LAPORAN ANALISIS JURNAL
Chlorhexidine – Alcohol Alcohol versus Povidone – Iodine for Surgical-Site Antisepsis
Oleh :
Oleh: KELOMPOK 3
IRWAN SIGIT PRADIPTA LUZI JASMI INDRIYANA JAHROH ANGGRIYANA TRIWIDIANTI DANIAR DWI AYUNANI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PROGRAM PROFESI NERS PURWOKERTO 2012
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi medis dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan stres karena terdapat ancaman terhadap gangguan integritas tubuh dan jiwa seseorang, pengaruh psikologis pasien terhadap pembedahan dapat berbeda-beda namun sesungguhnya selalu terjadi ketakutan yang umum
yaitu takut diagnosa
yang belum pasti, takut hasil pemeriksaan keganasan, takut anesthesia (biasanya takut tidak bangun lagi), takut nyeri akibat luka operasi, takut terjadi perubahan bentuk yang terjadi akibat kurang pengetahuan (Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002). Persiapan pra bedah penting sekali untuk memperkecil risiko operasi dan
mencegah infeksi paska luka bedah. Kemajuan dalam
pencegahan infeksi pada luka operasi telah dicapai dan dipahami selama hampir 100 tahun, namun infeksi luka pasca operasi (insisional dan mendalam) tetap menjadi penyebab utama dari infeksi nosokomial, terutama di negara berkembang. Sebagian besar luka insisional atau infeksi luka superfisial pasca operasi disebabkan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) biasanya ditemukan pada kulit pasien atau dari selaput lendir yang berdekatan dengan
lokasi pembedahan, misalnya, hidung, mulut atau
saluran pernapasan dalam operasi perut. Sebaliknya, mikroorganisme dari tangan ahli bedah atau asisten jarang penyebab infeksi luka bedah (Surgical Antiseptis, 2007). Strategi utama yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi luka yaitu antiseptik dan antibiotik. Akumulasi yang cukup lama dalam jaringan lunak merupakan keterbatasan utama antibiotik sistemik. Lebih jauh lagi, antibiotik juga meningkatkan resistensi bakteri dan kolonisasi Dengan demikian, pemberian antibiotik sistemik menjadi kontroversial , oleh karena itu, antiseptikmema inkan peran kunci untuk pengobatan luka dan perawatan pre operasi dalam praktek klinis saat ini.
Latar belakang dari penggunaan antiseptik kulit lokal adalah untuk menghindari potensi efek samping sistemik dari dosis antobiotik yang tinggi (Hirsch, 2010). Pada
penelitian
dalam Woodhead et al, alkohol 70%
Lilly
dan Lowbury
2002) menunjukkan
bahwa yodium 1%
dan klorheksidin 0,5% dalam
dua antiseptik kulit
yang
paling efektif
yang
alkohol 70%
dikuti dalam
merupakan
untuk dekontaminasi tangan pra
operasi oleh ahli bedah dan perawat.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana perawatan pre operatif dan jenis antiseptik yang digunakan di RS Margono Soekardjo?” C. Tujuan Dengan kita mengetahui perawatan pre operatif di RS Margono Soekardjo maka diharapkan setelah dilakukan analisa jurnal mengenai perbandingan chlorhexidine-alcohol dengan povidone iodine yang digunakan sebagai antiseptik dalam perawatan pre operasi maka diharapkan dengan analisa jurnal ini dapat menjadi masukan penggunaan antiseptik yang lebih efektif dalam menangani risiko infeksi pada luka operasi.
D. Manfaat 1. Bagi Perawat dan Rumah Sakit a. Mengetahui berbagai jenis antiseptik dalam perawatan pre operatif sehingga dapat menerapkan penggunaan antiseptik yang lebih unggul. b. Perawat
dapat
membandingkan
berbagai
jenis
antiseptik
serta
melakukan penelitian terkait dengan penggunaan antiseptik yang unggul yang dapat digunakan dalam berbagai kondisi di RS. 2. Bagi klien Mengurangi risiko infeksi pada luka pembedahan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup klien paska operasi dan mengurangi biaya RS.
3. Bagi Mahasiswa Melakukan penelitian mengenai penggunaan antiseptik yang lebih unggul yang dapat digunakan dalam berbagai kondisi seperti perawatan pre operasi, dressing catheter infusion, mounthwash, antiseptik cuci tangan perawat di RS.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perawatan Pre Operasi
Keperawatan
pre
operatif
merupakan
tahapan
awal
dari
keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapantahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (Kartinawati, 2011). Fase pra operasi dari peran keperawatan dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke ruang operasi. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi.
Intervensi
mempersiapkan
klien
keperawatan baik
secara
yang fisik
tepat
diperlukan
maupun
psikis.
untuk Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif (Smltzer dan Bare, 2002). 1.
Pengkajian Sebelum operasi dilaksanakan pengkajian
menyangkut
riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik dilakukan, tandatanda vital di catat dan data dasar di tegakkan untuk perbandingan masa yang akan datang. Pemeriksaan diagnostik mungkin dilakukan seperti analisa darah, endoskopi, rontgen, endoskopi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan urine. Perawat berperan memberikan penjelasan pentingnya pemeriksaan fisik diagnostik.
Disamping pengkajian fisik secara umum perlu di periksa berbagai fungsi organ seperti pengkajian terhadap status pernapasan, fungsi hepar dan ginjal, fungsi endokrin, dan fungsi imunologi. Status nutrisi klien pre operasi perlu dikaji guna perbaikan jaringan pos operasi, penyembuhan luka akan di pengaruhi status nutrisi klien. Demikian pula dengan kondisi obesitas, klien obesitas akan mendapat masalah
post operasi dikarenakan lapisan lemak
yang tebal akan meningkatkan resiko infeksi luka, juga terhadap kesulitan teknik dan mekanik selama dan setelah pembedahan. 2. Informed Consent Tanggung jawab perawat dalam kaitan dengan Informed Consent adalah memastikan bahwa informed consent yang di berikan dokter di dapat dengan sukarela dari klien, sebelumnya diberikan penjelasan yang gamblang dan jelas mengenai pembedahan dan kemungkinan resiko. 3. Pendidikan Pasien Pre operasi Penyuluhan pre operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan pendidikan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah
dalam meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan
sesudah pembedahan. Tuntutan klien akan bantuan keperawatan terletak pada area pengambilan keputusan, tambahan pengetahuan, keterampilan,dan perubahan perilaku. Penyuluhan klien pre operasi perlu dipertimbangkan masalah waktu, jika penyuluhan diberikan terlalu lama sebelum pembedahan memungkinkan klien lupa, demikian juga bila terlalu dekat dengan waktu pembedahan klien tidak dapat berkonsentrasi belajar karena adanya kecemasan atau adanya efek medikasi sebelum anastesi. Beberapa penyuluhan atau instruksi pre operasi yang dapat meningkatkan adaptasi klien pasca operasi di antaranya : a.
Latihan Nafas Dalam, Batuk dan Relaksasi Salah satu tujuan dari keperawatan pre operasi adalah untuk
mengajari pasien cara untuk meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi
darah
setelah
anastesi
umum.
Hal
ini
dapat
dicapai
dengan
memperagakan pada pasien bagaimana melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan
inspirasi
secara
maksimal)
dan
bagaimana
menghembuskan nafas dengan lambat pasien dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi paru maksimum. Setelah melakukan latihan nafas dalam beberapa kali, pasien di instruksikan untuk bernafas dalam-dalam, menghembuskan melalui mulut, ambil nafas pendek, dan batukkan. Pada insisi abdomen perawat memperagakan bagaimana garis insisi dapat dibebat sehingga tekanan diminimalkan dan nyeri terkontrol. Pasien membentuk jalinan kedua telapak tangannya dengan kuat diletakkan diatas insisi dan bertindak sebagai bebat yang efektif ketika batuk. Pasien di informasikan bahwa medikasi diberikan untuk mengontrol nyeri. Tujuan melakukan batuk adalah untuk memobilisasi sekresi sehingga mudah dikeluarkan. Jika pasien tidak dapat batuk secara efektif, pnemonia hipostatik dan komplikasi paru lainnya dapat terjadi. b. Perubahan Posisi dan Gerakan Tubuh Aktif Tujuan melakukan pergerakan tubuh secara hati-hati pada pos operasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah stasis vena dan untuk menunjang fungsi pernafasan yang optimal. Pasien ditunjukkan bagaimana cara untuk berbalik dari satu sisi ke sisi lainnya dan cara untuk mengambil posisi lateral. Posisi ini digunakan pada pos operasi (bahkan sebelum pasien sadar) dan dipertahankan setiap dua jam. Latihan ekstrimitas meliputi ekstensi dan fleksi lutut dan sendi panggul (sama seperti mengendarai sepeda selama posisi berbaring miring). Telapak kaki diputar seperti membuat lingkaran sebesar mungkin menggunakan ibu jari kaki. Siku dan bahu juga dilatih ROM. Pada awalnya pasien dibantu dan diingatkan untuk melakukan latihan , selanjutnya di anjurkan untuk melakukan secara mandiri. Tonus otot dipertahankan sehingga mobilisasi akan lebih mudah dilakukan. c. Kontrol dan Medikasi Nyeri
Disamping penyuluhan diatas pasien di berikan penjelasan tentang anastesi (bagian anastesi akan menjelaskan lebih rinci), diberikan penjelasan mengenai obat-obatan untuk mengontrol nyeri dan mungkin akan diberikan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan.Kontrol kognitif atau strategi kognitif dapat bermanfaat untuk menghilangkan ketegangan, ansietas yang berlebihan dan relaksasi, strategi yang di gunakan seperti “Imajinasi”, pasien dianjurkan untuk berkonsentrasi pada pengalaman yang
menyenangkan
atau
pemandangan
yang
menyenangkan. “Distraksi”, Pasien di anjurkan untuk memikirkan cerita yang dapat dinikmati atau berkesenian, puisi dan lain-lain.“Pikiran optimis-diri” Menyatakan pikiran pikiran optimistik semua akan berjalan lancar di anjurkan. d. Informasi Lain Pasien mungkin perlu diberikan penjelasan kapan keluarga atau orang terdekat dapat menemani setelah operasi. Pasien dianjurkan berdo’a.Pasien diberi penjelasan kemungkinan akan dipasang alat post operasinya seperti ventilator, selang drainase atau alat lain agar pasien siap menerima keadaan post operasi.
B. Antiseptik
1. Pengertian Antiseptik Antiseptik atau antimikroba (istilah yang digunakan secara bergantian) adalah bahan kimia yang diberikan pada kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik sementara maupun menetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri . Contohnya termasuk alkohol (etil dan isopropil), larutan povidon iodine, iodophors, klorheksidin dan triclosan. Antisepsis. Proses mengurangi jumlah mikroorganisme pada kulit, mukosa membran atau jaringan tubuh lainnya dengan menggunakan agen antimikroba (antiseptik) (I nf ection Preventi on Gu idelin es, 2007). Strategi utama yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi luka yaitu antibiotik sistemik dan antiseptik topikal/antibiotik. Akumulasi
yang cukup lama dalam jaringan lunak merupakan keterbatasan utama antibiotik sistemik. Lebih jauh lagi, antibiotik juga meningkatkan resistensi bakteri dan kolonisasi dengan demikian, pemberian antibiotik sistemik menjadi controversial (Hirsch, 2010). 2. Jenis dan kegunaan antiseptik Ada beberapa zat antiseptik yang digunakan untuk persiapan preoperatif pada tempat sayatan di kulit. Zat yang digunakan secara umum untuk antisepsis kulit pra operasi adalah iodophors (misalnya povidone-iodine), alkohol, dan chlorhexidine (Queensland Health, 2011). Walaupun kulit tidak
dapat
disterilkan,
memberikan
cairan
antiseptik
dapat
meminimalkan jumlah mikroorganisme di sekitar luka bedah yang dapat mengkontaminasi dan menyebabkan infeksi.
GramPositiv e
Most GramNegati
TB
Viruses Fungi
Endospor
kecepata
Efek
es
n
pada
Surgic al Scrub
Skin Preparati on
Keterangan
Iya
Iya
Tidak digunakan untuk
jaringa
ve
n
Alcohols (60 – 90% ethyl or isopropyl)
Excelle
Excelle
Excelle
Excelle
Excelle None
nt
nt
nt
nt
nt
Chlorhexidi
Excelle
Good
Fair
Excelle
Fair
ne (2 – 4%)
nt
Fast
sedang
membran mukosa
None
nt
Intermed
Slight
Iya
Iya
iate
Memiliki efek persisten yang baik, beracun untuk mata dan telinga
Iodine
Excelle
Excelle
Excelle
Excelle
preparations
nt
nt
nt
nt
Good
Fair
Intermed
Marked
Tidak
Iya
iate
Tidak digunakan untuk membrann mukosa,
(3%)
Membuat terbakar di kulit, buang setelah beberapa saat
Iodophors (7.5 – 10%) (Betadine)
Excelle
Excelle
nt
nt
ParaGood chlorometax ylenol (PCMX) (0.5 – 4%)
Excelle
Triclosan
Excelle
Good
(0.2 – 2%)
nt
Fair
Fair
Good
Good
Good
Fair
None
Unknown
Intermed
modera
iate
te
Slow
Minima
Iya
Iya
Dapat digunakan di membran mukosa
Tidak
Iya
nt
Menembus kulit, tidak boleh digunakan pada newborn
Fair
Excelle None
Unknown
nt
Intermed
Minima
Iya
Iya
iate
Penerimaan pada kulit bervariasi
C. Alkohol, Chlorhexidine Dan Povidone iodine Sebagai Antiseptik
Antiseptik
adalah
zat
yang
menghambat
atau
membunuh
mikriorganisme. Zat yang berperan sebagai antiseptik perlu memiliki sifat sebagai berikut memiliki spektrum luas dalam menginaktivasi atau menghancurkan mikroorganisme (bakteri gram positif, bakteri gram negatif, jamur, virus dan basil tuberkulosis) efektif, reaksi cepat, memiliki kemampuan menekan pertumbuhan mikroorganisme kembali, tidak menimbulkan iritasi dan alergi. Jenis antiseptik yang banyak digunakan adalah alkohol, chlorhexidine glukonat, providone iodine, triclosan, dan para chloro meta xylenol (Rasidy, 2006). Alkohol menyebabkan denaturasi protein mikroorganisme yang dapat bereaksi secara cepat, efektif dan memiliki spektrum luas. Alkohol dapat membunuh bakteri gram positif, negatif, basil tuberkulosis, jamur, virus namun tidak dapat membunuh spora. Konsentrasi alkohol yang dapat digunakan sebagai antiseptik sebesar 60-90 %. Mayoritas kandungan antiseptik dalam alkohol adalah isopropanol, ethanol, n-propanol atau
C. Alkohol, Chlorhexidine Dan Povidone iodine Sebagai Antiseptik
Antiseptik
adalah
zat
yang
menghambat
atau
membunuh
mikriorganisme. Zat yang berperan sebagai antiseptik perlu memiliki sifat sebagai berikut memiliki spektrum luas dalam menginaktivasi atau menghancurkan mikroorganisme (bakteri gram positif, bakteri gram negatif, jamur, virus dan basil tuberkulosis) efektif, reaksi cepat, memiliki kemampuan menekan pertumbuhan mikroorganisme kembali, tidak menimbulkan iritasi dan alergi. Jenis antiseptik yang banyak digunakan adalah alkohol, chlorhexidine glukonat, providone iodine, triclosan, dan para chloro meta xylenol (Rasidy, 2006). Alkohol menyebabkan denaturasi protein mikroorganisme yang dapat bereaksi secara cepat, efektif dan memiliki spektrum luas. Alkohol dapat membunuh bakteri gram positif, negatif, basil tuberkulosis, jamur, virus namun tidak dapat membunuh spora. Konsentrasi alkohol yang dapat digunakan sebagai antiseptik sebesar 60-90 %. Mayoritas kandungan antiseptik dalam alkohol adalah isopropanol, ethanol, n-propanol atau kombinasi dari kedua zat tersebut (Rasidy, 2006 dan Syaiffudin, 2005). Chlorhexidine glukonat (CHG) merupakan antiseptik yang baik terhadap mikroorganisme bakteri gram positif, negatif, basil tuberkulosis, jamur, dan virus. CHG bekerja menganggu membran sel mikroorganisme dan mempercepat kerusakan isi sel. Zat ini akan tetap aktif setelah 6 jam pemberian, aktifitasnya tidak akan terpengaruh oleh darah, mukus, sputum, penyerapan oleh kulit minimal, iritasi kulit relatif rendah dan memiliki residu yang sangat baik. Konsentrasi CHG yang digunakan sebagai antiseptik sebesar 2-4 %. Penambahan Chlorhexidine pada larutan antiseptik alkohol akan memberikan efek ativitas residu yang sangat baik (Rasidy, 2006). Povidone-iodine adalah sebuah makromolekular kompleks (polyI(1-Vinyl-2- pyrrolidinone) yang digunakan sebagai iodofor. Providone iodine diformulasikan menjadi 10% larutan yang dioleskan, 2% larutan pembersih, dan dalam banyak formulasi topikal, seperti semprotan aerosol, busa aerosol, gel vaginal, obat salep, dan pencuci mulut. Providone iodine
adalah antiseptik yang digunakan pada kulit dan mukosa, berpotensi menimbukan iritasi pada kulit, efektifitasnya akan berkurang dengan adanya bahan organik, efektifitas antibakterialnya sedang, dan memiliki efek aktifitas residu minimal. Providone iodine memiliki efek membunuh bakteri, jamur, virus dan memiliki aktivitas terhadap spora. Providone iodin akan menembus dinding sel, menghancurkan protein, struktur dan sintesis asam nukleat (Rasidy, 2006).
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN JURNAL
A. Pencarian Jurnal Penelusuran jurnal dilakukan dengan keyword : “alcohol ” AND “ povidone iodine” AND “antiseptic” dengan menggunakan EBSCO jurnal publisher, pubmed. Dengan keyword tersebut didapatkan 50 jurnal, kemudian dipilih judul yang sesuai dengan yang diharapkan.
B. Isi Jurnal Judul jurnal
:
Chlorhexidine – Alcohol
versus
Povidone – Iodine
for
Surgical-Site Antisepsis Penulis
: Rabih O. Darouiche, M.D., Matthew J. Wall, Jr., M.D., Kamal M.F. Itani, M.D., Mary F. Otterson, M.D., Alexandra L. Webb, M.D., Matthew M. Carrick, M.D., Harold J. Miller, M.D., Samir S. Awad, M.D., Cynthia T. Crosby, B.S., Michael C. Mosier, Ph.D., Atef AlSharif, M.D., and David H. Berger, M.D.
Publikasi
: N Engl J Med 2010;362:18-26.
C. Metodologi Penelitian Jurnal dengan judul “Chlorhexidine – Alcohol versus Povidone – Iodine for Surgical-Site Antisepsis” menggunakan desain penelitian randomized clinical Trial yang dilakukan di 6 Universitas yang berfasilitaskan Rumah Sakit di Amerika Serikat. Tujuan dari jurnal tersebut adalah untuk membandingkan efektifitas penggunaan chloraxidine dan alkohol dibandingkan dengan penggunaan providone iodine untuk mencegah infeksi pada luka operasi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang berumur 18 tahun keatas yang akan menjalani operasi kolorektal, usus kecil, gastrovageal, bilier, thorak, ginekologi dan urologi.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien dengan riwayat alergi terhadap chloraxidine, alkohol dan povidone iodine, pasien yang sudah mengalami infeksi sebelum dilakukan operasi dan pasien yang tidak bersedia mengikuti penelitian selama 30 hari setelah operasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengevaluasi kondisi pasien dengan mengambil riwayat medis pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, tes labolatorium kimia darah, dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital serta evaluasi pada daerah pembedahan terhadap infeksi pada pasien yang masih rawat inap. Pemeriksaan dilakukan sekali dalam seminggu pada pasien yang sudah menjalani rawat jalan, bila ditemukan infeksi pada area pembedahan maka akan dilakukan kultur mikroorganisme pada area infeksi tersebut. Penelitian yang dilakukan menggunakan sistem random/pengacakan. Untuk mengetahui perbedaan penelitian menggunakan Wilcoxon dan menggunakan Fisher membandingkan
exact
proporsi
test untuk
pasien
dalam
variabel dua
kategori.
kelompok
Untuk
dievaluasi
mengguanak uji eksak fisher, interval kepercayaan yang digunakan yaitu 95%. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu analisis menunjukkan tingkat yang lebih rendah infeksi pada daerah insisi menggunakan klorheksidin- alkohol kelompok dibandingkan pada kelompok povidoneiodine untuk masing-masing dari tujuh jenis operasi dipelajari. Pada alkohol klorheksidin- kelompok, 39 pasien mengalami infeksi (9,5%) dan data dari 370 pasien (90,5%), pada kelompok povidone-iodine, 71 pasien mengalami kejadian infeksi (16,1%) dan data dari 369 pasien (83,9%). Dalam penelitian secara acak, penerapan klorheksidin-alkohol dapat mengurangi risiko infeksi bedah 41% dibandingkan dengan menggunakan povidone-iodine. Penelitian ini memiliki kesamaan tingkat perlindungan dengan pengurangan 49% dalam risiko vascular kateter terkait infeksi aliran darah dalam meta-analisis yang menunjukkan superioritas kulit desinfeksi klorheksidin.
Keunggulan klorheksidin-alkohol dalam penelitian kami berkorelasi baik dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa chlorhexidine berbasis persiapan antiseptik lebih efektif daripada yodium yang mengandung solut dalam mengurangi bakteri di bidang operasi untuk hysterectomy vagina dan bedah pada kaki.
Meskipun penggunaan klorheksidin-alkohol mudah
terbakar karena mengandung
alkohol dalam ruang operasi menimbulkan
risiko meskipun kecil, terjadinya kebakaran atau membakar kulit, tidak ada efek samping seperti terjadi dalam penelitian ini atau penelitian lainnya . Pada
penelitian
Luna
et
al (2002)
mengemukakan
bahwa
chlorhexidine lebih efektif sebagai antiseptik dibandingkan povidone-iodine. Karena Chlorhexidine menyebabkan kerusakan pada membran plasma dengan gangguan osmotik yang sama dan penghambatan enzim. Konsentrasi tinggi chlorhexidine menyebabkan pengendapan protein dan asam nukleat. Timbulnya efek cepat chlorhexidine 15 sampai 30 detik. Durasi chlorhexidine 6
jam.
Spektrum
aktivitas
chlorhexidine
memiliki
efek
antibakteri
transparansi antara fungisida, bakteri positif dan negatif namun kurang sensitif, beberapa strain Proteus spp dan Pseudomonas spp. Chlorhexidine dapat digunakan sebagai multiantiseptik. Chlorhexidine digunakan untuk cuci tangan pada umumnya, cuci tangan pre operasi). Antiseptik kulit prosedur sebelum bedah, disinfeksi luka dan luka bakar, antibiotik dapat dikombinasikan sebagai pelumas kateter dan perawatan tali pusat. Povidone-iodine berasal iodida (iodophors) digunakan sebagai spektrum yang luas bakterisida, fungisida, antiviral dan sporicidal. Stabilitas: Pelepasan iodium (iodinasi polimer) dipengaruhi oleh suhu dan hal ini harus diperhitungkan selama penyimpanan.
Dinonaktifkan oleh materi organik.
Oksidan pada yodium, menyebabkan presipitasi protein bakteri dan asam nukleat. Onset yodium selama 3 menit. Durasi 3 jam pertama. Aktivitas spektrum yodium untuk bakteri, jamur, virus dan methicillin-resistant staphylococcus aureus, bakterisida kekuatan tengah, Mycobacteria dan spora ke tingkat yang lebih rendah. Yodium dapat diaplikasikan untuk persiapan kulit bedah, antisepsis kulit utuh, luka, vaginitis, flebitis. Toksisitas dan efek
samping lainnya yaitu tidak direkomendasikan pada bayi atau wanita hamil (serapan
meningkat
yodium),
lama
penyembuhan
menjadi
tertunda,
dermatitis kontak dan metabolik asidosis dengan penggunaan jangka panjang dan dapat meninggalkan menjadi noda pakaian.
D. Kelebihan Dan Kekurangan Jurnal Kelebihan jurnal berdasarkan analisis yang kami lakukan adalah sebagai berikut : 1. Cost effective Chlorhexidine dapat menjadi cost effective karena dapat mengurangi angka risiko infeksi sehingga pasien lebih meminimalkan biaya perawatan, konsumsi antibiotic poat operasi menjadi berkurang. 2. Maximal time Timbulnya tindakan cepat chlorhexidine 15 sampai 30 detik. Durasi chlorhexidine 6 jam. Sedangkan providone iodine Onset yodium selama 3 menit. Durasi 3 jam. 3. Penjelasan kontraindikasi Chlorhexidine dapat menyebabkan luka terbakar sehingga analis mengetahui efek samping penggunaan chlorhexidine.
Kekurangan jurnal berdasarkan analisis yang kami lakukan adalah sebagai berikut : Tidak menyertakan proses mengapa chlorhexidine dapat lebih efektif dalam meminimalkan infeksi.
BAB IV IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Perawat sebagai klinisi Memberikan perawatan pre operasi yang tepat untuk mencegah terjadinya infeksi. 2. Perawat sebagai pendidik Memberikan informasi mengenai berbagai jenis antiseptik, perawatan pre operasi, menginformasikan penelitian mengenai perbandingan kombinasi alkohol-chlorhexidine dengan povoidone iodine sebagai antiseptik. 3. Perawat sebagai peneliti Melakukan penelitian terkait jenis antiseptik yang lebih efektif. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai chlorhexidine sebagai antiseptik dalam perawatan cateter infus, membandingkan kombinasi alkoholchlorhexidine dengan alkohol-povoiodine sebagai antiseptik dan penelitian lainnya mengenai antiseptik yang lebih efektif.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari analisa jurnal maka didapatkan kesimpulan bahwa perawatan pre operasi menggunakan Chlorhexidine- alcohol lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan povidone iodine sebagai antiseptik dalam mencegah infeksi pada luka operasi.
B. Saran Perlunya dilakukan perawatan pre operasi sebagai bentuk upaya pencegahan infeksi paska operasi. Perawatan pre operasi dapat menggunakan antiseptik yang efektif dalam penggunaannya seperti yang tercantum dalam jurnal bahwa penggunaan Chlorhexidine- alcohol lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan povidone iodine sebagai antiseptik dalam mencegah infeksi pada luka operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hirsch, T., Seipp, H.M., Jacosen, F., Goertz, O., Steinau H. U., dan Steinstraesse L. (2010). Antiseptics in surgery. Eplasty. Infection Prevention Guidelines. (2007). Surgical Antisepsis. Kartinawati, E.R. (2011). Perbedaan Efektivitas Antara Chlorhexidine Dengan Povidone Iodine Sebagai Oral Hygiene Pada Penderita Dengan Ventilator Mekanik Di Icu Yang Dinilai Dengan Foto Torak. Skripsi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Luna; Ester; Fransisco; Mery; Bath; Lucia, Saura; Irene. (2002). Chlorhexidine vs. povidone-iodine as a skin antiseptic. University School of Medicine Department of Health Psychology Nacional. Queensland Health. (2011). Surgical Skin Antisepsis in Operating Threatres. Queensland Government . Number 1. Rabih O. Darouiche, Matthew J. Wall, Jr, Kamal M.F. Itani, Mary F. Otterson, Alexandra L. Webb, Matthew M. Carrick, Harold J. Miller, Samir S. Awad, Cynthia T. Crosby, Michael C. Mosier, Atef AlSharif, and David H. Berger.(2010). Chlorhexidine – Alcohol versus Povidone – Iodine for Surgical-Site Antisepsis. The New England Journal Of Medicine 362:18-26. Rasidy, Gladys. (2006). Manfaat Penggunaan Antiseptik Alcohol-Chlorhexidine gluconat-Emolien Dibandingkan Dengan Chlorhexidine gluconat Terhadap Jumlah Bakteri Terhadap Tangan Perawat Di Perinatologi, ICU Dan NICU RSCM. Tesis Universitas Indonesia. Jakarta. Saifuddin. (2005). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.