BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan berbagai makhluk hidup, termasuk manusia. Sehingga dibutuhkan pengelolaan sungai sebagai sumber daya air dalam rangka pengendalian fungsi dan daya air yang berkesinambungan. Salah satu masalah yang dihadapi pada suatu Daerah Irigasi adalah pencemaran air. Pencemaran air tersebut akan mengakibatkan kualitas air pada saluran irigasi dan sungai akan menurun, sehingga mengganggu ekosistem yang ada. Adanya proses olakan air dan loncatan hidrolik pada bangunan bendung diharapkan akan dapat meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air (dissolved oxygen). oxygen). Pencemaran air adalah penambahanunsur atau organisme laut kedalam air, sehingga pemanfaatannya dapat terganggu. Pencemaran air dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena adanya gangguan oleh adanya zat-z at beracun atau muatan bahan organik yang berlebih. Keadaan ini akan men yebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air. Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air. Besarnya beban pencemaran yang yang ditampung ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas air buangan buangan dari prosesproses proses industri dan buangan domestik domestik yang berasal dari penduduk. Bahan beracun dalam limbah dapat menyebabkan men yebabkan rantai makanan terganggu serta dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Secara umum karakteristik kimia limbah cair dapat dibedakan menjadi zat organik yang terdiri atas parameter DO, BOD, COD dan pH. Oksigen terlarut yang merupakan oksigen yang terdapat dalam
1
air (dalam bentuk molekul oksigen dan bukan dalam bentuk molekul hydrogen oksida) biasanya dinyatakan dalam mg/L (ppm) ( ppm) (Kumar, dkk ., ., 2012). Air dinyatakan tercemar apabila terdapat gangguan terhadap kualitas air sehingga air tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunanya. Masalah penyediaanair bersih telah semakin mendesak seiring dengan pertmbahan penduduk danperkembangan jumlah industri. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan airbersih perlu dilakukan pengolahan air, agar air dapat digunakan maka perlu memenuhikualitas air layak.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diangkat adalah : 1.
Apakah pengertian jar test, DO, COD, dan BOD?
2.
Bagaimanakah prinsip kerja penetapan kadar DO, BOD, dan COD?
3.
Bagaimana metode analisa parameter DO, BOD, dan COD?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dari permasalahan di atas adalah : 1.
Mengetahui pengertian jar test, DO, COD, dan BOD.
2.
Mengetahui prinsip kerja penetapan kadar DO, BOD, dan COD.
3.
Mengetahui metode analisa parameter DO, BOD, dan COD.
1.4
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah : 1.
Memberikan informasi tentang pengertian jar test, DO, COD, dan BOD.
2.
Memberikan informasi tentang prinsip kerja penetapan kadar DO, BOD, dan COD.
3.
Memberikan informasi tentang metode analisa parameter DO, BOD, dan COD.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1
Pemeriksaan kualitas Ipal Farma 1. Oksigen Terlarut / Dissolved Oxygen
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut pada perairan. Kadar oksigen yang terlarut diperairan alami bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Ikan dan organisme akuatik di perairan membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup. Kebutuhan oksigen sangat berhubungan erat dengan suhu. Kadar logam berat yang tinggi dapat mempengaruhi system respirasi organisme akuatiksehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan kadar logam logam berat tinggi tinggi akan dapat dapat menyengsarakan organisme akuatik. Tabel 2.1 Tabel Kadar Oksigen dan kaitannya dg Organisme Akuatik No
1
Kadar OT
Pengaruh terhadap Kelangsungan makhluk
(mg/Liter)
hidup
<0,3
Hanya sedikit ikan yg dapat bertahan pd masa pemaparan singkat
2
0,3 – 0,3 – 1,0 1,0
Pemaparan lama akan dapat mengakibatkan kematin ikan
3
1,0 – 1,0 – 5,0 5,0
Ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhan terganggu
4
>5,0
Ideal sebagian besar organism akuatik
2. Pemeriksaan Biochemical Pemeriksaan Biochemical Oxygen Demand (BOD) Biochemical Oxygen Demand Demand merupakan ukuran jumlah zat organik yang dapat dioksidasi oleh bakteri aerob/jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob. BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi t inggi mengindikasikan m engindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik . Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan
4
kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Menurut Mahida (1981) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200C. Nilai BOD yang tinggi ti nggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30ppm. Menurut Kristianto (2002) menyatakan bahwa uji BOD mempunyai beberapa kelemahan di antaranya adalah: (1) dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga Intermediate juga Intermediate Oxygen Demand , (2) uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari (3) uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68 % dari total BOD, (4) uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti. 3. Pemeriksaan COD COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan kimiawi secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi secara biologi. Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat kuat (Kalium Dikromat/ K2Cr2O7) K2Cr2O7) dalam suasana asam. Perairan yang memiliki kadar COD tinggi tidak ideal bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Kandungan COD pada perairan yang tidak tecemar biasanya berkisar kurang dari 20 mg/liter. Sedangkan pada
5
perairan yang tercemar lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (Effendi, 2003) 4. Pemeriksaan Jartest jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Jar Test merupakan proses penjernihan air dengan menggunakan koagulan, dimana koagulan akan membentuk flok – flok dengan adanya ion – ion yang terkandung dalam larutan sampel. Flokflok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang tumbuh dan akhirnya bersama-sama mengendap. Flok terbentuk dengan bantuan agitasi dari alat agitator. Dengan konsentrasi dan volume koagulan yang berbeda ak an membentuk koagulan yang berbeda dan tentunya akan menghasilkan tingkat kejernihan yang berbeda. Umumnya koagulan tersebut berupa Al 2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu poly-elektrolit organis Secara garis besar mekanisme pembentukan flok terdiri dari empat tahap, yaitu : 1.
Tahap destabilasi partikel koloid
2.
Tahap pembentukan partikel koloid
3.
Tahap penggabungan mikroflok
4.
Tahap pembentukan mikroflok.
Mekanisme Koagulasi Secara Fisika
1. Pemanasan
Kenaikan
suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan
antar partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak.Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid.Akibatnya partikel tidak bermuatan. Contoh: darah. 2.
Pengadukan, contoh : tepung kanji.
3.
Pendinginan, contoh : agar – agar.
Mekanisme Koagulasi Secara Kimia
6
Secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan.Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu: 1.
Menggunakan prinsip elektroforesis Proses elektroforesis adalah
pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral. 2.
Penambahan koloid Dapat terjadi sebagai berikut: Koloid yang
bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. 3.
Penambahan elektrolit Jika suatu elektrolit ditambahkan pada
sistem koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi koagulasi. Dalam proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh. Faktor – Faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi: kualitas air, suhu air, jenis koagulan, koagulan aid, ph air, jumlah garam – garam terlarut dalam air, tingkat kekeruhan air baku, kecepatan pengadukan, waktu pengadukan dan dosis koagulan.
7
2.2
Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cah aya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik
yang
cukup
besar
pada
molekul
yang
dianalisis,
sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu : – Sinar yang digunakan dianggap monokromatis – Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama
8
– Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut. – Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi – Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb : A = e.b.c dimana : A = absorban e = absorptivitas molar b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETRI UV – VIS
1.
Sumber cahaya
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki panacaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada spektrofotometer UVVis ada dua macam : a. Lampu Tungsten (Wolfram), Lampu ini digunakan untuk mengukur sampel pada daerah tampak. Bentuk lampu ini mirip dengna bola lampu pijar bia sa. Memiliki panjang gelombang antara 350-2200 nm. Spektrum radiasianya berupa garis lengkung. Umumnya memiliki waktu 1000jam pemakaian.
9
b. Lampu DeuteriumLampu ini dipakai pada panjang gelombang 190380 nm. Spektrum energy radiasinya lurus, dan digunakan untuk mengukur sampel yang terletak pada daerah uv. Memiliki waktu 500 jam pemakaian. 2. Wadah Sampel Kebanyakan
spektrofotometri
melibatkan
larutan
dan
karenanyan
kebanyakan wadah sampel adalah sel untuk menaruh cairan ke dalam berkas caha ya spektrofotometer. Sel itu haruslah meneruskan energy cahaya dalam daerah spektral yang diminati: jadi sel kaca melayani daerah tampak, sel kuarsa atau kaca silica tinggi istimewa untuk daerah ultraviolet. Dalam instrument, tabung reaksi silindris kadang-kadang diginakan sebagai wadah sampel. Penting bahwa tabungtabung semacam itu diletakkan secara reprodusibel dengan membubuhkan tanda pada salah satu sisi tabunga dan tanda itu selalu tetaparahnya tiap kali ditaruh dalam instrument. Sel-sel lebih baik bila permukaan optisnya datar. Sel-sel harus diisi sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus larutan, dengan meniscus terletak seluruhnya diatas berkas. Umumnya sel-sel ditahan pada posisinya dengan desain kinematik dari pemegangnya atau dengan jepitan berpegas yang memastikan bahwa posisi tabung dalam ruang sel (dari) instrument itu reprodusibel.
3. Monokromator Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya polikromatis menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan komponen panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian monokromator, yaitu : a. Prisma Prisma akan mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya di dapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis. 10
b. Grating (kisi difraksi) Kisi difraksi memberi keuntungan lebih bagi proses spektroskopi. Dispersi sinar akan disebarkan merata, dengan pendispersi yang sama, hasil dispersi akan lebih baik. Selain itu kisi difraksi dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum. c. Celah optis Celah ini digunakan untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diharapkan dari sumber radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang tepat, maka radiasi akan dirotasikan melalui prisma, sehingga diperoleh panjang gelombang yang diharapkan. d. Filter Berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga caha ya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih. 4. Detektor Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam rekorder dan ditampilkan dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer). Detector dapat memberikan respons terhadap radiasi pada berbagai panjang gelombang Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultra-violet. Banyak senyawa-senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang. Jika anda menyinarkan sinar UV pada larutan yang keluar melalui kolom dan sebuah detektor pada sisi yang berlawanan, anda akan mendapatkan pembacaan langsung berapa besar sinar yang diserap. Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu. Anda akan heran mengapa pelarut yang digunakan tidak mengabsorbsi sinar UV. Pelarut menyerapnya! Tetapi berbeda, senyawasenyawa akan menyerap dengan sangat kuat bagian-bagian yang berbeda dari specktrum UV. Misalnya, metanol, menyerap pada panjang gelombang
11
dibawah 205 nm dan air pada gelombang dibawah 190 nm. Jika anda menggunakan campuran metanol-air sebagai pelarut, anda sebaiknya menggunakan panjang gelombang yang lebih besar dari 205 nm untuk mencegah pembacaan yang salah dari pelarut 5. Visual display/recorder Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan maupun Absorbansi. 2.3
PRINSIP KERJA
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif. 2.4
HAL – HAL
YANG
PERLU
DIPERHATIKAN
SPEKTROFOTOMETER UV-Vis
1. Larutan yang dianalisis merupakan larutan berwarna Apabila larutan yang akan dianalisis merupakan larutan yang tidak berwarna, maka larutan tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi larutan yang berwarna. Kecuali apabila diukur dengan menggunakan lampu UV. 2. Panjang gelombang maksimum Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Hal ini dikarenakan pada panajgn gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang tersebut, perubahan absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
12
Selain itu disekitar panjang gelombang maksimal, akan terbentuk kurva absorbansi yang datar sehingga hukum Lambert-Beer dapat terpenuhi. Dan apabila dilakukan pengukuran ulang, tingkat kesalahannya akan kecil sekali. 3. Kalibrasi Panjang gelombang dan Absorban Spektrofotometer digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan dan cahaya yang diabsorbsi. Hal ini bergantung pada spektrum elektromagnetik yang diabsorb oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa yang terbentuk. Oleh karena itu
perlu
dilakukan
kalibrasi
panjang
gelombang
dan
absorban
pada
spektrofotometer agar pengukuran yang di dapatkan lebih teliti. 2.5
Volumetri
Volumetri (Titimetri) adalah metode analisis kimia yang dilakukan untuk menentukan banyaknya volume larutan yang konsentrasinya sudah diketahui dengan tepat yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang dianalisis. Teknik pelaksaaan analisis volumetri, mula-mula disiapkan larutan baku dalam buret dan larutan sampel dalam labu titrasi. Larutan baku diteteskan kedalam larutan sampel sampai titik ekivalen. Inilah yang biasa dikenal dengan istilah Titrasi (Metode Titimeri). Pada titik ekivalen, V 1 N1 = V2 N2. Jika kedua larutan tidak berwarna, maka titik ekivalen tidak dapat teramati. Sehingga perlu penambahan indikator sebagai zat pembantu dalam pengamatan titik ekivalen. Titik ekivalen (TE) tidak dapat diamati dengan mata secara la ngsung, akan tetapi yang bisa diamati hanya perubahan warna dimana titrasi harus dihentikan. Tepat saat titik akhir titrasi (TAT). Pada umumnya, titik akhir titrasi terjadi sesudah titik ekivalen. Misalnya, Titrasi CH3COOH dengan larutan NaOH menggunakan indikator fenolftalein (pp). Larutan ini kemudian dititrasi dengan NaOH sampai titik ekivalen (belum ada perubahan warna). Ketika ada kelebihan 1 tetes larutan NaOH, dengan adanya pp, akan membentuk larutan berwarna merah muda (TAT). Perbedaaan antara titik akhir titrasi dan titik ekivalen tidak boleh terlalu besar karena dapat menyebabkan kesalahan titr asi. Semakin besar perbedaan antara TA dan TE, maka semakin besar pula kesalahan titrasinya. Usahakan agar
13
TA jatuh sedekat mungkin dengan TE. Oleh karena itu, sangat penting memilih indikator yang tepat untuk memperkecil kesalahan titrasi. 2.6
Syarat-syarat Reaksi Pada Volumetri
Reaksi harus sederhana, stoikiometri (perbandingan yang setara), dan tidak
ada reaksi samping.
Reaksi harus berlangsung cepat, jika perlu dilakukan pemanasan atau
ditambah katalisator.
Pada saat terjadi titik ekivalen, terjadi perubahan yang jelas, baik secara
fisik (perubahan gas, warna, endapan) maupun kimia (perubahan PH).
Indikator yang digunakan harus harus dapat memberikan ketentuan yang
jelas pada akhir reaksi.
Jika tidak ada indikator yang mampu menunjukkan tercapainya titik
ekivalen, maka proses ini harus dapat dikerjakan secara elektrokimia. 2.7
Jenis-Jenis Analisis Volumetri berdasarkan Reaksi
Reaksi dasar dalam analisis volumetri dibagi menjadi 2 yaitu: 1.
Reaksi yang tidak dapat menyebabkan perubahan valensi (Reaksi
kombinasi ion) 2.
Reaksi yang menyebabkan terjadinya perubahan valensi (Reaksi
redoks) Dari 2 reaksi diatas dapat dibedakan lagi menjadi 3 jenis proses titrasi yaitu: 1.
Titrasi Netralisasi
2.
Titrasi Pengendapan
3.
Titrasi Redoks
1. Titrasi Netralisasi Titrasi Asidimetri
Titrasi terhadap basa bebas atau larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar asam. Contoh: NaOH dititrasi dengan HCl Reaksi: OH- + H+ → H2O
Titrasi Alkalimetri
Titrasi terhadap asam bebas atau garam yang berasal dari basa lemah dengan
14
larutan standar basa. Contoh: HCl dititrasi dengan NaOH Reaksi: H+ + OH- → H2O 2. Titrasi Pengendapan Titrasi Pengendapan
Prinsip dasar titrasi yang didasarkan pada terbentuknya endapan. Contoh: Argentometri Titrasi Cl- dengan larutan standar AgNO3 Reaksi: Cl-(aq) + Ag+(aq) → AgCl(s)
Reaksi pembentukan kompleks
Semua jenis reaksi yang menyebabkan terbentuknnya senyawa kompleks. Contoh: Kompleksometri Titrasi Cl- dengan larutan standar Hg(NO3)2 Reaksi: Cl-(aq) + Hg2+(aq) → HgCl2 (kompleks) 3. Titrasi Redoks
Semua titrasi yang menyangkut reaksi redoks atau reaksi perpindahan elektron antara zat yang dititrasi dengan zat penitrasi. Larutan standar atau sampel bisa bersifat reduktor maupun oksidator. Contoh: Titrasi Cerimetri, Iodometri, Permanganometri, dll Garam ferro (FeSO4) sebagai reduktor dititrasi dengan garam ceri (Ce(SO 4)2) sebagai oksidator
Reaksi: Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3+ Fe2+ → Fe3+ + e Ce4+ + e → Ce3++ e Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3
BAB III
15
METODE PENELITIAN
3.1
Jar Test, DO, COD, dan BOD
Jar test adalah suatu percobaan skala laboratorium untuk menentukan kondisi operasi optimum pada proses pengolahan air dan air limbah. Metode ini dapat menentukan nilai pH, variasi dalam penambahan dosis koagulan ata u polimer, pada skala laboratorium untuk memprediksi kebutuhan pengolahan air yang sebenarnya. Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal darifotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangatberperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air. Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisiskualitas air (Ficca. 2009). Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi. Dapat diketahui dengan menggunakan uji COD dan BOD. BOD singkatan dari Biochemical Oxygen Demand, atau kebutuhan oksigen biologi untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan didalam air limbah oleh mikroorganisme. Dalam hal ini bungan organik akan dioksidasi oleh mikroorganisme didalam air limbah, proses ini adalah alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Sedangkan COD (Chemical Oxygen Demand) atau oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan didalam air, dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh bahan kimia yang digunakan sebagai sumber oksigen oxidizing agent (Habib. 2011). 3.2
Analisa Jar Test
16
Metode jar test mensimulasikan proses koagulasi dan flokulasi untuk menghilangkan padatan tersuspensi (suspended solid) dan zat-zat organik yang dapat menyebabkan masalah kekeruhan, bau dan rasa. Jar test mensimulasikan beberapa tipe pengadukan dan pengendapan yang terjadi di clarification plant pada skala laboratorium. Jar test memiliki variable kecepatan putar pengaduk yang dapat mengontrol energi yang diperlukan untuk proses. Ada dua tahap proses dalam pengujian jar test. Jar test dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut floculator. Floculator adalah alat yang digunakan untuk flokulasi. Berdasarkan cara kerjanya floculator dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu pneumatic, mechanic dan baffle. Floculator pada dasarnya bertugas untuk melakukan pengadukan lambat supaya jangan sampai mikro flok yang ada menggumpal (Anonim,2010). Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter parameter proses seperti : 1) Dosis koagulan 2) pH 3) Metode pembubuhan bahan kimia 4) Kepekatan larutan kimia 5) Waktu dan intensitas pengadukkan cepat dan pengadukan lambat 6) Waktu penjernihan Sebagai contoh, jika Jartest dilakukan untuk menetukan dosis optimum koagulan untuk air baku tertentu, kondisi proses berikut ini harus dibuat sama pada semua tabung, yaitu : 1. Contoh air baku 2. Temperature 3. pH 4. Konfigurasi motor 5. Konfigurasi tabung 6. Intensitas pencampuran
17
7. Periode pencampura 8. Periode sedimen (Masrun. 1987)
Uji jartest bertujuan untuk mengetahui dosis koagulan yang tepat (optimum) untuk mengatasi kekeruhan pada air sampel.
Alat dan Bahan Uji Jartest Alat
a)
Beakerglass 1000 ml 4 buah
b) Beakerglass 500 ml 1 buah c)
Beakerglass 200ml 2 buah
d) Spatula e)
Pipet 10 ml
f)
Bola hisap
g) Jerigen h) Floculator i)
Turbidimeter
j)
pH meter dan kertas lakmus
k) Neraca analitik l)
Cawan
m) Sendok n) ATK
Bahan
a)
Kapur
b) PAC c)
Sampel air yang terdapat pada bekas galian tambang
d) Aquadest 90 % e)
Kertas Label
18
Langkah Kerja Uji Jartest
1. Mengambil sampel air 2. Menyiapkan alat dan bahan di Laboraturium 3. Membuat larutan PAC 2 % dan kapur 2% dengan cara : a) Menimbang kapur sebanyak 2 gr b)
Menimbang PAC sebanyak 2 gr
c) Memasukkan kapur dan PAC yang sudah ditimbang masing-masing pada beakerglass 200ml d) Menambahkan masing-masing 100ml aquadest 90 % e) Menghomogenkan dengan cara mengaduk 4. Memasukkan air sampel ke beakerglass 1000ml masing-masing u/ uji jartest 5. Melakukan pengecekan pH sebelum uji jartest 6. Menambahkan larutan kapur 2% masing-masing 5ml kecuali pada control 7. Memberi label Control I II III IV 8. Menambahkan larutan PAC 2%
9.
Control
= 0ml
I
= 3ml
II
= 6ml
IV
= 12ml
Hidupkan mesin floculator Power
= ON
Lampu
= ON
19
Pengadukan
= ON
Kecepatan
= 100rpm selama 1 menit 300rpm selama 5 menit
10. Matikan mesin floculator 11. Diamkan selama 5 menit 12. Melakukan pengecekan pH setelah pengadukan 13. Melakukan pengecekan kekeruhan 14. Menghitung perbandingan dosis koagulan yang tepat 15. Mengulangi proses uji jartest sesuai dosis yang tepat 16. Menghitung efektifitas perbaikan kekeruhan Hasil Uji Jartest
Tabel 1 Hasil Uji Jartest 1
Sampel
pH Awal
Kekeruhan Awal (NTU)
Dosis
pH
Koagulan
Sesudah Sesudah
(ml)
Uji
Kekeruhan
Uji Jartest
Kapur PAC Jartest
(NTU)
Control
0
0
5
244
I
5
3
6
25,8
5
6
6
73,8
III
5
9
5
284
1V
5
12
4,5
275
II
5
244
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat pada sampel III dan IV telah terjadi kejenuhan dimana kekeruhan yang didapatkan setelah dilakukan uji jartest lebih tinggi dari kekeruhan awal. Oleh karena itu, perbandingan dosis pada sampel III dan IV tidak bisa dijadikan sebagai dosis efektif penambahan koagulan. Sedangkan pada sampel I dan II, terlihat telah terjadi perbaikan kekeruhan dimana kekeruhan setelah dilakukan uji jartest lebih rendah dibandingkan kekeruhan awal. Pendekatan perbandingan dosis koagulan efektif berdasarkan sampel I dan II ialah: Kapur : PAC
20
2 : 1 Maka, sesuai perbandingan dosis koagulan efektif, pada sampel I dosis larutan kapur 2% ditambah 1 ml dan pada sampel II dosis larutan kapus 2% ditambah 7 ml. Hasil dari penyesuaian dosis koagulan efektif dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2 Hasil Uji Jartest 2 Dosis Koagulan Sampel
(ml)
pH
Kekeruhan (NTU)
Kapur
PAC
I
6
3
6
16,7
II
12
6
6
23,7
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dihitung efektifitas perbaikan kekeruhan air, yaitu: Kekeruhan sampel I
= seb - ses x 100% seb = 244 - 16,7 x 100% 244 = 93.16 %
Kekeruhan sampel II
= seb - ses x 100% seb = 244 - 23,7 x 100% 244 = 90,28 %
3.3
Analisa DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter
21
penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O 2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat se jauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain seperti kob dan kod. Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponenkomponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air. Oksigen dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
22
Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun ( toksik ). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya. Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
23
1.
Metoda titrasi dengan cara WINKLER Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H – KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan : MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI 2 Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20 MnO2 + 2 KI + 2 H 2O ==>
Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na 2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI
2.
Metoda elektrokimia Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara
langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat
yang
tepat.
Dengan
mengikuti
prosedur
penimbangan
kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil
24
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah Katoda : O2 + 2 H2O + 4e ==> 4 HOAnoda : Pb + 2 HO - ==> PbO + H 20 + 2e Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO met er. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak
25
membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I 2 oleh endapan. Penanggulangan kelebihan/kekurangan kadar oksigen terlarut Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara : 1.
Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut akan menurun.
2.
Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik. Cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah
dengan cara: 1.
Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen terlarut akan naik.
2.
Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semaki n kadar oksigen terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat.
3.
Mengurangi bahan – bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah.
4.
Diusahakan agar air tersebut mengalir.
2.1
Analisa BOD (Biological Oxygen Demand)
Biological Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah
oksigen
yang
dibutuhkan
oleh
bakteri
untuk
menguraikan
26
(mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sisitem pengolahan
biologis
bagi air
yang tercermar
tersebut.
Penguraian
zat
organis adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerob. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan Reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut: CnHaO b Nc + ( n + a/4 – b/2 – 3c/4 ) O2 ——– à nCO2 + ( a/2 – 3c/2 ) + H2O + cNH3 Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75 % dan 20 hari supaya 100% tercapai maka pemeriksaan BOD dapat dipergunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis. Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O 2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat – zat organis yang ada dalam 1 L sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat – zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mokrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung didalam air dan diukur dalam satuan ppm. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat pengotor air baku. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Rendahnya nilai oksigen terlarut berarti beban
pencemaran
meningkat
sehingga
koagulan
yang
bekerja
untuk
mengendapkan koloida harus bereaksi dahulu dengan polutan – polutan dalam air menyebabkan konsusmsi bertambah.
27
Metode Analisa BOD
Metode Pemeriksaan BOD adalah dengan metode Winkler (titrasi di laboratorium). Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl 2 den NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H 2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akanmembebaskan molekul iodium (I 2) yang
ekivalen
dengan
oksigen
terlarut.
Iodium
yang
dibebaskan
ini
selanjutnyadititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na 2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses ters ebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75% reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C atau 3 hari pada suhu 25°C – 27°C diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsumsi oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya belum selesai. Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan pengencer MgSO 4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum (Alaerts dan Santika, 1984). 1.
Metoda titrasi dengan cara Winkler
Prinsip analisa BOD sama dengan penganalisaan Oksigen Terlarut salah satunya adalah metode winkler. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.
28
Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl 2 dan NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H 2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I 2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan : MnCI2 + NaOH
Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 2 MnO 2 + 2 H2O MnO2 + 2 KI + 2 H 2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na 2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
2.
Metoda Elektrokimia
Metode Elektrokimia adalah menggunakan peralatan DO Meter. Untuk menganalisa kadar BOD dengan alat ini adalah dengan menganalisa kadar DO hari 0 dan selanjutnya menganalisa kadar DO hari ke 5. Selanjtnya kadar BOD dapat dianalisa dengan mengurangkan selisih keduanya. Cara penentuan oksigen terla rut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah Katoda : O2 + 2 H2O + 4e
4
HO-
Anoda : Pb + 2 HO - PbO + H 2O + 2e Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis BOD a.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui penganalisaan oksigen terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda Winkler lebih analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu
29
diperhatikan dala titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO met er. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah dimana dengan cara Winkler penambahan indikator amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan. b.
Metoda Elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia tidak lebih akurat dibandingkan metode winkler disebabkan alat ini tidak dapat mendeteksi keseluruhan nilai oksigen terlarut dengan baik. Namun kelebihan metode ini adalah alat ini mudah digunakan dan hasil yang diperoleh relatif cepat.
Penanggulangan Kelebihan Kadar BOD
Penanggulangan kelebihan kadar BOD adalah dengan cara sistem lumpur aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai 90%. Ada pula cara yang lain yaitu dengan Sistem Constructed Wetland merupakan salah satu cara untuk pengolahan lindi yang memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dan akar tanaman. Sistem ini juga merupakan sistem pengolahan
30
limbah yang ekonomis. Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan sistem sub-surface constructed wetland untuk menurunkan kandungan COD, BOD dan N total. Apabila kandungan zat-zat organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan. Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah cair sebelum dibuang ke perairan, dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat tersebut menggunakan adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi yang besar adalah zeolit alam. Kemampuan adsorpsi zeolit alam akan meningkat apabila zeolit terlebih dahulu diaktifkan.
2.2
Analisa COD (Chemical Oxygen Demand)
KOK= Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) adalah jumlah oksidan Cr 2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O7 (2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr (3+). Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr 2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr (3+) kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr (3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr 2O7(2-) pada panjang gelombang 420 nm. Kelebihan dan Kelemahan Metode Analisis COD
Adapun kelebihan dari metode analisi COD adalah sebagai berikut : 1. Memakan waktu ±3 jam, sedangkan BOD 5 memakan waktu 5 hari.
31
2. Untuk menganalisa COD antara 50 – 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel, sedangkan BOD 5 selalu membutuhkan pengenceran. 3.
Ketelitan dan ketepatan (reprodicibilty) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD5.
4.
Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah. Sedangkan kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara
zat yang sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja. Untuk tingkat ketelitian pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.Senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik.
Penanggulangan Kelebihan/Kekurangan Kadar COD a.
Penanggulangan kelebihan Kadar COD
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun. Pada proses pembentukan lapisan biofilm, agar diperoleh hasil pengolahan yang optimum maka dalam hal pendistribusian larutan air kolam retensi Tawang pada permukaan media genting harus merata membasahi seluruh permukaan media. Hal ini penting untuk diperhatikan agar lapisan biofilm dapat tumbuh melekat pada seluruh permukaan genting. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD semakin besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-
32
bahan organik yang terkandung di dalam limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir sehingga persentase penurunan COD nya meningkat. Karena dengan COD awal yang kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila dilewatkan trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya untuk menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena dengan penambahan jumlah tray akan memperbanyak jumlah ruang / tempat bagi mikroorganisme penurai untuk tumbuh melekat. Sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosen penurunan COD optimum diperoleh pada tray ke 3. Pada penelitian ini, efisiensi Trickling Filter dalam penurunan COD tidak dapat menurunkan sampai 60% dikerenakan : 1)
Aliran air yang kurang merata pada s eluruh permukaan genting karena nozzle yang digunakan meyumbat aliran air limbah karena tersumbat air kolam retensi Tawang.
2)
Supplay oksigen dan sinar matahari kurang karena trickling filter diletakkan didalam ruangan sehingga pertumbuhan mikroba kurang maksimal.
Dalam penumbuahan mikroba distibusi air limbah dibuat berupa tetesan agar air limbah tersebut dapat memuat oksigen lebih banyak jika dibanding dengan aliran yang terlalu deras karena oksigen sangat diperlukan mikroba untuk tumbuh berkembang b.
Penanggulangan Kekurangan Kadar COD
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigenoksigen yang tersedia dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD, TSS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt terdegredasi secara biologis.
33
EM4 pengobatan 10 hari dalam tangku aerasi harus dilanjutkan karena peningkatan konsentrasi COD
2.3
Metode Analisa 2.3.1
Jar Test
Prinsip kerja jar test adalah membuat air limbah bergerak berputar searah, sehingga padatan yang tercampur dalam cairan limbah akan bergerak searah. Perputaran tersebut dilakukan dengan 2 kecepatan yaitu kecepatan tinggi yang digunakan untuk memisahkan partikel dengan cairan dan kecepatan lambat digunakan untuk membentuk flok-flok. Kemudian limbah didiamkan untuk mengendapkan flok-flok yang telah terbentuk. Jar Test bermanfaat dalam menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Alat dan Bahan Uji Jartest 1. Alat a)
Beakerglass 1000 ml 4 buah
b)
Beakerglass 500 ml 1 buah
c)
Beakerglass 200ml 2 buah
d)
Spatul
e)
Pipet 10 ml
f)
Bola hisap
g)
Jerigen
h)
Floculator
i)
Turbidimeter
j) pH meter dan kertas lakmus k) Neraca analitik l)
Cawan
m) Sendok n)
ATK
34
2. Bahan a)
Kapur
b) PAC c)
Sampel air yang terdapat pada bekas galian tambang
d) Aquadest 90 % e)
Kertas Label 1. Buat larutan koagulan 0,5 % 2.
Buat larutan flokulan 0,05 %
3. Masukkan sampel air limbah ke dalam setiap beaker glass, masing-masing 500 ml 4. Check suhu dan pH air limbah. Atur suhu pada suhu kamar dan pH netral ( ± 7 ). Ini perlu dilakukan karena umumnya koagulan dan fokulan dapat bekerja optimal pada suhu kamar dan pH netral/ 5. Buat dan tentukan 4 seri dosis bahan kimia yang akan dipakai. Misal : Dosis koagulan = 80 ppm 90 ppm 100 ppm 110 ppm Dosis flokulan = 3 ppm 4 ppm 5 ppm 6 ppm 6. Masukkan koagulan ke dalam masing-masing beaker glass yang telah bersisi air limbah dengan dosis yang berbeda tetes demi tetes 7. Setelah itu masukkan flokulan dengan cara yang sama 8. Pada saat mulai memasukkan bahan kimia hidupkan pula stop watch 9. Sebagai patokan : a) 1 ml larutan koagulan bernilai 10 ppm ketika dimasukkan ke dalam air limbah 500 ml b) 1 ml larutan flokulan bernilai 1 ppm ketika dimasukkan ke dalam air limbah 500 ml
35
c) Pada umumnya untuk air limbah dengan TSS 1500 s/d 3000 dosis Koagulan ± 100 ppm, dosis flokulan = ± 6 ppm
10. Setelah selesai pemberian dosis lakukan pengadukan secara bersamaan pada keempat beaker glass. 11. Lihat dan catat waktunya, beaker glass mana yang paling cepat terjadinya flok dan yang paling cepat terjadi pengendapan. 12. Setelah selesai lihat hasil yang paling jernih.Itu yang terbagus 13. Prosedur dapat diulangi sesuai kebutuhan
2.3.2
DO Alat dan Bahan
Alat: 1.
Botol Winkler
2.
Pipet volumetri 2 mL
3.
Bulb
4.
Erlenmeyer asah 500 mL
5.
Buret
6.
Pipet tetes
7.
Labu semprot
8.
Statif dan klem
Bahan 1.
Sampel air
2.
MnSO4
3.
Alkali Iodida Azida (KI)
4.
H2SO4 4 N
5. 6.
Na2S2O3 0,02 N Kanji
36
7.
Air suling
Cara Kerja Penetapan Kadar DO
1. Dimasukkan botol Winkler ke dalam wadah berisi sampel (botol Winkler didasar wadah dan tenggelam), ditunggu hingga penuh, 2. Dipipet 2 mL MnSO 4 dan 2 mL Alkali Iodida Azida, ditambahkan pada botol Winkler berisi sampel (botol winkler masih di dalam wadah berisi sampel dan pipet diletakkan di dasar botol Winkler), 3. Dihomogenkan, ditunggu 15 menit hingga endapan turun di dasar botol, 4. Larutan jernih di botol Winkler dituangkan ke erlenmeyer as ah 500 mL, 5. Endapan yang tersisa di botol Winkler dilarutkan dengan H 2SO4 4 N hingga larut, lalu dituangkan juga ke erlenmeyer asah 500 mL yang sama, 6. Larutan di erlenmeyer asah dititar dengan Na 2S2O3 0,02 N hingga kuning seulas, 7. Ditambahkan 2 – 3 tetes indikator kanji (warna larutan menjadi biru), 8. Larutan dititar kembali dengan Na 2S2O3 0,02 N hingga tak berwarna, dan 9. Dilakukan minimal duplo. Blanko
1. Dimasukkan botol Winkler ke dalam wadah berisi air suling (botol Winkler didasar wadah dan tenggelam), ditunggu hingga penuh, 2. Dipipet 2 mL MnSO 4 dan 2 mL Alkali Iodida Azida, ditambahkan pada botol Winkler berisi air suling (botol winkler masih di dalam wadah berisi air suling dan pipet diletakkan di dasar botol Winkler), 3. Dihomogenkan, ditunggu 15 menit hingga endapan turun di dasar botol, 4. Larutan jernih di botol Winkler dituangkan ke erlenmeyer as ah 500 mL, 5. Endapan yang tersisa di botol Winkler dilarutkan dengan H 2SO4 4N hingga larut, lalu dituangkan juga ke erlenmeyer asah 500 mL yang sama, 6. Larutan di erlenmeyer asah dititar dengan Na 2S2O3 0,02 N hingga kuning seulas,
37
7. Ditambahkan 2 – 3 tetes indikator kanji (warna larutan menjadi biru), dan 8. Larutan dititar kembali dengan Na2S2O3 0,02 N hingga tak berwarna. Perhitungan
Keterangan V botol
= volume botol Winkler
4 mL
= 2 mL MnSO 4 + 2 mL Alkali Iodida Azida
a
= V p untuk D0 sampel
Bst O2
=8
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukkan jumlah oksigen yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme lainnya. Selain itukemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air.oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping parameter lain seperti COD dan BOD. Di dalam air, oksigen memainkan
peranan dalam menguraikan
komponen-komponen kimia maupun organik menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya
38
oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan komponen dalam air. Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan:
Metoda titrasi dengan cara Winkler
Metoda elektrokimia
2.3.3
BOD
Alat Dan Bahan
Alat : 1.
Botol Winkler
2.
Pipet volumetri 2ml dan 10 mL
3.
Piala gelas 400 dan 800 mL
4.
Buret coklat
5.
Klem dan statif
6.
Erlenmeyer asah
7.
Labu semprot plastik
8.
Pipet tetes
9.
Wadah penampung sampel
10. Inkubator 11. Corong 12. Kaca
arloji
13. Neraca
digital
14. Pengaduk 15. Labu ukur 100 mL 16. Gelas
ukur
17. Kertas
saring
18. Kertas
penggganjal
19. Bulb 20. Alas
titar dan pembaca buret
Bahan:
39
1.
Sampel air
2.
Air suling
3.
Larutan MnSO4
4.
Larutan Alkali Iodide Azida
5.
Larutan Na2S2O3 0,02 N
6.
Larutan H2SO4 4 N
7.
Indikator kanji
8.
Larutan KI 10%
Cara Kerja Penetapan Kadar BOD
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, 2. Disiapkan sampel di dalam botol winkler yang telah diinkubasi selama 5 hari pada suhu 200C, 3. Dipipet 2 mL larutan MnSO4 dan dimasukan ke dalam botol Winkler (dasar botol) lalu dilepas secara perlahan di dasar botol sambil dingkat pelan – pelan, 4. Dipipet larutan alkali iodide, cara memasukannya seperti memasukan larutan MnSO4, 5. Larutan yang ada di dalam botol Winkler dihomogenkan dan ditunggu hingga endapan mengendap, 6. Cairan jernih dituangkan terlebih dahulu ke erlenmeyer asah, sementara endapan yang terbentuk harus dilarutkan terlebih dahulu dengan larutan H2SO4 4 N kemudian dituangkan ke dalam erlenmeyer asah yang sama, 7. Dititar dengan menggunakan larutan Na 2S2O3 0,02 N hingga berwarna kuning muda seulas, 8. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dikocok hingga berubah warna menjadi biru, 9. Kemudian dititar kembali dengan larutan Na 2S2O3 0,02 N hingga tidak berwarna, dan 10.
Pekerjaan dilakukan duplo.
Blanko
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
40
2. Disiapkan air suling di dalam botol winkler yang telah diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 0C, 3. Dipipet 2 mL larutan MnSO4 dan dimasukan ke dalam botol Winkler (dasar botol) lalu dilepas secara perlahan di dasar botol sambil dingkat pelan – pelan, 4. Dipipet larutan alkali iodide, cara memasukannya seperti memasukan larutan MnSO4, 5. Larutan yang ada di dalam botol Winkler dihomogenkan dan ditunggu hingga endapan mengendap, 6. Cairan jernih dituangkan terlebih dahulu ke erlenmeyer asah, sementara endapan yang terbentuk harus dilarutkan terlebih dahulu dengan larutan H2SO4 4 N kemudian dituangkan ke dalam erlenmeyer asah yang sama, 7. Dititar dengan menggunakan larutan Na 2S2O3 0,02 N hingga berwarna kuning muda seulas, 8. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dikocok hingga berubah warna menjadi biru, 9. Kemudian dititar kembali dengan larutan Na 2S2O3 0,02 N hingga tidak berwarna, dan Pekerjaan dilakukan duplo. Perhitungan
41
Keterangan D0 sampel
= nilai BOD (DO) sampel pada hari ke 0
D5 sampel
= nilai BOD sampel pada hari ke 5
D0 blanko
= nilai BOD (DO) blanko pada hari ke 0
D5 blanko
= nilai BOD blanko pada hari ke 5
V botol
= volume botol Winkler
4 mL
= 2 mL MnSO 4 + 2 mL Alkali Iodida Azida
a
= V p untuk D 0 sampel
b
= V p untuk D 5 sampel
c
= V p untuk D 0 blanko
a
= V p untuk D 5 blanko
Bst O2
=8
Karena sampel tidak diencerkan maka FP = 1 Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme pada saat penguraian bahan / zat – zat organik pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanannya dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Penentuan BOD sebenarnya adalah suatu prosedur yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan
oleh
suatu
mikroorganisme
selama
organisme
tersebut
menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu peraiaran, pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam. Semakin tinggi nilai BOD, maka semakin banyak jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroba, dan jumlah zat organik yang ada di sampel berbanding lurus dengan kebutuhan Oksigen. Artinya, semakin tinggi nilai BOD maka semakin ban yak
42
jumlah zat organik yang ada. Dengan demikian, dapat disimpulkan kualitas sampel air dapat dinyatakan buruk. Fungsi dari BOD antara lain:
Menentukan tingkat pencemaran sampel air
Menentukan kualitas suatu sampel air
Menelusuri aliran pencemaran dan tingkat hulu ke muara
Mengukur kebutuhan oksigen nyata dalam air
Selama pemeriksaan/pengerjaan BOD sampel yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk mencegah kontaminasi oksigen yang berada di udara bebas. Maka dari itu, pengambilan sampel dilakukan masih dalam wadah penampung dengan posisi air berada lebih tinggi dari pada botol sampel. Pada saat penambahan pereaksi MnSO 4 dan Alkali Iodida Azida pun harus dilakukan tanpa mengeluarkan botol. Setelah didiamkan sekitar 15 menit maka akan timbul endapan Mn(OH) 2 yang berwarna coklat. Ketika akan dititar, larutan sampel dimasukan ke erlenmeyer asah. Untuk melarutkan endapan digunakan H 2SO4 4N. Natrium tiosulfat adalah bahan baku sekunder, maka dari itu harus distandarisasi terlebih dahulu dengan KIO 3 atau K 2Cr 2O7. Saat itulah diperlukan erlenmeyer asah agar Iod yang digunakan tidak menguap sehingga memperkecil terjadinya kesalahan kerja. Digunakannya indikator kanji untuk mengetahui titik akhir namun penambahannya pada saat mendekati titik akhir. Konsentrasi air buangan atau sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan berlangsung. Hal ini penting diperhatikan mengingat Oksigen kelarutannya dalam air sangatlah terbatas. Waktu inkubasi dilakukan selama 5 hari dalam suhu 200C dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi dari amonia yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa amonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit atau nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD.
43
2.3.4
COD
Alat dan Bahan Alat : 1.
Pipet volumetri 50 mL
2.
Piala gelas 400 dan 800 mL
3.
Buret coklat
4.
Klem dan statif
5.
Erlenmeyer
6.
Labu semprot plastik
7.
Pipet tetes
8.
Corong
9.
Kaca arloji
10. Neraca
digital
11. Pengaduk 12. Gelas
ukur
13. Kertas
saring
14. Kertas
penggganjal
15. Bulb 16. Kaki
tiga
17. Kasa
asbes
18. Pembakar 19. Alas
teklu
titar dan pembaca buret
44
Bahan: 1. 2.
Sampel air
Air suling
3.
H 2 SO4 pekat
4.
K 2Cr 2O7 0,1 N
5.
Larutan FAS 0,05 N
6.
I ndikator ferroin
Cara Kerja (Penetapan COD)
1. Dipipet 50,00 ml sampel ke dalam Erlenmeyer, 2. Ditambahkan 5 ml H 2SO4 pekat, kemudian ditambahkan K 2Cr 2O7 0,1 N (pipet volum) lalu ditambahkan batu didih, 3. Dididihkan selama 15 menit (warnanya sindur), 4. Larutan didinginkan kemudian ditambahkan indikator ferroin, 5. Larutan dititar dengan FAS 0,05 N hingga TA merah coklat, 6. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volume penitar 0,1 ml, dan 7. Dilakukan blanko untuk mengetahui jumlah K 2Cr 2O7 yang bereaksi dengan zat organik.
Blanko 1. Dipipet 50,00 ml sampel ke dalam Erlenmeyer, 2. Ditambahkan 5 ml H 2SO4 pekat, kemudian ditambahkan K 2Cr 2O7 0,1 N (pipet volum) lalu ditambahkan batu didih, 3. Dididihkan selama 15 menit (warnanya sindur), 4. Larutan didinginkan kemudian ditambahkan indikator ferroin, 5. Larutan dititar dengan FAS 0,05 N hingga TA merah coklat, 6. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volume penitar 0,1 ml, dan
45
7. Dilakukan blanko untuk mengetahui jumlah K 2Cr 2O7 yang bereaksi dengan zat organik.
Penetapan Kenormalan (Standardisasi) FAS BBP K 2Cr 2O7 1. Ditimbang ± 0,245 gram hablur garam K 2Cr 2O7, 2. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian diimpitkan dengan air suling, 3. Larutan dipipet sebanyak 10,00 ml ke dalam Erlenmeyer kemudian diencerkan hingga volumenya 100 ml dengan air suling, 4. Ditambahkan 5 ml H2SO4 4 N kemudian indikator feroin, 5. Dititar dengan FAS 0,05 N hingga warna TA merah coklat, dan 6. Serangkaian tahapan pekerjaan dilakukan minimal duplo dengan selisih volume penitar.
Perhitungan Normalitas FAS
Keterangann:
Np adalah normalitas FAS mg BBP adalah mg K 2Cr 2O7 yang ditimbang Vp adalah volume titran yang dibutuhkan untuk standardisasi FP adalah faktor pengenceran Bst K 2Cr 2O7 adalah 1/6 Mr, yaitu 49.
Perhitungan Kadar COD
46
Keterangan :
V sampel adalah ml contoh yang dipipet (50) Np adalah normalitas FAS hasil standardisasi Vb
adalah volume titran yang dibutuhkan untuk blanko
Vp
adalah volume titran yang dibutuhkan untuk sampel
FP
adalah faktor pengenceran
Bst O2 adalah 1/2 Mr, yaitu 8. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah Oksigen terlarut yang dibutuhkan oksidator untuk mengoksidasi zat – zat pencemar organik dalam air. Semakin banyak zat pencemar organik di dalam air, artinya kadar COD akan semakin besar. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar kadar COD menandakan kualitas air yang semakin rendah. Dalam perhitungannya, kadar COD ditetapkan dalam satuan part per million (ppm).
Penetapan kadar COD dalam sampel air dilakukan dengan metode Dikromatometri yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi. Karena inilah metode Dikromatometri digolongkan sebagai metode yang didasarkan pada reaksi reduksi – oksidasi (redoks). Prinsip titrasi yang digunakan dalam metode ini adalah titrasi kembali dimana Kalium Dikromat ditambahkan berlebih terukur ke dalam larutan contoh, sisa dari Kalium Dikromat akan bereaksi dengan Fero Ammonium Sulfat (FAS) dengan kehadiran indikator ferroin memberikan warna TA yaitu merah coklat teh. Pemilihan jenis titrasi kembali didasarkan pada fakta bahwa analat (zat organik) tidak dapat bereaksi langsung dengan penitar (FAS) dimana telah diketahui bahwa keduanya adalah sama – sama reduktor.
Suasana oksidasi zat organik oleh Kalium Dikromat berlangsung dalam H2SO4 pekat sehingga pada prosedur kerjanya ditambahkan H 2SO4 pekat. Sebagaimana telah diketahui bahwa H 2SO4 pekat merupakan zat yang sangat bersifat korosif, irritant , dan oksidator sehingga sangat berbahaya bila kontak
47
dengan kulit. Oleh karena itu jika kita bekerja dengan zat ini, sudah seharusnya kita senantiasa waspada, mawas diri, hati – hati, dan tentunya memakai perlindungan (APD) yang seharusnya agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan (teman saya sudah membuktikan bagaimana rasanya kena zat ini).
Karena menggunakan titrasi kembali maka kita tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah K 2Cr 2O7 yang bereaksi dengan analat sehingga digunakanlah blanko untuk mengetahuinya. Volume penitaran blanko pada titrasi kembali pasti memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan volume penitaran sampel sehingga selisih antara volume penitar blanko dengan sampel merupakan jumlah K 2Cr 2O7 yang bereaksi dengan analat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
48
1. Oksigen sangat di buuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan dan
metabolisme. Dalam perairan oksigen berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrient yang sangat di butuhkan organismeperairan. 2. Pemeriksaan pemeriksaan DO & BOD dengan menggunakan titrasi Iodometri atau DO portable meter 3. Untuk pemeriksaan BOD 5 hari perhatikan masa penyimpanan sampel. Sampel disimpan dalam incubator selama berapa hari sesuai kebutuhan. 4. Alat Jartest di gunakan untuk menentukan jenis koagulan dan dosis yang tepat untuk di gunakan untuk pengolahan. B. Saran 1. Memperhatikan
prosedur
petunjuk
pengambilan
sampel
air
dan
pengawetan sampel sesuai SNI 06-2412-1991 2. Perlu identifikasi pemeriksaan kualitas air sampel yang di ambil. 3. Untuk menunjang dan melengkapi praktikum mahasiswa maka segera
laboratorium lingkungan di STT Pelita Bangsa
DAFTAR PUSTAKA
Buchari, I Wayan Arka dkk 2001. Kimia Lingkungan. UPT Udayana, Bali Kesling, 1990 LKP Panduan Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Lingkungan, Purwoketo: AKL Purwokerto
49