Nama
: Chrusty Nuril Fitriana
NPM
: 153060021181
Kelas / Absen
: 5-14/05
Judul
: Analisis Pelanggaran Pelanggaran Etika Profesi Suap Opini WTP BPK oleh Kemendes.
ARTIKEL 1. Penjelasan Lengkap KPK soal Suap Opini WTP BPK oleh ol eh Kemendes
Nur Indah Fatmawati – detikNews detikNews Jakarta - KPK menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di laporan keuangan Kemendes. Irjen Kemendes PDTT Sugito juga turut menjadi tersangka. "KPK meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan 4 orang tersangka yaitu SUG (Sugito), Irjen Kemendes; JBP (Jarot Budi Prabowo), eselon III Kemendes; RS (Rochmadi Saptogiri), eselon I BPK; dan ALS (Ali Sadli), auditor BPK," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selat an, Sabtu (27/5/2017). Sugito dan Jarot disangka memberi uang sebesar Rp 240 juta kepada Rochmadi dan Ali agar Kemendes memperoleh opini WTP. Hingga operasi tangkap tangan KPK pada Jumat (26/5), masih ada Rp 40 juta yang belum diberikan. Uang tersebut ditemukan di ruangan Ali.
Sugito dan Jarot disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 ta hun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan, Rochmadi dan Ali disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pembahasan dan Analisis
BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. BPK menjadi salah satu pihak yang berperan besar dalam menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.. Penggunaan uang negara yang tidak taat aturan dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan penggunaannya. Oleh karena itu, melalui pemeriksaan yang dilakukan, BPK dapat
mendorong penggunaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, anggota BPK memiki etika profesi yang harus dipatuhi oleh seluruh anggotanya. Dalam peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Inonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme. Selanjutnya dalam pasal 5 disebutkan kode etik ini harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara. Mengingat begitu besarnya pengaruh opini yang diberikan BPK terhadap pengambilan keputusan serta citra suatu kementrian atau lembaga negara, banyak upaya pihak-pihak terkait untuk mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dengan cara yang salah dan melanggar hukum. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPK dan seluruh anggotanya dalam pelaksanaan etika profesi melalui kepatuhan terhadap kode etik. Salah satu kasus yang berkaitan dengan hal ini adalah kasus Pemberian Suap Opini WTP Kemendes. Kasus yang terungkap karena adanya Operasi Tangkap Tangan oleh KPK pada tanggal 26 Mei 2017 ini melibatkan empat orang tersangka yaitu SUG (Sugito), Irjen Kemendes; JBP (Jarot Budi Prabowo), eselon III Kemendes; RS (Rochmadi Saptogiri), eselon I BPK; dan ALS (Ali Sadli), auditor BPK. Dalam kasus ini Pejabat Kemendes Sugito dan Jarot disangka memberi uang sebesar Rp 240 juta kepada Rochmadi dan Ali agar Kemendes memperoleh opini WTP. Penulis akan lebih memfokuskan analisis pelanggaran etika profesi yang dilakukan oleh anggota BPK, yaitu RS dan ALS. Menurut penulis adanya kasus ini membuktikan masih terdapat oknum-oknum di dalam tubuh BPK yang belum bisa menjiwai dan mematuhi sepenuhnya etika profesi yang ada di BPK. Dapat dilihat bahwa RS (Rochmadi Saptogiri), eselon I BPK; dan ALS (Ali Sadli), auditor BPK melanggar prinsip-prinsip dasar etika profesi, yang terdiri dari : 1. Tanggung Jawab
Kasus ini menunjukkan tanggung jawab anggota BPK dalam melaksanakan tugasnya masih sangat kurang. Demi kepentingan pribadi berupa imbalan sebesar Rp 240 juta, BPK dengan mudahnya mengabaikan prinsip-prinsip audit dan syarat-syarat penerbitan opini dan menerbitkan opini WTP untuk Kemendes. Padahal penerbitan opini yang tidak
sesuai ini dapat merugikan berbagai macam pihak terutama
masyarakat luas. 2. Keadilan Dalam hal keadilan, terlihat bahwa BPK memberikan perlakuan istimewa berupa opini WTP karena pihak-pihak tertentu menerima uang suap. Hal ini akan menyebabkan ketidakadilan bagi pihak lain yang diaudit oleh BPK dan dengan susah payah meningkatkan kinerja dan pengelolaan keuangannya agar memperoleh opini yang baik. 3. Otonomi Prinsip ini menuntut agar dalam kinerjanya anggota BPK memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan prinsip-prinsip yang telah ditentukan yang dibatasi tanggungjawab dan komitmen profesional serta tidak menganggu kepentingan umum. Hal ini jelas dilanggar oleh RS dan ALS. Dengan menerima suap dan mengeluarkan opini yang tidak sesuai RS dan ALS selaku pejabat dan auditor BPK tidak memperhatikan dan memenuhi kepentingan umum dan hanya mementingkan kepentingan pribadi saja. 4. Prinsip Integritas Moral yang Tinggi. Tindakan RS dan ALS secara moral sangat tidak bisa dibenarkan. Menerima suap apapun alasannya merupakan suatu tindakan yang secara moral salah dan sama sekali tidak bisa dibenarkan. Selain itu saudara RS dan ALS juga melanggar nilai-nilai dasar yang menjadi landasan kode etik BPK. Nilai-nilai itu adalah : 1. Integritas Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.Dengan adanya kasus ini dapat dilihat jika penerapan integritas di BPK masih sangatlah kurang. Bahkan eselon I BPK ikut terlibat dalam penerimaan suap. ALS sebagai auditor juga tidak menjaga integritasnya dan mengabaikan etika profesi
sebagai auditor dengan merubah opini yang diberikan demi mendapatkan keuntungan pribadi. 2. Independensi Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.. Dengan adanya kasus ini dapat dilihat RS dan ALS tidak mematuhi prinsip Independensi. Seharusnya sebagai pejabat dan auditor BPK, RS dan ALS bebas dari pengaruh dan kendali pihak lain termasuk pihak-pihak yang diberikan opini. Dalam kasus ini pemberian imbalan berupa uang senilai Rp 240 juta telah mempengaruhi kinerja dan opini yang diberikan BPK pada Kemendes. Imbalan ini juga memberikan kendali kepada Kemendes untuk mengatur dan mengarahkan hasil audit BPK sesuai dengan kepentingan Kemendes, agar Kementrian ini terlihat memiliki kinerja yang bagus dan laporan keuangannya disajikan dengan wajar. 3. Profesionalisme Profesionalisme adalah kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar dan juga komitmen dari para anggota dari sebuah profesi. Kasus ini membuktikan anggota BPK belum sepenuhnya profesional dalam menjalankan tugasnya. Merubah opini Laporan Keuangan demi sebuah imbalan merupakan tindakan yang sangat tidak profesional dan merugikan banyak pihak. Dengan terbitnya opini WTP pada Kemendes masyarakat dan pemangku kepentingan lain akan menganggap bahwa kinerja dan penyajian laporan keuangan sudah wajar dan sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini lebih lanjut akan mempengaruhi penilaian resiko dan pengambilan keputusan yang merugikan. Dampak
Pelanggaran yang dilakukan oknum-oknum BPK dalam kasus ini memberikan kerugian yang sangat besar bagi negara. Selain itu masyarakat menjadi meragukan integritas dan citra BPK sebaga lembaga tinggi negara yang bertugas mengaudit dan memeriksa laporan keuangan kementrian dan lembaga di pemerintahan. Laporan audit tahun-tahun sebelumnya juga menjadi diragukan kredibilitasnya. Secara lebih luas kasus ini akan mempengaruhi
kepercayaan
masyarakat
kepada
pemerintah.
Hal
ini
juga
dapat
mempengaruhi keputusan Investor dan juga perusahaan-perusahaan yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini karena tingkat korupsi suatu negara merupakan salah satu pertimbangan penting dalam penanaman modal.
Proses Penyelesaian
Hingga saat ini proses penyelesaian kasus ini masih berlangsung, sidang perdana dalam kasus suap auditor BPK dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada hari Rabu, 18 Oktober 2017. untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Rohmadi Sapo Giri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mereka juga dijerat Pasal 3 dan/atau Pasal 5 Undang-undang (UU) No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sementara itu, Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ( Kemendes PDTT) Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo dituntut pidana masing-masing dua tahun penjara, dikurangi masa tahanan.Tuntutan dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan kasus dugaan suap pada pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) RI terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu tanggal 11 Oktober 2017 Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda. Sugito dituntut untuk membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Jarot dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sumber : Lubis, Satria Hadi.2011. Etika Profesi PNS. Tangerang: STAN. https://news.detik.com/berita/d-3513024/penjelasan-lengkap-kpk-soal-suap-opini-wtpkemendes . Diakses tanggal 27 Oktober 2017. http://nasional.kompas.com/read/2017/05/31/10333791/kasus.suap.terkait.opini.wtp.kpk.pang gil.auditor.bpk . Diakses tanggal 27 Oktober 2017. http://www.bpk.go.id. Diakses tanggal 27 Oktober 2017.