Prakiraan Dampak Penting III-80
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar xii
Pendahuluan I - 73
Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal II - 4
Lampiran
Evaluasi Dampak Penting IV-14
Daftar Isi iv
ANDAL KEGIATAN PEMBANGUNAN PELABUHAN LAUT PENGUMPAN REGIONAL
Karangsari, Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi
Daftar Pustaka DP-1
Kata Pengantar i
Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal II - 69
Tabel dari Institutional Strengthening in Environmental Management (ISEM) dalam Emissions of Light & Heavy Vehicles, Design Manual for Road and Bridge, Vol. 11, Environmental Assesment, HMSO, London, 1994.
Tabel dari Institutional Strengthening in Environmental Management (ISEM) dalam Emissions of Light & Heavy Vehicles, Design Manual for Road and Bridge, Vol. 11, Environmental Assesment, HMSO, London, 1994.
Tabel dari Institutional Strengthening in Environmental Management (ISEM) dalam Emissions of Light & Heavy Vehicles, Design Manual for Road and Bridge, Vol. 11, Environmental Assesment, HMSO, London, 1994.
Adakah Lahan Responden Yang Terkena Proyek
Kekhawatiran Responden Lainnya Terhadap Rencana
Pembanguna Dermaga Laut
5.41 %
27.03 %
24.32 %
35.14 %
8.11 %
Prosentase (%)
Prosentase Jumlah Penduduk Menurut Desa
di Kecamatan Palabuhanratu
11.78%
30.04%
10.36%
8.98%
4.78%
8.39%
6.74%
6.33%
8.25%
4.36%
Prosentase (%)
Kepadatan Penduduk di Kecamatan Palabuhanratu
Kepadatan (Jiwa/Ha)
Jenis-jenis Mata Pencaharian Penduduk
di Kelurahan Palabuhanratu
Prosentase (%)
Apakah Responden Mengetahui Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut ?
91.89%
8.11%
Prosentase (%)
Kekhawatiran Responden Terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut
8.11 %
5.41 %
18.92 %
35.14 %
21.62 %
10.81 %
Prosentase (%)
Perlukah Informasi dari Pemrakarsa
Tentang Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut ?
78.38 %
21.62 %
Prosentase (%)
Pendapat Responden Terhadap Rencana Kegiatan
Pembangunan Dermaga Laut
51.35 %
43.24 %
5.41 %
Prosentase (%)
Apakah Responden Mengetahui Manfaat Pembangunan
Dermaga Laut ?
45.95 %
54.05 %
Prosentase (%)
Sumber Informasi Tentang Rencana Kegiatan
8.11%
24.32%
67.57%
Prosentase (%)
Jenis Pekerjaan dan Peluang Usaha Yang Diminati Responden
16.22 %
10.81 %
13.51 %
8.11 %
10.81 %
16.22 %
24.32 %
Prosentase (%)
KATA PENGANTAR
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat akan membangun Pelabuhan Laut Pengumpan Regional di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, guna menunjang aktivitas ekonomi dan pengembangan wilayah Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya.
Pembangunan diperkirakan akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun negatif. Mengacu pada Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012, tentang Jenis Rencana Usaha dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, maka kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ini wajib dilengkapi AMDAL.
Adapun penyusunan dokumen Kerangka Acuan sebagai bagian dari AMDAL, mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dokumen ANDAL ini.
Sukabumi, Januari 2015
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. DESKRIPSI RENCANA USAHA DAN/ ATAU KEGIATAN I-1
1.1.1. Status Studi AMDAL I-1
1.1.2. Kesesuaian Rencana Lokasi Proyek Dengan Rencana Tata Ruang I-1
1.2. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Penyebab Dampak I-4
1.2.1. Lokasi Proyek I-4
1.2.2. Layout Rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-6
1.2.3. Tahapan Kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-15
1.3. Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Sekitar Rencana Lokasi Beserta Dampak-Dampak yang Ditimbulkannya Terhadap Lingkungan Hidup I-41
1.4. Ringkasan Dampak Penting Hipotetik Yang Ditelaah I-46
1.5. Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian I-67
1.5.1. Batas Wilayah Studi I-67
1.5.2. Batas Waktu Kajian I-68
BAB II RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL II-1
2.1. Komponen Geo Fisik Kimia II-1
2.1.1. Suhu Udara II-1
2.1.2. Kelembapan Udara Relatif II-2
2.1.3. Kecepatan Angin II-2
2.1.4. Curah Hujan II-3
2.1.5. Hari Hujan II-3
2.1.6. Kualitas udara ambien dan Kebisingan II-4
2.2. HidroGeologi II-5
2.2.1. Air Tanah II-5
2.2.2. Kualitas Air Tanah II-6
2.3. Hidrologi II-6
2.3.1. Air Permukaan II-6
2.3.2. Geologi dan Morfologi II-8
2.3.3. Struktur geologi dan Potensi Gempa Bumi II-10
2.3.4. Hidrooseanografi II-15
2.3.5. Pemodelan hidro-oseanografi II-26
2.4. Ruang dan Lahan II-39
2.4.1. Transportasi II-39
2.5. Komponen Biologi II-43
2.5.1. Flora Terestrial II-43
2.5.2. Fauna Terestrial II-44
2.5.3. Biota laut II-45
2.6. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya II-49
2.6.1. Kondisi Umum Kecamatan Palabuhanratu II-49
2.6.2. Persepsi Masyarakat Terhadap Proyek II-54
2.6.3. Pemahaman Terhadap Resiko Kegiatan II-59
2.6.4. Harapan Terhadap Kesempatan Kerja II-61
2.7. Kesehatan Masyarakat II-61
2.8. Hasil Konsultasi Publik II-67
BAB III PRAKIRAAN DAMPAK PENTING III-1
3.1. TAHAP PRA-KONSTRUKSI III-4
3.1.1. Survey Lapangan dan Perijinan III-4
3.1.2. Pembebasan Lahan III-5
3.2. TAHAP KONSTRUKSI III-8
3.2.1. Mobilisasi Tenaga Kerja Konstruksi dan Pengoperasian Base camp III-8
3.2.2. Mobilisasi Alat dan Bahan III-13
3.2.3. Pematangan Lahan III-27
3.2.4. Pembangunan Fasilitas Laut III-43
3.2.5. Pembangunan Fasilitas Darat III-53
3.3. TAHAP OPERASIONAL III-61
3.2.1. Penerimaan Tenaga Kerja Operasional III-61
3.2.2. Operasional Fasilitas Darat Pelabuhan Laut Pengumpan Regional III-66
3.2.3. Operasional Fasilitas Laut Pelabuhan Laut Pengumpan Regional III-70
BAB IV EVALUASI DAMPAK PENTING IV-1
4.1. EVALUASI SECARA HOLISTIK IV-1
4.2. EVALUASI SECARA KAUSATIF IV-8
4.2.1. Peningkatan Kesempatan Kerja danKesempatan Berusaha, Peningkatan pendapatan tenaga kerja, peningkatan pendapatan pedagang dan Keresahan masyarakat IV-8
4.2.2. Meningkatnya Kemacetan Lalu Lintas, Kerusakan Jalan, Penurunan Kualitas Udara, Peningkatan Kebisingan, penurunan kunjungan tamu hotel dan Gangguan Kesehatan Masyarakat. IV-8
4.2.3. Peningkatan Air larian, Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi, penurunan kualitas air Laut, Gangguan terhadap Biota Air, pendapatan nelayan, Gangguang Aktifitas Pariwisata Pesisir, serta penurunan kualitas air tanah IV-9
4.3. TELAAHAN DASAR PENGELOLAAN IV-9
4.4. REKOMENDASI PENILAIAN KELAYAKAN LINGKUNGAN IV-11
DAFTAR PUSTAKA 1
LAMPIRAN 1
DAFTAR TABEL
Tabel 1 1. Luas penggunaan lahan untuk fasilitas darat I-5
Tabel 1 2. Pembangunan dermaga kapal 1000 DWT I-6
Tabel 1 3. Perkiraan Kebutuhan (orang) Berdasarkan Keterampilan Selama Tahap Konstruksi I-17
Tabel 1 4. Perkiraan Kebutuhan Air Pada Tahap Konstruksi I-18
Tabel 1 5. Perkiraan Timbulan Sampah Pada Tahap Konstruksi I-19
Tabel 1 6. Jenis Peralatan Konstruksi dan Perkiraan Jumlah yang Dibutuhkan Untuk Pembangunan Pelabuhan Sukabumi I-20
Tabel 1 7. Perkiraan Bahan Material yang Digunakan pada Tahap Konstruksi I-21
Tabel 1 8. Perkiraan Kebutuhan (orang) Berdasarkan Keterampilan Selama Tahap Operasional I-34
Tabel 1 9. Rencana Kebutuhan Air Bersih I-36
Tabel 1 10. Perkiraan Timbulan Limbah Sampah Domestik I-38
Tabel 1 11. Jadwal Kegiatan (tentatif) Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-41
Tabel 1 12. Ringkasan Proses Pelingkupan dan Evaluasi Dampak Potensial I-46
Tabel 1 13. Batas Waktu Kajian I-69
Tabel 2 1. Suhu Udara Bulanan Kabupaten Sukabumi II-1
Tabel 2 2. Kelembapan Udara Bulanan Kabupaten Sukabumi II-2
Tabel 2 3. Kecepatan Angin Bulanan Kabupaten Sukabumi (Dalam Knots) II-2
Tabel 2 4. Data Curah Hujan Bulanan Kabupaten Sukabumi (Dalam mm) II-3
Tabel 2 5. Banyaknya Hari Hujan di Kabupaten Sukabumi (Dalam hari) II-3
Tabel 2 6 Kualitas Udara Ambien dan Kebisingan Di Lokasi Studi II-4
Tabel 2 7. Kualitas Air Tanah di lokasi kegiatan II-6
Tabel 2 8 Hasil Pengukuran Kualitas Air Laut Di Lokasi Studi II-16
Tabel 2 9. Data pasang surut selama 15 hari pengamatan II-17
Tabel 2 10. Kecepatan dan Arah Arus II-21
Tabel 2 11. Panjang Jalan Menurut Kewenangan II-40
Tabel 2 12. Jenis Vegetasi di Wilayah Studi II-43
Tabel 2 13. Jenis avifauna yang ditemukan di wilayah studi II-44
Tabel 2 14 Jenis mammalia dan reptilia yang ditemukan di wilayah studi II-45
Tabel 2 15. Keanekaragaman Jenis Plankton di Wilayah Studi II-47
Tabel 2 16. Luas Wilayah, Lahan Sawah, Lahan Pertanian, dan Non Pertanian (Ha) menurut Desa di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2013 II-50
Tabel 2 17. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kepadatan/Ha dan Rasio Jenis Kelamin menurut Desa di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2013 II-51
Tabel 2 18. Jumlah Penduduk, KK dan Rata-rata per KK Menurut Desa di Kecamatan Palabuhanratu II-53
Tabel 2 19. Jenis-jenis Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Palabuhanratu II-53
Tabel 2 20. Pemahaman Responden Terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut di Pesisir Pantai Karangsari II-55
Tabel 2 21. Sumber Informasi Responden Tentang Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut II-56
Tabel 2 22. Pemahaman Responden Terhadap Manfaat Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut II-57
Tabel 2 23. Adakah Lahan Responden Yang Terpakai oleh Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut ? II-58
Tabel 2 24. Tenaga Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2011 II-62
Tabel 2 25. Sarana Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2011 II-62
Tabel 2 26. Jumlah Rumah Sehat di Puskesmas Palabuhanratu Tahun 2012 II-63
Tabel 2 27. Jumlah Keluarga Memiliki Akses Air Bersih II-64
Tabel 2 28. Jumlah Sarana Air Bersih II-64
Tabel 2 29. Jumlah Sarana Jamban II-65
Tabel 2 30. Jumlah Sarana Tempat Sampah II-66
Tabel 2 31. Jumlah Sarana Pengelolaan Air Limbah III-66
Tabel 2 32. Kejadian 10 Penyakit Tertinggi III-67
Tabel 3 1. Pembobotan Dampak Kegiatan Survey dan Perijinan Tahap Pra-Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat III-5
Tabel 3 2. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembebasan Lahan Tahap Pra-Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat III-6
Tabel 3 3. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembebasan Lahan Tahap Pra-Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Pendapatan Masyarakat pedagang III-7
Tabel 3 4. Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Kesempatan Kerja dan Berusaha III-9
Tabel 3 5 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Perubahan Tingkat Pendapatan tenaga kerja III-10
Tabel 3 6 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Pendapatan Pedagang III-11
Tabel 3 7 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat III-13
Tabel 3 8. Perkiraan Peningkatan Pencemar Udara Pada Kegiatan Konstruksi Mobilisasi Alat dan Bahan III-14
Tabel 3 9. Perkiraan Peningkatan Udara Pada Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan III-15
Tabel 3 10 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara III-16
Tabel 3 11 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan III-18
Tabel 3 12. Jumlah Truk untuk mobilisasi alat berat III-20
Tabel 3 13 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Kemacetan III-21
Tabel 3 14. Jumlah Truk untuk mobilisasi alat berat III-22
Tabel 3 15 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Jalan III-23
Tabel 3 16 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan kesehatan masyarakat III-25
Tabel 3 17 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat III-26
Tabel 3 18. Perkiraan Peningkatan Pencemar Udara Pada Kegiatan Pematangan Lahan III-28
Tabel 3 19 Perkiraan Peningkatan Udara Pada Kegiatan Pematangan Lahan III-28
Tabel 3 20 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara III-30
Tabel 3 21 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan III-32
Tabel 3 22. Perkiraan Besarnya Air Larian Sebelum dan Setelah Kegiatan Konstruksi Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional III-33
Tabel 3 23 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Air Larian (Run off) III-34
Tabel 3 24. Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas air Laut III-35
Tabel 3 25 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan sedimentasi III-36
Tabel 3 26 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Terganggunya biota perairan III-37
Tabel 3 27 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Kesehatan Masyarakat III-39
Tabel 3 28 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kunjungan Tamu Hotel III-40
Tabel 3 29 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir III-41
Tabel 3 30. Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Keresahan Masyarakat III-43
Tabel 3 31. Pembobotan Dampak Kegiatan Konstruksi Pembangunan Fasilitas Laut Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan III-44
Tabel 3 32. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas air Laut III-46
Tabel 3 33 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi III-47
Tabel 3 34 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Terganggunya biota perairan III-49
Tabel 3 35. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Pendapatan Nelayan III-50
Tabel 3 36. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir III-51
Tabel 3 37. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Keresahan Masyarakat III-52
Tabel 3 38. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Konstruksi yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara Ambien III-53
Tabel 3 39. Perkiraan Kualitas Udara Pada Kegiatan Kontruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional III-54
Tabel 3 40 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara III-55
Tabel 3 41. Pembobotan Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan IV-56
Tabel 3 42. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Kesehatan Masyarakat IV-57
Tabel 3 43 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kunjungan Tamu Hotel IV-58
Tabel 3 44 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir IV-59
Tabel 3 45. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Keresahan Masyarakat IV-60
Tabel 3 46 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Terciptanya Kesempatan Kerja IV-62
Tabel 3 47 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja IV-64
Tabel 3 48 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Pendapatan Pedagang IV-65
Tabel 3 49. Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Arus Lalulintas IV-69
Tabel 3 50 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel IV-70
Tabel 3 51 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Air Laut IV-71
Tabel 3 52 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Sedimenatsi dan Abrasi IV-79
Tabel 3 53 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Gangguan Terhadap Plankton, Benthos dan Nekton IV-80
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 1. Peta Overlay Lokasi Proyek dengan Peta Pola Ruang RTRW Kabupaten Sukabumi I-2
Gambar 1 2. Peta Overlay Lokasi Proyek dengan Peta Pola Ruang dan Stuktur Ruang Provinsi Jawa Barat I-3
Gambar 1 3. Peta Pengembangan Fasilitas Pariwisata Pelabuhan Laut Pengumpan Regional 6
Gambar 1 4. Dimensi kapal 1000 DWT I-7
Gambar 1 5 Lokasi Pelabuhan Sukabumi I-8
Gambar 1 6. GAMBAR LAYOUT Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-11
Gambar 1 7. Peta Luas Areal Darat Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-12
Gambar 1 8. Peta Rencana Pengerukan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-13
Gambar 1 9. Peta Rencana Reklamasi Lahan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-14
Gambar 1 10. Neraca Air Pada Tahap Konstruksi I-19
Gambar 1 11. Lokasi Dumping Material Keruk I-23
Gambar 1 12. Urugan Pasir dan Geobag I-25
Gambar 1 13. Pekerjaan Secant Pile I-25
Gambar 1 14. Gambar Pemancangan I-26
Gambar 1 15. Pekerjaan Penyambungan Tiang Pancang Baja di Laut I-26
Gambar 1 16 Pekerjaan Pemotongan Tiang Pancang I-26
Gambar 1 17 Tiang Pancang Yang Telah Terpasang I-27
Gambar 1 18 Pekerjaan HDPE dan Perlindungan Katodik I-27
Gambar 1 19. Pemasangan Bekisting Untuk Pile Cap I-28
Gambar 1 20. Pemasangan Bekisting Untuk Block Fender & Capping Balok I-28
Gambar 1 21. Potongan Pondasi Crane Dermaga I-29
Gambar 1 22. Pekerjaan Pengecoran Plat Lantai di Dermaga 3 I-30
Gambar 1 23. Pekerjaan Pengecoran Plat Lantai di Dermaga 1 dan 2 I-30
Gambar 1 24. Pekerjaan Pemasangan Fender di Dermaga I-31
Gambar 1 25. Pekerjaan Pemasangan Bollard di Dermaga I-31
Gambar 1 26. Proses Pengeboran Dead Anchor I-32
Gambar 1 27. Proses Pemasangan Tulang Beton Pengisi Tiang I-32
Gambar 1 28. Pekerjaan Pengerukan I-33
Gambar 1 29. Neraca Penggunaan Air I-37
Gambar 1 30. Peta Situasi Sekitar I-45
Gambar 1 31. Diagram Alir Tahap Pra Konstruksi I-62
Gambar 1 32. Diagram Alir Tahap Konstruksi (1) I-63
Gambar 1 33. Diagram Alir Tahap Konstruksi (2) I-64
Gambar 1 34. Diagram Alir Tahap Operasional I-65
Gambar 1 35. Bagan Alir Proses Pelingkupan Dampak Penting Hipotetik Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional I-66
Gambar 1 36. Peta Batas Wilayah Studi I-73
Gambar 2 1. Peta Geologi II-9
Gambar 2 2. Grafik pasang surut di perairan sekitar lokasi perencanaan II-17
Gambar 2 3. Gambaran kedalaman laut di sekitar lokasi studi II-18
Gambar 2 4. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Barat) II-19
Gambar 2 5. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Barat daya) II-19
Gambar 2 6. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Selatan) II-20
Gambar 2 7. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Tenggara) II-20
Gambar 2 8. Situasi Di Pantai Karang Sari, Terlihat Banyak Bangunan Semi Permanen Milik Pedagang Setempat II-22
Gambar 2 9. Lokasi Abrasi di Pantai Karang Sari II-23
Gambar 2 10. Lokasi Abrasi di Pantai Gado Bangkong II-24
Gambar 2 11. Perahu Nelayan yang Bersandar di Pantai Gado Bangkong II-24
Gambar 2 12. Lokasi Sandar Perahu milik nelayan di Pantai Cipatuguran dengan latar belakang PLTU Palabuhan Ratu II-25
Gambar 2 13. Lokasi Akresi di Pantai Cipatuguran yang bersebelahan langsung dengan PLTU Palabuhan Ratu II-26
Gambar 2 14. Diskritisasi Mesh Elemen Hingga II-27
Gambar 2 15. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Timur) II-27
Gambar 2 16. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Timur Laut) II-28
Gambar 2 17. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Utara) II-28
Gambar 2 18. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Utara) II-29
Gambar 2 19.PETA BATHIMETRI II-30
Gambar 2 20. Batimetri Perairan Karang Sari II-31
Gambar 2 21. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Pasang II-32
Gambar 2 22. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Surut II-33
Gambar 2 23. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat dalam kurun waktu 10 tahun II-34
Gambar 2 24. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Daya dalam kurun waktu 10 tahun II-35
Gambar 2 25. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Laut dalam kurun waktu 10 tahun II-36
Gambar 2 26. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Selatan dalam kurun waktu 10 tahun II-37
Gambar 2 27. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Tenggara dalam kurun waktu 10 tahun II-38
Gambar 2 28.PETA TATA RUANG WILAYAH II-41
Gambar 2 29. Peta Alur Pelayaran esksisting Palabuhan Ratu II-42
Gambar 2 30. Prosentase Penduduk di Kecamatan Palabuhanratu II-52
Gambar 2 31. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Palabuhanratu II-52
Gambar 2 32. Jenis-jenis Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Palabuhanratu II-54
Gambar 2 33. Prosentase Pemahaman Responden Terhadap Rencana Kegiatan II-55
Gambar 2 34. Sumber Informasi Responden II-56
Gambar 2 35. Prosentase Pendapat Responden Tentang Manfaat Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut II-57
Gambar 2 36. Prosentase Lahan Responden Yang Terkena Proyek II-58
Gambar 2 37. Kekhawatiran Responden Terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut II-60
Gambar 2 38. Kekhawatiran Responden Lainnya Terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut II-60
Gambar 2 39. Jenis Pekerjaan dan Peluang Usaha Yang Diminati Responden II-61
Gambar 2 40. Diagram Presentase Rumah Sehat II-63
Gambar 2 41. Diagram Keluarga yang Memiliki Akses Air Bersih II-64
Gambar 2 42. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana Air Bersih II-65
Gambar 2 43. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana Jamban II-65
Gambar 2 44. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana Tempat Sampah II-66
Gambar 2 45. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana SPAL II-66
Gambar 3 1. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Pasang III-72
Gambar 3 2. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Surut III-73
Gambar 3 3. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat dalam kurun waktu 10 tahun III-74
Gambar 3 4. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Daya dalam kurun waktu 10 tahun III-75
Gambar 3 5. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Laut dalam kurun waktu 10 tahun III-76
Gambar 3 6. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Selatan dalam kurun waktu 10 tahun III-77
Gambar 3 7. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Tenggara dalam kurun waktu 10 tahun III-78
BAB I PENDAHULUAN
DESKRIPSI RENCANA USAHA DAN/ ATAU KEGIATAN
Status Studi AMDAL
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012, tentang Izin Lingkungan, AMDAL merupakan bagian studi kelayakan rencana kegiatan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dan 2012 telah melaksanakan Penyusunan Sudi Kelayakan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Di Jawa Barat Bagian Selatan, Rencana Induk dan Detail Engineering Desain (DED). Studi kelayakan ekonomis dilaksanakan dengan mengkaji kebutuhan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemrakarsa dalam hal ini pihak Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat untuk melaksanakan pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional serta prediksi keuntungan secara ekonomis pada saat Pelabuhan Laut Pengumpan Regional telah dioperasikan, sedangkan studi kelayakan teknis diantaranya meliputi pengumpulan data aspek topografi, bathimetri, hidrologi, meteorologi, hirdo-oceanografi, geologi serta geoteknik, selain itu dikaji pula mengenai penerapan teknologi yang sesuai untuk pelaksanaan pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Kelayakan secara ekonomis dan secara teknis selanjutnya dilakukan studi AMDAL ini yang merupakan penentuan kelayakan secara lingkungan.
Kesesuaian Rencana Lokasi Proyek Dengan Rencana Tata Ruang
Berdasarkan Perda No 22 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032, Pasal 30: "…Palabuhanratu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) memiliki fungsi utama sebagai pusat bisnis kelautan dengan skala pelayanan nasional dan internasional, dan fungsi penunjang sebagai kawasan pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera dan minapolitan". Demikian juga dengan Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029. Sehingga pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032. Peta tumpang susun antara tata letak Proyek dengan peta RTRW dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 1 1. Peta Overlay Lokasi Proyek dengan Peta Pola Ruang RTRW Kabupaten Sukabumi
Gambar 1 2. Peta Overlay Lokasi Proyek dengan Peta Pola Ruang dan Stuktur Ruang Provinsi Jawa Barat
1.2. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Penyebab Dampak
1.2.1. Lokasi Proyek
Lokasi Proyek berada di Pesisir Citepus Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi dengan titik koordinat berdasarkan Surat Penetapan Lokasi dari Menteri Perhubungan dengan Nomor : KP 686 Tahun 2014 Tanggal 3 Juli 2014, tentang Penetapan Lokasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Palabuhanratu di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
06° 38' 53.9" LS dan 106° 32' 27.4" BT.
06° 58' 56.9" LS dan 106° 32' 27.4" BT.
06° 59' 01.7" LS dan 106° 32' 26.6" BT.
06° 59' 03.1" LS dan 106° 32' 06.8" BT.
Peta lokasi rencana kegiatan disajikan pada Gambar 1.4. Batas-batas lokasi kegiatan adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Jalan Raya dan Hotel
Sebelah Timur : Hotel
Sebelah Selatan : Laut Pesisir Citepus
Sebelah Barat : Hotel dan permukiman penduduk
Lokasi Proyek berada di pinggir jalan utama yang merupakan jalan daerah wisata di Pelabuhan Ratu. Lokasi rencana dermaga merupakan areal tempat berdagang, tempat makan dan pesisir pantai luas. Kondisi kelerengan areal darat hingga batas pantai terlihat cukup landai (< 15%). Meskipun lokasi perairan terbuka namun lokasi ini cukup terpengaruh gelombang, dikarenakan di muka lokasi dermaga berhadapan langsung dengan samudera.
Luas lahan yang akan dibangun secara keseluruhan untuk fasilitas darat dan fasilitas laut adalah seluas + 15,13 Ha. Luas sisi darat + 1,78 Ha dan luas sisi laut + 13,35 Ha. RTH atau ruang terbuka hijau seluas 8.014 m2 merupakan lahan yang digunakan untuk taman dan ruang terbuka hijau secara utuh. Luas penggunaan lahan darat dapat dilihat pada Tabel 1.1
Penggunaan lahan bagi menjadi zona pemanfaatan ruang kawasan pelabuhan wisata di Karangsari, diantaranya Zona Pemanfaatan Utama Darat, Zona Pemanfaatan Utama Perairan dan Zona Pengembangan Pemanfaatan I, II, III, IV
PEMANFAATAN
FASILITAS PELABUHAN
FASILITAS PENGEMBANGAN
KETERANGAN
Zona Pemanfaatan Utama Darat
Area Ini Merupakan Area Tempat Aktivitas Pelabuhan Utama Untuk Wilayah Darat
Perkantoran, Ruang Tunggu, Hall, Gudang, Kantin Dan Pertokoan, Mesjid, Toilet, Parkiran
Akses Khusus Menuju Area Pengembangan Iii
Pengaturan Akses Masuk Antara Pengunjung Pelabuhan Dan Pengunjung Untuk Wisata Olah Raga Air Di Area Pengembangan Iii
Zona Pengembangan Pemanfaatan I
Area Pengembangan Yang Dapat Dijadikan Sebagai Area Aktivitas Wisata Umum Dan Olah Raga Pantai
Jalan
Shelter / Gazebo, Kantin, Toilet, Parkir,
Lapang Bola Pantai,
Lapang Voli Pantai
Luas Area ± 0,25 Ha
Pengaturan Sirkulasi Dan Akses Keluar Masuk Zpp I Dengan Area Pelabuhan
Zona Pengembangan Pemanfaatan II
Area Ini Merupakan Area Tempat Pengembangan Wisata Pemandangan Alam Dan Aktivitas Pendukungnya
Jalan
Shelter / Gazebo, Kantin, Toilet, Parkir, Taman Umum, Thematic, Taman Bermain Anak, Fasilitas Olah Raga Outbond, Jogging Track
Luas Area ± 0,59 Ha
Pengaturan Sirkulasi Dan Akses Keluar Masuk Zpp Ii Dengan Area Pelabuhan
Zona Pengembangan Pemanfaatan III
Area Pengembangan Untuk Pengembangan Sarana Prasarana Pendukung Olah Raga Air (Speedboat, Banana Boat, Dll)
Jalan
Breakwater
Pengelola Dan Penyelenggara Wisata Olah Raga Air
Ticketing Olah Raga Air
Life Guard Tower/Office
Parkir Sarana Olah Raga Air
Luas Area ± 0,1 Ha
Pengaturan Sirkulasi Dan Akses Pengunjung Dan Penumpang Wisata
Pengaturan Dan Batasan Aktivitas Olah Raga Air Dengan Aktivitas Pelabuhan
Zona Pemanfaatan Utama Perairan Dan Zona Pengembangan Pemanfaatan Iv
Area Utama Pelabuhan Wisata Dan Pengembangan Pemanfaatan Untuk Prasarana Olah Raga Air (Speedboat, Banana Boat, Ski Air, Flying Fish, Paraceiling Boat Dll)
Jalan
Dermaga
Breakwater
Deliniasi Zona Bebas Dan Terbatas Untuk Aktivitas Olah Raga Air
Zona Dimaksud Adalah Kolam Pelabuhan
Pengaturan Dan Pembatasan Aktivitas Olah Raga Air Terhadap Aktivitas Pelabuhan
Tabel 1 1. Luas penggunaan lahan untuk fasilitas darat
No
Luas Bangunan Fasilitas Darat
Luas (m2)
Persentase
1
Jalan masuk dan parkir
9.059
50,8
2
Gedung kantor dan ruang tunggu
190
1,1
3
Pertokoan
120
0,7
4
Kantin
84
0,5
5
Gudang tertutup
98
0,5
6
Rumah dinas
146
0,8
7
Masjid
105
0,6
8
Toilet umum
18
0,1
9
RTH
8.014
44,9
Jumlah
17.834
100
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2013
Gambar 1 3. Peta Pengembangan Fasilitas Pariwisata Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
1.2.2. Layout Rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Dermaga yang akan dibangun diperuntukan bagi Kapal berbobot 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT. Pelabuhan ini dibangun diperuntukkan untuk mobilisasi orang untuk kebutuhan mobilisasi pariwisata. Panjang dermaga 70 m untuk satu kapal dengan konstruksi beton dengan kedalaman -5 m LWS. Dimensi kapal 1000 DWT dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1 4. Dimensi kapal 1000 DWT
Pada tabel berikut standart dermaga kapal 1000 DWT yang akan digunakan dalam Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Tabel 1 2. Pembangunan dermaga kapal 1000 DWT
Item
Ukuran
Panjang
140 m
Lebar
8 m
Balok
400x700
Precast
Ukuran:
-Standar
3660x900x175
-Tipe B
3660x900x175
Tiang Pancang
o 457.2 dan o 508
Kepala Tiang
Tipe 1
1600x1200x1000
Tipe 2 dan 3
1200x1200x800
Boliard
25 Ton
Bi
15 Ton
Cleat
Min (1800x150x150)
Min (2000x250x150)
Sumber : Masterplan dan DED Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, Pelabuhan Ratu, 2012
- Semua tulangan baja merupakan BJTD 40
- Standart kekuatan beton K-300
- Slump 7-10 cm (SNI 1972-2008)
- Tulangan deformed 400 Mpa, Rouded 240 Mpa (SNI 07-2052-2002, JIS G 3112, ASTM A 615)
- Semen kelas V atau sejenis (SNI 15-2049-2004)
Gambar 1 5 Lokasi Pelabuhan Sukabumi
Jenis bangunan yang direncanakan terbagi menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu :
Bangunan Sisi Laut, yang terdiri dari :
Kolam Pelabuhan dengwan luas 151.300 m2 dan kedalaman -5,00 LWS yang terdiri dari kolam putar dan kolam sandar kapal
Alur Pelayaran sepanjang 1192,70 m dengan lebar 60 m serta kedalaman -5,00 LWS
Kolam putar direncanakan dengan jari-jari 75 m
Perkuatan dinding kolam Pelabuhan (Retaining Wall).
Perkerasan Lantai/Pelat Dermaga
Menara Suar
Penahan gelombang sepanjang >200m
Bangunan Darat, yang terdiri dari :
Bangunan gedung yang terdiri dari area darat pelabuhan dan lapangan penumpukan dan Gudang.
Kantor Pelabuhan dan Fasilitas Pendukung (jalan masuk dan parkir)
Bangunan Utilitas seperti pertokoan, kantin, gudang, rumah dinas, toilet, RTH dan masjid
Jaringan mekanikal dan elektrikal
Pemagaran Keliling
Bangunan Jalan
Bangunan Drainase Lahan
Kegiatan pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Palabuhanratu pada dasarnya terbagi menjadi empat tahap, yaitu:
Tahap 1
Panjang dermaga direncanakan sepanjang 140 m demaga besar dan 3 buah dermaga kecil
Alur pelayaran dikeruk seluruhnya sepanjang 1192,70 m dengan lebar 60 m dengan kedalaman pengerukan hingga -5 m LWS
Kolam pelabuhan dikerukan dengan jari-jari 75 m dan dikeruk hingga kedalaman -5 m LWS
Pekerjaan urugan tanah untuk akses jalan di dermaga sepanjang 800 m dengan lebar 6 m dan tebal urugan tanah 5 m. Volume material yang akan digunakan sebesar 24.000 m3 dengan material berasal dari daerah Cikembang dengan jarak 3 km dari lokasi kegiatan.
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah dan Revetment
Tahap 2
Panjang dermaga direncanakan sepanjang 140 m
Kolam pelabuhan dikerukan dengan jari-jari 75 m dan dikeruk hingga kedalaman -5 m LWS
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah dan Revetment
Tahap 3
Panjang pemecah ombak direncanakan sebanyak 2 buah pada sisi kanan dan kiri dermaga
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah dan Revetment
Tahap 4
Panjang dermaga direncanakan sepanjang 140 m
Kolam pelabuhan dikeruk hingga kedalaman -5 m LWS
Pekerjaan urugan tanah untuk akses jalan di dermaga sepanjang 500 m dengan lebar 6 m dan tebal urugan tanah 5 m
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah dan Revetment
Gambar 1 6. GAMBAR LAYOUT Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Gambar 1 7. Peta Luas Areal Darat Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Gambar 1 8. Peta Rencana Pengerukan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Gambar 1 9. Peta Rencana Reklamasi Lahan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
1.2.3. Tahapan Kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
1) Tahap Prakonstruksi
a) Survey Lapangan dan Perijinan
Survey lapangan terdiri dari survey kelerengan, hidrooseanografi, bathimetri dan kondisi lingkungan lokasi rencana pelabuhan. Pengurusan perijinan meliputi izin lokasi, izin prinsip, izin mendirikan bangunan (IMB), dan izin lain sesuai yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
b) Pembebasan Lahan
Lokasi berada di pinggir jalan utama yang merupakan jalan daerah wisata di Kabupaten Sukabumi. Areal lokasi rencana dermaga merupakan areal tempat berdagang, tempat makan dan pesisir pantai luas. Kondisi kelerengan areal darat hingga batas pantai terlihat cukup landai (< 15%). Meskipun lokasi perairan terbuka namun lokasi ini cukup terpengaruh gelombang, dikarenakan di muka lokasi dermaga berhadapan langsung dengan samudera.
Sebelum dilakukan kegiatan pembebasan lahan diperlukan data yang mencakup luas tanah, status tanah, kelas tanah dan pemilikan tanah. Inventarisasi dilakukan oleh Pemrakarsa serta pemilik tanah dan Kepala Desa yang kemudian dilegalisir oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui kepanitiaan pengadaan tanah (P2T). Berdasarkan data tersebut selanjutnya diadakan musyawarah ganti rugi tanah dengan mempertimbangkan harga pasar. Lahan yang akan digunakan untuk rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional merupakan lahan milik satu orang penduduk. Pembebasan lahan ini acuannya didasarkan kepada Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sedangkan mekanisme dan tahapan kegiatan ganti rugi dan pembebasan lahannya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Mekanisme Pembebasan Lahan Dan Kompensasi/Sistem Ganti Ruginya
Rencana Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi merupakan sebuah proyek untuk kepentingan umum; dimana dalam pemenuhan kebutuhan lahannya harus melalui mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia, antara lain:
UU 5/1960, juga dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria.
UU 20/1961 mengenai Pencabutan Hak Atas Lahan
Undang Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Pemerintah 24/1997 (PP 24/1997) tentang Pendaftaran Tanah.
Berdasarkan perkembangan pembebasan lahan yang telah dilakukan oleh pemrakarsa, pembebasan lahan berjalan dengan lancar dan pihak penjual telah menyepakati proses jual beli tanah seluas 6000 meter, sementara sisanya diperoleh dengan reklamasi pantai.
2) Tahap Konstruksi
Penerimaan Tenaga Kerja
Selama tahap konstruksi pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Sukabumi, tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kondisi maksimum (peak) mencapai sekitar 73 orang. Tenaga kerja tersebut akan meliputi:
Tenaga kerja terdiri dari pegawai kontraktor, pegawai sub-kontraktor, supplyer dan tenaga pengawas
Tenaga lapangan, pekerja berasal dari tenaga lokal sisanya akan didatangkan dari luar.
Perekrutan tenaga kerja konstruksi akan mengacu pada Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penerimaan tenaga kerja akan di prioritaskan dari wilayah sekitar dan disesuaikan dengan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan serta tenaga kerja yang tersedia di wilayah sekitar. Setelah pekerjaan konstruksi selesai, maka akan terjadi pelepasan tenaga kerja pada akhir tahap konstruksi ini. Pengurangan tenaga kerja dilakukan secara bertahap sesuai dengan progres pekerjaan. Perkiraan jumlah tenaga kerja dan keahliannya disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1 3. Perkiraan Kebutuhan (orang) Berdasarkan Keterampilan Selama Tahap Konstruksi
No
Keahlian
Kebutuhan (orang)
Kualifikasi
1
Manager Proyek
1
S1
2
Tukang Kayu dan Tukang Besi
10
SD/SMP
3
Tukang Batu
10
SD/SMP
4
Tukang Listrik
2
SD/SMP
5
Buruh
15
SD/SMP
6
Operator Mesin/Alat Berat
28
SMA/SMK
7
Tukang Cat
3
SD/SMP
8
Tenaga ahli arsitek
2
S1
9
Tenaga ahli teknik sipil
2
S1
Total
73
Sumber : Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2013
Sebagai sarana akomodasi pegawai selama kegiatan konstruksi akan didirikan bangunan sementara (base camp). Bangunan sementara yang meliputi kantor, gudang dan base camp akan didirikan diatas lahan yang berada sekitar lokasi proyek. Keselamatan dan kesehatan para pekerja konstruksi akan dipantau dengan mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 03/MEN/1999 tentang Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Pembangunan dan Pengoperasian Base Camp
Sebelum kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dimulai, maka dilakukan pembangunan Base Camp/barak untuk pekerja yang dibangun di sekitar tapak proyek. Bangunan akan dibuat tidak permanen untuk pekerja selama kegiatan fisik berlangsung.
Base Camp tersebut direncanakan dapat menampung sekitar 73 pekerja baik untuk tempat tinggal dan kantor proyek. Guna menunjang kegiatan maka kontraktor pelaksana akan menyediakan air bersih, MCK, tempat sampah, dan fasilitas lainnya yang menunjang pekerjaan konstruksi.
Tabel 1 4. Perkiraan Kebutuhan Air Pada Tahap Konstruksi
NO.
JENIS KEGIATAN
JUMLAH
JUMLAH JIWA
KEBUTUHAN (L/Orang/Hr)
TOTAL KEBUTUHAN AIR (m3)
Project Office
Project Manager, HRD Staff, ADM Staff dan Security
1
10 1)
0,01
Site Office
Site Coordinator dan Engineering Staff
4
10 1)
0,04
Staf Pelaksana
Pelaksana, Surveyor dan Ass. Surveyor
2
10 1)
0,02
Pekerja
Mandor, Tukang, Operator, Mekanik dan Helper
66 2)
80
5,28
Campuran Konstruksi
1
-
15.000
15
Mencuci Ban Mobil
1
-
1.500
1,5
Kebutuhan Lain (penyiraman dan lainnya)
1
-
3.000
3
Total
24,85
Sumber : Analisis Penyusun, 2013
Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996; (10 L/pegawai/hari)
Kebutuhan air bersih, dikurangi tenaga kerja lokal 123 orang (20%)
Untuk kebutuhan air pada tahap konstruksi diperkirakan maksimum akan membutuhkan air sebesar 24,85 m3/hari dengan volume air limbah yang dihasilkan 19,48 m3/hari, yang akan menggunakan air dari air permukaan yang ada dan atau sumur yang ada di sekitar lokasi kegiatan.
Gambar 1 10. Neraca Air Pada Tahap Konstruksi
Base camp tersebut direncanakan dapat menampung sekitar ± 73 orang pekerja baik untuk tempat tinggal dan kantor proyek maupun kegiatan perbengkelan. Untuk itu base camp dilengkapi dengan MCK dengan unit biofilter, tempat penampungan sampah sementara/TPS untuk limbah dari kegiatan sehari-hari dan TPS Limbah B3 untuk limbah dari kegiatan pemeliharaan peralatan kendaraan/pertukangan, seperti oli bekas dan accu. Penanganan limbah B3 akan di kerjasamakan dengan Pihak ke 3 yang telah berijin dari KLH.
Tabel 1 5. Perkiraan Timbulan Sampah Pada Tahap Konstruksi
NO.
JENIS KEGIATAN
JUMLAH JIWA
TIMBULAN (L/Orang/Hr)
TOTAL TIMBULAN SAMPAH (L)
Project Office
Project Manager, HRD Staff, ADM Staff dan Security
1
0,75 1)
0,75
Site Office
Site Coordinator dan Engineering Staff
4
0,75 1)
3
Staf Pelaksana
Pelaksana, Surveyor dan Ass. Surveyor
2
0,75 1)
1,5
Pekerja
Mandor, Tukang, Operator, Mekanik, Crew Pancang dan Helper
66
2,0 2)
132
Konstruksi
-
400
400
Total
537,25
Sumber : Analisis Penyusun, 2013
Pengelolaan Sampah – Prof. Enri Damanhuri & Dr. Tri Padmi, ITB,2011; (0,5-0,75 L/pegawai/hari)
Pengelolaan Sampah – Prof. Enri Damanhuri & Dr. Tri Padmi, ITB,2011; (1,75-2,00 L/orang/hari)
Untuk besaran limbah padat domestik yang dihasilkan dari kegiatan operasional base camp selama tahap konstruksi berlangsung adalah sebesar 537,25 liter/hari. Pengangkutan sampah akan bekerjasama dengan dinas kebersihan setempat
Mobilisasi Peralatan dan Material
Selama tahap konstruksi, mobilisasi peralatan dan material tidak mengganggu lalu lintas jalan sekitarnya, sehingga perlu diatur waktu untuk mobilisasi peralatan dan material. Akses mobilisisasi alat dan bahan material adalah jalan utama. Selain itu, tidak akan terjadi penumpukan material di luar lokasi tersebut. Pada saat pelaksanaan pengangkutan alat berat dan bahan menggunakan truk & Kontainer, kontraktor akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan instansi terkait di lokasi studi, sehingga kegiatan mobilisasi dapat dilakukan dengan meminimalkan gangguan lalulintas ke lingkungan sekitarnya, dengan merujuk kepada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Beberapa alat berat umum yang dipergunakan untuk pekerjaan sipil diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1.6. Jumlah dan ukuran peralatan akan dirinci menurut keperluan oleh Kontraktor pelaksana pembangunan. Diantara beberapa alat tersebut yang tinggi frekuensi mobilitasnya adalah Dump Truk yang mengangkut bahan dan material selama konstruksi. Disamping dump truck adalah loader yang juga frekuensi mobilitasnya cukup tinggi untuk memadatkan material timbunan.
Tabel 1 6. Jenis Peralatan Konstruksi dan Perkiraan Jumlah yang Dibutuhkan Untuk Pembangunan Pelabuhan Sukabumi
No
Peralatan
Unit
1.
Traktor
5
2.
Dump Truck
15
3.
Buldoser
3
4.
Excavator / Backhoes
5
5.
Transit mixers
9
6.
Generator
1
7.
Cutter section dredger
1
8.
Tronton
2
Sumber : Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2013
Material yang akan dimobilisasi adalah tanah timbunan, pasir, kerikil, batu gunung, besi beton, kawat, dan tiang pancang.
Tabel 1 7. Perkiraan Bahan Material yang Digunakan pada Tahap Konstruksi
NO.
JENIS MATERIAL
VOLUME
SATUAN
KENDARAAN YANG DIPAKAI
SUMBER MATERIAL
Besi Beton
553.100
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Beton Readymix
12.000
m3
Transit mixers
Pelabuhan Ratu
Baja Profil
116.800
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Bata Ringan/Hebel
25.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Sirtu
4.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Pasir
1.750
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Kerikil
5.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Batu Gunung
30.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Kawat
8.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Tiang Pancang
1.256.00
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Tanah Urug
24.000
m3
Dump Truk
Cikembang, Pelabuhan Ratu
Sumber : Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2013
Pembangunan Fasilitas Laut Pelabuhan
Pembangunan fasilitas laut ini meliputi kegiatan pembuatan alur pelayaran dan kolam putar, pembangunan dermaga, sistem bongkar muat, dan konstruksi penghubung dermaga. Dermaga direncanakan untuk melayani kapal 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT. Berdasarkan data karakteristik kapal, kapal dengan bobot 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT dermaga harus memiliki panjang 70 m serta konstruksi beton/baja dengan kedalaman -5 m LWS. Agar kapal dapat melakukan olah gerak (manuver) dengan baik dan aman maka alur pelayaran dan kolam dermaga harus memiliki kedalaman dan luasan yang cukup.
Alur pelayaran direncanakan sepanjang 1192,70 m dengan lebar 60 m. Sedangkan kolam putar direncanakan dengan jari-jari 75 m. Baik alur maupun kolam dermaga direncanakan melalui pengerukan hingga elevasi -5 m LWS.
Pengerukan sepanjang alur pelayaran (1192,70 m) tidak dilakukan karena lokasi alur pelayaran sudah memiliki elevasi -5 m LWS. Pengerukan dilakukan di lokasi kolam putar yang akan dikeruk hingga mencapai elevasi -5 m LWS. Dilihat dari luas kolam yang dibutuhkan dan elevasi eksisting dibeberapa titik mencapai -5 m LWS, luas yang akan dikeruk seluas 215 m x 140m dengan kedalaman yang diperlukan rata-rata di setiap sisi kolam putar adalah 2 m maka, volume keruk sepanjang kolam putar adalah sekitar 60.200 m3. Sebelum dilakukan pengerukan, di sekitar kolam putar dipasang sedimen shield (screen), kemudian baru dilakukan pengerukan dengan metode cutter section (batu-batu yang besar dihancurkan kemudian dihisap dengan pipa hisap), setelah itu dibawa ke lokasi dumping (pembuangan). Setelah selesai maka material keruk dibiarkan mengendap didasar laut baru kemudian screen dilepas. Pengerukan dilakukan karena kedalaman kolam tidak memenuhi kedalaman yang diperlukan sesuai jenis kapal. Penggunaan screen dilakukan agar material keruk terperangkap di sepanjang areal kerja pengerukan saja dan perairan di sekitar pengerukan tetap jernih. Material keruk di perairan Sukabumi berupa pasir gembur yang mudah mengendap.
Agar kapal 1000 DWT dengan panjang 70 m dapat melakukan sandar dengan baik dan aman, maka diperlukan 5 buah breasting dolphin dengan jarak antar breasting sepanjang 15 m. Masing-masing breasting dolphin dilengkapi sistem fender yang terdiri dari frontal frame dan dua unit fender cell, serta 1 buah bollard. Sedangkan mooring dolphin cukup diperlukan 2 buah, mengingat kecepatan arus maupun gelombang cukup tinggi. Mooring dolphin hanya dilengkapi 2 buah bollard. Baik breasting dolphin maupun mooring dolphin direncanakan terbuat dari blok beton bertulang yang menumpu pada tiang-tiang pancang. Sebagai penghubung antara masing-masing struktur, dibuat konstruksi tambahan berupa catwalk yang berfungsi untuk lalu lintas bagi petugas tambat tali kapal.
Konstruksi penghubung dermaga berfungsi sebagai penghubung antara areal darat pelabuhan dengan dermaga. Konstruksi ini dapat berupa trestle, causeway atau kombinasi antara trestle dan causeway. Konstruksi penghubung yang dipilih adalah kombinasi antara trestle dan causeway. Konstruksi trestle direncanakan sepanjang 14 m dengan lebar 5 m terbuat dari plat beton bertulang menumpu pada tiang-tiang pancang.
Pembuangan Materi Keruk/ Lokasi dumping
Lokasi dumping di rencanakan akan menggunakan area dumping yang telah dikoordinasikan dengan instansi terkait, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 392/Kpts/IK.120/4/99 Tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan seperti disajikan dalam Tabel 2, lokasi pembuangan material keruk berada pada Jalur 1, yaitu :
Perairan pantai yang diukur dari permukaan air laut pada surut yang terendah sampai dengan 3 (tiga) mil taut, kapal yang diperbolehkan : Alat Penangkap Ikan yang menetap, tidak menetap yang tidak dimodifikasi; dan/atau Kapal Perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 m
Perairan pantai di luar 3 (tiga) mil laut sampai dengan 6 (enam) mil laut. Kapal yang diperbolehkan : Alat Penangkap Ikan tidak menetap yang dimodifikasi, Kapal Perikananan tanpa motor dan atau bermotor-tempel dengan ukuran panjang maks 10 m, bermotor tempel dan bermotor-dalam dengan ukuran panjang maks 12 m/ 5 GT, pukat cincin maks 150m, jaring insang hanyut maks 1000m.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka lokasi pembuangan material keruk seperti ditunjukkan Gambar 1.11 pada koordinat 7°17.43" LS - 106°2914.97" BT, berjarak ± 4 mil dari garis pantai di Samudra Hindia dengan kedataman > 100 m. Lokasi pembuangan ditandai dengan penanda apung (buoa, sehingga hopper barge membuang material keruk pada lokasi yang tepat. Berdasarkan peta batimetri dan arah sebaran sedimen, lokasi tersebut mempunyai slope atau lembah di dasar lautnya sehingga sedimen yang jatuh akan diam di dasar laut. Titik lokasi tersebut akan di koordinasikan kembali dengan Dirjen Pengerukan dan Pelabuhan
Gambar 1 11. Lokasi Dumping Material Keruk
Lingkup pekerjaan pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional terdiri dari:
A. Pekerjaan General
Mobilisasi & Demobilisasi, Stakeout and positioning. Penerangan & Keselamatan Kerja, Fasilitas Penunjang (direksi kit, mess, dll), Dokumentasi/As built drawing
B. Pekerjaan Dermaga
Timbunan pasir dan pengerukan, Pekerjaan Pemancangan Tiang Pipa Baja, Pekerjaan Secant Pile, Pekerjaan Ground Anchor, Konstruksi Beton Dermaga, Pemasangan Bollard dan Fender, Pekerjaan MEP
C. Urugan Pasir dan Geobag
Pemasangan geobag dan urugan pasir pertama untuk penahan pekerjaan secant pile.
Pekerjaan pertama adalah pemasangan geobag kira-kira dua atau tiga tumpukan, kemudian dilanjutkan dengan urugan pasir.
Pekerjaan tersebut dilakukan berulang – ulang atau lapis per lapis sampai elevasi rencana yang diinginkan tercapai
Pekerjaan selanjutnya adalah urugan pasir, pemasangan geotextile dan pemasangan geobag untuk dermaga
Gambar 1 12. Urugan Pasir dan Geobag
D. Pekerjaan Secant pile
Dilakukan di atas urugan pasir
Terdiri atas primary pile diameter 880mm tanpa tulangan dan secondary pile diameter 1200mm dengan tulangan
Pekerjaan pertama adalah pengeboran primary pile serta pengecorannya, kemudian dilanjutkan dengan dan pengeboran secondary pile, penulangan pengecorannya.
Gambar 1 13. Pekerjaan Secant Pile
E. Pekerjaan Pemancangan Tiang Pancang
Pemancangan dilakukan di atas ponton service, tiang baja yang digunakan berdiameter 812mm dan tebal 16mm.
Penyambungan bisa dilakukan di darat (workshop) atau di laut dengan cara pengelasan.
Mobilisasi pancang menggunakan crane dan tiang ponton service.
Gambar 1 14. Gambar Pemancangan
Gambar 1 15. Pekerjaan Penyambungan Tiang Pancang Baja di Laut
Gambar 1 16 Pekerjaan Pemotongan Tiang Pancang
Gambar 1 17 Tiang Pancang Yang Telah Terpasang
Gambar 1 18 Pekerjaan HDPE dan Perlindungan Katodik
F. Pekerjaan Beton
Dermaga 1 dan 2 terdiri atas tiga macam pile cap
Urutan pekerjaan untuk pile cap adalah pemasangan dilanjutkan Pile Cap perancah, bekisting, dengan pemasangan tulangan, pengecoran dan finishing
Balok
Pekerjaan ini terdiri atas balok memanjang, balok melintang, block fender dan capping balok
Urutan pekerjaan untuk balok adalah pemasangan perancah, bekisting, dilanjutkan dengan pemasangan tulangan, pengecoran dan finishing
Gambar 1 19. Pemasangan Bekisting Untuk Pile Cap
Gambar 1 20. Pemasangan Bekisting Untuk Block Fender & Capping Balok
Pondasi Crane
Pekerjaan ini terdiri atas pekerjaan pondasi, pile cap, dan balok crane
Pondasi yang digunakan bore pile berdiameter 880mm sedalam 15m dengan tulangan, proses yang dilakukan sama dengan primary pile
Pile cap di atas proses dipasang bore pile, pekerjaannya sama dengan pekerjaan pile cap sebelumnya
Balok crane dipasang di atas pile cap memanjang sisi pelabuhan, proses pekerjaannya sama dengan pekerjaan balok sebelumnya
Gambar 1 21. Potongan Pondasi Crane Dermaga
Pelat Lantai
Pekerjaan ini dilakukan dengan cara cor di tempat dengan ketebalan 40 cm.
Adapun urutan pekerjaan plat lantai ini adalah sebagai berikut:
Rangkai besi tulangan sesuai gambar desain
Pemasangan bekisting di sisi yang akan dicor
Letakkan beton tahu pada sisi yang akan dicor
Letakkan besi tulangan di atas beton tahu
Pengecoran dan finishing
Gambar 1 22. Pekerjaan Pengecoran Plat Lantai di Dermaga 3
Gambar 1 23. Pekerjaan Pengecoran Plat Lantai di Dermaga 1 dan 2
Kendala / hambatan untuk cast in situ
Elevasi pasang surut air laut.
Pengecoran untuk pile cap dan balok menggunakan ponton, sehingga produktivitas tidak maksimal.
Waktu pelaksanaan pengecoran terbatas akibat pasang surut air laut.
G. Pekerjaan Pemasangan Fender
Handling dan instalasi Fender menggunakan Crane
Angkur untuk fender dipasang terlebih dahulu dengan bantuan mal sebelum pengecoran block fender dilakukan
Gambar 1 24. Pekerjaan Pemasangan Fender di Dermaga
H. Pekerjaan Pemasangan Bollard
Handling dan instalasi Bollard menggunakan Crane
Angkur untuk Bollard dipasang terlebih dahulu dengan bantuan mal sebelum pengecoran capping beam dilakukan
Gambar 1 25. Pekerjaan Pemasangan Bollard di Dermaga
I. Dead Anchor
Pekerjaan ini dilakukan di dermaga 2
Pekerjaan yang dilakukan adalah pengeboran sampai ke elevasi yang direncanakan
Pemasangan tulangan ke dasar elevasi dead anchor
Pengecoran dead anchor dan finishing
Gambar 1 26. Proses Pengeboran Dead Anchor
J. Beton Pengisi Tiang
Pekerjaan ini dilakukan di dermaga 1 dan 2
Pekerjaan pertama adalah perakitan tulangan di fabrikasi
Tulangan yang digunakan adalah diameter 25mm sebanyak diameter spiralnya 12 dan 13mm untuk dengan jarak 150mm
Setelah perakitan tulangan selesai dilanjutkan dengan pengecoran. Tinggi beton pengisi tiang adalah 2m
Gambar 1 27. Proses Pemasangan Tulang Beton Pengisi Tiang
K. Pekerjaan Ground Anchor
Pekerjaan ini dilakukan dari capping beam sampai dengan 10m jarak miring dari elevasi tanah keras
Pekerjaan pertama adalah pengeboran dari arah capping beam sampai ke tanah keras
Setelah itu dilakukan pemasangan kabel tendon anchor dan grouting di dasar anchor
Ujung anchor di capping beam dikunci dan dilakukan penarikan (stressing) di atas plat distribusi.
Merakit dan memasang tulangan di depan ujung anchor kemudian dilanjutkan dengan pengecoran dan finishing.
L Pekerjaan Timbunan Pasir dan Pengerukan
Langkah pertama adalah melakukan pengukuran untuk menentukan elevasi dasar sea bed. Pengukuran juga dilakukan selama pengerukan dan sesudah pengerukan untuk kontrol kedalaman dari elevasi yang direncanakan
Pengerukan dilaksanakan dengan unit Trailing suction hopper dredger untuk kemudian dibuang ke dumping area yang sudah ditentukan.
Sebuah Trailing Suction Hopper Dredger atau TSHD menyeret pipa penghisap ketika bekerja, dan mengisi material yang diisap tersebut ke satu atau beberapa penampung (hopper) di dalam kapal. Ketika penampung sudah penuh, TSHD akan berlayar ke lokasi pembuangan dan membuang material tersebut melalui pintu yang ada di bawah kapal atau dapat pula memompa material tersebut ke luar kapal.
Gambar 1 28. Pekerjaan Pengerukan
Pembangunan Fasilitas Darat Pelabuhan
Fasilitas darat pelabuhan meliputi gedung terminal, tangki BBM, ruang genset, dan areal parkir, serta fasilitas penunjang lainnya. Areal darat direncanakan seluas 1,78 Ha dengan
Kegiatan Pembangunan Fasilitas Penunjang Pelabuhan
Pembangunan Gedung Terminal (Gedung Kantor dan Ruang Tunggu)
Pembangunan Terminal diperlukan sebagai ruang tunggu penumpang baik berangkat maupun menunggu dengan luas 190 m2
Pembangunan Pertokoan, Kantin, Gudang Tertutup dan Fasilitas Umum Lainnya
Pembangunan Pertokoan seluas 120 m2, Kantin seluas 84 m2, Gudang Tertutup seluas 98 m2, masjid seluas 105 m2 dan Rumah Dinas seluas 146 m2.
Pembangunan Jalan Akses Pelabuhan dan Lahan Parkir
Kegiatan ini berupa pembuatan jalan akses keluar masuk areal pelabuhan dan Lahan Parkir yang memiliki luas 9.059 m2. Jalan akses di dermaga sepanjang 800 m dengan lebar 6 m, maka lahan untuk jalan akses seluas 4.800 m2. Lahan parkir seluas 4.259 m2, dengan demikian berdasarkan Dimensi Mobil Penumpang (Dirjen Perhubungan Darat, 1998) Mobil 3x5 m2, Bus/Truk 3,4x12,5 m2 dan sepeda motor 0,75x2 m2. Untuk mobil sebanyak 200 Satuan Ruang Parkir (SRP), Bus/Truk sebanyak 24 Satuan Ruang Parkir (SRP) dan untuk motor sebanyak 159 Satuan Ruang Parkir (SRP).
Pekerjaan Reklamasi Pantai
Pembebasan lahan yang telah dilakukan oleh pemrakarsa seluas 6000 m2, sementara sisanya diperoleh dengan reklamasi pantai. Luas lahan yang akan digunakan seluas 17.834 m2, lahan yang akan direklamasi sebesar 11.834 m2. Dengan ketinggian 7 meter dan lahan sebesar 11.834 m2 volume material yang akan digunakan sebesar 82.838 m3 dengan material berasal dari daerah Cikembang dengan jarak 3 km dari lokasi kegiatan.
3) Tahap Operasional
a) Penerimaan Tenaga Kerja
Untuk mendukung operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional maka dibutuhkan ± 35 orang karyawan dengan posisi sebagai manajer, operator, administrasi dan keamanan. Tenaga kerja tersebut akan mendapat upah sesuai dengan jenis pekerjaan dan keahliannya. Sistem penggajian bagi tenaga kerja adalah sistem bulanan atau kontrak sesuai peraturan yang ditetapkan manajemen perusahaan.
Tabel 1 8. Perkiraan Kebutuhan (orang) Berdasarkan Keterampilan Selama Tahap Operasional
No
Keahlian
Kebutuhan (orang)
Kualifikasi
1
Enginer
2
Sarjana
2
Teknisi
4
SMA/SMK
3
Tenaga Pembantu Teknisi
8
SMA/SMK
4
Administrasi
2
SMA/SMK
5
Security
4
SMP/SD
6
Tenaga Pekerja lainnya
15
SMA/SMP/SD
Jumlah
35
-
Sumber : Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2013
b) Pengoperasian Pelabuhan dan Bangunan Penunjang
Pengoperasian pelabuhan merupakan aktivitas berjalannya fungsi dan fasilitas pelabuhan, seperti kegiatan sandar/tambat kapal, penyeberangan penumpang, termasuk kegiatan pemeliharaan rutin fasilitas pelabuhan. Dengan beroperasinya Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Sukabumi maka masyarakat dapat bepergian dengan mudah dan murah, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Sukabumi. Dalam kegiatan operasional terdapat beberapa kebutuhan dan pengelolaan yang harus dilakukan antara lain:
Prasarana Air Bersih
Sumber air bersih untuk memasok kebutuhan operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ini adalah air bersih dari sumur air tanah dangkal atau air permukaan yang ada disekitar lokasi kegiatan yang diolah. Sementara itu, pola pelayanan kebutuhan air bersih domestik dan nondomestik dilakukan secara terpisah, dimana untuk masing-masing kegiatan dibangun tempat penampungan air bersih dengan kapasitas 2 kali kebutuhan setiap unit kegiatan. Dari tanki-tanki air ini air bersih didistribusikan dengan sistem perpipaan ke masing-masing unit kegiatan. Sumber air bersih dari air tanah dalam diperlukan untuk memasok kebutuhan operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang diperhitungkan sebesar 51,21 m3/hari. Penggunaan air tanah ini tidak mengganggu potensi air tanah dangkal yang dgunakan penduduk karena jarak dan posisi yang lebih rendah dari permukiman.
Tabel 1 9. Rencana Kebutuhan Air Bersih
No
Peruntukkan ruang
Kriterian Kebutuhan air bersih*
Besaran kegiatan
Total kebutuhan air bersih (m3/hari)
1
Gedung kantor dan ruang tunggu
15 liter/org/hari
1.035 Orang
15,53
2
Pertokoan
15 liter/org/hari
150 Orang
2,25
3
Kantin
15 liter/org/hari
500 Orang
7,50
4
Gudang tertutup
10 liter/org/hari
20 Orang
0,20
5
Rumah dinas
60 liter/org/hari
100 Orang
6
6
Masjid
10 liter/org/hari
500 Orang
5
7
Toilet umum
15 liter/org/hari
500 Orang
7,5
8
Taman & RTH
0,1 liter/ha/det**
8.014 m2
7,23
Total
51,21
Sumber : *)SNI 03-7065-2005* dan **)Kepmen Kimpraswil,2001
Keterangan :
* ) SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing
** ) Kepmen Kimpraswil No. 534-KPTS-M-2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal
***) Perhitungan kebutuhan air bersih berdasarkan kebutuhan puncak apabila semua gedung beroperasi
Prasarana Air Kotor (Air Limbah)
Sistem jaringan limbah
Jaringan air limbah (grey water dan black water) terpisah dari jaringan air bersih yang disesuaikan dengan perencanaan pengembangan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Air limbah black water diolah pada tangki septik. Sedangkan air limbah grey water dialirkan ke bak sedimentasi kemudian dialirkan ke saluran drainase.
Sistem pengolahan air limbah Domestik
Sistem pengolahan air limbah domestik akan disediakan berupa tangki septik pabrikasi, dimana jenis pengolahan dan kapasitasnya disesuaikan dengan jenis/karakteristik dan besaran kegiatan. Debit air limbah yang dihasilkan dari kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dapat mencapai 27,12 m3/hari. Sistem pengolahan air limbah domestik khusus sentrakuliner yang akan digunakan direncanakan dilengkapi dengan grease trap yang berfungsi untuk memisahkan lemak yang dihasilkan dari aktivitas dapur.
Gedung kantor dan ruang tunggu15,53 m3/hariSeptik Tank1,53 m3/hari
Gedung kantor dan ruang tunggu
15,53 m3/hari
Septik Tank
1,53 m3/hari
14 m3/hari
14 m3/hari
Septik Tank0,23 m3/hariPertokoan2,25 m3/hari
Septik Tank
0,23 m3/hari
Pertokoan
2,25 m3/hari
2,02 m3/hari
2,02
m3/hari
Toilet umum7,5 m3/hariSeptik Tank0,75 m3/hari
Toilet umum
7,5 m3/hari
Septik Tank
0,75 m3/hari
6,75 m3/hari
6,75
m3/hari
Septik Tank0,02 m3/hari
Septik Tank
0,02 m3/hari
Air Tanah Dangkal 51,21 m3/hari0,18 m3/hariGudang tertutup0,2 m3/hari
Air Tanah Dangkal 51,21 m3/hari
0,18
m3/hari
Gudang tertutup
0,2 m3/hari
Rumah dinas6 m3/hari5,4 m3/hari
Rumah dinas
6 m3/hari
5,4 m3/hari
4,5 m3/hariSeptik Tank1,1 m3/hariSeptik Tank2,3 m3/hariMasjid5 m3/hari
4,5
m3/hari
Septik Tank
1,1 m3/hari
Septik Tank
2,3 m3/hari
Masjid
5 m3/hari
Menguap0,75 m3/hari
Menguap
0,75
m3/hari
Grease Trap & Septik Tank 6,75 m3/hariKantin7,5 m3/hari
Grease Trap & Septik Tank
6,75 m3/hari
Kantin
7,5 m3/hari
Bak Sedimentasi33,88 m3/hari
Bak Sedimentasi
33,88 m3/hari
Menguap6,76 m3/hariSal. Drainase1,03 m3/hariRTH7,23 m3/hari
Menguap
6,76 m3/hari
Sal. Drainase
1,03 m3/hari
RTH
7,23 m3/hari
Saluran Drainase27,12 m3/hariMeresap6,2 m3/hari
Saluran Drainase
27,12 m3/hari
Meresap
6,2 m3/hari
Hidran**102,72 m3/hari
Hidran**
102,72 m3/hari
Saluran Pembuang akan Bermuara ke Laut
Saluran Pembuang akan Bermuara ke Laut
Gambar 1 29. Neraca Penggunaan Air
Keterangan :
Air Bersih
Air Limbah Domestik
* Air limbah domestik sebesar 80 % (grey water) akan dialirkan ke bak sedimentasi dan 20 % (black water) dialirkan ke tangki septik
** Apabila terjadi kebakaran, penggunaan air bersih akan digunakan seluruhnya untuk hidran
Prasarana Persampahan (Limbah Padat)
Kegiatan tahap operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional diperkirakan akan menghasilkan limbah padat/sampah sebanyak 4,42 m3/hari dari kondisi maksimum kapasitas Pelabuhan Laut Pengumpan Regional sebesar 1.032 orang. Adapun jenis sampah yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah sampah organik, dan anorganik. Sampah organik (sampah basah) berasal dari aktivitas dapur, sisa makanan dan minuman pengunjung, sisa-sisa sayuran, buah, bunga dan sampah dedaunan dari taman. Diasumsikan jumlah sampah organik yang dihasilkan yaitu sebesar 70 % dari total timbulan sampah yang dihasilkan atau sebesar 3,094 m3/hari. Sedangkan sampah anorganik yang dihasilkan sebesar 1,326 m3/hari (30 % dari total timbulan limbah padat yang dihasilkan). Jenis sampah anorganik seperti plastik, kertas, logam, karton dan sisa-sisa makanan dilakukan pemilahan dari sumbernya oleh petugas pengelola unit-unit kegiatan. Perkiraan timbulan limbah padat diperlihatkan pada Tabel 1.10. di bawah ini.
Tabel 1 10. Perkiraan Timbulan Limbah Sampah Domestik
No
Sumber
Besaran Kegiatan
Kriteria Timbulan Sampah*
Sub Total Timbulan Sampah (Liter/Hari)
1
Gedung kantor dan ruang tunggu
1.035 Orang
1,25 Ltr/Org/Hari
1293,75
2
Pertokoan
150 Orang
2,5 Liter/org/hari
375
3
Gudang tertutup
500 Orang
1,25 Ltr/Org/Hari
625
4
Rumah dinas
20 Orang
2,5 Liter/org/hari
50
5
Masjid
100 Orang
1,25 Ltr/Org/Hari
125
6
Toilet umum
500 Orang
1,25 Liter/org/hari
625
7
Kantin
500 Orang
2,5 Liter/org/hari
1250
8
Taman & RTH
8.014 m2
0,01 ltr/m2/hari
80,14
Total
4.423,89
Sumber: Hasil Perhitungan, 2013.
Keterangan :
*) SNI 19-3242-1994 : Tata Cara Pengelolaan Sampah Perkotaan
**) Perkiraan timbulan limbah padat berdasarkan kapasitas maksimum setiap gedung (Seluruh gedung pada Pelabuhan Laut Pengumpan Regional beroperasi)
***) Sampah taman dan RTH berupa dedaunan , dahan pohon
Untuk menampung sementara sampah-sampah organik dan anorganik tersebut, di Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ini direncakan akan disediakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) terpisah antara kedua jenis sampah tersebut. Untuk mereduksi/ memanfaatkan sampah dari jenis organik akan dikelola dengan menyediakan sarana komposting. Sementara sampah yang bersifat anorganik yang masih bernilai ekonomis dijual ke pihak ketiga (pengumpul) dan yang tidak bernilai ekonomis akan diangkut oleh truk Dinas Kebersihan Kabupaten Sukabumi ke TPA.
Sampah-sampah yang dihasilkan oleh kegiatan pelabuhan baik dari bongkar muat barang maupun naik turunnya penumpang dilakukan dengan cara pengumpulan pada wadah, penampungan sementara dan pengangkutan ke TPA. Pengelola kebersihan dan sampah di Pelabuhan ini dilakukan oleh pengelola pelabuhan. Sampah yang akan dihasilkan dari Kawasan Pelabuhan ini terdiri dari sampah domestik dari kegiatan pembersihan kapal serta kegiatan penunjangnya.
Energi Listrik
Jaringan listrik merupakan salah satu sarana utilitas yang sangat diperlukan untuk operasionalisasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ini. Bangunan Gardu Distribusi Listrik tegangan rendah 220/380 Volt dibangun di beberapa titik sesuai dengan keperluan daya. Dibutuhkan Gardu Distribusi bermuara pada Gardu Hubung yang merupakan awal interconnecting dengan PLN. Penyediaan genset bila PLN mengalami gangguan ketersediaannya juga akan dilakukan, genset yang disediakan oleh pengelola hanya digunakan untuk unit mesin pompa pada sistem hidran (untuk tanggap darurat bila terjadi kebakaran).
c) Pemeliharaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan
Kedalaman alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus dipertahankan. Tonase kapal yang berlabuh disesuaikan dengan kedalaman alur pelayaran. Perawatan antara lain dengan cara penyedotan lumpur secara periodik minimal setahun sekali. Adapun penanggulangan gangguan terhadap alur pelayaran akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Memantau langsung secara rutin tiap tiga bulan terhadap kelancaran alur pelayaran.
2. Menegaskan kepada pihak kapal/tug boat/barge agar pada saat sandar di dermaga tidak diperbolehkan berhimpitan yang mengakibatkan alur pelayaran menjadi tertutup/sempit.
3. Menegaskan kepada plak kapal/tug boat/barge agar membunyikan klakson (horn) pada saat akan melewati tikungan dan kecepatan maksimum laju ponton < 6 (enam) knot.
4. Menegaskan kepada pihak kapal/tug boat/barge agar semua ABK dilarang membuang kotoran minyak, sampah dan mencuci ponton di sepanjang sungai dan disekitar dermaga.
5. Menegaskan kepada pihak kapal, khususnya kapal motor (KM) agar pada saat air surut supaya mengendorkan tali tambat bagian belakang kapal untuk menghindari kemiringan kapal yang dapat mengakibatkan kapal rebah/ tenggelam.
6. Memonitor pemasangan rambu rambu lalu lintas pelayaran di daerah daerah berbahaya yang dipasang oleh pihak pelabuhan setiap 4 bulan sekali.
7. Menyediakan dan menggunakan perlengkapan pelayaran yang baik di area dermaga.
Pemeliharaan dermaga dan pengerukan di alur pelayaran/kolam pelabuhan adalah kegiatan yang mutlak diperlukan. Ini berkaitan dengan kelancaran operasi atau kerja pelabuhan secara menyeluruh. Berkaitan dengan hal ini maka dampak yang ditimbulkan dimungkinkan berupa padatan beserta bahan-bahan yang sebelumnya telah terakumulir.
Pemeliharaan sistem drainase
Pembangunan sistem drainase bertujuan untuk menjaga lokasi tempat berlangsungnya kegiatan serta daerah sekitarnya tidak tergenang pada saat hujan. Perencanaan drainase berdasarkan perhitungan intensitas hujan maksimum periode 5-10 tahun.
Tabel 1 11. Jadwal Kegiatan (tentatif) Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
No
Tahapan Kegiatan
Bulan Ke
0-6
7-12
13-18
19-24
25-36
36-dst
I
Prakonstruksi
1
Pemilihan lokasi
2
Pengurusan perizinan
3
Sosialisai&konsultasi publik
II
Konstruksi
1
Pengurugan (reklamasi)
2
Konstruksi prasarana dasar, sarana produksi dan sarana penunjang/pendukung
III
Operasi
1
Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Sumber : Dinas perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2013
1.3. Kegiatan-Kegiatan yang Ada di Sekitar Rencana Lokasi Beserta Dampak-Dampak yang Ditimbulkannya Terhadap Lingkungan Hidup
Berbagai kegiatan yang ada di sekitar lokasi kegiatan beserta dampaknya terhadap lingkungan hidup adalah:
a. Pemukiman
Pemukiman terdekat adalah Kelurahan Palabuhanratu yang terletak di sebelah utara dari rencana kegiatan. Sebagian wilayah Kampung tersebut merupakan daerah pesisir. Keberadaan lokasi rencana pelabuhan tidak jauh dari pemukiman tersebut dapat memberikan dampak berupa peluang kerja dan usaha bagi penduduk sekitar.
b. Pelabuhan Lain
Selain dermaga Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang akan dibangun, di kawasan Palabuhanratu terdapat pelabuhan dengan Kegiatan bongkar muat hasil perikanan dan bahan baku industri. Pelabuhan ini juga digunakan sebagai tempat bongkar muat pelayaran rakyat muatan komoditi kebutuhan pokok. Jarak pelabuhan ini dengan rencana kegiatan berjarak sekitar + 1 km
c. Perikanan
Kegiatan perikanan di daerah perairan sekitar Pelabuhanratu meliputi usaha penangkapan ikan secara tradisional/bukan budidaya. Hasil perikanan di pesisir Palabuhanratu bertujuan subsisten yaitu untuk mencukupi kebutuhan sendiri dan dalam bentuk skala kecil. Sedangkan untuk penangkapan ikan oleh nelayan harus menempuh jarak jauh dari teluk Palabuhanratu.
d. PLTU
adanya operasional PLTU di Palabuhanratu yang mensuplai listrik Jawa Bali berada di sebelah barat dari lokasi pelabuhan yang akan dibangun. Kegiatan lalulintas kapal tongkang yang membawa batubara untuk operasional PLTU sudah disesuaikan dengan alur pelayaran Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Jarak antara lokasi PLTU dengan rencana kegiatan berjarak sekitar + 2 km
Hotel dan Penginapan
Sebagai daerah kunjungan wisata pantai, tidak lengkap kiranya apabila tidak ditunjang dengan adanya beberapa fasilitas pendukung wisata lainnya seperti hotel dan penginapan. Di Palabuhanratu terdapat banyak sekali hotel dan penginapan dengan fasilitas yang cukup baik, dilengkapi dengan area parkir yang luas dan berlokasi disekitar pantai. Jarak yang relatif dekat pantai ini membawa daya tarik tersendiri bagi pengunjung domestik maupun mancanegara. Beberapa Hotel yang berada di sekitar Palabuhan ratu diantaranya adalah : Inna Samudra Beach Hotel , Augusta Hotel, Pondok Dewata, Padi-padi Resort, Desa Resort, Ocean Queen Resort, Wisma Putera, Laut Kidul, Gunung Mulia, Karangnaya, Bukit Indah, Mahkota Pantai, Bunga Ayu, Witama, Batu Alam, Mahesa Indah, Wisma Sederhana, Karangsari, Simpang Pojok, Rengganis, Martha Indah, Karang Laut, Goa Lalay, Sindang Laut, Bukit Ratu, Pantai Mutiara, P Wisma Tenang, Mustika Ratu, Bumi Pasundan, Villa Pondok Kencana, Kumala Samudera Indah, Griya MM, Andreas, Daun daun, Alwina, Karang Hawu Permai, Kuda Laut, Villa Amanda Ratu, Bayu Amarta Resort, Bukit Indah Bungalows, Cleopatra Hotel, Di Desa Resort, Hotel Kumala Samudra Indah, Karangsari Hotel dan beberapa penginapan lain yang berada di kawasan wisata pantai Palabuhanratu. Hotel yang sangat berdekatan dengan lokasi kegiatan yaitu Hotel Karangsari yang akan terkena dampak langsung baik negatif pada saat konstruksi ataupun positif pada saat operasional.
Restoran, Rumah Makan dan Cafe
Fasilitas pendukung wisata pantai lainnya di Palabuhanratu berupa restoran, rumah makan dan Cafe yang dapat memanjakan lidah penikmat kuliner dengan ciri khas makanan berbahan dasar ikan laut, beberapa tempat makan yang menjadi rujukan turis domestik maupun mancanegara seperti : Ombak Tujuh Pub, Baraya Rumah Makan, Bundo Rumah Makan, Ratu Minang, Sanning Asih, Mirah Sari, Katineung Rasa, Puri Surya Rawakalong, Ratu Rasa Resto, RM. Cempaka Ratu dan rumah makan lainnya bernuansa makanan Cita rasa tradisional khas Jawa Barat.
Rumah Sakit dan Klinik
Fasilitas Kesehatan yang berada di Kelurahan Palabuhanratu berupa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Palabuhan Ratu yang terletak di Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 2. Selain RSUD ada pula Puskesmas dan Klinik yang terletak di Kecamatan Palabuhan Ratu.
Objek Wisata Pantai
Pantai Cimaja
Panorama pantai yang indah dan ombak yang besar membuat pantai ini menjadi tempat favorit bagi para peselancar. Banyak Surfer mancanegara yang datang ke Pantai Cimaja. Disini juga sering diadakan event surfing tingkat nasional. Panorama pantai yang indah dan ombak yang besar membuat pantai ini menjadi tempat favorit bagi para peselancar. Kontur pantai yang berbeda dengan pantai pada umumnya, menjadikan Pantai Cimaja sebagai objek wisata pantai sangat menarik untuk dikunjungi. Di sepanjang pantai berhiaskan bebatuan kali yang berbentuk bulat.
Hampir setiap akhir pekan, antara Jumat hingga Minggu kawasan pantai ini selalu dipenuhi oleh peselancar dari luar negeri maupun nasional. Tidak hanya masyarakat sekitar atau atlet asal Jakarta dan Bandung, tetapi juga ekspatriat yang bekerja di sejumlah kota besar di tanah air dan yang langsung datang dari luar negeri menjajal gelombang Cimaja ini. Hal ini pula yang menjadikan Cimaja mengantongi predikat Bali-nya Sukabumi.
Pantai Citepus
Pantai berpasir ini selalu ramai di kunjungi wisata lokal yang mencari kehangatan laut selatan. Pada saat tertentu, penduduk setempat melakukan penangkapan ikan-ikan kecil untuk di ternakan di sungai yang ada di sekitar kampung. Pantai Citepus menjadi tempat utama kalangan muda untuk menikmati suasana alam yang menakjubkan. Kondisi umumnya disekitar pantai Cimaja menampilkan ombak yang cukup tenang, aktivitas olah raga volley Ball, Sepak Bola sering terlihat di sore hari yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Palabuhan ratu.
Olah Raga Air
Surfing
Banyak para Surfer mancanegara yang datang ke Pantai ini. Di pantai ini juga sering diadakan event surfing tingkat nasional dan pro. Panorama pantai yang indah dan ombak yang besar membuat pantai ini menjadi tempat favorit bagi para peselancar. Kontur pantai yang berbeda dengan pantai pada umumnya, menjadikan Pantai Cimaja sebagai objek wisata pantai sangat menarik untuk dikunjungi. Di sepanjang pantai berhiaskan bebatuan kali yang berbentuk bulat. Hampir setiap akhir pekan, antara Jumat hingga Minggu kawasan pantai ini selalu dipenuhi oleh peselancar dari luar negeri maupun nasional.
Gambar 1 30. Peta Situasi Sekitar
1.4. Ringkasan Dampak Penting Hipotetik Yang Ditelaah
Pada bagian ini, diuraikan secara singkat mengenai dampak penting hipotetik (DPH) yang akan dikaji dalam dokumen Andal yang mengacu pada hasil pelingkupan dalam dokumen KA ANDAL. Berikut adalah Tabel 1.12 yang menyajikan uraian singkat mengenai DPH dan Gambar 1.31 s/d Gambar 1.33 yang menyajikan bagan alir tahapan kegiatan dan Gambar 1.34 bagan alir proses pelingkupan.
Tabel 1 12. Ringkasan Proses Pelingkupan dan Evaluasi Dampak Potensial
NO
DESKRIPSI RENCANA KEGIATAN YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN DAMPAK LINGKUNGAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN YANG SUDAH DIRENCANAKAN SEJAK AWAL SEBAGAI BAGIAN DARI RENCANA KEGIATAN
KOMPONEN LINGKUNGAN TERKENA DAMPAK
PELINGKUPAN
WILAYAH STUDI
BATAS WAKTU KAJIAN
DAMPAK POTENSIAL
EVALUASI DAN KRITERIA
DAMPAK PENTING HIPOTETIK (DPH)
APAKAH BEBAN TERHADAP KOMPONEN LINGKUNGAN TERSEBUT SUDAH TINGGI ?
APAKAH KOMPONEN LINGKUNGAN TERSEBUT MEMEGANG PERANAN PENTING DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI MASYARAKAT SEKITAR (NILAI SOSIAL-EKONOMI) DAN TERHADAP KOMPONEN LINGKUNGAN LAINNYA (NILAI EKOLOGIS) ?
APAKAH ADA KEKHAWATIRAN MASYARAKAT YANG TINGGI TENTANG KOMPONEN LINGKUNGAN TERSEBUT ?
APAKAH ADA KEBIJAKAN DAN/ ATAU PERATURAN YANG AKAN DILANGGAR DAN/ ATAU DILAMPAUI OLEH DAMPAK TERSEBUT ?
TAHAP PRA KONSTRUKSI
1
Survey lapangan & Perijinan
Tidak Ada
Sosial Budaya
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Keresahan di masyarakat antara lain terjadi akibat dari kekhawatiran terhadap proses survey lapangan dan perijinan yang akan menyangkut pembebasan lahan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga keresahan masyarakat dianggap dampak penting hipotetik.
Terdapat beberapa pedagang eksisting yang berdaganng di lokasi kegiatan (point 2)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Survey lapangan & Perijinan.
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
2
Pembebasan Lahan
Tidak Ada
Sosial Budaya
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Pada pelaksanaan pengadaan lahan, terutama keberatan terhadap hasil penetapan dan pemberian ganti kerugian diperkirakan akan dapat menyebabkan terjadinya persepsi negatif masyarakat terhadap proyek yang dapat mengganggu berjalannya proyek. Keresahan di masyarakat antara lain terjadi akibat dari kekhawatiran terhadap proses pembebasan lahan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga keresahan masyarakat dianggap dampak penting hipotetik.
Terdapat beberapa pedagang eksisting yang berdaganng di lokasi kegiatan (point 2)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Survey lapangan & Perijinan.
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Penurunan Pendapatan Masyarakat pedagang
Pada saat pembebasan lahan, pedagang-pedagang yang sebelumnya berjualan di lokasi kegiatan akan menutup usaha mereka untuk sementara yang akan menurunkan pendapatan masyarakat pedagang di lokasi kegiatan.
Terdapat beberapa pedagang eksisting yang berdaganng di lokasi kegiatan (point 2)
Terdapat kekhawatiran masyarakat pedagang lain yang berada di luar lokasi kegiatan (Point 3)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Di lokasi kegiatan yang merupakan Kelurahan Palabuhanratu
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Survey lapangan & Perijinan.
Tidak
Ya
Ya
Tidak
TAHAP KONSTRUKSI
1.
Mobilisasi Tenaga Kerja
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Timbulnya Peluang Kerja & Usaha
Penerimaan tenaga kerja untuk kegiatan tahap kontruksi berpotensi membuka kesempatan kerja dan berusaha secara langsung maupun tidak langsung sebagai multiplier effect dan akan mempengaruhi meningkatkan pendapatan penduduk. Peluang kerja yang diciptakan dari kegiatan mobilisasi tenaga kerja tahap konstruksi dengan Rencana kebutuhan tenaga kerja tahap kontruksi sekitar 73 orang. merupakan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan konstruksi (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap konstruksi (point 3)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu
6 bulan sesuai dengan lamanya Tahap mobilisasi tenaga kerja.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Peningkatan PendapatanTenaga Kerja
Pengadaan tenaga kerja non skill untuk kegiatan tahap kontruksi berpotensi akan mempengaruhi pendapatan penduduk secara langsung maupun tidak langsung sebagai multiplier effect. Apabila melihat jenis kegiatan konstruksi yang akan dilakukan, maka tenaga kerja yang tidak memerlukan keahlian khusus dapat dipenuhi dari masyarakat setempat. Sedangkan keberadaan tenaga kerja pendatang dan berbagai kebutuhan selama kegiatan akan membuka peluang berusaha bagi penduduk setempat. Dampak yang ditimbulkan adalah kesempatan kerja, karena terbukanya peluang kerja bagi masyarakat setempat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka. Dampak dapat dikatagorikan dampak penting hipotetik.
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan konstruksi (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap konstruksi (point 3)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu
6 bulan sesuai dengan lamanya Tahap mobilisasi tenaga kerja.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Peningkatan Pendapatan Pedagang
keberadaan tenaga kerja pendatang dan berbagai kebutuhan selama kegiatan akan membuka peluang berusaha bagi penduduk setempat. Dampak yang ditimbulkan adalah peningkatan pendapatan pedagang, karena kebutuhan untuk tenaga kerja luar akan di bantu oleh pedagang-pedagang di lokasi kegiatan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka. Dampak dapat dikatagorikan dampak penting hipotetik.
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan konstruksi (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap konstruksi (point 3)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu
6 bulan sesuai dengan lamanya Tahap mobilisasi tenaga kerja.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Ada
Sosial Budaya
Sikap dan Persepsi masyarakat
Sikap dan persepsi masyarakat akan timbul akibat tidak diprioritaskan tenaga kerja lokal, dan kegiatan kontruksi yang lokasinya berdekatan dengan permukiman penduduk. Dampak dikategorikan penting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan konstruksi (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap konstruksi (point 3)
Bukan dampak potenisal yang harus dikaji
TDPH
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu
6 bulan sesuai dengan lamanya Tahap mobilisasi tenaga kerja.
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak Ada
Sosial Budaya
Keresahan Masyarakat
Keresahan yang timbul di masyarakat akibat tidak diprioritaskan tenaga kerja lokal, dan kegiatan kontruksi yang lokasinya berdekatan dengan permukiman penduduk. Dampak dikategorikan penting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan konstruksi (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap konstruksi (point 3)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu
6 bulan sesuai dengan lamanya Tahap mobilisasi tenaga kerja.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
2
Mobilisasi Alat dan Bahan
Tidak Ada
Kimia Fisik
Penurunan Kualitas udara ambien
Kegiatan mobilisasi peralatan dan material konstruksi akan melibatkan berbagai perlatan berbahan bakar minyak seperti buldozer, excavator, backhoe, traktor dan truk, sehingga akan mengemisikan gas buang. Emisi gas buang akan menyebabkan penurunan kualitas udara akibat meningkatnya zat pencemar seperti SO2, NO2dan CO serta meningkatnya debu lokal akibat serpihan tanah yang tertiup angin.Kegiatan yang potensial yaitu menyebabkan peningkatan kandungan debu lokal khususnya pada musim kemarau, jalur pengangkutan yang melewati kawasan pemukiman penduduk. Oleh karena itu maka dampak dapat dikategorikan dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Berdasarkan pengamatan secara visual, tingginya aktivitas lalu lintas di sekitar lokasi akan mempengaruhi penurunan kualitas udara ambien
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Mobilisasi Alat dan Bahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Kimia Fisik
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Kegiatan mobilisasi peralatan dan material konstruksi, akan melibatkan berbagai perlatan seperti traktor, buldozer, excavator, backhoe, loader dan truk, sehingga akan meningkatkan intensitas kebisingan, terutama pada jalur pengangkutan yang melewati kawasan pemukiman penduduk. Peningkatan intensitas kebisingan dapat menyebabkan gangguan pendengaran jika terpapar dalam waktu yang cukup lama dan dalam kisaran bising diatas 70 dBA. Oleh karena itu maka dampak dapat dikategorikan dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan kebisingan di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan (point 4)
Berdasarkan pengamatan secara visual, tingginya aktivitas lalu lintas di sekitar lokasi akan mempengaruhi peningkatan kebisingan dimana daerah sekitar terdapat area permukiman
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Mobilisasi Alat dan Bahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Lalulintas
Peningkatan arus lalu lintas
Kegiatan mobilisasi alat berat dan kendaraan tersebut dilakukan karena material dan peralatan harus didatangkan dari luar lokasi kegiatan. Kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan dampak terhambatnya laju kendaraan dengan jumlah ritasi yang meningkat. Akibat meningkatnya lalu lintas karena kegiatan pengangkutan peralatan (ecavator, buldozer dsb) dan material yang menggunakan dump truck maka akan menyebabkan terjadinya gangguan lalu lintas.
Jalan yang dilalui merupakan jalan akses masyarakat sekitar dan juga pariwisata yang berkunjung ke Palabuhanratu (point 1)
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan arus lalulintas di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan adanya tonase pengangkutan material dan alat (point 4)
Akan terjadinya gangguan lalu lintas pada ruas jalan Kabupaten dan jalan local yang saat ini mempunyai kepadatan lalulintas cukup tinggi
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Mobilisasi Alat dan Bahan.
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Kondisi jalan/ prasana jalan
Peningkatan Kerusakan Jalan
Kondisi eksisting jalan menuju lokasi dalam keadaan cukup baik yaitu berupa jalan aspal dengan sedikit mengalami kerusakan karena dilalui oleh berbagai macam kendaraan berat. Karena kendaraan yang akan digunakan untuk alat dan material konstruksi adalah kendaraan dengan tonase (muatan sumbu terberat) 5 ton, tidak melebihi tonase maksimum jalan, akan tetapi mobilisasi alat dan bahan ini berlangsung cukup lama sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Jalan yang dilalui merupakan jalan akses masyarakat sekitar dan juga pariwisata yang berkunjung ke Palabuhanratu (point 1)
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan arus lalulintas di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan adanya tonase pengangkutan material dan alat (point 4)
Akan terjadinya kerusakan pada ruas jalan Kabupaten dan jalan lokal
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Mobilisasi Alat dan Bahan.
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Kesehatan Masyarakat
Peningkatan penyakit ISPA
Kegiatan mobilisasi peralatan dan material konstruksi akan melibatkan berbagai perlatan berbahan bakar minyak seperti buldozer, excavator, backhoe, traktor dan truk, sehingga akan mengemisikan gas buang. Emisi gas buang akan menyebabkan penurunan kualitas udara akibat meningkatnya zat pencemar seperti SO2, NO2dan CO serta meningkatnya debu lokal akibat serpihan tanah yang tertiup angin.Kegiatan yang potensial yaitu menyebabkan peningkatan kandungan debu lokal khususnya pada musim kemarau, jalur pengangkutan yang melewati kawasan pemukiman penduduk. Dengan demikian potensi untuk peningkatan penyakit ISPA. Oleh karena itu maka dampak dapat dikategorikan dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Kegiatan ini diduga berpotensi terhadap peningkatan jumlah emisi debu di udara ambien sehingga jika terhirup oleh masyarakat sekitar diduga dapat berpotensi terhadap peningkatan penyakit ISPA
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Mobilisasi Alat dan Bahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Budaya
Timbulnya sikap dan Persepsi masyarakat
Timbulnya sikap dan persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari adanya berbagai dampak dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material, sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan (point 4)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Mobilisasi Alat dan Bahan.
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak Ada
Sosial Budaya
Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat merupakan dampak turunan dari adanya berbagai dampak dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material, sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Mobilisasi Alat dan Bahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
3
Pematangan Lahan
Tidak Ada
Kimia Fisik
Penurunan Kualitas udara ambien
Kegiatan pematangan lahan dari lahan eksisting berupa areal pantai berpasir dan bukit, diperkirakan dapat menimbulkan penurunan kualitas udara ambient terutama dari resuspensi debu akibat kegiatan pematangan lahan. rencana pembangunan secara bertahap hingga 1 tahun mendatang dan akan dilakukan perataan sehingga menjadi lahan siap bangun. Penyiapan lahan tersebut akan dilakukan selama jam kerja dan menggunakan alat berat yang wajib lolos uji emisi dan layak operasi. Mengigat pematangan lahan dilakukan secara bertahap sesuai jam kerja dan diperkirakan debu dan emisi yang dihasilkan akan cukup banyak mempegaruhi kondisi disekitar kegiatan sehingga dampak tersebut perlu dikaji lebih lanjut dan merupakan dampak penting hipotetik.
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Kegiatan Pematangan Lahan diprakirakan dapat menimbulkan pengaruh pada kualitas udara ambien
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Kimia Fisik
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Kegiatan pematangan lahan dapat meningkatkan intensitas kebisingan, terutama dari debu mesin alat berat (buldozer dan backhoe) yang digunakan dalam pematangan lahan. Intensitas kebisingan akan timbul saat kendaraan/ alat berat dihidupkan dan digunakan untuk pemapasan dan pemadatan lahan. Jenis kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan mesin alat berat (buldozer dan backhoe). Perataan dengan menggunakan alat berat tersebut tidak secara terus menerus, tergantung lokasi yang diratakan. Kegiatan ini berlangsung selama jam kerja, sehingga intensitas kebisingan yang dihasilkan akan berpengaruh kepada pemukiman sekitar dan akan berada dibawah baku tingat bising yang diperyaratkan sehingga dampak peningkatan kebisingan akan dikaji lebih lanjut dan merupakan dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan kebisingan dilokasi kegiatan (point 3)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan (point 4)
Berdasarkan pengamatan secara visual, tingginya aktivitas kegiatan Pematangan Lahan di sekitar lokasi akan mempengaruhi peningkatan kebisingan dimana daerah sekitar terdapat area permukiman
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Tidak
Ya
ya
Ya
Tidak Ada
Kimia Fisik
Peningkatan Air Larian
Kegiatan pematangan lahan akan merubah kondisi fisik lahan yang semula merupakan lahan bersemak dan dapat meresapkan air menjadi lahan yang diperkeras/dipadatkan akan menimbulkan bangkitan air limpasan permukaan. Lahan yang terpadatkan secara tidak langsung menutup ruang antar butir tanah sehingga mempersempit aliran air yang meresap ke dalam tanah, dan menjadi bangkitan air limpasan permukaan. Bersamaan dengan terbentuknya bangkitan air limpasan permukaan akan menggerus dan mengikis permukaan lahan sehingga material tanah yang tersuspensi dan terhanyutkan bersamaan dengan mengalirnya air limpasan tersebut selanjutnya akan masuk ke badan air penerima yaitu laut Teluk Pelabuhanratu di sekitar Citepus. Sedimen lumpur yang masuk ke badan laut ini akan terurai di bawah gelombang dan arus laut yang cukup kuat selanjutnya akan terendapkan di tempat tertentu dan bergantung pada arah arus pantai "longshore current" di pantai Citepus.
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Didasarkan hasil evaluasi, bangkitan run off dan sedimen tersuspensi akibat kegiatan pematangan lahan tahap kontruksi bersifat lokal, tetapi dengan pengelolaan.
Tidak Dampak Penting Hipotetik/TDPH.
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Ada
Kimia Fisik
Penurunan kualitas air laut
Dampak kegiatan pematangan lahan akan menghasilkan angkutan lumpur (sedimen) yang terbawa air limpasan permukaan selanjutnya masuk ke badan air penerima yaitu ke laut Teluk Pelabuhanratu sekitar Citepus yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan kualitas air laut. Mengingat cukup besarnya gelombang laut di pantai Citepus, maka material halus yang tersuspensi ini masuk ke perairan laut ini akan terurai dan terbawa gelombang arus (longshore current) hingga di tempat tertentu atau tidak terendapkan di sekitar dekat tapak proyek. Dengan demikian penurunan kualitas air laut akibat pelumpuran yang terbawa air limpasan dengan adanya pengelolaan dengan cara "sedimen trap" tidak terlalu signifikan
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah cukup tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Hasil evaluasi, dampak kegiatan pematangan lahan tahap kontruksi pada pembangunan PLPR memberikan dampak yang bersifat lokal.
Tidak Dampak Penting Hipotetik/TDPH.
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak Ada
Kimia Fisik
Peningkatan sedimentasi
Dampak dari kegiatan pematangan lahan yaitu berubahnya tekstur tanah dimana kondisi asalnya adalah areal pesisir pantai dengan beberapa pohon peneduh menjadi lahan kosong yang dipadatkan. peningkatan laju air larian (Air Larian) dan berkurangnya laju infiltrasi karena berkurangnya water catchment area yang mampu menahan air/proses peresapan. Kegiatan tersebut dapat membawa sedimen yang berasal dari pematangan lahan dilokasi kegiatan. Dengan demikian peningkatan sedimenatsi akan dikaji lebih lanjut dan merupakan dampak penting hipotetik.
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Biologi
Gangguan Terhadap Plankton, Benthos dan Nekton
Gangguan terhadap biota akuatik timbul karena adanya pematangan lahan yang menyebabkan penurunan kualitas air laut dan sedimentasi dan menyebabkan dampak turunan yaitu terganggunya plankton, benthos dan nekton akibat habitat mereka yang berkurang kualitasnya, sehingga hal tersebut termasuk dampak penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
penetrasi sinar matahari ke lingkungan ekosistem laut yang berdampak kepada terganggunya proses fotosintesis pada organisme tingkat produsen yang ada di laut seperti plankton sehingga diduga berpotensi dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam rantai makanan
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Kesehatan Masyarakat
Peningkatan penyakit ISPA
Kegiatan konstruksi yang akan melibatkan berbagai peralatan berbahan bakar minyak akan mengemisikan gas buang, yang akan menyebabkan penurunan kualitas udara. Selain itu operasional peralatan tersebut akan berdampak kepada peningkatan kebisingan terutama untuk kendaraan yang jalur pengangkutannya melewati kawasan pemukiman penduduk. sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Kegiatan ini diduga berpotensi terhadap peningkatan jumlah emisi debu di udara ambien sehingga jika terhirup oleh masyarakat sekitar diduga dapat berpotensi terhadap peningkatan penyakit ISPA
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
Kegiatan Pembukaan dan penyiapan lahan berupa kegiatan pembersihan semak belukar maupun pepohonan penutup, kegiatan ini biasa dilakukan secara manual maupun mempergunakan peralatan seperti halnya bulldozer, beberapa peralatan berat mempunyai intensitas getaran maupun bunyi yang sangat tinggi sehingga meningkatkan intensitas kebisingan. Ditambah dengan meningkatnya konstruksi diperkirakan akan berdampak pada penurunan kualitas udara. Dampak tersebut akan mengurangi kenyamanan pengunjung yang berdampak pada penurunan kunjungan tamu hotel. sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Budaya
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat merupakan dampak turunan dari adanya berbagai aktivitas kegiatan pematangan lahan, sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
Kegiatan pematangan lahan memungkinkan terjadi peningkatan kebisingan dan juga penurunan kualitas air laut yang akan menyebabkan gangguan terhadap aktifitas pariwisata pesisir. sehingga hal tersebut termasuk dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pematangan Lahan.
Tidak
Ya
Ya
Ya
6
Pembangunan Fasilitas Laut
Tidak Ada
Kimia Fisik
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Kegiatan pembangunan fasilitaslaut akan melibatkan berbagai perlatan berat untuk pemasangan tiang pancang, sehingga akan meningkatkan intensitas kebisingan, terutama pada lokasi kegiatan yang dekat dengan kawasan pemukiman penduduk. Peningkatan intensitas kebisingan dapat menyebabkan gangguan pendengaran jika terpapar dalam waktu yang cukup lama dan dalam kisaran bising diatas 70 dBA. Oleh karena itu maka dampak dapat dikategorikan dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan kebisingan dilokasi kegiatan (point 3)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan (point 4)
Kegiatan pekerjaan pondasi akan meningkatkan kebisingan
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas laut
Tidak
Ya
ya
Ya
Tidak ada
Kimia Fisik
Penurunan kualitas air Laut
Pembangunan fasilitas laut terutama pengerukan menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas air laut. Sehingga dampaknya dapat dikategorikan ke dalam dampak penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Kimia Fisik
Peningkatan Sedimentasi
Pembangunan fasilitas laut terutama pengerukan menimbulkan dampak terhadap peningkatan sedimen pada saat pembuangan sedimen hasil kerukan yang berasal dari pembangunan fasilitas laut. Sehingga dampaknya dapat dikategorikan ke dalam dampak penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Budaya
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat merupakan dampak turunan dari adanya berbagai dampak dari kegiatan pembangunan fasilitas laut, sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Biologi
Gangguan Palnkton, Benthos dan Nekton
Gangguan terhadap biota akuatik timbul karena adanya pembangunan fasilitas laut yang menyebabkan penurunan kualitas air laut dan sedimentasi dan menyebabkan dampak turunan yaitu terganggunya plankton, benthos dan nekton akibat habitat mereka yang berkurang kualitasnya, sehingga hal tersebut termasuk dampak penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Penurunan Pendapatan Nelayan
Kegiatan pematangan lahan dan pemancangan tiang pancang maupun pengerukan alur pelayaran memungkinkan terjadi peningkatan kekeruhan maupun total suspended Solid, peningkatan beberapa indikator diatas memungkinkan terjadinya gangguan pada ekosistem biota air yaitu plankton, benthos dan nekton. Gangguan biota air akan berpengaruh kepada penurunan pendapatan nelayan yang ada di lokasi kegiatan. sehingga hal tersebut termasuk dampak penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
Kegiatan pembangunan fasilitas laut meliputi pemancangan tiang pancang maupun pengerukan alur pelayaran memungkinkan terjadi peningkatan kebisingan dan juga penurunan kualitas air laut yang akan menyebabkan gangguan terhadap aktifitas pariwisata pesisir. sehingga hal tersebut termasuk dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas laut
Tidak
Ya
Ya
Ya
7.
Pembangunan Fasilitas Darat
Tidak Ada
Kimia Fisik
Penurunan Kualitas udara ambien
Kegiatan pembangunan fasilitas darat akan melibatkan berbagai perlatan berbahan bakar minyak seperti buldozer, excavator, backhoe, traktor dan truk, sehingga akan mengemisikan gas buang. Emisi gas buang akan menyebabkan penurunan kualitas udara akibat meningkatnya zat pencemar seperti SO2, NO2 dan CO serta meningkatnya debu lokal akibat serpihan tanah yang tertiup angin.Kegiatan yang potensial yaitu menyebabkan peningkatan kandungan debu lokal khususnya pada musim kemarau. Oleh karena itu maka dampak dapat dikategorikan dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Kegiatan konstruksi jalan tol diprakirakan dapat menimbulkan pengaruh pada kualitas udara ambien
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas darat
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Kimia Fisik
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Kegiatan pembangunan fasilitas darat akan melibatkan berbagai perlatan seperti traktor, buldozer, excavator, backhoe, loader dan truk, sehingga akan meningkatkan intensitas kebisingan, terutama pada lokasi kegiatan yang dekat dengan kawasan pemukiman penduduk. Peningkatan intensitas kebisingan dapat menyebabkan gangguan pendengaran jika terpapar dalam waktu yang cukup lama dan dalam kisaran bising diatas 70 dBA. Oleh karena itu maka dampak dapat dikategorikan dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan kebisingan dilokasi kegiatan (point 3)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan (point 4)
Kegiatan pembangunan fasilitas darat akan meningkatkan kebisingan
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas darat
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Budaya
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat merupakan dampak turunan dari adanya berbagai aktivitas kegiatan seperti pembangunan fasilitas darat, sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas darat
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Kesehatan Masyarakat
Peningkatan penyakit ISPA
Kegiatan konstruksi yang akan melibatkan berbagai peralatan berbahan bakar minyak akan mengemisikan gas buang, yang akan menyebabkan penurunan kualitas udara.Selain itu operasional peralatan tersebut akan berdampak kepada peningkatan kebisingan terutama untuk kendaraan yang jalur pengangkutannya melewati kawasan pemukiman penduduk. sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Kegiatan ini diduga berpotensi terhadap peningkatan jumlah emisi debu di udara ambien sehingga jika terhirup oleh masyarakat sekitar diduga dapat berpotensi terhadap peningkatan penyakit ISPA
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas darat
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
Kegiatan Pembukaan dan penyiapan lahan berupa kegiatan pembersihan semak belukar maupun pepohonan penutup, kegiatan ini biasa dilakukan secara manual maupun mempergunakan peralatan seperti halnya bulldozer, beberapa peralatan berat mempunyai intensitas getaran maupun bunyi yang sangat tinggi sehingga meningkatkan intensitas kebisingan. Ditambah dengan meningkatnya konstruksi diperkirakan akan berdampak pada penurunan kualitas udara. Dampak tersebut akan mengurangi kenyamanan pengunjung yang berdampak pada penurunan kunjungan tamu hotel. sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas darat
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Sosial Ekonomi
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
Kegiatan pembangunan fasilitas darat meliputi pembangunan gedung, ruang tunggu, pertokoan, kantin, rumah dinas, masjid dan sarana prasarana lainnya yang memungkinkan terjadi peningkatan kebisingan dan juga penurunan kualitas air laut yang akan menyebabkan gangguan terhadap aktifitas pariwisata pesisir. sehingga hal tersebut termasuk dampak penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potenisal yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap Pembangunan fasilitas darat
Tidak
Ya
Ya
Ya
TAHAP OPERASIONAL
1
Operasional Fasilitas Darat
Tidak Ada
Kimia Fisik
Penurunan Kualitas Air Tanah
Gangguan kualitas air tanah diakibatkan adanya operasional pelabuhan terutama adanya intrusi air laut akibat abrasi pantai dari perubahan arus air laut. sehingga dampak merupakan penting hipotetik.
Adanya kekhawatiran masyarakat pada saat konsultasi publik mengenai penurunan kualitas air tanah (point 3)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak Ada
Masyarakat
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat berasal dari adanya kekhawatiran masyarakat terhadap operasional pelabuhan yang dapat mengurangi tangkapan ikan mereka. Selain itu adanya penerimaan tenaga kerja diluar daerah mereka, sehingga dampak dapatdikategorikan penting hipotetik
Adanya kekhawatiran masyarakat pada saat konsultasi publik mengenai penurunan kualitas lingkungan (point 3)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak Ada
Lalulintas
Peningkatan Arus Lalulintas
Bertambahnya jumlah kendaraan yang melalui jalan esksiting yang berasal dari kegiatan pelabuhan danjuga lalu lalang kendaraan pemeliharaan pelabuhan. Kondisi eksisting jalan menuju lokasi dalam keadaan cukup baik yaitu berupa jalan aspal dengan sedikit mengalami kerusakan karena dilalui oleh berbagai macam kendaraan berat. Karena kendaraan yang akan digunakan untuk operasional pelabuhan adalah kendaraan dengan tonase (muatan sumbu terberat) 5 ton, tidak melebihi tonase maksimum jalan, akan tetapi operasional akan dilakukan oleh pengunjung dan juga yang memanfaatkan pelabuhan dengan berbagai jenis kendaraan dengan tonse yang berbeda dan ini berlangsung cukup lama sehingga dampak dikategorikan penting hipotetik
Jalan yang dilalui merupakan jalan akses masyarakat sekitar dan juga pariwisata yang berkunjung ke Palabuhanratu (point 1)
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan arus lalulintas di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan adanya tonase pengangkutan material dan alat (point 4)
Merupakan dampak poetnsial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Ada
Masyarakat
Timbulnya Peluang Kerja dan berusaha
Dampak kesempatan kerja dan usaha diidentifikasi sebagai dampak potensial dari kegiatan tahap operasional. Kebutuhan tenaga kerja saat operasional sekitar 35 orang, akan tetapi peluang untuk berusaha disekitar pelabuhan sangat terbuka, sehingga dampak merupakanpenting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan operasional (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap operasional (point 3)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Ada
Pendapatan Masyarakat
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Dampak kesempatan kerja dan usaha diidentifikasi sebagai dampak potensial dari kegiatan tahap operasional. Kebutuhan tenaga kerja saat operasional sekitar 35 orang. Dengan beroperasinya Pelabuhan Laut Pengumpan Regional (fasilitas darat dan laut) diperkirakan mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan usaha bagi masyarakat sekitar. Dengan terciptanya lapangan pekerjaan dan juga pengunjung pelabuhan yang tinggi akan meningkatkan pendapatan pedagang dan pendapatan tenaga kerja. akan tetapi peluang untuk berusaha disekitar pelabuhan sangat terbuka, sehingga dampak merupakan penting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan operasional (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap operasional (point 3)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Ada
Pendapatan Masyarakat
Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja
Pada tahap operasional pelabuhan memerlukan tenaga kerja sekitar 35 orang dan terbukanya kesempatan berusaha untuk masyarakat sekitar sehingga dampak merupakan penting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan operasional (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap operasional (point 3)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak Ada
Soaial Ekonomi
Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel
Dengan beroperasinya Pelabuhan Laut Pengumpan Regional (fasilitas darat dan laut) diperkirakan mampu meningkatkan kunjungan tamu hotel yang berasal dari mobilisasi penumpang dan juga pengguna pelabuhan. sehingga dampak merupakan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Kesehatan Masyarakat
Peningkatan penyakit ISPA
Jarak permukiman dan juga lokasi pariwisata yang letak lokasi kegiatan relatif dekat sehingga dapat dikategorikan penting hipotetik
Banyaknya masyarakat yang beraktifitas di lokasi kegiatan dan juga jalur pengangkutan material (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu di jalan dan dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas darat
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
2.
Operasional Fasilitas Laut
Tidak ada
Kimia Fisik
Penurunan Kualitas Air Laut
Penurunan kualitas air lautdengan beroperasinya pelabuhan dapat terjadi akibat adanya aktivitas kapal dan manusia yang dapat menimbulkan limbah terhadap perairan. Dampak berlangsung lama dan dapat berakumulatif selama pelabuhan beroperasi, sehingga dampaknya dapat dikategorikan ke dalam dampak negatif penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Kimia Fisik
Peningkatan Sedimenatsi dan Abrasi
Penurunan kualitas air lautdengan beroperasinya pelabuhan dapat terjadi akibat adanya aktivitas kapal dan manusia yang dapat menimbulkan limbah terhadap perairan. Dampak berlangsung lama dan dapat berakumulatif selama pelabuhan beroperasi, sehingga dampaknya dapat dikategorikan ke dalam dampak negatif penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Masyarakat
Peluang Kerja dan Berusaha
Dampak kesempatan kerja dan usaha diidentifikasi sebagai dampak potensial dari kegiatan tahap operasional. Kebutuhan tenaga kerja saat operasional sekitar 35 orang, akan tetapi peluang untuk berusaha disekitar pelabuhan sangat terbuka, sehingga dampak merupakanpenting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan operasional (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap operasional (point 3)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak ada
Sosial Ekonomi
Penurunan Pendapatan Nelayan
Beroperasinya fasilitas laut diidentifikasi menimbulkan dampak potensial Gangguan terhadap biota air (Plankton, benthos dan nekton), hal itu dimungkinkan terjadi sebagai akibat dari tumpahan dari sampah maupun bahan bakar yang digunakan oleh kapal kapal yang beraktivitas maupun berlabuh di areal pelabuhan. Dengan terganggunya biota air akan menimbulkan damapk lanjutan yaitu penurunan pendapatan nelayan di lokasi kegiatan. sehingga dampak merupakanpenting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak ada
Sosial Ekonomi
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Dengan beroperasinya Pelabuhan Laut Pengumpan Regional (fasilitas darat dan laut) diperkirakan mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan usaha bagi masyarakat sekitar. Dengan terciptanya lapangan pekerjaan dan juga pengunjung pelabuhan yang tinggi akan meningkatkan pendapatan pedagang. sehingga dampak merupakan penting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan operasional (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap operasional (point 3)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak ada
Pendapatan Masyarakat
Peningkatan Tenaga Kerja
Pada tahap operasional pelabuhan memerlukan tenaga kerja sekitar 35 orang dan terbukanya kesempatan berusaha untuk masyarakat sekitar sehingga dampak merupakan penting hipotetik
Jumlah masyarakat Kelurahan Palabuhanratu sebanyak 32.897 orang dan yang bermatapencaharian sebanyak 13.792, berarti masyarakat yang menganggur sebanyak 19. 105 orang yang bisa dilibatkan dalam kegiatan operasional (point 1)
Banyaknya masyarakat yang cukup tertarik untuk ikut bekerja dalam tahap operasional (point 3)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak ada
Sosial Ekonomi
Peningkatan Kunjungan Hotel
Dengan beroperasinya Pelabuhan Laut Pengumpan Regional (fasilitas darat dan laut) diperkirakan mampu meningkatkan kunjungan tamu hotel yang berasal dari mobilisasi penumpang dan juga pengguna pelabuhan. sehingga dampak merupakan penting hipotetik
anyaknya masyarakat yang beraktifitas khususnya aktifitas hotel di lokasi kegiatan (point 2)
Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap peningkatan debu dilokasi kegiatan (point 3)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Biologi
Gangguan Terhadap Plankton, Benthos dan Nekton
Gangguan terhadap biota akuatik timbul karena adanya operasional fasilitas laut yang menyebabkan penurunan kualitas air laut dan sedimentasi dan menyebabkan dampak turunan yaitu terganggunya plankton, benthos dan nekton akibat habitat mereka yang berkurang kualitasnya, sehingga hal tersebut termasuk dampak penting hipotetik
Pencemaran terhadap perairan dilokasi kegiatan sudah tinggi oleh adanya kegiatan eksisting di sekitar lokasi kegiatan (point 1)
Perairan pantai yang berada di lokasi kegaitan masih banyak nelayan yang memanfaatkan pantai tersebut sebagai matapencaharian meraka (point 2)
Masyarakat nelayan khawatir akan adanya penurunan pendapatan mereka selama terjadinya pencemaran (point 3)
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut (point 4)
Merupakan dampak potensial yang harus dikaji
DPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak ada
Sosial Budaya
Munculnya Keresahan Masyarakat
Keresahan masyarakat berasal dari adanya kekhawatiran masyarakat terhadap operasional pelabuhan yang dapat mengurangi tangkapan ikan mereka. Selain itu adanya penerimaan tenaga kerja diluar daerah mereka, sehingga dampak dapat dikategorikan penting hipotetik
Adanya kekhawatiran masyarakat pada saat konsultasi publik mengenai penurunan kualitas lingkungan (point 3)
Bukan dampak potensial yang harus dikaji
TDPH
Dilokasi kegiatan dan Kelurahan Palabuhanratu secara umum
1 Tahun sesuai dengan lamanya Tahap operasional fasilitas laut
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Gambar 1 31. Diagram Alir Tahap Pra Konstruksi
Gambar 1 32. Diagram Alir Tahap Konstruksi (1)
Gambar 1 33. Diagram Alir Tahap Konstruksi (2)
Gambar 1 34. Diagram Alir Tahap Operasional
Gambar 1 35DAMPAK PENTING HIPOTETIKPra-KonstruksiTimbulnya Keresahan MasyarakatPenurunan Pendapatan PedagangKonstruksi Penurunan kualitas udara Ambien peningkatan intensitas kebisingan Peningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusaha Penurunan kualitas air Laut Peningkatan Sedimentasi Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja Peningkatan Pendapatan Pedagang Penurunan Kunjungan Tamu Hotel Peningkatan Morbiditas Penyakit Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton Penurunan Pendapatan Nelayan Timbulnya Keresahan Masyarakat Penurunan Kualitas Jalan Peningkatan Arus lalulintas Peningkatan Air Larian Gangguan Aktifitas Pariwisata PesisirOperasional Peningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusaha Penurunan kualitas air Laut Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi Peningkatan Pendapatan Pedagang Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton Peningkatan Arus lalulintas Penurunan Kuantitas Air TanahDAMPAK POTENSIAL1. Pra konstruksi Timbulnya Keresahan Masyarakat Penurunan Pendapatan Pedagang2. KonstruksiPenurunan kualitas udara Ambienpeningkatan intensitas kebisinganPeningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusaha Penurunan kualitas air Laut Peningkatan Sedimentasi Timbulnya Sikap dan Persepsi Masyarakat Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja Peningkatan Pendapatan PedagangPenurunan Kunjungan Tamu HotelPeningkatan Morbiditas PenyakitTerganggunya Plankton, Benthos dan NektonTimbulnya Keresahan MasyarakatPenurunan Kualitas JalanPeningkatan Arus lalulintasPeningkatan Air LarianPenurunan Pendapatan NelayanGangguan Aktifitas Pesisir OperasionalTimbulnya Sikap dan Persepsi MasyarakatPeningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusahaPenurunan kualitas air Laut Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi Penurunan Kualitas Air Tanah Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel Kuantitas Air Tanah Peningkatan Pendapatan Pedagang Peningkatan Pendapatan Tenaga KerjaPenurunan Pendapatan NelayanTerganggunya Plankton, Benthos dan NektonTimbulnya Keresahan Masyarakat Penurunan Kualitas Jalan Peningkatan Arus lalulintas Peningkatan Morbiditas penyakit. Bagan Alir Proses Pelingkupan Dampak Penting Hipotetik Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan RegionalTIPOLOGI KEGIATAN: Prakonstruksi Survey Lapangan dan Perizinan Pembebasan Lahan Konstruksi Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi Mobilisasi alat dan material Pematangan Lahan Pembangunan Fasilitas Laut Pembangunan Fasilitas Darat Operasional Operasional Fasilitas Darat Operasional Fasilitas Laut
DAMPAK PENTING HIPOTETIK
Pra-Konstruksi
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Penurunan Pendapatan Pedagang
Konstruksi
Penurunan kualitas udara Ambien
peningkatan intensitas kebisingan
Peningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusaha
Penurunan kualitas air Laut
Peningkatan Sedimentasi
Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
Peningkatan Morbiditas Penyakit
Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton
Penurunan Pendapatan Nelayan
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Penurunan Kualitas Jalan
Peningkatan Arus lalulintas
Peningkatan Air Larian
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
Operasional
Peningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusaha
Penurunan kualitas air Laut
Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja
Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel
Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton
Peningkatan Arus lalulintas
Penurunan Kuantitas Air Tanah
DAMPAK POTENSIAL
1. Pra konstruksi
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Penurunan Pendapatan Pedagang
2. Konstruksi
Penurunan kualitas udara Ambien
peningkatan intensitas kebisingan
Peningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusaha
Penurunan kualitas air Laut
Peningkatan Sedimentasi
Timbulnya Sikap dan Persepsi Masyarakat
Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
Peningkatan Morbiditas Penyakit
Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Penurunan Kualitas Jalan
Peningkatan Arus lalulintas
Peningkatan Air Larian
Penurunan Pendapatan Nelayan
Gangguan Aktifitas Pesisir
Operasional
Timbulnya Sikap dan Persepsi Masyarakat
Peningkatan kesempatan kerja & kesempatan berusaha
Penurunan kualitas air Laut
Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi
Penurunan Kualitas Air Tanah
Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel
Kuantitas Air Tanah
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja
Penurunan Pendapatan Nelayan
Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Penurunan Kualitas Jalan
Peningkatan Arus lalulintas
Peningkatan Morbiditas penyakit
TIPOLOGI KEGIATAN:
Prakonstruksi
Survey Lapangan dan Perizinan
Pembebasan Lahan
Konstruksi
Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
Mobilisasi alat dan material
Pematangan Lahan
Pembangunan Fasilitas Laut
Pembangunan Fasilitas Darat
Operasional
Operasional Fasilitas Darat
Operasional Fasilitas Laut
TIPOLOGI LINGKUNGAN: GeoFisik-Kimia Kualitas Udara Kebisingan Bentang Alam Sedimentasi Kualitas Air Laut Kualitas Air Tanah Tata Ruang, Transportasi Tata Guna Lahan Sistem Transportasi Biologi Plankton, Benthos dan Nekton Sosekbud Mobilitas Penduduk Mata Pencaharian Kondisi Sosek Persepsi Masyarakat Keamanan & Ketertiban Kesehatan Masyarakat Gangguan KesehatanSumber Data PemrakarsaRENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN LAUT PENGUMPAN REGIONAL PALABUHANRATUInput Informasi DataIDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIALDengan : Matriks Identifikasi,Check-list,Overlay,dllDengan : Profesional judgement,stakeholders,BML.Konsultasi MasyarakatSaran, pendapat & tanggapan Masyarakat (stakeholders)Data SekunderPemda setempatInstansi terkaitObservasi PendahuluanObservasi terhadap rencana kegiatan
TIPOLOGI LINGKUNGAN:
GeoFisik-Kimia
Kualitas Udara
Kebisingan
Bentang Alam
Sedimentasi
Kualitas Air Laut
Kualitas Air Tanah
Tata Ruang, Transportasi
Tata Guna Lahan
Sistem Transportasi
Biologi
Plankton, Benthos dan Nekton
Sosekbud
Mobilitas Penduduk
Mata Pencaharian
Kondisi Sosek
Persepsi Masyarakat
Keamanan & Ketertiban
Kesehatan Masyarakat
Gangguan Kesehatan
Sumber Data Pemrakarsa
RENCANA PEMBANGUNAN PELABUHAN LAUT PENGUMPAN REGIONAL PALABUHANRATU
Input Informasi Data
IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL
Dengan : Matriks Identifikasi,Check-list,Overlay,dll
Dengan : Profesional judgement,stakeholders,BML.
Konsultasi Masyarakat
Saran, pendapat & tanggapan Masyarakat (stakeholders)
Data Sekunder
Pemda setempat
Instansi terkait
Observasi Pendahuluan
Observasi terhadap rencana kegiatan
EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
1.5. Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
1.5.1. Batas Wilayah Studi
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi ANDAL sesuai hasil pelingkupan dampak penting dan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya, waktu dan tenaga, serta saran dan pendapat dan tanggapan dari masyarakat yang berkepentingan. Batas wilayah studi untuk studi AMDAL Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional meliputi :
Batas Proyek
Batas proyek adalah ruang di mana kegiatan pembangunan proyek dari mulai tahap pra-konstruksi, konstruksi dan operasi berada yaitu pada lahan seluas seluas + 15,13 Ha di lokasi tapak proyek pembangunan Pelabuhan Sukabumi yang terletak di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.
Batas Ekologis
Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan menurut media transportasi limbah (air, tanah dan udara) dimana proses alami yang berlangsung di dalam ruang di sekitar kegiatan diperkirakan akan mengalami perubahan yang mendasar.
Pada dasarnya batas ekologis ditentukan berdasarkan dampak penting hipotetik terutama berdasarkan pada pendekatan media air laut. Batas ekologis melalui media air adalah penyebaran TSS dan tingkat kekeruhan yang diakibatkan oleh kegiatan dreging atau pengerukan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Palabuhanratu Kab. Sukabumi, mengingat kecepatan arus yang relatif kecil yaitu sebesar 0,59-0,294 m/s menuju barat daya pada saat Purnama dan 0,015-0,186 m/s menuju tenggara pada saat perbani, maka batas ekologis ditentukan sejauh 500 meter.
Batas Sosial
Batas sosial adalah suatu ruang gerak tempat berlangsungnya suatu kegiatan dan interaksi sosial. Di dalam ruang tersebut terdapat berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai-nilai tertentu yang sudah mapan. Di sekitar rencana kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, merupakan tempat berlangsungnya proses sosial, yang diakibatkan oleh dinamika sosial suatu kelompok masyarakat yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar akibat dari rencana kegiatan. Wilayah yang diprakirakan mengalami perubahan adalah daerah sekitar tapak proyek yaitu Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi secara umum.
Batas Administrasi
Batas administrasi adalah batas ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.
Batas Wilayah Studi
Batas wilayah studi merupakan penggabungan dan resultante dari keempat batas di atas sehingga diperoleh resultante batas terluar yang merupakan batas wilayah studi. Batas wilayah studi Rencana Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional disajikan pada Gambar 1.36.
1.5.2. Batas Waktu Kajian
Lingkup batasan waktu kajian ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batasan waktu pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan. Batasan waktu kajian adalah batas waktu kajian yang akan digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi dampak dalam kajian ANDAL. Batas waktu tersebut minimal dilakukan selama umur rencana usaha dan/atau kegiatan berlangsung. Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
Batas waktu kajian ditentukan tidak lebih dari 5 tahun dengan pertimbangan dalam kurun waktu tersebut tidak ada perubahan oleh sebab lain selain Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, sedangkan batas waktu kajian untuk masing-masing dampak adalah sebagai berikut :
Tabel 1 13. Batas Waktu Kajian
No
DAMPAK PENTING HIPOTETIK
BATAS WAKTU KAJIAN
ALASAN
I
TAHAP PRAKONSTRUKSI
1
Timbulnya Keresahan Masyarakat
1 tahun
Tahap pra-konstruksi berlangsung selama 1 tahun, dan perkembangan masyarakat setelah tahapan tersebut bisa berubah oleh sumber-sumber lain.
2
Penurunan Pendapatan Pedagang
1 tahun
Tahap pra-konstruksi berlangsung selama 1 tahun, dan perkembangan masyarakat setelah tahapan tersebut bisa berubah oleh sumber-sumber lain.
II
TAHAP KONSTRUKSI
1
Penurunan Kualitas Udara Ambien
1 tahun
Selama satu tahun tahap konstruksi diasumsikan kontribusi pencemaran udara dan debu bersumber dari kegiatan konstruksi (mobilisasi alat dan bahan).dapat menyebabkan penurunan kualitas udara ambien. Namun setelah kegiatan mobilisasi alat dan material selesai, perkembangan jumlah kendaraan sebagai salah satu penyumbang pencemaran udara setelah waktu tersebut sulit untuk diprediksi.
2
Peningkatan Intensitas Kebisingan
1 tahun
Sumber peningkatan kebisingan berasal dari kegiatan mobilisasi alat dan material, dan pembangunan sarana dan prasaran, kegiatan ini berlangsung selama 1 tahun, setelah kegiatan selesai tingkat kebisingan diperkirakan akan menurun hingga sama dengan rona lingkungan.
3
Penurunan Kualitas Air Laut
1 tahun
Model akan disimulasi untuk kondisi hidrooseanografi selama 15 hari dari kegiatan pengerukan alur pelayaran. Sebagai dampak turunan dari kegiatan pengerukan tersebut adalah peningkatan kandungan TSS di perairan sekitar, maka dampak berupa peningkatan kekeruhan diprediksikan selama kegiatan pengerukan dilaksanakan.
4
Peningkatan Sedimentasi
1 tahun
Model akan disimulasi untuk kondisi hidrooseanografi selama 15 hari dari kegiatan pengerukan alur pelayaran. Sebagai dampak turunan dari kegiatan pengerukan tersebut adalah peningkatan kandungan TSS di perairan sekitar, maka dampak berupa peningkatan kekeruhan diprediksikan selama kegiatan pengerukan dilaksanakan.
5
Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton
1 tahun
Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton dipengaruhi oleh kegiatan pembangunan dermaga, dimana kegiatan ini berlangsung selama 1 tahun.
6
Peningkatan Morbiditas Penyakit
1 tahun
Selama satu tahun tahap konstruksi diasumsikan kontribusi pencemaran udara dan debu bersumber dari kegiatan konstruksi (mobilisasi alat dan bahan)dapat menyebabkan dampak turunan Peningkatan Morbiditas Penyakit. Namun setelah kegiatan mobilisasi alat dan material selesai, perkembangan jumlah kendaraan sebagai salah satu penyumbang pencemaran udara setelah waktu tersebut sulit untuk diprediksi.
7
Kesempatan kerja dan usaha
1 tahun
Kesempatan untuk bekerja di Proyek, dampaknya dibatasi hingga 1 tahun sejak dimulainya konstruksi, dengan asumsi dalam kurun waktu tersebut belum ada kegiatan lain yang menyerap banyak tenaga kerja.
Dampak terhadap kesempatan berusahan dibatasi hingga 1 tahun sejak dimulainya konstruksi dengan asumsi dalam kurun waktu tersebut belum ada kegiatan lain yang dapat membuka usaha baru
8
Peningkatan pendapatan Tenaga Kerja
1 tahun
Peningkatan pendapatan timbul akibat adanya keterlibatan masyarakat pada saat konstruksi berlangsung. Dampak peningkatan pendapatan hanya bersifat sementara yaitu pada saat konstruksi berlangsung, sehingga batas waktu kajian dibatasi selama 1 tahun
9
Keresahan masyarakat
1 tahun
Keresahan sebagai dampak turunan dari kemungkinan adanya pencemaran udara, penurunan kualitas air laut, dan dampak lainnya, dibatasi hingga 1 tahun.
10
Peningkatan Air Larian
1 tahun
Peningkatan Air Larian sebagai dampak dari adanya kegiatan pematangan lahan, dibatasi hingga 1 tahun.
11
Peningkatan Arus Lalulintas
1 tahun
Peningkatan arus lalulintas sebagai dampak dari adanya kegiatan mobilitas alat dan bahan, dibatasi hingga 1 tahun.
12
Penurunan Kualitas Jalan
1 tahun
Penurunan kualitas jalan sebagai dampak dari adanya kegiatan mobilitas alat dan bahan, dibatasi hingga 1 tahun.
13
Peningkatan Pendapatan Pedagang
1 tahun
Peningkatan Pendapatan Pedagang sebagai dampak dari adanya kegiatan konstruksi, dibatasi hingga 1 tahun.
14
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
1 tahun
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel sebagai dampak dari adanya kegiatan konstruksi, dibatasi hingga 1 tahun.
15
Penurunan Pendapatan Nelayan
1 tahun
Penurunan Pendapatan Nelayan sebagai dampak dari adanya kegiatan konstruksi, dibatasi hingga 1 tahun.
16
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
1 tahun
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir sebagai dampak dari adanya kegiatan konstruksi, dibatasi hingga 1 tahun.
III
TAHAP OPERASIONAL
1
Penurunan Kualitas Air Laut
2 tahun
Penurunan kualitas air laut diakibatkan adanya tumpahan minyak dan oli dari operasioanalnya kapal. Dampak tersebut dibatasi hingga 2 tahun dengan asumsi tidak ada sumber lain yang mempengaruhi
2
Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi
2 tahun
Penurunan sedimentasi diakibatkan adanya sedimen yang terbawa dari operasioanalnya kapal. Dampak tersebut dibatasi hingga 2 tahun dengan asumsi tidak ada sumber lain yang mempengaruhi
3
Terganggunya Plankton, Benthos dan Nekton
2 tahun
Gangguan terhadap Plankton, Benthos dan Nekton merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas air laut dan peningkatan sedimentasi. Dampak tersebut dibatasi hingga 2 tahun dengan asumsi tidak ada sumber lain yang mempengaruhi
4
Kesempatan kerja dan usaha
1 tahun
Kesempatan kerja dan usaha di sekitar pelabuhan diperkirakan akan mengalami peningkatan setelah 1 tahun operasional, dengan asumsi tidak ada kegiatan yang lain mempengaruhi.
5
Peningkatan pendapatan Tenaga Kerja
1 tahun
Peningkatan pendapatan di sekitar pelabuhan diperkirakan akan mengalami peningkatan setelah 1 tahun operasional, dengan asumsi tidak ada kegiatan yang lain mempengaruhi.
6
Peningkatan Pendapatan Pedagang
1 tahun
Peningkatan pendapatan di sekitar pelabuhan diperkirakan akan mengalami peningkatan setelah 1 tahun operasional, dengan asumsi tidak ada kegiatan yang lain mempengaruhi.
7
Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel
1 tahun
Peningkatan pendapatan di sekitar pelabuhan diperkirakan akan mengalami peningkatan setelah 1 tahun operasional, dengan asumsi tidak ada kegiatan yang lain mempengaruhi.
8
Peningkatan Arus Lalulintas
1 tahun
Peningkatan arus lalulintas sebagai dampak dari adanya kegiatan operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, dibatasi hingga 1 tahun.
9
Penurunan Kuantitas Air Tanah
1 tahun
Penurunan Kuantitas Air Tanah di sekitar pelabuhan diperkirakan akan mengalami penurunan setelah 1 tahun operasional, dengan asumsi tidak ada kegiatan yang lain mempengaruhi.
Gambar 1 36. Peta Batas Wilayah Studi
BAB II RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Komponen rona lingkungan yang ditelaah adalah komponen geofisik kimia, biologi dan sosial ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat. Komponen geofisik kimia meliputi iklim, kualitas udara, kelerengan, hidro-oceanografi, dan kualitas air. Komponen biologi meliputi biota darat (flora dan fauna) dan biota perairan. Adapun komponen sosial ekonomi meliputi kepadatan penduduk, mata pencaharian, dan pendapatan penduduk. Komponen sosial budaya meliputi, adat istiadat, interaksi sosial budaya dan persepsi masyarakat terhadap proyek. Komponen kesehatan masyarakat meliputi kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.
2.1. Komponen Geo Fisik Kimia
Suhu Udara
Berdasarkan data stasiun klimatologi Pelabuhan Ratu-Sukabumi selama kurun waktu tahun 2007-2011, suhu udara rata-rata bulanan di Kabupaten Sukabumi berkisar atara 20,5°C - 27,3°C. Suhu udara tertinggi terjadi pada bulan November 2010 (28,4°C) dan suhu udara terendah terjadi pada bulan Agsutus 2009 (20,0°C), sedangkan suhu udara rata-rata adalah 24,5°C. Untuk lebih jelasnya data suhu udara bulanan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2 1. Suhu Udara Bulanan Kabupaten Sukabumi
BULAN
2007
2008
2009
2010
2011
JAN
24,1
23,8
20,5
26,6
27,1
PEB
24,2
23,4
20,4
27,6
27,3
MART
23,9
24,6
20,2
27,1
26,2
APR
24,1
24,4
20,6
27,5
26,9
MEI
24,7
24,7
20,6
28,4
26,7
JUNI
24,0
24,4
20,4
27,5
27,3
JULI
23,6
23,9
19,6
26,7
25,5
AGST
23,5
23,9
20,0
27,2
25,5
SEPT
23,7
24,3
20,4
27,5
25,8
OKT
24,4
23,9
21,3
27,8
26,4
NOP
25,6
24,3
20,9
28,4
26,6
DES
23,7
24,1
21,3
24,7
27,6
JML
289,5
289,7
246,2
327,0
318,9
RATA 2
24,1
24,1
20,5
27,3
26,6
Sumber : BMG Pelabuhan Ratu-Sukabumi, 2011
Kelembapan Udara Relatif
Kelembapan udara rerata di Kabupaten Sukabumi berkisar antara 80% - 89% dengan kelembapan tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember 2008, sedangkan kelembapan terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus 2011 dengan kelembapan rata-rata 73%. Lebih jelasnya data kelembapan udara bulanan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2 2. Kelembapan Udara Bulanan Kabupaten Sukabumi
BULAN
2007
2008
2009
2010
2011
JAN
89
91
90
79
79
PEB
90
89
92
79
79
MART
92
89
88
80
86
APR
92
88
90
76
82
MEI
95
82
89
80
81
JUNI
94
83
88
80
73
JULI
85
78
82
80
73
AGST
79
82
81
77
73
SEPT
77
85
84
78
74
OKT
85
91
89
78
82
NOP
91
98
92
83
93
DES
93
98
92
85
88
JML
1062
1054
1057
955
963
RATA 2
89
88
88
80
80
Sumber : BMG Pelabuhan Ratu-Sukabumi, 2011
Kecepatan Angin
Kecepatan angin rata-rata bulanan di Kabupaten Sukabumi berkisar antara 1 knots – 6,9 knots, dengan kecepatan tertinggi terjadi pada bulan September 2007 dan kecepatan angin terendah terjadi pada Desember 2007 dan April, Juni dan Desember 2009. Lebih jelasnya data kecepatan angin bulanan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2 3. Kecepatan Angin Bulanan Kabupaten Sukabumi (Dalam Knots)
BULAN
2007
2008
2009
2010
2011
JAN
2,5
1,9
1,0
1,6
1,5
PEB
2,0
3,3
1,3
1,5
1,5
MART
3,2
1,2
1,2
1,5
1,4
APR
1..4
2,2
1,0
1,6
1,4
MEI
1,8
3,7
1,2
1,4
1,4
JUNI
3,5
3,1
1,0
1,2
1,5
JULI
3,8
4,6
1,1
1,2
1,3
AGST
5,5
4,6
1,8
1,3
1,3
SEPT
6,9
3,3
4,0
1,3
1,4
OKT
5,9
2,4
3,0
1,4
1,2
NOP
2,2
2,0
1,2
1,3
1,3
DES
1,9
1,0
1,0
1,5
1,3
JML
39,2
33,3
18,8
16,8
16,5
RATA 2
3,6
2,8
1,6
1,4
1,4
Sumber : BMG Pelabuhan Ratu-Sukabumi, 2011
Curah Hujan
Curah hujan bulanan berkisar antara 0 – 1.161 mm/bulan dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2007 dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 2008 dan Juli-Oktober 2011, (Tabel 2.4).
Tabel 2 4. Data Curah Hujan Bulanan Kabupaten Sukabumi (Dalam mm)
BULAN
2007
2008
2009
2010
2011
JAN
66
368,0
289,0
413,0
599,0
PEB
298
368,0
474,0
357,0
538,0
MART
427
477,0
161,0
452,0
559,0
APR
316
269,0
136,0
139,0
363,0
MEI
102
4,0
88,0
337,0
280,0
JUNI
73
9,0
95,0
151,0
21,0
JULI
34
-
26,0
246,0
-
AGST
25
17,0
1,0
95,0
-
SEPT
54
23,0
217,0
313,0
-
OKT
823
436,0
194,0
399,0
-
NOP
357
496,0
458,0
287,0
241,0
DES
1161
259,0
254,0
601,0
488,0
JML
3736
2726
2393
3790
3089
RATA 2
311,3
247,8
199,4
315,8
386,1
Sumber : BMG Pelabuhan Ratu-Sukabumi, 2011
Hari Hujan
Banyaknya hari hujan di Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 2.5. Dalam kurun waktu antara 2007 hingga 2011, Kabupaten Sukabumi memiliki jumlah hujan tertinggi pada tahun 2010 dengan 195 hari hujan dan terendah pada tahun 2011 dengan 138 hari hujan.
Tabel 2 5. Banyaknya Hari Hujan di Kabupaten Sukabumi (Dalam hari)
BULAN
2007
2008
2009
2010
2011
JAN
7
20
15
22
17
PEB
15
20
21
17
12
MART
17
19
15
19
26
APR
20
15
11
9
12
MEI
5
1
6
17
9
JUNI
5
2
6
13
6
JULI
4
-
3
11
3
AGST
3
2
1
9
1
SEPT
5
5
16
17
-
OKT
26
18
13
17
11
NOP
23
24
23
19
21
DES
26
16
12
25
20
JML
156
142
142
195
138
RATA 2
13
13
12
16
13
Sumber : BMG Pelabuhan Ratu-Sukabumi, 2011
Kualitas udara ambien dan Kebisingan
Untuk mengetahui kualitas udara di lokasi proyek dan sekitarnya dilakukan pengukuran kualitas udara dengan cara penangkapan udara menggunakan absorben dan selanjutnya dianalisis di laboratorium. Pengambilan sampel dan pengukuran parameter kualitas udara dilakukan oleh Laboratorium Unilab Perdana.
Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis laboratorium menunjukan bahwa hasil pengukuran kualitas udara di lokasi tersebut diatas tidak melebihi ambang batas sesuai dengan "Peraturan Pemerintah (PPRI) No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara". Dengan demikian menunjukan bahwa kualitas udara di lokasi kegiatan dan sekitarnya masih baik dan belum mengalami pencemaran yang berarti.
Untuk lebih jelasnya, pada tabel dibawah ini disajikan hasil pengukuran kualitas udara, metoda pengujian dan baku mutu kualitas udara.
Tabel 2 6 Kualitas Udara Ambien dan Kebisingan Di Lokasi Studi
NO
PARAMETER
SATUAN
BAKU MUTU*
HASIL
UW
DW
PM
1
Temperatur
oC
-
30 - 31
31 - 32
33 - 34
2
Kelembaban
% RH
-
67 - 70
63 - 67
56 - 59
3
Arah Angin Dominan
-
-
Barat
Barat
Barat
4
Kecepatan Angin Rata-rata
km/Jam
-
2,1
2,3
2,6
5
Cuaca
-
-
Cerah
Cerah
Cerah
6
Sulfur Dioksida, SO2
µg/m3
900/1H
23,73
22,92
20,12
7
Karbon Monoksida, CO
µg/m3
30000/1H
2.795
2.555
2.497
8
Nitrogen Dioksida, NO2
µg/m3
400/1H
16,36
13,11
11,28
9
Oksidan, O3
µg/m3
235/1H
28,78
27,25
35,46
10
Hidrokarbon, HC
µg/m3
160/3H
85
79
79
11
Debu, Partikulat
µg/m3
230
85
75
63
12
Timbal, Pb
µg/m3
2
0,06
<0.001
0,03
13
Kebisingan
dB (A)
70.0**
72,3
65,9
55,2
Sumber : Data Primer PT. UNILAB PERDANA, 2014
Keterangan :
UW
=
Up Wind LS 06º 58' 54 10" BT 106º 32' 19 30"
DW
=
Down Wind LS 06º 58' 55 71" BT 106º 32' 25 85"
PM
=
Pemukiman Masyarakat / Kp. Babadan LS 06º 58' 56 22" BT 106º 32' 33 80"
*) Baku Mutu Kualitas Udara Berdasarkan PPRI No 41 Tahun 1999
**) Baku Mutu Kebisingan Berdasarkan Kepmenlh No.Kep-48/MENLH/11/1996
HidroGeologi
Kajian hidrologi dalam rencana pembangunan Pelabuhan di Kecamatan Palabuhanratu adalah dengan menyajikan potensi aliran permukaan dan kondisi neraca air.
Air Tanah
Di dasarkan hasil analisis Peta Hidrogeologi Lembar Sukabumi (Iwaco, 1990), air tanah di daerah penyelidikan terdapat sebagai air tanah dengan akifer setempat produktif sedang, dan daerah air tanah langka atau tak berarti. Air tanah yang dijumpai terutama sebagai air tanah dangkal menempati pedataran pantai dengan penyebaran terbatas, melampar antara garis patai Pelabuhanratu hingga kaki perbukitan di sebelah utara. Jenis air tanah ini merupakan sumber air utama yang dimanfaatkan sebagai air bersih bagi penduduk setempat. Kedalaman muka air tanah berkisar antara 1 sampai 4 m di bawah rata tanah setempat, fluktuasi antara musim hujan dan kemarau cukup tinggi berkisar dari beberapa meter hingga mencapai 5 m. Kualitas air tanah umumnya cukup baik, jernih dapat dimanfaatkan sebagai air bersih. Untuk air tanah dalam (deep groundwater) atau tertekan di daerah ini belum diketahui informasi lebih mendalam. Sedangkan daerah air tanah langka atau tak berarti umumnya terdapat pada daerah yang dibentuk satuan lava di menempati kawasan perbukitan. Aliran air tanah pada daerah berbatuan lava ini terbatas pada zona rekahan.
Ditinjau dari peta cekungan air tanah, daerah studi tidak termasuk sebagai daerah potensi cekungan air tanah (PAG, 2004).
Kualitas Air Tanah
Air Tanah dilakukan sampling di 2 titik untuk melihat kualitas air yaitu di Sumur mushola pemukiman masyarakat dan Sumur hotel. Dapat dilihat kualitas air tanah di 2 titik tersebut masih bagus dengan tidak ada parameter yang terlampaui. Hasil sampling dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 7. Kualitas Air Tanah di lokasi kegiatan
NO
PARAMETER
SATUAN
KADAR *)
MAKSIMUM
HASIL
HASIL
I
II
I
PARAMETER WAJIB
1
Parameter yang berhubungan langsung dengan kese hatan
a. Parameter Mikrobiologi
E. Coli
MPN/100 ml
0
0
0
Total Bakteri Koliform
MPN/100 ml
0
0
0
b. Kimia an-organik
Arsen
mg/L
0,01
<0,005
<0,005
Fluorida (F) **)
mg/L
1,5
0,42
0,32
Total Kromium (Cr)
mg/L
0,05
<0,00312
<0,00312
Kadmium (Cd)
mg/L
0,003
<0,00180
<0,00180
Nitrit (sebagai NO2-) **)
mg/L
3
<0,002
<0,002
Nitrat, (sebagai NO3-) **)
mg/L
50
12,4
12,8
Sianida (CN) **)
mg/L
0,07
<0,005
<0,005
Selenium (Se)
mg/L
0,01
<0,002
<0,002
2
Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kese hatan
a. Parameter Fisik
Bau
-
Tdk.berbau
Tdk berbau
Tdk berbau
Warna **)
TCU
15
2
2
Total zat padat terlarut (TDS)
mg/L
500
190
216
Kekeru han
NTU
5
5
4
Rasa
-
Tdk.berasa
Tdk berasa
Tdk berasa
Su hu (insitu)**)
oC
Su hu udara + 3
28,4
29,4
b. Parameter kimiawi
Aluminium (Al)
mg/L
0,2
<0,00371
<0,00371
Besi (Fe) **)
mg/L
0,3
<0,00306
<0,00306
Kesada han **)
mg/L
500
64,7
70,6
Khlorida (Cl) **)
mg/L
250
26,0
35,5
Mangan (Mn) **)
mg/L
0,4
<0,00289
<0,00289
pH (insitu) 26 °C) **)
-
6,5-8,5
7,78
7,25
Seng (Zn)
mg/L
3
<0,00851
<0,00851
Sulfat **)
mg/L
250
12,9
14,1
Tembaga (Cu) **)
mg/L
2
<0,00864
<0,00864
Amonia **)
mg/L
1,5
0,01
0,09
II
PARAMETER TAMBAHAN KIMIAWI
a.
Ba han Anorganik
Air Raksa (Hg)
mg/L
0,001
<0,0005
<0,0005
Antimon (Sb)
mg/L
0,02
<0,002
<0,002
Barium (Ba)
mg/L
0,7
<0,00419
<0,00419
Boron (B)
mg/L
0,5
<0,01
<0,01
Molybdenum (Mo)
mg/L
0,07
<0,02
<0,02
Nikel (Ni)
mg/L
0,07
<0,00430
<0,00430
Sodium (Na)
mg/L
200
15,0
19,9
Timbal (Pb)
mg/L
0,01
<0,00451
<0,00451
b.
Ba han Organik
Zat Organik (KMnO4) **)
mg/L
10
1,0
1,3
Deterjen (MBAS)
mg/L
0,05
<0,01
<0,01
c.
Pestisida
mg/L
-
-
-
d.
Desinfektan dan hasil sampingnya
1) Chlorine (Cl2)
mg/L
5
<0,01
<0,01
Sumber : Data Primer PT. UNILAB PERDANA, 2014
I = Sumur mushola pemukiman masyarakat
II = Sumur hotel
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
2.3. Hidrologi
2.3.1. Air Permukaan
Dijumpai sebagai sungai relatif kecil yaitu Sungai Ci Pelabuhan terletak ± 600 m di arah selatan. Anak sungai yang menggabung ke Ci Pelabuhan di bagian hulu yaitu Ciparigi. Sungai kecil lainnya yang terdapat di sekitar daerah kajian ini adalah Citepus, terletak sekitar 800 m di arah utara. Kesemua sungai tersebut tergolong sebagai sungai yang mengalir sepanjang musim (perennial stream) dan bermuara di Teluk Pelabuhanratu. Keberadaan sungai yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi sering dimanfaatkan penduduk terutama yang mendiami daerah disepanjang alur sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk pengairan. Sungai sangat penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, karena fungsi-fungsinya untuk transportasi, sumber air bagi masyarakat, perikanan, pemeliharaan hidrologi rawa dan lahan basah. Sebagai alat angkut, sungai membawa sedimen (lumpur, pasir dan kerikil), sampah dan limbah serta zat hara, melalui wilayah permukiman, teriminal, perkantoran dan akhirnya yaitu ke laut. Dampaknya adalah terciptanya dataran berlumpur, pantai berpasir dan bentuk pantai lainnya. Seandainya debit air sungai berkurang dan beban penggunaannya semakin banyak, maka kualitas air semakin menurun sampai titik yang membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Kondisi fisiografi dan penutupan lahan di wilayah kajian saat ini antara lain memiliki relief curam dengan tanah berpasir, jenis batuan gunung api neogen. Berdasarkan informasi tersebut dan rujukan pada Tabel 3.3, maka pendekatan nilai rata-rata koefisien aliran permukaan adalah 0,20, nilai rata-rata curah hujan per hari yang digunakan adalah 6 mm/hari, sedangkan nilai maksimum mutlak curah hujan maksimum per hari adalah 90 mm/hari. Dengan demikian perkiraan potensi maksimum dan potensi rata-rata aliran permukaan per hari adalah:
Qrata2 = 0,20 * 6 mm/hari = 1,2 mm/hari ~ 12rn:Vha
Qmax = 0,20 * 70 mm/hari = 14,0 mm/hari ~ 140 nrVha
Dengan kondisi alami seperti saat ini, diperkirakan rata-rata sekitar 12 m3/ha air per hari atau setara dengan 3 It/dt air per ha curah hujan akan menjadi aliran permukaan dan mengalir memasuki hulu sungai Cipatuguran. Pada kondisi ekstrim, diperkirakan sekitar 140 m3/ha air per hari atau setara dengan 39 It/dt air per ha curah hujan akan menjadi aliran permukaan dan mengalir memasuki hulu sungai Cipatuguran
Geologi dan Morfologi
Secara morfologi daerah studi merupakan bagian pedataran pantai Pelabuhanratu yang di bagian utara dan timur dibatasi oleh rangkaian perbukitan. Kemiringan lereng pedataran ini berkisar antara 0 - < 15%. Ketinggian daerah di sekitar pantai < 1 m sedangkan ke arah kaki perbukitan mencapai 12 m dpl. Karakteristik daerah ini tidak hanya sebagai agradasi (penumpukkan) material hasil rombakan lereng dan yang terangkut oleh sungai dan terendapkan di mulut pantai, tetapi di beberapa bagian lain terjadi kemunduran pantai yang disebabkan abrasi. Gelombang laut yang terjadi di pantai selatan ini pada waktu-waktu tertentu dikenal kuat.
Mengacu Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa (Effendi, dkk., 1998), daerah studi dan sekitarnya disusun oleh satuan aluvium (Qa) dan satuan lava andesit (Qvl) hasil endapan Kuarter. Satuan aluvium merupakan endapan sungai dan pantai membentuk pedataran yang terdiri dari material lepas berupa lanau lempungan, pasir, kerikil, kerakan dan bongkah, agak padat – padat. Sedangkan lava andesit membentuk perbukitan yang umumnya menempati daerah utara.
Didasarkan atas pembagian susunan geologi tersebut, tapak proyek merupakan dataran Pelabuhanratu yang disusun oleh endapan aluvium terdiri dari lanau, pasiran sampai pasir kasar, mengandung kerikil, kerakal hingga bongkah, mudah lepas, agak padat sampai padat. Hasil pelapukannya membentuk jenis tanah lanau lempungan mengandung pasir, kerikil dan kerakal, bersifat agak padat dan mudah ditoreh.
Gambar 2 1. Peta Geologi
Struktur geologi dan Potensi Gempa Bumi
Struktur geologi yang berupa patahan atau sesar dapat memberikan pengaruh terhadap kestabilan fondasi suatu lahan. Adanya dislokasi/diskontinuitas batuan dasar akibat pergerakan sesar baik berupa retakan maupun bidang-bidang belah maka lahan tersebut menjadi kurang stabil dibandingkan daerah yang tidak memiliki dan dipengaruhi sesar.
Hasil analisis peta geologi, di tapak proyek tidak teridentifikasi adanya struktur sesar yang dapat berpengaruh terhadap instabilitas tanah dasar/fondasi tapak proyek. Namun demikian, sekitar 7,5 km di arah timur tapak proyek terdapat sesar aktif Cimandiri yang dikategorikan sebagai lajur seismotektonik dan berpotensi menjadi sumber gempa bumi (Soehaimi, 2008). Di wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi selatan, gempa bumi yang bersifat merusak (destructive earthquake) umumnya terjadi di darat yang berasal dari pergerakan sistem sesar aktif. Meskipun magnitudanya tidak besar, namun gempa bumi jenis ini memiliki kedalaman dangkal < 70 km.
KeteranganSetempat akifer produktif sedang pada pedataran alluvium pantai, debit sumur < 5 lt/detik. Setempat akifer produktif pada batuan volkanik dan batugamping menempati perbukitan.Akifer produktif kecil sampai tak berarti pada batuan volkanik menempati perbukitan.Daerah air tanah langkaSkala 1 : 100.000Sumber: Peta geologi lembar Sukabumi ( Iwaco, 1990)Lokasi daerah studi
Keterangan
Setempat akifer produktif sedang pada pedataran alluvium pantai, debit sumur < 5 lt/detik.
Setempat akifer produktif pada batuan volkanik dan batugamping menempati perbukitan.
Akifer produktif kecil sampai tak berarti pada batuan volkanik menempati perbukitan.
Daerah air tanah langka
Skala 1 : 100.000
Sumber: Peta geologi lembar Sukabumi ( Iwaco, 1990)
Lokasi daerah studi
Teluk Pelabuhanratu
Teluk Pelabuhanratu
Gambar 2.2. Peta hidrogeologi daerah studi dan sekitarnya
Peta sumber gempa bumi terkait dengan keberadaan struktur sesar seperti disajikan pada Gambar berikut. Menurut pembagian zona percepatan gempa permukaan (Beca Carter, 1979) dan Peta Zonasi Gempa Indonesia (Kem. PU, 2010), daerah studi termasuk pada percepatan () 0.2 – 0.3 gal.
Peta sumber gempabumi di Jawa Barat dan Banten (Soehaimi dkk, 2004).
Tsunami
Salah satu faktor kendala lainnya yang harus dipertimbangkan dalam suatu perencanaan pembangunan di pantai Pelabuhanratu adalah tsunami. Pantai ini berhadapan langsung dengan lajur tumbukan lempeng Samudera Hindia-Australia dan Lempeng Kontinen Asia (Eurasia) yang merupakan salah satu jalur gempa paling aktip di dunia (Katili, 1972, Hamilton, 1979). Didasarkan hasil Kajian Nasional Bahaya Tsunami Indonesia (Nick Horspool, dkk., 2013), pantai Pelabuhanratu termasuk pada daerah berpotensi tsunami cukup tinggi dengan probabilitas 3,3 %. Pada perioda ulang 100 tahun ketinggian landaan tsunami maksimum > 3 m, dan pada perioda ulang 500 tahun ketinggian landaan tsunami maksimum mencapai 10,6 m, sedangkan pada perioda ulang 2500 tahun ketinggian landaan tsunami mencapai 28,0 m. Berdasarkan sejarahnya, sekitar 85 % kejadian tsunami disebabkan oleh gempa bumi tektonik. Untuk mengantisifasi bencana ini maka di lokasi kegiatan harus menyediakan sarana jalur evakuasi ke tempat lebih tinggi misal bukit berelevasi > 25 m dpl dengan lintasan yang tegak lurus terhadap garis pantai. Di sebelah barat-baratlaut dari tapak proyek terdapat perbukitan yang dapat dijadikan sebagai lokasi evakuasi jika terjadi bencana tsunami.
2. Analisis Neraca Air Hujan
Pembangunan fisik pada hakekatnya melakukan alih fungsi lahan. Akibat alih fungsi tersebut akan terjadi perubahan pada komponen neraca air alami yaitu berkurang sampai hilangnya resapan, sebaliknya bangkitan limpasan air permukaan (run off) meningkat. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tersebut dilakukan analisis neraca air hujan pada kondisi eksisting yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam membandingkan antara komponen neraca air sebelum dibangun (eksisting) dan setelah lahan dibangun.
Sebagaimana diketahui, air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan terbagi habis menjadi tiga komponen utama yaitu: a). Melimpas di permukaan (run off), b). Meresap ke dalam tanah (infiltrasi), dan c). Ter-evaporasi/evapotranspirasi ke atmosfir. Fenomena tersebut dikenal dengan neraca air (hujan) yang dapat diturunkan melalui persamaan:
P = ET + R + I
dengan:
P = curah hujan tahunan (mm)
ET= evapotranspirasi tahunan (mm)
R = run off tahunan (mm)
I = infiltrasi (mm)
Besarnya curah hujan dapat diketahui dari data sekunder yaitu dari stasiun curah hujan BMKG terdekat. Evaporasi dihitung menggunakan persamaan empiris dengan pendekatan klimatologi untuk setiap penggunaan lahan yang berbeda. Sedangkan dua komponen lainnya yaitu run off dan infiltrasi dapat diperoleh berdasarkan pengukuran di lapangan.
Besarnya komponen neraca air hujan
Besarnya curah hujan rata-rata setahun dalam 5 tahun di daerah studi 3146,8 mm/tahun, rata-rata suhu udara 24,60 C, dan jumlah hari hujan rata-rata dalam setahun adalah 155 hari.
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah penguapan air secara langsung baik dari air yang menempel pada permukaan tanah, tumbuhan ataupun permukaan badan air (kolam, situ, danau). Sedangkan evapotraspirasi terjadi melalui media tumbuhan dari air yang berasal dari dalam tanah melalui akar-akar tumbuhan hingga terjadi menguappengeringatan oleh penyinaran mata hari pada permukaan dedaunan. Besarnya evapotranspirasi sangat bergantung pada kondisi klimatologi (antara lain curah hujan, suhu udara, penyinaran mata hari, kecepatan angin dan kelembaban), serta jenis penggunaan lahan di lokasi pengukuran. Besarnya evapotranspirasi dihitung menggunakan persamaan Turc (1952) yang menyederhanakan fungsi klimatologi menjadi curah hujan tahunan dan suhu tahunan pada daerah aliran sungai bervegatasi hutan. Persamaan Turc adalah sebagai berikut:
dengan:
ET = evapotraspirasi hutan tahunan
P = jumlah curah hujan tahunan
ft = fungsi suhu = 300 + 25t + 0,05t³, dengan t adalah suhu rata-rata
tahunan dalam derajat celcius.
Seperti disinggung di atas, curah hujan rata-rata tahunan daerah studi adalah 3146,8 mm dan suhu rata-rata tahunan adalah 24,60 C, sehingga ET hutan adalah 1484,3 mm atau 47,16 % dari curah hujan tahunan. Besarnya evapotranspirasi pada lahan bukan hutan dapat dihitung dengan cara pendekatan Engler (dalam Seyhan, 1977), yaitu bahwa besarnya perbandingan evapotranspirasi (ET) hutan dan belukar yaitu 1 : 43. Berdasarkan peta rupa bumi (Bakosurtanal, 2000), daerah studi ditempati oleh semaka/belukar sehingga besarnya evapotranspirasi di tapak studi adalah 638,2 mm/tahun atau sekitar 20,28 % dari curah hujan, atau dengan koefisien evapotranspirasi = 0, 20.
Run off
Komponen run off merupakan kebalikan dari infiltrasi artinya semakin besar nilai run off maka infiltrasi semakin kecil. Nilai koefisien run off daerah studi mangacu pada klasifikasi run off menurut Suripin (2004) dimana untuk lahan pedataran berpasir dengan sudut kemiringan lahan 2 – 7 % yaitu Cr = 0,15.
Infiltrasi
Dengan diketahuinya ketiga komponen yang telah diketahui di atas, maka infiltrasi (I) = P – (R + ET) = 3146,8 mm – (638,2 mm + 472,02 mm) = 2036,58 mm. Sehingga koefisien infiltrasi (Ci) adalah 0,64.
b. Besarnya volume infiltrasi dan run off kondisi eksisting
Dengan diketahuinya koefisien infiltrasi (Ci) dan koefisien run off (Cr) seperti diuraikan di atas dan menggunakan rumus rasional, maka volume infiltrasi dan volume run off untuk pada kondisi eksisting di tapak proyek adalah:
Air yang meresap: Vi = A x Ci x CH = 17.800 m2 x 0,64 x 3,14 m = 35.770 m3/tahun atau 0,064 m3/detik air yang meresap ke dalam tanah pada saat musim hujan.
Limpasan air permukaan (run off): Vr = A x Cr x CH = 17.800 m2 x 0,15 x 3,14 m = 8.383,8 m3/tahun atau 0,015 m3/detik limpasan air permukaan (run off) pada saat musim hujan.
Hidrooseanografi
Survei hidro-oseanografi dilakukan untuk memperoleh data yang lebih rinci mengenai kondisi actual dari perairan disekitar lokasi studi. data-data yang diperoleh merupakan data dari pekerjaan yang pernah dilakukan di lokasi yang sama dengan lokasi studi. Lebih jelas mengenai data yang diperoleh dari pelaksanaan survei yang dilakukan akan dijelaskan pada bagian ini selanjutnya.
Kualitas Air Laut
Pengambilan sampel kualitas air laut dilakukan di 3 (tiga) titik sampling yaitu pada koordinat GPS;
Air Laut (500 M Sebelah Selatan) LS 06º 59' 17 11" BT 106º 32' 20 90"
Air Laut (500 M Sebelah Barat) LS 06º 54' 17 00" BT 106º 32' 10 70"
Air Laut (500 M Sebelah Utara) LS 06º 58' 56 36" BT 106º 32' 04 14"
Data selengkapnya hasil pengukuran kualitas air laut disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2 8 Hasil Pengukuran Kualitas Air Laut Di Lokasi Studi
NO
PARAMETER
SATUAN
MUTU
HASIL
I
II
III
A.
FISIKA
1.
Kecera han (insitu)
Meter
coral: > 5
mangrove: -
lamun: >3
2,6
2,5
2,8
2.
Kebauan (insitu)
-
Alami
Alami
Alami
Alami
3.
Kekeru han
NTU
< 5
3
4
5
4.
Zat padat tersuspensi (TSS)
mg/L
coral: 20
mangrove: 80
lamun: 20
3
6
7
5.
Su hu (insitu) **)
OC
Alami
coral: 28-30
mangrove:d 28 -32
lamun: 28-30
Ni hil
Ni hil
Ni hil
6.
Lapisan minyak (insitu)
-
Ni hil
29,8
29,6
29,8
7.
Sampa h (insitu)
-
Ni hil
Ni hil
Ni hil
Ni hil
B.
KIMIA
1
pH (insitu) **)
-
7 - 8.5
8,39
8,42
8,47
2
Salinitas
0
Alami
37
36
37
3
Oksigen terlarut (DO)
mg/L
> 5
6,6
6,6
6,6
4
BOD5
mg/L
20
2
5
2
5
Amonia total (NH3-N) **)
mg/L
0,3
0,10
0,15
0,10
6
Fosfat (PO4-P) **)
mg/L
0,015
0,01
0,02
0,34
7
Nitrat (NO3-N)
mg/L
0,008
0,634
0,811
0,683
8
Sianida (CN)
mg/L
0,5
<0,005
<0,005
<0,005
9
Sulfida (H2S)
mg/L
0,01
<0,002
<0,002
<0,002
10
Fenol
mg/L
0,002
<0,001
<0,001
<0,001
11
Surfactan anion (MBAS)
mg/L
1,0
<0,01
<0,01
<0,01
12
Minyak & Lemak
mg/L
1,0
<0,2
<0,2
<0,2
13
Air Raksa (Hg)
mg/L
0,001
<0,0005
<0,0005
<0,0005
14
Khromium VI (Cr 6')
mg/L
0,005
<0,005
<0,005
<0,005
15
Arsen (As)
mg/L
0,012
<0,002
<0,002
<0,002
16
Kadmium (Cd)
mg/L
0,001
<0,00180
<0,00180
<0,00180
17
Tembaga (Cu)
mg/L
0,008
<0,0005
<0,0005
<0,0005
18
Timbal (Pb)
mg/L
0,008
<0,005
<0,005
<0,005
19
Seng (Zn)
mg/L
0,05
<0,0005
<0,0005
<0,0005
20
Nikel (Ni)
mg/L
0,05
<0,002
<0,002
<0,002
C.
MIKROBIOLOGI
1
Coliform (total)
MPN/100ml
Ni hil
0
0
0
2
Bakteri Patogen
Sel/100ml
Ni hil
0
0
0
Sumber : Data Primer PT. UNILAB PERDANA, 2014
I = Air Laut (500 M Sebelah Selatan) LS 06º 59' 17 11" BT 106º 32' 20 90"
II = Air Laut (500 M Sebelah Barat) LS 06º 54' 17 00" BT 106º 32' 10 70"
III = Air Laut (500 M Sebelah Utara) LS 06º 58' 56 36" BT 106º 32' 04 14"
*) Baku Mutu Berdasarkan Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004, Untuk Pelabuhan
Berdasarkan keempat sampel kualitas air laut diatas menunjukan hampir semua parameter kualitas air laut yang diukur masih memenuhi baku mutu air laut (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut). Terdapat sebanyak tiga parameter yang tidak memenuhi baku mutu air laut yakni Kecerahan, Fosfat dan Nitrat yaitu di titik 3 pengambilan sampel air laut. Hal ini diperkirakan berasal dari BBM dan minyak pelumas yang berasal dari kapal yang beroperasional di sekitar perairan Pelabuhanratu.
Pasang Surut
Data pasang surut diperoleh dari hasil pengolahan data dari pekerjaan yang pernah dilakukan di lokasi studi yang sama. Data yang dihasilkan untuk periode pengamatan tanggal 7 – 22 Juni 2012 selama 15 hari pengamatan dapat dilihat pada tabel pengamatan dibawah.
Tabel 2 9. Data pasang surut selama 15 hari pengamatan
Sumber : Studi Kelayakan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Palabuhanratu, 2012
Dari hasil pengamatan diatas dibuat grafik pasang surut untuk menentukan perioda pasang surut yang dapat dilihat pada grafik dibawah.
Gambar 2 2. Grafik pasang surut di perairan sekitar lokasi perencanaan
Berdasarkan hasil pengukuran diatas, maka dapat diketahui bahwa tipe pasang surut dari lokasi studi adalah Campuran Semi Diurnal yaitu dalam sehari mengalami 2 kali perioda pasang dan surut, dengan nilai F = 0,46.
Bathimetri
Data bathimetri diperoleh dari hasil pengolahan data pemeruman dari pekerjaan yang pernah dilakukan di lokasi studi yang sama. Berikut ini diperlihatkan gambaran kedalaman laut di sekitar lokasi studi.
Gambar 2 3. Gambaran kedalaman laut di sekitar lokasi studi
Dari gambaran kedalaman laut diatas diketahui kedalaman lokasi studi bervariasi dari 0 meter dibawah permukaan laut hingga 135 meter dibawah permukaan laut.
Angin dan gelombang
Hasil yang diperoleh dari analisa refraksi/difraksi gelombang adalah tinggi gelombang dan arah perambatan gelombang. Hasil refraksi/difraksi daerah Pantai Pelabuhan Ratu akan disajikan pada gambar dibawah ini.
1.5 m3.5 m1 mLokasi Pelabuhan Ratu
1.5 m
3.5 m
1 m
Lokasi Pelabuhan Ratu
Gambar 2 4. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Barat)
1.5 m1 m1 mLokasi Pelabuhan Ratu
1.5 m
1 m
1 m
Lokasi Pelabuhan Ratu
Gambar 2 5. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Barat daya)
0.7 m0.1 m0.7 mLokasi Pelabuhan Ratu
0.7 m
0.1 m
0.7 m
Lokasi Pelabuhan Ratu
Gambar 2 6. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Selatan)
Lokasi Pelabuhan Ratu0.1 m0.05 m0.05 m
Lokasi Pelabuhan Ratu
0.1 m
0.05 m
0.05 m
Gambar 2 7. Kontur Tinggi Gelombang (Arah datang: Tenggara)
4. Arus Laut
Arus laut, baik arus prevalen maupun arus yang berhubungan dengan pasang surut, sangat berpengarauh di dalam olah-gerak kapal, bahkan dapat menjadi faktor yang menentukan ukuran kapal. Wilayah ini diplih karena kecepatan arus yang relatif kecil.yaitu sebesar 0,59-0,294 m/detik menuju barat daya pada saat Purnama dan 0,015-0,186 m/detik menuju tenggara pada saat perbani.
Tabel 2 10. Kecepatan dan Arah Arus
Kondisi
Lokasi
Kec. Arus m/dtk
Kec. Arus m/dtk
Arah Dominan
Minimal rata2
Minimal rata2
Neap Tide
AR. 1
0,015
0,142
150°
AR. 2
0,059
0,186
160°
Spring Tide
AR. 1
0,059
0,270
180°
AR.2
0,074
0,294
185°
Sumber : Studi Kelayakan Pembangunan Pelabuhan Laut
Pengumpan Regional Palabuhanratu, 2012
5. Kondisi Eksisting Abrasi dan Akresi Pantai Di Teluk Pelabuhan Ratu
Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan pada tanggal 12 Desember 2013 sampai dengan 14 Desember 2013, ditemukan 2 lokasi abrasi dan 1 lokasi akresi di Kecamatan Palabuhan Ratu yaitu Pantai Karang Sari, Pantai Gado Bangkong, dan Pantai Cipatuguran (sebelah utara PLTU). Survey yang dilakukan di lapangan adalah marking posisi lokasi abrasi berdasarkan keterangan dari warga setempat, dan wawancara langsung dengan warga setempat untuk memperoleh informasi mengenai abrasi yang terjadi di lokasi tersebut.
Pantai Karang Sari
Pantai Karang Sari, terletak pada 06°58'55.94" LS dan 106°32'25.47" BT. Pantai Karangsari berbatasan langsung dengan pemukiman warga dan hotel wisata. Secara umum pantai ini merupakan pantai wisata dengan karakteristik ombak yang tidak terlalu besar dibandingkan pantai-pantai lainnya yang ada di Kecamatan Palabuhanratu. Di Pantai Karang Sari terdapat banyak pedagang-pedagang yang membuat warung-warung semi permanen yang digunakan untuk peristirahatan wisatawan yang datang. Aksesibilitas pantai ini cukup mudah karena posisinya bersebelahan langsung dengan Jalan Kaum Raya yang merupakan jalan utama yang menghubungkan Kota Palabuhan Ratu dengan Desa Citepus dan Desa Cisolok. Disekitar pantai ini banyak ditemui penginapan-penginapan sehingga pantai ini terbilang cukup ramai dipenuhi wisatawan. Pantai Karang Sari merupakan Pantai yang akan dirubah fungsinya menjadi Pelabuhan baru. Kondisi umum Pantai Karang Sari dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2 8. Situasi Di Pantai Karang Sari, Terlihat Banyak Bangunan Semi Permanen Milik Pedagang Setempat
Di Pantai Karang Sari ditemukan adanya Abrasi yang mengakibatkan berubahnya garis pantai, lokasi abrasi ini terdapat pada sebelah utara pantai. Lokasi tersebut merupakan ujung utara dari Pantai Karang Sari, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Endang yang merupakan warga setempat yang membuka usaha berupa warung di Pantai Karang Sari mengatakan bahwa lokasi tersebut mengalami abrasi, pada tahun 2000 di lokasi abrasi tersebut masih bisa dilewati oleh pengunjung karena masih merupakan pantai berpasir, namun saat ini pantai berpasir sudah hilang dan hanya ada batuan karang yang mana batuan karang tersebut juga merupakan pondasi dari hotel yang ada diatasnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2 9. Lokasi Abrasi di Pantai Karang Sari
Bapak Endang juga menjelaskan bahwa pada musim Barat (Desember – Januari), air laut mencapai ke bangunan semi permanen milik pedagang, dan menyebabkan kerusakan cukup parah pada bangunan semi permanen tersebut, gelombang terbesar yang pernah terjadi adalah musim barat pada Tahun 2007 dan Tahun 2012.
Pantai Gado Bangkong
Pantai Gado Bangkong merupakan pantai yang terletak sebelah selatan Pantai Karang Sari, terletak pada 06°59'6.30" LS dan 106°32'33.38" BT. Pantai ini merupakan pantai yang bersebelahan langsung dengan TPI Palabuhan Ratu dan Jalan Raya yang merupakan akses menuju kota Palabuhan Ratu. Pantai ini memiliki tingkat abrasi yang cukup parah, hal ini dapat dilihat dari bangunan-bangunan yang hancur oleh air laut, serta adanya jetty yang sudah hancur oleh ombak laut. Situasi di Pantai Gado Bangkong dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2 10. Lokasi Abrasi di Pantai Gado Bangkong
Menurut hasil wawancara dengan warga setempat, Bapak Husni yang merupakan nelayan Gado Bangkong, pada tahun 1998 di lokasi abrasi tersebut merupakan pemukiman nelayan, namun karena tingkat abrasi yang tinggi di daerah tersebut dan merusak bangunan pemukiman, warga akhirnya pindah dan pantai tersebut hanya dijadikan tempat sandar kapal- kapal nelayan setempat. Pada Musim Barat, pantai ini juga mendapat imbas langsung dari gelombang yang besar, sehingga nelayan- nelayan lokal menyandarkan perahunya di Pantai Karang Sari karena Pantai tersebut relatif lebih aman dibandingkan dengan Pantai Gado Bangkong.
Gambar 2 11. Perahu Nelayan yang Bersandar di Pantai Gado Bangkong
Pantai Cipatuguran
Pantai Cipatuguran merupakan Pantai yang bersebelahan langsung dengan lokasi PLTU Palabuhan Ratu, sekitar 2 Km dari alun-alun Kota Palabuhan Ratu. Lokasi pantai ini berada tepat di sebelah utara breakwater milik PLTU Palabuhan Ratu, terletak pada 07°01'09.94" LS dan 106°32'25.06" BT. Fungsi dari Pantai ini adalah untuk wisata, namun pada saat survey lapangan dilaksanakan, tidak ada pengunjung yang datang ke pantai ini. Kebanyakan hanya ada nelayan lokal yang datang ke pantai ini untuk menjual hasil tangkapannya. Selain sebagai tempat wisata, Pantai ini merupakan tempat nelayan setempat menjual hasil tangkapannya ke tengkulak lokal.
Gambar 2 12. Lokasi Sandar Perahu milik nelayan di Pantai Cipatuguran dengan latar belakang PLTU Palabuhan Ratu
Lokasi Akresi di Pantai ini terdapat pada daerah pantai yang berbatasan langsung dengan breakwater milik PLTU Palabuhan Ratu. Menurut Bapak Barnas yang merupakan Nelayan setempat, pada tahun 2000 garis pantai berada 50 meter kearah daratan dari garis pantai yang sekarang. Bapak Barnas menambahkan bahwa proses Akresi tersebut mulai ada sejak pembangunan breakwater PLTU Palabuhan Ratu dimulai. Hal ini mungkin disebabkan oleh pendangkalan akibat hasil sedimentasi dari sedimen yang terperangkap oleh breakwater. Sehingga hasil akumulasi dari endapan sedimen yang terperangkap tersebut merubah garis pantai di lokasi tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2 13. Lokasi Akresi di Pantai Cipatuguran yang bersebelahan langsung dengan PLTU Palabuhan Ratu
Pemodelan hidro-oseanografi
Pemodelan transformasi gelombang
Hasil pemodelan yaitu kontur gelombang dan vektor gelombang. Inputan yang digunakan adalah gelombang Lokasi 50 tahunan dari laut dalam.Input pemodelan gelombang di laut dalam adalah sebagai berikut:
Periode ulang : 100 tahun
Tinggi gelombang : 6.5 m
Amplitudo gelombang : 3.25 m
Periode gelombang : 15 detik
Arah yang diperhitungkan :
dari Barat menuju Timur (0°)
dari Barat Daya menuju Timur Laut (45°)
dari Selatan menuju Utara (90°)
dari Tenggara menuju Barat Laut (135°)
Pemodelan ini dilakukan untuk mengetahui tinggi gelombang pada kolam pelabuhan. hasil permodelan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2 14. Diskritisasi Mesh Elemen Hingga
Gambar 2 15. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Timur)
Gambar 2 16. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Timur Laut)
Gambar 2 17. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Utara)
Gambar 2 18. Hasil Pemodelan Transformasi Gelombang (Arah Gelombang Menuju: Utara)
Berdasarkan hasil permodelan seperti yang digambarkan pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa gelombang maksimum yang masuk di kolam pelabuhan masih mencapai lebih dari 0.50 meter.
Gambar 2 19.PETA BATHIMETRI
Pemodelan Batimetri
Peta batimetri dihasilkan dari proses pengolahan data survei batimetri menggunakan software pemodelan Mike 21 agar dapat terintegrasi dengan berbagai modul hydro-oseanografi. Berikut adalah peta batimetri Perairan Karang Sari.
Gambar 2 20. Batimetri Perairan Karang Sari
Posisi pelabuhan yang direncanakan menghadap ke arah Barat Daya, terlihat dengan pola kedalaman artifisial yang diperuntukkan sebagai kolam pelabuhan. Lokasi perairan yang dimodelkan adalah seluas 360 m x 327 m dengan variasi kedalaman 0 s/d -25 m berdasarkan LLWS (Lowest Low Water Surface).
Pemodelan Pola Arus
Pola arus di perairan Karang Sari dipetakan menggunakan software Mike21 dengan modul FMHD (Flowmodel Hydrodynamic). Data-data yang digunakan adalah batimetri perairan Karang Sari dan data pasang surut di ketiga batas lokasi pemodelan (boundary). Hasil pemodelan adalah sebagai berikut:
Gambar 2 21. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Pasang
Hasil pemodelan arus menunjukkan bahwa saat pasang arah arus bergerak dominan dari Barat Daya ke Utara kemudian berbelok ke Barat Laut dengan sebagian kecil terpecah ke arah Tenggara pada posisi mendekati daratan atau rencana causeway. Distribusi kecepatan arus mengikuti pola arah dominan yang terjadi, dengan kisaran 7-7.5 m/dtk dari Barat Daya hingga 5-5.5 m/dtk ke Barat Laut dan melambat didepan rencana kolam pelabuhan lalu kemudian meningkat lagi hingga 4-4.5 m/dtk ke arah Tenggara.
Gambar 2 22. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Surut
Dari kedua hasil pemodelan diatas dapat disimpulkan bahwa pola arah arus dominan di Perairan Karang Sari relatif konstan dengan faktor pembeda hanya pada rentang kecepatannya saja. Terlihat dari hasil pemodelan pola arus pada saat surut, kecepatan arus di Barat Daya dapat mencapai 8.4 m/dtk kemudian menurun mengikuti pola arah arus dominan.
Pemodelan Gelombang
Informasi karakteristik gelombang di suatu perairan merupakan faktor yang sangat penting pada perencanaan pelabuhan, dalam hal ini khususnya ketinggian gelombang maksimum (Hmax) dalam periode tertentu. Pemodelan gelombang di Perairan Karang Sari dikhususkan untuk menampilkan data ketinggian gelombang maksimal dan arah pergerakannya dalam kurun waktu 10 tahun. Pemodelan gelombang masih menggunakan software Mike21 dengan modul SW (Spectral Wave). Data-data yang digunakan adalah batimetri perairan Karang Sari, data angin, dan data ketinggian serta periode gelombang signifikan dari 5 arah mata angin yaitu, Barat, Barat Daya, Selatan, Tenggara dan Barat Laut. Hasil pemodelan adalah sebagai berikut:
Gambar 2 23. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Barat berkisar antara 0.45 m hingga lebih dari 2.1 m. Mendekati area rencana pelabuhan ketinggian gelombang berkisar antara 1.5 m hingga 1.8 m dengan arah perambatan konstan. Arah perambatan mengalami perubahan ke Timur Laut (refraksi) di area rencana causeway.
Gambar 2 24. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Daya dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Barat Daya berkisar antara 0.7 m hingga diatas 1.25 m dengan pola perambatan yang konstan ke arah Timur Laut.
Gambar 2 25. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Laut dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Barat Laut berkisar antara 0.45 m hingga lebih dari 2.25 m. Mendekati area rencana pelabuhan ketinggian gelombang berkisar antara 1.35 m hingga 1.95 m dengan arah perambatan konstan. Arah perambatan mengalami perubahan ke Timur Laut (refraksi) di area rencana causeway hingga memanjang ke arah Tenggara dengan ketinggian yang menurun saat mendekati pantai.
Gambar 2 26. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Selatan dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Selatan berkisar antara 0.7 m hingga diatas 1.8 m dengan pola perambatan yang konstan ke arah Utara. Terlihat cakupan area perambatan gelombang dengan kisaran ketinggian diatas 1.8 m yang luas karena perambatannya mengikuti morfologi dasar perairan Karang Sari.
Gambar 2 27. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Tenggara dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Tenggara berkisar antara 0.45 m hingga 2.25 m. Mendekati area rencana pelabuhan ketinggian gelombang berkisar antara 1.5 m hingga 1.8 m dengan arah perambatan relatif konstan menuju Barat Laut. Arah perambatan mengalami sedikit perubahan ke Barat Laut-Utara (refraksi) mendekati area rencana pelabuhan karena dipengaruhi bentuk morfologi daratan serta dasar perairan.
Ruang dan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi meliputi: pemukiman, tempat wisata, kawasan industri, kawasan perdagangan dan pesisir pantai. Pemukiman di Kabupaten Sukabumi tumbuh secara menyebar di Kabupaten Sukabumi. Walaupun demikian, Berdasarkan Perda No 22 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032, Pasal 8 Palabuhanratu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) memiliki fungsi utama sebagai pusat bisnis kelautan dengan skala pelayanan nasional dan internasional, dan fungsi penunjang sebagai kawasan pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera dan minapolitan. Secara keseluruh rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Gambar 2.28.
Transportasi
Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, Pada umumnya infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan publik. Di nisi lain transportasi juga berkembang sebagai industri jasa. Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat lugs dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil, serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi. Oleh sebab itu pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, andal, berkualitas, aman dan harga terjangkau.
jumlah kendaraan bermotor di Kabupaten Sukabumi yang paling dominan adalah sepeda motor, disusul dengan kendaraan jenis otolet dan kendaraan roda empat berupa minibus. Prasarana dan sarana transportasi sangat dibutuhkan dalam melakukan aktivitas perjalanan atau pergerakan baik barang dan penumpang yang dapat dilayani melalui jalur darat dan jalur laut. Sedangkan kondisi utilitas diperlukan karena merupakan penunjang dalam memenuhi setiap kebutuhan dasar manusia.
Transportasi Darat
Perencanaan sistem transportasi di Kabupaten Sukabumi pada dasarnya Bertujuan untuk menciptakan pergerakan barang dan orang yang optimal sehingga sistem transportasi yang direncanakan dapat mendukung seluruh kegiatan yang terjadi baik di dalam wilayah Kabupaten Sukabumi maupun di wilayah sekitarnya. Berdasarkan penjelasan diatas, prasarana dan sarana transportasi darat dibutuhkan untuk memudahkan pergerakan barang dan penumpang di daratan. Hal-hal yang berkaitan dengan transportasi darat dalam pembahasan ini meliputi : jaringan jalan dan sarana transportasi lainnya seperti terminal.
Jaringan Jalan
Panjang jalan yang ada di wilayah Kabupaten Sukabumi pada tahun 2007 yang dikelola oleh negara sepanjang 49.932 km, yang dikelola oleh prpinsi sepanjang 426.448 km, dan yang dikelola kabupaten sepanjang 1.316.300 km untuk jalan desa terdapat sepanjang 408.350 km.
Tabel 2 11. Panjang Jalan Menurut Kewenangan
No
Jenis Kewenangan
Panjang Jalan
(Km)
1
Jalan Nasional
49.932
2
jalan Provinsi
426.448
3
Jalan Kabuapaten
1.316.300
4
Jalan Kota
27.660
Sumber: Dinas Perhubungan 2010
Secara fungsional jalan-jalan yang ada di Wilayah Kabupaten Sukabumi dapat diklasifikasikan menurut Undang-Undang No.26 Tahun 1986 tentang jalan. Berdasarkan Undang-undang tersebut pembagian jalan menurut fungsinya dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu jalan arteri, jalan kolektor dan jalan Lokal.
Alur Pelayaran Esksisting PLTU
Alur pelayaran PLTU eksisting beroperasi pada sebelah barat lokasi kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dengan titik koordinat sebagai berikut:
PO = 07"01'10.60"S-106"32'43.80"T, P1 = 07"01'05.93"S-106"32'55.30"T,
P2 = 07"01'06.00"S-106"30'25.60"T, P3 = 07"02'06.24"S-106"28'06.73"T,
P4 = 07"02'06.19"S-106"24'44.60"T, P5 =07"03'07.58"S-106"24'23.70"T,
P6 = 07"02'22.90"S-106"24'07.50"T.
Gambar 2 28.PETA TATA RUANG WILAYAH
Gambar 2 29. Peta Alur Pelayaran esksisting Palabuhan Ratu
Komponen Biologi
Vegetasi di lokasi kegiatan umumnya terdiri dari tanaman pesisir. Daerah tropis ditepi pantai dan daerah rendah dengan pasir yang menghampar pada umumnya terdapat tumbuhan kelapa dan nyamplung. Flora dilokasi kegiatan hanya berada di sebelah utara lokasi yang berbatasan dengan jalan raya, itu pun dengan jumlah pohon yang tidak terlalu banyak yang berfungsi sebagai tanaman peneduh jalan.
Kondisi pasir dasar laut berupa pasir putih dan karang abu-abu kehitaman. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual dapat disimpulkan bahwa karang-karang yang terdapat di perairan sekitar lokasi merupakan karang tidak aktif (karang mati). Hal ini dicirikan berwarna hitam. Di lokasi kegiatan juga tidak terdapat ekosistem lamun ataupun ekosistem mangrove yang terhampar di persisir pantai.
Flora Terestrial
Secara umum vegetasi di lokasi pembangunan merupakan tanaman pesisir yang hanya terdiri dari beberapa jenis tanaman sebagian besar berfungsi sebagai tanaman peneduh. Penutupan vegetasi di lokasi pembangunan cukup terbuka, hanya terdapat beberapa jenis pohon dan semak dan herba. Di lokasi kegiatan tidak ditemukan mangrove yang tumbuh pada pesisir pantai tersebut. Jumlah jenis flora yang dapat tercatat adalah sebanyak 11 jenis tanaman. Jenis tanaman yang termasuk kelompok pohon ada 4 jenis, kelompok semak ada 3 jenis dan yang termasuk herba ada 4 jenis. Untuk lebih lengkapnya mengenai data jenis vegetasi di wilayah studi disajikan pada Tabel di bawah ini
Tabel 2 12. Jenis Vegetasi di Wilayah Studi
No
Jenis Tumbuhan
Nama lokal
1
Cocos nucifera
Kelapa
2
Musa paradisiaca
pisang
3
Acacia auriculiformis
Akasia
4
Andropogon aciculatus
Rumput jarum
5
Pterocarpus indicus
Angsana
6
Solanum torvum
Takokak
7
Bougenvillea spectabilis
Bogenvile
8
Ipomoea pas-caprae
Kangkung Laut
9
Cordyline fruticosa
Hanjuang
10
Ficus nilotica
Waru laut
11
Terminalia catappa
Ketapang
Sumber : Data Primer 2014
Fauna Terestrial
Jenis fauna yang dicatat dalam pengamatan langsung di lokasi studi antara lain jenis avifauna (burung), mamalia, dan reptilia.
A. Avifauna
Tidak banyak jenis avifauna yang ditemukan di lokasi studi. Berdasarkan hasil survey lapangan, keanekaragaman jenis avifauna di wilayah studi hanya terdiri dari 9 jenis burung, yang berasal dari 5 Bangsa dan 9 Suku.
Jenis yang relatif dominan ditemui adalah jenis Burung gereja-erasia (Passer montanus). Jenis ini merupakan jenis burung yang tersebar luas di areal terbuka terutama di daerah urban perkotaan. Selain itu, di wilayah studi juga ditemukan juga jenis burung yang memiliki status perlindungan dari pemerintah Republik Indonesia melalui peraturan pemerintah dan perundang-undangan Republik Indonesia – PP No. 7 Tahun 1999 dan UU No. 5 Tahun 1990. Data selengkapnya jenis avifauna yang ditemukan di wilayah studi disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2 13. Jenis avifauna yang ditemukan di wilayah studi
No.
Suku
Jenis Burung
Nama Indonesia
Status
1
Apodidae
Collocalia linchi
Walet linchi
2
Apus nipalensis
Kapinis rumah
3
Cisticolidae
Orthotomus ruficeps
Cinenen kelabu
4
Columbidae
Streptopelia chinensis
Tekukur
5
Hirundinidae
Hirundo tahitica
Layang-layang batu
6
Ploceidae
Lonchura punctulata
Bondol peking
7
Passer montanus
Burung-gereja erasia
8
Pycnonotidae
Pycnonotus goiavier
Merbah cerukcuk
Pycnonotus aurigaster
Kutilang
9
Nectarinidae
Cynnyris jugularis
Burung-madu sriganti
Dilindungi 1); 2)
Zosteropidae
Zosterops palpebrosus
Kacamata biasa
Sumber: Data Primer, 2014.
Keterangan:
1) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2) PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
B. Mammalia dan Reptilia
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di wilayah studi, tidak banyak jenis mammalia dan reptilia yang terdapat di wilayah studi. Setidaknya terdapat masing-masing 2 jenis mamalia dan reptilia yang sering terlihat di wilayah ini. Jenis tersebut berasal dari 3 Bangsa dan 3 Suku. Dari seluruh jenis mammalia tersebut tidak ada satupun jenis yang dilindungi berdasarkan peraturan perundangan nasional dan internasional. Data selengkapnya jenis mammalia dan reptilia yang ditemukan di wilayah studi disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2 14 Jenis mammalia dan reptilia yang ditemukan di wilayah studi
No.
Kelas
Bangsa
Suku
Nama Jenis
Nama Indonesia
Penemuan
1
Mammalia
Chiroptera
Pteropodidae
Cynopterus sp.
Codot
Observasi
2
Rodentia
Muridae
Rattus norvegicus
Tikus got
Observasi
3
Reptilia
Squamata
Gekkonidae
Hemidactylus frenatus
Cicak rumah
Observasi
4
Scincidae
Eutropis multifasciata
Kadal
Observasi
Sumber: Data Primer, 2014.
Biota laut
Lokasi laut yang merupakan lokasi perairan pariwisata dengan keadaan sekeliling lokasi kegiatan operasional PLTU dan Pelabuhan ikan, yang memungkinkan terganggunya biota yang ada di pesisir lokasi kegiatan. Keadaan lokasi kegiatan yang berupa perairan berpasir dengan ombak yang cukup deras yang memungkinkan jenis lamun dan alga tidak tumbuh di sekitar lokasi kegiatan. Plankton dan benthos yang hidup melayang mengikuti arus air terindentifikasi berikut uraian mengenai plankton dan benthos:
A. Plankton dan Benthos
Plankton merupakan biota air yang hidup melayang mengikuti arus air. Plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang meliputi tumbuhan renik dan zooplankton yang merupakan hewan renik. Dalam ekosistem perairan, fitoplankton merupakan tumbuhan yang menentukan produktivitas perairan. Disamping itu, fitoplankton dapat juga dipakai sebagai indikator adanya perubahan kondisi lingkungan perairan, misalnya masuknya bahan-bahan pencemar ke dalam perairan yang dapat menimbulkan dampak. Demikian juga halnya dengan zooplankton.
Pertumbuhan dan pembelahan sel plankton sangat tergantung pada nutrisi, antara lain nitrat, fosfat dan silikat. Di perairan sebagian besar oksigen dihasilkan oleh fitoplankton, sehingga keberadaan plankton memegang peranan penting di dalam ekosistem akuatik baik sebagai makanan biota air maupun sebagai penghasil oksigen untuk organisme hidup lainnya.
Pengambilan sampel plankton dilakukan di 3 titik. Berdasarkan hasil pencacahan plankton, di wilayah studi ditemukan sebanyak 53 jenis phytoplanton, 17 jenis zooplankton dan 16 jenis benthos (lihat Tabel 2.15).
Kehadiran berbagai jenis phytoplankton di semua lokasi menunjukkan jumlah yang tinggi, hal ini menunjukkan bahwa perairan masih mendukung kehidupan ikan dan organisme lainnya, karena phytoplankton merupakan salah satu sumber pakan alami jenis ikan dan jenis udang-udangan. Adapun jenis phytoplankton yang dominan pada semua titik adalah jenis Bacillaria paradoxa.
Kehadiran jenis zooplankton di perairan menunjukan kondisi perairan yang sehat. Zooplankton berfungsi untuk menekan pertumbuhan fitoplankton sehingga selalu dalam kondisi seimbang, dan tidak mengakibatkan pertumbuhan fitoplakton (blooming) berlebih yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas air dan mempengaruhi organisme akuatik lainnya.
Kelimpahan organisme fitoplankton tertinggi ditemukan di Stasiun I & II dengan kelimpahan populasi sebanyak 121.770 individu/m3, kelimpahan organisme zooplankton tertinggi ditemukan di Stasiun III dengan kelimpahan populasi sebanyak 3.465 individu/m3.
Kelimpahan individu dan keanekaan jenis plankton di suatu perairan, secara kuantitatif sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan fisika-kimia antara lain arus air, kecerahan, dan kualitas air. Berdasarkan Lee et. al. (1978) bahwa perairan yang nilai indeks keanekaragaman jenis planktonnya > 2,0 maka perairan tersebut belum mendapat zat pencemar. Indeks keanekaragaman jenis Shannon & Wiener plankton di wilayah studi dapat dikategorikan sebagai perairan yang memiliki daya dukung bagi kelangsungan keberadaan biota perairan (plankton) dimana nilainya berkisar antara 3,58 (Stasiun I) Zooplankton sampai dengan 5,16 (Stasiun III) Fitoplankton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 15. Keanekaragaman Jenis Plankton di Wilayah Studi
NO
INDIVIDU
HASIL SAMPLING
I
II
III
Fitoplankton
CHRYSOPHYTA
1
Amphiprora sp.
495
990
2
Amphora sp.
495
3
Bacillaria paradoxa
3960
5940
4455
4
Bacteriastrum hyalinum
2970
1980
2475
5
Bacteriastrum varians
1980
2475
1485
6
Bacteriastrum sp.
990
1485
1980
7
Biddulphia mobilliensis
2475
2970
8
Biddulphia sinensis
1485
2475
1980
9
Chaetoceros brevis
2970
2475
3465
10
Chaetoceros curvisetum
7425
5940
6435
11
Chaetoceros decipiens
3465
2970
3960
12
Chaetoceros laevis
1980
2475
1485
13
Chaetoceros pendulum
2475
1485
2475
14
Chaetoceros sp.1
2970
1485
2475
15
Chaetoceros sp.2
990
1485
16
Chaetoceros sp.3
1485
17
Coscinodiscus asteromphalus
1980
2475
1485
18
Coscinodiscus sp.
3465
3960
2970
19
Climacosphenia sp.
1485
1980
20
Ditylum sol
2970
3960
3465
21
Eucampia sp.
990
1485
22
Ethmodiscus gazellae
495
990
990
23
Guinardia flaccida
3960
3465
4455
24
Hemiaulus sinensis
990
990
25
Hemidiscus cuneiformis
495
990
990
26
Hyalodiscus stelliger
990
1980
1485
27
Lauderia borealis
4455
3960
3465
28
Navicula sp.1
1980
1980
2475
29
Navicula sp.2
990
1485
30
Nitzschia longissima
1980
2970
2475
CHRYSOPHYTA
31
Nitzschia seriata
7425
8910
8415
32
Nitzschia sigma
1485
1980
1980
33
Nitzschia sp.
990
34
Pleurosigma angulatum
990
1485
990
35
Pleurosigma elongatum
2970
3465
3960
36
Pleurosigma normanii
495
990
990
37
Pleurosigma rectum
990
495
38
Pleurosigma sp.1
495
495
39
Pleurosigma sp.2
495
495
40
Rhizosolenia alata
2970
2475
3465
41
Rhizosolenia arafurensis
2475
1485
1980
42
Rhizosolenia calcar-avis
1980
2970
1485
43
Rhizosolenia robusta
495
990
44
Rhizosolenia setigera
3960
3465
4455
45
Rhizosolenia styliformis
1485
1980
1980
46
Rhizosolenia stolterfothii
3465
2970
3960
47
Rhizosolenia sp.1
1485
990
990
48
Rhizosolenia sp.2
495
495
49
Stepphanopyxis sp.
1980
1485
2475
50
Surirella sp.1
990
495
990
51
Surirella sp.2
495
52
Thalassionema nitzschiodes
10395
8910
7920
53
Thalassionema frauenfeldii
12870
10890
11880
Jumlah individu / m3
121770
121770
126225
Jumlah Taxa
46
46
47
Inde ks diversitas H' = - E pi log2 pi
5.04
5.13
5.16
(SHANNON - WEAVER, 1949)
H-max = Log2 S
5.52
5.52
5.55
Equitailitas (E) = H'/H-max
0.91
0.93
0.93
Zooplankton
ARTRHOPODA
CRUSTAC EA
1
Acartia sp.
495
990
990
2
Acartia sp. (nauplius)
3465
2970
3960
3
Microstella sp.
990
1485
4
Oithona sp.
990
495
1485
5
Oithona sp. (nauplius)
2970
3465
2475
6
COPEPODA (sp.)
495
990
PROTOZOA
CILIATA
7
Codonellopsis parva
1980
1485
2475
8
Favella campanula
2475
2970
1980
9
Leprotintinnus boltnicus
495
90
10
Leprotintinnus nordvisti
2970
2475
3465
11
Prorodon sp.
3960
3465
12
Rhabdonella sp.
495
495
13
Tintinnopsis beroidea
2970
3465
2475
14
Tintinnopsis gracilis
1980
2970
1980
15
Tintinnopsis radix
2475
1980
2970
16
Tintinnopsis sp.1
495
990
17
Tintinnus lusus-undae
1980
2475
3465
Jumlah individu / m3
29700
29205
3465
Jumlah Taxa
14
16
15
Inde ks diversitas H' = - E pi log2 pi
3.58
3.72
3.77
(SHANNON - WEAVER, 1949)
H-max = Log2 S
3.81
4.00
3.91
Equitailitas (E) = H'/H-max
0.94
0.93
0.97
Benthos
MOLLUSCA
BIVALVIA
1
Limaria sp.
5
3
4
2
Tellina sp. 1
6
5
5
3
Tellina sp. 2
4
5
2
4
Veneridae
4
2
5
5
BIVALVIA (sp.1)
2
2
1
6
BIVALVIA (sp.2)
1
2
GASTROPODA
7
Atys sp.
4
6
5
8
Vexillum sp.
1
9
GASTROPODA (sp.1)
2
1
2
10
GASTROPODA (sp.2)
2
1
11
GASTROPODA (sp.3)
1
1
SCAPHOPODA
12
Dentalium sp.
2
4
3
PROTOZOA
FORAMINIF ERA
13
Asterorotalia sp.
10
8
5
14
Cavarotalia sp.
14
17
12
15
Pseudorotalia sp.
9
12
10
16
Quinqueloculina sp.
5
4
6
Jumlah individu / sampel
70
72
63
Jumlah Taxa
14
15
14
Inde ks diversitas H' = - E pi log2 pi
-3.48
-3.39
-3.49
(SHANNON - WEAVER, 1949)
H-max = Log2 S
3.81
3.91
3.81
Equitailitas (E) = H'/H-max
-0.91
-0.87
-0.92
Sumber : Data Primer PT. UNILAB PERDANA, 2014
I = Air Laut (500 M Sebelah Selatan) LS 06º 59' 17 11" BT 106º 32' 20 90"
II = Air Laut (500 M Sebelah Barat) LS 06º 54' 17 00" BT 106º 32' 10 70"
III = Air Laut (500 M Sebelah Utara) LS 06º 58' 56 36" BT 106º 32' 04 14"
2.6. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
2.6.1. Kondisi Umum Kecamatan Palabuhanratu
Kecamatan Palabuhanratu terletak di sebelah Selatan Kota Sukabumi dengan jarak tempuh 62 Km dengan kondisi jalan cukup baik sampai ke pantai Wisata Palabuhanratu. Letak Kecamatan berada tidak jauh dari Alun-alun Palabuhanratu , dekat dengan Tempat Pelelangan Ikan, Pasar Tradisional dan Sejumlah Hotel dan Rumah Makan yang berada disepanjang jalan menuju arah pantai Wisata Palabuhanratu.
Kecamatan Palabuhanratu memiliki sembilan Desa dan satu Kelurahan :diantaranya Kelurahan Palabuhanratu, Desa Citarik, Desa Citepus, Desa Cibodas, Desa Buniwangi, Desa Cikadu, Desa Pairsuren, Desa Tonjong, Desa Jayanti dan Desa Cimanggu. Secara astronomi wilayah Palabuhanratu berada pada 1060 31 BT - 1060 37 BT dan antara 60 57 LS - 70 04 LS. Secara administratif, berikut batas - batas wilayah administrasi Kecamatan Palabuhanratu sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Cikakak dan Kecamatan Cikondang
Sebelah Selatan : Kecamatan Simpenan
Sebelah Timur : Kecamatan Cimanggu
Sebelah Barat : Teluk Palabuhanratu
Topografi wilayah Palabuhanratu bervariasi mulai dari daratan sampai berbukit, daratan landai terletak di sepanjang garis pantai dan sepanjang aliran sungai sampai dengan daerah perkotaan. Kondisi iklim tropis di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh musim angin barat yang bertiup dari timur dan sebaliknya. Musim angin Barat bertiup pada bulan Desember sampai bulan Maret, sedangkan musim angin Timur berlangsung antara bulan Juni sampai bulan September. Suhu udara di Palabuhanratu berkisar antara 180 - 360 C dengan curah hujan 1412 - 3660 mm/th. Mempunyai ketinggian permukaan tanah berkisar antara 0 - 500 meter dari permukaan laut (mdpl) dengan kemiringan lahan antara 0 - 70%. Berikut luas wilayah, lahan pertanian dan non pertanian menurut desa di Kecamatan Palabuhanratu.
Tabel 2 16. Luas Wilayah, Lahan Sawah, Lahan Pertanian, dan Non Pertanian (Ha) menurut Desa di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2013
Desa
Luas Wilayah (Ha)
%
Lahan Pertanian
Lahan Non Pertanian
Sawah
Bukan Sawah
Jumlah
Citarik
374
4.53
10
261
271
103
Palabuhanratu
1038
12.57
139
820
959
79
Citepus
714
8.64
160
473
633
81
Cibodas
1526
18.47
232
1,004
1,236
290
Buniwangi
733
8.87
15
580
595
138
Cikadu
1156
14.00
149
874
1,023
133
Pasirsuren
535
6.48
125
294
419
116
Tonjong
370
4.48
158
105
263
107
Jayanti
288
3.49
10
148
158
130
Cimanggu
1526
18.47
232
1,004
1,236
290
Jumlah
8260
100
1230
5,563
6,793
1467
Sumber : Pendataan Potensi Desa, 2014 (Data 2013)
Berdasarkan tabel tersebut, Desa Cibodas merupakan Desa dengan luas wilayah paling tinggi dibandingkan desa lainnya di Kecamatan Palabuhanratu yaitu seluas 1526 Ha (18,47%), sedangkan wilayah terkecil berada di Desa Jayanti dengan luas 288 Ha (3,49%). Desa Cimanggu merupakan pemekaran dari Desa Cibodas, sehingga sampai dengan pendataan Potensi Desa th 2014 masih menggunakan data Desa Cibodas.
Jumlah Penduduk di Kecamatan Palabuhanratu sebesar 104231 jiwa , dengan jumlah penduduk tertinggi berada di Kelurahan Palabuhanratu yaitu sebesar 31308 jiwa, dengan luas wilayah sebesar 1038 Ha, dan kepadatan penduduknya mencapai 30,16 Jiwa/Ha. Sementara itu jumlah penduduk terendah berada di Desa Cimanggu dengan jumlah penduduk sebesar 4544 jiwa, dan luas wilayah sebesar 1526 Ha. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kepadatan/Ha, dan Rasio Jenis Kelamin menurut Desa di Kecamatan Palabuhanratu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2 17. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Kepadatan/Ha dan Rasio Jenis Kelamin menurut Desa di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2013
Desa
Luas Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk
Kepadatan/Ha
Rasio Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Citarik
374
6211
6,069
12,280
32.83
102.34
Palabuhanratu
1038
15923
15,385
31,308
30.16
103.50
Citepus
714
5364
5,437
10,801
15.13
98.66
Cibodas
1526
5309
4,047
9,356
6.13
131.18
Buniwangi
733
2510
2,468
4,978
6.79
101.70
Cikadu
1156
4556
4,187
8,743
7.56
108.81
Pasirsuren
535
3636
3,388
7,024
13.13
107.32
Tonjong
370
3357
3,240
6,597
17.83
103.61
Jayanti
288
4856
3,744
8,600
29.86
129.70
Cimanggu
1526
2224
2,320
4,544
2.98
95.86
Jumlah
8260
53946
50,285
104,231
12.62
107.28
Sumber : Pendataan Potensi Desa, 2014 (Data 2013)
Gambar berikut menunjukkan prosentase jumlah penduduk menurut desa di Kecamatan Palabuhanratu.
Gambar 2 30. Prosentase Penduduk di Kecamatan Palabuhanratu
Gambar 2 31. Kepadatan Penduduk di Kecamatan Palabuhanratu
Berdasarkan gambar tersebut, Desa Citarik mempunyai tingkat kepadatan paling tinggi bila dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Palabuhanratu. Sedangkan desa Cimanggu mempunyai tingkat kepadatan penduduk paling kecil. Lokasi Studi berada di Kelurahan Palabuhanratu yang mempunyai tingkat kepadata 30 jiwa/ha dan berada di area sepanjang pantai karangsari. Sedangkan jumlah KK terbesar berada di Kelurahan Palabuhanratu dan terkecil berada Desa Cimanggu. Berikut Jumlah Penduduk, KK dan rata-rata per KK menurut desa.
Tabel 2 18. Jumlah Penduduk, KK dan Rata-rata per KK Menurut Desa di Kecamatan Palabuhanratu
Desa
Jumlah Penduduk
Jumlah KK
Rata-rata per KK
Citarik
12280
3328
4
Palabuhanratu
31308
8545
4
Citepus
10801
2887
4
Cibodas
9356
1911
5
Buniwangi
4978
1295
4
Cikadu
8743
2318
4
Pasirsuren
7024
1975
4
Tonjong
6597
1781
4
Jayanti
8600
2056
4
Cimanggu
4533
1294
4
Jumlah
104231
27390
4
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2013
Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Palabuhanratu, sebagian besar merupakan pedagang sebanyak 8673 jiwa, disusul kemudian nelayan 1621 jiwa, petani sebanyak 1240 jiwa, buruh tani 1144 jiwa dan pegawai negeri sipil sebanyak 896 jiwa. Terdapat pula peternak, pengrajin, TNI dan POLRI. Jenis-jenis mata pencaharian penduduk di Kelurahan Palabuhanratu seperti pada tabel berikut.
Tabel 2 19. Jenis-jenis Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Palabuhanratu
No
Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa)
Prosentase (%)
1
Petani
1240
8,99
2
Buruh Tani
1144
8,29
3
PNS
896
6,50
4
Pengrajin/industri kecil
15
0,11
5
Pedagang
8673
62,88
6
Peternak
53
0,38
7
Nelayan
1621
11,75
8
Dokter
5
0,04
9
Bidan
8
0,06
10
TNI
42
0,30
11
POLRI
91
0,66
12
Notaris
4
0,03
Jumlah
13792
100
Sumber : Profil Kelurahan Palabuhanratu, 2013
Gambar 2 32. Jenis-jenis Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Palabuhanratu
Lokasi studi Amdal Pembangunan Dermaga Laut terletak di wilayah administrasi Kelurahan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Tampak pada gambar, mayoritas mata pencaharian penduduk sebagai pedagang dengan prosentase sebesar 62,88%, kemudian nelayan 11,75%, petani 8,99%, buruh tani 8,29 dan PNS 6,50%. Beberapa aktivitas warga yang diprakirakan terkena dampak langsung kegiatan tersebut berada di area pesisir karangsari, yaitu warga masyarakat yang berjumlah 24 KK dengan aktivitas berjualan makanan ringan di pesisir dengan membuka tenda-tenda, menyewakan tenda dan tikar bagi pengunjung, papan seluncur, banana boat dan aktivitas pantai lainnya. Aktivitas warga tersebut terkoordinir dan mendapat pembinaan dari instansi terkait dan merupakan bagian dari pengembangan aktivitas usaha di area wisata pantai.
2.6.2. Persepsi Masyarakat Terhadap Proyek
Untuk mengetahui pemahaman warga disekitar Tapak Proyek Pembangunan Dermaga Laut di pesisir pantai Karangsari Kelurahan Palabuhanratu, hal tersebut ditanyakan langsung kepada warga yang bermukim dan beraktivitas disekitar lokasi kegiatan, dari hasil wawancara tersebut diperoleh gambaran bahwa sebagain besar warga mengetahui kegiatan yang akan dialakukan oleh pemrakarsa. Tabel berikut menunjukkan sebanyak 34 orang responden mengetahui aktivitas Pembangunan Dermaga Laut sedangkan sebanyak 3 orang responden tidak mengetahuinya.
Tabel 2 20. Pemahaman Responden Terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut di Pesisir Pantai Karangsari
No
Pertanyaan
Jumlah
Responden
Prosentase
(%)
1
Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui bahwa di sekitar Bapak/Ibu/Sdr ada kegiatan Pembangunan Dermaga Laut ?
a. Ya Mengetahui
34
91,89
b. Tidak Mengetahui
3
8,11
Jumlah
37
100
Sumber : Data Primer, 2014
Sedangkan gambar berikut menjelaskan prosentase pendapat responden terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut , diperoleh gambaran bahwa sebesar 91,89 % responden kepala keluarga Mengetahui Rencana Pembangunan Dermaga Laut di Pesisir Karangsari. Selebihnya sebesar 8,11 % responden kepala keluarga Tidak Mengetahui Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut. Gambar berikut menunjukkan prosentase responden tentang pemahaman terhadap rencana kegiatan tersebut.
Gambar 2 33. Prosentase Pemahaman Responden Terhadap Rencana Kegiatan
Sedangkan yang menjadi sumber informasi bagi responden disekitar lokasi kegiatan adalah petugas lapangan, aparat pemerintah desa, media massa, tetangga sekitar, dan aktivitas kegiatan Pembangunan Dermaga Laut. Tabel berikut menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 25 orang atau setara dengan 67,57 % memperoleh informasi dari tetangga yang mengikuti pada saat public hearing, selebihnya mengetahui informasi dari aparat pemerintah Kecamatan, Desa , RW dan RT.
Tabel 2 21. Sumber Informasi Responden Tentang Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut
No
Pertanyaan
Jumlah
Responden
Prosentase
(%)
2
Jika Bapak/Ibu/Sdr mengetahui, dari mana sumber informasi adanya kabar/berita pembangunan tersebut ?
a. Petugas Lapangan
3
8,11
b. Aparat Pemerintah (Kec. Kel. RW.RT)
9
24,32
c. Koran
0
0
d. Tetangga
25
67,57
e. Televisi, Radio
0
0
f. Kegiatan di Tapak Proyek
0
0
Jumlah
37
100
Sumber : Data Primer, 2014
Untuk mengetahui prosentase mengenai sumber informasi yang diperoleh responden, gambar berikut menunjukkan bahwa sebesar 67,57 % responden kepala keluarga memperoleh informasi dari tetangga, sebesar 24,32 % bersumber dari informasi aparat kecamatan, desa, RW dan RT, dan sebesar 8, 11 % bersumber dari petugas lapangan.
Gambar 2 34. Sumber Informasi Responden
Dalam wawancara dengan responden , ditanyakan juga pemahaman mengenai manfaat dari pembangunan Dermaga Laut, diperoleh pernyataan sebanyak 17 orang responden mengatakan YA mengetahui manfaat Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut sesuai dengan tingkat pemahamannya masing-masing, yaitu akan menjadikan pelayanan lebih baik lagi bagi pengembangan area teluk palabuhanratu. Sedangkan selebihnya sebanyak 20 orang TIDAK mengetahui manfaat yang akan diperoleh dengan kegiatan ini. Tabel berikut menunjukan pemahaman responden terhadap manfaat kegiatan pembangunan Dermaga Laut.
Tabel 2 22. Pemahaman Responden Terhadap Manfaat Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut
No
Pertanyaan
Jumlah
Responden
Prosentase
(%)
3
Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui manfaat dari kegiatan Pembangunan Dermaga Laut?
a. Ya
17
45,95
b. Tidak
20
54,05
Jumlah
37
100
Sumber : Data Primer, 2014
Gambar berikut menunjukkan prosentase pemahaman responden terhadap MANFAAT dari Pembangunan Dermaga Laut. Sebesar 45,95% mengatakan mengetahui Manfaatnya dan sebanyak 54,05% tidak mengetahui manfaatnya.
Gambar 2 35. Prosentase Pendapat Responden Tentang Manfaat Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut
Sedangkan berdasarkan kepemilikan lahan dilokasi tapak proyek, diperoleh gambaran dari responden bahwa dilokasi Tapak Proyek tidak ada Lahan masyarakat lainnya. Sebanyak 37 orang responden atau setara dengan 100 % menyatakan tidak ada lahan masyarakat lainnya yang terpakai oleh kegiatan pembangunan Dermaga Laut.
Tabel 2 23. Adakah Lahan Responden Yang Terpakai oleh Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut ?
No
Pertanyaan
Jumlah
Responden
Prosentase
(%)
4
Adakah lahan yang Bapak/Ibu/Sdr manfaatkan selama ini yang terkena proyek?
a. Ya
0
0
b. Tidak Ada
37
100
Jumlah
37
100
Sumber : Data Primer, 2014
Gambar berikut menjelaskan bahwa di lokasi tapak proyek TIDAK ada satupun tanah responden atau masyarakat lainnya yang terkena oleh pembangunan Dermaga Laut.
Gambar 2 36. Prosentase Lahan Responden Yang Terkena Proyek
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa dari 37 responden kepala keluarga yang diwawancarai terdapat 51,35 % menyatakan SETUJU, sedangkan 43,24 % menyatakan TIDAK SETUJU dan 5,41 % menyatakan TIDAK TAHU.
2.6.3. Pemahaman Terhadap Resiko Kegiatan
Dari hasil wawancara yang dilakukan disekitar tapak proyek, diperoleh gambaran bahwa pembangunan Dermaga Laut membuat beberapa kekhawatiran responden. Terutama berkenaan dengan aktivitas wisata pantai dan kegiatan penunjangnya. Sebanyak 35,14 % beranggapan pembangunan dermaga laut akan mengakibatkan kunjungan wisata di Pantai Karangsari menjadi berkurang, sebanyak 21,62 % beranggapan kunjungan terhadap hotel akan berkurang, selebihnya mengganggap timbulan sampah dari aktivitas Dermaga Laut . Gambar berikut menunjukkan Prosentase Pendapat Warga Tentang Pemahaman dari Remenjadi meningkat 18,92 %. Kemacetan Lalu-lintas 10,81 %, Konflik sosial di area Dermaga Laut 5,41 %. Gambar berikut menunjukkan kekhawatiran responden terhadap rencana pembangunan dermaga laut di pantai Karangsari.
Gambar 2 37. Kekhawatiran Responden Terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut
Gambar 2 38. Kekhawatiran Responden Lainnya Terhadap Rencana Kegiatan Pembangunan Dermaga Laut
2.6.4. Harapan Terhadap Kesempatan Kerja
Harapan warga yang terbesar dari rencana kegiatan pembangunan Dermaga Laut adalah terbukanya kesempatan kerja pada Tahap Pra Konstruksi, Tahap Konstruksi dan Tahap Operasional Dermaga Laut.
Selain itu berharap pula terbukanya kesempatan berusaha bagi responden disekitar tapak proyek. Dari hasil wawancara diperoleh pernyataan bahwa pemrakarsa agar memprioritaskan tenaga kerja setempat. Berikut harapan warga dengan adanya Rencana Pembangunan Dermaga Laut.
Gambar 2 39. Jenis Pekerjaan dan Peluang Usaha Yang Diminati Responden
Jenis pekerjaan yang diminati responden adalah sebagai buruh bangunan sebesar 16,22%, sebagai kontraktor 13,51%, sopir dan satpam masing-masing 10,81% dan operator alat berat 8,11%. Sedangkan peluang usaha yang diharapkan adalah buka warung makan 24,32 % dan jual kerajinan khas palabuhanratu 16,22 %.
2.7. Kesehatan Masyarakat
Jumlah tenaga kesehatan di masing-masing Desa/Kelurahan tidaklah merata, berdasarkan kecamatan Palabuhanratu Dalam Angka Tahun 2011 diperoleh gambaran jumlah tenaga kesehatan di Kelurahan Palabuhanratu terbilang cukup lengkap yang terdiri dari Dokter Umum, Dokter Gigi, Mantri/Perawat, Bidan dan Dukun Bayi Terlatih. Sedangkan Desa Cibodas hanya mempunyai 6 Tenaga Kesehatan. Tabel berikut menunjukkan Tenaga Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palabuhanratu sampai dengan tahun 2011.
Tabel 2 24. Tenaga Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2011
No
Desa/Kelurahan
Dokter
Dokter Gigi
Mantri/
Perawat
Bidan
Dukun Bayi
1
Citarik
2
-
5
2
3
2
Palabuhanratu
8
3
3
8
2
3
Citepus
1
-
2
2
1
4
Cibodas
-
-
1
1
3
5
Buniwangi
-
-
2
1
3
6
Cikadu
-
-
1
2
21
7
Pasirsuren
-
-
1
2
4
8
Tonjong
-
-
2
3
4
Jumlah
11
3
17
21
41
Sumber : Kecamatan Palabuhanratu Dalam Angka, 2011
Sarana kesehatan menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palabuhanratu terdiri dari Poliklinik, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, RSUD Palabuhanratu, Tempat Praktek Dokter dan Posyandu. Kelurahan Palabuhanratu mempunyai sarana kesehatan lebih lengkap bila dibandingkan dengan Desa lainnya di Kecamatan Palabihanratu, di Kelurahan ini terdapat Puskesmas, RSUD, Tempat Praktek Dokter dan Posyandu sebanyak 35 lokasi. Tabel berikut menunjukkan Sarana Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palabuhanratu sampai dengan tahun 2011.
Tabel 2 25. Sarana Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palabuhanratu Tahun 2011
No
Desa/Kelurahan
Poliklinik
Puskesmas
Pustu
RSUD
Tempat Praktek Dokter
Posyandu
1
Citarik
-
1
-
-
2
18
2
Palabuhanratu
-
1
-
1
6
35
3
Citepus
-
-
-
-
2
12
4
Cibodas
-
-
1
-
-
11
5
Buniwangi
-
-
1
-
-
9
6
Cikadu
-
-
-
-
-
4
7
Pasirsuren
-
-
1
-
-
4
8
Tonjong
-
-
-
-
1
8
Jumlah
-
2
3
1
11
101
Sumber : Kecamatan Palabuhanratu Dalam Angka, 2011
Rumah Sehat
Berdasarkan data hasil dari laporan puskesmas palabuhanratu yang melakukan program IS (Inspeksi Sanitasi) yang membina 1 Kelurahan dan 3 Desa yakni kelurahan palabuhanratu, Desa Citepus, Desa Cibodas dan Desa Buniwangi, memiliki presentasi keseluruhan rumah sehat sebesar 79,7 dari jumlah sampel yang dilakukan sebesar 1268 rumah, dari total rumah sebesar 16271. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 26. Jumlah Rumah Sehat di Puskesmas Palabuhanratu Tahun 2012
No.
Desa
Jumlah Rumah
Jumlah Diperiksa
Jumlah Rumah Sehat
Presentase (%)
1
Palabuhanratu
8672
328
269
82,0
2
Citepus
2869
317
252
79,5
3
Cibodas
2219
338
262
77,5
4
Buniwangi
2511
285
228
80,0
Total
16271
1268
1011
79,7
Sumber : Laporan Puskesmas Palabuhanratu, 2012
Gambar 2 40. Diagram Presentase Rumah Sehat
Sarana dan Prasarana Sanitasi
Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Puskesmas Palabuhanratu, yakni memeriksa keluarga yang memiliki akses air bersih yang berada di 1 Kelurahan dan 3 Desa yang berada dalam binaan dari Puskesmas Palabuhanratu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 27. Jumlah Keluarga Memiliki Akses Air Bersih
No
Desa
Jumlah Keluarga yang ada
Jumlah diperiksa
Akses Air Bersih
Jumlah
Ledeng
PMA
SGL
SPL
PP
Lainnya
1
Palabuhanratu
8.777
291
90
2
113
86
0
0
291
2
Citepus
2.751
282
97
0
41
51
78
15
282
3
Cibodas
2.231
291
0
60
46
7
179
0
292
4
Buniwangi
2.231
265
0
24
7
111
116
7
265
Jumlah
16.528
1.130
187
86
207
255
373
22
1.130
Sumber: Laporan Puskesmas Palabuhanratu, 2012
Ket :
1. PMA : Perlindungan Mata Air
2. SGL : Sumur Gali
3. SPL : Sumur Pompa Listrik
4. PP : Perpipaan
5. Lainnya : Sungai dan sumber air lainnya
Gambar 2 41. Diagram Keluarga yang Memiliki Akses Air Bersih
Dari hasil laporan tahunan yang dilakukan Puskesmas Palabuhanratu, dimana mendata antara lain kepemilikan sarana air bersih, jamban, tempat sampah dan SPAL (Sistem Pembuangan Air Limbah) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 28. Jumlah Sarana Air Bersih
No.
Desa
Jumlah KK
Jumlah KK Diperiksa
Jumlah KK Memiliki
Sarana Air Bersih
1
Palabuhanratu
8.777
329
291
2
Citepus
2.751
317
282
3
Cibodas
2.231
338
292
4
Buniwangi
2.769
285
265
Total
16.528
1.269
1.130
Sumber : Laporan Puskesmas Palabuhanratu, 2012
Gambar 2 42. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana Air Bersih
Tabel 2 29. Jumlah Sarana Jamban
No.
Desa
Jumlah KK
Jumlah KK Diperiksa
Jumlah KK Memiliki
Sarana Jamban
1
Palabuhanratu
8.777
329
282
2
Citepus
2.751
317
264
3
Cibodas
2.231
338
215
4
Buniwangi
2.769
285
212
Total
16.528
1.269
973
Sumber : Laporan Puskesmas Palabuhanratu, 2012
Gambar 2 43. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana Jamban
Tabel 2 30. Jumlah Sarana Tempat Sampah
No.
Desa
Jumlah KK
Jumlah KK Diperiksa
Jumlah KK Memiliki
Sarana Tempat Sampah
1
Palabuhanratu
8.777
329
329
2
Citepus
2.751
317
317
3
Cibodas
2.231
338
334
4
Buniwangi
2.769
285
282
Total
16.528
1.269
1.262
Sumber : Laporan Puskesmas Palabuhanratu, 2012
Gambar 2 44. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana Tempat Sampah
Tabel 2 31. Jumlah Sarana Pengelolaan Air Limbah
No.
Desa
Jumlah KK
Jumlah KK Diperiksa
Jumlah KK Memiliki
SPAL
1
Palabuhanratu
8.777
329
291
2
Citepus
2.751
317
271
3
Cibodas
2.231
338
231
4
Buniwangi
2.769
285
196
Total
16.528
1.269
969
Sumber : Laporan Puskesmas Palabuhanratu, 2012
Gambar 2 45. Diagram Keluarga yang Memiliki Sarana SPAL
Morbiditas
Sepuluh kejadian penyakit tertinggi yang ada di puskesmas palabuhanratu per tahun 2012 yang mencakup 1 kelurahan dan 3 desa, yakni Kelurahan Palabuhanratu, Desa Citepus, Desa Cibodas dan Desa Buniwangi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 32. Kejadian 10 Penyakit Tertinggi
No
Nama Penyakit
Jumlah Angka Kesakitan
1
Common Cold
379
2
Demam
285
3
Gastroduodenitis tidak Spesifik
208
4
Hypertensi
178
5
ISPA
171
6
Cephalgia
152
7
Diare & Gastroenteritis
149
8
Myalgia
146
9
Malaria Klinis
146
10
Dyspepsia
111
Sumber : Laporan Puskesmas Palabuhanratu, 2012
2.8. Hasil Konsultasi Publik
Keterlibatan masyarakat dalam Amdal Pelabuhan Laut Pengumpan Regional di Palabuhanratu telah diakomodir melalui Konsultasi Publik yang dihadiri oleh instansi terkait, tokoh masyarakat, dan beberapa perwakilan dari komunitas yang melakukan aktivitas kesehariannya di sekitar rencana tapak proyek. Berikut adalah beberapa masukan yang dapat diterima pada saat diskusi dengan masyarakat :
Masyarakat yang melakukan aktivitas berjualan di pantai Karangsari agar dapat diprioritaskan untuk menempati areal yang disediakan untuk berusaha dengan penataan yang lebih baik.
Dasar penyusunan dokumen Amdal sebaiknya merujuk kepada KLHS dan RPPLH agar dokumen tersebut lebih baik dan berkualitas.
Perlu perhatian dari pemrakarsa terkait rencana pembuangan material pasir hasil kerukan, yang akan dibuang ke laut dalam, karena dikhawatirkan akan mengganggu populasi ikan disekitarnya. Proyek pemerintah seperti ini sebaiknya menjadi contoh yang baik bagi proyek yang lain disekitar Palabuhanratu.
Rencana kegiatan ini sebaiknya mempertimbangkan aspek abrasi yang mungkin ditimbulkan dan harus disertai dengan perbaikan infrastruktur, serta perhatikan kerugian yang mungkin timbul bagi nelayan sekitar.
Harus dicarikan solusi terbaik bagi masyarakat sebagai pelaku tourism service dengan adanya kegiatan ini.
Warga lebih berharap agar kegiatan ini dapat berdampak positif secara ekonomi dan meningkatkan aktivitas positif bagi kelompok usaha di sekitar palabuhanratu.
Perguruan tinggi agar dilibatkan dalam upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari kegiatan ini.
Berdasarkan surat dari masyarakat, LSM, OKP dan Ormas Palabuhanratu tanggal 8 Januari 2014 (Laskar Merah Putih MAC Palabuhanratu, Pemuda Pancasila PAC Palabuhanratu dan DPC HNSI Kabupaten Sukabumi) kepada Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat terdapat pernyataan permintaan lokasi pembangunan tidak dilokasi wisata tersebut yaitu Pantai Kidang Kencana disebabkan hal-hal berikut:
Pantai Kidang Kencana adalah pantai yang selama ini digunakan oleh masyarakat dan para wisatawan baik lokal maupun luar negeri sebagai area bermain, satu-satunya yang ombaknya aman untuk digunakan diwilayah tersebut
Ada ombak yang selama ini digunakan untuk permainan surfingyang diminati wisatawan
Dikhawatirkan dengan dibangunnya Pelabuhan regional tersebut fenomena keindahan alam akan hilang yang pada saat ini dikenal indah, aman dan nyaman dikunjungi wisatawan, dikhawatirkan terjadi kekumuhan akibat dari aktifitas Pelabuhan regional tersebut (Lampiran).
Pada tanggal 4 Maret 2014 dilaksanakan silaturahmi dengan masyarakat Palabuhanratu dengan menghasilkan jalan tengah berupa klarifikasi dan penarikan surat penolakan lokasi pembangunan dermaga pelabuhan regional pada tanggal 5 Maret 2013, dengan pernyataan "kami Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPC HNSI) Kabupaten Sukabumi MENDUKUNG rencana Pembangunan Dermaga Pelabuhan Regional dan secara otomatis menarik Surat Keberatan Bersama LSM, ORMAS, OKP atas rencana Pembangunan Dermaga Regional di Pesisir Pantai Kidang Kencana – Karangsari Palabuhanratu" (Lampiran).
Pada tanggal 25 Maret 2014 Bupati Sukabumi mengadakan acara Pembahasan Persiapan Pembangunan Pelabuhan Regional Karangsari di Palabuhanratu. Dari undangan yang diundang semuanya menyatakan dukungannya untuk ditindaklanjuti pada tahap Pembangunan Dermaga Regional Karangsari di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi (Lampiran).
Pada tanggal 17 April 2014 Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika mengadakan acara Audiensi Pembahasan Pembangunan Dermaga Regional Karangsari di Palabuhanratu. Dari undangan yang diundang menyatakan "senantiasa mendukung Pembangunan Pelabuhan Regional Karangsari Palabuhanratu dengan harapan kami selalu dilibatkan dalam hal kegiatan pembangunan ataupun operasionalnya pelabuhan nanti" (Lampiran).
BAB III PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
Pada BAB 3 ini akan diprakirakan tingkat pentingnya dampak yang diperkirakan akan muncul sebagai akibat dari Rencana Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang berlokasi di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat sebagaimana diuraikan pada Sub Bab 1.2 tentang Ringkasan Dampak Penting Hipotetik Yang Ditelaah. Tujuan bab ini adalah menyaring kembali apakah dampak-dampak tersebut merupakan dampak penting, sehingga pengelolaan lingkungan pada proyek ini lebih diarahkan pada dampak yang dianggap penting tanpa mengabaikan dampak yang dianggap tidak penting.
Prakiraan dampak dilakukan dengan cara menilai masing-masing dampak menggunakan kriteria penentu dampak penting sebagaimana ketentuan Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Pasal 3 ayat (1). Adapun faktor penentu dampak penting adalah:
Jumlah manusia yang terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak
Sifat kumulatif dampak
Sifat berbalik atau tidak barbaliknya dampak
Mengingat tujuan dari prakiraan dampak ini adalah untuk lebih memfokuskan penanganan lingkungan, maka prakiraan dampak dilakukan terhadap dampak langsung (dampak primer) dan tidak langsung (dampak sekunder/ ikutan). Prakiraan ini bermaksud menyeleksi dampak langsung yang dianggap penting.
Jika suatu dampak yang diprakirakan akan muncul memenuhi beberapa nilai penting pada beberapa kriteria tersebut di atas, maka dampak tersebut dianggap sebagai dampak penting. Dampak tersebut ditunjukkan berdasarkan kriteria pentingnya dampak yaitu :
- P : Dampak Negatif Penting
+ P : Dampak Positif Penting
- TP : Dampak Negatif Tidak Penting
+ TP : Dampak Positif Tidak Penting
Jumlah Manusia yang Terkena Dampak
Penting bila
:
Jumlah manusia di wilayah studi yang terkena dampak tetapi tidak menikmati manfaat proyek adalah lebih besar dibandingkan dengan jumlah manusia di wilayah studi yang menikmati manfaat proyek.
Manusia yang terkena dampak mempunyai peluang untuk meninggal.
Luas Sebaran Dampak
Penting bila
:
Ada wilayah yang keseimbangan lingkungannya berubah secara mendasar, baik lingkungan alami maupun binaan.
Luas sebaran dampak lebih dari separuh luas sebaran manfaat kegiatan.
Intensitas Dampak
Penting bila
:
Melebihi baku mutu.
Melebihi kriteria ilmiah.
Melebihi batas toleransi sosial (untuk aspek sosial).
Spesies yang langka terancam punah.
Menimbulkan kerusakan kawasan lindung.
Merusak/memusnahkan peninggalan sejarah.
Mengubah areal yang mempunyai nilai estetika.
Lamanya Dampak Berlangsung
Penting bila
:
Dampak tersebut berlangsung lebih lama dibandingkan dengan masa kegiatan penyebab dampak yang sedang dilakukan. Dengan kata lain, dampak tersebut masih terus berlangsung walaupun penyebab dampaknya sudah tidak ada/berhenti.
Sifat Kumulatif Dampak
Penting bila
:
Dampak berlangsung berulang dan menerus.
Dampak terakumulasi.
Dampak menimbulkan efek yang saling memperkuat (sinergis).
Sifat Berbalik Dampak
Penting bila
:
Dampak tersebut tidak dapat dipulihkan oleh manusia.
Dampak tersebut mengakibatkan suatu reaksi lingkungan yang sifatnya berlawanan dengan tujuan proyek.
Banyaknya Komponen Lingkungan Lain yang Terkena Dampak
Penting bila
:
Ada komponen lingkungan lain yang terkena sebagai dampak tidak langsung.
Jika suatu dampak yang diprakirakan akan muncul memenuhi kriteria tersebut di atas, walaupun hanya satu kriteria, maka dampak tersebut dianggap sebagai dampak penting.
Kegiatan-kegiatan yang menjadi sumber dampak terhadap lingkungan hidup adalah:
PraKonstruksi
Survey Lapangan dan Perijinan
Pembebasan Lahan
Konstruksi
a) Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi
b) Mobilisasi alat dan material
c) Pematangan Lahan
d) Pembangunan Fasilitas Laut
e) Pembangunan Fasilitas Darat
3) Operasional
a) Pemeliharaan Fasilitas Darat
b) Operasional Fasilitas Laut
Tingkat kepentingan dampak Rencana Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang berlokasi di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat akan diuraikan sebagai berikut :
TAHAP PRA-KONSTRUKSI
Survey Lapangan dan Perijinan
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Sumber Dampak:
Dampak penting yang timbul dari komponen kegiatan survey dan perijinan adalah komponen lingkungan keresahan masyarakat setempat.
Besar Dampak:
Kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap keresahan masyarakat adalah kegiatan survey rencana kegiatan dan perijinan.
Dampak dapat terjadi karena masyarakat di sekitar wilayah studi sangat sensitif pada kegiatan-kegiatan pembangunan di sekitar lokasi kegiatan. Dari hasil pengolahan data primer melalui wawancara diperoleh tanggapan bahwa kekhawatiran yang muncul sebelum dimulainya kegiatan ini adalah terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan kelalaian manusia (human error) atau sebab lain yang mungkin saja terjadi. Diperoleh gambaran bahwa pembangunan Dermaga Laut membuat beberapa kekhawatiran responden lainnya. Terutama berkenaan dengan aktivitas wisata pantai dan kegiatan penunjangnya. Sebanyak 35,14 % beranggapan pembangunan dermaga laut akan mengakibatkan kunjungan wisata di Pantai Karangsari menjadi berkurang, sebanyak 21,62 % beranggapan kunjungan terhadap hotel akan berkurang, selebihnya mengganggap timbulan sampah dari aktivitas Dermaga Laut.
Mengingat besar prosentase manusia yang terkena dampak serta dampak psikologis yang cukup mengganggu keseimbangan sosial penduduk, maka dampak keresahan masyarakat dianggap dampak negatif penting.
Tabel 3 1. Pembobotan Dampak Kegiatan Survey dan Perijinan Tahap Pra-Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah penduduk dewasa (angkatan kerja) yang mencapai 104231 jiwa
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah Kec. Palabuhanratu
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap pra konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum konstruksi.
Dampak yang ditimbulkan yaitu ketidakpuasan kelompok yang menolak sehingga menimbulkan protes dan unjukrasa
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen yang terkena dampak adalah ketertiban sosial.
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap pra konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak negatif berbalik apabila ada komunikasi dan kesepakatan antara penduduk dengan manajemen Pelabuhan Laut Pengumpan Regional mengenai hal–hal yang dapat mengakomodasi keinginan masyarakat.
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari keresahan masyarakat akibat kegiatan survey dan perijinan pada tahap pra-konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 (enam) dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. maka dapat disimpulkan bahwa dampak kegiatan pada tahap pra-konstruksi, terutama kegiatan survey dan perijinan, terhadap keresahan masyarakat tergolong dampak negatif penting.
Pembebasan Lahan
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Sumber Dampak:
Dampak penting yang timbul dari komponen kegiatan pembebasan lahan adalah keresahan masyarakat setempat.
Besar Dampak:
Keresahan yang diprakirakan pada saat pembebasan lahan adalah para pedagang dan aktivitas jasa pariwisata yang ada di pantai Karangsari. Terdapat 24 KK yang melakukan aktivitas di lokasi ini, namun masyarakat tersebut menyadari bahwa lahan tersebut bukan miliknya. Lahan yang akan dibebaskan merupakan milik 1 (Satu) orang warga dan mempunyai kesepakatan secara lisan bahwa apabila lahan tersebut akan dipergunakan maka masyarakat siap dan bersedia untuk meninggalkan lokasi tersebut.
Atas ketidakpuasan masyarakat tersebut akan menimbulkan keresahan. Jumlah penduduk yang berpotensi melakukan unjukrasa minimal adalah penduduk yang melakukan aktivitas di lokasi pantai Karangsari yaitu sebanyak 24 KK. Mengingat besarnya potensi jumlah penduduk yang terlibat unjukrasa, maka dampak dikatergorikan Negatip Penting (-P)
Tabel 3 2. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembebasan Lahan Tahap Pra-Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah penduduk dewasa (angkatan kerja) yang mencapai 24 KK
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah Kel. Palabuhanratu
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap pra konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum konstruksi.
Dampak yang ditimbulkan yaitu ketidakpuasan masyarakat yang melakukan aktivitas usaha di pantai Karangsari yang menolak sehingga menimbulkan unjukrasa
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen yang terkena dampak adalah ketertiban sosial.
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap pra konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak negatif berbalik apabila ada komunikasi dan kesepakatan antara penduduk dengan manajemen Pelabuhan Laut Pengumpan Regional mengenai hal–hal yang dapat mengakomodasi keinginan masyarakat.
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari keresahan masyarakat akibat kegiatan pembebasan lahan pada tahap pra-konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 (enam) dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. maka dapat disimpulkan bahwa dampak kegiatan pada tahap pra-konstruksi, terutama kegiatan pembebasan lahan, terhadap keresahan masyarakat tergolong dampak negatif penting.
Penurunan Pendapatan Masyarakat pedagang
Sumber Dampak:
Dampak penting yang timbul terhadap komponen lingkungan penurunan pendapatan masyarakat pedagang bersumber dari pembebasan lahan pada tahap pra-konstruksi.
Besar Dampak:
Warga masyarakat yang melakukan aktivitas usaha dan jasa di pantai Karangsari berjumlah 24 KK, dengan rata-rata satu kk 4 orang saja, maka terdapat 96 orang masyarakat yang melakukan aktivitas usahanya akan mengalami penurunan pendapatan pada saat pembebasan lahan yang berdampak pada pembongkaran lapak-lapak usaha mereka di pantai Karangsari.
Atas ketidakpuasan masyarakat tersebut akan menimbulkan keresahan. Jumlah penduduk yang berpotensi melakukan unjukrasa minimal adalah penduduk yang melakukan aktivitas di lokasi pantai Karangsari yaitu sebanyak 24 KK. Mengingat besarnya potensi jumlah penduduk yang terlibat unjukrasa, maka dampak dikatergorikan Negatip Penting (-P)
Tabel 3 3. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembebasan Lahan Tahap Pra-Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Pendapatan Masyarakat pedagang
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah penduduk dewasa (angkatan kerja) yang mencapai 24 KK yang beraktivitas di pantai Karangsari
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Lokasi studi di Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap pra konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap konstruksi.
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya penurunan pendapatan.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Dampak tidak berkelanjutan dan bersifat linear selama tahap pra konstruksi
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap pra konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak dapat maksimal apabila penduduk lokal dapat memanfaatkan peluang usaha yang ada selama tahap pra konstruksi
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari terciptanya penurunan pendapatan pedagang akibat kegiatan pembebasan lahan pada tahap prakonstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 (enam) dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. maka dapat disimpulkan bahwa dampak kegiatan pada tahap ini tergolong dampak positif penting.
TAHAP KONSTRUKSI
Mobilisasi Tenaga Kerja Konstruksi dan Pengoperasian Base camp
Terciptanya Kesempatan Kerja dan Berusaha
Sumber Dampak:
Dampak penting yang timbul terhadap komponen lingkungan Kesempatan Kerja dan Berusaha bersumber dari mobilisasi tenaga kerja pada tahap konstruksi. Kebijakan pengelolaan lingkungan yang sudah direncanakan sebagai bagian dari rencana kegiatan adalah memprioritaskan tenaga kerja dan peluang berusaha kepada masyarakat setempat. Mobilisasi tenaga kerja dan rekruitmen tenaga kerja setempat akan memberikan dampak langsung berupa peningkatan penghasilan, belanja tenaga kerja di berbagai kegiatan ekonomi di sekitar lokasi.
Besar Dampak:
Perekrutan tenaga kerja konstruksi akan mengacu pada Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Gubernur No. 561/Kep.1746-Bangsos/2014 tanggal 24 Desember 2014 Tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1581-Bangsos/2014 Tentang Upah Minimum Kabupaten / Kota di Jawa Barat tahun 2015. Mobilisasi tenaga kerja pada tahap konstruksi dapat menimbulkan dampak positif, dengan adanya partisipasi penduduk lokal yang bekerja pada kegiatan ini. Untuk keperluan tenaga kasar, penduduk di pemukiman terdekat cukup berpotensi untuk turut bekerja. Diperkirakan, 73 orang kebutuhan tenaga kerja Tahap Konstruksi menggunakan tenaga lokal dari Kelurahan Palabuhanratu yang dapat terekrut. Jangka waktu pekerjaan yang relatif lama, juga akan menimbulkan dampak positif, dari upah yang diterima penduduk lokal. Dari warga di sekitar kegiatan, terdapat kelompok penduduk dengan kapasitas sosial ekonomi dan tingkat pendidikan rendah.
Selain peluang kerja di atas, ada pula peluang usaha bagi kontraktor dan suplier lokal, yang menjadi mitra bagi pemrakrsa kegiatan. Mereka dapat menjadi pemborong bagian –bagian tertentu dari pekerjaan konstruksi sehingga dampaknya menjadi positif penting
Tabel 3 4. Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Kesempatan Kerja dan Berusaha
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah penduduk lokal yang dapat mengambil manfaat dari kegiatan pada tahap konstruksi yang akan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 73 orang untuk tenaga kerja skill, semi skill dan non skill, kerja, adalah berasal dari Kel. Palabuhanratu
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Lokasi studi di Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional.
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya penambahan sumber penghasilan baru bagi penduduk lokal.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Dampak tidak berkelanjutan dan bersifat linear selama tahap konstruksi
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak dapat maksimal apabila penduduk lokal dapat memanfaatkan peluang kerja yang ada selama tahap konstruksi
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari terciptanya kesempatan kerja dan berusaha akibat kegiatan mobilisasi tenaga kerja pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 (enam) dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. maka dapat disimpulkan bahwa dampak kegiatan pada tahap konstruksi, terutama kegiatan mobilisasi tenaga kerja, terhadap kesempatan kerja dan berusaha(serta mata pencaharian) tergolong dampak positif penting.
Perubahan Tingkat Pendapatan tenaga kerja
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik peningkatan kondisi sosial ekonomi (berupa peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan perekonomian lokal) merupakan dampak turunan dari dampak peluang kerja dan berusaha (mata pencaharian) yang bersumber dari kegiatan: 1) mobilisasi tenaga kerja.
Besar Dampak:
Mobilisasi tenaga kerja pada tahap konstruksi dapat merekrut tenaga kerja lokal yang berjumlah 73 orang tenaga kerja lokal dari Kelurahan Palabuhanratu yang dapat terekrut. JIka diperhitungkan rata –rata upah buruh konstruksi minimal sebesar Upah Minimum Kab Sukabumi tahun 2015 (Penetapan revisi UMK Jabar 2015 berdasarkan Keputusan Gubernur No. 561/Kep.1746-Bangsos/2014 tanggal 24 Desember 2014 Tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1581-Bangsos/2014 Tentang Upah Minimum Kabupaten / Kota di Jawa Barat tahun 2015 yang diberlakukan per 1 Januari 2015 ) maka jika bekerja konsisten selama 26 hari dalam satu bulan akan mendapatkan penghasilan. Rp 1.940 000,-
Apabila 73 penduduk Kelurahan Palabuhanratu aktif bekerja, nilai uang yang diraih seluruh penduduk tersebut pada kegiatan konstruksi adalah Rp 141 620 000,-. Per bulan Pendapatan dari seluruh pekerja akan bermanfaat untuk meningkat kesejahteraan rumahtangga penduduk dan dapat mendukung pembiayaan pendidikan serta pemeliharan kesehatan anggota rumahtangga. Meninjau manfaat yang diberikan, maka dampak bersifat positif penting.
Tabel 3 5 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Perubahan Tingkat Pendapatan tenaga kerja
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah penduduk lokal yang dapat mengambil manfaat sebanyak 73 orang
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Lokasi studi di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional.
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya penambahan sumber penghasilan baru bagi penduduk lokal, rata –rata sebanyak Rp 1 940 000,- per bulan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Dampak tidak berkelanjutan dan bersifat linear selama tahap konstruksi
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak dapat maksimal apabila penduduk lokal dapat memanfaatkan peluang kerja yang ada selama tahap konstruksi
Penting
Berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak kegiatan pada tahap konstruksi, terutama kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan penerimaan tenaga kerja setempat terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan kondisi sosial ekonomi tergolong dampak positif penting.
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik peningkatan kondisi sosial ekonomi (berupa peningkatan pendapatan pedagang) merupakan dampak turunan dari dampak peluang kerja dan berusaha (mata pencaharian) yang bersumber dari kegiatan: 1) mobilisasi tenaga kerja.
Besar Dampak:
Apabila 73 penduduk Kelurahan Palabuhanratu aktif bekerja, nilai uang yang diraih seluruh penduduk tersebut yang bekerja pada kegiatan konstruksi adalah Rp 141 620 000,-. Per bulan. Bila saja setiap orang pekerja tersebut membelanjakan uangnya sebesar minimal Rp 30.000 per orang untuk membeli kebutuhan makan di warung-warung sekitar, maka akan diperoleh pendapatan tambahan bagi warung nasi sebesar Rp 2 190 000 per hari atau setara dengan Rp 56 940 000 per bulan. Meninjau manfaat yang diberikan, maka dampak bersifat positif penting.
Tabel 3 6 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Pendapatan Pedagang
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah penduduk lokal yang dapat mengambil manfaat sebanyak 73 orang
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Lokasi studi di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional.
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya penambahan sumber penghasilan baru bagi penduduk lokal, rata –rata sebanyak Rp 1 940 000,- per bulan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Dampak tidak berkelanjutan dan bersifat linear selama tahap konstruksi
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak dapat maksimal apabila penduduk lokal dapat memanfaatkan peluang kerja yang ada selama tahap konstruksi
Penting
Berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dampak kegiatan pada tahap konstruksi, terutama kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan penerimaan tenaga kerja setempat terhadap Peningkatan Pendapatan Pedagang tergolong dampak positif penting.
Keresahan Masyarakat
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik persepsi masyarakat peningkatan merupakan dampak turunan dari dampak peluang kerja dan berusaha (mata pencaharian) serta dampak pendapatan masyarakat (dan peningkatan perekonomian masyarakat) yang bersumber dari kegiatan mobilisasi tenaga kerja.
Besar Dampak:
Meskipun ada dampak positif dari kegiatan ini, tetapi potensi perebutan peluang kerja dan peluang usaha dimaksud, terutama apabila ada ketidakpuasan dari salah satu dari lingkungan RT di Kelurahan Palabuhanratu. Dengan asumsi 10% penduduk di Kelurahan Palabuhanratu mencari pekerjaan/penganggur, diperoleh 3130 orang. Jika Tenaga Kerja yang terserap sebanyak 73 orang (2,33%) berbanding dengan 3057 (97,66%) orang pencari kerja di Kelurahan Palabuhanratu. Kemudian kemungkinan adanya tuntutan dari penduduk/pengusaha lokal untuk dapat menjadi mitra kerja. Pada pihak lain, kontraktor yang telah mempunyai mitra kerja langganan, cenderung menggunakan mitranya tersebut sebagai perusaan sub-kontrak. Hal ini menimbulkan ketegangan sosial antara penduduk lokal dengan pemrakarsa kegiatan , sehingga menghambat kegiatan proyek.
Atas ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan protes dan unjukrasa oleh penduduk yang membutuhkan pekerjaan. Jumlah penduduk yang berpotensi melakukan unjukrasa minimal adalah kelompok pencar kerja/penganggur di Kelurahan Palabuhanratu.
Mengingat besarnya potensi jumlah penduduk yang terlibat pada protes dan unjukrasa, maka dampak dikatergorikan Negatip Penting (-P)
Tabel 3 7 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Tenaga Kerja Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah penduduk lokal di pemukiman berstatus sebagai oencari kerja yaitu mencapai 3130 jiwa
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional
Dampak yang ditimbulkan yaitu persepsi negatip masyarakat yang menganggap bahwa kegiatan mobilisasi tenaga kerja pada kegiatan konstruksi tidak memprioritaskan penduduk setempat, meskipun ada penyeimbang dari sejumlah penduduk yang direkrut dan aktif dalam kegiatan konstruksi.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen yang terkena dampak adalah ketertiban sosial yang berdampak pada gangguan kelancaran aktivitas penduduk dan gangguan terhadap kegiaan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak negatif berbalik apabila ada komunikasi dan kesepakatan antara penduduk dengan manajemen Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi mengenai hal –hal yang dapat mengakomodasi kebutuhan kerja penduduk lokal.
Penting
Sehingga dapat disimpulkan, berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas dampak kegiatan pada tahap konstruksi, terutama kegiatan mobilisasi tenaga kerja terhadap keresahan masyarakat tergolong dampak Negatif penting.
Mobilisasi Alat dan Bahan
Penurunan Kualitas Udara
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Penurunan Kualitas Udara merupakan dampak dari kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan.
Besar Dampak:
Kondisi rona awal kualitas udara ambient pada pemukiman penduduk dan tapak proyek dengan parameter CO, NO2, SO2, dan Debu (TSP) masih berada di bawah baku mutu menurut PP No. 41 Tahun 1999.
Kegiatan mobilisasi alat dan bahan konstruksi diprakirakan akan menimbulkan penurunan kualitas udara. Hal ini terjadi sebagai akibat terjadinya peningkatan arus lalu lintas menuju lokasi kegiatan yang mengangkut alat dan bahan untuk kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi yang didatangkan dari luar, seperti beton, batu kali, conblock wall, pasir, semen, baja, Atap, kayu, Keramik serta paving block dan lain-lain yang melibatkan kendaraan berbahan bakar solar.
Perkiraan peningkatan pencemar udara pada kegiatan mobilisasi alat dan bahan dapat dilihat pada dibawah yang dihitung berdasarkan persamaan :
E = (Vol x faktor polutan) x Faktor kecepatan
Dimana :
E = Peningkatan polutan
Vol = Volume kendaraan
Faktor polutan = Tabel
Faktor kecepatan = Kecepatan kendaraan
Tabel 3 8. Perkiraan Peningkatan Pencemar Udara Pada Kegiatan Konstruksi Mobilisasi Alat dan Bahan
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Dari perhitungan di atas dengan besarnya peningkatan pencemar udara tersebut (ditambah dengan kadar pada rona awal), maka akan berakibat pada penurunan kualitas udara yang diperkirakan akan terjadi seperti tersaji pada tabel berikut :
Tabel 3 9. Perkiraan Peningkatan Udara Pada Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan
No.
Parameter
Satuan
Tingkat Pencemaran Udara Di Lokasi
Baku Mutu
UW
DW
PM
1
HC
μgr/m3
88,64
82,64
82,64
900
2
NOx
μgr/m3
62,73
59,48
57,65
400
3
CO
μgr/m3
30.146
29.906
29.848
30000
Sumber : Hasil Perhitungan, 2014
Keterangan :
UW
=
Up Wind LS 06º 58' 54 10" BT 106º 32' 19 30"
DW
=
Down Wind LS 06º 58' 55 71" BT 106º 32' 25 85"
PM
=
Pemukiman Masyarakat / Kp. Babadan LS 06º 58' 56 22" BT 106º 32' 33 80"
*) Baku Mutu Kualitas Udara Berdasarkan PPRI No 41 Tahun 1999
**) Baku Mutu Kebisingan Berdasarkan Kepmenlh No.Kep-48/MENLH/11/1996
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan mobilisasi alat dan bahan untuk Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi secara umum masih berada dibawah baku mutu kecuali parameter CO menurut PP RI No. 41 tahun 1999, parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 11 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 29.848 - 30.146 µg/m3.
Penurunan kualitas udara selain dari adanya kontribusi gas CO, SO2 dan NOx yang diemisikan dari kendaraan Truk pengangkut juga dapat terjadi dengan adanya kontribusi debu yang berasal dari terangkatnya debu ke udara akibat pergerakan roda kendaraan/alat berat selama kegiatan maupun ceceran tanah yang tertiup angin.
Secara teori, kuantitas debu yang dihasilkan dari kegiatan ini, terutama dari kegiatan pengangkutan material/tanah dapat didekati dengan rumus empirik dari Midwest Research Institute (MRI, 1979) sebagai berikut :
eu = 5,9 (s/12) (S/30) (W/3) 0,7 (w/4) 0,5 (d/365)
Dimana :
eu
==
Jumlah debu per kecepatan (lb/mile)
s
==
Silt content (%)
S
==
Kecepatan kendaraan (mile/hour)
W
==
Berat kendaraan (ton)
w
==
Jumlah roda kendaraan
d
==
Jumlah hari tidak hujan
Dengan asumsi kondisi pengangkutan sebagai berikut :
Kecepatan truk 20 km/jam (19,95 mil/jam),
Berat truk + muatan 18 ton (39.683 lbs),
Jumlah roda truk 4 buah,
Jumlah hari tidak hujan 13 hari/tahun,
Silt content ± 10 %.
Maka jumlah debu yang akan dihasilkan oleh bergeraknya satu buah truk pada jalan yang telah diperkeras tersebut adalah 12,78 lb/mile (3,61 kg/km), apabila per hari terdapat sekitar 10 truk bermuatan yang melintas jalan sepanjang 1 km dengan luas area penyebaran diasumsi seluas 60 m2 (dasar dari lebar jalan dan tinggi kepul), maka debu sepanjang jalan tersebut adalah sebesar 292 g/m3.
Kadar debu sebesar 292 g/m3 menurut perhitungan tersebut telah berada di atas baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, dimana kadar debu dipersyaratkan maksimum sebesar 230 g/m3.
Dari perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa setelah ada kegiatan mobilisasi alat dan bahan (rona akhir) sudah terjadi peningkatan konsentrasi terutama parameter CO dan debu. Oleh karena itu, maka kegiatan mobilisasi alat dan bahan terhadap penurunan kualitas udara memberikan skala kualitas lingkungan yang tergolong Sedang.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan mobilisasi alat dan bahan pada lokasi rencana Kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi pada tahap konstruksi ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah.
Tabel 3 10 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di jalur pengangkutan alat dan bahan dalam radius 10 m di kiri-kanan jalan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada jalur Kelurahan Palabuhanratu dalam radius 10 m di kiri-kanan jalan.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya peningkatan polutan terutama debu (292 g/m3) yang telah melampaui baku mutu ( BM 230 g/m3) serta parameter CO yang meningkat + 11 kali lipat dari kondisi eksisting. Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan mobilisasi alat dan bahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Debu bisa menempel pada permukaan daun /tumbuhan di pinggir jalan yang dilalui pada Kelurahan Palabuhanratu
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan mobilisasi alat dan bahan
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan dan/atau debu yang menempel pada daun/tumbuhan menjadi bersih kembali dengan turunnya hujan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari penurunan kualitas udara akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 5 dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kualitas udara tergolong Penting.
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Peningkatan Intensitas Kebisingan merupakan dampak dari kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan.
Besar Dampak:
Kondisi rona awal intensitas kebisingan di lokasi rencana kegiatan secara umum masih berada dibawah baku tingkat kebisingan menurut KepMenLH No. Kep-48/MENLH/11/1996 yaitu kurang 70 dBA dimana tingkat kebisingan untuk up wind sebesar 72,3 dBA dan down wind sebesar 65,9 dBA.
Pada kegiatan mobilisasi alat dan bahan/material akan meningkatkan arus/kepadatan lalu-lintas terutama pada jalur pengangkutan dari/ke tapak proyek-lokasi sumber bahan konstruksi/material, sehingga intensitas kebisingan akan meningkat pula. Untuk menentukan intensitas kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu lalangnya truk pengangkut alat dan bahan pada jalur jalan pengangkutan, secara teori dapat didekati dengan rumus dari Rau dan Wooten (1980) :
Leq = Loi + log (NiSi) + log (15/d) + 0,3 - 13
Dimana :
Loi
:
Tingkat kebisingan kendaraan type I = 80 dBA
(J. Rau dan Wooten,1980)
Ni
:
Jumlah kendaraan (Truk) yang lewat per jam
Si
:
Kecepatan rata-rata Truk, 30 km/jam
d
:
Jarak sumber bising terhadap titik pengukuran
S
:
"Shiedding Factor" = 3 dBA
Dengan demikian intensitas kebisingan pada jalur pengangkutan adalah:
Leq = 80 + log (10.30) + log 15/15 + 0,3 -13
= 69,78 dBA.
Maka intensitas kebisingan yang terjadi dikatakan masih berada di bawah baku tingkat kebisingan yang ditetapkan (69,78 dBA < 70 dBA).
Dari perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa setelah ada kegiatan mobilisasi alat dan bahan (rona akhir) sudah terjadi peningkatan kebisingan pemukiman masyarakat sebesar 65,9 dBA menjadi 135,68 dBA, namun demikian besarnya peningkatan kebisingan tersebut sangat signifikan dan melebihi baku tingkat kebisingan yang dipersyaratkan.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan mobilisasi alat dan bahan pada lokasi rencana Kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi pada tahap konstruksi ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah.
Tabel 3 11 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di jalur pengangkutan alat dan bahan dalam radius 10 m di kiri-kanan jalan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Lokasi studi terbatas pada jalur Kelurahan Palabuhanratu dalam radius 10 m di kiri-kanan jalan.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Besarnya kebisingan 69,78 dBA menjadi 135,68 dBA (BM 70 dBA di lingkungan proyek). Namun demikian lama pemaparan kebisingan relatif singkat saat kendaraan pengangkut (Truk) melintas di titik penerima (orang yang berada di pinggir jalan), serta hanya selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan mobilisasi alat dan bahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Fauna (hewan peliharaan dan burung) yang ada disepanjang jalur pengangkutan Kelurahan Palabuhanratu
Tidak penting
5
Sifat kumulatif dampak
Efek kumulatif yang ada tidak signifikan
Tidak penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari peningkatan kebisingan akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kebisingan tergolong Penting.
Bangkitan lalulintas
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Bangkitan lalulintas merupakan dampak dari kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan.
Besar Dampak:
Kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan dan material yang dilakukan pada tahap konstruksi akan memberikan dampak terjadinya gangguan terhadap sistem transportasi. Dampak terjadi karena pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan dan material menggunakan kendaraan berupa truk.
Untuk pengangkutan alat berat yang akan dimobilisasi berupa : back hoe, buldozer, loader, concret mixer, vibration, mollen, stamper, mesin pancang dan trailer yang keseluruhannya didatangkan dari Sukabumi.
Mobilisasi material konstruksi sebagian besar didatangkan kontraktor dari arah Kabupaten Sukabumi yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemajuan pekerjaan konstruksi. Meskipun dalam proses pengangkutannya menggunakan moda pengangkutan yang sesuai dengan daya dukung jalan utama, akan tetapi rutinitas pengangkutan yang cukup tinggi akan berdampak besar terhadap kinerja jalan palabuhanratu. Tingkat Pelayanan Jalan palabuhanratu saat ini menunjukan performansi cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai derajat kejenuhan (DS) antara 0,4-0,7 dengan kondisi jalan baik.
Untuk mengetahui besarnya bangkitan yang ditimbulkan oleh kegiatan mobilisasi bahan material, maka digunakan perhitungan sebagai berikut :
No.
Jenis Alat
Jumlah
Satuan
Sumber
Truk pengangkut
1
Traktor
5
unit
Sukabumi
5
2
Dump Truck
15
unit
Sukabumi
20
3
Buldoser
3
unit
Sukabumi
3
4
Excavator / Backhoes
5
unit
Sukabumi
5
5
Transit mixers
9
unit
Sukabumi
9
6
Generator
1
unit
Sukabumi
1
7
Cutter section dredger
1
unit
Sukabumi
1
8
Tronton
2
unit
Sukabumi
2
46
Kendaraan yang akan digunakan pada tahap mobilisasi alat berat sebanyak 46 truk dan dilakukan awal tahap konstruksi.
Tabel 3 12. Jumlah Truk untuk mobilisasi alat berat
NO.
JENIS MATERIAL
VOLUME
SATUAN
KENDARAAN YANG DIPAKAI
SUMBER MATERIAL
Besi Beton
553.100
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Beton Readymix
12.000
m3
Transit mixers
Pelabuhan Ratu
Baja Profil
116.800
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Bata Ringan/Hebel
25.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Sirtu
4.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Pasir
1.750
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Kerikil
5.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Batu Gunung
30.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Kawat
8.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Tiang Pancang
1.256.00
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Kegiatan mobilisasi material akan dilaksanakan selama masa konstruksi, yaitu 2 bulan, sehingga diperkirakan pada kegiatan ini akan dimobilisasi 22 truk per hari.
Berdasarkan asumsi tersebut, jumlah bangkitan yang ditimbulkan adalah relatif kecil, namun karena kendaraan yang dipakai adalah kendaraan besar, maka gangguan keselamatan lalu lintas perlu mendapat perhatian,
Berdasarkan uraian di atas dampak bertambahnya volume lalu-lintas pada tahap konstruksi tergolong negatif penting dengan pertimbangan sebagai berikut :
Tabel 3 13 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Kemacetan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk pengguna jalan Raya palabuhanratu yang dilalui oleh kendaraan pengangkut material dan peralatan
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Jalan yang dilalui mobilisasi alat berat dan material untuk kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Gardenia
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Untuk alat berat akan dimobilisasi selama ± 1 bulan. sedangkan material akan memobilisasi 22/truk hari selama ± 2 bulan. Mobilisasi material dan alat berat ini berpotensi untuk mengakibatkan tundaan dan hambatan samping saat kendaraan keluar dan masuk sehingga akan mengurangi pelayanan ruas jalan palabuhanratu.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Bisa Berdampak terhadap munculnya persepsi negatif masyarakat
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
berdampak kumulatif berupa peningkatan debu dan kebisingan.
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat kembali kepada keadaan semula
Tidak Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari timbulnya kemacetan akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 (enam) kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Penurunan Kualitas Jalan
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Bangkitan lalulintas merupakan dampak dari kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan.
Besar Dampak:
Kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan dan material yang dilakukan pada tahap konstruksi akan memberikan dampak terjadinya gangguan terhadap sistem transportasi.
Dampak terjadi karena pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan dan material menggunakan kendaraan berupa truk.
Untuk pengangkutan alat berat yang akan dimobilisasi berupa : back hoe, buldozer, loader, concret mixer, vibration, mollen, stamper, mesin pancang dan trailer yang keseluruhannya didatangkan dari Sukabumi.
Mobilisasi material konstruksi sebagian besar didatangkan kontraktor dari arah Kabupaten Sukabumi yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemajuan pekerjaan konstruksi. Meskipun dalam proses pengangkutannya menggunakan moda pengangkutan yang sesuai dengan daya dukung jalan utama, akan tetapi rutinitas pengangkutan yang cukup tinggi akan berdampak besar terhadap kinerja jalan palabuhanratu. Tingkat Pelayanan Jalan palabuhanratu saat ini menunjukan performansi cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai derajat kejenuhan (DS) antara 0,4-0,7 dengan kondisi jalan baik.
Kendaraan yang akan digunakan pada tahap mobilisasi alat berat sebanyak 50 truk dan dilakukan awal tahap konstruksi.
Tabel 3 14. Jumlah Truk untuk mobilisasi alat berat
NO.
JENIS MATERIAL
VOLUME
SATUAN
KENDARAAN YANG DIPAKAI
SUMBER MATERIAL
Besi Beton
553.100
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Beton Readymix
12.000
m3
Transit mixers
Pelabuhan Ratu
Baja Profil
116.800
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Bata Ringan/Hebel
25.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Sirtu
4.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Pasir
1.750
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Kerikil
5.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Batu Gunung
30.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Kawat
8.000
m3
Dump Truk
Pelabuhan Ratu
Tiang Pancang
1.256.00
kg
Tronton
Pelabuhan Ratu
Kegiatan mobilisasi material akan dilaksanakan selama masa konstruksi, yaitu 2 bulan, sehingga diperkirakan pada kegiatan ini akan dimobilisasi 22 truk per hari.
Berdasarkan asumsi tersebut, jumlah bangkitan yang ditimbulkan adalah relatif kecil, namun karena kendaraan yang dipakai adalah kendaraan besar, maka gangguan keselamatan lalu lintas perlu mendapat perhatian,
Berdasarkan uraian di atas dampak bertambahnya volume lalu-lintas pada tahap konstruksi tergolong negatif penting dengan pertimbangan sebagai berikut :
Tabel 3 15 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Jalan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk pengguna jalan Raya palabuhanratu yang dilalui oleh kendaraan pengangkut material dan peralatan
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Jalan yang dilalui mobilisasi alat berat dan material untuk kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Gardenia
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Untuk alat berat akan dimobilisasi selama ± 1 bulan. sedangkan material akan memobilisasi 22/truk hari selama ± 2 bulan. Mobilisasi material dan alat berat ini berpotensi untuk mengakibatkan tundaan dan hambatan samping saat kendaraan keluar dan masuk sehingga akan mengurangi pelayanan ruas jalan palabuhanratu.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Bisa Berdampak terhadap munculnya persepsi negatif masyarakat
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
berdampak kumulatif berupa peningkatan debu dan kebisingan.
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat kembali kepada keadaan semula
Tidak Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari kerusakan jalan akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 (enam) kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Gangguan kesehatan masyarakat
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari dampak penurunan kualitas udara ambien dan peningkatan kebisingan akibat dari kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan.
Besar Dampak:
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan mobilisasi alat dan bahan untuk Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi secara umum masih berada dibawah baku mutu kecuali parameter CO menurut PP RI No. 41 tahun 1999, parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 11 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 29.848 - 30.146 µg/m3.
Penurunan kualitas udara selain dari adanya kontribusi gas CO, SO2 dan NOx yang diemisikan dari kendaraan Truk pengangkut juga dapat terjadi dengan adanya kontribusi debu yang berasal dari terangkatnya debu ke udara akibat pergerakan roda kendaraan/alat berat selama kegiatan maupun ceceran tanah yang tertiup angin.
jumlah debu yang akan dihasilkan oleh bergeraknya satu buah truk pada jalan yang telah diperkeras tersebut adalah 12,78 lb/mile (3,61 kg/km), apabila per hari terdapat sekitar 10 truk bermuatan yang melintas jalan sepanjang 1 km dengan luas area penyebaran diasumsi seluas 60 m2 (dasar dari lebar jalan dan tinggi kepul), maka debu sepanjang jalan tersebut adalah sebesar 292 g/m3.
Kadar debu sebesar 292 g/m3 menurut perhitungan tersebut telah berada di atas baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, dimana kadar debu dipersyaratkan maksimum sebesar 230 g/m3.
Adanya peningkatan kadar debu berdasarkan perhitungan akan mengalami peningkatan, berdasarkan data 10 jenis penyakit menyatakan bahwa infeksi saluran pernafasan bagian atas merupakan penyekit angka terbesar yang sering diderita masyarakat sekitar lokasi kegiatan. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan mobilisasi alat dan bahan ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.16. dibawah.
Tabel 3 16 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan kesehatan masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di jalur pengangkutan alat dan bahan dalam radius 10 m di kiri-kanan jalan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada jalur Kelurahan Palabuhanratu dalam radius 10 m di kiri-kanan jalan.
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya peningkatan polutan terutama debu (292 g/m3) yang telah melampaui baku mutu ( BM 230 g/m3) serta parameter CO yang meningkat + 11 kali lipat dari kondisi eksisting. Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan mobilisasi alat dan bahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Debu bisa menempel pada permukaan daun /tumbuhan di pinggir jalan yang dilalui pada Kelurahan Palabuhanratu
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan mobilisasi alat dan bahan
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan dan/atau debu yang menempel pada daun/tumbuhan menjadi bersih kembali dengan turunnya hujan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Gangguan kesehatan masyarakat akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 4 (empat) kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Keresahan Masyarakat
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik keresahan masyarakat merupakan dampak turunan dari dampak penurunan kualitas lingkungan diantaranya adalah penurunan kualitas udara ambien, peningkatan arus lalulintas, kerusakan jalan dan peningkatan kebisingan akibat dari kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan.
Besar Dampak:
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan mobilisasi alat dan bahan untuk Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi secara umum masih berada dibawah baku mutu kecuali parameter CO menurut PP RI No. 41 tahun 1999, parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 11 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 29.848 - 30.146 µg/m3.
Penurunan kualitas udara selain dari adanya kontribusi gas CO, SO2 dan NOx yang diemisikan dari kendaraan Truk pengangkut juga dapat terjadi dengan adanya kontribusi debu yang berasal dari terangkatnya debu ke udara akibat pergerakan roda kendaraan/alat berat selama kegiatan maupun ceceran tanah yang tertiup angin.
jumlah debu yang akan dihasilkan oleh bergeraknya satu buah truk pada jalan yang telah diperkeras tersebut adalah 12,78 lb/mile (3,61 kg/km), apabila per hari terdapat sekitar 10 truk bermuatan yang melintas jalan sepanjang 1 km dengan luas area penyebaran diasumsi seluas 60 m2 (dasar dari lebar jalan dan tinggi kepul), maka debu sepanjang jalan tersebut adalah sebesar 292 g/m3.
Kadar debu sebesar 292 g/m3 menurut perhitungan tersebut telah berada di atas baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, dimana kadar debu dipersyaratkan maksimum sebesar 230 g/m3.
Adanya peningkatan kadar debu berdasarkan perhitungan akan mengalami peningkatan, berdasarkan data 10 jenis penyakit menyatakan bahwa infeksi saluran pernafasan bagian atas merupakan penyekit angka terbesar yang sering diderita masyarakat sekitar lokasi kegiatan. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan mobilisasi alat dan bahan ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.17. dibawah.
Tabel 3 17 Pembobotan Dampak Kegiatan Mobilisasi Alat dan Bahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Keresahan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran pada Kelurahan Palabuhanratu
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya peningkatan polutan terutama debu (292 g/m3) yang telah melampaui baku mutu ( BM 230 g/m3) serta parameter CO yang meningkat + 11 kali lipat dari kondisi eksisting. Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan mobilisasi alat dan bahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Debu bisa menempel pada permukaan daun /tumbuhan di pinggir jalan yang dilalui pada Kelurahan Palabuhanratu
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan mobilisasi alat dan bahan
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan dan/atau debu yang menempel pada daun/tumbuhan menjadi bersih kembali dengan turunnya hujan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Keresahan Masyarakat akibat kegiatan mobilisasi alat dan bahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 4 (empat) kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Pematangan Lahan
Penurunan Kualitas Udara
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Penurunan Kualitas Udara merupakan dampak dari kegiatan pematangan lahan.
Besar Dampak:
Kondisi rona awal kualitas udara ambient pada pemukiman penduduk dan tapak proyek dengan parameter CO, NO2, SO2, dan Debu (TSP) masih berada di bawah baku mutu menurut PP No. 41 Tahun 1999.
Kegiatan pematangan lahan diprakirakan akan menimbulkan penurunan kualitas udara, walaupun dalam rencananya kegiatan konstruksi (pematangan lahan) dilakukan secara bertahap. Hal ini terjadi sebagai akibat beroperasinya kendaraan dan alat berat berbahan bakar solar pada kegiatan pematangan lahan tersebut..
Perkiraan peningkatan pencemar udara pada kegiatan pematangan lahan dapat dilihat pada dibawah yang dihitung berdasarkan persamaan :
E = (Vol x faktor polutan) x Faktor kecepatan
Dimana :
E = Peningkatan polutan
Vol = Volume kendaraan
Faktor polutan = Tabel
Faktor kecepatan = Kecepatan kendaraan
Tabel 3 18. Perkiraan Peningkatan Pencemar Udara Pada Kegiatan Pematangan Lahan
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Dari perhitungan di atas dengan besarnya peningkatan pencemar udara tersebut (ditambah dengan kadar pada rona awal), maka akan berakibat pada penurunan kualitas udara yang diperkirakan akan terjadi seperti tersaji pada tabel berikut :
Tabel 3 19 Perkiraan Peningkatan Udara Pada Kegiatan Pematangan Lahan
No.
Parameter
Satuan
Tingkat Pencemaran Udara Di Lokasi
Baku Mutu
UW
DW
PM
1
HC
μgr/m3
88,64
82,64
82,64
900
2
NOx
μgr/m3
62,73
59,48
57,65
400
3
CO
μgr/m3
30.146
29.906
29.848
30000
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Keterangan :
UW
=
Up Wind LS 06º 58' 54 10" BT 106º 32' 19 30"
DW
=
Down Wind LS 06º 58' 55 71" BT 106º 32' 25 85"
PM
=
Pemukiman Masyarakat / Kp. Babadan LS 06º 58' 56 22" BT 106º 32' 33 80"
*) Baku Mutu Kualitas Udara Berdasarkan PPRI No 41 Tahun 1999
**) Baku Mutu Kebisingan Berdasarkan Kepmenlh No.Kep-48/MENLH/11/1996
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan mobilisasi alat dan bahan untuk Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 11 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 29.848 - 30.146 µg/m3.
Penurunan kualitas udara selain dari adanya kontribusi gas CO, SO2 dan NOx yang diemisikan dari kendaraan Truk pengangkut juga dapat terjadi dengan adanya kontribusi debu yang berasal dari terangkatnya debu ke udara akibat pergerakan roda kendaraan/alat berat selama kegiatan maupun ceceran tanah yang tertiup angin.
Secara teori, kuantitas debu yang dihasilkan dari kegiatan ini, terutama dari kegiatan pengangkutan material/tanah dapat didekati dengan rumus empirik dari Midwest Research Institute (MRI, 1979) sebagai berikut :
eu = 5,9 (s/12) (S/30) (W/3) 0,7 (w/4) 0,5 (d/365)
Dimana :
eu
==
Jumlah debu per kecepatan (lb/mile)
s
==
Silt content (%)
S
==
Kecepatan kendaraan (mile/hour)
W
==
Berat kendaraan (ton)
W
==
Jumlah roda kendaraan
d
==
Jumlah hari tidak hujan
Dengan asumsi kondisi pengangkutan sebagai berikut :
Kecepatan truk 20 km/jam (19,95 mil/jam),
Berat truk + muatan 18 ton (39.683 lbs),
Jumlah roda truk 4 buah,
Jumlah hari tidak hujan 13 hari/tahun, (Curah hujan tertinggi Oktober 2009)
Silt content ± 10 %.
Maka jumlah debu yang akan dihasilkan oleh bergeraknya satu buah truk pada jalan yang telah diperkeras tersebut adalah 12,78 lb/mile (3,61 kg/km), apabila per hari terdapat sekitar 10 truk bermuatan yang melintas jalan sepanjang 1 km dengan luas area penyebaran diasumsi seluas 60 m2 (dasar dari lebar jalan dan tinggi kepul), maka debu sepanjang jalan tersebut adalah sebesar 292 g/m3.
Kadar debu sebesar 292 g/m3 menurut perhitungan tersebut telah berada di atas baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, dimana kadar debu dipersyaratkan maksimum sebesar 230 g/m3.
Dari perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa setelah ada kegiatan pematangan lahan (rona akhir) sudah terjadi peningkatan konsentrasi terutama parameter CO dan debu. Oleh karena itu, maka kegiatan pematangan lahan terhadap penurunan kualitas udara memberikan skala kualitas lingkungan yang tergolong Sedang.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan pematangan lahan pada lokasi rencana Kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi pada tahap konstruksi ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah.
Tabel 3 20 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di sekeliling lokasi kegiatan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan.
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya peningkatan polutan terutama debu (292 g/m3) yang telah melampaui baku mutu ( BM 230 g/m3) serta parameter CO yang meningkat + 11 kali lipat dari kondisi eksisting. Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan pematangan lahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Debu bisa menempel pada permukaan daun /tumbuhan di sekitar lokasi kegiatan di Kelurahan Palabuhanratu
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan pematangan lahan berlangsung
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan dan/atau debu yang menempel pada daun/tumbuhan menjadi bersih kembali dengan turunnya hujan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari penurunan kualitas udara akibat kegiatan pematangan lahan pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 4 (empat) dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kualitas udara tergolong Penting.
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Peningkatan Intensitas Kebisingan merupakan dampak dari kegiatan pematangan lahan.
Besar Dampak:
Kondisi rona awal intensitas kebisingan di lokasi rencana kegiatan ada yang telah melebihi baku tingkat kebisingan menurut KepMenLH No. Kep-48/MENLH/11/1996 yaitu kurang 70 dBA dimana tingkat kebisingan untuk up wind sebesar 72,3 dBA dan down wind sebesar 65,9 dBA.
Pada kegiatan pematangan lahan akan meningkatkan arus/kepadatan lalu-lintas terutama pada jalur pengangkutan dari/ke tapak proyek-lokasi sumber bahan konstruksi/material, sehingga intensitas kebisingan akan meningkat pula. Untuk menentukan intensitas kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu lalangnya truk pengangkut alat dan bahan pada jalur jalan pengangkutan, secara teori dapat didekati dengan rumus dari Rau dan Wooten (1980) :
Leq = Loi + log (NiSi) + log (15/d) + 0,3 - 13
Dimana :
Loi
:
Tingkat kebisingan kendaraan type I = 80 dBA
(J. Rau dan Wooten,1980)
Ni
:
Jumlah kendaraan (Truk) yang lewat per jam
Si
:
Kecepatan rata-rata Truk, 30 km/jam
D
:
Jarak sumber bising terhadap titik pengukuran
S
:
"Shiedding Factor" = 3 dBA
Dengan demikian intensitas kebisingan pada jalur pengangkutan adalah:
Leq = 80 + log (10.30) + log 15/15 + 0,3 -13
= 69,78 dBA.
Maka intensitas kebisingan yang terjadi dikatakan masih berada di bawah baku tingkat kebisingan yang ditetapkan (69,78 dBA < 70 dBA).
Dari perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa setelah ada kegiatan mobilisasi alat dan bahan (rona akhir) sudah terjadi peningkatan kebisingan pemukiman masyarakat sebesar 65,9 dBA menjadi 135,68 dBA, namun demikian besarnya peningkatan kebisingan tersebut sangat signifikan dan melebihi baku tingkat kebisingan yang dipersyaratkan.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan pematangan lahan pada lokasi rencana Kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi pada tahap konstruksi ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah.
Tabel 3 21 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di sekeliling lokasi kegiatan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
peningkatan kebisingan pemukiman masyarakat sebesar 65,9 dBA menjadi 135,68 dBA. Namun demikian lama pemaparan kebisingan relatif singkat saat kendaraan pengangkut (Truk) melakukan pematangan lahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Fauna (hewan peliharaan dan burung) yang ada disekitar lokasi kegiatan
Tidak penting
5
Sifat kumulatif dampak
Efek kumulatif yang ada tidak signifikan
Tidak penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari peningkatan kebisingan akibat kegiatan pematangan lahan pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kebisingan tergolong Penting.
Peningkatan Air Larian
Sumber Dampak:
Kegiatan pekerjaan tanah tahap kontruksi mencakup pembersihan vegetasi, pengupasan tanah dan pemadatan tanah dasar oleh alat berat (excavator/backhoe) diprakirakan akan menimbulkan dampak yaitu menjadi rendahnya fungsi resapan tanah sebaliknya koefisien run off cenderung meningkat.
Besar Dampak:
Prakiraan dampak penting terhadap komponen hidrologi akibat pekerjaan tanah pada tahap kontruksi dalam pembangunan fasilitas darat pelabuhan PLPR adalah bangkitan air limpasan permukaan. Akibat pemadatan lahan/tanah dasar ini nilai koefisien run off dari kondisi eksisting yang 0,15 menjadi 0,60 setelah lahan terpadatkan pada tahap kontruksi. Pada saat musim hujan di tapak lahan yang terpadatkan ini akan terbentuk bangkitan air limpasan permukaan dengan besaran seperti dapat dilihat pada Tabel 3.22 berikut ini:
Tabel 3 22. Bangkitan Air Larian Pada Pematangan Lahan Fasilitas Darat PLPR (Tahap Kontruksi)
Kegiatan
Luas
Tapak
(ha)
CH
(m)
Cr
Lahan
Vr
Rona Awal
(m3/tahun)
Vr
Tahap Kontruksi
(m3/tahun)
Pekerjaan pematangan lahan
1,78
3,146
0,15
8.399,8
33.599,3
0,60*)
Sumber: Hasil analisis data primer dan sekunder (2015).
Keterangan: CH = curah hujan, Cr = koefisien run off (0,15 pada kondisi eksisting, dan 0, 60*)= kondisi tahap kontruksi), Vr = volume run off ,
Berdasar tabel di atas, kegiatan pematangan lahan pada tahap kontruksi menyebabkan peningkatan air larian dari 8.399,8 m3/tahun menjadi 33.599,3 m3/tahun atau sebesar 25.199,48 m3/tahun. Bangkitan air limpasan permukaan yang terbentuk pada saat musim hujan sekaligus akan membawa lumpur (sedimen) yang selanjutnya terendapkan di saluran sekitar tapak proyek. Dengan demikian, maka prakiraan tingkat kepentingan dampak kegiatan pekerjaan tanah pada tahap konstruksi dapat dikategorikan sebagai Dampak Negatip Penting berdasarkan dua dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting seperti diperlihatkan pada Tabel 3.23.
Tabel 3 23 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Air Larian (Run off)
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Tidak ada penduduk yang terkena dampak karena lahan tapak proyek tidak terletak diantara permukiman dan lahan ini melandai ke arah laut.
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luas wilayah penyebaran dampak cenderung ke arah laut, sehingga air limpasan permukaan yang mengandung material lumpur akan masuk ke laut dan akan terbawa dan terendapkan sesuai arah arus (longshore current) di sekitar pantai Teluk Pelabuhanratu.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas bangkitan air limpasan permukaan relatip kecil, sedangkan lamanya dampak pada musim hujan dan selama tahap kontruksi.
Tidak
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Tidak banyak komponen lingkungan hidup lain yang terkena dampak kecuali di tapak proyek dan air limpasan permukaan dan pelumpuran di sekitar pantai rencana pembangunan pelabuhan .
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak dapat bersifat kumulatif jika ada kegiatan lainnya.
Tidak
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak yang limpasan air permukaan berupa endapan lumpur yang terbawa oleh banjir limpasan permukaan akan berbalik setelah tahap kontruksi selesai. .
Tidak
Penting
Penurunan Kualitas Air Laut
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Penurunan Kualitas air Laut merupakan dampak dari kegiatan pematangan lahan.
Besaran Dampak:
Kondisi eksisting merupakan lahan pesisir pantai yang akan dilakukan pematangan lahan yang akan meningkatkan air larian dan berdampak lanjutan pada penurunan kualitas air Laut, serta rencana kegiatan akan melalui Laut.
Air permukaan yang berada di sekitar rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dan diambil contohnya adalah Laut, sebagai Badan Air Penerima (Laut). Hasil analisis laboratorium terhadap sample air di lokasi sampling tersebut di atas masing-masing menunjukkan masih memenuhi bakumutu dengan nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004 kecuali fosfat dan nitrat.
Pada pembersihan/pematangan lahan, kondisi kualitas air Laut akan melampaui baku mutu dan akan berdampak pada kualitas air Laut dikarenakan adanya kegiatan pematangan lahan yang akan membebani kondisi kualitas perairan disekitar lokasi kegiatan.
Tabel 3 24. Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas air Laut
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk sekitar yang berada di pantai, serta adanya kekhawatiran warga sekitar terhadap terjadinya run off.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah sekitar tapak proyek dan pesisir pantai
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Besarnya peningkatan air larian 33.599,3 m3/tahun. Selama tahap konstruksi walaupun terbatas saat musim hujan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat.
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang ada tidak signifikan karena berlangsung sesaat saat musim hujan
Tidak penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari kegiatan pembersihan/pematangan lahan pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 5 dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kualitas air Laut tergolong Penting.
Peningkatan sedimentasi
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Peningkatan Sedimentasi merupakan dampak dari kegiatan pematangan lahan.
Besar Dampak:
Keadaan rona awal sebelum dilakukan pembukaan, penyiapan dan pematangan lahan di wilayah studi, ditemukan adanya lahan yang tumbuh beberapa tumbuhan terletak di lokasi kegiatan. Kegiatan pembukaan, penyiapan dan pematangan lahan diprakirakan dapat menimbulkan dampak berupa hilangnya tumbuhan yang ada akibat perubahan lahan menjadi lahan yang diratakan/dimatangkan untuk Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Besarnya peningkatan air larian 33.599,3 m3/tahun akan membawa sedimentasi yang akan masuk ke badan air penerima dalam hal ini adalah air laut. Sedimentasi yang terjadi berasal dari material yang terbawa arus pada saat kegiatan pematangan lahan. Hasil pembobotan dampak kegiatan pembukaan, penyiapan dan pematangan lahan terhadap peningkatan sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 3.25 berikut.
Tabel 3 25 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan sedimentasi
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk sekitar yang berada di sekitar saluran drainase, serta adanya kekhawatiran warga sekitar terhadap terjadinya run off.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah sekitar tapak proyek dan pesisir pantai
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Besarnya peningkatan air larian 33.599,3 m3/tahun. Selama tahap konstruksi walaupun terbatas saat musim hujan
Penting
4
Banyaknya kompo-nen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat.
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang ada tidak signifikan karena berlangsung sesaat saat musim hujan
Tidak penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari peningkatan sedimentasi akibat kegiatan pematangan lahan pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan 6 dari 6 (enam) kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen peningkatan sedimentasi tergolong penting.
Terganggunya biota perairan
Kondisi eksisting merupakan lahan permukiman pesisir yang akan dilakukan pematangan lahan yang akan meningkatkan air larian dan berdampak lanjutan pada penurunan kualitas air Laut, serta rencana kegiatan akan melalui Laut.
Air laut yang berada di sekitar rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dan diambil contohnya adalah Badan Air Penerima. Hasil analisis laboratorium terhadap sample air di lokasi sampling tersebut di atas masing-masing menunjukkan masih memenuhi bakumutu yang ditetapkan oleh Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004.
Pada pembersihan/pematangan lahan, kondisi kualitas air Laut untuk parameter BOD akan melampaui baku mutu menurut Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004 dan berdampak pada kualitas air Laut dikarenakan adanya kegiatan pematangan lahan yang akan membebani kondisi kualitas perairan disekitar lokasi kegiatan.
Adanya penurunan kualitas air Laut akan sangat mempengaruhi biota air yang hidup di badan air penerima. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan pematangan lahan ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.18. dibawah.
Tabel 3 26 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Terganggunya biota perairan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk sekitar yang berada di sekitar Sukabumi yang memanfaatkan hasil biota Laut. Hanya masyarakat yang memancing di Laut
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah sekitar tapak proyek dan pesisir pantai
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Besarnya peningkatan air larian 33.599,3 m3/tahun. Selama tahap konstruksi walaupun terbatas saat musim hujan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat.
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang ada tidak signifikan karena berlangsung sesaat saat musim hujan
Tidak penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Terganggunya biota perairan akibat kegiatan pematangan lahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 3 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Gangguan Kesehatan Masyarakat
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan Pematangan Lahan (Pembersihan Lahan Galian dan Timbunan Tanah, Pengangkutan Tanah Galian) untuk Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999. parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 11 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 29.848 - 30.146 µg/m3.
jumlah debu yang akan dihasilkan oleh bergeraknya satu buah truk pada jalan yang telah diperkeras tersebut adalah 12,78 lb/mile (3,61 kg/km), apabila per hari terdapat sekitar 10 truk bermuatan yang melintas jalan sepanjang 1 km dengan luas area penyebaran diasumsi seluas 60 m2 (dasar dari lebar jalan dan tinggi kepul), maka debu sepanjang jalan tersebut adalah sebesar 292 g/m3.
Kadar debu sebesar 292 g/m3 menurut perhitungan tersebut telah berada di atas baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, dimana kadar debu dipersyaratkan maksimum sebesar 230 g/m3.
terjadi peningkatan kebisingan pemukiman masyarakat sebesar 65,9 dBA menjadi 135,68 dBA, namun demikian besarnya peningkatan kebisingan tersebut sangat signifikan dan melebihi baku tingkat kebisingan yang dipersyaratkan.
Adanya peningkatan kadar debu berdasarkan perhitungan akan mengalami peningkatan, berdasarkan data 10 jenis penyakit menyatakan bahwa infeksi saluran pernafasan bagian atas merupakan penyekit angka terbesar yang sering diderita masyarakat sekitar lokasi kegiatan. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan pematangan lahan berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.19 dibawah.
Tabel 3 27 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Kesehatan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Adanya kegiata pariwisata di sekitar lokasi kegiatan termasuk hotel
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan memiliki batas dengan kegiatan masyarakat
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya peningkatan polutan terutama debu (292 g/m3) yang telah melampaui baku mutu ( BM 230 g/m3) serta parameter CO yang meningkat + 11 kali lipat dari kondisi eksisting. Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan pematangan lahan. Akan tetapi jarak masyarakat dengan lokasi kegiatan cukup jauh
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Akan terjadi keresahan yang menimbulkan adanya unjuk rasa dari masyarakat
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan pematangan lahan berlangsung
Tidak Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan dan/atau debu yang menempel pada daun/tumbuhan menjadi bersih kembali dengan turunnya hujan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari timbulnya Gangguan Kesehatan Masyarakat akibat kegiatan pematangan lahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan Pematangan Lahan (Pembersihan Lahan Galian dan Timbunan Tanah, Pengangkutan Tanah Galian) untuk Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999. parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 11 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 29.848 - 30.146 µg/m3.
jumlah debu yang akan dihasilkan oleh bergeraknya satu buah truk pada jalan yang telah diperkeras tersebut adalah 12,78 lb/mile (3,61 kg/km), apabila per hari terdapat sekitar 10 truk bermuatan yang melintas jalan sepanjang 1 km dengan luas area penyebaran diasumsi seluas 60 m2 (dasar dari lebar jalan dan tinggi kepul), maka debu sepanjang jalan tersebut adalah sebesar 292 g/m3.
Kadar debu sebesar 292 g/m3 menurut perhitungan tersebut telah berada di atas baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, dimana kadar debu dipersyaratkan maksimum sebesar 230 g/m3.
terjadi peningkatan kebisingan pemukiman masyarakat sebesar 65,9 dBA menjadi 135,68 dBA, namun demikian besarnya peningkatan kebisingan tersebut sangat signifikan dan melebihi baku tingkat kebisingan yang dipersyaratkan.
Adanya penurunan kualitas lingkungan khususnya Kualitas udara dan kebisingan serta banyaknya debu akan mempengaruhi kawasan hotel dan penginapan. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan pematangan lahan berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.19 dibawah.
Tabel 3 28 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak, yaitu sekitar 44 orang pemilik hotel, bungalow, villa dan penginapan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah penginapan disekitar lokasi kegiatan
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama pematangan lahan berlangsung.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu persepsi masyarakat.
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari timbulnya Penurunan Kunjungan Hotel akibat kegiatan pematangan lahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
Saat ini pesisir pantai Karangsari dipergunakan untuk berbagai aktifitas pesisir yang merupakan bagian dari pengembangan wisata pantai di Palabuhanratu. Terdapat 24 KK yang melakukan aktivitas usaha perdagangan makanan ringan dan jasa sewa tenda, tikar, banana boat, papan selancar. Lokasi pesisir ini merupakan salah satu tempat favorit warga yang berkunjung untuk menikmati indahnya pesisir pantai Karangsari dengan ombak yang cukup tenang. Kegiatan pematanagn lahan pada saat konstruksi akan mengganggu aktivitas yang selama ini ada, sehingga menimbulkan potensi ketidakpuasan dari 24 kk dan warga masyarakat yang berkunjung ke pesisir Karangsari. Namun masyarakat yang melakukan aktivitas di pesisir Karangsari menyadari sepenuhnya bahwa lahan yang ditempati bukan miliknya.
Atas ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan protes dari warga yang melakukan aktivitas di area pariwisata pesisir. Jumlah warga yang berpotensi melakukan protes minimal adalah 24 KK yang melakukan aktivitas rutin di area wisata ini.
Mengingat besarnya potensi jumlah warga yang terlibat pada protes, maka dampak dikatergorikan Negatip Penting (-P).
Tabel 3 29 Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah warga yang melakukan aktivitas sebagai pedagang dan jasa di pesisir Karangsari sejumlah 24 KK
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional
Dampak yang ditimbulkan yaitu persepsi negatip warga yang menganggap bahwa kegiatan pematangan lahan pada kegiatan konstruksi dapat mengganggu aktivitas pariwisata pesisir
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen yang terkena dampak adalah keresahan masyarakat yang berdampak pada gangguan kelancaran aktivitas kegiaan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak negatif berbalik apabila ada komunikasi dan kesepakatan antara warga dengan manajemen Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi mengenai hal–hal yang dapat mengakomodasi kebutuhan warga.
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari timbulnya Gangguan kegiatan pariwisata pesisir akibat kegiatan pematangan lahan dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Saat ini pesisir pantai Karangsari dipergunakan untuk berbagai aktifitas pesisir yang merupakan bagian dari pengembangan wisata pantai di Palabuhanratu. Terdapat 24 KK yang melakukan aktivitas usaha perdagangan makanan ringan dan jasa sewa tenda, tikar, banana boat, papan selancar. Lokasi pesisir ini merupakan salah satu tempat favorit warga yang berkunjung untuk menikmati indahnya pesisir pantai Karangsari dengan ombak yang cukup tenang. Kegiatan pematanagn lahan pada saat konstruksi akan mengganggu aktivitas yang selama ini ada, sehingga menimbulkan potensi ketidakpuasan dari 24 kk dan warga masyarakat yang berkunjung ke pesisir Karangsari. Namun masyarakat yang melakukan aktivitas di pesisir Karangsari menyadari sepenuhnya bahwa lahan yang ditempati bukan miliknya.
Atas ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan protes dari warga yang melakukan aktivitas di area pariwisata pesisir. Jumlah warga yang berpotensi melakukan protes minimal adalah 24 KK yang melakukan aktivitas rutin di area wisata ini.
Mengingat besarnya potensi jumlah warga yang terlibat pada protes, maka dampak dikatergorikan Negatip Penting (-P).
Tabel 3 30. Pembobotan Dampak Kegiatan Pematangan Lahan Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Keresahan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah warga yang melakukan aktivitas sebagai pedagang dan jasa di pesisir Karangsari sejumlah 24 KK
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional
Dampak yang ditimbulkan yaitu persepsi negatip warga yang menganggap bahwa kegiatan pematangan lahan pada kegiatan konstruksi dapat mengganggu aktivitas pariwisata pesisir
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen yang terkena dampak adalah keresahan masyarakat yang berdampak pada gangguan kelancaran aktivitas kegiaan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak negatif berbalik apabila ada komunikasi dan kesepakatan antara warga dengan manajemen Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi mengenai hal–hal yang dapat mengakomodasi kebutuhan warga.
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari keresahan masyarakat akibat kegiatan pematangan lahan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Pembangunan Fasilitas Laut
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Kondisi rona awal intensitas kebisingan di lokasi rencana kegiatan (tapak proyek) ada yang melebihi baku tingkat kebisingan menurut KepMenLH No. Kep-48/MENLH/11/1996 yaitu kurang 70 dBA dimana kebisingan untuk up wind sebesar 72,3 dBA dan down wind sebesar 65,9 dBA.
Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat bahwa setelah ada kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional (rona akhir) peningkatan kebisingan tersebut dinilai signifikan. Oleh karena itu, maka kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi terhadap peningkatan kebisingan memberikan skala kualitas lingkungan yang tergolong Sedang.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi tersebut di lokasi rencana kegiatan pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.31.
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari peningkatan kebisingan akibat kegiatan konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 4 (empat) dari 6 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kebisingan tergolong Penting.
Tabel 3 31. Pembobotan Dampak Kegiatan Konstruksi Pembangunan Fasilitas Laut Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Terdapat manusia yang terkena dampak, karena peningkatan kebisingan diperkirakan masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Lokasi studi terbatas pada sekitar lokasi kegiatan.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
peningkatan kebisingan pemukiman masyarakat sebesar 65,9 dBA menjadi 135,68 dBA. Namun demikian lama pemaparan kebisingan relatif singkat saat kendaraan pengangkut (Truk) melakukan pematangan lahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Tempat penginapan dan juga kegiatan pariwisata yang ada disekitar lokasi kegiatan
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Efek kumulatif yang ada tidak signifikan
Tidak penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari peningkatan intensitas kebisingan akibat kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dan sarana penunjangnya pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan 5 dari 6 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kualitas udara tergolong Penting.
Penurunan kualitas air Laut
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Penurunan Kualitas air Laut merupakan dampak dari kegiatan pembangunan fasilitas laut.
Besar Dampak:
Pembangunan fasilitas laut ini meliputi kegiatan pembuatan alur pelayaran dan kolam putar, pembangunan dermaga, sistem bongkar muat, dan konstruksi penghubung dermaga.
Dermaga direncanakan untuk melayani kapal 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT. Berdasarkan data karakteristik kapal, kapal dengan bobot 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT dermaga harus memiliki panjang 70 m serta konstruksi beton/baja dengan kedalaman -5 m LWS. Agar kapal dapat melakukan olah gerak (manuver) dengan baik dan aman maka alur pelayaran dan kolam dermaga harus memiliki kedalaman dan luasan yang cukup.
Alur pelayaran direncanakan sepanjang 1192,70 m dengan lebar 60 m. Sedangkan kolam putar direncanakan dengan jari-jari 75 m. Baik alur maupun kolam dermaga direncanakan melalui pengerukan hingga elevasi -5 m LWS.
Pengerukan sepanjang alur pelayaran (1192,70 m) tidak dilakukan karena lokasi alur pelayaran sudah memiliki elevasi -5 m LWS. Pengerukan dilakukan di lokasi kolam putar yang akan dikeruk hingga mencapai elevasi -5 m LWS. Dilihat dari luas kolam yang dibutuhkan dan elevasi eksisting dibeberapa titik mencapai -5 m LWS, luas yang akan dikeruk seluas 215 m x 140m dengan kedalaman yang diperlukan rata-rata di setiap sisi kolam putar adalah 2 m maka, volume keruk sepanjang kolam putar adalah sekitar 60.200 m3.
Air laut di sekitar rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dan diambil contohnya adalah Laut sebagai Badan Air Penerima (Laut). Hasil analisis laboratorium terhadap sample air di lokasi sampling tersebut di atas masing-masing menunjukkan masih memenuhi bakumutu dengan nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004.
Pada kegiatan ini, kondisi kualitas air Laut akan melampaui baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 dan akan berdampak pada kualitas air Laut dikarenakan adanya kegiatan pembangunan fasilitas laut yang akan membebani kondisi kualitas perairan disekitar lokasi kegiatan.
Tabel 3 32. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas air Laut
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk sekitar yang berada di sekitar pantai karangsari, serta adanya kekhawatiran warga sekitar terhadap penurunan kualitas air laut
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Tapak proyek dan masyarakat sekitar proyek
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Tingginya kegiatan pembangunan fasilitas laut akan menurunkan kualitas air laut, Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan pembangunan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang cukup signifikan terutama saat musim hujan
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari kegiatan pembangunan fasilitas laut pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 5 dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kualitas air Laut tergolong Penting.
Peningkatan Sedimentasi
Pembangunan fasilitas laut ini meliputi kegiatan pembuatan alur pelayaran dan kolam putar, pembangunan dermaga, sistem bongkar muat, dan konstruksi penghubung dermaga.
Dermaga direncanakan untuk melayani kapal 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT. Berdasarkan data karakteristik kapal, kapal dengan bobot 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT dermaga harus memiliki panjang 70 m serta konstruksi beton/baja dengan kedalaman -5 m LWS. Agar kapal dapat melakukan olah gerak (manuver) dengan baik dan aman maka alur pelayaran dan kolam dermaga harus memiliki kedalaman dan luasan yang cukup.
Alur pelayaran direncanakan sepanjang 1192,70 m dengan lebar 60 m. Sedangkan kolam putar direncanakan dengan jari-jari 75 m. Baik alur maupun kolam dermaga direncanakan melalui pengerukan hingga elevasi -5 m LWS.
Pengerukan sepanjang alur pelayaran (1192,70 m) tidak dilakukan karena lokasi alur pelayaran sudah memiliki elevasi -5 m LWS. Pengerukan dilakukan di lokasi kolam putar yang akan dikeruk hingga mencapai elevasi -5 m LWS. Dilihat dari luas kolam yang dibutuhkan dan elevasi eksisting dibeberapa titik mencapai -5 m LWS, luas yang akan dikeruk seluas 215 m x 140m dengan kedalaman yang diperlukan rata-rata di setiap sisi kolam putar adalah 2 m maka, volume keruk sepanjang kolam putar adalah sekitar 60.200 m3.
Tabel 3 33 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk sekitar yang berada di sekitar pantai karangsari, serta adanya kekhawatiran warga sekitar terhadap penurunan kualitas air laut
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Tapak proyek dan masyarakat sekitar proyek
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Tingginya kegiatan pembangunan fasilitas laut akan menurunkan kualitas air laut, Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan pembangunan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang cukup signifikan terutama saat musim hujan
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari sedimentasi akibat kegiatan pembangunan fasilitas laut dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 5 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Gangguan Palnkton, Benthos dan Nekton
Pembangunan fasilitas laut ini meliputi kegiatan pembuatan alur pelayaran dan kolam putar, pembangunan dermaga, sistem bongkar muat, dan konstruksi penghubung dermaga.
Dermaga direncanakan untuk melayani kapal 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT. Berdasarkan data karakteristik kapal, kapal dengan bobot 1000 DWT dan kurang dari 3000 DWT dermaga harus memiliki panjang 70 m serta konstruksi beton/baja dengan kedalaman -5 m LWS. Agar kapal dapat melakukan olah gerak (manuver) dengan baik dan aman maka alur pelayaran dan kolam dermaga harus memiliki kedalaman dan luasan yang cukup.
Alur pelayaran direncanakan sepanjang 1192,70 m dengan lebar 60 m. Sedangkan kolam putar direncanakan dengan jari-jari 75 m. Baik alur maupun kolam dermaga direncanakan melalui pengerukan hingga elevasi -5 m LWS.
Pengerukan sepanjang alur pelayaran (1192,70 m) tidak dilakukan karena lokasi alur pelayaran sudah memiliki elevasi -5 m LWS. Pengerukan dilakukan di lokasi kolam putar yang akan dikeruk hingga mencapai elevasi -5 m LWS. Dilihat dari luas kolam yang dibutuhkan dan elevasi eksisting dibeberapa titik mencapai -5 m LWS, luas yang akan dikeruk seluas 215 m x 140m dengan kedalaman yang diperlukan rata-rata di setiap sisi kolam putar adalah 2 m maka, volume keruk sepanjang kolam putar adalah sekitar 60.200 m3.
Air laut di sekitar rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dan diambil contohnya adalah Laut sebagai Badan Air Penerima (Laut). Hasil analisis laboratorium terhadap sample air di lokasi sampling tersebut di atas masing-masing menunjukkan masih memenuhi bakumutu dengan nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004.
Pada kegiatan ini, kondisi kualitas air Laut akan melampaui baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 dan akan berdampak pada kualitas air Laut dikarenakan adanya kegiatan pembangunan fasilitas laut yang akan membebani kondisi kualitas perairan disekitar lokasi kegiatan.
Adanya penurunan kualitas air Laut akan sangat mempengaruhi biota air yang hidup di badan air penerima. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan ini ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.18. dibawah.
Tabel 3 34 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Terganggunya biota perairan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk sekitar yang berada di sekitar Sukabumi yang memanfaatkan hasil biota Laut. Hanya masyarakat yang memancing di Laut
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah sekitar tapak proyek dan pesisir pantai
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Tingginya kegiatan pembangunan fasilitas laut akan menurunkan kualitas air laut, Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan pembangunan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang cukup signifikan terutama saat musim hujan
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Terganggunya biota perairan akibat kegiatan ini dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 5 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Penurunan Pendapatan Nelayan
Lokasi rencana pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional berada di wilayah administratif Kelurahan Palabuhanratu. Sebagian kecil masyarakat merasa khawatir akan menurunnya pendapatan dari hasil tangkapan ikan, namun demikian mereka pun menyadari bahwa daerah lokasi rencana pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional berada pada lokasi yang sudah ditetapkan peruntukannya, sehingga bukan merupakan jalur nelayan maupun daerah tangkapan ikan. Berdasarkan kondisi tersebut, kekhawatiran akan menurunnya hasil tangkapan ikan tidak akan terjadi dikarenakan wilayah tersebut saat ini merupakan area wisata pantai karangsari. Dengan demikian dampak ini dikategorikan sebagai Dampak Negatif Tidak Penting
Tabel 3 35. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Pendapatan Nelayan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Terbatas pada sebagian kecil nelayan yang melakukan penangkapan ikan di sekitar lokasi kegiatan.
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada tapak proyek
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya penurunan pendapatan nelayan selama kegiatan konstruksi
Tidak penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Dampak tidak berkelanjutan dan bersifat linear selama tahap konstruksi
Tidak Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan konstruksi bangunan
Tidak Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan konstruksi
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Penurunan pendapatan nelayan akibat kegiatan pelabuhan Laut Pengumpan Regional dapat dikategorikan dampak penting berdasarkan 6 kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen lingkungan tergolong Penting.
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik gangguan aktifitas pariwisata pesisir merupakan dampak yang bersumber dari kegiatan pembangunan fasilitas laut.
Besar Dampak:
Saat ini pesisir pantai Karangsari dipergunakan untuk berbagai aktifitas pesisir yang merupakan bagian dari pengembangan wisata pantai di Palabuhanratu. Terdapat 24 KK yang melakukan aktivitas usaha perdagangan makanan ringan dan jasa sewa tenda, tikar, banana boat, papan selancar. Lokasi pesisir ini merupakan salah satu tempat favorit warga yang berkunjung untuk menikmati indahnya pesisir pantai Karangsari dengan ombak yang cukup tenang. Kegiatan pembangunan fasilitas laut pada saat konstruksi akan mengganggu aktivitas yang selama ini ada, sehingga menimbulkan potensi ketidakpuasan dari 24 kk dan warga masyarakat yang berkunjung ke pesisir Karangsari. Namun masyarakat yang melakukan aktivitas di pesisir Karangsari menyadari sepenuhnya bahwa lahan yang ditempati bukan miliknya.
Atas ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan protes dari warga yang melakukan aktivitas di area pariwisata pesisir. Jumlah warga yang berpotensi melakukan protes minimal adalah 24 KK yang melakukan aktivitas rutin di area wisata ini.
Mengingat besarnya potensi jumlah warga yang terlibat pada protes, maka dampak dikatergorikan Negatip Penting (-P)
Tabel 3 36. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah warga yang melakukan aktivitas sebagai pedagang dan jasa di pesisir Karangsari sejumlah 24 KK
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional
Dampak yang ditimbulkan yaitu persepsi negatip warga yang menganggap bahwa kegiatan pembangunan fasilitas laut pada kegiatan konstruksi dapat mengganggu aktivitas pariwisata pesisir
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen yang terkena dampak adalah keresahan masyarakat yang berdampak pada gangguan kelancaran aktivitas kegiaan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak negatif berbalik apabila ada komunikasi dan kesepakatan antara warga dengan manajemen Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi mengenai hal–hal yang dapat mengakomodasi kebutuhan warga.
Penting
Sehingga dapat disimpulkan, berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas dampak kegiatan pada tahap konstruksi, terutama kegiatan pembangunan fasilitas laut tergolong dampak Negatif penting.
Timbulnya Keresahan Masyarakat
Meskipun ada dampak positif dari kegiatan ini, tetapi potensi perselisihan antara komunitas nelayan dengan pemrakarsa kegiatan bisa saja terjadi mengingat jarak antara tapak proyek dengan tempat pelelangan ikan (TPI) dan/atau dermaga sandar kapal nelayan 500 meter. Kemudian kemungkinan adanya tuntutan dari komunitas nelayan terhadap pemrakarsa. Hal ini menimbulkan ketegangan sosial antara komunitas nelayan dengan pemrakarsa kegiatan , sehingga menghambat kegiatan proyek.
Atas ketidakpuasan tersebut akan menimbulkan protes dan unjukrasa oleh komunitas nelayan. Jumlah nelayan yang berpotensi melakukan unjukrasa minimal adalah kelompok nelayan yang tergabung dalam HNSI Palabuhanratu.
Mengingat besarnya potensi jumlah penduduk yang terlibat pada protes dan unjukrasa, maka dampak dikatergorikan Negatip Penting (-P)
Tabel 3 37. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Laut Pada Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Keresahan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah nelayan lokal yang tergabung pada HNSI Palabuhanratu.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap konstruksi berlangsung sampai dengan sebelum tahap operasional
Dampak yang ditimbulkan yaitu persepsi negatip nelayan yang menganggap bahwa kegiatan pembangunan fasilitas laut pada kegiatan konstruksi dapat mengganggu aktivitas nelayan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen yang terkena dampak adalah keresahan masyarakat yang berdampak pada gangguan kelancaran aktivitas kegiaan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak berlangsung selama tahap konstruksi
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak negatif berbalik apabila ada komunikasi dan kesepakatan antara komunitas nelayan/HNSI Palabuhanratu dengan manajemen Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi mengenai hal–hal yang dapat mengakomodasi kebutuhan nelayan lokal.
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Penurunan Sehingga dapat disimpulkan, berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas dampak kegiatan pada tahap konstruksi, terutama kegiatan pembangunan fasilitas laut tergolong dampak Negatif penting.
Pembangunan Fasilitas Darat
Penurunan Kualitas Udara
Kondisi rona awal kualitas udara ambient dengan parameter CO, NO2, SO2, dan Debu (TSP) masih berada di bawah baku mutu menurut PP No. 41 Tahun 1999. Bedasarkan hal ini, maka skala kualitas udara tergolong Baik.
Kegiatan konstruksi pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional diprakirakan akan menimbulkan penurunan kualitas udara, walaupun dalam rencananya kegiatan konstruksi dilakukan bertahap. Hal ini terjadi sebagai akibat terjadinya beroperasinya kendaraan dan alat-alat berat proyek di lokasi kegiatan yang menggunakan bahan bakar solar.
Perkiraan peningkatan pencemar udara pada kegiatan konstruksi ini dapat dilihat pada dibawah yang dihitung berdasarkan persamaan :
E = (Vol x faktor polutan) x Faktor kecepatan
Dimana :
E = Peningkatan polutan
Vol = Volume kendaraan
Faktor polutan = tabel
Faktor kecepatan = Kecepatan kendaraan
Tabel 3 38. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Konstruksi yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara Ambien
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Dari perhitungan di atas dengan besarnya peningkatan pencemar udara tersebut (ditambah dengan kadar pada rona awal), maka akan berakibat pada penurunan kualitas udara yang diperkirakan akan terjadi seperti tersaji pada Tabel 3.23.
Tabel 3 39. Perkiraan Kualitas Udara Pada Kegiatan Kontruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
No.
Parameter
Satuan
Tingkat Pencemaran Udara Di Lokasi
Baku Mutu
UW
DW
PM
1
HC
μgr/m3
87,41
81,43
81,43
900
2
NOx
μgr/m3
57,28
44,03
42,20
400
3
CO
μgr/m3
21.039
20.789
20.731
30000
Sumber : Hasil Perhitungan, 2015
Keterangan :
UW
=
Up Wind LS 06º 58' 54 10" BT 106º 32' 19 30"
DW
=
Down Wind LS 06º 58' 55 71" BT 106º 32' 25 85"
PM
=
Pemukiman Masyarakat / Kp. Babadan LS 06º 58' 56 22" BT 106º 32' 33 80"
*) Baku Mutu Kualitas Udara Berdasarkan PPRI No 41 Tahun 1999
**) Baku Mutu Kebisingan Berdasarkan Kepmenlh No.Kep-48/MENLH/11/1996
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, namun parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 7 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 20.731 - 21.039 µg/m3.
Dari perhitungan tersebut di atas terlihat bahwa setelah ada kegiatan ini (rona akhir) sudah terjadi peningkatan konsentrasi namun demikian masih berada dibawah baku mutu, maka kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional terhadap kualitas udara memberikan skala kualitas lingkungan yang tergolong masih Sedang.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada lokasi rencana Kegiatan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi pada tahap konstruksi ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.24. dibawah.
Tabel 3 40 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Udara
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di sekeliling lokasi kegiatan.
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan.
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya peningkatan polutan terutama debu (292 g/m3) yang telah melampaui baku mutu ( BM 230 g/m3) serta parameter CO yang meningkat + 11 kali lipat dari kondisi eksisting. Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan pematangan lahan
Tidak penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Debu bisa menempel pada permukaan daun /tumbuhan di sekitar lokasi kegiatan di Kelurahan Palabuhanratu
Tidak Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan pematangan lahan berlangsung
Tidak Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan dan/atau debu yang menempel pada daun/tumbuhan menjadi bersih kembali dengan turunnya hujan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari penurunan kualitas udara akibat kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kualitas udara tergolong Tidak Penting.
Peningkatan Intensitas Kebisingan
Kondisi rona awal intensitas kebisingan di lokasi rencana kegiatan ada yang telah melebihi baku tingkat kebisingan menurut KepMenLH No. Kep-48/MENLH/11/1996 yaitu kurang 70 dBA dimana tingkat kebisingan untuk up wind sebesar 72,3 dBA dan down wind sebesar 65,9 dBA.
Rona lingkungan yang sudah cukup tinggi akan mengakibatkan peningkatan kebisingan di lokasi kegiatan. Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat bahwa setelah ada kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional (rona akhir) peningkatan kebisingan tersebut dinilai signifikan. Oleh karena itu, maka kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Kabupaten Sukabumi terhadap peningkatan kebisingan memberikan skala kualitas lingkungan yang tergolong Sedang.
Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi tersebut di lokasi rencana kegiatan pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ditinjau berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada Tabel 3.25.
Tabel 3 41. Pembobotan Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Peningkatan Intensitas Kebisingan
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di sekeliling lokasi kegiatan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
peningkatan kebisingan pemukiman masyarakat. Namun demikian lama pemaparan kebisingan relatif singkat saat kendaraan pengangkut (Truk) melakukan pematangan lahan
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Fauna (hewan peliharaan dan burung) yang ada disekitar lokasi kegiatan
Tidak penting
5
Sifat kumulatif dampak
Efek kumulatif yang ada tidak signifikan
Tidak penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari peningkatan intensitas kebisingan akibat kegiatan konstruksi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada tahap konstruksi dapat dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan 4 (empat) dari tujuh kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen kualitas udara tergolong Penting.
Gangguan Kesehatan Masyarakat
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, namun parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 7 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 20.731 - 21.039 µg/m3.
Adanya peningkatan kadar debu berdasarkan perhitungan akan mengalami peningkatan, berdasarkan data 10 jenis penyakit menyatakan bahwa infeksi saluran pernafasan bagian atas merupakan penyekit angka terbesar yang sering diderita masyarakat sekitar lokasi kegiatan. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 42. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Kesehatan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di lokasi kegiatan.
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan yang cukup jauh dari kegiatan masyarakat
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Dampak yang ditimbulkan yaitu adanya peningkatan parameter CO yang meningkat + 7 kali lipat dari kondisi eksisting. Selama tahap konstruksi berlangsung pada kegiatan pembangunan gedung sarana dan prasarana. Akan tetapi jarak masyarakat dengan lokasi kegiatan cukup jauh
Tidak Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Debu bisa menempel pada permukaan daun /tumbuhan di pinggir jalan yang dilalui pada Kelurahan Palabuhanratu
Tidak Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan pembangunan gedung sarana dan prasarana berlangsung
Tidak Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat berbalik dengan selesainya kegiatan dan/atau debu yang menempel pada daun/tumbuhan menjadi bersih kembali dengan turunnya hujan
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Gangguan Kesehatan Masyarakat dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen Gangguan Kesehatan Masyarakat tergolong Tidak Penting.
Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, namun parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 7 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 20.731 - 21.039 µg/m3.
Tidak siignifikannya penurunan kualitas lingkungan khususnya Kualitas udara dan kebisingan tidak akan mempengaruhi kawasan hotel dan penginapan. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 43 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Penurunan Kunjungan Tamu Hotel
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak, yaitu sekitar 44 orang pemilik hotel, bungalow, villa dan penginapan.
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah penginapan disekitar lokasi kegiatan
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama pematangan lahan berlangsung.
Tidak Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu persepsi masyarakat.
Tidak Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Tidak Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari penurunan kunjungan hotel dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen Gangguan Kesehatan Masyarakat tergolong Tidak Penting.
Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, namun parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 7 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 20.731 - 21.039 µg/m3.
Tidak siignifikannya penurunan kualitas lingkungan khususnya Kualitas udara dan kebisingan tidak akan mempengaruhi kawasan wisata pesisir. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 44 Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Gangguan Aktifitas Pariwisata Pesisir
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak, yaitu sekitar 44 orang pemilik hotel, bungalow, villa dan penginapan.
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah penginapan disekitar lokasi kegiatan
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama pematangan lahan berlangsung.
Tidak Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu persepsi masyarakat.
Tidak Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Tidak Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari Gangguan aktifitas pariwisata pesisir dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen ini tergolong Tidak Penting.
Timbulnya Keresahan Masyarakat
konsentrasi pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan konstruksi bangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional secara umum masih berada dibawah baku mutu menurut PP RI No. 41 tahun 1999, namun parameter CO peningkatannya terlihat sudah cukup signifikan, yaitu hampir mencapai 7 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum ada proyek, dari sekitar 2.497 - 2.795 µg/m3 (ditapak proyek down wind) menjadi sekitar 20.731 - 21.039 µg/m3.
Tidak siignifikannya penurunan kualitas lingkungan khususnya Kualitas udara dan kebisingan tidak akan mempengaruhi kawasan wisata pesisir dan juga kawasan penginapan. Tidak akan ada protes dari warga yang melakukan aktivitas di area pariwisata pesisir. masyarakat yang melakukan aktivitas di pesisir Karangsari menyadari sepenuhnya bahwa lahan yang ditempati bukan miliknya. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 45. Pembobotan Dampak Kegiatan Pembangunan Fasilitas Darat Tahap Konstruksi Yang Berdampak Pada Timbulnya Keresahan Masyarakat
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak, yaitu sekitar 44 orang pemilik hotel, bungalow, villa dan penginapan.
Tidak Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah penginapan disekitar lokasi kegiatan
Tidak penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama pematangan lahan berlangsung.
Tidak Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu persepsi masyarakat.
Tidak Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Tidak Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Tidak penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari keresahan Masyarakat dikategorikan dampak tidak penting berdasarkan enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen keresahan Masyarakat tergolong Tidak Penting.
TAHAP OPERASIONAL
Penerimaan Tenaga Kerja Operasional
Kesempatan Kerja dan Peluang berusaha
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik peluang kerja dan kesempatan berusaha pada tahap operasi bersumber dari 1) mobilisasi tenaga kerja dan penerimaan tenaga kerja baru untuk mendukung kegiatan operasi. Penerimaan tenaga kerja untuk kualifikasi tertentu akan memprioritaskan masyarakat setempat, yang akan membangkitkan kesempatan kerja. Berbagai kegiatan selama operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional akan memunculkan peluang usaha di sekitar.
Besar Dampak:
Pengelolan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada tahap operasi berada di bawah Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengisi formasi pada saat operasional berjumlah 35 orang. Tenaga kerja yang akan direkrut meliputi tenaga Engiener, teknisi, asisten teknisi, administrasi, security, dan tenaga pekerja lainnya. Direncanakan semua tenaga kerja direkrut dari wilayah Kabupaten Sukabumi. Khusus untuk tenaga pendukung sebanyak 21 orang direkrut dari Kecamatan Palabuhanratu dengan prioritas pada masyarakat sekitar Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Kesempatan untuk mengisi posisi manajemen dan staf serta karyawan juga terbuka untuk masyarakat sekitar Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Adapun spesifikasi dan jumlah yang dibutuhkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No
Keahlian
Kebutuhan (orang)
1
Enginer
2
2
Teknisi
4
3
Tenaga Pembantu Teknisi
8
4
Administrasi
2
5
Security
4
6
Tenaga Pekerja lainnya
15
Jumlah
35
Jangka waktu pekerjaan yang relatif lama, juga akan menimbulkan dampak positif, dari upah yang diterima penduduk lokal. Dari warga di sekitar kegiatan, terdapat kelompok penduduk dengan kapasitas sosial ekonomi dan tingkat pendidikan rendah.
Selain peluang kerja di atas, ada pula peluang usaha bagi kontraktor dan suplier lokal, yang menjadi mitra bagi pemrakrsa kegiatan. Mereka dapat menjadi pemborong bagian –bagian tertentu dari pekerjaan konstruksi sehingga dampaknya menjadi positip penting
Tabel 3 46 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Terciptanya Kesempatan Kerja
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak tergolong beragam, yaitu sekitar 35 orang tenaga kerja yang direkrut untuk bekerja pada Pengelola Kawasan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, ditambah pelaku-pelaku usaha yang menikmati peluang usaha sebagai akibat kegiatan berbagai fasilitas pada tahap operasi.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah Kabupaten Sukabumi asal dari tenaga kerja manajemen dan staf, wilayah Kecamatan Palabuhanratu dan khususnya Kelurahan Palabuhanratu sebagai asal dari tenaga kerja pendukung dan pelaku usaha yang mendapatkan manfaat dari kegiatan operasi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu pendapatan masyarakat dan perekonomian masyarakat.
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Penting
Berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas dampak kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada tahap operasi terhadap kesempatan bekerja dan berusaha (Mata pencaharian) tergolong dampak positif penting.
Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Perubahan Tingkat Pendapatan Masyarakati masyarakat berupa peningkatan perekonomian lokal merupakan dampak turunan dari peluang kerja dan kesempatan berusaha pada tahap operasi bersumber dari 1) mobilisasi tenaga kerja dan penerimaan tenaga kerja baru untuk mendukung kegiatan operasi; 2) kegiatan operasi.
Besar Dampak:
Perekonomian lokal, terutama wilayah Kelurahan Palabuhanratu dan wilayah yang berdekatan dan secara ekonomi terakses langsung dengan kawasan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional diperkirakan akan berkembang pada tahap operasi. Penerimaan tenaga kerja sebanyak 35 orang untuk kebutuhan Pengelola Kawasan akan membangkitkan berbagai kegiatan ekonomi lokal seperti sewa tempat tinggal, warung dan rumah makan, jasa-jasa lain yang dibutuhkan. Jika diperhitungkan gaji pegawai minimal sama dengan UMK Kab Sukabumi (tahun 2015) ,maka minimal setiap pegawai akan mendapatkan upah Rp 1.940 000,-Penerimaan tenaga kerja tersebut akan pendapatan masyarakat berupa gaji sebesar Rp. 67.900.000 per bulannya akan dibelanjakan di wilayah sekitar Pelabuhan Laut Pengumpan Regional untuk membayar barang dan jasa kebutuhan tenaga kerja. Disamping itu, sebagian dari tenaga kerja diproyeksikan akan direkrut dari daerah setempat, yang meliputi satpam, office boy, dan cleaning service. Gaji yang diterima oleh tenaga kerja setempat akan meningkatkan daya beli keluarga tenaga bersangkutan, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan perputaran uang pada kegiatan ekonomi setempat.
Disamping gaji tenaga kerja, dan belanja tenaga kerja, operasi berbagai fasilitas Pelabuhan Laut Pengumpan Regional berupa penyelenggaraan berbagai operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, operasional akan berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi di sekitar lokasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional seperti warung dan rumah makan, pusat perbelanjaan, penginapan, jasa transportasi dan lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan: 1) mobilisasi dan penerimaan tenaga kerja, dan 2) operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional akan membangkitkan berbagai kegiatan usaha masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan meningkatkan lokal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dampak terhadap kondisi sosial ekonomi atau perekonomian lokal tergolong dampak besar.
Tabel 3 47 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Pendapatan Tenaga Kerja
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak tergolong beragam, yaitu sekitar 35 orang tenaga kerja yang direkrut untuk bekerja pada Pengelola Kawasan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, terutama 21 orang tenaga kerja setempat, serta pelaku usaha di sekitar Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah Kabupaten Sukabumi asal dari tenaga kerja manajemen dan staf, wilayah Kecamatan Palabuhanratu dan khususnya Kelurahan Palabuhanratu sebagai asal dari tenaga kerja pendukung dan pelaku usaha yang mendapatkan manfaat dari kegiatan operasi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu persepsi masyarakat.
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Penting
Berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas dampak kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada tahap operasi terhadap kondisi sosial ekonomi dan perekonomian lokal tergolong dampak positif penting.
Peningkatan Pendapatan Pedagang
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Perubahan Tingkat Pendapatan Pedagang berupa peningkatan perekonomian lokal merupakan dampak turunan dari peluang kerja dan kesempatan berusaha pada tahap operasi bersumber dari 1) mobilisasi tenaga kerja dan penerimaan tenaga kerja baru untuk mendukung kegiatan operasi; 2) kegiatan operasi.
Besar Dampak:
Perekonomian lokal, terutama wilayah Kelurahan Palabuhanratu dan wilayah yang berdekatan dan secara ekonomi terakses langsung dengan kawasan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional diperkirakan akan berkembang pada tahap operasi. Penerimaan tenaga kerja sebanyak 35 orang untuk kebutuhan Pengelola Kawasan akan membangkitkan berbagai kegiatan ekonomi lokal seperti sewa tempat tinggal, warung dan rumah makan, jasa-jasa lain yang dibutuhkan. Jika diperhitungkan gaji pegawai minimal sama dengan UMK Kab Sukabumi (tahun 2015) ,maka minimal setiap pegawai akan mendapatkan upah Rp 1.940 000,-Penerimaan tenaga kerja tersebut akan pendapatan masyarakat berupa gaji sebesar Rp. 67.900.000 per bulannya akan dibelanjakan di wilayah sekitar Pelabuhan Laut Pengumpan Regional untuk membayar barang dan jasa kebutuhan tenaga kerja. Disamping itu, sebagian dari tenaga kerja diproyeksikan akan direkrut dari daerah setempat, yang meliputi satpam, office boy, dan cleaning service. Gaji yang diterima oleh tenaga kerja setempat akan meningkatkan daya beli keluarga tenaga bersangkutan, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan perputaran uang pada kegiatan ekonomi setempat.
Disamping gaji tenaga kerja, dan belanja tenaga kerja, operasi berbagai fasilitas Pelabuhan Laut Pengumpan Regional berupa penyelenggaraan berbagai operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, operasional akan berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi di sekitar lokasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional seperti warung dan rumah makan, pusat perbelanjaan, penginapan, jasa transportasi dan lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan: 1) mobilisasi dan penerimaan tenaga kerja, dan 2) operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional akan membangkitkan berbagai kegiatan usaha masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan meningkatkan lokal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dampak terhadap kondisi sosial ekonomi atau perekonomian lokal tergolong dampak besar.
Tabel 3 48 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Pendapatan Pedagang
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak tergolong beragam, yaitu sekitar 35 orang tenaga kerja yang direkrut untuk bekerja pada Pengelola Kawasan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, terutama 21 orang tenaga kerja setempat, serta pelaku usaha di sekitar Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah Kabupaten Sukabumi asal dari tenaga kerja manajemen dan staf, wilayah Kecamatan Palabuhanratu dan khususnya Kelurahan Palabuhanratu sebagai asal dari tenaga kerja pendukung dan pelaku usaha yang mendapatkan manfaat dari kegiatan operasi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu persepsi masyarakat.
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Penting
Berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas dampak kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada tahap operasi terhadap kondisi sosial ekonomi dan perekonomian lokal tergolong dampak positif penting.
Operasional Fasilitas Darat Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Penurunan Kuantitas Air Tanah
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih tahap operasional direncanakan berasal dari air tanah. Jumlah kebutuhan air bersih pada tahap ini volumenya relatif lebih besar dibanding tahap kontruksi, yaitu mencapai 51,21 m3/hari dengan rincian jenis penggunaan dan besaran volume air seperti dapat dilihat pada Tabel 3.8. Pengambilan air tanah yang diperlukan untuk kebutuhan tersebut diprakirakan akan berdampak pada penurunan kuantitas air tanah dangkal sekitarnya. Akan tetapi hasil analisis antara volume kebutuhan dan ketersediaan air tanah di daerah tapak proyek tampaknya masih cukup aman sebagai berikut:
Mengacu pada keterdapatan air tanah (Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Ujungkulon & Sukabumi skala 1 : 250.000, Dit. GTL, 1985), lokasi studi termasuk pada daerah air tanah dengan akifer produktif sedang dan debit sumur < 5 lt/detik.
Debit air tanah yang akan dieksploitasi untuk kebutuhan air bersih 51,21 m3/hari, atau sekitar 0,592 liter/detik (pembulatan = 0,6 liter/detik). Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi kapal-kapal yang bersandar tampaknya masih dimungkinkan jika volume air maksimum secara keseluruhan mencapai 300 m3/hari, atau air tanah yang diambil sekitar 3,47 liter/detik. Kemungkinan terjadinya intrusi air laut akibat pengambilan air tanah relative kecil karena debit pengambilan air masih lebih rendah disbanding debit sumur yang dapat dieksploitasi 5 liter/detik. Namun demikian upaya mencari alternative sumber air lainnya diluar air tanah perlu dilakukan.
Didasarkan uraian di atas, maka pengambilan air tanah untuk kebutuhan air bersih pada tahap operasi masih aman dan diprakirakan tidak menyebabkan penurunan kuantitas air tanah.
Tabel 3.49 Rencana Kebutuhan Air Bersih
No
Jenis Penggunaan
Besaran kegiatan
Besaran Penggunaan
air bersih*
Jumlah kebutuhan air bersih (m3/hari)
1
Gedung kantor dan
ruang tunggu
1.035 Orang
15 liter/org/hari
15,53
2
Pertokoan
150 Orang
15 liter/org/hari
2,25
3
Kantin
500 Orang
15 liter/org/hari
7,50
4
Gudang tertutup
20 Orang
10 liter/org/hari
0,20
5
Rumah dinas
100 Orang
60 liter/org/hari
6
6
Masjid
500 Orang
10 liter/org/hari
5
7
Toilet umum
500 Orang
15 liter/org/hari
7,5
8
Taman & RTH
8.014 m2
0,1 liter/ha/det**
7,23
Total
51.21
Sumber : *)SNI 03-7065-2005* dan **)Kepmen Kimpraswil,2001
Keterangan :
*) SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing
**) Kepmen Kimpraswil No. 534-KPTS-M-2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal
***) Perhitungan kebutuhan air bersih berdasarkan kebutuhan puncak apabila semua gedung beroperasi
Penentuan tingkat kepentingan dampak akibat kegiatan operasional pelabuhan terhadap menurunnya kuantitas air tanah berdasarkan dua dari enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting diperlihatkan pada Tabel 3.50 dan dapat dikategorikan sebagai Dampak Negatip Tidak Penting.
Tabel 3.50 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional
Pembangunan PLPR Terhadap Penurunan Kuantitas Air Tanah
No
Kriteria Dampak Penting
Uraian
Kesimpulan
1
Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
Penduduk yang akan terkena dampak berupa penurunan kuantitas air tanah dangkal di sekitar tapak proyek pada tahap operasional diprakirakan tidak signifikan karena debit air tanah yang diambil 0,6 lt/detik, sedangkan potensi ketersediaan air tanah di daerah kegiatan yaitu dengan Q (debit) sumur 5 lt/detik.
Tidak
Penting
2
Luas wilayah penye-baran dampak
Adapun penurunan kuantitas air tanah akan bersifat lokal dan diprakirakan tidak menyebabkan penyebaran luas, jika pun terjadi kemungkinannya hanya di sekitar tapak proyek karena tapak proyek terletak di bagian hilir (down stream) dari sistim aliran air tanah pedataran pantai.
Tidak
Penting
3
Intensitas dan lama-nya dampak berlang-sung
Intensitas dampak relatif rendah dan berlangsung selama tahap operasi.
Tidak
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
Komponen lain yang terkena dampak adalah fluktuasi kedudukan muka air tanah (freatik) di sekitar pusat pengambilan dalam radius terbatas di tapak proyek.
Tidak
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak dapat bersifat kumulatif jika ada kegiatan lainnya atau pengambilan debit air melampui kapasitas debit sumur (> 5lt/detik).
Penting
6
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Dampak penurunan kuantitas air tanah tidak berbalik selama pelabuhan beroperasi.
Penting
Kesimpulan
Dampak Negatif Tidak Penting
Peningkatan Arus Lalulintas
Peningkatan arus lalulintas akan terjadi akibat adanya operasional pelabuhan baik itu pengguna pelabuhan, tenaga kerja yang beroperasional di pelabuhan maupun pedagang yang akan berkegiatan di lokasi kegiatan.
Tabel 3 49. Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Arus Lalulintas
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk Kelurahan Palabuhanratu yang berada di lokasi kegiatan.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan Kelurahan Palabuhanratu
penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Jumlah kendaraan akan meningkat di jalan eksisting. Selama tahap operasional berlangsung
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Kerusakan jalan yang ada di Kelurahan Palabuhanratu
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif berlangsung selama kegiatan operasional berlangsung
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Tidak berbalik dampak karena akan terjadi selama operasional
penting
Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel
Sumber Dampak:
Dampak penting hipotetik Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel merupakan dampak positif pada tahap operasional Fasilitas Darat Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Besar Dampak:
Beroperasinya Fasilitas Darat Pelabuhan Laut Pengumpan Regional akan meningkatkan aktivitas pelabuhan secara bertahap, seiring dengan semakin berkembangnya area disekitar pelabuhan akan berdampak terhadap peningkatan kunjungan tamu bagi hotel-hotel di Kelurahan Palabuhanratu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beroperasinya fasilitas darat pelabuhan laut pengumpan regional akan membangkitkan berbagai kegiatan usaha masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan meningkatkan perekonomian lokal, termasuk semakin meningkatnya kunjungan tamu hotel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dampak terhadap kondisi sosial ekonomi atau perekonomian lokal tergolong dampak besar.
Tabel 3 50 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Kunjungan Tamu Hotel
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak tergolong beragam, yaitu sekitar 35 orang tenaga kerja yang direkrut untuk bekerja pada Pengelola Kawasan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, terutama 21 orang tenaga kerja setempat, serta pelaku usaha di sekitar Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Luasnya wilayah persebaran dampak meliputi wilayah Kabupaten Sukabumi asal dari tenaga kerja manajemen dan staf, wilayah Kecamatan Palabuhanratu dan khususnya Kelurahan Palabuhanratu sebagai asal dari tenaga kerja pendukung dan pelaku usaha yang mendapatkan manfaat dari kegiatan operasi.
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak akan berlangsung terus-menerus selama operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Terdapat komponen lain yang terkena dampak, yaitu persepsi masyarakat.
penting
5
Sifat kumulatif dampak
Dampak bersifat kumulatif.
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dampak bisa berbalik apabila ada gangguan terhadap kegiatan operasi.
Penting
Berdasarkan ke-6 kriteria dampak penting di atas dampak kegiatan operasi Pelabuhan Laut Pengumpan Regional pada tahap operasi tergolong dampak positif penting.
Operasional Fasilitas Laut Pelabuhan Laut Pengumpan Regional
Penurunan Kualitas Air Laut
Kondisi eksisting merupakan lahan pesisir pantai yang akan dilakukan pematangan lahan yang akan meningkatkan air larian dan berdampak lanjutan pada penurunan kualitas air Laut, serta rencana kegiatan akan melalui Laut.
Air permukaan yang berada di sekitar rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dan diambil contohnya adalah Laut, sebagai Badan Air Penerima (Laut). Hasil analisis laboratorium terhadap sample air di lokasi sampling tersebut di atas masing-masing menunjukkan masih memenuhi bakumutu dengan nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004 kecuali fosfat dan nitrat.
Adanya operasional pelabuhan akan meningkatkan konsentrasi pencemaran air laut, khususnya tumpahan bahan bakar dan oli dari kapal yang beroperasi. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan opersaional berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 51 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Penurunan Kualitas Air Laut
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Penduduk sekitar yang berada di pantai, serta adanya kekhawatiran warga sekitar terhadap terjadinya penurunan kualitas air laut.
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah sekitar tapak proyek dan pesisir pantai
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap operasional
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat.
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang ada cukup signifikan karena berlangsung selama operasional berlangsung
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat tidak dapat berbalik
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka secara umum dampak dari penurunan kualitas air Laut dikategorikan dampak penting berdasarkan enam kriteria pedoman mengenai ukuran dampak penting. Oleh karena itu, berdasarkan skala kepentingan komponen penurunan kualitas air Laut tergolong Penting.
Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi
Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan pada tanggal 12 Desember 2013 sampai dengan 14 Desember 2013, ditemukan 2 lokasi abrasi dan 1 lokasi akresi di Kecamatan Palabuhanratu yaitu Pantai Karang Sari, Pantai Gado Bangkong, dan Pantai Cipatuguran (sebelah utara PLTU).
Pola arus di perairan Karang Sari dipetakan menggunakan software Mike21 dengan modul FMHD (Flowmodel Hydrodynamic). Data-data yang digunakan adalah batimetri perairan Karang Sari dan data pasang surut di ketiga batas lokasi pemodelan (boundary). Hasil pemodelan adalah sebagai berikut:
Gambar 3 1. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Pasang
Hasil pemodelan arus menunjukkan bahwa saat pasang arah arus bergerak dominan dari Barat Daya ke Utara kemudian berbelok ke Barat Laut dengan sebagian kecil terpecah ke arah Tenggara pada posisi mendekati daratan atau rencana causeway. Distribusi kecepatan arus mengikuti pola arah dominan yang terjadi, dengan kisaran 7-7.5 m/dtk dari Barat Daya hingga 5-5.5 m/dtk ke Barat Laut dan melambat didepan rencana kolam pelabuhan lalu kemudian meningkat lagi hingga 4-4.5 m/dtk ke arah Tenggara.
Gambar 3 2. Pola Arus Perairan Karang Sari saat Surut
Dari kedua hasil pemodelan diatas dapat disimpulkan bahwa pola arah arus dominan di Perairan Karang Sari relatif konstan dengan faktor pembeda hanya pada rentang kecepatannya saja. Terlihat dari hasil pemodelan pola arus pada saat surut, kecepatan arus di Barat Daya dapat mencapai 8.4 m/dtk kemudian menurun mengikuti pola arah arus dominan.
Pemodelan Gelombang
Informasi karakteristik gelombang di suatu perairan merupakan faktor yang sangat penting pada perencanaan pelabuhan, dalam hal ini khususnya ketinggian gelombang maksimum (Hmax) dalam periode tertentu. Pemodelan gelombang di Perairan Karang Sari dikhususkan untuk menampilkan data ketinggian gelombang maksimal dan arah pergerakannya dalam kurun waktu 10 tahun. Pemodelan gelombang masih menggunakan software Mike21 dengan modul SW (Spectral Wave). Data-data yang digunakan adalah batimetri perairan Karang Sari, data angin, dan data ketinggian serta periode gelombang signifikan dari 5 arah mata angin yaitu, Barat, Barat Daya, Selatan, Tenggara dan Barat Laut. Hasil pemodelan adalah sebagai berikut:
Gambar 3 3. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Barat berkisar antara 0.45 m hingga lebih dari 2.1 m. Mendekati area rencana pelabuhan ketinggian gelombang berkisar antara 1.5 m hingga 1.8 m dengan arah perambatan konstan. Arah perambatan mengalami perubahan ke Timur Laut (refraksi) di area rencana causeway.
Gambar 3 4. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Daya dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Barat Daya berkisar antara 0.7 m hingga diatas 1.25 m dengan pola perambatan yang konstan ke arah Timur Laut.
Gambar 3 5. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Barat Laut dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Barat Laut berkisar antara 0.45 m hingga lebih dari 2.25 m. Mendekati area rencana pelabuhan ketinggian gelombang berkisar antara 1.35 m hingga 1.95 m dengan arah perambatan konstan. Arah perambatan mengalami perubahan ke Timur Laut (refraksi) di area rencana causeway hingga memanjang ke arah Tenggara dengan ketinggian yang menurun saat mendekati pantai.
Gambar 3 6. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Selatan dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Selatan berkisar antara 0.7 m hingga diatas 1.8 m dengan pola perambatan yang konstan ke arah Utara. Terlihat cakupan area perambatan gelombang dengan kisaran ketinggian diatas 1.8 m yang luas karena perambatannya mengikuti morfologi dasar perairan Karang Sari.
Gambar 3 7. Gelombang Maksimum (Hmax) dari arah Tenggara dalam kurun waktu 10 tahun
Ketinggian gelombang maksimum dengan arah bangkitan dari Tenggara berkisar antara 0.45 m hingga 2.25 m. Mendekati area rencana pelabuhan ketinggian gelombang berkisar antara 1.5 m hingga 1.8 m dengan arah perambatan relatif konstan menuju Barat Laut. Arah perambatan mengalami sedikit perubahan ke Barat Laut-Utara (refraksi) mendekati area rencana pelabuhan karena dipengaruhi bentuk morfologi daratan serta dasar perairan.
Operasional pelabuhan akan mengakibatkan abrasi dan juga sedimentasi. Selanjutnya, dengan adanya kegiatan operasinal berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 52 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Peningkatan Sedimenatsi dan Abrasi
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Masyarakat sekitar pantai karangsari kelurahan Palabuhanratu
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap operasional
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat.
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang ada cukup signifikan karena berlangsung selama operasional berlangsung
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat tidak dapat berbalik
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka tergolong Penting.
Gangguan Terhadap Plankton, Benthos dan Nekton
Kondisi eksisting merupakan lahan pesisir pantai yang akan dilakukan pematangan lahan yang akan meningkatkan air larian dan berdampak lanjutan pada penurunan kualitas air Laut, serta rencana kegiatan akan melalui Laut.
Air permukaan yang berada di sekitar rencana Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dan diambil contohnya adalah Laut, sebagai Badan Air Penerima (Laut). Hasil analisis laboratorium terhadap sample air di lokasi sampling tersebut di atas masing-masing menunjukkan masih memenuhi bakumutu dengan nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmenlh No. Kep-51/MENLH/2004 kecuali fosfat dan nitrat.
Adanya operasional pelabuhan akan meningkatkan konsentrasi pencemaran air laut, khususnya tumpahan bahan bakar dan oli dari kapal yang beroperasi. dan akan terganggunya bioat air yang ada di perairan laut di lokasi kegiatan Selanjutnya, dengan adanya kegiatan konstruksi berdasarkan faktor penentu bobot dampak seperti tersebut pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 53 Pembobotan Dampak Kegiatan Operasional Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Pada Tahap Operasional Yang Berdampak Pada Gangguan Terhadap Plankton, Benthos dan Nekton
NO
FAKTOR PENENTU BOBOT DAMPAK
KETERANGAN
SIFAT DAMPAK
1
Jumlah manusia yang terkena dampak
Masyarakat sekitar pantai karangsari kelurahan Palabuhanratu
Penting
2
Luas wilayah persebaran dampak
Wilayah persebaran terbatas pada lokasi kegiatan
Penting
3
Intensitas dan Lamanya dampak berlangsung
Selama tahap operasional
Penting
4
Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak
Komponen lingkungan yang terpengaruh adalah masalah sosial/persepsi (negatif) di masyarakat.
Penting
5
Sifat kumulatif dampak
Sifat kumulatif yang ada cukup signifikan karena berlangsung selama operasional berlangsung
Penting
6
Berbalik dan tidak berbaliknya dampak
Dapat tidak dapat berbalik
Penting
Dengan memperhatikan kriteria yang ada, maka tergolong Penting.
BAB IV EVALUASI DAMPAK PENTING
Evaluasi dampak penting ini dimaksudkan untuk memberikan penilaian terhadap besaran perubahan komponen lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Oleh karena itu pada bab IV ini akan diuraikan penjelasan-penjelasan mengenai:
Perimbangan dampak positif dan negatif dari komponen kegiatan terhadap komponen lingkungan secara totalitas (holistik).
Hubungan sebab akibat (kausatif) antara rencana kegiatan dan rona lingkungan dengan dampak positif dan negatif yang timbul.
Arahan pengelolaan lingkungan berdasarkan kemampuan mengatasi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
EVALUASI SECARA HOLISTIK
Evaluasi dampak penting ini dimaksudkan untuk memberikan penilaian terhadap perubahan komponen lingkungan hidup yang diakibatkan oleh rencana Proyek. Penilaian keterkaitan dampak penting tersebut pada akhirnya dapat terungkap dengan adanya perimbangan dampak positif dan negatif komponen kegiatan terhadap lingkungan.
Untuk memperoleh hasil penilaian secara totalitas tersebut, maka suatu komponen lingkungan hidup yang paling sensitif terhadap rencana kegiatan dilihat dari penjumlahan horisontal dari komponen kegiatan yang mempengaruhinya. Sedangkan untuk komponen kegiatan yang memberikan dampak penting dapat dilihat dari penjumlahan secara vertikal.
Beberapa pedoman yang digunakan dalam menyimpulkan hasil evaluasi secara totalitas ialah :
Komponen-komponen kegiatan yang dinilai paling berpotensi menimbulkan dampak dan harus diperhatikan pengelolaannya dilihat dari jumlah komponen lingkungan yang dipengaruhinya.
Hasil evaluasi memberikan indikasi tentang tingkat kebutuhan penanganan komponen kegiatan yang menjadi penyebab timbulnya dampak penting.
Komponen-komponen lingkungan yang dinilai paling sensitif terhadap adanya kegiatan di sekitarnya dapat dilihat dari banyaknya komponen kegiatan yang mempengaruhinya secara signifikan.
Makin banyak komponen lingkungan yang terkena dampak penting, maka makin besar pula kebutuhan penanganan komponen lingkungan hidup
Komponen lingkungan yang diprakirakan paling banyak terkena dampak negatif penting adalah penurunan kualitas udara dan penurunan kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh 3 komponen kegiatan, sementara komponen lainnya hanya diakibatkan oleh satu atau dua kegiatan.
Dari uraian tersebut tampak bahwa komponen kualitas udara dan kesehatan masyarakat dapat dikategorikan sebagai komponen lingkungan yang paling sensitif terkena dampak negatif penting dari rencana kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional. Hasil prediksi dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4 1. Matriks Evaluasi Dampak Penting
Komponen
Kegiatan
Komponen
Lingkungan
Tahap Prakonstruksi
Tahap Konstruksi
Tahap Operasional
Survey lapangan dan Perizinan
Pembebasan Lahan
Penerimaan Tenaga Kerja
Mobilisasi Peralatan dan Material
Pematangan Lahan
Pembangunan Fasilitas Laut
Pembangunan Fasilitas Darat
Operasional Fasilitas Laut
Operasional Fasilitas Darat
I
Fisik Kimia
1
Kualitas Udara Ambien
DP
DP
X
2
Tingkat Kebisingan
DP
DP
DP
DP
3
Kualitas Air Tanah
4
Kualitas Air Laut
DP
DP
DP
5
Sedimentasi
DP
DP
DP
6
Abrasi
DP
7
Air Larian
DP
II
Biologi
7
Plankton, Benthos dan Nekton
DP
DP
DP
III
Sosekbud dan Kesmas
8
Kesempatan Kerja dan Berusaha
DP
DP
9
Pendapatan Nelayan
X
10
Pendapatan Pedagang
DP
DP
DP
11
Pendapatan Tenaga Kerja
DP
DP
12
Kunjungan Tamu Hotel
DP
X
DP
13
Sikap dan Persepsi masyarakat
14
Keresahan masyarakat
DP
DP
DP
DP
DP
DP
X
15
Aksesibilitas
16
Sanitasi lingkungan
17
Morbiditas Penyakit
DP
DP
X
18
Gangguang Aktifitas Pariwisata Pesisir
DP
DP
X
IV
Infrastruktur
18
Peningkatan Arus Lalulintas
DP
DP
19
Kerusakan Jalan
DP
Keterangan :
(X) = Dampak Tidak Penting
(DP) = Dampak Penting
Gambar 4 1. Diagram Alir Tahap Pra Konstruksi
Gambar 4.2. Diagram Alir Tahap Konstruksi (1)
Gambar 4.3. Diagram Alir Tahap Konstruksi (2)
Gambar 4.4. Diagram Alir Tahap Operasional
EVALUASI SECARA KAUSATIF
Evaluasi dampak penting secara kausatif menguraikan keterkaitan antara dampak satu dengan yang lainnya dimana bisa saling menguatkan ataupun saling melemahkan. Urutan evaluasi mengacu pada urutan dampak penting hipotetik yang diuraikan dalam Bab I Pendahuluan (Pelingkupan).
Peningkatan Kesempatan Kerja danKesempatan Berusaha, Peningkatan pendapatan tenaga kerja, peningkatan pendapatan pedagang dan Keresahan masyarakat
Persepsi positif (harapan) dapat terbentuk dari adanya kesempatan kerja dan berusaha untuk kegiatan konstruksi dan operasional bila memprioritaskan penduduk lokal sebagai tenaga kerja. Disamping tenaga kerja yang terserap pada kegiatan konstruksi dan operasional diprakirakan akan muncul peluang kerja ikutannya (multiplier effect) yang dapat meningkatkan sumber pendapatan seperti warungan, dan jasa lainnya.
Penilaian dampak penting adalah karena bersifat kumulatif melalui sinergi dengan dampak positif penting lainnya, juga karena sifat dapat berbalik menjadi keresahan (kekhawatiran) apabila kekecewaan sehingga termasuk dampak penting yang perlu dikelola.
Meningkatnya Kemacetan Lalu Lintas, Kerusakan Jalan, Penurunan Kualitas Udara, Peningkatan Kebisingan, penurunan kunjungan tamu hotel dan Gangguan Kesehatan Masyarakat.
Pada tahap konstruksi dan operasional adalah timbulnya gangguan kelancaran lalu lintas dan kerusakan jalan di sekitar lokasi kegiatan, karena dipengaruhi oleh lalu lintas truk yang keluar masuk lokasi proyek, untuk mengangkut bahan material maupun kegiatan saat operasional baik itu pengunjung baik tenaga kerja khususnya pada saat ada Operasional Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Dampak lalu lintas lainnya saat pembangunan beroperasi yang mungkin mengganggu adalah penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, penurunan kunjungan tamu hotel dan gangguan kesehatan masyarakat. Dengan trasnportasi yang banyak dan juga adanya kendala di dalam arus transportasi yang akan menyebabkan dampak turunan yang berasal dari polusi dan mobilitas kendaraan. Dengan demikian komponen lingkungan ini dikatagorikan sebagai dampak penting yang perlu dikelola.
Peningkatan Air larian, Peningkatan Sedimentasi dan Abrasi, penurunan kualitas air Laut, Gangguan terhadap Biota Air, pendapatan nelayan, Gangguang Aktifitas Pariwisata Pesisir, serta penurunan kualitas air tanah
Besarnya air larian 209,24 m3/hr akibat adanya perubahan tata guna lahan yang menyebabkan meningkatnya air larian, menyebabkan dampak-dampak turunan yaitu peningkatan sedimentasi dan abrasi, penurunan kualitas air laut, gangguan terhadap biota air, pendapatan nelayan, gangguang aktifitas pariwisata pesisir, serta penurunan kualitas air tanah.
Dampak yang merupakan dampak yang saling berkaitan ini akan mengalami penurunan kualitas lingkungan dengan seiring berjalannya kegiatan konstruksi dan terutama kegiatan operasional. Pada saat kegiatan operasional sangat menyebabkan dampak serta penurunan kualitas air tanah. Dengan demikian komponen lingkungan ini dikatagorikan sebagai dampak penting yang perlu dikelola.
TELAAHAN DASAR PENGELOLAAN
Dampak kegiatan pada tahap prakonstruksi dan tahap konstruksi bersifat sementara (temporary impact), sedangkan kegiatan pada tahap operasional menimbulkan dampak jangka panjang (long term impact).
Walaupun dampak yang timbul bersifat sementara pada tahap prakonstruksi dan konstruksi dampak tersebut perlu dikelola agar tidak terjadi dampak sisa (residual impact) yang dapat bersinergi dengan dampak yang mungkin timbul pada tahap operasional.
Terhadap lingkungan fisik kimia tidak terdapat dampak penting dari kegiatan tahap prakonstruksi.
Pada tahap konstruksi dampak penting yang terjadi ialah terhadap kualitas udara dan kebisingan, seta adanya penurunan kualitas air Laut. Pengelolaan untuk menekan penurunan kualitas udara dan menekan peningkatan kebisingan dapat dilakukan baik pada sumber dampak maupun pada komponen lingkungan yang terkena dampak.
Pengelolaan pada sumber dampak antara lain dengan melakukan :
Penyiraman timbunan bahan galian kegiatan terutama pada musim kemarau
Pengangkutan material dengan kendaraan bak tertutup
Menggunakan alat angkutan dan alat berat laik jalan untuk menekan emisi gas buang.
Adanya dinding penahan yang mampu mengurangi hembusan debu ke permukiman terdekat
Pengelolaan pada komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak antara lain dengan melakukan :
Penggunaan masker dan ear plug bagi para pekerja untuk menekan pengaruh dari penyebab dampak.
Dampak terhadap komponen sosial ekonomi adalah terbukanya kesempatan kerja dengan dampak ikutannya berupa aktifitas perekonomian masyarakat dan pendapatan masyarakat meningkat serta sikap positif masyarakat terhadap keberadaan proyek.
Untuk mengembangkan dampak positif dari adanya kesempatan kerja dan berusaha tersebut dapat dilakukan dengan cara:
Rekruitmen tenaga kerja non skill diprioritaskan tenaga kerja lokal, di daerah tapak proyek dan daerah sekitarnya.
Hubungan kerja antara tenaga kerja dengan pemberi kerja harus tunduk pada peraturan dan kebijakan Departemen Tenaga Kerja dan ketentuan pemerintah lainnya yang menyangkut pengupahan, jaminan kesehatan, jaminan keselamatan kerja dan sebagainya.
Perbaikan sarana dan prasarana sosial-ekonomi berkoordinasi dengan pemrakarsa proyek, pemerintah desa, dan masyarakat setempat
Memberikan upah tenaga kerja proyek dengan minimal sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) untuk Provinsi Jawa Barat.
REKOMENDASI PENILAIAN KELAYAKAN LINGKUNGAN
Berdasarkan penilaian terhadap hasil prediksi, evaluasi serta pengelolaan yang direkomendasikan maka ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan konsultan berdasarkan Permen LH no 16 Tahun 2012 penilaian kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan adalah:
Rencana tata ruang sudah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Perda No 22 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032, Pasal 30: "…Palabuhanratu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) memiliki fungsi utama sebagai pusat bisnis kelautan dengan skala pelayanan nasional dan internasional, dan fungsi penunjang sebagai kawasan pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera dan minapolitan". Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional telah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029.
Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumber daya alam yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Rencana kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi mengacu kepada peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 54 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.
Kepentingan pertahanan keamanan sudah terakomodasi. Rencana kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang berlokasi di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi tidak mempengaruhi pertahanan dan keamanan, karena jenis kegiatan ini tidak berkaitan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan
Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan sudah di prakirakan. Berdasarkan prakiraan mengenai besaran dan sifat penting dampak terhadap setiap dampak penting hipotetik yang akan terjadi dari rencana kegiatan, dihasilkan beberapa dampak penting baik yang bersifat positif penting maupun negatif penting terhadap lingkungan hidup Semua prakiraan dampak sudah dikaji, terdapat 40 dampak yang termasuk dampak penting dan 6 dampak yang termasuk dampak tidak penting.
Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting. Telah dilakukan Evaluasi secara holistik terhadap dampak penting yang ada, menunjukkan dampak primer yang timbul dari rencana kegiatan tersebut diatas diantaranya; timbul persepsi masyarakat, kesempatan kerja dan berusaha, penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, peningkatan air larian, bangkitan lalulintas, penurunan kualitas air laut dan peningkatan sedimentasi. Kemudian untuk dampak sekundernya berupa; terganggunya biota perairan, gangguan aktifitas pariwisata dan gangguan kesehatan masyarakat. Dampak sekunder dapat diminimalisir apabila pengelolaan terhadap dampak primer dijalankan dengan baik. Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat telah mempunyai komitmen sebagaimana tercantum di dalam RKL-RPL untuk mengelola seluruh damapk tersebut secara konsisten.
Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam menanggulanggi dampak penting yang akan ditimbulkan dari Usaha dan/atau Kegiatan. Berdasarkan evaluasi potensi kemampuan untuk mengelola keseluruha dampak, pemrakarsa kegiatan memiliki kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam pendekatan-pendekatan pengelolaan lingkungan baik secara teknologi (dengan SOP pembangunan pelabuhan), sosial, dan kelembagaan serta sinergitas dengan institusi teknis pusat dan daerah. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam dokumen RKL-RPL
Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic view). Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang berlokasi di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi tidak menganggu nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic view). Hal ini dikarenakan rencana kegiatan tersebut mendukung pengembangan aktifitas pariwisata di wilayah tersebut.
Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu entitas ekologis yang merupakan.
1) entitas dan/atau spesies kunci (key species);
2) memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance);
3) memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance); dan/atau
4) memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance).
Berdasarkan pengamatan di lokasi kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional tidak ditemukan adanya spesies kunci yang mempunyai nilai penting baik secara ekologis, ekonomis, sosial maupun ilmiah.
Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan. Aktivitas masyarakat yang berada di sekitar lokasi kegiatan meliputi pemukiman, perhotelan dan aktivitas masyarakat (pariwisata dan olahraga). Adanya dampak dari Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional khususnya pada tahap konstruksi dan tahap operasi setelah dilakukan pengelolaan lingkungan dengan pendekatan teknolobi, sosial dan kelembagaan, maka pengaruh dampak negatif rencana kegiatan terhadap lingkungan sekitarnya akan menjadi minimal dan diharapkan akan saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Rencana kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional di Karangsari Kelurahan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Namun demikian hal tersebut akan diatasi oleh pemrakarsa kegiatan, dengan melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup melalui pendekatan teknologi baik pada tahap konstruksi dan operasional kegiatan. Hal tersebut diharapkan tidak akan dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan adanya kegiatan pelabuhan tersebut.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan konsultan untuk menyatakan kelayakan lingkungan dari rencana Proyek yaitu :
Bahwa segala apa yang tertuang dalam rencana kegiatan, terutama berkenaan dengan Rencana Pembangunan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dalam menangani semua dampak termasuk tanggap darurat terhadap dalam penanganan Keselamatan Kerja yang tidak lagi menjadi usulan dalam RKL hendaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari usulan RKL, sehingga implementasinya menjadi bagian integral dari implementasi RKL.
Agar segala permasalahan dalam implementasi RKL dan RPL hendaknya selalu dikonsultasikan dengan instansi terkait, terutama dalam hal ini ke Kementerian Lingkungan Hidup RI, BPLH Provinsi Jawa Barat,dan BLH Kabupaten Sukabumi
Berdasarkan uraian di atas maka ANDAL rencana kegiatan Pembangunan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional layak dilaksanakan dengan menerapkan aspek pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2011. Buku Profil Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.
Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032.
Canter L.W. 1996 Enviromental Impact Assessment. Mc. Graw Hill Inc. New York.
Husin, Y.A. 1987. Dampak Terhadap Kualitas Air. BKLH-MISETA IPB. Sukabumi.
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper & Row Publishing. New York.
Lee, J. 1985. The Environment, Public Health and Human Ecology; Consideration for Economic Development. World Bank Publ, John Hopkins University Press, Baltimore, Maryland.
McNeely, R.N. V.P. Neimanis and L. Dwyer. 1979 Water Quality Sourcebook, A Guide to Water Quality. Directorate, Water Quality Branch, Otawa, Canada.
Munir, Moch. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Pustaka Jaya. Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. WB Sounder Company, Phladelphia, London, Toronto.
Schwab. G.O. R.K. Frevert. T.W. Eminster and K.K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. John Willey, New York.
Soemarwoto, Otto, 1994, Analisis Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Soedarto P. Hadi, 1995, Aspek Sosial AMDAL sejarah, Teori dan Metode, Gajah Mada University University Press, Yogyakarta
Stern. A.C., R.W. Bouble D.L. Fok. 1984. Fundamental of Air Pollution. Second Edition. Academic Press Inc. New York.
LAMPIRAN
LATAR BELAKANG
Pelabuhan sebagai alat yang melayani hubungan suatu tempat dengan tempat lain, maka sistem dan pola jaringan transportasi seakan-akan ditentukan oleh struktur wilayah yang dilayaninya, tetapi pada kenyataannya terkadang terjadi sebaliknya, dimana struktur wilayah akan sangat dipengaruhi oleh sistem dan pola jaringan transportasi. Dengan demikian sistem dan pola jaringan transportasi akan membentuk suatu sistem yang rumit baik di dalam dirinya sendiri maupun dalam kaitan dengan kegiatan yang dilayaninya.
Letak geografis bagian selatan Jawa Barat yang bersinggungan dengan Samudera Indonesia dipandang sangat strategis untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan terpadu dengan jangkauan pelayanan regional, nasional maupun lintas negara, selain itu letaknya yang berada pada jalur lalu-lintas pelayaran nasional justru menambah \ keunggulan wilayah selatan ini untuk menjadi outlet transportasi penumpang, kendaraan dan barang di Jawa Barat.
Sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, perkembangan strategis sektor laut menuntut penyelenggaraan pelayanan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta, otonomi daerah dengan tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran.
Dengan demikian fungsi dari upaya pengembangan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional regional Jawa Barat bagian selatan diarahkan sebagai wilayah untuk menopang kegiatan pengembangan bagian selatan Propinsi Jawa Barat, Untuk itu perlu adanya koordinasi dengan program-program pemerintah di sektor lain serta ditunjang dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung di sektor transportasi laut ini agar lebih dapat mengoptimalkan perencanaan pengembangannya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dan 2012 telah melaksanakan Kegiatan Penyusunan Sudi Kelayakan Pembangunan Pelabuhan Laut Di Jawa Barat Bagian Selatan di mana terdapat beberapa lokasi disepanjang pesisir selatan Jawa Barat yang berpeluang untuk dijadikan maupun dikembangkan sebagai pelabuhan, diantaranya Kabupaten Tasikmalaya, Sukabumi, Garut dan Cianjur. Berdasarkan hasil studi Masterplan dan FS perencanaan serta pengembangan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional regional Jawa Barat bagian selatan adalah Kabupaten Sukabumi Kecamatan Palabuhanratu Kelurahan Palabuhanratu sebagai kawasan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional.
Palabuhanratu sebagai ibukota Kabupaten Sukabumi menuntut ketersediaan sarana dan prasarana perhubungan laut yang memadai dan dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang perlu diprioritaskan, mengingat keberadaan fasilitas Pelabuhan Laut Pengumpan Regional dapat menunjang kelancaran mobilitas penduduk khususnya pariwisata. Dipalabuhanratu Kabupaten Sukabumi memang belum tersedia pelabuhan untuk angkutan orang, pembangunan pelabuhan ini penting untuk dibangun sebagai salah satu alternatif transportasi menuju Palabuhan Ratu selain melalui darat. Dalam rangka meningkatkan pelayanan angkutan perairan melalui laut maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat merencanakan membangun Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang berlokasi di Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan Perda No 22 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032, Pasal 8 menyebutkan bahwa Palabuhanratu sebagaimana dimaksud memiliki fungsi utama sebagai pusat bisnis kelautan dengan skala pelayanan nasional dan internasional dan fungsi penunjang sebagai kawasan pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera dan minapolitan. Surat Penetapan Lokasi dari Menteri perhubungan dengan nomor : KP 686 Tahun 2014 tanggal 3 Juli 2014 menetapkan lokasi tersebut digunakan untuk Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Palabuhanratu yang berlokasi di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
Dalam rangka mewujudkan rencana pembangunan pelabuhan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 dan 2012 telah melaksanakan Penyusunan Sudi Kelayakan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Di Jawa Barat Bagian Selatan, Rencana Induk dan Detail Engineering Desain (DED).
Pembangunan yang akan dilaksanakan senantiasa berlandaskan prinsip-prinsip pembangunan berwawasan lingkungan. Untuk mendukung tercapainya sasaran tersebut, maka rencana pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional beserta fasilitas pendukungnya akan dilengkapi dengan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Sebagaimana Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22, menyatakan bahwa "Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup, dengan kriteria dampak penting ditentukan oleh besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; luas wilayah penyebaran dampak; intensitas dan lamanya dampak berlangsung; banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; sifat kumulatif dampak; berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi".
Berkaitan dengan hal tersebut, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, kegiatan Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional, merupakan kegiatan yang wajib dilengkapi AMDAL karena pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ini diprakirakan dapat menimbulkan perubahan terhadap komponen lingkungan baik fisik kimia, flora, fauna, biota air, maupun sosial, ekonomi dan budaya sehingga untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan dan atau dampak lingkungan akibat adanya kegiatan tersebut, maka Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat selaku pemrakarsa kegiatan bermaksud melakukan studi dan penyusunan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Sesuai dengan lampiran II, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2008 tanggal 16 Juli 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersifat strategis yang penilaiannya dilakukan oleh Komisi Penilai Provinsi, untuk Pembangunan pelabuhan nasional dan/atau regional dengan panjang > 200m Luas > 6.000m, Pembangunan Penahan Gelombang > 200m dan Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot sekitar 5.000-10.000 DWT penilaiannya dilakukan oleh Komisi Penilai AMDAL Provinsi dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Barat.
TUJUAN DAN MANFAAT PEMBANGUNAN
1.2.1 Tujuan
Tujuan pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional antara lain sebagai berikut :
Membangun Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang representatif, mampu mengadopsi tuntutan perkembangan perekonomian dan potensi Kabupaten Sukabumi.
Pengembangan potensi daerah Sukabumi dan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya sehingga dapat mendukung pengembangan wilayah.
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sukabumi.
1.2.2 Manfaat
Manfaat Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional sebagai berikut :
Untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat dan pengembangan wilayah di Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya
Untuk meningkatkan perekonomian mikro dan makro serta untuk menggerakkan dan merangsang perekonomian daerah.
Terbukanya lapangan pekerjaan dan usaha/jasa dan membawa dampak positif terhadap perekonomian khususnya di Kabupaten Sukabumi.
PELAKSANAAN STUDI
Pemrakarsa dan Penanggung Jawab Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan
Nama Instansi
:
Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat
Penanggung Jawab
:
Kuasa Penguna Anggaran Penyusunan AMDAL Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Di Pelabuhan Ratu
Jabatan
Kepala Bidang Transportasi Laut dan ASDP
Alamat Kantor
:
Jl. Sukabumi No 1 Bandung
Penyusun Studi AMDAL
Dalam penyusunan dokumen AMDAL Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional ini pemrakarsa meminta bantuan kepada pihak lain, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 pasal 10 ayat 1, Sehingga dengan demikian Tim penyusun dokumen Studi AMDAL Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional yang merupakan LPJP (Lembaga Penyedia Jasa Penyusunan). Tim penyusun Studi AMDAL Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional di Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi dilakukan oleh PT. Multi Karadiguna Jasa dengan nomor Registrasi Kompetensi : 0070/LPJ/AMDAL-1/LRK/KLH dan beberapa tenaga ahli yang mempunyai kompetensi sesuai dengan posisi dan tanggung jawabnya di dalam tim. Susunan Tim AMDAL Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Palabuhanratu dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 1.1 Susunan Tim AMDAL Pembangunan Pelabuhan Laut Pengumpan Regional Palabuhanratu
NO
NAMA
JABATAN
DALAM TIM
KUALIFIKASI
1.
Drs. Sulaeman MT
Ketua Tim
Sertifikat KTPA Intakindo (000793/SKPA-P1/LSK-INTAKINDO/I/2013) dan Kursus AMDAL Penyusun
2.
Sarif Hidayatullah, S.Si
Anggota Tim
Sertifikat ATPA Intakindo (000920/SKPA/LSK-INTAKINDO/VI/2013) dan Kursus AMDAL Penyusun
3.
Deyna Handiyana, S.Si
Anggota Tim
Sertifikat ATPA Intakindo (000839/SKPA-P1/LSK-INTAKINDO/II/2013)
4.
Shinta Harliantiy, ST, MT.
Ahli Kimia-fisik
5.
Hafish Ali, S,Si., MT.
Ahli Hidrooceanografi
6.
Ir. Dadang Zainal Abidin, MT
Ahli Geohidrologi
7.
Ir. Eka Nastiti Widiani
Ahli Pengembangan Wilayah
8.
Heris Ristawan, S.KM
Ahli Kesehatan Masyarakat
9.
Iskandar Zulkarnaen, S.P
Ahli Sosekbud