ANALISIS POLA SPASIAL FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DI KECAMATAN KEPANJEN, KECAMATAN PAKISAJI DAN KECAMATAN PAGAK KABUPATEN MALANG Novita Agustin A1, Bagus Setiabudi W2, Purwanto3 Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Alamat: Jl. Semaran 5, Malang 65145, Telp. (0341)585966 Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan, pola jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemukiman, dan hubungan pola spasial fasilitas pelayanan kesehatan dengan angka kesakitan penduduk di Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Pagak Kabupaten Malang. Metode yang digunakan adalah metode survey. Analisa data memanfaatkan aplikasi ArcGis 9.3 yaitu average nearest neighbor (spatial statistic), buffer, clip dan matching. Selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif untuk memperjelas hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Pola sebaran seluruh fasilitas kesehatan adalah menyebar dengan mempertimbangkan luas wilayah. (2) Jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemukiman semua Kecamatan tergolong kategori dekat seluas 94,86 km2 (49,38%), sedang 61,91 km2 (32,23%), jauh 21,58 km2 (11,23%) dan sangat jauh 13,74 km2(7,15%) dengan mempertimbangkan jumlah jaringan jalan. (3) Tidak terdapat hubungan spasial antara sebaran fasilitas kesehatan dengan angka kesakitan penduduk dari 4 jenis penyakit. Kata Kunci: pola spasial, sistem informasi geografi, fasilitas pelayanan kesehatan ABSTRACT The aim of this study was to investigate the pattern of distribution of health facilities, compare the pattern of supply area with residential health care facilities, and assess the spatial pattern of relationships with the medical establishment morbidity Kepanjen, Pakisaji and Pagak Districts of Malang Regency. The method used in this study is a survey method. The analysis is by the applications using ArcGIS 9.3 are average nearest neighbors (spatial statistics), buffers, clips and data matching used. Further descriptive analysis of the results of the investigation to be clarified. The results of this study show that: (1) The pattern of distribution of all health facilities is dispersed. (2) The area of health care facilities in all settlements in the vicinity of the district categories that classifies 94.86 km2 (49.38%), while 61.91 km 2 (32.23%), distant 21.58 km2 (11.23%) and so far 13.74 km2 (7.15%). (3) There was no relationship between the spatial distribution of health facilities with population morbidity of 4 kinds of diseases. Key word: Spatial Pattern, Geographic Information System, Healthcare Facilities
1
Novita Agustin A, Mahasiswa Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang (UM), Malang. Artikel ini diangkat dari Skripsi Sarjana Pendidikan, Program Pendidikan Geografi UM, 2013. 2 Bagus S. W, S.Si, M.Si, Dosen pembimbing I, pengajar di Jurusan Geografi FIS UM, Malang 3 Purwanto, S.Pd, M.Si, Dosen pembimbing II, pengajar di Jurusan Geografi FIS UM, Malang
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang terus mengalami pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya. Hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan penduduk sehingga perlu didukung fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Dari berbagai fasilitas yang ada, fasilitas kesehatan menjadi fasilitas penting yang harus diperhatikan karena berhubungan dengan pembangunan manusia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 17 menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Diberlakukannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dimana pemerintah daerah memiliki tanggung jawab, kewenangan dan menentukan
standar
pelayanan
minimal,
mengakibatkan
setiap
daerah
(kotamadya/kabupaten) di Indonesia harus melakukan penyediaan pelayanan publik tersebut sebaik-baiknya dengan standar minimal. Menurut Pedoman Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman melalui Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 untuk cakupan satuan wilayah kabupaten/kota sebaran fasilitas kesehatan/jangkauan pelayanan minimal tersedia: a.
1 unit Balai Pengobatan per 3.000 jiwa
b.
1 unit BKIA/Rumah Sakit Bersalin per 10.000-30.000 jiwa
c.
1 unit Puskesmas per 120.000 jiwa
d.
1 unit Rumah Sakit per 240.000 jiwa Kabupaten Malang terletak pada urutan luas terbesar kedua setelah
Kabupaten Banyuwangi dengan luas wilayah sekitar 3.238,26 km2. Jumlah penduduk di Kabupaten Malang selama kurun 2000-2010 meningkat sebanyak 201.803 jiwa, dari 2.244.415 jiwa menjadi 2.446.218 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi berada di wilayah Kecamatan Kepanjen kepadatan terendah berada di wilayah Kecamatan Donomulyo (KMDA, 2012). Kebutuhan fasilitas kesehatan dan pelayanan perlu ditingkatkan dan disebar secara merata di setiap kecamatan agar dapat dimanfaatkan secara
maksimal oleh penduduk. Penyediaan kebutuhan fasilitas kesehatan di Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Kebutuhan fasilitas kesehatan di Kabupaten Malang Tahun 2011 Jml Jumlah Cakupan Batasan Jenis Fasilitas Penduduk Ket Unit Penduduk Pendukung Rumah Sakit 240.000 21 5.040.000 Terpenuhi Puskesmas 120.000 39 4.680.000 Terpenuhi Puskesmas Pembantu 30.000 93 2.790.000 Terpenuhi Posyandu 1.250 2783 3.478.750 Terpenuhi Poskesdes 2.500 390 975.000 Belum terpenuhi Rumah Bersalin 30.000 13 390.000 Belum terpenuhi Jumlah penduduk 2.446.218 Sumber: * Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.543/KPTS/M/2001 **Kabupaten Malang Dalam Angka, BPS 2012
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa Kabupaten Malang menjadi salah satu contoh kabupaten yang sudah terpenuhi kebutuhan fasilitas kesehatannya untuk jenis layanan rumah sakit hingga posyandu. Hal ini dapat dilihat melalui rasio perbandingan antara jumlah penduduk dan standar pelayanan kesehatan untuk masing-masing jenis fasilitas pelayanan kesehatan. Namun terdapat 2 fasilitas kesehatan yang belum memenuhi standar pelayanan minimal yaitu poskesdes dan rumah bersalin. Satu pelayanan poskesdes mendukung jumlah penduduk sebesar 2.500 jiwa dengan jumlah poskesdes sebanyak 390 unit hanya dapat memenuhi 975.000 jiwa, sedangkan penduduk Kabupaten Malang berjumlah 2.446.218 jiwa sehingga menurut pedoman standar pelayanan minimal untuk poskesdes di Kabupaten Malang belum memenuhi jumlah yang ditentukan. Kondisi saat ini lokasi fasilitas kesehatan belum tersebar secara merata walaupun secara kuantitas sudah terpenuhi. Faktor lokasi dan keterjangkauan menjadi komponen utama dalam persentase kunjungan ataupun pemanfaatan fasilitas kesehatan. Seperti halnya di daerah Malang bagian selatan, penduduk memanfaatkan rumah sakit pemerintah di Kecamatan Kepanjen yang lokasinya berada di Malang bagian tengah. Selain keterjangkauan, jenis layanan dari fasilitas kesehatan tersebut perlu dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan penduduk.
Strategi pengembangan wilayah di Kabupaten Malang berdasarkan Peraturan Daerah No.3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah adalah membagi wilayah Kabupaten Malang menjadi 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP). Pada setiap WP tersebut juga ditentukan lokasi pusat pengembangan dan arahan kegiatan utamanya. Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang, yaitu WP Lingkar Kota Malang, WP Kepanjen, WP Ngantang, WP Tumpang, WP Turen dan Dampit dan WP Sumbermanjing Wetan. Fungsi pengembangan di masing-masing wilayah tersebut memiliki perbedaan, dalam hal ini fungsi wilayah sebagai pusat kesehatan skala kabupaten adalah WP Kepanjen terdiri dari 10 kecamatan meliputi Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Ngajum, Kecamatan Kromengan, Kecamatan Pagak, Kecamatan Sumberpucung, Kecamatan Kalipare, Kecamatan Donomulyo, Kecamatan Gondanglegi, dan Kecamatan Pagelaran, dengan pusat di Perkotaan Kepanjen. Pusat kesehatan skala kabupaten juga merupakan fungsi dari WP Lingkar Kota Malang yang terdiri dari 9 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Pakisaji (Badan Perencanaan, 2010). Perkotaan Kepanjen sebagai pusat dari WP Kepanjen difungsikan pula sebagai pusat kesehatan skala kabupaten yang harus memenuhi persyaratan meliputi rumah sakit kelas B, rumah sakit swasta dengan kemampuan perawatan khusus. Rumah sakit kelas B menjadi rujukan apabila pelayanan di tingkat desa seperti poskesdes maupun puskesmas tidak mampu memenuhi keluhan pasien dikarenakan keterbatasan alat maupun tenaga medis yang tersedia. Dari Tabel 1.1, fasilitas kesehatan rumah bersalin dan poskesdes di Kabupaten Malang jumlahnya belum memenuhi dengan jumlah penduduk atau tidak sesuai dengan standar minimal yang ditetapkan oleh keputusan Menteri. Padahal dalam kenyataannya kedua fasilitas kesehatan ini merupakan fasilitas yang sangat penting dan harus ada minimal di setiap desa sebagai rujukan awal. Keberadaan poskesdes wajib terdapat di masing-masing wilayah desa untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat. Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat serta sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya masyarakat dan dukungan pemerintah. Pelayanan poskesdes meliputi upaya promotif,
preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela. Berdasarkan perbincangan dengan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Malang bahwa Dinas Kesehatan masih belum memiliki sebaran fasilitas kesehatan secara visual dalam bentuk peta. Penyajian informasi dalam bentuk peta akan mempermudah masyarakat menemukan lokasi fasilitas kesehatan yang akan dituju. Seperti pada penelitian Wilis Kaswidjanti dkk (2008) bahwa “Pemetaan Fasilitas Kesehatan Kota Magelang Berbasis Web yang menginformasikan lokasi fasilitas-fasilitas kesehatan dan dapat ditunjukkan melalui peta Kota Magelang secara on line sehingga memudahkan user dalam menemukan lokasi dan informasi fasilitas kesehatan yang diinginkan.” Analisis sebaran fasilitas kesehatan membutuhkan kajian spasial menggunakan pendekatan keruangan. Terdapat 9 tema spasial menurut Yunus (2013) yang salah satunya adalah spatial pattern (pola spasial). Untuk menentukan pola spasial suatu daerah perlu dibantu suatu sistem informasi yang dikenal dengan sistem informasi geografi. “Sistem Informasi Geografis di bidang kesehatan
berhubungan
dengan
penilaian
indikator
kesehatan,
ketanggapdaruratan, hingga untuk merencanakan sarana maupun prasarana kesehatan. Sistem Informasi Geografis (GIS) dengan kemampuan analisis spasial dan ditingkatkan piranti pemetaan menyediakan dukungan penting untuk administrasi kesehatan secara efektif. Kebijakan dalam penggunaan GIS dalam perencanaan infrastruktur dan manfaatnya juga akan membantu untuk memastikan keseimbangan spasial kepada para penerima manfaat (Syifa, 2010)”. “Aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend, pola, dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya (Geomatik, tanpa tahun)”. Dengan menggunakan analisis spasial SIG dapat menjawab solusi dari permasalahan dari belum terpenuhinya fasilitas kesehatan yaitu poskesdes dan rumah bersalin dengan melihat keterjangkauan dan sebarannya serta angka kesakitan penduduk sehingga menghasilkan manfaat yang maksimal guna mengurangi masalah kebutuhan penyediaan sarana pelayanan kesehatan.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengkaji pola sebaran fasilitas pelayanan kesehatan, perbandingan pola jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan serta hubungan pola spasial fasilitas kesehatan dengan angka kesakitan penduduk di Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Pagak. C. Metode Subjek dalam penelitian adalah kawasan fasilitas pelayanan kesehatan di Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Pagak sebanyak 50 unit meliputi 3 Balai Pengobatan, 4 Puskesmas Induk, 8 Puskemas Pembantu dan 35 Poskesdes. Data primer berupa titik koordinat lokasi fasilitas kesehatan, sedangkan data sekunder berupa data sebaran fasilitas kesehatan, data angka kesakitan penduduk, peta administrasi, peta jaringan jalan dan peta pemukiman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Analisa data yang digunakan dengan memanfaatkan aplikasi ArcGis 9.3 yaitu average nearest neighbor, buffer, clip dan matching. Selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif untuk memperjelas hasil penelitian. D. Hasil dan Pembahasan 1. Paparan Data Hasil Penelitian a. Pola Sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Average Nearest Neigbor dalam ArcGIS 9.3, diperoleh hasil sebagaimana Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Pola Sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan di 3 Kecamatan No Fasilitas Pelayanan Kesehatan ANN Z Score Pola Spasial Balai Pengobatan di Kecamatan 1 2,1 3,63 Menyebar (dispersed) teratur Kepanjen 2 Puskesmas di Kecamatan Kepanjen 2,3 4,97 Menyebar (dispersed) teratur Menyebar (dispersed) tidak 3 Puskesmas di Kecamatan Pakisaji 1,64 2,11 teratur 4 Puskesmas di Kecamatan Pagak 2,53 6,56 Menyebar (dispersed) teratur 5 Poskesdes di Kecamatan Kepanjen 1,67 5,47 Menyebar (dispersed) teratur 6 Poskesdes di Kecamatan Pakisaji 1,71 4,69 Menyebar (dispersed) teratur 7 Poskesdes di Kecamatan Pagak 1,98 4,19 Menyebar (dispersed) teratur Sumber: Hasil Analisis ANN pada ArcGIS 9.3, 2013
Contoh tampilan hasil analis ANN dapat dilihat pada Gambar 1 sebagaimana berikut.
b
a
Gambar 1. a) Hasil Analisis ANN pada Puskesmas di Kecamatan Pakisaji, b) Hasil Analisis ANN pada Poskesdes di Kecamatan Kepanjen
Dari hasil analisis tersebut seluruh jenis fasilitas kesehatan yang diteliti memiliki pola sebaran spasial yaitu menyebar (dispersed). Terdapat dua jenis pola menyebar yakni menyebar teratur dan tidak teratur seperti terlihat pada Gambar 1. Dalam analisis ANN tersebut luas wilayah penelitian dipertimbangkan untuk membatasi area sebaran fasilitas pelayanan kesehatan. b. Pola Jangkauan Wilayah Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Pemukiman Penduduk Keterjangkauan dalam penelitian ini merupakan bagaimana suatu daerah atau tempat dapat dicapai oleh seseorang. Keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemukiman adalah jarak unit fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau pemukiman penduduk di sekitarnya. Berdasarkan hasil buffer dari titik lokasi fasilitas pelayanan kesehatan diperoleh hasil sebagaimana Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Luas Wilayah Jangkauan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kategori
Kepanjen Luas (km²) % Dekat (0-1000m) 39,78 82,4 Sedang (1001-2000m) 8,33 17,3 Jauh (2001-3000m) 0,13 0,3 Sangat Jauh (>3000m) 0,00 0,0 48,24 100,0 Sumber: Hasil Perhitungan, 2013
Pakisaji Luas (km²) % 28,46 63,90 10,18 22,86 3,41 7,66 2,49 5,59 44,54 100,00
Pagak Luas (km²) % 25,73 25,90 44,39 44,68 18,10 18,22 11,12 11,20 99,34 100,00
Berdasarkan hasil overlay (clip) dengan pemukiman penduduk, diperoleh hasil sebagaimana Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Luas Wilayah Pemukiman Jangkauan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kategori
Kepanjen Luas (km²) % Dekat (0-1000m) 8,81 93,03 Sedang (1001-2000m) 0,66 6,97 Jauh (2001-3000m) 0 0 Sangat Jauh (>3000m) 0 0 9,47 100 Sumber: Hasil Perhitungan, 2013
Pakisaji Luas (km²) % 5,35 79,97 1,08 16,14 0,26 3,89 0 0 6,69 100
Pagak Luas (km²) 2,98 2,24 0,63 0,35 6,2
% 48,07 36,13 10,16 5,64 100
Dari hasil analisis diatas wilayah kategori dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki prosentase paling tinggi. Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan di masing- masing kecamatan yaitu: 25 unit di Kecamatan Kepanjen, 14 unit di Kecamatan Pakisaji dan 10 unit di Kecamatan Pagak. Keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dari faktor jarak serta jaringan jalan yang baik akan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat karena masyarakat akan lebih mudah mencapai lokasi layanan tersebut sehingga dapat mengurangi angka kesakitan yang terjadi. Pemilihan fasilitas kesehatan tidak hanya didasarkan pada jarak akan tetapi juga berdasarkan layanan yang dapat diberikan masyarakat sesuai keluhan penyakit pasien, karena memang untuk jenis fasilitas Poskesdes hanya melayanai jenis pengobatan yang bersifat umum, sehingga untuk keluhan penyakit khusus dirujuk ke jenis fasilitas yang lebih memadai. c. Hubungan Spasial Angka Kesakitan Penduduk dengan Sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan Angka kesakitan penduduk diperoleh dari 4 puskesmas induk yang dihimpun dari data kunjungan puskesmas induk, puskesmas pembantu dan poskesdes di masing-masing wilayah kecamatan. Untuk mengetahui hubungan spasial antara sebaran fasilitas pelayanan kesehatan dengan angka kesakitan (4 jenis penyakit) dilakukan dengan menggunakan matching, yaitu membandingkan jumlah angka kesakitan tertinggi dengan jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia. Jenis penyakit yang dimaksudkan adalah 1) Nasopharingits Akuta (common cold) ISPA, 2) Gastritis (Peradangan Lambung), 3) Diare dan Gastroentris non spesifik dan 4) Influenza.
Berdasarkan hasil matching jumlah sebaran fasilitas kesehatan dengan jumlah angka keakitan penduduk periode Tahun 2011-2013 sebagaimana pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Hasil Analisis Matching Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Angka Kesakitan Penduduk Angka Kesakitan Jumlah Kecamatan Desa Fasilitas 2011 2012 2013 Kemiri 1 537 865 491 Kepanjen Jenggolo 3 576 431 355 Wadung 1 734 554 406 Pakisaji Pakisaji 2 530 522 303 Sempol 1 2457 2007 1408 Pagak Pagak 2 1546 1533 734 Sumber: Hasil cek Lapangan, 2013
Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa jumlah angka kesakitan tertinggi tidak didukung sebaran fasilitas pelayanan yang sesuai, sedangkan untuk sebaran fasilitas yang lebih dari1 juga belum mampu mengurangi angka kesakitan yang terjadi. 2. Pembahasan Sehubungan dengan hasil penelitian, pola persebaran lokasi fasilitas pelayanan kesehatan di Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Pagak dispersed (menyebar), artinya fasilitas pelayanan kesehatan tersebut hampir semua terletak di wilayah Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Pagak. Pola spasial adalah kekhasan distribusi pada suatu ruang yang membentuk
pola
tertentu.
Untuk
menentukan
pola
sebarannya
perlu
diperhitungkan luasan wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan luasan wilayah akan membatasi daerah sebarannya sehingga pola yang terbentuk menyesuaikan luasan wilayah tersebut. Pola menyebar dari hasil penelitian terdapat dua jenis yakni menyebar teratur dan menyebar tidak teratur. Hal ini terjadi karena jarak antar lokasi fasilitas kesehatan yang tidak beraturan. Pola menyebar yang teratur menunjukkan bahwa rata-rata jarak antar fasilitas seragam sedangkan pola menyebar yang tidak teratur rata-rata jaraknya menyebar secara acak. Kondisi geografis masing-masing kecamatan yang berbeda menyebabkan persebaran lokasi fasilitas pelayanan kesehatan harus disebar merata ke berbagai pemukiman penduduk agar dapat menangani apabila terdapat kunjungan pasien yang mendesak. Kecamatan
Kepanjen sebagai ibukota dari Kabupaten Malang merupakan kawasan wilayah padat penduduk, Kecamatan Pakisaji merupakan daerah peralihan atau perbatasan antara Kabupaten dan Kota Malang, sedangkan Kecamatan Pagak didominasi hutan. Letak untuk jenis pelayanan kesehatan seperti puskesmas induk lebih diutamakan di lokasi strategis dekat jalan utama atau jalan kolektor sehingga aksesibilitasnya mudah dijangkau oleh masyarakat. Demikian pula untuk poskesdes, dikarenakan poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa sehingga lokasi poskesdes tersebar di setiap desa yang dekat dengan pusat-pusat pemukiman penduduk. Dengan dekatnya fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemukiman maka masyarakat akan mudah mencapai ke lokasi. Keterjangkauan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
dengan
pemukiman
merupakan jauh atau dekat dalam radius meter. Kedekatan lokasi fasilitas pelayanan kesehatan tidak akan berarti jika terdapat faktor penghalang seperti kondisi jalan yang tidak baik, jaringan jalan yang rumit, jenis pelayanan kesehatan tidak tersedia dan tidak berada di pusat pemukiman penduduk. Keterjangkauan ini tidak terlepas dari jumlah sebaran fasilitas pelayanan, semakin banyak jenis pelayanan kesehatan terdapat di suatu wilayah dan secara acak menyebar maka semakin baik dalam memaksimalkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kemudahan sarana transportasi juga mempengaruhi banyaknya kunjungan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan. Keterjangkauan pemukiman penduduk di Kepanjen, Pakisaji dan Pagak bisa dikatakan baik karena banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh masyarakat walaupun ada daerah pemukiman yang belum terjangkau. Adapun pemukiman penduduk yang sangat jauh dijangkau oleh fasilitas pelayanan kesehatan yaitu Desa Sumberkerto (Kecamatan Pagak) bagian tenggara dan Desa Wadung (Kecamatan Pakisaji) bagian barat. Keterjangkauan lokasi tidak hanya dilihat dari kedekatan jaraknya, terdapat faktor lain yaitu jaringan jalan. Jaringan jalan ini akan menentukan alternatif akses terdekat untuk menuju lokasi. Semakin dekat lokasi fasilitas pelayanan dan jaringan jalan yang baik maka fasilitas tersebut akan lebih bisa bermanfaat untuk masayarakat.
Misalnya Poskesdes Sumberkerto hanya memiliki 2 jaringan jalan yang menghubungkan ke lokasi, hal ini akan menyulitkan masyarakat menuju ke lokasi tersebut. Titik berat dalam jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan adalah pemukiman penduduk dimana sasaran pelayanan kesehatan adalah masyarakat. Fasilitas kesehatan yang sudah berdiri tidak dimungkinkan untuk berpindah ke lokasi, namun ada kemungkinan unntuk mengembangkan status dari jenis fasilitas ke level yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk yang akan bertambah sehingga pemukiman penduduknya akan semakin berkembang. Oleh sebab itu, untuk wilayah-wilayah dalam kategori sedang bisa muncul pusat-pusat pemukiman baru dan mendirikan fasilitas kesehatan yang baru. Kendala dalam jangkauan pemukiman yang dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan adalah apabila fasilitas tersebut tidak mampu melayani keluhan penyakit pasien sehingga diharuskan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang lain yang lebih sesuai. Seperti halnya untuk masyarakat Kecamatan Pakisaji bisa memanfaatkan fasilitas di Kota Malang. Keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan untuk mengurangi angka kesakitan penduduk. Kasus jumlah penderita tertinggi dilihat dari jangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dengan pemukiman seperti di Desa Sukoraharjo (Kecamaatan Kepanjen), Desa Karangduren (Kecamaatn Pakisaji) dan Desa Pagak (Kecamatan Pagak) berada di wilayah pemukiman kategori dekat. Hal ini bisa memungkinkan berkurangnya angka kesakitan penduduk. Dari keempat jenis penyakit terdapat 2 trend penyakit yang berbeda di 3 kecamatan. Kecamatan Kepanjen dan Pakisaji lebih banyak kasus pada penyakit influenza sedangkan Kecamatan Pagak trend penyakit terbanyak adalah ISPA. Kedua penyakit ini adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Perbedaanya, ISPA merupakan penyakit menular disebabkan berbagai virus, sedangkan influenza disebabkan virus influenza. Penyebab timbulnya penyakit di suatu wilayah semakin kompleks yang dibarengi pola gaya hidup masyarakat yang konsumtif., menurut Wahyu (2011) dalam Nirwana (Tanpa Tahun) penyebab ISPA yaitu kemiskinan, polusi udara dan adanya perubahan iklim. Penelitian lain, Nidya (2005) ISPA disebabkan sanitasi
rumah seperti kepadatan hunian. Secara keseluruhan jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Pagak mampu melayani 4 jenis penyakit tersebut. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata kunjungan pasien per bulan. Peta dapat dilihat pada Lampiran. E. Kesimpulan Dan Saran a. Kesimpulan 1. Pola sebaran dari 7 jenis fasilitas pelayanan kesehatan di Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Pagak adalah menyebar (dispersed). Dengan mempertimbangkan luas wilayah masing-masing kecamatan. 2. Luas pemukiman penduduk yang dapat dijangkau fasilitas pelayanan kesehatan di Kecamatan Kepanjen, yaitu dekat seluas 8,81 km2 dan sedang 0,66 km2. Di wilayah Kecamatan Pakisaji, yaitu dekat seluas 5,35 km2, sedang 1,08 km2 dan jauh 0,26 km2. Sedangkan di wilayah Kecamatan Pagak, dekat seluas 2,98 km2, sedang 2,24 km2, 0,63 km2, 0,35 km2. Jangkauan buffer juga mempertimbangkan jaringan jalan sehingga radius dekat lebih mudah dicapai dengan jaringan jalan yang baik. 3. Tidak terdapat hubungan spasial antara sebaran fasilitas pelayanan kesehatan dengan angka kesakitan penduduk dari 4 jenis penyakit b. Saran 1. Pemerintah Kabupaten Malang diharapkan lebih giat dalam upaya pencegahan penyakit ISPA dan Influenza dengan menambah tenaga medis, unit pelayanan kesehatan dan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat. Jaringan jalan menuju lokasi fasilitas kesehatan juga perlu dipertimbangkan dalam pendirian lokasi fasilitas kesehatan yang baru. 2. Bagi masyarakat diharapakan lebih sadar akan kesehatan serta mengupayakan kebersihan lingkungan sekitar guna mencegah terjangkitnya penyakit ISPA maupun Influenza dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang lebih dekat dengan pemukiman guna efisiensi waktu. 3. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis fasilitas pelayanan kesehatan untuk jenis pelayanan kesehatan yang lain misalnya praktek bidan,
praktek dokter dan lain sebagainya di Kabupaten Malang umumnya dan Kecamatan Kepanjen, Kecamatan Pakisaji serta Kecamatan Pagak khususnya. F. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Malang Dalam Angka tahun 2012. Malang: BPS Kab. Malang Badan Perencanaan. 2010. Survey dan Pemetaan Strategi Pengembangan Wilayah di 6 (WP) Kabupaten Malang. Malang: BAPPEDA Kab. Malang Geomatik. Tanpa Tahun. Modul Pelatihan Sistem Informasi Geografi. (Online) (http://www.scribd.com/doc/74400855/modul-ArcGIS diakses 26 Januari 2013) Kepmen. 2001. Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum. (Online), Kepmen No. 534/KPTS/M/2001, (http://ciptakarya.pu.go.id/dok/hukum/kepmen/kepmen_534_2001.pdf diakses 12 Juni 2013) Nindya, Triska susila dan sulistyorini,sulis.2005.Hubungan senitasi rumah dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas pada Anak Balita.(Online),(http://210.57.222.46/indek.php/JKL/article/viewFile/693/69 2 diakses tanggal 27 november 2013) Nirwana,Topan.Tanpa Tahun.Pengaruh curah hujan,Temperatur dan Kelemabapan udara terhadap kejadian penyakit DBD.ISPA dan Diare.(Online),(http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/02/pustaka_unpad_pengaruh_curah_hujan temperature_dan_kelembapan.pdf diakses tanggal 27 november 2013) Prahasta, Eddy. 2011. Tutorial ArcGIS Dekstop untuk Bidang Geodesi dan Geomatika. Bandung: Informatika R.A, Marosa Wahyu. 2013. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk Analisis Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Blitar. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Syifa, Kirana. 2010.GIS di bidang kesehatan. (Online), (http://kiranasyifa.blogspot.com/2010/04/gis-di-bidang-kesehatan.html diakses 20 Juli 2013) Yunus, Hadi Sabari. 2013. Dinamika Analisis Komtemporer dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan. Diseminarkan dalam Kuliah Tamu Jurusan Geografi tanggal 12 November 2013