ANEMIA POSTPARTUM
I.
PENDAHULUAN
Masa post post partum partum meru pakan pakan tantangan bagi banyak i bu bu yang baru melahirkan. Pemulihan dari pr oses melahirkan, belajar menjad menjadi orang tua, dan mengurus diri send sendiri mem butuhkan butuhkan banyak energy. Mend Menderita anemia pada masa post post partum partum da pat pat mem buat buat pr oses ini menjad menjadi le bih bih sulit. Anemia terjad terjadi jika kad kadar hemo hemoglob globin in dalam darah rend rendah. Hemo emoglob globin in adalah zat pem bawa bawa oksigen dalam sel darah merah. Jika terjad terjadi gangguan sistem trans portasi portasi oksigen (misalnya anemia) (1) (1)
akan menye ba ba bkan bkan tu buh buh sulit untuk b untuk bekerja.
Anemia post post partum didefinisikan se bagai bagai kad kadar hemo hemoglob globin in kurang dari 10 g/d g/dl, hal ini meru pakan pakan masalah yang umum dalam bidang obstetric. obstetric. Meski pun pun wanita hamil dengan kad kadar besi yang terjamin, k onsentrasi haemo haemoglob globin in biasanya berkisar berkisar 11-12 g/d g/dl se belum belum melahirkan. Hal ini di per per buruk buruk dengan kehilangan darah saat melahirkan dan pada masa nifas. Menurut analisa ter baru, baru, kehilanngan darah pa pada saat post post partum partum diatas 500 ml masih meru pakan pakan suatu masalah meski pun pun pada obstetri obstetri modern. odern.
II.
(2) (2)
FISIOLOGI
HAEMOGLOBIN
Berwarna merah, meru pakan pakan pigmen pem bawa bawa oksigen dalam sel darah merah. Hemo emoglob globin in meru pakan pakan pr otein dengan berat molekul 64. 64.450. 450. Haemo aemoglob globin in ter diri dari 4 su bunit. bunit. Tia p su bunit bunit mengand mengandung heme yang berikatan dengan k onyugat poli poli pe pe pti ptid da. Heme mengand mengandung besi yang meru pakan pakan derivat porvirin. porvirin. (3) Sedangkan poli po li pe pe pti ptid da dise but but dengan glob globin. in.(3)
Ada Ada dua bagian poli po li pe pe pti ptid da tia p mo lekul hemo hemoglob globin. in. Pada orang dewasa normal (hemo hemoglob globin in A), ter da pat pat 2 ti pe pe poli poli pe pe pti ptid da yang dise but but dengan rantai yang mengand mengandung 141 asam amino amino resid residu dan rantai yang mengand mengandung 146 asam amino amino resid residu. K emud emudian hemo hemoglob globin in A dise but but juga 22, tid tidak semua hemo hemoglob globin in pada
1
darah normal orang dewasa adalah hemoglobin A. sekitar 2,5% hemoglobin meru pakan hemoglobin A2, dimana rantai digantikan dengan rantai ( 22). R antai juga mengandung 146 asam amino residu, teta pi 10 residu tunggal ber beda dengan asam amino pada rantai .
(3)
Hemoglobin mem bawa oksigen dalam bentuk oxihemoglobin, oksigen 2+
berikatan dengan Fe
di dalam heme. Afinitas hemoglobin terhada p O2 di pengaruhi
oleh pH, suhu, dan k onsentrasi 2,3 di phos phogliserat (2,3 DPG). 2,3 DPG dan H+ bersaing dengan O2 untuk mem bentuk deoxihemoglobin, dengan menurunkan afinitas hemoglobin terhada p O2 dengan menem pati tem patnya pada ke em pat rantai. (3) K etika darah ter pa par dengan obat-obatan dan agen oksidasi lainnya baik 2+
secara invitr o mau pun invivo, Fe
yang meru pakan molekul normal di k onversi
menjadi Fe3+ mem bentuk methemoglobin. Methemoglobin berwarna gela p, dan ketika kadarnya dalam darah meningkat, hal ini menye ba bkan kulit berwarna kehitam-hitaman yang dise but dengan sianosis. Be bera pa oksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin terjadi secara normal, karena sistem enzim sel darah merah, yaitu sistem NADH-methemoglobin reduktase, mengu bah methemoglobin kem bali menjadi hemoglobin. K elainan k ongenital dimana tidak adanya sistem enzim ini menye ba bkan kelainan herediter methemoglobinemia. K ar bon
monoksida
bereaksi
dengan
(3)
hemoglobin
mem bentuk
monoxihemoglobin (car boxihemoglobin). Afinitas hemoglobin terhada p O2 jauh le bih rendah di bandingkan dengan CO, dengan dam pak digantikannya O2 yang berikatan dengan hemoglobin, sehingga terjadi penurunan ka pasitas pem bawa oksigen oleh darah.
(3)
R ata-rata kandungan hemoglobin normal dalam darah adalah 16 g/dl pada laki-laki dan 14 g/dl pada wanita. Pada tu buh laki-laki dengan berat badan 70 kg, ter da pat sekitar 900 g hemoglobin dan 0,3 g globin dihancurkan dan disintesis kem bali tia p jam. Heme dari hemoglobin disintesis dari glycine dan succinyl-CoA.
2
(3)
K etika sel darah merah dihancurkan oleh jaringan sistem makr opage. Globin dari molekul hemoglobin dihancurkan dan heme diu bah menjadi biliver din. Biliver din kemudian dik onversi menjadi biliru bin dan diekskresikan melalui em pedu. Besi yang berasal dari heme digunakan kem bali untuk sintesis hemoglobin. Besi meru pakan zat esensial untuk sintesis hemoglobin, jika tu buh kehilangan darah dan defisiensi besi tidak dik oreksi, akan terjadi anemia defisiensi besi.
(3)
III. INSIDEN
Survey yang dilakukan terhada p 1000 pasien di rumah sakit
Henr ontin,
Chicago, dimana darah pasien di periksa 4 hari post partum ditemukan 20% mengalami anemia. Pada pasien terse but 15 persen diantaranya mengalami anemia ringan dan 5% berat.
(4)
Sekitar 21% wanita dengan kadar hemoglobin normal selama kehamilan trimester ketiga dida patkan mengalami anemia pada kunjungan post partum yang pertama.
(5)
Telah diakui bahwa hidremia pada wanita hamil meneta p sam pai periode post partum dini. Meski pun penanda hilangnya hidremia yaitu 24 jam post partum, namun rata-rata darah wanita normal yang tidak hamil baru muncul setalah 7 hari.
(4)
Defisiensi besi post partum dan anemia adalah masalah kesehata utama dimasyarakat. Di Amerika, ham pir 13 % dari perem puan 0-6 bulan post partum mengalami defisiensi besi dan 10 % mengalami anemia. Untuk menurunkan mor biditas aki bat anemia pada periode post partum, penting untuk dilakukan skrining (6)
perem puan mana yang mem butuhkan pengobatan.
IV. ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi meru pakan penye ba b paling sering dari anemia post partum yang dise ba bkan oleh intake zat besi yang tidak cuku p serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Anemia post partum berhu bungan dengan
3
lamanya perawatan di rumah sakit, de presi, kecemasan, dan pertum buhan janin terham bat.
(7)
K ehilangan darah adalah penye ba b yang lain dari anemia. K ehilangan darah yang signifikan setelah melahirkan da pat meningkatkan risik o terjadinya anemia post partum. Banyaknya cadangan hemoglobin dan besi selama persalinan da pat (1)
menurunkan risik o terjadinya anemia berat dan mem perce pat pemulihan.
V.
FAKTOR
RISIKO
Banyak faktor yang mem pengaruhi jumlah besi dalam tu buh post partum, termasuk karakteristik i bu pada saat se belum hamil, selama kehamilan, persalinan, dan periode post partum. Salah satu faktor risik o terjadinya anemia post partum adalah tingginya IMT se belum kehamilan. R isik o anemia post partum meningkat dengan 2
2
IMT dari 24-38 kg/m . Jika di bandingkan dengan perem puan dengan IMT 20 kg/m , 2
risik o anemia 2 kali le bih besar pada wanita dengan overweight IMT 28 kg/m dan 3 2
kali le bih besar pada wanita dengan IMT 38 kg/m meski pun faktor perancuh sudah terk ontr ol. Meningkatnya risik o ini se bagian dise ba bkan tingginya insiden terhada p post partum hemorage, kelahiran pera bdominal, dan makr osomia pada wanita yang (8)
obesitas.
Se perti k o m plikasi kehilangan darah sam pai 1000 ml, yang sama dengan 400 mg besi. Faktanya secara klinis, per darahan post partum dan makr osomia masingmasing da pat menurunkan k onsentrasi hemoglobin 6,4 g/dl dan 5,2 g/dl. Hal ini menunjukkan adanya hu bungan antara kehilangan darah selama persalinan dan risik o defisiensi besi dan anemia.
(8)
VI. GEJALA KLINIS
Tergantung dari derajat berat atau tidaknya anemia, hal ini da pat ber dam pak negative bagi i bu selama masa nifas, kemam puan untuk menyusui, masa perawatan di rumah sakit bertam bah, dan perasaan sehat dari i bu. Masalah yang muncul kemudian
4
se perti pusing, lemas, tidak mam pu merawat dan menjaga bayinya selama masa nifas umumnya terjadi.
(2)
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan anemia post partum memiliki gejala yang da pat mengganggu k ondisi kesehatan i bu dan meningkatkan risik o terjadinya de presi post partum jika di bandingkan dengan i bu yang tidak anemia. Dam pak buruk dari peru bahan emosi dan perilaku i bu sangat mengkhawatirkan karena interaksi i bu dan bayi akan terganggu selama periode ini dan akhirnya ber dam pak negatif terhada p perkem bangan bayinya.
(9)
K e banyakan penelitian untuk mengetahui hu bungan antara defisiensi besi dan k ognitif yang dif okuskan pada bayi dan anak -anak, dimana ditemukan fakta yang kuat bahwa defisiensi besi berisik o terjadinya gangguan perkem bangan k ognitif sekarang dan yang akan datang. Namun, data ter baru menunujukkan defisiensi besi juaga ber dam pak buruk pada otak orang dewasa. Ber beda dengan penurunan hemoglobin, defisiensi besi ber pengaruh pada k ognitif melalui penurunan aktivitas enzim yang mengandung besi di otak. Hal ini kemudian mem pengaruhi fungsi neur otransmitter,sel, dan pr oses oksidatif, juga meta bolisme hormon tir oid.
(8)
Para i bu yang masih menderita kekurangan zat besi se puluh minggu setelah melahirkan kurang res ponsif dalam mengasuh bayinya sehingga ber dam pak pada keterlam batan perkem bangan bayi yang da pat bersifat ireversi bel. Untungnya, anemia post partum bersifat da pat diobati dan da pat dicegah.
(9)
Defisiensi besi da pat menurunkan jumlah limf osit, netr ofil, dan fungsi makr ofag. Hal ini kemudian akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi yang meru pakan aki bat fungsional defisiensi besi. Mem per baiki status besi tu buh dengan adekuat akan mem per baiki sistem imun. Meski pun demikian, keseim bangan besi tu buh penting. Meski pun besi yang di butuhkan untuk res pon imun yang efektif, jika su plai besi terlalu banyak dari pada yang di butuhkan , invasi mikr oba da pat terjadi karena mikr oba da pat menggunakan besi untuk tum buh dan menye ba bkan eksaser basi infeksi.
(8)
5
VII. DIAGNOSIS
Besi meru pakan salah satu k om ponen kunci dari hemoglobin, oleh karena itu tu buh yang kekurangan besi akan ber dam pak pada sistem trans portasi oksigen yang akan mengaki batkan gejala se perti na pas pendek dan lemas yang meru pakan 2 gejala klasik dari anemia.
(1)
Normal kadar hemoglobin sam pai hari keem pat post partum adalah le bih dari 10 g/dl dengan kadar eritr osit paling sedikit 3,5 juta/ ml. K etika kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl dan kadar eritr osit kurang dari 3,5 juta/ ml maka da pat didiagnosis anemia, jika kadar hemoglobin di atas 8 g/dl dise but anemia ringan dan jika berada pada level di bawahnya maka dise but anemia berat.(4)
VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhada p anemia post partum tergantung dari derajat anemia dan faktor risik o maternal atau faktor k omor biditas. Wanita muda yang sehat da pat mengk o m pensasi kehilangan darah yang banyak le bih baik di bandingkan wanita nifas dengan gangguan jantung meski pun dengan kehilangan darah yang tidak terlalu (10)
banyak.
Se bagai tam bahan, kehilangan darah perlu dilihat dalam hu bungannya dengan IMT dan estimasi total blood volume (TBV). Pertim bangan yang lain yaitu kesalahan yang dilakukan ketika melakukan estimasi jumlah kehilangan darah. K ehilangan darah
selalu
sulit
untuk di prediksi,
yang
mana
mem bandingkan Hb pre-partum dan Hb post partum.
bisa
di buktikan
dengan
(10)
Pengobatan terhada p anemia meli puti pem berian pre parat besi secara oral, besi parenteral, transfusi darah, dan pilihan lain yaitu r HuEPO (rek om binan human erythr opoietin).
(10)
Prinsi p penatalaksanaan anemia adalah jika di da patkan hemoglobin kurang dari 10 pertim bangkan adanya defisiensi zat pem bentuk hemoglobin, periksa se pintas a pakah ada hemoglobinopati se belum disingkirkan. Pem berian pre parat besi oral
6
se bagai pengobatan lini pertama untuk anemia aki bat defisiensi besi. Besi parenteral diindikasikan jika pre parat besi oral tidak da pat ditolerransi, gangguan a bsor bsi, dan ke butuhan besi pasien tidak da pat ter penuhi dengan pre parat besi oral.
(11)
Penggunaan tera pi parenteral biasanya le bih ce pat menda patkan res pon di bandingkan dengan tera pi oral. Namun, bagaimana pun hal ini bersifat le bih invasive dan le bih mahal. R ek o m binan Human Eritr opoietin (r HuEPO) paling banyak digunakan untuk anemia dengan penyakit gagal ginjal kr onis. Namun r HuEPO teta p da pat di berikan pada anemia dalam kehamilan mau pun post partum tan pa adanya penyakit gagal ginjal kr onis tan pa ada efek sam ping pada maternal, fetal atau pun neonatus.(11) Anemia
yang
terjadi
bukan
karena
defisiensi
(misalnya
aki bat
hemoglobinopati dan sindr o m kegagalan sum-sum tulang) harus diatasi dengan (11)
transfusi darah secara te pat dan bekerja sama dengan seorang ahli hematologi.
1. Preparat besi oral Zat
besi meru pakan k o m ponen penting dari hemoglobin, mioglobin dan
banyak enzim untuk meta bolisme energi. Besi ber peran terhada p trans portasi dan penyim panan oksigen dan meta bolisme oksidatif, juga pertum buhan dan pr o liferasi sel. K e banyakan besi dalam plasma di peruntukkan untuk pr oses eritr opoiesis dalam sum-sum tulang. Absorsi besi dalam duodenum mengalami pr oses yang k o m pleks yang dik ontr ol be bera pa pr otein, di pengaruhi ke butuhan zat besi tu buh, k onsentrasi zat besi dalam usus, dan integritas dinding sel.
(12)
Pem berian pre parat besi secara oral harus dilanjutkan sam pai be bera pa bulan, sehingga tidak hanya menormalkan kadar Hb teta pi juga menormalkan kadar besi dalam darah. Pada salah satu penelitian, kita da pat melihat wanita post partum dengan defisiensi besi namun tan pa anemia yang kadar besinya da pat dikem balikan hanya dengan su plemen besi.
(10)
7
Wanita post partum yang mengalami defisiensi besi dan anemia memerlukan su plemen zat besi.
Zat
besi biasanya di berikan sam pai 6 bulan. Pada ke banyakan
kasus, pem berian pre parat besi secara oral tidak cuku p untuk mengobatai anemia berat, jika cadangan besi endogen juga ha bis dan tidak cuku p besi tersedia untuk menjamin pr oses eritr opoiesis. Penjelasan pertama untuk hal ini adalah kurangnya a bsor bsi, tidak ter penuhi pada dosis tinggi aki bat efek yang merugikan, dan kurangnya k onsentrasi transferin plasma, yang memastikan terjadinya defisiensi besi secara fungsional. Se bagai tam bahan, reaksi da pat terjadi, terutama pada operasi persalinan dan secsio caesaria, terjadi penum pukan besi dalam makr opage dan penurunan a bsor bsi usus, sehingga besi tidak da pat digunakan untuk pr oses hemopoiesis.
2.
(10)
Transfusi Darah
Pada dekade se belumnya, terjadi peru bahan metode tera pi terhada p transfusi darah, kecuali pada k ondisi kritis, karena pasien kurang da pat menerima. Transfusi (2)
jarang di berikan dan indikasi transfusi sangat di batasi.
Jika Hb kurang dari 7-8 g/dl pada periode post partum, dimana sudah tidak ada lagi per darahan, ke putusan untuk melakukan transfusi harus diam bil tergantung keadaan individu terse but. Pada wanita yang sehat, dan tidak ada gejala, pem berian (11)
transfusi darah kurang bermanfaat.
3.
Rekombinan Human Erythropoietin (rHuEPO)
Suatu tera pi alternative baru yang menjanjikan yaitu dengan peningkatan pr oses eritr opoiesis
melalui penggunaan human erythr opoietin (r HuEPO).
Eritr opietin, se buah hormon glik opr otein, yang meru pakan salah satu regulator humoral utama dari pr oses eritr opoiesis. Pada orang dewasa, hormon ini terutama di pr oduksi di sel intersisiel peritu bular dari parenkim ginjal. Setelah penyaringan dan identifikasi dari asam amino pem bentuk eritr opoietin, gen manusia di klon dan
8
diisolasi, agar da pat mem pr oduksi r HuEPO dalam jumlah besar dengan teknik mesin genetik. La poran pertama kali tentang a plikasi tera pi ini pada tahun 1986. Sejak saat itu terjadi peningkatan percobaan klinis dengan r HuEPO untuk k oreksi anemia. Pada banyak kasus, tera pi ini memiliki efek sam ping yang minimal.
(2)
Pada pasien tan pa defisiensi pr oduksi eritr opoietin, eritr opoiesis yang normal, atau anemia aki bat penye ba b lainnya teta p da pat diobati dengan r HuEPO. Se belumnya telah dila porkan dengan hasil yang positif lima wanita post partum yang diobati dengan r HuEPO jangka pendek.
(2)
K arena k ontradiksi hasil yang telah dila porkan terhada p transfer plasenta pada hewan percobaan dan belum ada penelitian sistematis pada manusia, penggunaan r HuEPO masih ter batas untuk anemia post partum.
4.
(2)
Besi Intravena
Saat ini secara internasional telah terjadi pergeseran mode tera pi untuk anemia dari transfusi darah ke pada besi intravena. Transfusi darah secara logis akan segera mengatasi kekurangan darah terutama aki bat per darahan yang sifatnya akut, namun efek sam ping transfusi yang dahulu tidak terlalu di perhitungkan kini makin menjadi perhatian penting seiring dengan perkem bangan k onse p baru di dunia kedokteran yakni patient safety.
(13)
R isik o transfusi darah yang tinggi diantaranya reaksi transfusi, beru pa: reaksi alergi; urtikaria; demam; dan lain se bagainya, penularan ber bagai jenis penyakit infeksius, semisal: he patitis B; he patitis C; HIV; CMV; toxoplasma; malaria; dan lain se bagainya, ketidakcocokan darah
(ABO-R h mismatch), hemolisis baik ti pe
ce pat mau pun lam bat, alloimunisasi, hingga transfusion related acute lung injury (TRALI) yang da pat beraki bat pada kematian. Dengan meningkatnya kekhawatiran (13)
ini maka beralihlah mode tera pi transfusi darah menjadi tera pi besi intravena.
K egagalan tera pi sering terjadi dengan penggunaan pre parat besi oral. Kondisi ini terjadi ketika intake besi sudah adekuat teta pi bermasalah pada pr oses a bsor bsi,
9
dan distri busi besi ke sumsum tulang untuk pem bentukan hemoglobin. Untuk pasien se perti ini pem berian besi intravena meru pakan tera pi yang le bih disukai.
(12)
K ini telah ditemukan pem bawa baru besi intravena yakni sukr osa. Dengan pem berian besi sukr osa intravena kadar hemoglobin akan meningkat pesat dalam hitungan hari. Efek sam ping pun sangat minimal. R eaksi alergi minor dila porkan pada 0,05% kasus, sementara reaksi alergi berat se perti anakfilakasis belum dila porkan. Sehingga besi sukr osa intravena dengan ce pat menda pat res pon yang baik di seluruh dunia untuk kemudian secara internasional menjadi tera pi pilihan pertama pada anemia. (13) Dalam pertemuan
Network f or Advancement of Transfusion Alternatives
(NATA) April 2005, penggunaan besi sukr osa intravena direk o mendasikan untuk ber bagai macam k ondisi anemia, diantaranya anemia pada kehamilan serta anemia post partum.
(13)
Selain besi sukr osa, besi intravena lain yaitu besi car boxymaltose. Besi car boximaltose meru pakan pre parat besi intravena non-dextran yang di buat untuk pem berian besi intravena dosis tinggi. Pem berian besi car boxymaltose
IV dosis
tinggi ter bukti efektif untuk mengatasi anemia post partum. Jika di bandingkan dengan SF, besi car boximaltose IV le bih da pat ditoleransi, res pon peningkatan Hb le bih (5)
ce pat, k orekasi terhada p anemia le bih da pat diaandalkan. (14)
Contoh-contoh pre parat besi intravena: y
High molecular weight ir on dextran, dulu bertahun-tahun digunakan se bagai pre parat besi intravena. K ele bihannya memungkinkan pem berian besi dengan dosis penuh. Bagaimana pun, karena sifat antigenitas dari makr o molekul dextran yang menye ba bkan reaksi alergi yang berat, para klinisi mem batasi penggunaannya.
y
Low molecular weight ir on dextran,meru pakan besi intravena dengan risik o terjadinya alergi jarang. Pada be bera pa penelitian pada wanita hamil dan gagal ginjal kr onis menunjukkan ke berhasilan dan keamanan penggunaannya.
10
y
Ir on sucr ose, meru pakan pre parat besi intravena yang paling populer khususnya untuk mengobati anemia ginjal. Hal ini juga diteliti dalam bidang ginek o logi,
khususnya
inflammatory
bowel
untuk disease,
anemia dan
post partum,
pada
operasi
anemia
dengan
elektif orthopedi.
Pem beriannya dengan dosis 5-300 mg/ perfusi dengan dosis maksimum 900 mg/ minggu (=3x300mg). besi ini diencerkan dalam 1 ml NaCl 0,9% per mg besi dan di berikan secara infuse 15-45 menit. Pr oduk ini sangat aman, dan reaksi alergi kurang dari 1/100.000 infus. y
Ferric gluconate meru pakan besi intravena yang lain yang digunakan untuk pasien-pasien hemodialisa, anemia aki bat kanker, dan pasien anemia yang dirawat di ICU. K arena sta bilitas molekulnya, hanya mem butuhkan sedikit yang diinfuskan tan pa risik o efek yang serius
y
Ferric car boxymaltose, meru pakan besi intravena yang paling banyak beredar di Er opa. Percobaan klinis pada gagal ginjal kr onis, pengobatan anemia post partum dan inflammatory bowel disease mem perlihatkan ke berhasilan dan keamanannya. Yang paling penting pada pem berian pre parat ini adalah da pat di berikan sam pai 1000 mg besi, dengan ham pir tidak ada risik o efek sam ping dengan waktu pem berian yang singkat (15 menit).
y
Ferumoxytol meru pakan besi oksida nanopartikel yang dila pisi polyglucose sor bitol car boxymethylether untuk meminimalkan sensitivitas imun sehingga da pat di berikan dosis tinggi. Percobaan menunjukkan ke berhasilan dari obat baru ini untuk anemia dengan gagal ginjal kr onis.
IX. PENCEGAHAN
Center f or Disease Contr ol and Prevention merek o mendasikan untuk melakukan skrining anemia terhada p wanita 4-6 minggu post partum, dengan per darahan yang banyak sewaktu melahirkan, dan pada kelahiran kem bar.
11
(6)
Be bera pa penelitian menunjukkan bahwa pem berian su plemen besi pada masa kehamilan mem berikan hasil kadar hemoglobin i bu le bih tinggi sam pai 2 bulan post partum dan k onsentrasi serum feritin le bih tinggi sam pai 6 bulan post partum. Level feritin mem berikan gam baran jumlah cadangan besi dalam tu buh.
(1)
Selama kehamilan, a bsor bsi besi le bih efisien. Hal ini menguntungkan bagi wanita hamil yang mem butuhkan peningkatan kadar zat besi dalam tu buh. Mengingat ke butuhan kalori tidak meningkat se banyak itu (hanya mem butuhkan 300 tam bahan kalori), untuk menda patkan ke butuhan zat besi di perlukan tam bahan se besar 3000 kalori sehari. Hal ini kemudian menye ba bkan su plemen besi le bih banyak di pilih. Besi bukan hanya satu-satunya yang mam pu mem pertahankan kadar hemoglobin. Banyak dari perem puan yang mengalami anemia tidak res ponsif hanya dengan pem berian pre parat besi saja. Asam f o lat, B12 dan pr otein semuanya mem punyai peran pada struktur hemoglobin. Vitamin A dan C juga mem berikan k ontri busi dalam a bsor bsi besi.
(1)
Prinsi p pencegahan terjadinya anemia post partum adalah per darahan selama persalinan harus diminimalkan dengan penatalaksanaan aktif pada kala tiga. Wanita dengan risik o tinggi mengalami per darahan harus dianjurkan untuk melahirkan di rumah sakit. Kontr ol yang ketat terhada p wanita yang ber obat dengan antik oagulan se perti low-molecular -weight-he parin (LMWH) akan meminimalisir kehilangan banyak darah.
(11)
Ber dasarkan fakta yang didukung dengan ber bagai hasil penelitian, menejemen aktif kala tiga meru pakan suatu metode yang ter bukti untuk menurunkan jumlah kehilangan darah post partum. Hb se belum persalinan harus dioptimalkan untuk mencegah terjadinya anemia.
(11)
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Caughlan S. Post-Partum Anemia: Can Prenatal Su pplements Prevent It? 2009 [cited
th
16
Novem ber
2010];
Availa ble
fr o m:
htt p://www.motherandchildhealth.com/Prenatal/ prenatal.htm. 2. Huch A, Eichhorn K-H, Dank o J, Lauener P-A, Huch R . R ecom binant Human Erythr opoietin in The Treatment of Post partum Anemia. Obstetrics & Gynecologic. 1992;80:127-31. th
3. Ganong WF. R eviw Of Medical Physiology 21 ed. Calif ornia: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2003. 4. Wolf JR , Rosner MA. Post partum Anemia. Obstetrics & Gynocology. 1953;1:387-93. 5. B D, Wyck V, G M. Intravenous Ferric Car boxymaltose Com pared With Oral Ir on in the Treatment of Post partum Anemia A R andomized Contr olled Trial. OBSTETRICS & GYNECOLOGY. 2007;110:267-78. 6. Bornar d LM, et a. Who Should Be Screened f or Post partum Anemia? An Evaluation of Current R ecommendations. American Journal of E pidemiology. 2002;156:903-12. 7. Seid, Derman. R esearch R evews : Treating Post partum Anemia with Intravenous Ferric Car boxymaltose. National Anemia Action Council; 2008 [cited th
16 Novem ber 2010]; Availa ble fr om: htt p://www.anemia.org/. 8. Bodnar LM, Cogswell ME, McDonald T. Have we f orgotten the signi¿cance of post partum ir on de¿ciency? American Journal of Obstetric and Gynecology. 2005;193:36-44. 9. Lew I. Women & Anemia: Childbirth and Post partum Anemia. NACC (National th
Anemia Action Council); 2008 [cited 16 Novem ber 2010]. 10. Breymann C. The Use of Ir on Sucr ose Com plex f o r Anemia in Pregnancy and the Post partum Period. seminhematol. 2006:28-31.
13
11. R ege K , Bam ber J. Blood Transfusion In Obstetrics. Green-top Guideline. 2008;47:1-10. 12. K a plinsky C. Parenteral Ir on Thera py. IMAJ. 2008;10:372-3. 13. Bachnas MA, Siswishanto R , Alkaff
Z.
Per bandingan Peningkatan K adar
Hemoglobin Antara Pem berian Besi Sukr osa Intravena Dengan Besi Oral Pada Anemia Post Partum Bagian
Obstetri dan Ginek o logi Yogyakarta
Fakultas K edokteran Universitas Gad jah Mada; 2009. 14. Brugnara C, Beris P. Ir on thera py. The Handbook 2009 Edition; 2009; Availa ble fr o m: htt p://www.esh.org/ir on-handbook 2009.htm.
14