ANALISIS PERBANDINGAN DOSIS RADIASI ANGIOGRAFI COMPUTED TOMOGRAPHY CORONARY ANGIOGRAPHY DENGAN CORONARY INTERVENTIONAL FLUOROSCOPY
Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Anatomi dan Fisiologi Terapan
Disusun oleh:
Revina Amandha Juneke Sasmita 176090300111017
PROGRAM STUDI PASCASARJANA FISIKA PEMINATAN FISIKA MEDIS FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA MALANG 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.
LATAR BELAKANG
Mulai dari beberapa hari setelah pembuahan sampai meninggal jantung terus berdenyut. Jantung merupakan organ organ yang penting untuk kelangsungan hidup manusia, manusia, disebut organ terpenting karena fungsinya sebagai pompa darah untuk ke seluruh tubuh sekaligus menjadi tempat pertukaran darah. Darah dialirkan menuju dan keluar jantung melalui pembuluh darah. darah. Apabila pembuluh darah darah ini terganggu maka suplai darah akan terganggu dan dan dapat mengganggu fungsional organ tubuh yang lain. Terganggunya pembuluh darah ini lebih sering terjadi pada pembuluh darah koroner dan disebut penyakit jantung koroner. Secara global penyebab kematian nomor satu penyakit tidak menular setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler (Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI). Tahun 2008 jumlah kematian akibat penyakit kardiovaskuler di seluruh dunia mencapai 17.3 juta. Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau coronary arterty disesase (CAD) disesase (CAD) merupakan penyakit yang masih sering terjadi di negara maju dan negara berkembang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Hal ini sering ditandai dengan keluhan nyeri dada. Di Amerika setiap tahunnya 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Berdasarkan survey yang yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI, RI, menyatakan kemungkinan kejadian di Indonesia Indonesia akan terus meningkat (Majid, 2007).
Oleh karena
tingginya angka kematian tersebut maka diperlukan diagnosa diperlukan untuk mengetahui lebih awal cara menanggulanginya.. Terdapat dua alat yang mampu memeriksa keadaan pembuluh darah coroner, yaitu CT scan yang menggunakan citra secara axial untuk pemeriksaan dan fluoroscopy yang mampu mengamati pembuluh darah secara real time. time. Pemeriksaan ini digunakan secara non invasive untuk mendiagnosa coronary artery disesase dengan hasil yang cukup akurat. Dari pemeriksaan diatas masalah utama yang sering dihadapi adalah masalah dosis radiasi dari alat tersebut. Dosis radiasi yang besar dapat meningkatkan resiko te rjadinya kanker. Dalam praktek sehari hari beberapa dokter masih kurang familiar dengan besarnya dosis radiasi yang diberikan oleh alat pemeriksaan tersebut. Meskipun pada alat menyediakan menu untuk menampilkan besar dosis, perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui nilai dosis radiasi yang diterima organ. Estimasi besarnya dosis radiasi diukur menggunakan detector pencil ionchamber . 2
2.
TUJUAN PENELITIAN
1.
Untuk mengetahui estimasi dosis efektif yang diterima saat pemeriksaan menggunakan
CT scan dan Fluoroscopy pada protocol yang sama 2.
Untuk mengembangkan standarisasi protocol yang dapat mengoptimalkan prinsip
ALARA
3.
MANFAT PENELITIAN
1.
Mengetahui perbandingan dosis efektif yang diterima pasien saat pemeriksaan
menggunakan CT Scan dengan fluoroscopy 2.
Dapat mengembangkan protocol yang terstandarisasi untuk megoptimalkan ALARA
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Sirkulasi
Sistem sirkulasi memiliki tiga komponen dasar, yaitu: a.
Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk
menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke jaringan. b.
Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan menyebarkan darah
dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian dikembalikan ke jantung. c.
Darah adalah medium pengangkut tempat larut atau tersuspensinya bahan-bahan
(misalnya O2, CO2, nutrien, zat sisa, elektrolit, dan hormon) yang akan ke berbagai bagian tubuh. (Sherwood, 2011) 2.1.2 Sistem Peredaran Darah Besar
Peredaran darah besar adalah peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya oksigen dari bilik (ventrikel) kiri jantung lalu diedarkan ke seluruh jaringan tubuh kemudian oksigen bertukar dengan karbondioksida di jaringan tubuh. Darah yang kaya karbondioksida dibawa melalui vena menuju serambi kanan (atrium) jantung. 2.1.3 Sistem Peredaran Darah Kecil
Peredaran darah kecil merupakan peredaran darah dari bilik kanan jantung menuju paru-paru dan akhirnya kembali lagi ke jantung pada serambi kiri. Pada peredaran darah kecil inilah darah melakukan pertukaran karbondioksida dan oksigen di paru-paru. Oleh karena itu, darah yang berasal dari paru-paru ini banyak mengandung oksigen. 2.2 Jantung 2.2.1 Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan. Organ ini terlet ak di rongga torals (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) di sebelah anterior dan vertebra (tulang belakang) di posterior. Batas atas jantung setinggi tulang rawan kosta ketiga di sebelah kanan dan ruang interkosta kedua di sebelah kiri dari sternum. Batas kanan jantung melebar dari tulang rawan kosta ketiga sampai mendekati tulang rawan kosta keenam. Batas kiri jantung berjalan turun dari ruang interkosta kedua sampai ke apeks yang terletak dekat garis midklavikula di ruang interkosta kelima. Sedangkan batas bawah jantung dari sternum di sebelah kanan tulang rawan kosta keenam sampai apeks di ruang interkosta kelima dekat garis midklavikula (Drake, Vogl, & Mitchell, 2015). 4
Jantung orang dewasa memiliki panjang 12 cm dari basis ke apeks. Diameter transversal jantung yang paling luas adalah 8-9 cm dan diameter anterior ke posteriornya adalah 6 cm. Jantung memiliki berat yang bervariasi rata-rata 300 gram untuk pria dan rata-rata 250 gram untuk wanita. Berat dewasa tersebut dicapai ketika berumur 17 sampai 20 tahun. Dinding tiap ruang jantung terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu lapisan yang paling luar adalah epikardium yang merupakan perikardium serosa bagian viseral yang berdinding tipis, lapisan di tengahnya adalah miokardium yang berdinding tebal yang berisi otot-otot jantung yang berguna untuk memompa jantung, dan lapisan paling dalam adalah endokardium yang merupakan lapisan yang tipis mirip jaringan ikat endotel dan subendotel. Kebanyakan lapisan dinding jantung terdiri oleh miokardium, khususnya di ventrikel. Ketika jantung berkontraksi, khususnya ventrikel, miokardium akan memproduksi gerakan seperti memeras karena serat otot jantungnya yang berbentuk double helix (Anonim, 2017). Bagian dalam jantung terbagi menjadi 4 ruangan, ruangan bagian atas disebut atrium yang bertugas menerima darah yang kembali ke jantung. Ruangan bagian bawah disebut ventrikel, menerima darah dari atrium, yang kemudian di pompakan menuju ateri. Ateri kanan dan ventrikel kanan dipisahkan dengan atrium kiri dan ventrikel kanan oleh septum yang menjaga agar darah tidak bercampur Katup etrioventricular yang terdiri dari katup mitral pada bagian kiri dan katup trikupidalis pada bagian kanan, memastikan darah mengalir satu arah diantara atrium dan ventrikel. (Dewi Widyaningsih, n.d.)Aliran darah pada jantung dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Jantung Normal dan Sirkulasi
5
Diameter arteri koroner kiri lebih besar dari diameter arteri koroner yang kanan karena menyuplai darah lebih banyak ke miokardium termasuk seluruh ruang jantung dan septum interventrikuler. Arteri koroner kiri yang keluar dar aorta jarang memberikan percabangan ke SA node dan ketika mencapai sulkus atrioventrikuler, bercabang menjadi 2 atau 3 cabang utama. Arteri interventrikuler anterior merupakan cabang pertamanya yang sering digambarkan sebagai kelanjutan dari arteri koroner kiri. Pada table 2.1 ditunjukkan daftar pembuluh darah yang menyuplai jantung (Moore, Dalley, & Agur, n.d.)
Table 2.1 Arteri/cabang
Asal
Perjalanan
Distribusi
Right Coronary
Sinus Aortik Kanan
Melalui sulkus koronarius
Atrium kanan, nodus sinoatrial (SA) dan
Artery
atrioventrikuler (AV)
Nodus SA
RCA dekat dengan asal
dari
Berjalan naik ke SA
Trunkus pulmoner dan nodus SA
Berjalan ke batas inferior
Ventrikel kanan dan apeks jantung
arteri
coroner kanan Marginal kanan
RCA
dan jantung apeks IV posterior
RCA
Berjalan
di
sulkus
IV
Ventrikel kanan dan kiri,serta spertiga
posterior dari apkes jantung bagian septum IV posterior Nodus AV
RCA dekat asal dari
Melewati nodus AV
Nodus AV
Berjalan pada sulkus AV
Sebagian besar atrium dan ventrikel kiri,
dan
spetum IV dan buntelan AV
arteri IV posterior Koroner kiri
Sinus aortic kiri
bercabang
menjadi
arteri IV kiri Nodus SA
Cabang sirkumfleksi
IV anterior
arteri
Berjalan
naik
pada
Atrium kiri dan nodus SA
dari permukaan posterios dari
LCA
atrium kiri ke nodus SA
LCA
Meleweati
sepanjang
Ventrikel kanan dan kiri, serta dua
sulkus IV anterior ke apkes pertiga bagian septum IV anterior jantung Sirkumfleksi
LCA
Berjalan ke kiri melalui
Atrium dan ventrikel kiri
sulkus AV dan berjalan ke permukaan
jantung
posterior Marginal kiri
Cabang sirkumfleksi
arteri
Mengikuti
batas
kiri
Atrium kiri
dari jantung
LCA
2.2.2
Sirkulasi Jantung 6
Siklus jantung ini aliran satu kali darah melewati jantung, siklus ini terjadi dalam dua fase sistol dan diastole. Periode diastole ialah periode istirahat yang berupa: (1)Darah vena memasuki atrium kanan melalui vena cava superior dan inferior. (2) Darah yang teroksigensi melewati atrium kiri melalui vena pulmonal (3) Kedua katup atrioventrikular (tricuspidalis dan mitralis)tertutup dan darah dicegah untuk memasuki atrium. (4) Katup pulmonalis dan aorta tertutup, mencegah kembalinya darah dari arteria pulmonalis kedalam ventrikel kanan dan dari aorta ke ventrikel kiri (5) Dengan bertambah banyaknya darah yang memasuki kedua atrium, tekanan didalamnya meningkat dan ketika tekanan di dalam atrium lebih besar dari ventrikel, katup AV terbuka dan darah mulai mengalir dari atrium ke ventrikel Periode sistol adalah periode kontraksi otot berupa ( 1) Listrik berasal dari SA, dinding atrium berkontraksi, darah masuk ke dalam ventrikel.(2) Ventrikel melebar untuk menerima darah dari atrium dan kemudian mulai berkontraksi (3) Ketika tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam atrium katup AV menutup, Chordae tendineae mencegah katup terdorong ke dalam atrium. (5) Darah keluar dari ventrikel kanan ke arteria pulmonalis dan darah dari ventrikel kiri mengalir ke dalam aorta (6) Kontraksi otot kemudian berhenti, dan dengan dimulainya relaksasi otot, siklus baru dimulai.
2.3.
Pembuluh Darah
2.3.1
Anatomi Pembuluh Darah
Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Ada tiga jenis pembuluh darah, yaitu arteri yang berfungsi membawa darah dari jantung, kapiler yang berfungsi sebagai tempat pertukaran sebenarnya air dan bahan kimia antara darah dan jaringan dan vena, yang membawa darah dari kapiler kembali ke jantung
a.
Pembuluh nadi (Arteri)
Pembuluh nadi atau arteri adalah pembuluh darah berotot yang membawa darah dari jantung. Sistem pembuluh nadi memiliki gradien tekanan yang tinggi pada sistem sirkulasi. Lapisan terluar disebut tunika adventitia yang tersusun dari jaringan penyambung. Di lapisan selanjutnya terdapat tunika media yang tersusun atas otot polos dan jaringan elastis. Lapisan terdalam adalah tunika intima yang tersusun atas sel endothelial. Terdapat beberapa jenis pembuluh nadi pada tubuh,yaitu:
7
a)
Arteri pulmonaris
: Pembuluh ini membawa darah yang akan dioksigenasi menuju
paru paru. b)
Arteri sistemik : Arteri sistemik membawa darah menuju arteriol dan kemudian ke
pembuluh kapiler, di mana zat nutrisi dan gas ditukarkan. c)
Aorta: pembuluh nadi terbesar dalam tubuh yang keluar dari ventrikel jantung dan
membawa banyak oksigen. d)
Arteriol : Arteriol adalah pembuluh nadi terkecil yang berhubungan dengan pembuluh
kapiler. b.
Pembuluh balik (Vena)
Pembuluh balik atau vena adalah pembuluh yang membawa darah menuju jantung. Pembuluh vena terletak dekat permukaan tubuh dan tampak kebiru-biruan. Dinding pembulu vena tipis dan tidak elastis. Pembuluh vena mempunyai katup sepanjang pembuluhnya, dan berfungsi agar darah tetap mengalir satu arah dan agar aliran darah tetap mengalir menuju jantung.
Dari seluruh tubuh, pembuluh darah balik bermuara menjadi satu pembuluh darah balik besar, yang disebut vena cava. Pembuluh darah ini masuk ke jantung melalui serambi kanan. Setelah terjadi pertukaran gas di paru-paru, darah mengalir ke jantung lagi melalui vena pulmonalis. Vena pulmonalis ini membawa darah yang kaya oksigen. Jadi, darah dalam semua pembuluh vena banyak mengandung karbon dioksida kecuali vena pulmonalis. Salah satu penyakit yang menyerang pembuluh balik adalah varises. Gambar 2.2 adalah anatomi dari vena.
c.
Pembuluh Kapiler
Gambar 2.2
Pembuluh kapiler bukan pembuluh nadi sesungguhnya. Di sini terjadi pertukaran zat Gambar 3.2
yang menjadi fungsi utama sistem sirkulasi. Pembuluh kapiler adalah pembuluh yang menghubungkan cabang-cabang pembuluh nadi dan cabang-cabang pembuluh balik yang terkecil dengan sel-sel tubuh. Pembuluh nadi dan pembuluh balik itu bercabang-cabang, dan 8
ukuran cabang-cabang pembuluh itu semakin jauh dari jantung semakin kecil. Pembuluh kapiler sangat halus dan berdinding tipis. Gambar anatomi pembuluh kapiler dit unjukkan pada gambar 2.3
Gambar 2.3
Pembuluh darah kapiler ialah pembuluh darah terkecil di tubuh, berdiameter 5- 10 μm, yang menghubungkan arteri dan vena, dan memungkinkan pertukaran air, oksigen, karbon dioksida, serta nutrien dan zat kimia sampah antara darah dan jaringan di sekitarnya. Dinding kapiler adalah endotel selapis tipis sehingga gas dan molekul seperti oksigen, air, protein, dan lemak dapat mengalir melewatinya dengan dipengaruhi oleh gradien osmotik dan hidrostatik. 2.4.
Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah sebuah penyakit jantung di mana dinding endotel pada pembuluh darah koroner menjadi sempit akibat akumulasi dari plak yang mengurangi aliran darah yang kaya nutrisi dan oksigen dari paru-paru ke otot jantung sehingga merusak struktur dan fungsi dari jantung dan meningkatkan resiko dari berbagai kejadian pada jantung seperti nyeri dada. (Garko, 2012) 2.4.1.
Patofisiologi
Faktor resiko yang mempengaruhi kerusakan pembuluh darah adalah: faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik, penigkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL-C. Selain faktor resiko dtersebut penyakit ini juga mempengaruhi antara lain, diabetes melitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok, dan kepribadian merupakan faktor-faktor penting yang harus diketahui(Majid, 2007). Faktor resiko yang memepengaruhi terjadinya jantung koroner diperlihatkan dalam table 2.2
9
Table 2 Faktor Resiko (Majid, 2007)
Faktor resiko yang dapat dirubah
Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
Usia
Merokok
Jenis kelamin laki laki
Hipertensi
Riwayat Keluarga/ Genetik
Kurang aktivitas fisik
Etnis
Diabetes Melitus Obesitas Stress Diet lemak tinggi kalori
a)
Usia Hubungan umur dengan mortalitas dari penyakit jantung koroner membentuk grafik
log linear sebagai akibat efek akumulasi dari kerusakan pembuluh darah yang lama dan kegagalan dalam mekanisme perbaikan. Umur berperan penting dalam terjadinya penyakit jantung koroner karena dapat mempengaruhi faktor risiko lain, seperti tekanan darah tinggi, obesitas, dan kadar lemak. Berat badan yang merupakan faktor risi ko yang dapat dimodifikasi meningkat pada umur dewasa tua. Gangguan dalam profil lemak, seperti nilai total kolesterol dan LDL meningkat disertai nilai HDL yang rendah, juga berhubungan dengan pertambahan umur (Ghosh,2010). b)
Jenis kelamin Pria mempunyai resiko lebih besar dari perempuan dan mendapat serangan lebih awal
dalam kehidupannya dibandingkan wanita. Itu dikarenakan kebanyakan faktor resikonya tidak mau diubah oleh pria, seperti merokok, alkohol, kadar HDL yang lebih rendah dari wanita dan sebelum menopause, estrogen memberikan perlindungan kepada wanita dari penyakit jantung koroner (Krämer et al., 2012). c)
Genetik Baik pria maupun perempuan yang memiliki paling sedikit satu orang tua yang
memiliki penyakit jantung koroner berisiko 1,4 sampai 1,6 kali terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang tanpa orang tua yang menderita penyakit ja ntung koroner. Diperkirakan salah satu gen yang berperan dalam kejadian penyakit jantung koroner adalah gen Ch9p21 SNPs dan gen tersebut juga berperan dalam kejadian infark miokard. (Roberts & Stewart, 2012).
10
d)
Merokok Bahan aktif utamanya adalah nikotin (efek akut) dan tars (efek kronis). Efek nikotin
pada sistem kardiovaskuler adalah efek simpatomimetik, seperti menyebabkan takikardi, kontraksi ventrikuler di luar sistol, meningkatkan adrenalin dalam plasma,meningkatakn tekanan darah, dan menyebabkan penyempitan aterosklerotik, dan menurunkan HDL. LDL menjadi lebih mudah memasuki dinding arteri yang berperan dalam patogenesis penyakit jantung koroner (Yathish, Manjula, & Deshpande, 2011) e)
Diabetes Kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan peningkatan pembentukan plak
ateromatous pada arteri. Kelebihan glukosa pada orang diabetes menyebabkan banyak perubahan pada biomolekuler tubuh, yaitu peningkatan reduksi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) menjadi NADH yang belum terbukti sebagai stressor oksidatif seluler, peningkatan produksi uridine diphosphate (UDP) N-acetyl glucosamine yang diperkirakan mengubah fungsi enzimatik seluler, dan pembentukan advanced glycation end product (AGE) yang secara langsung menganggu fungsi sel endotel dan mempercepat aterosklerosis (Chiha, Njeim, & Chedrawy, 2012) f)
Hipertensi Tekanan darah tinggi meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan dinding jantung
menjadi tebal dan kaku yang menyebabkan jantung tidak bekerja dengan baik. Hipertensi juga mengakibatkan kerusakan pada endotel yang menyebabkan senyawa vasodilator tidak dapat keluar dan membuat penumpukan oksigen reaktif serta mendukung perkembangan dari aterosklerosis, trombosis, dan penyumbatan pembuluh darah. (Olafiranye et al., 2011) g)
Obesitas Obesitas, khususnya obesitas sentral, menyebabkan berbagai hal. Salah satunya adalah
menyebabkan peningkatan kadar insulin dan resistensi insulin (diabetes melitus). Insulin menyebabkan peningkatan sistem saraf simpatis dan mempengaruhi ginjal untuk meretensi garam sehingga terjadi peningkatan tekanan darah(Canoy et al., 2007)
2.4.2.
Etiologi
Penyebab tersering dari penyakit jantung koroner adalah deposit plak atheroma di jaringan subintima pada pembuluh koroner besar dan sedang (aterosklerosis). Aterosklerosis adalah suatu proses kronis yang progresif dan tiba-tiba muncul dengan karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen fibrosa, dan molekul inflamasi pada dinding arteri koroner..
11
Aterosklerosis merupakan proses etiopatogenesis utama penyebab penyakit jantung koroner dan progresivitasnya
2.4.3.
Patogenesis
Proses aterosklerosis ini ditandai dengan keluarnya LDL ke ruang yang menyebabkan LDL termodifikasi dengan cara dioksidasi dan diglikasi oleh berbagai jenis agen di sekitar arteri pembuluh darah. Proses patogenis yang terjadi selama ateroskletosis adalah: 1. Partikel LDL yang telah termodifikasi atau teroksidasi adalah molekul kemotaksis yang menginduksi aktivasi dari molekul perlengketan sel vaskuler ( vascular cell adhesion molecule) dan molekul perlengketan intraseluler (intracellular adhesion molecule) di lapisan endotel dan memicu perlengketan monosit dan chemoattractant molecule merangsang migrasi monosit ke ruang subendotel. 2. Monosit yang memasuki dinding arteri sebagai respon kepada zat kemoatraktan, seperti monocyte chemmoattractant protein 1 (MCP- 1), yang merangsang diferensias i monosit menjadi makrofag di lapisan intima media. Makrofag berikatan dengan LDL yang teroksidasi untuk menjadi sel busa (foam cells) dan memunyai fungsi proinflamasi, termasuk pelepasan sitokin-sitokin, seperti interleukin (IL) dan tumor necrosis factor (TNF) 3. Sel busa melepaskan molekul efektor, seperti asam hipoklorit, anion superoksida (O2), dan matriks metaloproteinase. Hasil akhir dari proses ini adalah pembentukan aterosklerotik berupa lapisan lemak (fatty streak). Tipe leukosit yang lain, seperti limfosit dan sel mast, juga terakumulasi di ruang subedotel. Efek gabungan monosit, makrofag, sel busa, dan sel T menghasilkan respon imun seluler dan humoral dan berujung pada masa inflamasi kronis dengan produksi dari beberapa molekul proinflamasi. 4. Selanjutnya terjadi migrasi dari sel otot polos yang membelah diri dari lapisan tengah arteri ke lapisan intim, hasilnya perubahan bentuk dari lemak menjadi lesi yang lebih kompleks. Saat sel otot polos berada di lapisan intima media terbentuklah tutup fibrosus (fibrous cap) yang menutupi lemak sebelumnya. Sel busa di dalam fibrous cap mati dan melepaskan lemak yang tersimpan ke ruang ekstraseluler dan membentuk kolam kaya lemak yang dikenal sebagai inti nekrotik (necrotic core) yang penuh lemak dan sel yang mati Hasil dari proses ini membentuk lesi ateroslerotik yang kedua, yaitu plak fibrosus (Sayols-Baixeras, et al.,2014 dan Libby, et al.,2007)
12
Bagan 2.4. Gambar pembentukan Plak Arteri
2.5.
Diagnosa
Diagnosa yang tepat perlu diberikan agar dapat memberikan pengobatan yang terbaik. Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal dengan risiko dan biaya yang seminimal mungkin. a.
Anamnesis Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat merokok, usia,
infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk kepentingan diagnosis pengobatan b.
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus, komplikasi,
penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga, ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi(PERKI, 2015). c.
Pemeriksaan Laboratorium Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid
seperti LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan faktor resiko dan perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut. d.
Foto dada X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung, penyakit
katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat digunakan prognosis 13
e.
Pemeriksaan jantung non invasive
Pemeriksaan EKG istirahat
Uji treadmill
Uji latih kombinasi pencitraan
Ekokardiograf istirahat
Monitoring EKG amulatoar
Teknik non invasive penetuan klasifikasi coroner dan anatomi coroner : Computed
Tomografi dan MRI f.
Pemeriksaan invasive
Arteriografi coroner Untuk mengamati tingkat penyempitan arteri koroner dengan bantuan anestesi lokal.
Sebuah kateter disisipkan melalui pangkal paha (atau lengan) dan diarahkan ke jantung untuk keperluan penyuntikan zat pewarna. Dengan bantuan Sinar-X, dilakukan pengamatan bagian dalam arteri koroner untuk mengidentifikasi tingkat keparahan penyempitan arteri. Komplikasi bisa mencakup reaksi alergi terhadap pewarna, perdarahan, serangan jantung, dan kematian, dll (Hospital Authority Hongkong, 2007)
Ultrasound intravaskular
2.6.
CT SCAN
CT scan pertama kali ditemukan oleh Sir Godfrey Newbold Hounsfield seorang ilmuwan dari Inggris Tahun 1972, prototipe CT scan yang pertama, yang dipasang di Atkinson Morley’s Hospitals di London. Sejarah perkembangan CT berlanjut pada tahun 1974 SIEMENS memperkenalkan CT scan yang kemudian dipasarkan secara luas dengan nama SIRETOM dengan waktu akuisisi 7 menit dengan matrix 80 x 80 pixel, luas lapangan 25 cm dengan resolusi spatial 1.3 mm (4 LP/cm) 2.6.1. Generasi Pertama
Generasi pertama CT scan ini menggunakan single tube yang menghasilkan berkas pensil yang kecil dengan lebar beberapa milimeter. Tube dan detektor dipasang dengan arah berlawanan pada satu gantry dan berkas sinar mengarah langsung ke detector. Proses scan dilakukan dengan mengerakan tube ke samping ke seluruh daerah kepala kemudian gantry berputar 1o dan proses tersebut berulang sebanyak 180 kali. Proses scan untuk satu slice adalah sekitar 5 menit 2.6.2. Generasi Kedua
Pada generasi ini yang berbeda dari generasi sebelumnya adalah tube menggunakan berkas sinar kipas, karena berkas sinar kipas mencakup bagian kepala lebih luas sehingga 14
perputaran gantry bisa lebih besar yaitu 10o – 30o sehingga waktu yang di butuhkan pun berkurang sekitar 15 detik. 2.6.3. Generasi Ketiga
Generasi ketiga ini dikenalkan pada tahun 1976, sejak di kenalkan generasi ini telah mengurangi gerak linier dengan berkas sinar kipas yang cukup lebar untuk menangkap gam baran objek yang diperiksa . Tube dan detekt or bergerak 360 mengelilingi objek sehingga mengurangi waktu pemeriksaan. 2.6.4. Generasi Keempat
Generasi ini hampir sama sepeti generasi ketiga tetapi detektornya tetap tidak bergerak hanya tube yang berputar mengelilingi pasien. 2.6.5. Generasi Kelima
Tidak menggunakan tube adalah perbedaan yang mencolok pada generasi ini. Pada generasi ini sinar x di hasilkan dari electron yang menumbuk tungsten yang berbentuk curva. Sinar x bergerak mengikuti kurva tungsten 180 o dan detektor yang fix menangkap berkas sinar tersebut. 2.6.6. Generasi Ketujuh
Generasi ini merupakan pengembangan dari generasi sebelumnya yaitu helical CT scan. Generasi ke tujuh ini biasa di sebut multirow atau multislice, pada multislice dapat beroperasi sebagai axial maupun helical, helical pada single slice menggunakan single ring detector tetapi pada multislice single ring diganti dengan 4,8,16,32, bahkan 64 paralel ring detector 2.6.7. CT Angiografi
CTA dapat digunakan untuk pemeriksaan pencitraan arteri dan vena. Cairan kontras diinjeksikan
pada
aliran
darah
untuk
membantu
computer
mengenali
pembuluh
darah(Rockcreek Neurosurgery, n.d.). 2.7.
Interventional Fluoroscopy
Prosedur fluoroskopi interventional merupakan salah satu cara prosedur non invasive yang meggunakan radiasi pengion untuk menghasilkan citra dalam pemasangan kateter dan instrument kecil lainnya yang berada pada pembuluh darah. Prosedur ini ditemukan oleh Dr. Charles Dotter (Universitas Oregon di Portland) tahun 1960an dan kemudian berkembang pada abad
ke
20an
dengan
prosedur
yang
lebih
bervariasi
termasuk
untuk
bidang
radiologi,kardiologi dan neurologi (Johnson, 2011)
15
2.7.1. Digital Substraction Angiography
DSA merupakan teknik yang menghasilkan citra sequential menggunakan cairan kontras yang akam memisahkan citra pembuluh darah dengan lainnya sehingga dapat dilihat secara digital. Pembagian ini mengurangi noise anatomical dan meningkatkan kontras dari pembuluh darah pada citra yang telah tersubctraced (Jones, n.d.)
16
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Peralatan Pengukuran
Pesawat CT Scan yang mampu melakukan prosedur Angiografi dan pesawat fluoroscopy dengan DSA, fantom antroponic untuk uji kualitas citra, detector pencil ion chamber dan electrometer 3.2.
Uji Keseuaian
Uji kesesuaian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi alat pada saat sebelum dilakukan penelitian. Kualitas citra dan evaluasi nilai CTDI merupakan yang harus di lakukan dalam uji kesesuaian ini. 3.2.1. Kualitas Citra
Pada pengunaan sehari-hari kualitas citra pada hasil gambaran CT scan sangatlah penting karena berpengaruh terhadap diagnosa seorang dokter terhadap pasiennya, oleh karena itu penanggung jawab dari pengunaan CT scan ini harus memastikan apakah kualitas citra alatnya sesuai standar. Untuk mengetahui kualitas citra dari alat CT scan maka dilakukanlah uji kesesuaian citra yang dilakukan menggunakan fantom dengan parameter yang disajikan dalam table 3.1. Tabel 3.1
Parameter
Nilai
Image Noise CT value CT number Slice thickness
3.3.
Protokol pemeriksaan
3.3.1. Pemeriksaan untuk pemeriksaan CTA Parameter pemeriksaan yang akan digunakan untuk pemeriksaan menggunakan CTA disajikan dalam table 3.2.
17
Tabel 3.2.
Parameter
kVp
mAs
Pitch
Topogram Control Scan Pre monitoring Angiogram Rotation time Slice Acquisition (mm) Slice collimation (mm)
3.3.2. Parameter Pemeriksaan DSA Parameter pemeriksaan yang akan digunakan untuk pemeriksaan menggunakan DSA disajikan dalam table 3.3. Tabel 3.3
Parameter
kVp Pulse width kVp filter Dose Phase Fill
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil
Perbandingan pemeriksaann meggunakan CTA dan DSA disajikan dalam table 4.1 CTA
DSA
Dosis efektif (Rata rata)
19
BAB V DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2017). Enfermedad granulomatosa crónica. BAB 2, 33(3), 407 – 414. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2 Canoy, D., Boekholdt, S. M., Wareham, N., Luben, R., Welc h, A., Bingham, S., … Khaw, K. T. (2007). Body fat distribution and risk of coronary heart disease in men and women in the european prospective investigation into cancer and nutrition in norfolk cohort: A population-based prospective study. Circulation, 116 (25), 2933 – 2943. https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.106.673756 Chiha, M., Njeim, M., & Chedrawy, E. G. (2012). Diabetes and coronary heart disease: A risk factor for the global epidemic. International Journal of Hypertension, 2012. https://doi.org/10.1155/2012/697240 Dewi Widyaningsih. (n.d.). ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH. Drake, R. L., Vogl, A. W., & Mitchell, A. W. M. (2015). Gray †TM s Anatomy for Students , Third Edition. Garko, M. (2012). Coronary Heart Disease – Part III: Non-Modifiable Risk Factors. Medscape Reference. Retrieved from http://emedicine.medscape.com/article/150215overview Hospital Authority Hongkong. (2007). Coronary Heart Disease Indonesian. Universitas Stuttgart , 1 – 8. Johnson, P. B. (2011). ASSESSING PATIENT DOSE IN INTERVENTIONAL FLUOROSCOPY USING PATIENT- DEPENDENT HYBRID PHANTOMS . Jones, A. K. (n.d.). Chapter 8 : Fluoroscopic Imaging Systems. Krämer, H. U., Raum, E., Rüter, G., Schöttker, B., Rothenbacher, D., Rosemann, T., … Brenner, H. (2012). Gender disparities in diabetes and coronary heart disease medication among patients with type 2 diabetes: results from the DIANA study. Cardiovascular Diabetology, 11(1), 88. https://doi.org/10.1186/1475-2840-11-88 Majid, A. (2007). Penyakit jantung koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan 20
Terkini. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi Pencegahan Dan Pengobatan Terkini, 1. Moore, K. L., Dalley, A. F., & Agur, A. M. R. (n.d.). Clinically oriented anatomy. Journal of Chemical Information and Modeling , 53, 1134. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Olafiranye, O., Zizi, F., Brimah, P., Jean-louis, G., Makaryus, A. N., McFarlane, S., & Ogedegbe, G. (2011). Management of Hypertension among Patients with Coronary Heart Disease. International Journal of Hypertension, 2011, 1 – 6. https://doi.org/10.4061/2011/653903 PERKI. (2015). Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Pedoman Tatalaksan Sindrome Koroner Akut , 88. https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehn416 Roberts, R., & Stewart, A. F. R. (2012). Genes and coronary artery disease: Where are we? Journal of the American College of Cardiology, 60(18), 1715 – 1721. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2011.12.062 Rockcreek Neurosurgery. (n.d.). Computed Tomography (CT) & CT Angiography, 1 – 2. Retrieved from www.radiologyinfo.org Sherwood, L. (2011). Fisiologl Manusia, 6 , 1 – 999. Yathish, R., Manjula, C. G., & Deshpande, R. (2011). A Study On The Associati on Of Coronary Artery Disease And Smoking By A Questionnaire Method Physiology. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 5(2), 264 – 268.
21