LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT “Menganalisis Mutu Pelayanan Gizi di Rumah Sakit”
oleh Indah Liananta Utami NIM G42141383
PROGRAM STUDI GIZI KLINIK JURUSAN KESEHATAN POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2018
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pelayanan gii di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status metabolism tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. sering terjadi keadaan yang memburuk karena tidak tercukupinya kebutuhan gizi untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang tidak mengganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi. Selain itu masalah gizi lebih dan obesitas erat hubungannya dengan penyakit degenaeratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi dan penyakit kaker, memerlukan terapi gizi untuk membantu penyembuhannya (Kemenkes, 2013). Dalam pelayanan rumah sakit terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu asuhan gizi rawat jalan, asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makan dan penelitian dan pengembangan. Dari dkegiatan pelayanan rumah sakit tersebut harus dilakukan pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan yang bertujuan untuk menjamin ketepatan dan keamanan pelayanan gizi. Pelayanan gizi rumash sakit dikatakan bermutu apabile telah memenuhi 3 komponen yaitu, pengawasan dan pengendalian untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman, menjamin kepuasan konsumen dan assasment yang berkualitas (Kemenkes, 2013). Untuk mengukur mutu pelayanan gizi dirumah sakit dapat diukur menggunakan beberapa indikator dimana harus memenuhi Standart Pelayanan Gzii Minimal. Salah satu indikator yang akan diamati dalam praktikum kali ini adalah mengenai ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien rawat inap di rumah sakit. Berdasarkan Standart Pelayanan Minimal RumahSakit untuk indikator Ketepatan waktupemberian makan kepada pasien adalah 100% (Depkes, 2008). 1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanan pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan gizi? 2. Bagaimana analisa mutu pelayanan gizi di rumah sakit?
1.3 Tujuan
Dengan mengukuti praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Memahami pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan gizi 2. Menganalisa Mutu Pelayanan Gizi di Rumah Sakit 1.4 Manfaat
1. Dapat memahami pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan gizi 2. Dapat menganalisa mutu pelayanan gizi di rumah sakit
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Pelayanan Gizi di Rumah Sakit dikatakan bermutu apabila memenuhi 3 komponen mutu yaitu: 1. Pengawasan dan pengendalian mutu untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman 2. Menjamin kepuasan konsumen dan 3. Assasment yang berkualitas
2.2 Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan sampai distribusi makanan pada pasien/konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Tujuan dari penyelenggaraan makanan ini untuk menyediakan makanan yang bermutu, jumlah sesuai kebutuhan gizi pasien, sesuai dengan biaya dan dapat diterima oleh pasien guna mencapai status gizi yang optimal. Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien rawat inap. Penyediaan makanan bagi orang sakit merupakan salah satu hal penting karena tujuan pemberian makanan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi, mempertahankan daya tahan tubuh, serta sebagai bagian dari penyembuhan penyakitnya (Hartono, 2006).
2.3 Distribusi Makanan
Distribusi merupakan kegiatan yang mencakup pembagian makanan dan penyampaian makanan kepada konsumen yang dilayani sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Depkes (2006) ada dua cara distribusi, yaitu dengan cara sentralisasi dan desentralisasi. Distribusi sentralisasi yaitu cara pendistribusian dimana semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada satu tempat.
Distribusi desentralisasi adalah membagi makanan dalam jumlah besar, kemudian menata makanan dan alat makan yang telah disediakan di pantry ruangan.
2.4 Indikator Pelayanan Makanan
Pelayanan kesehatan di rumah sakit bertujuan agar tercapai kesembuhan dalam waktu sesingkat mungkin dengan salah satu upayanya adalah dengan pelayanan makanan yang baik. Indikator pelayanan makanan di rumah sakit mengacu kepada pendapat Sabarguna (2004), yaitu: 1. Variasi menu makanan, 2. Cara penyajian makanan, 3. Ketepatan waktu menghidangkan makanan, 4. Keadaan tempat dan peralatan makan (piring, sendok, dan lain-lain), 5. Sikap dan perilaku petugas yang menghidangkan makanan.
2.5 Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit
Dalam Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit (Depkes RI, 2008), ditetapkan bahwa indikator Standart Pelayanan Gizi meliputi : 1. Ketepatan ketepatan pemberian makanan kepada pasien (100%) 2. Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien (≤20%) 3. Tidak ada kesalahan pemberian diet (100%).
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Pemberian Makanan
Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3 – 4 jam makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapatkan makanan, baik dalam bentuk makanan ringan atau berat (Hartono, 2000). Jarak waktu antara makan malam dan bangun pagi sekitar 8 jam. Selama waktu tidur metabolisme di dalam tubuh tetap berlangsung, akibatnya pada pagi hari perut sudah kosong sehingga kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh. Keterlambatan pemasukan zat gula ke dalam darah dapat menimbulkan penurunan konsentrasi dan rasa malas, lemas dan berkeringat dingin (Hartono, 2000).
Pasien rawat inap selain mengkonsumsi makanan dari rumah sakit juga mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, hal ini yang menimbulkan terjadinya banyak sisa makanan pada pasien rawat inap. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian yang serius maka berdampak pada banyak terjadinya sisa makanan. Waktu makan adalah berapa kali orang lazim makan dalam sehari. Setiap bangsa mempunyai waktu makan yang berlainan, misalnya waktu makan orang Amerika dan Eropa berlainan dengan waktu makan orang timur (Hartono, 2000). Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet dan tepat jumlah khususnya untuk penderita penyakit tertentu. Waktu yang paling rawan dan harus pasien rawat inap patuhi di rumah sakit adalah mengkonsumsi sesuai dengan kondisi penyakitnya. Oleh karena itu sangat penting diperhatikan ketepatan petugas rumah sakit dalam menghidangkan makanan, karena akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan penyakitnya. Penyajian ata u waktu menghidangkan makanan kepada pasien rawat inap sangat penting diperhatikan, khususnya untuk makan pagi hal ini disebabkan karena waktu makan malam dengan makan pagi jarak waktunya terlalu panjang (Hartono, 2000). Penelitian Nuryati (2008), menyimpulkan bahwa pasien rawat inap di RS Bhakti Wira Tamtama Semarang menyatakan waktu penyajian tepat 91,4%, cara penyajian makanan sebagian besar (97,1%) menyatakan menarik, rasa makanan yang disajikan ke pasien sebagian besar menyatakan enak sebanyak 94,3%. Demikian juga Hasil penelitian Tanaka (1998), bahwa pasien puas dengan waktu pemberian makan yang dianggap tepat untuk makan pagi, siang dan malam. Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari. Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet, dan tepat jumlah. Waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan pasien serta jarak waktu makan yang sesuai, turut berpengaruh terhadap timbulnya sisa makanan. Hal ini berkaitan dengan ketepatan petugas dalam menyajikan makanan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan Makanan yang
terlambat datang dapat menurunkan selera makan pasien, sehingga dapat menimbulkan sisa makanan yang banyak (Puspita dan Rahayu, 2011). Berdasarkan hasil penelitian Supu, dkk (2014) bahwa sebagian besar distribusi makanan responden baik makan pagi, siang maupun sore distribusi makanan tidak tepat waktu sesuai dengan jam distribusi makan yang ditetapkan oleh RSUD Fakfak. Jika ditinjau dari lingkungan internal instalasi RSUD Fakfak, lokasi instalasi RSUD Fakfak sangat strategis karena letak bangunannya di tengah-tengah rumah sakit, untuk tenaga distribusi masih kurang karena 1 orang untuk melayani 6 ruangan perawatan, dan tidak menggunakan troli karena letak bangunan perawatan rumah sakit tidak rata atau tanjakan. Untuk alat distribusi makanan pasien menggunakan rantang stainless steel susun empat hal ini juga merupakan salah satu kendala mempengaruhi ketepatan distribusi pada pasien di ruangan rawat inap. Tenaga distribusi masih kurang karena 1 orang untuk melayani 6 ruangan perawatan dan tidak menggunakan troli karena letak bangunan perawatan rumah sakit tidak rata atau tanjakan, untuk alat distribusi makanan pasien menggunakan rantang stenlistil susun empat hal ini juga merupakan salah satu kendala mempengaruhi ketepatan distribusi pada pasien di ruangan rawat inap. Kenyataan yang terjadi di RSUD Fakfak selama ini adalah keterlambatan makanan sampai ke pasien bukan saja petugas distribusi makanan atau pramusaji akan tetapi dari pantry ruangan penyebab terbesarnya Pasien yang sedang mendapat penanganan petugas, terkadang makan makanan yang diantar oleh keluarga. Hal ini untuk mengatasi perubahan distribusi desentralisasi menjadi pendistribusian makanan langsung (sentralisasi) (Supu dkk. 2014) Sejalan dengan penelitian Tarua (2011) di ruangan rawat inap RSUP Dr.Sardjito Yogyakartahasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa penyajian makan pagi lebih awal didapatkan sisa makanan lebih banyak pada nasi sebesar 52,9% pada siang hari nasi sebesar 60,0% dan sayur sebesar 55,4% pada sore hari. Penyajian makan pagi yang disajikan terlambat didapatkan sisa makanan lebih banyak masing-masing adalah lauk nabati, sayur sebesar 66,7%, pada siang hari terdapat rata-rata sisa makanan sebanyak 75,0%, penyajian makanan pagi yang
tersisa terbanyak adalah sayur sebanyak 61,5% dan nasi 53,%. Untuk meningkatkan sikap dan profesionalitas petugas instalasi gizi dan petugas distribusi makanan diperlukan langkah-langkah konkrit melalui pelatihan atau magang
yang
berkaitan
dengan
tugas
pokok
dan
fungsinya
dalam
mendistribusikan makanan di ruangan pasien, melalui pendekatan ini diharapkan bahwa sumber daya yang diperlukan lebih maksimal. Berdasarkan hasil penelitian Supu dkk. (2014) yang telah dilakukan di ruangan rawat inap VIP dan ruangan Klas I.II di RSUD Kabupaten Fakfak dapat disimpulkan bahwa kualitas tenaga ahli gizi dalam melayani pasien di ruangan rawat inap sudah baik. Selain itu, ketepatan pemberian diet di RSUD Fakfak belum memenuhi pencapaian SPM gizi. Ketepatan jam distribusi makanan pasien di RSUD Fakfak belum memenuhi pencapaian SPM gizi. Sisa makanan pasien di RSUD Fakfak sudah cukup baik khususnya pada makan sore jika dibandingkan dengan SPM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pencapaian tujuan SPM gizi di rumah sakit Fakfak perlu dibuat secara bertahap agar sesuai dengan SPM gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Diusulkan kepada pemerintah Daerah penambahan petugas pramusaji di ruangan rawat inap sebanyak 2 orang untuk memenuhi ketepatan jam distribusi makanan kepada pasien. Diharapkan hasil penelitiannya sebagai bahan masukan bagi RSUD Kabupaten Fakfak untuk meningkatkan kinerja petugas ahli gizi di ruangan rawat inap agar mencapai SPM gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Perlu dilaksanakan cara distribusi makanan langsung (sentralisasi) dari instalasi gizi ke ruangan rawat inap pasien. Diusulkan range antara ketepatan jam distribusi makanan sampai di ruangan pasien ± 1 jam dari jadwal makan yang ditetapkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Fakfak. Apabila dalam sebuah institusi tidak menyadari akan adanya ketidaktepatan dalam pemberian makanan, maka akan berakibat pada ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan makan di institusi tersebut (NHS,2014). Menurut Weekes (2007) bahwa penting sekali untuk melakukan proteksi waktu makan ( Protected Meal Times) di institusi rumah sakit yang artinya selama waktu makan pasien segala aktivitas klinik yang tidak mendesak dapat dihentikan terlebih dahulu.
Metode ini direkomendasikan sebagai metode yang dapat meningkatkan asupan makan dari pasien rawat inap. Metode tersebut khusus dirancang untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan bantuan dan dukungan untuk makan dengan memastikan lingkungan yang kondusif, sehingga perlu adanya SPM yang mengatur tentang ketepatan jadwal pemberian makanan agar tercapainya mutu pelayanan yang memadai.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan
1. Kertas dan Alat tulis 2. LCD Proyektor 3. Laptop
3.2 Prosedur Kerja
Cermati kasus yang terjadi dipelayaan gizi berikut kemudian analisi lah menggunakan tabel 5W dan 1H! Disebuah rumah sakit terdapat jadwal pemberian makan adalah sebagai berikut jam 7 makan pagi, jam 10 selingan pagi, jam 12 makan siang, jam 16 selingan sore dan jam 19 makan malam. Di RS terbit ada 5 orangpramusaji dengan jumlah bed pasien sebanyak 250 bed. Troli yang tersedia ada 5 yang masing-,asing hanya menampung 25 nampan, sehingga pramusaji harus bolak balik dapur untuk mengambil makanan. Pramusaji mulai membagikan makanan dari yang terdekat dengan dapur. Setelah dlakukan survey mutu pelayanan terkait waktu pemberian makan ternyata sering terjadi keterlambatan pengiriman makanan terutama pada bangsalyang peling jauh dari dapur. Sehingga apabila dikalkulasi hampir 20% dari pasien mendapatkan makanan melebihi jadwal makan yang sudah di tetapkan
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan
Judul Indikator Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien
Standart
100%
Rata-Rata Pencapaian 80%
Analisis Permasalahan Sering terjadi keterlambatan pemberian makan
Why Kenapa keterlambatan pemberian makanan bisa terjadi? - Kurangnya pramusaji - Kurangnya kapasitas troli - Lokasi dapur yang jauh dari bangsal
What Apa permasalahan dari indikator ketepatan pemberian makanan kepada pasien di RS ini? - hampir 20% dari pasien mendapatkan makanan melebihi jadwal makan yang sudah di tetapkan
Rencana Tindak Lanjut When Who Where Kapan Siapa yang Dimana waktu bertanggung keterlambatan pemberian jawab atas makan makan yang keterlambatan tersebut tepat? pemberian sering terjadi? ±1 jam dari makanan? - Bangsal jadwal Kepala yang jauh makanan Instalasi dari dapur yang Gizi, ditetapkan coordinator bagian penyelenggar aan makanan dan Pramusaji
4.2 Pembahasan 1. Why
Mengapa keterlambatan pemberian makan kepada pasien sering terjadi di Rumah Sakit? Bayak faktor yang menyebabkan masalah ini ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supu dkk (2014) di instalasi gizi RSUD Fakfak beberapa penyebab yang dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan diantaranya adalah kurangnya jumlah pramusaji, letak bangunan yang memiliki tanjakan dan lantai yang tidak rata sehingga saat mengantar makanan pramusaji tidak menggunakn troli melainkan menggunakan nampan. Berdasarkan keterangan yang telah tertera di kasus masalah keterlambatan pemberia makan kepada pasien ini dapat disebabkan oleh bebrapa sebab, diantaranya a. Jumlah pramusaji dan kapasitas troli yang kurang Dalam kasus dituliskan bahwa jumlah pramusaji yang melayani pemberian makan kepada pasien adalah sebanyak 5 orang untuk melayani 250 bed dengan
How Bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk mengetasi keterlambatan tersebut? - Penambahan jumlah pramusaji - Menambah kapasitas troli - Penataan instalasi gizi yang lebih strategis
4.2 Pembahasan 1. Why
Mengapa keterlambatan pemberian makan kepada pasien sering terjadi di Rumah Sakit? Bayak faktor yang menyebabkan masalah ini ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supu dkk (2014) di instalasi gizi RSUD Fakfak beberapa penyebab yang dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan diantaranya adalah kurangnya jumlah pramusaji, letak bangunan yang memiliki tanjakan dan lantai yang tidak rata sehingga saat mengantar makanan pramusaji tidak menggunakn troli melainkan menggunakan nampan. Berdasarkan keterangan yang telah tertera di kasus masalah keterlambatan pemberia makan kepada pasien ini dapat disebabkan oleh bebrapa sebab, diantaranya a. Jumlah pramusaji dan kapasitas troli yang kurang Dalam kasus dituliskan bahwa jumlah pramusaji yang melayani pemberian makan kepada pasien adalah sebanyak 5 orang untuk melayani 250 bed dengan kapasitas troli sebanyak 25 nampan dalam sekali pengakutan atau pemberian makan. Apabila di kalkulasi dalam 250 bed dengan 5 orang pramusaji dapat diartikan bahwa tiap 1 orang pramusaji bertugas untuk mengantar makanan ke 50 bed pasien dan dalam sekali pengangkutan hanya dapat mengantar 25 nampan saja. Artinya pramusaji harus kembali lagi ke dapur untuk mengambil makanan sebanyak 2 kali. Hal ini menjadi kendala karena pemberian makan kepada pasien akan membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga dapat mempengaruhi ketepatan pemberian makan kepada pasien. Jumlah petugas distribusi makanan juga berpengaruh terhadap ketepatan pengiriman makanan pada pasien, hal ini karena petugas yang tidak terlalu banyak atau tidak sesuai dengan jumlah pasien yang dilayani akan membuat proses menyajikan makanan membutuhkan waktu yang cukup lama (Anggaraini, 2016). b. Lokasi instalasi gizi yang jauh dari ruang perawatan Lokasi ruang dapur atau instalasi gizi yang kurang strategis juga dapat mempengaruhi ketepatan waktu pemberian makan pada pasien. Apabila instalasi gizi atau ruang dapur berada di bagian belakang rumah sakit akan lebih sulit
dijangkau oleh ruang-ruang perawatan yang letaknya jauh dari dapur atau instalasi gizi. Hal ini juga dapat mempengaruhi ketepatan waktu pemberian maka kepada pasien karean akan lebih sulit apabila ruang perawatan berada di lantai yang berbeda misalnya berada di lantai 2 atau 3. Selain pramusaji harus bolak-balik mengambil makanan ke dapur karena kapasitas troli yang hanya 25 nampan sekali pendistribusian, pramusaji juga diharuskan untuk naik turun ke lantai yang berbeda untuk mengantar makanan ke ruangan pasien.
2. What
Apa permasalahan dari indikator ketepatan pemberian makanan kepada pasien? dalam kasus ini disebutkan bahwa hampir 20% pasien tidak menerima makanan sesuai dengan jadwal yang telah diteteapkan. Artinya ketepatan pemberian makan pada pasien di rumah sakit ini adalah 80%. Sedangkan menurut Depkes (2008) Standart Pelayanan Minimal untuk indikator ketepatan pemberian makanan kepada pasien adalah 100%. Artinya indikator ketepatan pemberian makanan kepada pasien ini tidak dapat terpenuhi. Menurut Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien adalah ketepatan penyediaan makanan, pada pasien sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tujuannya agar efektifitas pelayanan gizi tergambar. Frekuensi pengumpulan data dalam kurun waktu satu bulan dalam periode analisis tiga bulan. Prinsip tepat penyajian disesuaikan dengan kelas pelayanan dan kebutuhan. Tepat penyajian yaitu tepat menu, tepat waktu, dan tepat volume atau porsi (sesuai jumlah). Ketepatan petugas dalam menyajikan makanan harus sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan Makanan yang terlambat datang dapat menurunkan selera makan pasien, sehingga dapat menimbulkan sisa makanan yang banyak (Puspita dan Rahayu, 2011). Keterlambatan dalam pemberian makan akan dapat menyebabkan kualitas makanan yang disajikan menurun. Menurut Kementerian RI (2013) makanan yang disajikan adalah makanan yang siap dan layak disantap. Penyajian makanan yang harus disajikan dalam keadaan panas. Hal ini bertujuan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan meningkatkan selera makan. Panas yaitu makanan yang harus
disajikan
panas
diusahakan
tetap
dalam
keadaan
panas
dengan
memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas makanan harus berada pada suhu >60 0C.
3. When
Kapan waktu pemberian makan yang tepat? Dalam kasus disebutkan bahwa jadwal pemberian makan di Rumah Sakit tersebut adalah jam 7 makan pagi, jam 10 selingan pagi, jam 12 makan siang, jam 16 selingan sore dan jam 19 makan malam. Ha ini telah sesuai dengan Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari. Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk makanan ringan atau berat (Puspita dan Rahayu, 2011). Namun, yang menjadi permasalahn adalah pemberian makan pada pasien tidak tepat waktu. Menurut Supu dkk (2014) range antara ketepatan jam distribusi makanan sampai di ruangan pasien ± 1 jam dari jadwal makan yang ditetapkan. Apabila melebihi range tersebut maka dapat dinyatakan bahwa pemberian makan kepada pasien dikatakantidak tepat waktu.
4. Who
Siapa yang bertanggung jawab atas keterlambatanpemberian makan kepada pasien? ketepatan pemberian makan kepada pasien harus selalu dipantau karena hal ini menrupakan salah satu indikator Standart Pelayanan Minimal yang harus dipenuhi oleh setiap Rumah Sakit. Apabila indikator ini tidak memenuhi standart maka dapat dikatakan SPM tidak dapat tercapai dan dapat berpengeruh terhadap kepuasan pasien serta dapat mempengaruhi citra Rumah Sakit di mata masyarakat. Apabila dalam sebuah institusi tidak menyadari akan adanya ketidaktepatan
dalam
pemberian
makanan,
maka
akan
berakibat
pada
ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanan makan di institusi tersebut (NHS,2014).
Pramusaji merupakan salsh satu yang bertanggung jawab dalam ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien. Petugas instalasi gizi dan petugas distribusi makanan yang memiliki sikap dan profesionalitas yang baik sangat berpengeruh terhadap ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien karena telah mengetahui dan menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam mendistribusikan makanan di ruangan pasien, sehingga dapat melakukan pekerjaannya dengan maksimal (Tarua, 2011). Coordinator bagian penyelenggaraan makanan juga ikut bertanggung jawab terhadap ketepatan waktu pemberian makan kepada pasien. Pemantauan ketepatan waktu pemberian makan dapat dilakukan sesering mungkin agar dapat langsung diketahui adanya masalah dan dapat segera dilaporkan kepada Kepala Instalasi Gizi agar dapat segera dilakukan tindakan koreksi.
5. Where
Dimana keterlambatan pemberian makan sering terjadi? Dalam kasus disebutkan bahwa keterlambatan pemberian makan kepada pasien sering terjadi pada pasien di bangsal yang jauh dari dapur atau instalasi gizi. Letak dapur yang jauh dari bangsal perawatan pasien dapat mempengaruhi ketepatan waktu pemberian makan pada pasien.hal ini berkaittan dengan waktu yang dibutuhkan olehpramusaji untuk mengantar makanan ke ruangan pasien. ditambah lagi dengam kapsitas troli yang hanya dapat menampung 25 nampan, dimana mengharuskan pramusaji untuk bolak-balik mengambil makanan ke dapur yang tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama.
6. How
Bagaimana solusi untuk megatasi keterlambatan pemberianmakan pada pasien? berdasarkan analisa yang telah dilakukan sebelumnya, pada analisa “Why” telah dijelaskan bahwa beberapa penyebab yang dapat menyebabkan permasalahan ini terjadi adalah kurangnya jumlah karyawan dan jumlah troli serta letak dapur atau instalasi gizi yang kurang strategis sehingga sulit untuk dijangkau
oleh bangsal yang jauh dari dapur. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini diantaranya adalah : a. Menambah jumlah karyawan Jumlah pramsaji harus disesuaikan dengan julah bed yang harus dilayani agar tidak terjadi keterlambatan dam pemberian makan. Petugas yang tidak terlalu banyak atau tidak sesuai dengan jumlah pasien yang dilayani akan membuat proses menyajikan makanan membutuhkan waktu yang cukup lama (Anggaraini, 2016). b. Menambah kapasitas troli Dalam kasus ini kapasitas troli hanya dapat mengankut 25 nampan dengan 5 orang pramusaji untuk melayani 250 bed. Artinya pramusaji harus kembali ke dapur untuk mengambil makana sebanyak 2 kali. untuk lebih mempersingkat waktu dapat dilakukan penambahan kapasitas troli menjadi 50 nampam sehingga pramusaji tidak perlu kembali lagi ke dapur untuk mengambil makanan atau hanya sekali pendistribusian atau pengangkutan. c. Menata ulang letak dapur Tata letak dapur yang kurang strategis dapat menjadi dalah satu penyebab terjadinya keterlambatan dalam pemberian makan kepada pasien karena sulit dijangkau oleh bangsal yang jauh dari dapur dehingga memerlukan waktuyang lebih lama untuk makanan dapar sampai di tangan pasien. sebaiknya letak instalasi gizi atau dapur diletakkan di tengah atau diletakkan di posisi yang mudah dijangkau oleh seluruh ruang perawatan. d. Memberikan pelatihan pada pramusaji Untuk meningkatkan sikap dan profesionalitas petugas instalasi gizi dan petugas distribusi makanan diperlukan langkah-langkah konkrit melalui pelatihan atau magang yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam mendistribusikan makanan di ruangan pasien, melalui pendekatan ini diharapkan bahwa sumber daya yang diperlukan lebih maksimal (Tarua, 2011).
BAB 5. KESIMPULAN
Salah satu pelayanan yang diberikan salam pelayanan gizi rumah sakit adalah penyelenggaraan makanan. Indikator terkait penyelenggaraan makanan yang harus memenuhi Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit adalaha ketepatan waktu pemebrian makan pada pasien yang harus mencapai 100%. Naumn, pada kasus ini hampir 20% pasien tidak mendapatkan makanan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan atau ketepatan pemberian makan pada pasien hanya mencapai 80%. Dimana keterlambatan pemberian makan di rumah sakit ini sering terjadi pada bangsal yang jauh dari daput. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya jumlah pramusaji dan troli serta letak dapur yang kurang strategis. Pramusaji, coordinator bagian penyelenggaraan makanan dan kepala instalasi gizi harus bertanggung jawab untuk dapat menyelesaikna masalah ini. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalh ini adalah menambah jumlah pramusaji, menambah kapasitas troli makanan, menata ulang letak instalsi gizi ke tempat yang lebih mudah dijangkau semua ruang perawatan serta memberikan pelatihan
kepada pramusaji
distribusi makanan.
untuk meningkatkan keterampilannya
terkait
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman PGRS Pelayaan Gizi Rumah Sakit . Jakarta:Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Standar Profesi Gizi. Jakarta:Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Hartono,A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit Penerbit Jakarta.
Kedokteran EGC.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman PGRS Pelayaan Gizi Rumah Sakit . Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Nuryati, P. 2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan Dan Rasa. Makanan Dengan Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap Dewasa Di. Rs Bhakti Wira Tamtama Semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Semarang. Puspita, D., Rahayu, R. 2011.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku. Menyisakan Makanan Pasien Diit DM. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Sabarguna, B. S. 2004. Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit. Edisi Kedua. Yogyakarta: Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY. Supu, L., Prawiningdyah, Y., Susetyowati. 2014. “Studi Kasus Kualitas Hidup Ahli Gizi Dengan Standart Pelayanan Minimal Gizi di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat”. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Volume 2, Nomor 1: 32-40. Tarua RH, Budiningsari RD, Prawiningdyah Y. Hubungan Ketepatan Jam Penyajian Makanan dengan Sisa Makanan Pasien di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2011. Anggraini, R,R. 2016. Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Penyajian dan Pelayanan Makanan yang disajikan di Rumah Sakit Condong Catur Yogyakarta.Tugas Akhir Skripsi. Program Studi Pendidikan Teknik Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.