BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Setiap wilayah memiliki
berbagai upaya perencanaan terhadap wilayah
tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Contohnya seperti wilayah tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dengan menyediakan berbagai fasilitas sebagai penunjang dari kegiatan yang dilakukan oleh masyarakatnya.
Sarana adalah
fasilitas
penunjang
yang
berfungsi
untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya (UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman). Sarana dalam suatu wilayah dapat meliputi sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana kesehatan, dan lain sebagainya yang memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam memfasilitasi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyrakat. Fungsi dari masing-masing sarana atau fasilitas tersebut tentunya memiliki hierarki atau orde atau tingkatan dalam suatu wilayah. Penentuan hierarki dari suatu pelayanan dalam wilayah dapat ditentukan dengan berbagai metode yakni seperti skalogram Guttman dan analisis sentralitas Marshall. Dengan mengetahui hierarki atau orde dari suatu pelayanan, selanjutnya akan lebih mudah dalam pendistribusian dari tiap-tiap sarana tersebut di dalam suatu wilayah, tentu dengan persebaran yang merata. 1.2
Tujuan dan Sasaran
1.2.1 Tujuan Tujuan dalam pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui orde kota berdasarkan hierarki atau tingkatan suatu kota serta pendistribusian atau penyebaran dari pelayanan dan fasilitas dalam wilayah tersebut dengan memahami kondisi eksisting Kabupaten Banyumas. 1.2.2 Sasaran - Teridentifikasinya orde kota berdasarkan hierarki kota. -
Teridentifikasinya persebaran dan jumlah fasilitas Kabupaten Banyumas.
- Teranalisisnya persebaran dan jumlah fasilitas Kabupaten Banyumas. - Teranalisisnya hubungan antarab keterkaitan ekonomi dan interaksi spasialnya.
1
- Teranalisisnya aksesibilitas antar pusat dengan daerah lain. 1.3
Ruang Lingkup Dalam laporan ini, terdapat dua ruang lingkup yakni ruang lingkup materi dan
ruang lingkup wilayah. 1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah Kabupaten Banyumas. Wilayah Kabupaten Banyumas seluas 132.759 Ha yaitu sekitar 4,08% dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 Kecamatan yang memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut : Utara
: Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang
Selatan : Kabupaten Cilacap Barat
: Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes
Timur
: Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen.
1.3.2 Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi dalam laporan ini meliputi :
1.4
-
Analisis Skalogram Guttman
-
Analisis Indeks Sentralitas Marshall
-
Penentuan Orde Kota
Sistematika Penulisan Laporan ini terdiri dari lima bab yaitu Pendahuluan, Kajian Teori, Gambaran
Umum Kabupaten Banyumas, Analisis dan Hasil, Kesimpulan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup dan sistematika penulisan laporan. BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini menjelaskan tentang pengertian orde kota, analisis skalogram Guttman, dan analisis sentralitas Marshall. BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS Pada bab ini berisi tentang gambaran umum dari Kabupaten Banyumas yang meliputi aspek fisik seperti kondisi geografi, topografi, dan lain-lain serta aspek non fisik seperti pemerintahan, kependudukan, perekonomian, kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
2
BAB IV ANALISIS DAN HASIL Pada bab ini berisi tentang analisis dan hasil skalogram Guttman dan indeks sentralitas Marshall BAB V KESIMPULAN Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari penentuan hierarki/orde kota.
3
BAB II KAJIAN TEORI 2.1
Central Places Theory (Teori Tempat Pusat) Kodrat manusia sebagia makhluk sosial dimana manusia tidak dapat hidup
sendiri, sehingga membutuhkan orang lain juga berlaku bagi suatu daerah/ kawasan/ wilayah/ kota. Suatu kota tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun suatu kota selalu berusaha untuk menjadi pusat penyuplai kebutuhan masyarakat di sekitarnya.
Suatu kota selalu berusaha menjadi pusat dimana
tersedia kebutuhan barang dan jasa. Meskipun pada kenyataanya tidak ada kota yang bisa sempurna dalam memenuhi semua kebutuhannya pasti harus terkait dengan daerah lainnya. Dalam faktanya, terdapat keterkaitan fungsional antara satu pusat dengan wilayah sekelilingnya. Keterkaitan tersebut berupa fenomena global cities dan keterkaitan desa-kota. Keterkaitan ini lumrah terjadi, karena tidak semua wilayah mampu memproduksi semua kebutuhannya senidiri, sehingga harus menggantungkan salah satunya kepada tempat lain. Selain keterkaitan fungsional, dalam pembentukan tempat pusat juga didukung oleh adanya dukungan penduduk untuk keberadaan suatu fungsi tertentu. Dalam suatu wilayah terdapat sebuah tempat dengan kompleksitas kegiatan yang lengkap. Kegiatan yang berlangsung biasanya berupa perdaganganyang
dinamakan sebagai tempat pusat, dimana
tersedia barang dan jasa yang dibutuhkan bagi penduduk tempat tersebut dan daerah di sekitarnya. Dengan adanya tempat pusat tersebut, maka terbentuklah hierarki keruangan wilayah sehingga suatu kawasan memiliki hubungan dengan kawasan lain, terutama dalam pemenuhan kebutuhan.
Berkurangnya penduduk, dapat berakibat pada
kemunduran atau berkurangnya fungsi kota. Perubahan dalam pendapatan karena perubahan harga dan penawaran barang-barang pusat juga dapat mempengaruhi pertumbuhan pusat-pusat sentral. Selain itu, alat transportasi juga memberi kedudukan yang menguntungkan pada tempat-tempat sentral karena dapat mendistribusi kan barang ke luar dari tempat sentral. Asas pengangkutan akan berpengaruh apabila jumlah permintaan terhadap barang sentral jumlahnya banyak dan prasarana transportasi (jalan) besar. Artinya, lingkungan alam memegang peranan akan pembentukan jaringan hubungan lalu lintas. Asas pemerintahan akan
4
berpengaruh jika aspek-aspek non-ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan aspek yang lainnya. Jaringan setiap kota sedang dibentuk dengan dukungan alam yang menguntungkan. Dari fenomena inilah muncul teori pusat atau Central Place Theory yang untuk pertama kali dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun 1933 dalam bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Central Places In Southern Germany (diterjemahkan oleh C.W. Baski pada tahun 1966). Elemen dalam teori tempat pusat: Terdapat suatu tempat pusat yang dibentuk oleh fungsi yang besifat memusat (central function/profession), fungsi (barang/jasa) yang ada beberapa titik tertentu saja.Adanya jumlah penduduk tertentu yang mendukung keberadaan fungsi tertentu tersebut à batas ambang (threshold) Frekuensi penggunaan jasa sangat berpengaruh terhadap penduduk ambang.Jarak di mana penduduk masih mau untuk melakukan perjalanan untuk mendapatkan pelayanan atau fungsi tertentu (range of goods). 2.1.1 Teori Christaller Walter Christaller pada tahun 1933 dalam bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Central Places In Southern Germany (diterjemahkan oleh C.W. Baski pada tahun 1966) mengemukakan tentang teori tempat pusat. Adapun bunyi teori Christaller yaitu “Jika persebaran penduduk dan daya belinya sama baiknya dengan bentang alam, sumber dayanya, dan fasilitas tranportasinya, semuanya sama/seragam, lalu pusat-pusat pemukiman mennyediakan layanan yang sama, menunjukkan fungsi yang serupa, dan melayani area yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk kesamaan jarak antara satu pusat pemukiman dengan pusat pemukiman lainnya” Beberapa asumsi yang mendasari teori Christaller antar lain: a.
Suatu wilayah merupakan dataran yang rata, mempunyai karakteristik ekonomis dan karakteristik penduduk yang sama serta penduduknya tersebar secara merata.
b.
Dalam
suatu
kegiatan
ekonomi,
konsumen
menanggung
biaya
transportasi.Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.
5
c.
Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang dan jasa.
d.
Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya. Model Chistaller tentang terjadinya model area perdagangan heksagonal
sebagai berikut: 1.
Mula-mula terbentuk areal perdagangan satu komoditas berupa lingkaranlingkaran.
2.
Setiap lingkaran memiliki pusat dan menggambarkan threshold dari komoditas tersebut.
3.
Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari komoditas tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih.
4.
Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh daratan yang tidak lagi tumpang tindih.
5.
Tiap barang berdasarkan tingkat ordenya memiliki heksagonal sendirisendiri. Pusat-pusat membentuk segitiga pelayanan yang jika digabungkan akan
membentuk pola heksagonal yang merupakan wilayah pelayanan yang dianggap optimum. Terdapat beberapa prinsip mengenai pola heksagonal Christaller : 1.
Prinsip pasar (marketing principle) k=3 - Memenuhi kebutuhan pelayanan seluas mungkin. - Disebut juga sebagai prinsip k=3 (K3), karena suatu kegiatan di tempat pusat akan melayani 3 tempat pusat untuk fungsi di bawahnya, 1 tempat pusat sendiri di tambah 2 tempat pusat hierarki di bawahnya. - Adapun rumus formulanya yaitu k = 1 + ½ (0) + 1/3 (6) = 3
2.
Prinsip lalu lintas (traffic principle) k=4 - Prinsipnya
adalah
bagaimana
meminumkan
jarak
penduduk
untuk
mendapatkan pelayanan fungsi di tempat pusat. - Disebut sebagai k=4 karena 1 empat pusat melayani empat tempat pusat lain, yaitu 1 pada tempat pusatnya itu sendiri dan 3 dari tempat pusat lain. - Bersifat linier, karena tempat pusat berada pada titik tengah dari setiap sisi heksagon. - Adapun rumus formulanya yaitu k = 1 + ½ (6) + 1/3 (0) = 4
6
3.
Prinsip administrasi (administrative principle) k=7 - Prinsip utamanya adanya kemudahan dalam rentang kendali pengawasan pemerintahan. - Keenam pusat hierarki di bawahnya berada pada batas wilayah pelayanan hierarki di atasnya.
2.1.2 Teori Losch Meskipun teori tempat pusat Losch's melihat lingkungan yang ideal untuk konsumen, baik dan ide-ide Christaller adalah penting untuk mempelajari lokasi ritel di daerah perkotaan. Seringkali, dusun kecil di daerah pedesaan melakukan tindakan sebagai tempat pusat pemukiman berbagai kecil karena mereka adalah di mana orang melakukan perjalanan untuk membeli barang-barang sehari-hari mereka. Namun, ketika mereka harus membeli barang-barang bernilai tinggi seperti mobil dan komputer, mereka harus melakukan perjalanan ke kota besar atau kota yang berfungsi tidak hanya pemukiman kecil mereka tetapi orang di sekitar mereka juga. Losch berpendapat bahwa prinsip-prinsip hierarki Christaller hanyalah merupakan kasus khusus dari keseluruhan rangkaian sistem tempat pusat dan murni suatu penjelasan tentang unsur jasa dalam struktur ruang. Loschian economic landscape merupakan upaya membangunan general theory ekonomi ruang. Di dalamnya tidak terdapat hierarki dan luas wilayah pasar tergantung dari barang yang diproduksi. Pendekatan Losch dapat dikatakan adalah lebih merupakan penjelasan tentang distribusi spasial dari industri manufakturing yang berorientasi pasar. 2.2
Sistem Pusat Pemukiman Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan
pemukiman adalah faktor fisik, sosial, budaya, ekonomi,politik dan lain sebagainya. Faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan pemukiman adalahkeadaan tanah, hidrologi, iklim, morfologi dan sumber daya lain, faktor fisik mempengaruhi bentuk, kecepatan dan perluasan pemukiman. Faktor sosial adalah karakter demografinya, struktur dan organisasi sosial, dan relasi sosial di antara penduduk yang menghuni pemukimantersebut. Faktor budaya yang mempengaruhi adalah tradisi setempat, pengetahuan IPTEK. Faktor ekonomi adalah daya beli masyarakat, mata pencaharian, transportasi dan komunikasi. Faktor politik adalah pemerintah dan
7
kebijakan setempat. Dasar teori dari sistem pusat pemukiman yaitu central place theory serta konsep dasar range of goods dan threshold (ambang penduduk). Analisis sistem pusat pemukiman pada dasarnya ada dua elemen, yaitu daerah perkotaan dan daerah pedesaan dimana keduanya mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda. Pada daerah pedesaan pola pemukimannya dipengaruhi oleh pertanian, pemukiman yang rapat cenderung berkembang di daerah yangmemiliki tanah subur. Sedangkan pada daerah perkotaan, persaingan dalam menggunakanruang lebih intensif dari pedesaan. Analisis yang digunakan dalam analisis sistem pusat pemukiman ada dua tipe, yaitu analisis sistem pemukiman (settlement system analysis), dan spatial linkages analysis.Penganalisisan dalam hal ini ada tiga jalan, yaitu dengan skalogram , analisis ambang batas/ threshold dan analisis indeks sentralitas Marshall. Ketiganya saling melengkapi dan digunakan untuk menentukan hierarki kota atau pusat dari sistem pusat pemukiman. 2.2.1 Analisis Skalogram Guttman Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang akan menjadi daerah belakang (hinterland). Louis Guttman (1950) salah satu skala satu dimensi menggambarkan respon subyek terhadap obyek tertentu menurut tingkatan yang sempurna, orang yang mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik akan lebih baik dibandingkan dengan yang mampu menjawab sebagian saja. Skalogram
digunakan
untuk
menganalisis
pusat-pusat
pemukiman,
khususnya hierarkiatau orde pusat-pusat pemukiman. Subjek dalam analisis ini merupakan pusat pemukiman (settlement), sedangkan obyek diganti dengan fungsi atau kegiatan. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau algoritma Reed-Muench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan setiap fungsi dan pusat pemukiman yang dihasilkan. Teknik ini untuk memberikan gambaran adanya pengelompokkan pemukiman sebagai pusat pelayanan dengan mendasarkan pada kelengkapan fungsi pelayanannya. Ukuran fasilitas yang dinilai adalah jumlah dan kelengkapannya. Fasilitas yang digunakan pada penilaian ini adalah fasilitas yang mencirikan fungsi pelayanan sosial dan
8
ekonomi. Skalogram diperoleh dengan cara membuat suatu tabel yang mengurutkan keberadaan fasilitas suatu wilayah yang diidentifikasi sebagai pusat pelayanan. Dengan beberapa tambahan analisis, misalnya aturan Marshall, atau algoritma ReedMuench, tabel skalogram menjadi indikasi awal analisis jangkauan pelayanan setiap fungsi dan pusat pemukiman yang dihasilkan. Prosedur pengerjaan metode Skalogram Guttman adalah sebagai berikut: a.
Identifikasi semua kawasan perkotaan yang ada.
b.
Membuat urutan pemukiman berdasarkan jumlah penduduk pada bagian sebelah kiri tabel kerja.
c.
Membuat urutan fasilitas yang ditemukan berdasarkan frekuensi yang ditemukan, pada bagian atas.
d.
Membuat garis baris dan kolom sehingga lembar kerja tersebut membentuk matriks yang menampilkan fasilitas yang ada pada masing-masing pusat pelayanan atau kota.
e.
Menggunakan tanda (1) pada sel yang menyatakan keberadaan suatu fasilitas, dan tanda (0) pada sel yang jmenyatakan ketiadaan suatu fasilitas.
f.
Menyusun ulang baris dan kolom berdasarkan frekuensi keberadaan fasilitas, semakin banyak fasilitas yang didapati pada suatu pemukiman maka pemukiman tersebut berada pada urutan atas.
g.
Mengidentifikasi
peringkat
atau
hierarki
pemukiman
yang
dapat
diinterpretasikan berdasarkan prosentase keberadaan fasilitas pada suatu pemukiman. Semakin tinggi prosentasenya, maka hierarki pemukiman tersebut akan semakin tinggi. Nilai atau tingkat kelayakan nilai pada analisis ini yaitu 0,9 - 1. Hierarki Nilai COR yang ideal antara 0,9 – 1. Tingkat kesalahan ini dapat dihitung dengan rumus:
Dimana : -
COR
: koefisien reliabilitas
-
Total jenis fasilitas
: jumlah seluruh fasilitas dalam tangga hierarki pusat
pelayanan -
Jumlah kesalahan
: penyimpangan jumlah luar atau dalam tangga
9
2.2.2
Analisis Ambang Batas/ Threshold Ambang batas adalah bahwa ukuran pusat sedemikian rupa sehingga jumlah
pusat kurang fungsi di atas divisi sama dengan jumlah pusat memiliki fungsi bawah divisi. Marshall menyarankan modifikasi pada aturan umum: “sekali ambang telah ditentukan, fungsi yang berlaku, selanjutnya akan diabaikan kecuali setidaknya setengah dari semua pusat atas ukuran ambang batas memiliki fungsi yang bersangkutan.” Metode lain yaitu metode Reed Muench melakukan pendekatan dengan tetap membandingkan kira kira fungsi dari setiap hierarki ambang batas. Proses ini mengkalkulasikan nilai tengah dari populasi dengan fungsi dari tempat pemukiman dengan rumus :
Th= 100 x Ps/ Ps x Ag Dimana : Th
: Analisis Threshold
Ps
: Jumlah pemukiman dengan mempertimbangkan fasilitas/layanan
Ag
: Jumlah pemukiman tanpa mempertimbangkan fasilitas/layanan
2.2.3 Analisis Indeks Sentralitas Marshall Indeks Sentralitas digunakan untuk menilai jumlah unit setiap jenis fasilitas pada pemukiman dibandingkan dengan pemukiman yang lain. Indeks sentralitas dimaksudkan untuk mengetahui struktur/hierarki pusat-pusat pelayanan yang ada dalam suatu wilayah perencanaan pembangunan, seberapa banyak fungsi yang ada, berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang dilayani serta seberapa besar frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan wilayah pemukiman. Matriks indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks fungsi wilayah atau yang sering disebut dengan analisis fungsi yang merupakan analisis terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang tersebar di wilayah studi, dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas penduduk/masyarakat, untuk memperoleh/memanfaatkan fasilitasfasilitas tersebut.Frekuensi keberadaan fungsi menunjukkan jumlah fungsi sejenis yang ada dan tersebar di wilayah tertentu, sedangkan frekuensi kegiatan menunjukkan tingkat pelayanan yang mungkin dapat dilakukan oleh suatu fungsi tertentu di wilayah tertentu. Indeks sentralitas merupakan bagian dari matriks fungsi wilayah atau yang sering disebut dengan analisis fungsi yang merupakan
10
analisis terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang tersebar di wilayah studi, dalam kaitannya
dengan
berbagai
aktivitas
penduduk/masyarakat,
untuk
memperoleh/memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut. Contoh penggunaan matriks indeks sentralitas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel II.1 Matriks Fungsi Wilayah Dengan Indeks Sentralitas Kabupaten/Kota “X” Propinsi “Y” Tahun “Z” Jenis Fungsi No. Kecamatan Populasi
Pendidikan
Indeks
Kesehatan Administrasi Jml
SD SMP SLA PT RS Pus Kli Kec Desa LMD 1
2
3
1
A
5000
2
B
3500
3
C
3000
4
D
2500
Total Fungsi Total Centrality(%) Nilai Bobot
4
5
X
X
y
Y
X
X
y
Y
X
X
y
Y
X
X
y
Y
X1
6
7
8
9 10 11
12
13 14
Fungsi (∑F) 15
Dst
X1 Dst.
100 100 Dst. Y1
Y1
Total (∑F)
Sumber: Perencanaan Pembangunan Daerah, Jakarta, 2003:119
2.2.4 Orde Kota Tempat-tempat konsentrasi yang umumnya berupa daerah perkotaan tersebar di suatu wilayah/negara dengan penduduk (besarnya kota) yang tidak sama. Setiap kota memiliki daerah belakang atau wilayah pengaruhnya. Makin besar suatu kota makin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya. Suatu kota yang besar selain memiliki daerah belakang berupa daerah pertanian juga memiliki beberapa kota kecil. Apabila kota kecil banyak tergantung dari kota besar maka kota kecil termasuk di dalam daerah pengaruh dari kota yang lebih besar. Misalnya kota kecil membeli berbagai keperluan dan menjual berbagai hasil produksinya ke kota besar. Demikian juga banyak penduduk dari kota kecil yang pergi bekerja, mencari tempat pendidikan, dan berbagai urusan lainya ke kota
11
besar. Dengan demikian akan lebih mudah dibedakan kota mana yang lebih tergantung terhadap kota lainnya sehingga mudah menetapkan perbedaan rangkingnya. Biasanya kota yang paling besar wilayah pengaruhnya, diberikan rangking satu atau kota orde kesatu, yang lebih kecil berikutnya diberi rangking dua dan seterusnya Robinson Tarigan (2004). Rondinelli (1983 :120-170) mengungkapkan hierarki atau tingkatan kota akan mempengaruhi fungsi suatu kota. Kota-kota menengah dan kecil mempunyai fungsi yang dapat digolongkan ke dalam 8 bagian, yaitu : 1.
Pusat pelayanan umum dan sosial
2.
Pusat komersial dan pelayanan jasa
3.
Pusat pemasaran dan perdagangan regional
4.
Pusat penyediaan dan pemprosesan produk-produk pertanian
5.
Pusat industri kecil
6.
Pusat transportasi dan komunikasi regional
7.
Pusat penarik migrasi dari perdesaan dan menjadi sumber pendapatan bagi daerah perdesaan
8.
Pusat transformasi sosial.
2.2.5 Konsep Analisis Hierarki Proses (AHP) Menurut Thomas L. Saaty (1991), terdapat tiga prinsip dasar Analisis Hierarki Proses yaitu : a.
Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis yang disebut menyusun secara hierarkis, yaitu ; memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.
b.
Pembedaan prioritas dan sintesis, yang disebut sebagai penetapan prioritas, yaitu ; menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
c.
Konsistensi Logis, yaitu ; menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
d.
Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang dan jika lebih dari 10 persen maka pertimbangan itu harus di acak atau diperbaiki agar tingkat konsistensinya bagus.
12
Dari prinsip dasar di atas bahwa Analisis Hierarki Proses adalah suatu model yang
luwes
yang
memungkinkan
kita
mengambil
keputusan
dengan
mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Selain itu dalam penggolongan hierarki terdapat dua macam hierarki yaitu : -
Hierarki Struktural, dimana pada hierarki ini sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural mereka; misalnya : ukuran, bangun warna atau umur.
-
Hierarki Fungsional, yaitu suatu hierarki yang menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen pokoknya menurut hubungan esensial mereka ; misalnya : kelompok pihak berkepentingan yang utama, dan kelompok sasaran pihak yang berkepentingan. Adapun hierarki Perkotaan yaitu tingkatan yang menggambarkan jenjang
fungsi perkotaan sebagai akibat perbedaan jumlah, jenis, kualitas dari fasilitas yang tersedia di kota tersebut: •
Kota dengan orde I
: TK – PT
•
Kota dengan orde II
: TK – SMA/Diploma
•
Kota dengan orde III
: TK – SMP
•
Kota dengan orde IV
: TK – SD/SMP
•
Kota non orde
: hanya ada SD
13
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS 3.1
Aspek Fisik Aspek fisik yang akan dibahas dalam laporan ini adalah kondisi geografis
wilayah dan topografi wilayah. 3.1.1 Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Banyumas merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Jawa Tengah, dengan ibukota di Purwokerto. Kabupaten ini terletak diantara 108: 39’ 17” - 109: 27’ 15” Bujur Timur dan 7: 15’ 05” - 7: 37’ 10” Lintang Selatan. Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 Kecamatan dan berbatasan dengan wilayah beberapa kabupaten, yaitu: Utara
: Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang
Selatan : Kabupaten Cilacap Barat
: Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes
Timur
: Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, dan Kabupaten Kebumen.
Kabupaten Banyumas memiliki luas wilayah 132.759 Ha, yaitu sekitar 4,08 % dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah (3.254 juta Ha). Luas wilayah Kabupaten Banyumas ini terdiri dari lahan sawah 32.219 Ha atau sekitar 24,27 % dari luas keseluruhan Kabupaten Banyumas, serta lahan terbangun dan pekarangan seluas 100.640 Ha atau sekitar 75,73 % dari luas wilayah Kabupaten Banyumas. Wilayah Kabupaten Banyumas lebih dari 45 % merupakan daerah dataran yang tersebar di bagian tengah dan selatan serta membujur dari barat ke timur. 3.1.2 Klimatologi Ketinggian wilayah di Kabupaten Banyumas sebagian besar berada pada kisaran 25 – 100 M dpl yaitu seluas 40.385,3 Ha. Berdasarkan kemiringan wilayah, Kabupaten Banyumas mempunyai kemiringan yang terbagi dalam 4 (empat) kategori yaitu : - Kemiringan 0: - 2: meliputi areal seluas 43.876,9 Ha atau 33,05 % yaitu wilayah bagian Tengah dan Selatan. - Kemiringan 2: - 15: meliputi areal seluas 21.294,5 Ha atau 16,04 % yaitu sekitar Gunung Slamet.
14
- Kemiringan 15: - 40: meliputi areal seluas 35.141,3 Ha atau seluas 26,47 % yaitu daerah lereng Gunung Slamet. - Kemiringan lebih dari 40: meliputi areal seluas 32.446,3 Ha atau seluas 32.446,3 Ha atau seluas 24,44 % yaitu daerah lereng Gunung Slamet. Dari kondisi kemiringan seperti diatas dapat diketahui bahwa wilayah Kabupaten Banyumas merupakan derah dengan kondisi fisik yang heterogen. 3.2
Aspek Non Fisik Aspek non fisik yang akan dibahas dalam laporan ini adalah aspek pendidikan
dan aspek kesehatan. 3.2.1 Aspek Pendidikan Fasilitas Pendidikan di wilayah Kabupaten Banyumas sebagian besar masih didominasi oleh fasilitas pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dasar 9 tahun yaitu fasilitas SD dan SLTP yang merata di setiap wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Banyumas, sedangkan fasilitas pendidikan untuk jenjeng yang lebih tinggi, seperti SLTA dan Perguruan Tinggi lebih terkonsentrasi di wilayah pusat Kabupaten khususnya untuk Perguruan Tinggi dan beberapa pusat Kecamatan dengan tingkat perkembangan yang lebih tinggi untuk fasilitas SLTA, Sarana dan prasarana pendidikan merupakan suatu hal sangat penting didalam meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu sarana dan prasarana pendidikan senantiasa menjadi perhatian agar mutu pendidikan di Indonesia meningkat. Untuk itu Kabupaten Banyumas setiap tahun mengalokasikan anggaran untuk perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Data jumlah sekolah di Kabupaten Banyumas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Sedangkan jumlah perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Banyumas berdasarkan laporan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas sampai dengan bulan Juni 2010 berjumlah 20 buah mulai tingkat diploma I, II, III dan IV sampai dengan S-1 dan S-2 baik negeri maupun swasta. Untuk Perguruan tinggi negeri sebanyak 3 buah yaitu UNSOED, STAIN, POLTEKES. Sedangkan perguruan tinggi swasta ada sebanyak 17 buah yaitu UMP, UNWIKU, AKPER YAPERMAS, AKBID YLPP, STIE Purwokerto, Akademi Pertanian HKTI.
15
Tabel III.1 Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Banyumas No.
Kecamatan
Jumlah Sekolah
Jumlah Sekolah
SD
MI
Jumlah
SMP
MTs
Jumlah
Jumlah Sekolah SMA
SMK
MA
Jumlah
1.
Lumbir
35
1
36
4
1
5
-
-
-
-
2.
Wangon
45
4
49
6
2
8
1
2
-
3
3.
Jatilawang
36
6
42
5
1
6
2
2
1
5
4.
Rawalo
24
10
34
4
3
7
1
4
1
6
5.
Kebasen
30
7
37
5
1
6
-
1
1
2
6.
Kemranjen
34
18
52
9
6
15
2
3
2
7
7.
Sumpiuh
30
10
40
5
2
7
2
5
1
8
8.
Tambak
28
12
40
6
4
10
2
-
-
2
9.
Somagede
23
2
25
4
-
4
-
1
-
1
10.
Kalibagor
23
1
24
5
1
6
-
2
-
2
11.
Banyumas
33
1
34
5
1
6
1
4
1
6
12.
Patikraja
28
9
37
4
2
6
1
-
-
1
13.
Purwojati
20
3
23
4
1
5
-
-
-
-
14.
Ajibarang
33
11
44
8
1
9
2
3
-
5
15.
Gumelar
32
4
36
5
1
6
1
-
-
1
16.
Pekuncen
36
12
48
6
1
7
-
1
1
2
17.
Cilongok
44
19
63
6
2
8
-
1
1
2
18.
Karanglewas
26
12
38
5
1
6
1
-
-
1
19.
Sokaraja
30
3
33
5
1
6
5
1
-
6
20.
Kembaran
29
6
35
4
1
5
-
1
-
1
21.
Sumbang
38
3
41
6
2
8
-
-
-
-
22.
Baturaden
28
1
29
3
1
4
1
-
-
1
23.
Kedungbanteng
31
5
36
6
2
8
1
1
-
2
24.
Purwokerto Selatan
27
4
31
9
-
9
1
12
-
13
25.
Purwokerto Barat
24
5
29
3
2
5
-
2
-
2
26.
Purwokerto Timur
36
2
38
10
2
12
8
10
3
21
27.
Purwokerto Utara
23
-
23
2
1
3
1
-
-
1
826
171
997
144
43
187
33
57
13
100
TOTAL
Sumber: BPS Kabupaten Banyumas, 2010.
3.2.2 Aspek Kesehatan Sarana kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam membangun masyarakat Kabupaten Banyumas yang sehat. Untuk itu sarana kesehatan sebagai tempat pelayanan kepada masyarakat senantiasa menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Banyumas. Jumlah sarana kesehatan yang ada saat ini dan terdata di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas meliputi Rumah Sakit Umum Daerah
16
sebanyak 4 buah dengan rincian Tipe B sebanyak 2 buah, Tipe C sebanyak 1 buah, Tipe D sebanyak 1 buah dan rumah sakit khusus sebanyak 10 buah, Sedangkan untuk Rumah Sakit Umum Swasta sebanyak 18 buah dengan rincian Tipe C sebanyak 10 buah Tipe D sebanyak 8 buah. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan lainnya antara lain berupa Puskesmas yang ada dan tersebar di 27 kecamatan ada sebanyak 39 buah, Puskesmas pembantu 39 buah. Tabel III. Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2010 Kabupaten Banyumas No.
Fasilitas
Jumlah
1.
RSUD
4
2.
RSU Swasta
18
3.
Puskesmas
39
4.
Puskesmas Keliling
39
5.
Puskesmas Pembantu
39
6.
Rumah Sakit Khusus
10
7.
Klinik tempat praktek dokter
530
8.
Posyandu
9.
Polindes / PKD
2.352 121
Sumber: BPS Kabupaten Banyumas, 2010.
17
BAB IV ANALISIS DAN HASIL 4.1
Analisis Berdasarkan data fasilitas umum di Kabupaten Banyumas, data yang berisi
fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan analisis skalogram Guttman dan analisis indeks sentralitas Marshall. Berikut data fasilitas umum di Kabupaten Banyumas.
1
Lumbir
10266
Tabel IV.1 Data Fasilitas Umum di Kabupaten Banyumas Jumlah Fasilitas Umum Pendu TK SD SMP SMA Ruma Polikli Puskes duk h nik mas Bersa Pemba lin ntu 43344 16 35 4 0 0 2 2
2
Wangon
6078
73018
25
45
6
1
0
7
2
2
1
3
Jatilawang
4816
57054
30
36
5
2
1
1
2
1
0
4
Rawalo
4964
45262
34
24
4
1
2
2
1
1
0
5
Kebasen
5399
55718
22
29
5
0
1
1
1
1
0
6
Kemranjen
6071
62335
31
34
9
1
0
2
2
2
1
7
Sumpiuh
6001
49808
26
30
5
2
0
3
2
2
1
8
Tambak
5203
41925
19
28
6
2
1
6
1
2
0
9
Somagede
4011
31825
16
22
4
0
0
1
1
1
0
10
Kalibagor
3573
45954
19
23
5
0
0
2
1
1
0
11
Banyumas
3809
45573
19
34
5
1
0
9
2
1
3
12
Patikraja
4322
50330
31
28
4
1
0
3
2
1
1
13
Purwojati
3786
30786
18
20
4
0
0
1
2
1
0
14
Ajibarang
6653
89861
38
33
8
2
2
7
2
2
2
15
Gumelar
9395
45066
23
32
5
1
0
1
1
1
0
16
Pekuncen
9270
64410
29
36
6
0
0
5
2
1
0
17
Cilongok
10534
52
44
6
0
1
3
2
2
0
18
3248
26
26
5
1
0
5
1
1
0
2992
51064
24
29
6
1
0
2
1
1
0
20
Karanglewa s Kedungbant eng Baturaden
10879 7 57194
2592
47074
15
29
4
1
0
4
1
2
0
21
Sumbang
5342
74660
27
38
6
0
0
1
2
2
0
22
Kembaran
4553
72136
34
28
3
0
2
5
1
2
0
23
Sokaraja
6022
76867
36
32
5
5
1
6
2
2
2
24
Purwokerto
1375
70459
23
27
9
1
2
13
1
1
2
No.
19
Kecamatan
Luas Wilaya h km²
Puske smas
Ruma h Sakit
1
0
18
Selatan 25 26 27
Purwokerto Barat Purwokerto Timur Purwokerto Utara TOTAL
740
49044
23
24
4
0
1
4
1
1
2
842
57160
27
36
10
9
2
13
1
2
4
901
57178
17
23
2
1
2
15
0
2
3
700
825
145
33
18
124
39
39
22
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.
4.1.1 Analisis Skalogram Guttman Analisis Skalogram Guttman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya layanan/fasilitas yang ada di suatu daerah. Selain itu juga untuk mengetahui kelengkapan fasilitas suatu wilayah, dalam hal ini yang akan dianalisis adalah fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan di Kabupaten Banyumas. Berikut adalah analisisnya :
No.
Kecamatan
Luas Wilayah km²
Jumlah Pendud uk
Tabel IV.2 Analisis Skalogram Guttman Fasilitas Umum TK SD SMP SMA Polik Pusk Pusk linik esma esma s s Pem bant u 1 1 1 0 1 1 1
Jumla h
Rum ah Bers alin
Rumah Sakit
0
0
6
1
Lumbir
10266
43344
2
Wangon
6078
73018
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
3
Jatilawang
4816
57054
1
1
1
1
1
1
1
1
0
8
4
Rawalo
4964
45262
1
1
1
1
1
1
1
1
0
8
5
Kebasen
5399
55718
1
1
1
0
1
1
1
1
0
7
6
Kemranjen
6071
62335
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
7
Sumpiuh
6001
49808
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
8
Tambak
5203
41925
1
1
1
1
1
1
1
1
0
8
9
Somagede
4011
31825
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
10
Kalibagor
3573
45954
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
11
Banyumas
3809
45573
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
12
Patikraja
4322
50330
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
13
Purwojati
3786
30786
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
14
Ajibarang
6653
89861
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
15
Gumelar
9395
45066
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
19
16
Pekuncen
9270
64410
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
17
Cilongok
10534
108797
1
1
1
0
1
1
1
1
0
7
18
3248
57194
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
2992
51064
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
20
Karanglewa s Kedungbant eng Baturaden
2592
47074
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
21
Sumbang
5342
74660
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
22
Kembaran
4553
72136
1
1
1
0
1
1
1
1
0
7
23
Sokaraja
6022
76867
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
24
Purwokerto Selatan Purwokerto Barat Purwokerto Timur Purwokerto Utara TOTAL
1375
70459
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
740
49044
1
1
1
0
1
1
1
1
1
8
842
57160
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
901
57178
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
27
27
27
17
27
27
26
12
11
201
19
25 26 27
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.
Berdasarkan tabel data fasilitas umum Kabupaten Banyumas per kecamatan di atas dapat diinterpretasikan bahwa angka 1 menunjukkan di tiap kecamatan tersebut terdapat fasilitas/layanan yang berupa fasilitas kesehatan ataupun fasilitias pendidikan. Sedangkan angka 0 menunjukkan bahwa di tiap kecamatan tidak ada fasilitas/layanan yang berupa fasilitas kesehatan ataupun fasilitas pendidikan.
No.
Tabel IV.3 Analisis Skalogram Guttman Fasilitas Umum SD SMP SMA Polikl Pus Pus inik kes kes ma ma s s Pe mb ant u 1 1 1 1 1 1
Kecamata n
Luas Wilay ah km²
Jumlah Pendu duk
TK
14
Ajibarang
6653
89861
1
23
Sokaraja
6022
76867
1
1
1
1
1
1
24
Purwoker to Selatan Purwoker to Timur
1375
70459
1
1
1
1
1
842
57160
1
1
1
1
1
26
Jumla h
Err or
%
1
9
0
1
1
9
0
1
1
1
9
0
1
1
1
9
0
4,4776 1194 4,4776 1194 4,4776 1194 4,4776 1194
Rum ah Bers alin
Ru ma h Sak it
1
1
1 1
20
2
Wangon
6078
73018
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
2
3
Jatilawan g Rawalo
4816
57054
1
1
1
1
1
1
1
1
0
8
0
4964
45262
1
1
1
1
1
1
1
1
0
8
0
6071
62335
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
2
7
Kemranje n Sumpiuh
6001
49808
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
2
8
Tambak
5203
41925
1
1
1
1
1
1
1
1
0
8
0
11
Banyuma s Patikraja
3809
45573
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
2
4322
50330
1
1
1
1
1
1
1
0
1
8
2
Purwoker to Barat Purwoker to Utara Kebasen
740
49044
1
1
1
0
1
1
1
1
1
8
2
901
57178
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
2
5399
55718
1
1
1
0
1
1
1
1
0
7
2
15
Gumelar
9395
45066
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
0
17
Cilongok
1
1
0
1
1
1
1
0
7
2
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
0
2992
51064
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
0
2592
47074
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
0
4553
72136
1
1
1
0
1
1
1
1
0
7
2
1
Karangle was Kedungba nteng Baturade n Kembara n Lumbir
10879 7 57194
1
18
1053 4 3248
43344
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
0
9
Somagede
1026 6 4011
31825
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
0
10
Kalibagor
3573
45954
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
0
13
Purwojati
3786
30786
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
0
16
Pekuncen
9270
64410
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
0
21
Sumbang
5342
74660
1
1
1
0
1
1
1
0
0
6
0
27
27
27
17
27
27
26
12
11
201
20
4 6
12 25 27 5
19 20 22
TOTAL
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.
Berdasarkan perhitungan skalogram yang telah dilakukan, jumlah error yang didapat dari 27 Kecamatan (N) dan 9 fasilitas (k) di Kabupaten Banyumas yaitu
21
3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,9800 995 3,4825 8706 3,4825 8706 3,4825 8706 3,4825 8706 3,4825 8706 3,4825 8706 3,4825 8706 2,9850 7463 2,9850 7463 2,9850 7463 2,9850 7463 2,9850 7463 2,9850 7463 100
20. Sedangkan untuk jumlah fasilitas tertinggi 9 ada di Kecamatan Ajibarang dan terkecil 6 ada di Kecamatan Sumbang. Perhitungan COR COR
= 1- (∑e)/Nxk
COR
= 1- 20/27x9 = 0,91769
Berdasarkan ketentuan, nilai Coeffisien of Reproducibility (COR) yang layak untuk dianalisis adalah bernilai ≥ 0,9. Sehingga data tersebut dapat dilanjutkan untuk dianalisis. Perhitungan jumlah orde Jumlah Orde
= 1+3,3 Log n
= 1+3,3 Log 27 = 5,724 =6 Berarti jumlah orde yang ada di Kabupaten Banyumas adalah 6 orde Perhitungan interval Range = (Nilai Tertinggi-Nilai Terendah)/(Jumlah orde) = (9-6)/6 = 0,5 Maka pembagian orde berdasarkan jumlah fasilitas yang dimiliki sebagai berikut:
No.
14 23
Kecamatan
Ajibarang Sokaraja
Orde I
> 8,6
Orde II
≥ 8,1-8,5
Orde III
≥ 7,6-8,0
Orde IV
≥ 7,1 -7,5
Orde V
≥ 6,6-7,0
Orde VI
< 6,5
Luas Wilaya h km²
Jumlah Pendud uk
TK
SD
SMP
6653 6022
89861 76867
1 1
1 1
1 1
Fasilitas Umum P Puske Puske ol smas smas ik Pemba li ntu ni k 1 1 1 1 1 1 1 1
SMA
Rum ah Bers alin
Ru ma h Sak it
1 1
1 1
Juml ah
ORDE
9 9
I I
22
24 26 2 3 4 6 7 8 11 12 25 27 5 15 17 18 19 20 22 1 9 10 13 16 21
Purwokerto Selatan Purwokerto Timur Wangon Jatilawang Rawalo Kemranjen Sumpiuh Tambak Banyumas Patikraja Purwokerto Barat Purwokerto Utara Kebasen Gumelar Cilongok Karanglewa s Kedungban teng Baturaden Kembaran Lumbir Somagede Kalibagor Purwojati Pekuncen Sumbang TOTAL
1375
70459
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
I
842
57160
1
1
1
1
1
1
1
1
1
9
I
6078 4816 4964 6071 6001 5203 3809 4322 740
73018 57054 45262 62335 49808 41925 45573 50330 49044
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 0 0 1 0 0 1
1 0 0 1 1 0 1 1 1
8 8 8 8 8 8 8 8 8
III III III III III III III III III
901
57178
1
1
1
1
1
1
0
1
1
8
III
5399 9395 10534 3248
55718 45066 108797 57194
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
0 1 0 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1
1 0 1 0
0 0 0 0
7 7 7 7
V V V V
2992
51064
1
1
1
1
1
1
1
0
0
7
V
2592 4553 10266 4011 3573 3786 9270 5342
47074 72136 43344 31825 45954 30786 64410 74660
1 1 1 1 1 1 1 1 27
1 1 1 1 1 1 1 1 27
1 1 1 1 1 1 1 1 27
1 0 0 0 0 0 0 0 17
1 1 1 1 1 1 1 1 27
1 1 1 1 1 1 1 1 27
1 1 1 1 1 1 1 1 26
0 1 0 0 0 0 0 0 12
0 0 0 0 0 0 0 0 11
7 7 6 6 6 6 6 6 201
V V VI VI VI VI VI VI
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 10, 2012.
4.1.2 Analisis Indeks Sentralitas Marshall Analisis indeks Sentralitas Marshall ada perbedaan dengan analisis indeks Scalogram, dimana Analisis indeks Sentralitas Marshall menilai jumlah unit setiap jenis fasilitas pada pemukiman dibandingkan dengan pemukiman yang lain. Adapun hasil Analisis indeks Sentralitas Marshall yaitu:
23
Kecamatan dengan nilai indeks sentralitas Marshal terbanyak yaitu Kecamatan Purwokerto Timur sebesar 89,86 dan terkecil Kecamatan Somagede sebesar 13,65. Menggunakan orde yang sama dengan analisis skalogram (skala Guttman) yaitu 6 maka didapat interval orde: Perhitungan interval Range
= (Nilai Tertinggi-Nilai Terendah)/(jumlah orde)
= (89,86-13,65)/6 = 12,70225104 = 13 Maka pembagian orde berdasarkan bobot fasilitas yang dimiliki sebagai berikut: Orde I
> 73
Orde II ≥ 69-72 Orde III ≥ 55-68 Orde IV ≥ 41-54 Orde V
≥ 27-40
Orde VI < 26
24
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lumbir Wangon Jatilawang Rawalo Kebasen Kemranjen Sumpiuh Tambak Somagede Kalibagor Banyumas
2,29 3,57 4,29 4,86 3,14 4,43 3,71 2,71 2,29 2,71 2,71
4,24 5,45 4,36 2,91 3,52 4,12 3,64 3,39 2,67 2,79 4,12
2,76 4,14 3,45 2,76 3,45 6,21 3,45 4,14 2,76 3,45 3,45
0,00 3,03 6,06 3,03 0,00 3,03 6,06 6,06 0,00 0,00 3,03
Rum ah Bersa lin 0,00 0,00 5,56 11,11 5,56 0,00 0,00 5,56 0,00 0,00 0,00
12 13 14 15 16 17 18 19
Patikraja Purwojati Ajibarang Gumelar Pekuncen Cilongok Karanglewas Kedungbante ng Baturaden Sumbang Kembaran Sokaraja Purwokerto Selatan Purwokerto Barat Purwokerto Timur Purwokerto Utara
4,43 2,57 5,43 3,29 4,14 7,43 3,71 3,43
3,39 2,42 4,00 3,88 4,36 5,33 3,15 3,52
2,76 2,76 5,52 3,45 4,14 4,14 3,45 4,14
3,03 0,00 6,06 3,03 0,00 0,00 3,03 3,03
0,00 0,00 11,11 0,00 0,00 5,56 0,00 0,00
2,42 0,81 5,65 0,81 4,03 2,42 4,03 1,61
5,13 5,13 5,13 2,56 5,13 5,13 2,56 2,56
2,56 2,56 5,13 2,56 2,56 5,13 2,56 2,56
4,55 0,00 9,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
28,27 16,25 57,11 19,58 24,37 35,13 22,50 20,85
IV VI I V IV III V V
2,14 3,86 4,86 5,14 3,29
3,52 4,61 3,39 3,88 3,27
2,76 4,14 2,07 3,45 6,21
3,03 0,00 0,00 15,15 3,03
0,00 0,00 11,11 5,56 11,11
3,23 0,81 4,03 4,84 10,48
2,56 5,13 2,56 5,13 2,56
5,13 5,13 5,13 5,13 2,56
0,00 0,00 0,00 9,09 9,09
22,37 23,66 33,16 57,36 51,61
V V III I I
3,29
2,91
2,76
0,00
5,56
3,23
2,56
2,56
9,09
31,95
III
3,86
4,36
6,90
27,27
11,11
10,48
2,56
5,13
18,18
89,86
I
2,43
2,79
1,38
3,03
11,11
12,10
0,00
5,13
13,64
51,60
I
20 21 22 23 24 25 26 27
Kecamatan
TK
SD
SMP
SMA
Polikli nik
Puskes mas
Rum ah Sakit
TOTA L
ORDE
1,61 5,65 0,81 1,61 0,81 1,61 2,42 4,84 0,81 1,61 7,26
Puskes mas Pemba ntu 5,13 5,13 5,13 2,56 2,56 5,13 5,13 2,56 2,56 2,56 5,13
2,56 5,13 2,56 2,56 2,56 5,13 5,13 5,13 2,56 2,56 2,56
0,00 4,55 0,00 0,00 0,00 4,55 4,55 0,00 0,00 0,00 13,64
18,59 36,64 32,21 31,41 21,60 34,20 34,08 34,39 13,65 15,69 41,90
VI III III IV V III III III VI VI II
89,86 13,65
25