ANALISIS INTERAKSI SPASIAL DENGAN METODE GRAVITASI KOTA DAN KABUPATEN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
I.
Pendahuluan
Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu s atu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda. Interaksi wilayah (Spatial Interaction) adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru, secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi ini berupa perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung atau berbagai media. Istilah spatial interaction ini berasal dari Ullman dalam bukunya Geography as spatial interaction (1954). interaction (1954). Untuk mengidentifikasikan ketergantungan antar wilayah geografis. Interaksi merupakan pengertian yang dikenal dalam sosiologi, sebagai gejala saling mempengaruhi antara individu. Dalam sosiologi gejala saling mempengaruhi tidak hanya berlaku pada individu melainkan juga pada obyek-obyek dan ruang yang mewadahi obyek-obyek itu. Sehubungan dengan itu dikenal tiga kelompok dasar yang saling mempengaruhi. Pertama, antara vegetasi dan iklim, tanah dan kawasan lahan; kedua, antara kegiatan manusia dan sifat politis-ekonomis suatu wilayah; ketiga adalah antar rumah tangga dan pertokoan. Dalam geografi interaksi diartikan sebagai interaksi geografis antar satu wilayah dengan wilayah lain. Begitu juga halnya dengan kota satu dengan kita lainnya. Semakin banyak perbedaan yang ada maka peluang menciptakan interaksi antara ke duanya. Ullman meguraikan tiga unsur interaksi keruangan yang memberi pengaruh pada pola interaksi spatial.
Ryan Devantara (12/334015/GE/7390) (12/334015/GE/7390)
1
Interaksi spasial adalah suatu istilah umum mengenai pergerakan spasial dan aktivitas manusia (Hayness and Fotheringham, 1984), dan model gravitasi adalah model interaksi spasial yang paling umum digunakan. Interaksi antar dua tempat (dua kala) dipengaruhi oleh besarnya aktivitas sosial dan produksi yang dihasilkan oleh masyarakat di dua tempat tersebut, jarak antara dua tempat tersebut dan besarnya pengaruh jarak dua tempat tersebut. Permodelan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis terhadap pola interaksi atau keterkaitan antardaerah atau antar bagian wilayah dengan wilayah lainnya, adalah Model Gravitasi. Model gravitasi adalah salah satu model yang umum dipakai di dalam menjelaskan fenomena interaksi antar wilayah. Model ini pada dasarnya merupakan bentuk analogi fenomena hukum fisika gravitasi Newton.
II. Tujuan
Tujuan penulisan analisis interaksi spasial kota dan kabupaten Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah : 1.
Mengetahui relasi dan interaksi kota Yogyakarta terhadap kabupaten Sleman, kabupaten Kulonprogo, kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul menggunakan perhitungan model gravitasi.
2.
Mengetahui besar interaksi spasial antar kota dan kabupaten.
3.
Menganalisis hasil perhitungan model gravitasi interaksi spasial antar kota dan kabupaten.
4.
Mengambil kesimpulan dari hasil analisis tentang besar interaksi spasial serta sebab akibatnya interaksi spasial itu terjadi.
III. Data dan Perhitungan 3.1 Data
Data yang diambil bersumber dari data BPS Provinsi D.I Yogyakarta : Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2012 (21-8-2012). Data yang diambil adalah: 1. Jumlah penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Profil daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ryan Devantara (12/334015/GE/7390)
2
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
REGION
KATEGORI
JUMLAH PENDUDUK (JIWA) 2011
Bantul
Gunungkidul
Kulonprogo
Sleman
Yogyakarta
TOTAL
Jumlah Pria (jiwa)
461.524
Jumlah Wanita (jiwa)
459.739
Total (jiwa)
921.263
Jumlah Pria (jiwa)
320.006
Jumlah Wanita (jiwa)
357.992
Total (jiwa)
677.998
Jumlah Pria (jiwa)
190.761
Jumlah Wanita (jiwa)
199.446
Total (jiwa)
390.207
Jumlah Pria (jiwa)
534.644
Jumlah Wanita (jiwa)
572.660
Total (jiwa)
1.107.304
Jumlah Pria (jiwa)
189.375
Jumlah Wanita (jiwa)
201.178
Total (jiwa)
390.553
Jumlah Pria (jiwa)
1.696.310
Jumlah Wanita (jiwa)
1.791.015
Total (jiwa)
3.487.325
Ryan Devantara (12/334015/GE/7390)
3
PROFIL DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA STRUKTUR, LUAS, DAN JA RAK KE I BUKOTA PROVI NSI
NAMA KABUPATEN/KOTA
IBUKOTA
JARAK KE IBUKOTA PROVINSI (KM)
LUAS (KM²)
Kabupaten Bantul
Bantul
507
12
Kabupaten Gunungkidul
Wonosari
1.485
30
Kabupaten Kulonprogo
Wates
586
22
Kabupaten Sleman
Sleman
575
9
Kota Yogyakarta
Yogyakarta
33
2
3.2 Perhitungan
Rumus model gravitasi :
Keterangan : Tij : Interaksi antarwilayah i dan j Pi : massa wilayah i (populasi, PDRB, rasio lahan urban, dll) P j : massa wilayah j (populasi, PDRB, rasio lahan urban, dll) Dij : jarak antarwilayah i dan j
A. ) Interaksi Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul 390.553 x 921.263 T(Y-B) =
= 2.498.625.197,493 2
(12)
B. ) Interaksi Kota Yogyakarta dengan Kabupanten Gunungkidul 390.553 x 677.998 T(Y-G) =
2
= 294.215.725,437
(30)
Ryan Devantara (12/334015/GE/7390)
4
C. ) Interaksi Kota Yogyakarta dengan Kabupanten Kulonprogo 390.553 x 390.207 T(Y-K) =
= 314.868.831,551 2
(22)
D. ) Interaksi Kota Yogyakarta dengan Kabupanten Sleman 390.553 x 1.107.304 T(Y-S) =
2
= 5.339.023.445,827
(9)
Urutan Interaksi dari terbesar ke terkecil antar kota dan kabupaten : T(Y-S) > T(Y-B) > T(Y-K) > T(Y-G) IV. Pembahasan
Hasil perhitungan diatas menunjukkan urutan interaksi terbesar adalah antara Kota Yogyakartta dengan Kabupaten Sleman hal ini berarti frekuensi hubungan sosial, ekonomi , arus barang, perjalanan, dan sebagainya antara kota dan kabupaten tersebut tertinggi jika dibandingkan interaksi dengan kabupaten lainnya. Interaksi antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul juga menunjukkan angka yang cukup besar. Sedangkan interaksi antar kota Yogyakarta dengan kabupaten Gunungkidul dan kabupaten Kulonprogo menunjukkan angka yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan interaksi terhadap kabupaten Sleman dan kabupaten Bantul. Hal ini berarti menunjukkan frekuensi hubungan sosial, ekonomi, arus barang, perjalanan, dan sebagainya antar kota Yogyakarta dengan kabupaten Gunungkidul dan kabupaten Kulonprogo relatif kecil. Analisis terhadap perkembangan interaksi terlihat bahwa kota Yogyakarta merujuk pada daerah di utara dan selatannya, yaitu kabupaten Sleman dan kabupaten Bantul. Hal ini dapat terlihat dari pengaruh perkembangan pembangunan kota yang melebar ke arah utara dan selatan kota. Sedangkan perkembangan kota ke arah kabupaten Gunungkidul dan kabupaten Kulonprogo terlihat tidak terlalu besar terlihat dari frekuensi interaksinya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jarak, aksesbilitas, ketersediaan fasilitas-fasilitas yang merujuk kota, pelayanan, dan lain-lain. Perkembangan yang lebih ke arah kabupaten Sleman dan Ryan Devantara (12/334015/GE/7390)
5
kabupaten Bantul dapat disebabkan karena adanya pusat-pusat industri, kemudahan aksesbilitas, pelayanan publik yang lebih memadai, fasilitas perkotaan seperti sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya. Perkembangan ke arah kabupaten Gunungkidul dan kabupaten Kulonprogo yang terlihat relatif rendah dapat diakibatkan oleh faktor jarak yang jauh, kurangnya aksesbilitas, fasilitas pelayanan umum yang masih kurang, dan faktor-faktor penarik lainnya ( pull factors) yang kurang tersedia. Perkembangan kota Yogyakarta dapat diperluas kearah kabupaten Kulonprogo dan kabupaten Gunungkidul dengan membentuk pusat-pusat faktor penarik di kabupaten Kulonprogo dan kabupaten Gunungkidul. Hal ini layaknya membuat kutub-kutub magnet baru sehingga perkembangan kota dapat ditarik kearah timur dan kearah barat.
V. Kesimpulan
Gaya tarik antara kota Yogyakarta dengan kabupaten disekitarnya disebabkan oleh adanya mobilitas ataupun bentuk interaksi lain penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Daya tarik antar kota dan kabupaten yang kuat akan menarik interaksi yang besar ke dalam wilayah kota yang bersangkutan serta mempengaruhi arah perkembangan kota. Perbedaan frekuensi interaksi antar kota dan kabupaten disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki suatu kabupaten dan kota tersebut. Unsur - unsur pendukung suatu kota juga berperan penting dalam timbulnya daya tarik antar kota dan kabupaten. Faktor tersebut adalah faktor fisiogafis, sosial,ekonomi, aksesbilitas, pusat pelayanan publik, dan sebagainya. Keberadaan faktor yang berbeda akan memunculkan suatu interaksi yang mengakibatakan daya tarik antar keduanya. Semakin besar tranferbilitas yang terjadi maka dapat dikatakan daya tarik antar kota tersebut sangat kuat, jarak dalam hal ini dapat diatasi dengan pembangunan akses jalan yang baik, untuk mendukung kelancaran interaksi keduanya.
Ryan Devantara (12/334015/GE/7390)
6
DAFTAR PUSTAKA
BKPM. 2012. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipendud ukjkel.php?ia=34&is=37. Diakses tanggal 2 November 2013 pukul 20:10 WIB BKPM. 2012. Profil struktur, luas dan jarak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/geografislj.php?ia=34&is=34. Diakses tanggal 2 November 2013 pukul 20:18 W IB Rustiadi, Ernan. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Pustaka Obor Indonesia : Jakarta
Ryan Devantara (12/334015/GE/7390)
7