ANALISIS KENDALA DALAM MENINGKATKAN RETRIBUSI IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN ( STUDI KASUS DI KABUPATEN GUNUNG MAS – KALIMANTAN TENGAH ) SINTIKA Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Gunung Mas Propinsi Kalimantan Tengah Prof. MUNAWAR ISMAIL, SE., DEA., Ph.D Dr. KHUSNUL ASHAR, SE., MA Program Pascasarjanan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
ABSTRACT
Building Permit Retribution is one of local income received translates to more independence in managing its area which means otonomy can be truly executed. Building Permit Retribution, is not only perceived as source of local income, but for the community it serves as geographical health protection for the locality. There is adequacy, convenience, security and certainly of law for the community if they have Building Permit. It needs to be understood by community thus socialization of local regulation regarding Building Permit is needed to mold community’s perception to ties good cooperation between local government and community in better developing Gunung Mas District in the future. Research was done in District Gunung Mas, with the purpose of knowing what issues were faced by the local government in order to increase local government income from Building Permit Retribution as well as commu nity’s perception regarding Building Permit Retribution. From the research, it was concluded that factors of human, government staffs and community give contribution towards up and down of original local government income from Building Permit Retribution. What contributes the most is local government’s reluctance to account or the potential of original local government income from Building Permit Retribution due to its low contribution. Research in District Gunung Mas concluded that issues faced by government in increasing Building Permit Retribution is that socialization to community has never been executed, no sub department to handle issues on building permit in Dinas Kimpraswil and no coordination inter department/respective institutions. Where as issues faced by the community in increasing Building Permit Retribution in Gunung Mas District, Central Kalimantan Provence, is there is no fix regulation from the government regarding standard Building Permit Retribution as well as the timeframe, numerous conditions to be fulfilled some can not not be fulfilled by the community. community. Key words: Retribution, Building Permit, Optimalization Issues.
ABSTRAK
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan merupakan salah satu komponen dalam pendapatan asli daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah yang didapat maka semakin besar pula tingkat kemandirian daerah dalam mengelola daerahnya sendiri sehingga otonomi daerah pun dapat benar-benar terlaksana. Retribusi ijin mendirikan bangunan juga tidak hanya dilihat sebagai sebuah sumber pendapatan daerah saja, namun bagi masyarakat sendiri juga berfungsi sebagai alat proteksi kesehatan geografis bagi daerahnya sendiri. Ada kelayakan, kenyamanan, keamanan serta kepastian hukum bagi masyarakat bila memiliki ijin mendirikan bangunan. Hal ini harus dipahami bagi masyarakat sehingga peran sosialisasi peraturan daerah tentang ijin mendirikan bangunan sangat diperlukan agar pandangan masyarakat terbentuk sehingga terciptalah kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam membangun Kabupaten Gunung Mas lebih baik ke depan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gunung Mas dengan tujuan mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan serta pandangan masyarakat sendiri tentang retribusi ijin mendirikan bangunan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor sosialisasi, faktor perundang-undangan perundang-undangan daerah, daerah, faktor sumber daya manusia, faktor aparat, dan faktor masyarakat semua memberikan kontribusi terhadap naik atau turunnya pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Tetapi yang lebih dominan berpengaruh besar adalah faktor keengganan pemerintah daerah untuk melihat potensi pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan karena rendahnya kontribusi yang diberikan oleh retribusi ijin mendirikan bangunan itu sendiri. Dari hasil penelitian di Kabupaten Gunung Mas dapat ditarik kesimpulan kendala yang dihadapi pemerintah dalam meningkatkan retribusi ijin mendirikan bangunan adalah bahwa sosialisasi kepada masyarakat belum pernah diberikan oleh pemerintah daerah setempat, peraturan perundang-undangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana mestinya, belum ada sub bidang khusus yang menangani masalah bangunan dan ijin mendirikan bangunan di dinas Kimpraswil dan tidak ada koordinsi anata dinas/instansi terkait. Sedangkan kendala yang dihadapi masyarakat dalam meningkatkan retribusi ijin mendirikan bangunan di kabupaten Gunung Mas, propinsi Kalimantan Tengah adalah tidak adanya penetapan yang pasti dari pemerintah tentang standar biaya retribusi ijin mendirikan bangunan, tidak ada kejelasan kapan ijin akan selesai, persyaratan yang diminta banyak dan ada persyaratan yang diminta tetapi tidak bisa dipenuhi oleh masyarakat. Kata kunci : Retribusi, Ijin Mendirikan Bangunan , Kendala Optimalisasi.
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebelum memulai mendirikan bangunan, sebuah rumah atau bangunan sebaiknya memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan. Tujuan diperlukannya ijin mendirikan bangunan adalah untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya. Selain itu ijin mendirikan bangunan juga diperlukan dalam pengajuan kredit bank. Ijin mendirikan bangunan sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat (kelurahan hingga kabupaten). Dalam pengurusan ijin mendirikan bangunan diperlukan pengetahuan akan peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan ijin mendirikan bangunan, informasi mengenai peraturan tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan gambar kerja arsitektur. Retribusi daerah, komponen lain yang juga termasuk komponen pendapatan asli daerah, merupakan penerimaan yang diterima oleh pemerintah daerah setelah memberikan pelayanan tertentu kepada penduduk mendiami wilayah yuridiksinya. Perbedaan yang tegas antara pajak daerah dan retribusi daerah terletak pada kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah. Jika pada pajak daerah kontraprestasi tidak diberikan secara langsung, maka pada retribusi
daerah kontribusi diberikan secara langsung oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang membayar retribusi tersebut. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah perlu dikaji pengelolaan untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan asli daerah. Devas, dkk (1989 : 46) mengungkapkan bahwa pemerintah daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat. Selama lebih kurang puluhan tahun menjadi bagian dari Kabupaten Kapuas, wilayah Gunung Mas relatif tertinggal dibandingkan dengan daerah lain. Luas wilayah dan terbatasnya prasarana perhubungan serta kondisi geografis yang terpencar dengan jumlah penduduk relatif kecil, menjadikan masih banyak wilayah Gunung Mas yang belum tersentuh oleh kegiatan pembangunan. Beberapa tahun terakhir ini Kabupaten Gunung mas mulai giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Bahkan geliat pertumbuhan ekonomi mulai terasa di beberapa ibukota kecamatan di daerah Kabupaten Gunung Mas. Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi selain oleh terbukanya isolasi daerah, juga karena banyaknya kelahiran dan migrasi masuk juga dengan terbukanya lapangan kerja pada berbagai sektor. Kabupaten Gunung Mas adalah daerah pemekaran dan sedang membangun dalam banyak hal.
Ironisnya pertumbuhan pembangunan yang ada tidak disertai dengan meningkatnya pendapatan terutama dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Adanya birokrasi yang bertele-tele kadang membuat masyarakat menjadi malas untuk mengajukan ijin mendirikan bangunannya. Selain itu pengawasan dari pihak pemerintah daerah pun kurang terasa. Bila kita lihat di berbagai daerah lain di Indonesia, retribusi Ijin Mendirikan Bangunan termasuk pendapatan asli daerah yang cukup menjanjikan kalau dikelola dengan baik. Inilah alasannya mengapa saya ingin menggali lebih dalam lagi tentang potensi pendapatan asli daerah yang satu ini. Kenapa pendapatan yang diterima tidak pernah mencapai target serta kendala-kendala apa yang ada di dalamnya. Rumusan Masalah Sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2009, pelaksananan pemungutan pajak dan retribusi harus diatur dengan Perda. Dalam UU tersebut juga dimuat ketentuan atau materi yang harus diatur dalam Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Namun dalam pelaksanaannya beberapa Perda PDRD yang ditetapkan daerah tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU tersebut. Antara lain, banyak daerah yang mengatur tarif retribusi dengan keputusan Kepala Daerah. Pengaturan tersebut bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2000 yang mengamanatkan tarif retribusi diatur dalam Perda. Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal : a. Kurangnya kesadaran masyarakat terutama di Kabupaten Gunung Mas untuk memiliki ijin mendirikan bangunan.
b. Terjadi kecenderungan menurunnya penerimaan pendapatan pemerintah daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan walaupun pagu realisasi ijin mendirikan bangunan tiap tahun telah diturunkan tapi realisasi pendapatan dari retribusi ijin mendirikan bangunan pun ikut turun dan tidak pernah bisa mencapai target yang telah ditetapkan. c. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan jumlah bangunan yang ada tapi tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Untuk memperjelas permasalahan yang disebut di atas maka fokus dari penelitian ini disusun sebagai berikut : 1. Bagaimana kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengurus Ijin Mendirikan Bangunan? 2. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh pemerintah untuk meningkatkan retribusi ijin mendirikan bangunan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan retribusi ijin mendirikan? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kendala yang masyarakat hadapi dalam mengurus ijin mendirikan bangunan. 2. Mengetahui kendala apa saja yang dapat menghambat pengoptimalisasian pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan di kabupaten Gunung Mas dari sisi pemerintah.
TINJAUAN PUSTAKA Retribusi Daerah Bagian Dari Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim dan Nasir (2006:44), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah ”pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Menurut Kadjatmiko (2002:77), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah ”penerimaan yang diperolah daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam rangka menggali sumbersumber keuangan daerah terutama dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah harus berusaha mencari sumber-sumber keuangan yang potensial yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah diatur dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 34 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksananya dengan PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupkan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka desentralisasi adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber kepada : a. Pendapatan Asli Daerah b. Dana Perimbangan c. Lain-lain pendapatan
Pendapatan asli daerah ini merupakan bagian terpenting dari penerimaan Daerah. Semakin tinggi sumber pendapatan asli daerah akan semakin tinggi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sumber pendapatan asli daerah adalah : a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah Menurut Munawir (1997), Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah dia tidak akan dikenakan iuran itu. Lebih lanjut diuraikan pula definisi dan pengertian yang berkaitan dengan retribusi yaitu dikutip dari Sproule Jones and White yang mengatakan bahwa retribusi adalah semua bayaran yang dilakukan bagi perorangan dalam menggunakan layanan yang mendatangkan keuntungan langsung dari layanan itu lebih lanjut dikatakan bahwa distribusi lebih tepat dianggap pajak konsumsi dari pada biaya layanan; bahwa retribusi hanya menutupi biaya operasional saja. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz (1995 : 84) adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaannya bersifat ekonomis; 2. Ada imbalan langsung kepada yang membayar;
3.
Iurannya memenuhi persyaratan, persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar; 4. Retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgeternya tidak menonjol; 5. Dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat. Retribusi daerah berdasarkan pasal 1 ayat 28 UU.No.34 tahun 2000 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Memperhatikan ketentuan tersebut menurut Fauzan (206:239), maka retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usahausaha Pemda untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik individu maupun badan atau korporasi dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah. Retribusi Daerah terdiri atas 3 (tiga) golongan, yaitu : 1. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Ijin Mendirikan Bangunan Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan adalah pembayaran atas pemberian ijin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan, termasuk merubah bentuk bangunan, biaya penelitian atau pemeriksaan konstruksi dan biaya sempadan. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Ijin Mendirikan Bangunan atau untuk memulai pelaksanan pembangunan. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu dikaji pengelolaan untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan asli
daerah. Devas, dkk (1989 : 46) mengungkapkan bahwa pemerintah daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pembayaran atas pemberian ijin mendirikan bangunan termasuk mengubah/membongkar bangunan oleh Pemerintah kepada orang pribadi atau badan. Sebagai ganti atas jasa pemerintah yang sudah menerbitkan ijin mendirikan bangunan, orang pribadi atau badan yang mengajukannya perlu membayar retribusi. Retribusi ini secara umum berbeda-beda di tiap daerah dan biasanya dihitung berdasarkan luas bangunan yang akan didirikan. Retribusi ini juga dimaksudkan sebagai pemasukan daerah. Syarat-syarat untuk dapat diberikannya ijin mendirikan bangunan kepada pemohon adalah : 1. Bangunan yang didirikan harus sesuai peruntukan dengan Rencana Tata Ruang. 2. Luas bangunan harus sesuai dengan ketentuan BCR ( Building Coverage Ratio), yaitu perbandingan antara luas bangunan (tutupan yang tidak resap air) dengan total luas resapan lahan. Untuk wilayah perkotaan besarnya BCR antara 30%-60%. 3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) yaitu jarak ruas jalan dengan bangunan terluar a. Jalan Primer (propinsi): 25 m; b. Jalan Sekunder (kabupaten): 13m; c. Jalan Tersier (penghubung): 13m; d. Jalan Lokal: 8m. 4. Ketinggian bangunan tidak melebihi aturan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan tata ruang kecuali telah dilakukan pengkajian
teknik terlebih dahulu atau izin khusus. Persepsi/pandangan Masyarakat Tentang ijin Mendirikan Bangunan Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Dreverdalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu mengenali lingkungan pergaulan dalam hidupnya. Mar’at (1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan. Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Rahmat (dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor
struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilainilai dalam masyarakat. Menurut Ridwan (2009:163) ada beberapa kendala yang dikeluhkan oleh masyarakat yang ingin mengurus perizinan yaitu : a. Biaya perizinan 1. Biaya pengurusan izin sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil. Besarnya biaya perizinan seringkali tidak transparan. 2. Penyebab besarnya biaya disebabkan karena pemohon tidak mengetahui besar biaya resmi untuk pengurusan izin, dan karena adanya pungutan liar. b. Waktu 1. Waktu diperlukan mengurus izin relatif lama karena prosesnya yang berbelit. 2. Tidak adanya kejelasan kapan izin diselesaikan. 3. Proses perizinan tergantung pada pola birokrasi setempat. c. Persyaratan 1. Persyaratan yang sama dan diminta secara berulang-ulang untuk berbagai jenis izin. 2. Persayaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh. 3. Informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dan terdapat beberapa persyaratan yang tidak dapat dipenuhi khususnya oleh para pengusaha kecil. Ijin mendirikan bangunan disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah/toko dengan terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas. Rumah
merupakan kebutuhan yang sangat krusial bagi manusia, sedangkan toko merupakan bangunan untuk melakukan kegiatan berbagai jenis barang yang dibutuhkan masyarakat. Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis, suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah. Sehingga dengan adanya sertifikat ijin mendirikan bangunan akan memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada masyarakat. Dari sisi masyarakat, murah berarti biaya yang wajar dan dapat diverifikasi. Kepastian waktu merupakan elemen penting lainnya yang diharapkan masyarakat dari pemerintah. Kepastian tersebut mencakup lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pengurusan serta kapan izin dapat dikeluarkan. Lamanya pengurusan izin seharusnya diketahui oleh para pemohon sehingga bermanfaat bagi proses perencanaan dan penjadwalan mereka, dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat ini. Masyarakat tentu saja berharap bahwa lamanya proses pengurusan izin tidak berlarut-larut.
KERANGKA PENELITIAN
Kendala Dalam Meningkatkan Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan
Dari Sisi Pemerintah
Dari Sisi Masyarakat
Sosialisasi
Biaya Perizinan
Peraturan Perundangundangan yang ada
Waktu Persyaratan
SDM Perilaku Aparat
Retribusi IMB
METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mengetahui kendala yang dihadapi pemerintah daerah Kabupaten Gunung Mas dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah dengan pendekatan kualitatif deskriptif yang diperoleh dari berbagai sumber data. Menurut Nawawi (2001:630), penelitian deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya. Dalam rangka mendapatkan data lapangan peneliti harus terjun langsung ke lapangan agar dapat mengamati secara langsung keadaan masyarakat yang diteliti kemudian mendeskripsikan dan memberikan penjelasan tentang retribusi ijin mendirikan bangunan di kabupaten Gunung Mas sehingga dapat menunjang pendapatan asli daerah. Metode kualitatif menurut Moleong (2002:4) adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif baik merupakan lisan, tulisan maupun dari sikap dan perilaku orang yang diamati. Pendekatan kualitatif yang memfokuskan pada sebuah peristiwa berangkat dari kesadaran dan pengalaman manusia. Pendekatan kualitatif mengungkap makna dan konteks perilaku individu, dan proses yang terjadi dalam pola amatan dari faktor yang berhubungan. Menurut Strauss dan Corbin (2003) penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuantemuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Selanjutnya, dipilihnya penelitian kualitatif karena metode kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. Lokasi Penelitian Bungin (2003) mengatakan bahwa dalam penelitian perlu pula menegaskan setting/lokasi penelitian yakni tentang latar belakang alamiah (tempat, lokasi atau dimana) penelitian itu dilakukan, dengan tidak dimaksudkan untuk mewakili atau sebagai representasi dari latar (tempat, lokasi dan daerah) tertentu lainnya. Lokasi sebagai objek penelitian adalah
di Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kapuas dengan pertimbangan bahwa : 1. Kabupaten Gunung Mas berada di posisi strategis karena berbatasan dengan 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Kapuas, 1 (satu) kota yaitu Kota Palangkaraya dan 1 (satu) propinsi yaitu Propinsi Kalimantan Barat. 2. Bertambahnya jumlah penduduk tiap tahun baik melalui kelahiran maupun migrasi dan Kecamatan Kurun merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi disbanding kecamatan-kecamatan lain yang ada di Kabupaten Gunung Mas. 3. Meningkatnya pembangunan fisik di Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas terutama untuk rumah tempat tinggal dan tempat usaha. Populasi Sampel Penelitian Sesuai dengan fokus kajian, tujuan dan lokasi penelitian, sumber data penelitian ini yang perlu dipersiapkan adalah : a. Informan Informan dipilih dengan harapan dapat memperoleh informasi dari sumber yang tepat dan sesuai dengan apa yang informan tersebut ketahui tentang suatu hal terkait dengan pokok permasalahan. Burhan Bungin (2003) mengatakan bahwa : Penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk menggambarkan karakteristik populasi atau menarik generalisasi kesimpulan yang berlaku bagi suatu populasi, melainkan lebih fokus pada representasi terhadap fenomena
sosial. Berkenaan dengan tujuan penelitian kualitatif, maka dengan prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau situasi social tertentu yang syarat dengan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Menurut Kanto,1998, data atau informasi adalam penelitian kualitatif harus ditelusuri seluas luasnya dan sedalam mungkin sesuai dengan variasi (keragaman) yang ada. Hanya dengan demikian, peneliti akan mampu mendiskusikan fenomena yang diteliti secara utuh. Informan yang terpilih diharapkan dapat mewakili bidang-bidang, aspek dari organisasi atau lembaga yang terkait yaitu Kepala Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah serta pejabat dari Dinas Pemukiman, Sarana dan Prasarana Wilayah Kabupaten Gunung Mas serta perwakilan dari masyarakat sendiri. b. Dokumen Dokumen yang relevan dengan fokus kajian, tujuan dan ruang lingkup penelitian dikumpulkan guna mendukung interprestasi peneliti dalam mempertimbangkan suasana waktu dan ruang munculnya data sampling. Dara dokumen ini meliputi Peraturan Perundangan yang berlaku dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Gunung Mas. Penentuan Informan Ketika kita mencoba mengumpulkan data menggunakan wawancara kita harus membuat suatu rencana dengan mempertimbangkan informasi dan data yang kita inginkan
dan pribadi dari setiap individu yang akan kita wawancarai. Bahwa tujuan memperoleh informasi yang dapat dipercaya atau sekuarng kurangnya memperoleh pendapat yang didasarkan pada informasi yang objektif, dimana kecermatan dalam memilih orang-orang (informan) yang akan diwawancarai itu sangat penting. Menentukan orangorang yang memiliki informasi yang diinginkan, apakah orang-orang tersebut mempunyai wewenang untuk memberikan informasi tersebut, dan apakah mereka mau memberikannya juga harus diperhatikan. Jangan sampai salah dalam membedakan informan yang kadang-kadang tidak mampu membekali dengan informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu adalah tanggungjawab kita untuk mengetahui sejauhmana kelayakan informan tentang pendapat, pengalaman, dan hubungannya, dan sebagainya tentang informasi yang akan diperoleh melalui wawancara. Di anatar hal yang perlu dilakukan adalah menentukan jumlah informan yang akan diwawancarai untuk memperoleh informasi yang cukup untuk memperoleh kesimpulan, dan apakah individu-individu tersebut merupakan sampel yang representatif. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berkompeten di bidangnya sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya pada bagiannya masing-masing. Teknik Pengumpulan Data Ada tiga macam teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini yaitu : 1. Wawancara Dalam bentuknya yang paling sederhana wawancara terdiri atas sejumlah pertanyaan yang dipersiapkan dan kemudian
diajukan kepada seseorang mengenai topik penelitian secara tatap muka, dan peneliti merekam jawaban-jawabannya sendiri. Wawancara dapat didefifnisikan sebagai ”interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya” ( Hasan (1963) dalam Garabiyah, 1981:43). Dengan melakukan penelitian lapangan guna mengumpulkan data-data mengenai perolehan pendapatan asli daerah selama beberapa tahun di Kabupaten Gunung Mas dan juga beberapa daerah lain sebagai perbandingan. Serta melakukan wawancara dengan beberapa informan terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Dalam melakukan wawancara dengan seorang informan, penulis berusaha menyelami kerangka pikir informan tersebut, dengan cara melakukan pendekatan-pendekatan. Hubungan yang terjalin secara wajar, tanpa kesenjangan yang berarti, dapat mengantar penulis untuk mendapatkan informasi yang sedalam-dalamnya. 2. Pengamatan Dalam melakukan pengumpulan data disamping melakukan proses wawancara, penulis juga mengadakan pengamatan. Pengamatan lapangan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Gunung Mas. Hal ini
untuk mendukung data yang diperoleh melalui wawancara di lapangan. Pendekatan yang dilakukan dalam usaha memahami suatu gejala lapangan pada penelitian ini adalah dengan yang dialogical interpretations , merupakan bentuk dialog antara informan dan peneliti, untuk menangkap makna, baik makna subjektif maupun makna objektifnya. Dalam proses penelirian tersebut, peneliti mengartikan sendiri informasi yang diterima, namun interprestasi ini kembali ditawarkan kepada informan untuk menilai dan memberi tanggapan apakah demikian yang dimaksud oleh informan (Sofian Effendi, et.al., 1993). Interprestasi subjektif dimaksudkan di sini adalah bagaimana peneliti mampu memahami jalan pikiran dan kemauan informan, bukan sebaliknya pemikiran peneliti yang mempengaruhi benak informan. Oleh karena itu perlu pemahaman terhadap local knowledged , yaitu memahami makna kata yang termaksud dalam informasi melalui pengungkapan yang berdasarkan empati. Dalam melakukan wawancara, ada kalanya informasi yang diberikan tidak akurat atau bahkan berusaha menutupi informasi yang sebenarnya, namun disini peneliti tidak mengganggap informan menipu atau sengaja berdusta. Hal ini oleh penulis dipahami bahwa memang manusia ada kalanya tidak konsisten dengan apa yang dikatakan sendiri. Dean dan Whyte ( dalam Bogdan dan Taylor, 1992 ) mencatat bahwa perspektif, perasaan, dan keyakinan para informan (manusia) berubah
pada waktu mereka beralih dari situasi yang satu ke situasi yang lain. Bahkan kejadian-kejadian objektif pun dilihat secara selektif. Dikatakan bahwa pernyataan informan menunjukkan persepsi informan tersebut, yang telah disaring dan disesuaikan oleh reaksi kognitif dan emosionalnya serta disampaikan lewat cara pemakaian kata-kata verbal pribadinya. Pertimbangan teknik ini digunakan dengan pertimbangan bahwa apa yang dikatakan orang, sering kali berbeda dengan yang dilakukan. Oleh karena itu dalam melaksanakan pengamatan peneliti akan terjun langsung dalam realita sehari-hari agar dapat memahami permasalahan yang muncul. 3. Studi Pustaka Melakukan studi pustaka untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang undang-undang yang berlaku serta peraturan pelaksanaannya serta referensireferensi lain yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diangkat dalam penulisan tesis ini. Hal ini berguna untuk mendukung proses penggalian informasi dengan memperkaya informasi yang masuk dengan membaca serta menganalisis dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian. Teknik Analisis Data Dalam analisis data, data-data yang diperoleh dipaparkan serta diintrepretasikan secara mendalam, dianalisis secara kritis dan logis sesuai dengan kontek sosial setempat. Intrepretasi disajikan secara sistematis sesuai dengan penelitian kualitatif, dimana data-data yang diperoleh berupa argument-argumen kualitatif, apabila tidak dirinci dengan baik akan
menyulitkan dalam menarik kesimpulan. Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles and Huberman (1994) dengan pertimbangan bahwa model ini lebih cocok untuk mendekati permasalahanpermasalahan sosial dan penelitian yang datanya tidak berupa angka-angka. Proses analisis data, baik ketika mengumpulkan data maupun setelah selesai pengumpulan data, melalui tahap-tahap sebagai berikut : 1. Data yang telah terkumpul dari berbagai sumber data yang diperoleh lewat observasi, wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi, dibaca, dipelajari dan ditelaah dengan seksama; 2. Data direduksi sedemikian rupa, sehingga tersusun secara sistematis, lebih nampak pokok-pokok terpenting yang menjadi fokus penelitian guna memberikan gambaran yang lebih tajam terhadap fenomena kesenjangan informasi dan kinerja perusahaan; 3. Data yang telah direduksi disusun dalam satuan yang berfungsi untuk menentukan dan mendefinisikan kategorinya. Satuan-satuan tersebut diberi kode-kode tertentu untuk memudahkan pengendalian dan penggunaannya setiap saat; 4. Pemeriksaan keabsahan data dengan cara memperpanjang keterlibatan dengan latar belakang penelitian (setting), serta melakukan pengamatan yang lebih teliti, rinci dan mendalam. Sebagai jaminan atas keabsahan maupun validitas data akan dilakukan trianggulasi maupun elaborasi dengan sumber data lain; 5. Data yang sudah jadi dianalisis dengan berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan penelitian.
6.
Analisis tersebut berupa teori dan dicross-check-kan dengan data empiris di lapangan; Penarikan kesimpulan dilaksanakan pada saat analisis data dirasakan cukup dan dinyatakan selesai.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Profil Kabupaten Gunung Mas Kabupaten Gunung Mas merupakan salah satu kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah menurut UU Nomor 5 Tahun 2002. Kabupaten ini terletak pada ± 0° 18” 00 lintang selatan sampai dengan 1° 40” 30” lintang selatan dan ± 113° 01“00 bujur timur sampai dengan 114° “01“00 bujur timur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Katingan dan Propinsi Kalimantan Barat di sebelah barat. Kabupaten Murung Raya di sebelah utara, Kabupaten Kapuas di sebelah timur, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya di sebelah selatan. Luas wilayah Kabupaten Gunung Mas adalah 10.804 Km² dan merupakan kabupaten terluas keenam dari empat belas kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah atau 7,04% dari luas Propinsi Kalimantan Tengah. Luas wilayah tersebut terdiri dari : a. Kawasan hutan belantara b. Kawasan pemukiman c. Sungai, danau, dan rawa d. Daerah pertanian ( sawah, ladang, kebun) Wilayah Gunung Mas termasuk dataran tinggi yang memiliki potensi untuk dijadikan daerah perkebunan. Daerah utara merupakan daerah perbukitan, dengan ketinggian antara ± 100-500 meter dari permukaan air laut dan mempunyai tingkat kemiringan ± 8-
15°, serta mempunyai daerah pegunungan dengan tingkat kemiringan ± 15-25°. Pada daerah tersebut terdapat pegunungan Muller dan Schwanner dengan puncak tertinggi (Bukit Raya) mencapai 2.278 meter dari permukaan laut. Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk, dimana yang sangat penting diketahui adalah struktur umur dan jenis kelamin. Maka dengan adanya pengelompokan struktur umur dan mengetahui jenis kelamin akan mempermudah informasi untuk mengarahkan kebijakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan penduduk sebagai pelaku pembangunan, yang menjadi kebijakan pembangunan di bidang kependudukan, terutama berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Data kependudukan umumnya diperoleh melalui Sensus Penduduk, Survei Kependudukan dan Registrasi Penduduk Kepadatan Penduduk adalah banyaknya penduduk per Km per segi. Penduduk Kabupaten Gunung Mas pada tahun 2009 berjumlah 114.971 jiwa, yang terdiri dari 60.786 laki-laki dan 54.185 perempuan dengan jumlah kepala rumah tangga sebanyak 28.557 rumah tangga. Kepadatan penduduk hanya sekitar 10 jiwa per km², yang masih terpusat di ibu kota kecamatan sekitar 23,69 persen. Bila kita lihat penyebaran penduduk pada masingmasing wilayah, kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Miri Manasa dengan jumlah penduduk 3.755 jiwa dan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Kurun dengan jumlah penduduk 27.237 jiwa.
Kendala – kendala optimalisasi PAD dari retribusi IMB : 1. Sosialisasi Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Dari hasil wawancara dengan Kasubbag Dokumen Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kabupaten Gunung Mas, Trinanda Aditya Darma, SH dan Kabid Cipta Karya Dinas Kimpraswil Kabupaten Gunung Mas, Richard F.L, ST didapati bahwa sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah daerah terutama instansi yang terkait dengan penerbitan surat ijin mendirikan bangunan tidak pernah diberikan. Saat sebuah peraturan akan diterapkan di masyarakat, peranan sosialisasi sangatlah penting sebagai landasan pemahaman akan adanya sebuah kebijakan publik. Sosialisasi tentang ijin mendirikan bangunan sangat diperlukan karena dari sosialisasi yang diberikan oleh pemerintah maka masyarakat dapat mengerti akan pentingnya manfaat dari memiliki ijin mendirikan bangunan serta bagaimana prosedur untuk memiliki surat ijin mendirikan bangunan. Bila dilihat dari hasil penelitian di lapangan, diketahui bahwa dari Dinas Kimpraswil maupun dari Kantor Pelayanan Satu Atap tidak pernah memberikan sosialisasi. Yang dilakukan hanyalah memungut retribusi tanpa memberikan pelayanan informasi tentang pentingnya memiliki ijin mendirikan bangunan. Masyarakat tidak akan dapat mengetahui akan manfaat pentingnya memiliki surat ijin mendirikan bangunan bila pemerintah tidak pernah memberi informasi tentang hal ini. Ini tidak sesuai dengan teori tentang retribusi dari Sproule-Jones and
White tentang arti retribusi, dimana retribusi adalah semua bayaran yang dilakukan bagi perorangan dalam menggunakan layanan yang mendatangkan keuntungan langsung dari layanan itu. Masyarakat tidak akan mengetahui apa keuntungan memiliki ijin mendirikan bangunan bila tidak diberi layanan akan informasi. Hal ini tentu akan menimbulkan keengganan dari masyarakat untuk mengurus surat ijin mendirikan bangunan apalagi untuk membayar retribusinya karena masyarakat tidak tahu apa keuntungan yang akan mereka peroleh bila memiliki surat ijin mendirikan bangunan bagi bangunan yang mereka miliki. Saat masyarakat enggan mengurus surat ijin mendirikan bangunan maka secara tidak langsung akan mengurangi penerimaan pemerintah dari retribusi ini. Dinas Kimpraswil tidak pernah memberikan sosialisasi ijin mendirikan bangunan karena peraturan daerah yang ada dianggap sudah tidak lagi up sehinga tidak mampu to date mengakomodir kebutuhan akan pelaksanaan pemberian ijin mendirikan bangunan. Saat ini Dinas Kimpraswil sedang merancang sebuah rancangan peraturan daerah terbaru yang menyangkut ijin mendirikan bangunan dan akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD) di tahun 2011 nanti. 2.
Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Mas telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunung Mas Nomor 10 Tahun 2008 tentang Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan, dimana dalam peraturan daerah tersebut telah tertuang jelas aturan-aturan serta sanksi yang diberikan apabila ada yang melanggar.
Tetapi pada kenyataannya peraturan daerah ini hanya diterbitkan tapi tidak ditindaklanjuti dengan pengawasan oleh instansi yang terkait dengan penerbitan ijin mendirikan bangunan. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya jumlah orang yang mengurus surat ijin mendirikan bangunan. Dari dua peraturan daerah yang ada tapi tidak menghasilkan output yang memuaskan untuk peningkatan pengurusan surat ijin mendirikan bangunan juga ke peningkatan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi. Hal ini dapat dilihat pada data di Kantor Pelayanan Satu Atap Kabupaten Gunung Mas, dimana jumlah surat IMB yang diterbitkan di tahun 2009 sejumlah 26 surat dan di tahun 2010 sampai bulan September 2010 baru delapan surat yang diterbitkan. Hal ini otomatis akan berdampak pada penurunan pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Bila kita kembalikan ke teori, menurut Halim dan Nasir (2006:44), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah ”pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Jadi apabila peraturan sudah dikeluarkan maka pemerintah berhak untuk menarik pungutan pada retribusi ini dan juga melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa adanya peraturan daerah pun tidak menjamin akan meningkatnya pendapatan asli daerah melalui retribusi ijin mendirikan bangunan. Dengan bukti telah terbitnya dua peraturan daerah tapi tidak didukung dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang mengurus ijin mendirikan bangunan. Dari temuan ini, peneliti mendapatkan
bahwa peraturan perundang-undangan yang telah ada tidak diberlakukan sepenuhnya oleh Dinas/instansi terkait 3.
Sumber Daya Manusia Kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh pemerintah sudah memenuhi syarat tetapi jumlah SDM yang tersedia masih belum mencukupi, sehingga tidak semua pekerjaan bisa ditanggulangi. Untuk teknis pelaksaan ijin mendirikan bangunan ada di bawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum, di bidang Cipta Karya. Dari tabel dibawah ini dapat kita lihat bahwa jumlah pegawai negeri sipil yang ada di bidang Cipta Karya sangat minim dan tenaga yang khusus mengurus bidang tata kota tidak ada, jadi bisa dilihat bahwa untuk masalah tata ruang kota atau bangunan hampr tidak tersentuh. Apalagi di bidang Cipta Karya sendiri begitu banyak kegiatan fisik lain yang juga perlu mendapat perhatian, sehingga sumber daya manusia yang memadai hampir tidak ada. Dari pegawai-pegawai yang ada di atas, tidak ada satupun pegawai yang membidangi masalah penataan kota. Padahal secara struktural, sub bidang tata kota ada di bawah bidang cipta karya. Aturan yang berlaku dalam sistem pemerintahan kita saat ini serta rendahnya kemampuan birokrasi dalam merespon kebutuhan masyarakat serta tuntutan global menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan terhadap Birokrasi Publik. Dari permasalahan-permasalahan yang ada di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa jumlah sumber daya manusia yang ada untuk berperan aktif dalam hal pelayanan teknis ijin mendirikan bangunan sangat kurang bahkan boleh dibilang tidak ada. Tidak ada pegawai di Dinas Kimpraswil khususnya bagian teknis yang
membidangi masalah ijin mendirikan bangunan sehingga tidak ada pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan oleh Dinas Kimpraswil dalam hal mendirikan bangunan dan hal ini sangat bertolak belakang dengan maksud dan tujuan diberikannya ijin mendirikan bangunan ( lihat Bab II tentang maksud dan tujuan diberikannya ijin mendirikan bangunan). 4.
Perilaku Aparat Dalam hal ini yang bertugas untuk mengawasi penertiban IMB adalah Dinas Kimpraswil dan Satpol PP, tapi dalam pelaksanaannya di lapangan tidak ada penindakan tegas dari aparat mengenai bangunan yang belum memiliki IMB. Masyarakat di Kabupaten Gunung Mas masih memiiliki adat dan budaya kekeluargaan yang kental jadi antara aparat dengan masyarakat sebenarnya bisa terjadi interaksi yang baik apabila bisa saling memahami apa yang mereka inginkan buat daerah mereka. Tapi karena kurangnya pemahaman aparat akan pentingnya Ijin Mendirikan Bangunan itu sendiri akhirnya membuat masyarakat semakin tidak perduli juga tidak tahu. Tidak adanya koordinasi antara dinas/instansi terkait juga tidak adanya sanksi tegas dari pemerintah daerah bagi masyarakat yang tidak memiliki surat ijin mendirikan bangunan membuat tidak tercapainya optimalisasi penerimaan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi ijin mendirikan bangunan. 5.
Perilaku Masyarakat Dalam Mengurus IMB Menurut Kasi Penerbitan Perijinan Pelayanan Satu Atap Kabupaten Gunung Mas, Agustina Yulistin, ST, selama ini sistem yang berlaku di
masyarakat adalah sistem kesadaran masyarakat sendiri. Pemerintah daerah tidak mewajibkan masyarakat untuk memiliki surat ijin mendirikan bangunan dengan memberikan sanksi ataupun sosialisasi. Dari penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mengurus perijinan-perijinan yang ada, tidak ada keharusan bagi masyarakat yang diberlakukan oleh pemerintah untuk memiliki surat ijin mendirikan bangunan. Misalnya dengan membongkar bangunan-bangunan tanpa ijin ataupun mensosialisasikan peraturan daerah yang ada. Sehingga saat sebuah peraturan daerah dikeluarkan maka tanggapan yang diberikan oleh masyarakat beragam. Ada yang pasif dan adapula yang aktif. Bila kita lihat dari hasil wawancara di atas ditemukan fakta kalau masyarakat tidak keberatan mengeluarkan biaya untuk mengurus surat ijin mendirikan bangunan. Masyarakat terkesan tidak perduli atau asal-asalan karena mereka tidak merasa membutuhkan IMB untuk kepentingan pribadi mereka. Bila kita kembali pada hasil penelitian terdahulu, faktor biaya juga menjadi salah satu penyebab rendahnya minta masyarakat untuk mengurus surat ijin mendirikan bangunan. Tetapi berbeda halnya di Kabupaten Gunung Mas, di sini masyarakat tidak begitu mempermasalahkan masalah biaya yang harus mereka keluarkan selama biaya ini masih dalam batas kewajaran dan hasil yang mereka peroleh pun sepadan dengan biaya yang harus mereka keluarkan. Dari hasil penelitian di Kabupaten Gunung Mas dapat ditarik kesimpulan kendala yang dihadapi pemerintah dalam meningkatkan retribusi ijin mendirikan bangunan
adalah bahwa sosialisasi kepada masyarakat belum pernah diberikan oleh pemerintah daerah setempat, peraturan perundang-undangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana mestinya, belum ada sub bidang khusus yang menangani masalah bangunan dan ijin mendirikan bangunan di dinas Kimpraswil dan tidak ada koordinsi anata dinas/instansi terkait. Pandangan Masyarakat Tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan : 1. Kesadaran Masyarakat Terhadap Pentingnya Memiliki IMB Belum adanya kesadaran dari masyarakat pentingnya memiliki IMB bagi bangunan rumahnya. Kegunaan Ijin Mendirikan Bangunan bagi masyarakat sendiri secara langsung tidak begitu dirasakan oleh masyarakat kecuali bila ada yang mau mengajukan kredit dengan agunan rumah, maka barulah masyarakat mulai mengurusnya. Padahal selain sebagai jaminan kredit di bank, Ijin Mendirikan Bangunan juga memiliki fungsi sebagai kepastian hukum akan bangunan yang dimiliki, juga untuk penataan sebuah kota agar terciptalah kota yang indah, rapi dan cantik. Bila kita kembalikan ke teori, Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Dari hasil wawancara di atas dapat kita simpulkan bahwa pada umumnya masyarakat tidak merasa keberatan untuk mengeluarkan biaya agar memiliki surat Ijin Mendirikan Bangunan asal mereka tahu apa kegunaan dan manfaatnya bagi mereka. Prosedur pengurusan pun harus jelas agar masyarakat di Kabupaten Gunung Mas tahu kemana mereka harus mengurus Ijin Mendirikan Bangunan
mereka. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pengetahuan terhadap objek psikologis dalam hal ini ijin mendirikan bangunan sangatlah minim bahkan hampir tidak ada. 2.
IMB Di Mata Masyarakat Bila kita lihat hasil wawancara di atas, peran faktor sosialisasi pun kembali diungkapkan. Peran sosialisasi dari pemerintah sangat penting, dimana ada penjelasan tentang pentingnya memiliki ijin mendirikan bangunan bagi masyarakat sehingga timbul kesadaran dari masyarakat untuk memiliki ijin mendirikan bangunan. Rasa kesadaran ini akan menimbulkan kebutuhan akan pentingnya memiliki ijin mendirikan bangunan. Saat masyarakat butuh maka mereka akan mengurus ijin mendirkan bangunannya. Dari kuisioner yang dilemparkan pada masyarakat ditemukan kesimpulan bahwa kendala yang ada yang membuat masyarakat enggan mengurus IMB adalah antara lain: 1. Terkait dengan sosialisasi, dimana ketidaktahuan masyarakat mengenai prosedur mengurus IMB serta syarat-syarat yang harus mereka penuhi. 2. Persyaratan yang harus dipenuhi banyak sementara ada juga persyaratan yang diminta tapi tidak bisa dipenuhi. 3. Keenganan mengurusnya karena tidak ada tindakan atau sanksi tegas dari pemerintah daerah terkait dengan penertiban bangunan tanpa ijin. 4. Waktu pengurusan belum jelas sehingga masyarakat merasa agak kesulitan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kendala yang dihadapi masyarakat dalam meningkatkan
retribusi ijin mendirikan bangunan di kabupaten Gunung Mas, propinsi Kalimantan Tengah adalah tidak adanya penetapan yang pasti dari pemerintah tentang standar biaya retribusi ijin mendirikan bangunan, tidak ada kejelasan kapan ijin akan selesai, persyaratan yang diminta banyak dan ada persyaratan yang diminta tetapi tidak bisa dipenuhi oleh masyarakat. 3.
IMB Di Mata Pemerintah Dari hasil wawancara dengan beberapa pejabat publik di lingkungan pemerintah Kabupaten Gunung Mas tentang Ijin Mendirikan Bangunan dapat diambil kesimpulan bahwa kendala yang pemerintah hadapi adalah : a. Tidak adanya aturan yang mengatur secara teknis di lapangan yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk menerapkan penerbitan ijin mendirikan bangunan. Selama ini retribusi yang didapat dari ijin mendirikan bangunan hanya sekedar untuk pelengkap atau asal ada pendapatan dari retribusi ijin mendirikan bangunan tanpa menelusuri lebih lanjut tentang proses atau petunjuk teknis di lapangan. b. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengurus IMB dikarenakan masyarakat merasa tidak diwajibkan oleh pemerintah untuk memiliki surat ijin mendirikan bangunan sehingga masyarakat merasa tidak perlu untuk memilikinya. c. Kurang memadainya SDM yang pemerintah daerah miliki, jumlah tenaga teknis yang ada juga tidak memadai.
Dari hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan tentang kendala-
kendala optimalisasi penerimaan pendapatan asli daerah dari retribusi Ijin Mendirikan Bangunan. Dari segi sosialisasi yang tidak pernah dilaksanakan membuat masyarakat kurang memahami akan pentingnya memiliki Ijin Mendirikan Bangunan dan peraturan yang ada tidak pernah dilaksanakan karena dianggap tidak sesuai dengan aturan pemerintah pusat. Walaupun peraturan telah dikeluarkan tetapi dari hasil penelitian ini, peraturan tersebut hanya dipublikasikan tetapi tidak direalisasikan kelanjutannya. Peraturan yang telah ada tidak akan menjamin sempurnanya sebuah peratutan daerah walaupun direvisi selalu tetap akan ada kekurangannya. Jumlah sumber daya pun kurang memadai, bahkan bidang yang khusus menangani masalah ijin bangunan tidak secara khusus ada. Kurangnya koordinasi antar dinas/instansi terkait juga menambah semakin ruwetnya masalah ijin mendirikan bangunan itu sendiri di antara aparat pemerintah. Hal-hal tersebut membuat terbentuklah perilaku masyarakat yang terkesan membangun tanpa memperdulikan aturan-aturan yang berlaku. Satu sama lain merupakan sebuah mata rantai yang tidak terputus. Perilaku dari aparat, jumlah sumber daya, penegakan peraturan dan sosialisasi akhirnya membentuk perilaku masyarakat untuk lebih tidak perduli akan pentingnya memiliki ijin mendirikan bangunan. Masyarakat bebas membangun tapi tidak melihat penataan sebuah kota yang baik itu seperti apa. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan asli daerah melalui retribusi ijin mendirikan bangunan. Pandangan masyarakat Kabupaten Gunung Mas sendiri tentang retribusi ijin mendirikan bangunan adalah pada
umumnya masyarakat Kabupaten Gunung Mas tidak merasa keberatan untuk mengeluarkan biaya agar memiliki surat Ijin Mendirikan Bangunan asal mereka tahu apa kegunaan dan manfaatnya bagi mereka. Prosedur pengurusan pun harus jelas agar masyarakat di Kabupaten Gunung Mas tahu kemana mereka harus mengurus Ijin Mendirikan Bangunan mereka. Kembali lagi masalanya pada sosialisasi yang tidak pernah dilaksanakan. Masyarakat Kabupaten Gunung Mas sendiri apabila diberi penjelasan yang jelas dan tepat maka mereka tidak menolak untuk membayar retribusi ijin mendirikan bangunan asal sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat. Selain itu prosedur pengurusan pun harus jelas dan syaratsyarat yang diminta bisa mereka penuhi. Tidak adanya aturan secara teknis yang mengatur tata cara pelaksanaan retribusi ijin mendirikan bangunan sebagai pedoman bagi aparat daerah membuat masyarakat merasa tidak diwajibkan untuk mengurus surat ijin mendirikan bangunan. Akhirnya membuat rendahnya penerimaan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Sementara itu strategi pemerintah daerah Kabupaten Gunung Mas dengan rendahnya penerimaan pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan adalah dengan melakukan pendataan terhadap rumah-rumah mana yang belum memiliki ijin mendirikan bangunan, kemudian dilakukan pemutihan sehingga masyarakat diberi kesempatan untuk mengurus ijin mendirikan bangunan sampai batas waktu yang ditetapkan. Apabila telah habis masa pemutihan, tapi masyarakat belum juga mengurus
apalagi memiliki ijin mendirikan bangunan, maka dengan sangat terpaksa bangunan-bangunan mereka akan dianggap liar dan dibongkar. Tetapi untuk pemutihan pun tetap perlu dikaji lebih jauh lagi bagaimana prosedurnya di lapangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat peneliti tarik dari analisis terhadap kendala yang dihadapi dalam meningkatkan retribusi ijin mendirikan bangunan di kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah adalah : 1. Kendala optimalisasi pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan adalah : a. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah membuat masyarakat tidak memahami akan pentingnya memiliki surat ijin mendirikan bangunan serta tidak tahu bagaimana dan cara mengurus surat ijin mendirikan bangunan ini. b. Peraturan daerah sudah ada tetapi tidak diikuti atau ditindaklanjuti dengan diterbitkannya peraturan pelaksanaan yang mengatur secara teknis berupa peraturan bupati, hal ini terkait dengan kepentingan pemerintah daerah sendiri terhadap retribusi ijin mendirikan bangunan. c. Kurangnya jumlah sumber daya manusia yang ada di dinas Kimpraswil membuat tidak terdatanya bangunan-bangunan tanpa ijin mendirikan. d. Tidak ada sanksi yang tegas dari pemerintah daerah untuk masyarakat yang tidak memiliki ijin mendirikan bangunan.
2.
Pandangan masyarakat Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah terhadap retribusi ijin mendirikan bangunan adalah : a. Masyarakat kurang mengetahui manfaat apa yang bisa mereka peroleh dengan memiliki surat ijin mendirikan bangunan. b. Masyarakat kurang mengetahui bagaimana cara atau prosedur untuk megurus surat ijin mendirikan bangunan.
Saran
Saran yang dapat diberikan agar penerimaan pendapatan asli daerah dari retribusi ijin mendirikan bangunan dapat meningkat adalah : 1. Peraturan-peraturan daerah yang telah dibuat sebaiknya ditindaklanjuti kemudian disosialisasikan agar masyarakat dapat mengerti akan manfaat dari sebuah peraturan dan tidak ada keterpaksaan bagi mereka untuk melaksanakan peraturan yang telah ada walaupun harus mengeluarkan biaya ataupun waktu. 2. Perlu sanksi yang tegas dari pemerintah daerah Kabupaten Gunung Mas mengenai ijin mendirikan bangunan. 3. Perlu ditingkatkan lagi koordinasi menyeluruh dari pelaksanaan ijin mendirikan bangunan hingga teknis pemungutan retribusinya. 4. Menambah jumlah tenaga teknis untuk pendataan bangunan. DAFTAR PUSTAKA
Riduansyah, Mohammad, 2003. Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintahan Daerah Kota Bogor), Universitas Indonesia, Jakarta. Suryani, Ade Irma, 2008. Implementasi Penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Perspektif Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik Di Kabuapaten Sukamara. Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. Siburian, Kasman, 2008. Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan Terhadap Izin Mendirikan Bangunan. Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Sumatra Utara, Medan. Muhammadreza, 14 September 2008. Kenali IMB Hindari Masalah. Press released Multiply.co Wahyuningsih, Nur Farida Tias, 2006. Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Menunjang Pelaksanan Pembangunan Ekonomi Di Kota Surabaya Tahun 1997/1998-2003. Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Airlangga. Surabaya. Frenadin Adegustara, Syofiarti, Titin Fatimah. Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi
Daerah (Studi di Tiga Daerah Di Propinsi Sumatera Barat) Sukmana, Julianto, 2004. Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Dinas Tata Kota Di Kota Palembang. Tesis Program Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada. Jogyakarta. Priadi,
2007. Analisa Penyebab Rendahnya Kinerja BUMD Kabupaten Jombang Perspektif Teori Ketidaksetaraan Informasi. Disertasi Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya. Malang.
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Gunung Mas Tahun Anggaran 2006/2009. BPS Kabupaten Gunung Mas, 2008. Kabupaten Gunung Mas. Gunung Mas Dalam Angka, 2007. Kabupaten Gunung Mas. Gunung Mas Dalam Angka, 2008. Kabupaten Gunung Mas. Selayang Pandang Kabupaten Gunung Mas, 2008. Kabupaten Gunung Mas. Undang-Undang RI, Nomor 28, 2009. Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Peraturan Pemerintah RI, Nomor 65, 2001. Tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah RI, Nomor 66, 2001. Tentang Retribusi Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Gunung Mas, Nomor 10, 2008. Tentang Bangunan Dan Izin Mendirikan Bangunan. Devas, Nick et. al. 1989. (Peny.). Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Smith, B. C. 1985. Decentralization: The Territorial Dimension of The State. London: George Allen & Unwin. Bird,
Richard M. 2000a. Intergovernmental Relations: Universal Principles, Local Applications. International Studies Program Working Paper.
Bird, Richard M. 2000b. Subnational revenues: realities and prospect. Paper yang disampaikan pada Intergovernmental Fiscal Relations and Local Financial Management yang diselenggarakan oleh The World Bank Institute. Ahmad
Yani, 2002, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional, Pusat Pengkajian Ekonomi dan Keuangan Departemen Keuangan RI, 2005, Evaluasi Pelaksanaan UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta. Muhammad Zaenuddin, dalam Batam Pos, Strategi Peningkatan PAD, Selasa 20 November 2007
Muhammad Fauzan, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah; Kajian Tentang Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, UII Press, Yogyakarta. Halim, Abdul (2004), Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah , Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.