ANESTESI UMUM Bahan yang digunakan : •
Eter
•
Amoniak
•
Kloroform
Alat-alat : •
Corong untuk eter
•
Kain kasa
Hewan coba : Kelinci Keterangan : Anestesi umum : Hilangnya rasa nyeri, raba, tekan, suhu dan kesadaran. Rencana kerja :
a. Peng Penga amata matan n Perhatikan hewan coba dalam keadaan normal, usahakan setenang mungkin, karena tindakan kasar atau kegaduhan akan menimbulkan kenaikan denyut jantung dan pernafasan.
Sebelum percobaan, lakukan pengamatan sebagai berikut : 1. Jumlah Jumlah deny denyut ut jantu jantung ng per per menit menit 2. Jumlah Jumlah pernafa pernafasan san per menit menit 3. Ukuran Ukuran dan dan warna warna pembul pembuluh uh darah darah teling telinga a 4. Refleks Refleks inhibisi inhibisi dari dari pernafas pernafasan an dengan dengan mendekatk mendekatkan an kapas kapas amoniak ke hidung kelinci. Amati apa yang terjadi 5. Refleks Refleks inhibisi inhibisi dari dari jantung jantung dengan dengan mengulaskan mengulaskan kapas klorofo kloroform rm ke hidung kelinci. Amati apa yang terjadi 6. Refleks Refleks mekanik mekanik dengan dengan memberik memberikan an rangsanga rangsangan n mekanik mekanik pada pada hidung, telinga dan anus. Amati apa yang terjadi 7. Refleks Refleks kornea kornea dan bulu bulu mata mata 8. Tonus Tonus otot otot lengan lengan,, tungka tungkaii dan leher leher
Catatan : Ad 4, 5, dan 6 hanya dilakukan pada keadaan normal, sebelum kelinci ditetesi zat anestetik
b. Eterisasi 1. Hewan coba diletakkan terlentang di atas papan lilin, fiksasi pangkal paha kelinci dengan baik 2. Basahi dulu corong dengan eter dan dipegang rapat pada hidung kelinci, kemudian teteskan eter pada corong tersebut dengan kecepatan teratur (5 tetes/menit) 3. Jika perlu tetesan dapat ditambah sesudah berkonsultasi dengan asisten. 4. Perhatikan semua kejadian dan catatlah saat mulai anestesi, lama anestesi, dan saat sadar kembali 5. Pada waktu pemulihan, hewan coba harus tetap diawasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil : Normal
Waktu FDJ Respirasi Warna telinga Uk. Pembuluh darah RI. Jantung RI. Pernafasan R. mekanis R. kornea R. bulu mata Lebar pupil Nystagmus Tonus otot lengan, tungkai, leher Tipe pernafasan
07.45 240x/mn t 200x/mn t Merah 2mm Lambat + + + + 5mm +
Abdomin al
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3 1
2
3
166x/mn t 72x/mnt
200x/mnt
124x/mnt
164x/mn t 96x/mnt
08.05 150x/m nt 128x/m nt Merah 2mm
08.13 200x/mnt
Merah 2mm
Merah 2mm
Merah 2mm
Merah 2mm
+ + 5mm
+ 6mm
+ 6mm
+ 6mm
+ 7mm
+
+
-
-
-
abdomi nal
abdomin al
abdomin al
abdomin al
abdomin al
52x/mnt
Pembahasan : Anestesi umum merupakan cara umtuk menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (revesibel)
Trias anestesi : 1. Sedasi 2. Analgesi
3. Relaksasi
Pemberian anestesi
:
1. Absorbsi rektum 2. Parenteral ( IM & IV) 3. Inhalasi
Nama obat : Aether anaestheticus 140 ml Nama generik : Ether Jumlah dosis (mg/g) : untuk induksi : 10-20 mg% volume uap aether dalam O2 atau campuran O2 dan N2O Untuk dosis penunjang stadium III : 5-15 % volume uap aether Indikasi obat : Anestesi umum (stadium analgesia), khasiat analgesia dan anestetiknya kuat dengan relaksasi otot baik. Kontraindikasi : obat Gangguan fungsi hati, dekonpencatio cordis, depresi pernafasan dan shyock Farmakokinetik : Mulai kerjanya lambat dan recovernya disertai efek-efek tidak enak (salivasi, pada stadium lebih dalam salivasi akan dihambat dan terjadi depresi nafas serta mual, muntah). Aether diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru sebagian kcil diekskresi melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kringat dan difusi kringat tbuh. Farmakodinamik : Anestesi yang sangat kuat (kadar minimal untuk anestesi 1.9 % (volume). Sifat analgesiknya kuat sekali dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar. Pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot. Cara penggunaan : Inhalasi Efek samping : Merangsang mukosa saluran pernafasan dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Untuk premedikasi pada penggunaan aether digunakan morfin-skopolamin (10 mg: 0,25mg). Pada anestesi ringan , terjadi dilatasi pembuluh darah kulit sehingga timbul kemerahan dimuka. Pada anestesi yang lebih dalam kulit menjadi lembek, pucat, dingin dan basah. Efek terhadap pembuluh darah ginjal, terjadi vasokonstriksi sehingga terjadi laju filtrasi glomerolus dan produksi urin secara reversibel. Efek terhadap pembuluh darah otak, terjadi vasodilatasi. Aktivitas saluran cerna dihambat selama dan sesudah anestesi.
Mekanisme Kerja : Etil klorida merupakan anestesi topikal secara aerosol dengan cara membekukan kulit. Ketika digunakan secara topikal pada kulit, Etil Kloride
membentuk efek pendinginan pada permukaan kulit dengan cara menguap secara cepat. Dingin yang diciptakan oleh semprotan tersebut mengganggu kemampuan tubuh untuk merasakan sakit.
Tahapan kedalaman anestesi dengan Ether -
Stadium 1 (tahap analgesi) mulai anestesi diberikan sampai hilangnya kesadaran
-
Stadium 2 (tahap eksitasi /delirium) Mulai hilangnya kesadaran sampai permulaan tahap pembedahan. Bisa terjadi laryngospasme atau muntah (bahaya aspirasi) • Stadium 1 dan 2, bersama-sama disebut stadium (tahap) induksi Stadium 3 (Tahap pembedahan)
-
• Akhir dari stadium 2 sampai berhentinyanapas spontan (arrest napas) • Pembedahan sudah dapat dilaksanakan • Terbagi menjadi 4 bidang (plane) Plana 1 Ditandai dengan pernafasan teratur, pernafasan torakal sama kuat dgn pernafasan abdominal, pergerakan bola mata terhenti, kadang-kadang letaknya eksentrik, pupil mengecil lagi dan refleks cahaya (+), lakrimasi akan meningkat, refleks farings dan muntah menghilang, tonus otot menurun. Plana 2 Ditandai dengan pernafasan yang teratur, volume tidal menurun dan frekwensi pernafasan naik. Mulai terjadi depresi pernafasan torakal, bola mata terfiksir ditengah, pupil mulai midriasis dengan refleks cahaya menurun dan refleks kornea menghilang. Plana 3 Ditandai dgn pernafasan abdominal yang lebih dominan daripada torakal karena paralisis otot interkostal yang makin bertambah sehingga pada akhir plana 3 terjadi paralisis total otot interkostal, juga mulai terjadi paralisis otot-otot diafragma, pupil melebar dan refleks cahaya akan menghilang pada akhir plana 3 ini, lakrimasi refleks farings & peritoneal menghilang, tonus otot-otot makin menurun. Plana 4 Pernafasan tidak adekuat, irreguler, ‘jerky’ karena paralisis otot diafragma yg makin nyata, pada akhir plana 4, paralisis total diafragma, tonus otot makin menurun dan akhirnya flaccid, pupil melebar dan refleks cahaya (-) , refleks sfingter ani menghilang.
• Stadium 3 plane 2: ideal untuk pembedahan dan relaksasi -
Stadium 4 (Tahap paralisis)
• Paralytic stage • Arrest napas • Arrest jantung