF-1 ( Mesin Buffing-1)
13,14,15,16,17,23,33,34,35
BF-2 ( Mesin Buffing-2)
1,2,3,4,5,6,18,19,20,21,22,30,31,32
MS-1 (Mesin Shandring-1)
10,11,12,24,25,26,29,43,44
MS-2 (Mesin Shandring-2)
27,28,39,40,41,42
KO (Mesin KO)
1,2,3,4,5,6,36,37,38,45,46,47,48,49,50,51,52
C-1 (Mesin Cleaning-1)
10,43,44
C-2 (Mesin Cleaning-2)
11,12,24,25,26,27,28,29,39,40,41
4.2.1.2 Perhitungan Jarak Perhitungan jarak digunakan untuk menghitung jauhnya pergerakan material dari satu tempat ke tempat lain, dalam hal ini adalah dari satu mesin ke mesin berikutnya. Metode yang digunakan untuk menghitung jarak ini adalah dengan menggunakan metode square. Hasil perhitungan jarakdari masing masing mesin ke tempat tujuannya dapat dilihat pada tabel 4,9.
JARAK Tabel 4.9 Jarak Antar Mesin Untuk Tata Letak Saat Ini (m) To From R
R
B-1
B-2
243
K-1
K-2
K-3
293,2
B-1
AT-1
AT-2
AT-3
BF-1
BF-2
230,4 101,5
238
B-2
312,1 149,8
MS-1
MS-2
KO
239,13
302,2
349,1
C-1
C-2
S
555,46 349,51
K-1
520,5
K-2
264,95
430,8
K-3
78
335,84
AT-1
394,42
294,9
AT-2
244,8
AT-3
242,7
222,8
271,35
BF-1
387,2
BF-2
468
MS-1
54,32
MS-2 KO
186,43 63,5
904,52
503
480
C-1
707,99
C-2
246,8
S
IV-12
4.2.1.3 Perhitungan Frekuensi Aliran dan Jarak Total Material Handling Perhitungan
frekuensi
digunakan
untuk
menghitung
banyaknya
pergerakan dari satu tempat ke tempat lain, dalam hal ini adalah dari satu mesin ke mesin berikutnya. Penentuan jumlah frekuensi aliran material ini dilakukan dengan menghitung banyaknya pergerakan komponen yang terjadi dari mesin ke mesin lainnya berdasarkan urutan proses yang terdapat pada Tabel 4.4. Misalkan untuk menghitung frekuensi dari receiving ke mesin bor maka kita bisa menghitung banyaknya perpindahan komponen ke mesin 1 yang ditunjukkan oleh banyaknya angka 1 pada kolom mesin B-1 dari Tabel 4.4 yaitu berjumlah 13. Demikian seterusnya hingga frekuensi komponen yang bergerak dari mesin terakhir ke shipping (S). Frekuensi perpindahan material yang ada dilantai produksi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10.
IV-13
Tabel 4.10 Frekuensi Perpindahan Material To From R
R
B-1
B-2
13
K-1
K-2
K-3
6
B-1
AT-1
AT-2
AT-3
BF-1
BF-2
3 8
5
B-2
3 2
MS-1
MS-2
KO
9
4
17
C-1
C-2
S
1 3
K-1
6
K-2
3
5
K-3
7
6
AT-1
3
2
AT-2
8
AT-3
4
2
4
BF-1
9
BF-2
14
MS-1
3
MS-2 KO
6 6
4
5
3
C-1
3
C-2
12
S
IV-14
Setelah diketahui jarak tempuh dan frekuensi perpindahan material, maka langkah selanjutnya adalah menghitung jarak total material handling dengan menggunakan rumus 2.4.
IV-15
Tabel 4.10 Jarak Total Material Handling Untuk Tata Letak Saat Ini (m) To Jumlah From R
R
B-1
B-2
202,65
K-1
K-2
K-3
102,74
B-1
AT-1
AT-2
AT-3
BF-1
BF-2
45,54 80,60
77,14
B-2
53,00 24,48
K-1
MS-1
MS-2
KO
139,17
69,54
317,63
C-1
C-2
S 877,27
23,57
234,30
56,09
80,56
136,89
136,89
K-2
48,83
103,78
152,61
K-3
61,82
109,96
171,78
AT-1
59,58
34,35
93,93
125,17
125,17
65,89
158,06
BF-1
177,10
177,10
BF-2
302,87
302,87
AT-2 AT-3
62,32
MS-1
22,11
MS-2 KO
29,85
120,3
112,14
81,92
104,03
47,81
47,81
65,727
298,17
C-1
79,82
79,82
C-2
188,52
188,52
S
0 Total Jarak
IV-16
3228,879
4.2.2 Pembentukan Tata Letak Usulan 4.2.2.1 Pembentukan Insiden Matriks Awal Komponen-Mesin Tahap awal dalam pembentukan sel manufaktur adalah membuat insiden matriks mesin-komponen seperti dapat dilihat pada Tabel 4.12. Formulasi insiden matriks dibentuk dengan memberikan inisial 0 dan 1. Inisial 1 menunjukkan bahwa mesin i digunakan untuk memproses komponen j dan inisial 0 menunjukan bahwa mesin i tidak digunakan untuk memproses komponen j. Insiden matriks untuk 52 komponen dan 7 jenis mesin dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut. Tabel 4.12 Insiden Matriks Komponen-Mesin Mesin
Nomor Komponen
1
2
3
4
5
6
7
1
0
1
0
1
0
1
0
2
0
1
0
1
0
1
0
3
0
1
0
1
0
1
0
4
0
1
0
1
0
1
0
5
0
1
0
1
0
1
0
6
0
1
0
1
0
1
0
7
1
1
1
0
0
0
0
8
1
1
1
0
0
0
0
9
1
1
1
0
0
0
0
10
0
0
0
0
1
0
1
11
0
0
0
0
1
0
1
12
0
0
0
0
1
0
1
13
1
1
1
1
0
0
0
14
1
1
1
1
0
0
0
15
1
1
1
1
0
0
0
16
1
1
1
1
0
0
0
17
1
1
1
1
0
0
0
18
1
1
0
1
0
0
0
19
1
1
0
1
0
0
0
20
1
1
0
1
0
0
0
21
1
1
0
1
0
0
0
22
1
1
0
1
0
0
0
23
0
1
1
1
0
0
0
24
0
0
0
0
1
0
1
25
0
0
0
0
1
0
1
26
0
0
0
0
1
0
1
27
0
1
1
0
1
0
1
IV-17
IV-18
Tabel 4.12 Insiden Matriks Komponen-Mesin (lanjutan) Mesin
Nomor Komponen
1
2
3
4
5
6
7
28
0
1
1
0
1
0
1
29
0
0
0
0
1
0
1
30
0
0
1
1
0
0
0
31
0
0
1
1
0
0
0
32
0
0
1
1
0
0
0
33
0
1
1
1
0
0
0
34
0
1
1
1
0
0
0
35
0
1
1
1
0
0
0
36
1
0
1
0
0
1
0
37
1
0
1
0
0
1
0
38
1
0
1
0
0
1
0
39
0
0
0
0
1
0
1
40
0
0
0
0
1
0
1
41
0
0
0
0
1
0
1
42
0
0
0
0
1
0
1
43
0
0
0
0
1
0
1
44
0
0
0
0
1
0
1
45
1
0
1
0
0
1
0
46
1
0
1
0
0
1
0
47
1
0
1
0
0
1
0
48
0
1
1
0
0
1
0
49
0
1
1
0
0
1
0
50
1
0
1
0
0
1
0
51
1
0
1
0
0
1
0
52
1
0
1
0
0
1
0
4.2.2.2 Pengelompokan mesin dan komponen Pengelompokan mesin dan komponen ini dilakukan dengan menggunakan metode ALC atau metode koefisien kemiripan, kemiripan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiripan komponen berdasarkan proses yang dilaluinya. Langkah pertama yang dilakukan pada metode ALC ini adalah menentukan nilai maksimum
koefisien
kemiripan
(similarity
Coeficient)
dengan
cara
mengelompokkan mesin-mesin berdasarkan pada nilai kesamaan antara mesin dan komponen. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien kemiripan dalam pengelompokan mesin dan pengelompokan komponen adalah rumus 2.1.
IV-19
4.2.2.2.1
Pengelompokan mesin Langkah-langkah
pengerjaan
dengan
metode
ALC
untuk
pengelompokan mesin adalah sebagai berikut : 1.
Menentukan nilai koefisien kemiripan
Dengan menggunakan Tabel 4.12 sebelumnya, tentukan nilai koefisien kemiripan untuk semua mesin. Misalkan untuk nilai koefisien antara mesin 1 dengan mesin 2 dapat dihitung sebagai berikut : 13 S1,2 = = 0,36 13 + 9 + 14 Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.13 sebagai berikut : Tabel 4.13 Nilai Koefisien Kemiripan Antar Mesin To From 1
1
2
3
4
5
6
7
0.36
0.52
0.29
0.00
0.30
0.00
0.41
0.60
0.05
0.19
0.05
0.31
0.05
0.32
0.05
0.00
0.18
0.00
0
1
2 3 4 5 6
0
7
2.
Mencari nilai maksimum koefisien kemiripan
Mencari nilai maksimum dari persamaan matriks koefisien kemiripan yang dihitung dalam Tabel 4.13. Kemudian gabungkan kedua mesin tersebut kedalam kelompok mesin. Maka yang terpilih adalah S5,7dengan nilai 0,1, selanjutnya buat matriks baru dan hitung kembali nilai koefisien kemiripan antara kelompok mesin yang baru dengan mesin yang lain dengan menggunakan rumus 2.2. S1,(5, 7 ) =
0+0 =0 1´ 2
Setelah semua hasil didapat kemudian dibuat kembali dalam bentuk matriks nilai koefisien kemiripan. Langkah ini terus dilakukan hingga semua mesin berhasi dikelompokkan. Hasil iterasi 1 sampai dengan iterasi akhir (iterasi 4)dapat dilihat pada tabel 4.14 sampai tabel 4.18.
IV-20
Tabel 4.14 Hasil Iterasi-1 (outflow-inflow) To
1
From 1
2
3
4
5,7
6
0.36
0.52
0.29
0.00
0.30
0.41
0.60
0.05
0.19
0.31
0.05
0.32
0
0.18
2 3 4 5,7
0
6
Tabel 4.15 Hasil Iterasi-2 (outflow-inflow) To From
1
1
2,4
3
5,7
6
0.33
0.52
0.00
0.30
0.36
0.01
0.19
0.50
0.32
2,4 3 5,7
0.0
6
Tabel 4.16 Hasil Iterasi-3 (outflow-inflow) To
1,3
From 1,3 2,4
2,4
5,7
6
0.17
0.13
0.31
0.01
0.19
5,7
0.00
6
Tabel 4.17 Hasil Iterasi-4 (outflow-inflow) To From 1,3,6 2,4 5,7
1,3,6
Tabel 4,18: Hasil iterasi 5 (in-Out)
2,4
5,7
0.06
0.02
From
0.01
1,2,3,4,6
To
1,2,3,4,6
5.7 0.00
5.7
Dari hasil iterasi maka didapat 2 kelompok mesin yaitu kelompok pertama terdiri dari mesin 1,2,3,4 dan 6 sedangkan kelompok kedua terdiri dari mesin 5 dan mesin 7. Setelah semua mesin dikelompokkan kedalam 2 kelompok mesin,
IV-21
maka langkah selanjutnya adalah membuat dendogram mesin berdasarkan persamaan matriks mesin yang dihasilkan seperti pada gambar 4.5 0.60
2
0.01
4 0.52
1
0.31
Sel 1
3 6 1
5 Sel 2 7
Gambar 4.5 Dendogram Pengelompokan Mesin
4.2.2.2.2
Pengelompokan komponen
Langkah-langkah pengerjaan dengan metode ALC untuk pengelompokan komponen sama halnya dengan pengelompokkan mesin yaitu sebagai berikut : 1. Menentukan nilai koefisien kemiripan Dengan menggunakan Tabel 4.12 sebelumnya, tentukan nilai koefisien kemiripan untuk semua komponen. 2. Mencari nilai maksimum koefisien kemiripan Adapun langkah-langkah iterasi dalam pengelompokkan ke 52 komponen dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan hasil akhir dari pengelompokkan komponen dapat dilihat pada Tabel 4.19.
IV-22
Tabel 4.19 Hasil Iterasi-16 To
Sel 1
From
Sel 2
1,2,3,4,5,6,7,8,9,13, 14,15,16,17,18,19,20,21, 22,23,30,31,32, 33,34,35,36,37,38,45,46,
10,11,12,24,25,26,27,2 8,29,39,40,41,42,43,44
47,48,49,50,51, 52 1,2,3,4,5,6,7,8,9,13,14, 15,16,17,18,19, 20,21,22,23, Sel 1
30,31,32,33,
0
34,35,36,37, 38,45,46,47, 48,49,50,51, 52 10,11,12,24, Sel 2
25,26,27,28, 29,39,40,41, 42, 43,44
Dari hasil iterasi maka didapat 2 kelompok komponen yaitu kelompok pertama
terdiri
dari
komponen
1,2,3,4,5,6,7,8,9,13,14,15,16,17,18,19,
20,21,22,23,30,31,32,33,34,35,36,37,38,45,46,47,48,49,50,51 dan 52 sedangkan kelompok
kedua
terdiri
dari
komponen
10,11,12,24,25,26,27,28,29,39,
40,41,42,43, dan komponen 44. Untuk menyempurnakan formulasi sel yang terbentuk, maka langkah selanjutnya adalah menggabungkan antara dendogram mesin dengan dendogram komponen ke dalam matriks persamaan. Setelah dilakukan penyatuan dendogram mesin dan komponen maka sel mesin dan sel komponen dapat disatukan berdasarkan mesin yang digunakan dalam proses pengerjaan komponen tersebut. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut :
IV-23
Tabel 4.20: Pengelompokan Sel Mesin dan Komponen Kelompok Komponen (part family)
1
Komponen 5BP
5EJ
1UY2
4HC
1UY3
4RF
1UY4
4ST
1UY6
5AP
1UY7
5DS
5TN
5EL
1UY NEW
5GH
1S4
5HM
5LW
5MP
1S7
5RM
68D
5VK
68T
15A
2GV
5TX
5 TL
22F NEW
2KF
33G
2UJ
3XA
4BD
22K NEW
1UY5
2
4XP
2KUA
2S6
5SL
5TP
557 R
5D9
F8P
220 COV
20 S-R
RK 50
5VY-R
RK70
5BP-F
RK 90
IV-24
Setelah terbentuk Tabel penggabungan antara sel mesin dengan sel komponen (tabel 4.20), maka langkah selanjutnya adalah menentukan desain sel yang akan dibentuk yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah dalam pembentukan sel.
4.2.2.3 Penentuan Desain Sel Mesin Guna menentukan bentuk desain sel mesin yang tepat bagi bagian produksi, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Adapun ciri-ciri yang terdapat pada lantai produksi ini, yaitu : 1. Untuk proses pengerjaan cenderung beragam karena bervariasinya produk yang dikerjakan sesuai dengan order yang diberikan oleh mitranya. 2. Sebagian besar penanganan material bersifat manual. Dengan demikian bentuk desain sel mesin yang cocok untuk bagian produksi adalah bentuk desain sel U, karena bentuk ini dapat mengatasi permasalahan, bentuk disain sel U ini juga mampu mempersingkat jarak lintas, mengoptimalkan penggunaan mesin buffing maupun waktu yang dibutuhkan oleh operator selama menyelesaikan tugasnya. Desain tata letak usulan yang dibentuk disesuaikan berdasarkan jumlah mesin yang ada pada saat ini dan memanfaatkan jumlah luas lahan yang ada dengan semaksimal mungkin. Sel U yang dibentuk menjadi 2 sel, yaitu sel 1 dan sel 2. Dimana sel 1 memiliki 6 sub sel yang terdiri dari mesin bor, meja kikir, air tool, mesin buffing dan mesin KO. Sedangkan sel 2 memiliki 4 sub sel yang terdiri dari mesin cleaning dan mesin shandring.
4.2.2.4 Jenis Dan Ukuran Mesin Untuk Tata Letak Usulan Adapun ukuran area dari masing-masing mesin yang akan digunakan dalam pembuatan tata letak usulan dapat dilihat pada Tabel 4.21
IV-25
Tabel 4.21 Jenis dan Ukuran Mesin Untuk Tata Letak Usulan Ukuran Mesin No.
Nama Mesin
(m)
Jumlah
Ukuran Area (m)
P
L
P
L
1
Mesin Bor
12
0.8
0.8
1.8
1.2
2
Meja Kikir
24
1
0.6
1
1.2
3
Air Tool
24
1
0.6
1
1.2
4
Mesin Buffing
7
1.7
0.7
2.7
1.2
5
Mesin Shandring
8
0.6
0.6
1.6
1.2
6
Mesin K.O
1
1.6
2.2
2.6
2.2
7
Mesin Cleaning
10
1
0.6
2
1.2
Setelah diketahui ukuran area dari masing-masing mesin yang akan digunakan dalam pembuatan tata letak usulan, tahap selanjutnya adalah membuat desain tata letak usulan sesuai dengan bentuk sel mesin yang telah ditentukan. 4.2.2.5 Desain Tata Letak Usulan Pembentukan tata letak usulan ini dilakukan dengan metode coba-coba, akan tetapi masih menggunakan patokan bentuk sel U. Hasil pembentukan tata letak usulan ini terdiri dari dua buah sel, dimana sel 1 yang terdiri dari 6 sub sel berbentuk double U atau mirip dengan huruf W dengan penenpatan mesin sebagai berikut : 1. Terdiri dari 2 buah mesin bor yang berada disisi kanan dan kiri sub sel tersebut. 2. Setelah mesin bor terdapat 2 buah dimasing-masing sisi kiri dan kanan sub sel tersebut. Sehingga dalam satu buah sub sel terdapat 4 buah meja kikir. 3. Mesin buffing ditempatkan ditengah-tengah sub sel sehingga keempat sisi dari mesin buffing tersebut dapat digunakan. Dalam satu buah sub sel terdapat satu mesin buffing, hanya ada satu buah sub sel yang memiliki 2 mesin buffing. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi pekerjaanpekerjaan tertentu yang membutuhkan waktu lebih lama di mesin buffing. 4. Diantara mesin buffing, meja kikir, dan mesin bor terdapat mesin air tool yang berjumlah 4 buah.
IV-26
Sedangkan sel 2 terdiri dai 4 buah sub sel yang berbentuk U. Masingmasing sub sel terdiri dari 2 jenis mesin yaitu mesin shandring dan mesin cleaning. 2 buah sub sel terdiri dari 2 mesin shandring dan 2 buah mesin cleaning sedangkan 2 sub sel lainnya terdiri dari 2 buah mesin shandring dan 3 buah mesin cleaning. Sama halnya dengan sub sel pada sel 1, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan proses pada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang memakan waktu lebih lama di mesin cleaning. Untuk lebih jelasnya, tata letak usulan dapat dilihat pada gambar 4.7 berikut.
2 m 1,2 m
Air Tool Air Tool
Air Tool
1,5 m
1,2 m
Air Tool 1,2 m
1,5 m
Air Tool Air Tool
1,2 m
1,2 m 1,2 m
1 m
1 m 1 m
Air Tool
Mesin Cleaning
1,5 m
Air Tool
Air Tool 1,5 m
1 m
Air Tool Air Tool
Air Tool
Air Tool Air Tool
Air Tool 1,2 m
2m Air Tool 2 m
Meja kikir Meja Kikir Mesin Bor
Meja kikir Meja Kikir
1,5 m
Meja kikir Mesin Buffing
Mesin Buffing
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
Air Tool
Air Tool
18 m
Meja kikir Meja Kikir
Air Tool
2 m Meja kikir Meja Kikir
Meja kikir
Mesin Bor
Mesin Bor
Meja Kikir
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
Mesin Cleaning
Gambar 4.7: Tata Letak Usulan
Mesin Buffing
Meja kikir
Mesin Bor
Meja kikir Meja Kikir
SEL 2
Meja Kikir
Meja Kikir
Mesin Buffing
Mesin Bor
Mesin Cleaning Mesin Cleaning
Mesin Bor
Mesin Buffing
Meja kikir
Mesin Bor
Mesin Bor
Meja kikir Meja Kikir
Mesin Buffing
1,2 m
1,2 m 2m
Meja kikir
Mesin Buffing Meja Kikir Mesin Bor
Mesin Cleaning Mesin Cleaning
1,5 m 1,5 m
1m 1m Mesin Bor
1,6 m 1,6 m
Meja Kikir Mesin Bor
Meja kikir Meja Kikir Mesin Bor
2,2 m
Mesin K.O
Shipping
Mesin Mesin Shandring Shandring Mesin Mesin Shandring Shandring 15 m
Mesin Mesin 1,5 m Shandring Shandring Mesin Mesin Shandring Shandring
5.1 m
2,3 m
1,8 m
Receiving
2,7 m
1,5 m 1m 1m
SEL 1
2,7 m 2,6 m
1,8 m Air Tool 12 m
2,7 m
Heat Grinding 2m 1,2 m 1,2 m 1,5 m 4m
1,5 m
20 m
IV-27
Air Tool Air Tool
Air Tool
Air Tool
IV-28
4.2.2.6 Perhitungan Jarak tata Letak Usulan Rumus yang digunakan untuk menghitungn jarak pada tata letak usulan sama dengan rumus yang digunakan dalam menghitung jarak pada tata letak awal yaitu rumus 2.3. Adapun hasil perhitungan jarak tata letak usulan dapat dilihat pada Tabel 4.22. Tabel 4.22 Jarak Antar Mesin Untuk Tata Letak Usulan To
From R R
1
2
21.22
22.37
1
1.28
2
3
4
5
6
7
S
11.91 3.25 2.30
3
3.77 2.54
5.24
28.72
4
26.31
5
4.00
6
3.75
18.49
4.09
7
18.49
4.2.2.7 Perhitungan Frekuensi Aliran dan Total Jarak Tempuh Material Frekuensi yang digunakan sama dengan frekuensi pada tata letak awal dan tata letak usulan 1. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.24. Tabel 4.23 Frekuensi Perpindahan Material To From R R
1
2
13
6
1
13
2
3
5
6
7
9 11 12
2
14
4
23
5 6 7
S
17
16
3
4
15 9
8 15
Setelah diketahui jarak anatar mesin dan frekuensi perpindahan material, maka langkah selanjutnya yang harus yaitu menghitung jarak total material handling untuk kemudian dibandingkan dengan jarak total material handling dari tata letak awal. Adapun cara menghitung dari jarak total material handling sama
IV-29
seperti yang dilakukan pada tata letak awal, yaitu dengan menggunakan rumus 2.4. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.24. Tabel 4.24 Jarak Total Material Handling Tata Letak Usulan From R
To R
1
2
275.86
134.22
1
16.67
2
3
4
6
7
29.25
46 41.47 30.52
78 10.48
5
402.06
443
605.10
605
59.96 33.73
Jumlah 613
4
6
S
202.44
36.80
3
5
60
32.71
66
7
277.35 Total Jarak
277 2189
Setelah didapat jarak total material handling untuk tata letak usulan , maka langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan jarak total material handling tata letak awal yang dapat dilihat pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25: Jarak Total Material Handling Untuk Tata Letak Saat Ini (m) To Jumlah From R
R
B-1
B-2
341,9
K-1
K-2
K-3
195,3
B-1
AT-1
AT-2
AT-3
BF-1
BF-2
93,45 135,6
162,65
B-2
146,79 57,2
K-1
MS-1
MS-2
KO
362,52
129
1163,65
C-1
C-2
S 2285,82
85,08
530,12
127,8
185
460,38
460,38
K-2
95,94
239,5
335,44
K-3
114,8
208,5
323,3
AT-1
126
112,46
238,46
167,6
167,6
138,8
536,72
BF-1
401,22
401,22
BF-2
714
714
AT-2 AT-3
315,12
MS-1
21,45
MS-2 KO
82,8
357,52
296,5
279
300,45
88,5
88,5
178,05
832,07
C-1
164,85
164,85
C-2
252,6
252,6
S
0 Total Jarak
IV-30
7816,53
Dengan melihat jarak total material handling pada Tabel 4.24 dan Tabel 4.25, maka dapat dihitung pengurangan jarak total material handling sebagai berikut : Pengurangan Jarak = Jarak Total Material Handling Awal – Jarak Total Material Handling Tata Letak Usulan 7816,53 – 2189= 5627,5 m. Maka pengurangan jarak yang diberikan oleh tata letak usulan adalah sebesar 5627,5 m atau sebesar 71,99 % dari jarak awal. Dengan melihat pengurangan jarak dari tata letak usulan, maka tata letak yang sesuai diterapkan dalam lantai produksi adalah tata letak berdasarkan usulan yang
memberikan jarak
total
material
handling terpendek
dan
dapat
memanfaatkan lahan yang ada saat ini. 4.2.2.8 Kebutuhan Operator Untuk Tata Letak Usulan Dalam tata letak usulan, mesin buffing tidak memiliki operator tersendiri, melainkan menyatu dengan operator mesin bor. Dengan kata lain, ada seorang operator yang memiliki tugas ganda atau mengoperasikan 2 mesin sekaligus. Pada tata letak usulan, mesin yang dapat dioperasikan oleh satu orang operator adalah mesin bor dan mesin buffing. Hal ini dapat dilakukan karena mesin bor dan buffing adalah mesin semi otomatis. Sehingga operator hanya malakukan seting pada mesin bor, kemudian menjalankannya secara otomatis. Setelah itu operator dapat berpindah ke mesin buffing dan melakukan hal yang sama. Dengan adanya tata letak usulan ini maka diharapkan lantai produksi mampu mengurangi kebutuhan tenaga kerja terutama tenaga kerja untuk operator mesin. Adapun data kebutuhan operator untuk tiap mesin pada tata letak usulan dapat dilihat pada Tabel 4.27 berikut. Tabel 4.27 Kebutuhan Operator Untuk Tata Letak Usulan .No
Nama Mesin
Jumlah
Operator/ Mesin (orang)
Jumlah Operator (orang)
1
Mesin Bor
12
1
12
2
Meja Kikir
24
1
24
3
Air Tool
24
1
24
4
Mesin Buffing
7
0
0
5
Mesin Shandring
8
1
8
6
Mesin K.O
1
1
1
IV-31
IV-32
7
Mesin Cleaning
10
1
10 79
Total Kebutuhan Operator Mesin Lantai Produksi
Tabel 4.27: Kebutuhan Operator Untuk Tata Letak Awal No.
Nama Mesin
Jumlah
Operator/ Mesin
Jumlah
(orang)
Operator (orang)
1
Mesin Bor
12
1
12
2
Meja Kikir
24
1
24
3
Air Tool
24
1
24
4
Mesin Buffing
7
2
14
5
Mesin Shandring
8
1
8
6
Mesin K.O
1
1
1
7
Mesin Cleaning
10
1
10
Total Kebutuhan Operator Mesin Lantai Produksi
93
Dengan melihat total kebutuhan operator mesin pada Tabel 4.27 dan Tabel 4.28, maka dapat diketahui bahwa pengurangan jumlah operator mesin (tenaga kerja) yang diberikan oleh tata letak usulan adalah sebanyak 14 orang operator. 4.2.3
Perhitungan Kebutuhan Kontainer
4.2.3.1 Perhitungan Tingkat Permintaan Produk Dari Pusat Pengguna Tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna merupakan jumlah produk yang dibutuhkan atau yang diminta oleh stasiun kerja yang mengerjakan proses kedua dari rangkaian proses produksi suatu komponen. Dalam penelitian ini, tingkat permintaan yang dihitung adalah tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna dalam satu jam. Adapun cara menghitungnya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus 2.8. Untuk komponen 5 BP proses pertamanya pada mesin 6 (mesin K.O) dan proses kedua pada mesin 2 (meja kikir). Maka yang menjadi pusat kerja pengguna dari komponen 5 BP adalah mesin 2 (meja kikir). Waktu yang dibutuhkan untuk memproses komponen 5 BP di mesin 2 adalah selama 1,5 menit. Maka tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna untuk komponen 5 BP dapat dihitung sebagai berikut :
IV-33
Adapun hasil perhitungan tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.28 sebagai berikut : Tabel 4.28 Hasil Perhitungan Tingkat Permintaan Dari Pusat Kerja Pengguna Nomor Komponen
Tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna (per jam)
Nomor Komponen
Tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna (per jam)
1
40
27
75
2
40
28
75
3
40
29
100
4
40
30
27
5
40
31
27
6
40
32
27
7
30
33
75
8
30
34
75
9
30
35
75
10
40
36
300
11
75
37
100
12
75
38
100
13
40
39
75
14
40
40
75
15
40
41
75
16
40
42
60
17
40
43
46
18
29
44
46
19
29
45
60
20
29
46
60
21
29
47
60
22
29
48
50
23
75
49
50
24
75
50
300
25
75
51
300
26
75
52
300
4.2.3.2 Perhitungan Jumlah Kebutuhan Kontainer Setelah dilakukan perhitungan jumlah permintaan dari pusat kerja pengguna, maka langkah selanjutnya adalah menghitung berapa jumlah kontainer yang dibutuhkan pada lantai produksi .
IV-34
Perhitungan kebutuhan jumlah kontaioner dapat dilakukan dengan menggunakan rumus 2.10 berikut n= misalkan untuk menghitung jumlah kebutuhan kontainer untuk komponen 5BP yang memiliki tingkat permintaan pada pusat kerja pengguna sebanyak 40 part per jam, dengan waktu untuk satu kontainer menyelesaikan keseluruhan putaran adalah 3,05 jam dan kapasitas 1 kontainer sebanyak 60 part, maka dapat dihitung sebagai berikut : n= Hasil perhitungan jumlah kebutuhan kontainer selengkapnya untuk masingmasing komponen dapat dilihat pada table 4.30 berikut.
Table 4.29: Jumlah Kebutuhan Kontainer Untuk Setiap Komponen Nomor Komponen
D
T
C
n
1 2 3 4 5 6 7 8
40 40 40 40 40 40 30 30
3,05 3,05 3,05 3,05 3,05 3,05 4,03 4,03
60 60 60 60 60 60 100 100
3 3 3 3 3 3 2 2
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
30 40 75 75 40 40 40 40 40 29 29 29
4,03 4,38 3,15 3,15 1,40 1,40 1,40 1,40 1,40 1,82 1,82 1,82
100 100 100 100 40 40 40 40 40 40 40 40
2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2
21 22 23 24 25
29 29 75 75 75
1,82 1,82 1,58 1,58 4,73
40 40 50 50 150
2 2 3 3 3
IV-35
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
75 75 75 100 27 27 27 75 75 75
1,51 1,51 1,51 2,80 3,36 3,36 3,36 4,90 4,90 2,10
48 48 48 200 200 200 150 250 250 150
3 3 3 2 1 1 1 2 2 2
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
300 100 100 75 75 75 60 46 46 60 60 60
1,84 1,58 1,58 4,03 4,03 4,03 4,38 3,33 1,60 2,10 2,10 2,10
75 50 50 100 100 100 100 100 48 40 40 40
8 4 4 4 4 4 3 2 2 4 4 4
50 2,69 50 2,80 300 1,23 300 1,18 300 4,90 Total Kebutuhan Kontainer
48 50 50 48 200
3 3 8 8 8 158
48 49 50 51 52
Dari hasil perhitungan jumlah kebutuhan kontainerdapat dilihat bahwa jumlah kontainer yang dibutuhkan dalam proses produksi adalah sebanyak 158 buah sedangkan kontainer yang ada sekarang jumlahnya 188 buah.
BAB V ANALISIS PEMBAHASAN 5.1. Analisis Pengelompokkan Mesin Berdasarkan hasil pengelompokkan mesin dengan menggunakan metode ALC
yaitu dengan cara menghitung nilai koefisien antar mesin kemudian
mengambil nilai maksimal koefisien kemiripan mesin sebagai acuan untuk menyatukan mesin-mesin yang ada kedalam sebuah sel, maka didapat 2 buah sel mesin setelah melalui 5 kali proses iterasi. Sel mesin yang terbentuk dari hasil perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Sel 1 terdiri dari 5 buah jenis mesin yaitu mesin bor, meja kikir, Air Tool,mesin Buffing dan mesin K.O (1,2,3,4, dan mesin 6) 2. Sel 2 terdiri dari 2 buah jenis mesin yaitu mesin shandring dan mesin cleaning (mesin 5 dan mesin 7). 5.2. Analisis Pengelompokan Komponen Komponen yang dikelompokkan dalam penelitian ini sebanyak 52 jenis komponen. Metode yang digunakan adalah sama dengan proses pengelompokkan mesin yaitu dengan metode ALC. Adapun langkah-langkah dalam pembentukkan part family adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan
insiden
matrik
mesin-komponen,
yaitu
dengan
cara
memberikan inisial 1 jika mesin digunakan dalam pengerjaan komponen yang akan dikelompokkan dan inisial 0 jika mesin tidak digunakan dalam pengerjaan komponen tersebut. 2. Setelah terbetuk insiden matrik maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien kemiripan antar komponen dengan menggunakan
V-1
V-2
rumus 2.1 dan kemudian dimasukan kedalam table nilai koefisien kemiripan antar komponen. 3. Setelah didapat semua nilai koefisien kemiripan didapat kemudian dicari nilai maksimalnya dan dijadikan angka kunci untuk mengelompokkan komponen kedalam suatu part family. 4. Dalam penelitian ini dibutuhkan 16 kali iterasi sehingga semua komponen masuk kedalam part family dan menghasilkan 2 part family yaitu part family 1 yang terdiri dari 37 jenis komponen dan part family 2 yang terdiri dari 15 jenis komponen yang berbeda. Adapun part family yang terbentuk dari hasil pengelompokan komponen dalam penelitian dapat dilihat pada table 4.20. Dari hasil pengelompokan ini dapat diketahui bahwa semua komponen yang tergabung dalam kelompok komponen 1 hanya diproses dalam sel mesin 1 hingga selesai. Sedangkan untuk komponen yang tergabung dalam kelompok komponen 2 diproses pada sel mesin 2, kecuali untuk komponen RK70 dan RK90 diproses di sel mesin 1 terlebih dahulu dan kemudian diselesaikan pada sel mesin 2. Dengan demikian diketahui bahwa semua komponen yang masuk kedalam satu part family memiliki kemiripan dalam segi proses pengerjaan. 5.3. Analisis Pemilihan Tata Letak Usulan Pembuatan tata letak usulan dalam penelitian ini menggunakan tata letak jenis sel manufaktur. Tata letak usulan ini memberikan pengurangan jarak perpindahan material sebesar 5627,5 m
atau sebesar 71,99 % dari jarak
perpindahan material tata letak awal. Selain itu, tata letak usulan juga memberikan
V-3
pengurangan penggunaan tooling dan pengurangan jumlah tenaga kerja sebanyak 14 orang. 5.4. Analisis Jumlah Kebutuhan Kontainer Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini didapatkan jumlah kebutuhan kontainer pada lantai produksi
adalah sebanyak 158 buah
kontainer atau terjadi pengurangan sebanyak 30 buah dari jumlah kontainer yang dibutuhkan saat ini yaitu sebanyak 188 buah kontainer.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa tata letak usulan (gambar 4.7) yang diusulkan dalam penelitian mampu memberikan pengurangan jarak total material handling sebesar 5.627,5 m, pengurangan pegawai sebanyak 14 orang dan pengurangan jumlah kontainer sebanyak 30 buah. 5.2. Saran Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk melakukan perbaikan pada tata letak lantai produksi saat ini. Perusahaan dapat mengikuti rancangan tata letak usulan dari penulis yang dapat dilihat pada gambar 4.6. Selain itu, juga harus melakukan penataan ulang tata letaknya setiap kali melakukan penambahan mesin agar tidak terjadi lagi keterlambatan produksi.
VI-1
DAFTAR PUSTAKA
Apple, J.M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hadiguna, R.A dan H. Setiawan. 2008. Tata Letak Pabrik. Gramedia. Jakarta Kusiak. 1990. Intelligent Manufacturing System. Englewood Cliffs. New Jersey : Prentice Hall Inc. Monden, 2000, : Y. Toyota Production System jilid 1 dan 2.PPM. Jakarta. Mukhtar, H. 2007. Bimbingan Skripsi, Tesis dan Artikel Ilmiah. GP Press. Jakarta. Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Graha Ilmu. Yogyakarta. Wignjosoebroto, Sritromo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Peminidahan Bahan, Edisi Ketiga. Guna Widya. Surabaya.