PENDAHULUAN Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah suatu penyakit progresif, tanpa penanganan yang signifikan akan memberikan hasil yang fatal. Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) pertama kali dideskripsikan pada akhir 1800 di Perancis. Penyakit ini progresif fatal dan menyebabkan kelemahan otot-otot volunteer.1 Amyotrophic lateral sclerosis adalah penyakit yang mempengaruhi motor neurons, khususnya sel-sel saraf pada medula spinalis dan bagian otak yang berhubungan dengan medulla spinalis (batang otak). Motor neuron penting untuk mengontrol pergerakan dan kekuatan otot. Kebanyakan orang dengan amyotrophic lateral sclerosis mengalami kondisi yang dideskripsikan sebagai sporadik atau tidak diturunkan. Penyebab amyotrophic lateral sclerosis sporadik secara garis besar belum diketahui tapi kemungkinan melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Kira-kira 10 % dari mereka mengalami bentuk familial amyotrophic lateral sclerosis yang disebabkan oleh mutasi genetik yang diturunkan.2 DEFINISI Charcot mendeskripsikan amyotrophic lateral sclerosis (ALS) pada tahun 1874. Rambatan paralisis ini disebut juga Lou Gehrig’s disease, masih belum nyata pengaruh terapi yang
tersedia saat ini. Akan tetapi kemajuan genetika telah
mempercepat langkah penelitian ALS pada dekade yang lalu, menjanjikan penanganan yang lebih efektif. 1 ALS memiliki dua tujuan. Dalam satu pengertian, ALS merujuk pada beberapa kondisi yang menyerang orang dewasa yang dikaraktristik oleh degenerasi progresif motor neuron. Di United Kingdom, istilah penyakit motor neuron digunakan untuk penyakit ini. Pada pengertian kedua, ALS merujuk pada satu bentuk spesifik penyakit motor neuron dimana terdapat tanda-tanda upper dan lower motor neuron. “Amyotrophic” merujuk pada atrofi, kelemahan dan fasikulasi otot yang terjadi pada lower motor neuron (LMN). “sclerosis Lateral” merujuk pada kolum lateral medulla spinalis yang keras pada palpasi specimen otopsi, dimana terjadi gliosis yang diikuti oleh degenerasi traktus kortikospinalis. Tanda klinik yang ditimbulkan adalah: reflex
1
tendon yang berlebihan, Hoffmann sign, klonus, dan Babinsky sign. Jika hanya tanda LMN yang terlihat, kondisi ini disebut atrophy spinal muscular progresif.2, 11 Pada sklerosis primer lateral, hanya tanda upper motor neuron (UMN) yang terlihat. Syndrome ini dipertimbangkan sebagai varian ALS oleh karena, pada otopsi, abnormalitas yang terjadi terutama melibatkan UMN dan LMN. Gejala-gejala yang bersamaan hanya terdapat pada 10 % dari seluruh kasus penyakit motor neuron yang menyerang orang dewasa. Pada pasien dengan ALS khas, gejala-gejala primer yang timbul adalah kelemahan, yang dimulai pada tangan atau kaki atau dapat bermanifestasi melalui bicara yang tidak jelas dan disphagia. Pada pemeriksaan hampir selalu tanda LMN bersamaan dengan tanda UMN. Penyakit ini bersifat progresif; durasi rata-rata survival rate adalah 3-5 tahun.3, 11 FREKUENSI Amyotrophic lateral sclerosis adalah penyakit yang menyerang umur dewasa dengan puncak serangan antara 50 dan 60 tahun dan prevalensi pria yang kecil (ratio pria : wanita, 3 : 2); pada 10 % kasus meningkat sebelum umur 40 tahun dan 10 % yang lain sesudah 70 tahun. Gejala-gejala awal mempengaruhi area tubuh yang terbatas. Bentuk bulbar sebesar 35 % kasus dan bentuk spinal 65 %. Dengan insiden tahunan 2.3 (wanita) sampai 2.9 (pria) kasus per 100 000 populasi dan prevalensi 4-7 kasus per 100 000, ALS merupakan kasus jarang di Italia. Laporan dari beberapa media menekankan terjadinya peningkatan ALS diantar pemain bola professional di Italia. 4 Insiden ALS pada populasi keturunan Eropa kira-kira 2 per 100,000 populasi per tahun. Resiko terjadinya perkembangan ALS bagi mereka dengan umur 18 tahun, diperkirakan terjadi pada 1 dari 350 pria dan 1 dari 420 wanita. Perkiraan ini sama dengan
database
Eropa
yang
menggunakan
metode
yang
berbeda.
Rata-rata durasi penyakit dari onset klinik adalah 3 tahun. Oleh karena itu, prevalensi penyakit diperkirakan terjadi pada 6 dari 100,000 populasi.1 Di Eropa, data insiden sesuai umur sama dengan populasi di Amerika serikat. Kebanyakan variabilitas diantara beberapa negara mungkin disebabkan oleh perbedaan komposisi umur atau perbedaan dalam temuan kasus. Akan tetapi data terbaru menunjukkan bahwa terdapat variabilitas etnik insiden penyakit ini, yang dapat 2
dijelaskan secara keseluruhan melalui temuan-temuan kasus yang berbeda, dengan insiden lebih rendah pada yang bukan kulit putih atau seseorang dengan campuran etnik.2 MORTALITAS/MORBIDITAS Rata-rata durasi penyakit dari onset klinik sampai kematian adalah 3 tahun. Onset pad umur lebih muda faktor prognostiknya baik. Beberapa varian ALS, rangkaian penyakitnya lebih luas. Beberapa bentuk familial ALS, rangkaian perjalanan penyakitnya lebih cepat dari rata-rata, dan beberapa lebih lambat.2 ETIOLOGI Etiologi penyakit ini multifaktorial, melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Kematian motor neuron dipercaya muncul dari mutasi superokside dismutase 1 gen (SOD 1, dipetakan kromosom 21. Metabolisme neurofilamen abnormal, disfungsi transporter glutamate, disfungsi mitokondria, dan perubahan respon terhadap growth factor dapat memainkan peranan penting pada gangguan ini. Penyakit diturunkan pada 5-10 % kasus yang memicu timbulnya familial ALS (FALS) dan mutasi pada SOD1 sebesar 15-20 % pada keluarga dengan FALS. Dua lokus ALS tambahan yaitu pada kromosom 16q12.1-q12.2 dan 20. Mutasi yang paling baru diidentifikasi pada gen pheriperine (12q12-13q) dapat menyebabkan ALS dengan persentase
kecil,
yang
mendukung
data
adanya
keterlibatan
disorganisasi
neurofilament dalam pathogenesis penyakit ini. Perhatian diarahkan pada peranan vascular endothelial growth faktor (VEGF) yang penting dalam angiogenesis yang juga terlibat dalam neuroproteksi. Penurunan level VEGF merupakan predisposisi pada ALS tikus dan manusia. Pada tikus dengan ALS yang ditangani dengan VEGF, angka harapan hidupnya meningkat sampai 30 %. Paparan lingkungan selama perang Teluk telah diajukan untuk menjelaskan peningkatan insiden ALS pada para veteran perang Teluk.2,4
3
Korteks motorik Muskulus oropharingea l medula
Motor neuron bulbar
Medula spinalis servikal
Medula Muskulus anggota gerak Medulla spinalis
Motor neuron somatik
Medula spinalis thorakalis Medula spinalis lumbalis
Motor Neuron secara selektif dipengaruhi pada ALS. Degenerasi motor neuron dalam korteks motorik memicu timbulnya gejala klinik akibat abnormalitas motor neuron : aktivitas motor neuron yang berlebihan, Hoffmann sign, Babinski sign, dan klonus. Degenerasi dari motor neuron dalam batang otak dan medula spinalis menyebabkan atrofi otot, kelemahan, dan fasikulasi.4
PATOFISIOLOGI Tahun 2006, inklusi ubiquinate mengandung bentuk patologik dari TAR DNAbinding protein-43 (TDP-43) yang teridentifikasi dalam sitoplasma motor neuron pasien dengan ALS sporadic dan pada pasien dengan demensia frontotemporal. TDP43 adalah suatu RNA processing protein. TDP-43 normalnya ditemukan terutama dalam nucleus. Tidak lama setelah diidentifikasi, inklusi TDP-43 positif diidentifikasi pada pasien dengan non-SOD1 FALS, dan mutasi pada gen ini terdapat pada kromosom 1 yang mengkode TDP-43 dimana teridentifikasi pada pasien dengan ALS sporadik dan familial. Mutations pada gen TDP-43 sebesar 5% pada pasien dengan FALS. Inklusi TDP-43 telah ditemukan pada lebih dari 90% pasien dengan ALS sporadik, pada pasien dengan Guamanian parkinsonism-dementia complex dan pada pasien dengan familial British dementia.2 Suatu review dari rangkaian multisistem TDP-43 proteinopati menyimpulkan bahwa ekspresi phenotipe yang terikat pada sel spesifik dipengaruhi menyebabkan proteinopathy.5
4
Bulan Pebruari 2009, 2 kelompok melaporkan bahwa mutasi gen ini terjadi pada gen untuk RNA processing protein yang lain, menyatu dalam sarkoma/ditranslasi kedalam liposarcoma (FUS/TLS) (terletak pada kromosom 16), menyebabkan ALS-6, suatu bentuk autosomal dominan dari FALS.2 Pasien-pasien dengan mutasi FUS/TLS memiliki inklusi sitoplsma yang
mengandung FUS/TLS namun bukan TDP-43.
Biasanya, FUS/TLS terkonsentrasi dalam nukleus. Mutasi dalam FUS/TLS sebesar 4% pada pasien dengan FALS. sebelum observasi yang menunjukkan bahwa TDP-43 dan FUS/TLS memiliki peranan patologik pada ALS, kebanyakan informasi yang telah diterima berasal dari studi transgenik tikus mempengaruhi mutasi SOD1 manusia. SOD1 mutant memiliki efek yang berlebihan dan “mengambil fungsi” (yaitu, toksisitas yang tidak berhubungan dengan hilangnya aktifitas naturalnya). Kerusakan oksidatif, disfungsi mitokondria, kematian sel yang dimediasi oleh caspase (apoptosis), defek dalam transport aksonal, ekspresi faktor pertumbuhan, patologi sel glial, dan eksitotoksitas glutamate, semuanya merupakan jalur yang memediasi kematian selpada ALS.6 Hilangnya jembatan motor neuron menjadi latar belakang patofisiologik dan ekspresi klinik penyakit ini. Bila diteliti lebih detail, akibat yang ditimbulkannya memberikan gambaran khas yang terlihat pada potongan melintang medula spinalis. Pada tingkat otot, hilangnya lower motor neuron tertentu mengakibatkan hilangnya inervasi tertentu mata unit-unit motorik. Pada awal penyakit ini, serat saraf yang masih utuh mempertahankan hubungan dan inervasi kembali unit-unit motorik yang konektifitasnya telah hilang dengan akson yang telah mati; sebagai akibatnya, sejumlah besar motor unit dibentuk.7
5
GEJALA DAN TANDA Onset ALS bisa sangat tidak terlihat dan seringkali gejalanya terlupakan. Gejala–gejala awal termasuk kesemutan, kram, atau kekakuan otot; kelemahan otot mempengaruhi lengan atau kaki; bicara tak jelas; atau kesibukan dalam mengunyah atau menelan. Keluhan umum ini dapat berkembang menjadi kelemahan yang lebih jelas atau atrofi yang dapat menyebabkan dokter mencurigai ALS. 2, 4 Bagian dari tubuh yang terkena efek dari gejala ALS tergantung dari otot pada tubuh yang terkena pada pertama kali. Dalam beberapa kasus, gejala-gejalanya pada awalnya menyerang satu atau dua kaki, dan pengalaman kekakuan pasien ketika berjalan atau berlari atau merasa akan tersandung dan jatuh lebih sering. Beberapa pasien pada awalnya melihat efek dari penyakit ini pada tangan atau lengan ketika mereka merasa kesulitan dalam melakukan kegiatan yang membutuhkan ketrampilan seperti mengancingkan kemeja, menulis, atau memutar kunci. Beberapa pasien merasa sulit berbicara. Bagaimana pun juga bagian dari tubuh yang diserang oleh penyakit, kelemahan otot dan atrofi menjalar ke bagian lain dari tubuh sejalan dengan
6
perkembangan penyakit. Pasien mendapat masalah lebih banyak dengan pergerakan, menelan (dysphagia), dan dalam berbicara (dysarthria). Keterlibatan gejala-gejala dari UMN termasuk spasticity dan refleks yang berlebihan termasuk refleks muntah yang berlebihan. Refleks abnormal biasanya disebut Babinski’s Signs juga menandakan kerusakan UMN. Gejala-gejala dari degenerasi LMN termasuk kelemahan otot dan atrofi, kram otot, dan kejang otot yang bisa dilihat di bawah kulit.2,4,5 Untuk mendiagnosis ALS, pasien harus memiliki tanda dan gejala dari kerusakan UMN dan LMN yang tidak bisa dihubungkan dengan kasus lain. Walaupun urutan munculnya gejala-gejala dan tingkat perkembangan dari penyakit berbeda-beda dari masing-masing orang. Pasien akan secepatnya tidak bisa berdiri atau berjalan, naik atau turun dengan sendirinya dari tempat tidur, atau menggunakan tangan dan lengan mereka. Kesulitan dan menelan dan mengunyah mengganggu kemampuan pasien untuk makan dengan normal dan dapat meningkatkan resiko dari merasa tercekik. Memelihara berat badan akan menjadi masalah. Karena penyakit ini biasanya tidak menyerang kemampuan kognitif, pasien akan sadar bahwa dia kehilangan kemampuan fungsi yang progress dan akan menjadi cemas dan depresi. Hanya sedikit presentasinya dari pasien yang mengalami masalah dengan ingatan atau mengambil keputusan, dan ada fakta yang berkembang bahwa ada beberapa kejadian akan berlanjut ke perkembangan dementia. Perawatan kesehatan professional perlu menjelaskan rangkaian dari penyakit dan menjelaskan perawatan yang tersedia sehingga pasien bisa mengambil keputusan nantinya. Pada stadium lanjut dari penyakit, pasien akan kesulitan dalam bernafas sejalan dengan otot dari system pernafasan melemah. Pasien akan cepat kehilangan kemampuan untuk bernafas dan harus bergantung pada alat bantu pernafasan untuk bertahan hidup. Pasien juga menghadapi resiko tinggi dari pneumonia selama stadium lanjut dari ALS.6 Ringkasnya gejala dan tanda ALS sesuai dengan lokasi kerusakan sebagai berikut: - Disfungsi Upper atau lower motor neuron o
Kelemahan (akan tetapi, kelemahan ALS klasik biasanya akibat
disfungsi atau kehilangan lower motor neuron) o
Kram-kram otot
7
o
Kesulitan berbicara dan menelan
o
Ketidak stabilan
- Disfungsi Upper motor neuron o
Kekakuan (spastisitas)
o
Reflex tendon yang cepat atau penjalarannya abnormal.
o
Adanya refleks-refleks abnormal
o
Hilangnya kemampuan kekuatan dari normal
- Disfungsi Lower motor neuron o
Kejang otot (fasikulasi)
o
Penyusutan bagian terbesar otot (atrofi)
o
Kaki jatuh
o
Kesulitan bernafas
- Gejala-gejala emosional o
Tertawa atau menangis tanpa sengaja
o
Depresi
- Perubahan-perubahan kognitif khusus 2,8 DIAGNOSIS Diagnosis klinik ALS mungkin benar pada lebih dari 95 % kasus. Oleh karena tidak ada tes spesifik untuk diagnosis, kadang-kadang menyulitkan untuk memisahkan ALS dari penyakit motor neuron yang lain (khususnya Kennedy’s disease, atau Xlinked spinobulbar muscular atrophy), cervical spondylotic myelopathy, atau myasthenia gravis. kriteria formal digunakan untuk percobaan klinik tapi masih sangat terbatas; beberapa pasien meninggal dengan ALS tanpa memenuhi syarat untuk percobaan terapeutik.9 Mungkin gangguan yang paling penting dalam differensial diagnosis adalah multifocal motor neuropathy, yang didominasi oleh tanda LMN dan dikarakeristik oleh berbagai blokade konduksi motorik pada tes listrik. Antibody melawan GM ganglioside ditemukan pada 22-84 % pasien dengan multifocal motor neuropathy.2, 8
8
Tidak seperti ALS, multifocal motor neuropathy berespon dengan penanganan cyclophosphamide atau immunoglobulin intravena. Terapi immunoglobulin intravena dapat memperbaiki sindroma klinik multifocal motor neuropathy dengan konduksi lambat atau tanpa abnormalitas konduksi pada keseluruhan.2, 10 Walaupun multifocal motor neuropathy adalah neuropathy perifer, beberapa pasien memiliki reflex tendon aktif pada tungkai dengan otot yang mengalami atrofi dan fasikulasi, suatu pola yang tidak sesuai dengan diagnosis ALS. Pada syndrome LMN, refleks-refleks tendon dapat menghilang, bila tanda-tanda ini menetap menunjukkan keterlibatan UMN. Laporan otopsi pada 4 pasien dengan neuropati motorik
multivokal
memperlihatkan
hilangnya
neuron
motorik;
beberapa
memperlihatkan suatu inklusi yang disebut Bunina bodies, yang merupakan patognomonik penyakit motor neuron.11 Elektromiography memperlihatkan adanya denervasi pada setidaknya 3 cabang, menguatkan temuan abnormalitas LMN. Penggunaan elektromiography pada sejumlah motor neuron yang masih ada menjadi pengukuran objektif efikasi terapi obat.2, 12 Dokumentasi ketelibatan UMN pada pasien ALS dapat membantu differensiasi ALS dari neuropati motorik multifokal dan menunjukkan objektif pengukuran yang lain dari respon terhadap penanganan. Dua metode yang digunakan; Magnetic resonance spectroscopy untuk melihat jumlah neuron yang masih bertahan pada korteks motorik, dan stimulasi magnetic dari korteks motorik untuk menilai konduksi traktus kortikospinal. Sensitifitas dan spesifitas dari dua pendekatan terlihat sama dan memerlukan perbaikan. Magnetic resonance imaging dapat memperlihatkan intensitas signal traktus kortikospinal yang tinggi.2,5,11 Secara ringkasnya kriteria diagnosis penyakit ini sbb.5 Menurut kriteria Airlie House (merupakan revisi kriteria El Escorial, adanya tanda: - Fakta keterlibatan lower motor neuron (LMN) dengan pemeriksaan klinik atau elektrofisiologi. - Fakta keterlibatan upper motor neuron (UMN) melalui pemeriksaan klinik - Progresifitas gejala motorik diantara daerah-daerah yang terlibat atau area (4 area:
bulbar, servikal, torakal, lumbosakral) lain yang dipengaruhi, yang diketahui melalui riwayat atau pemeriksaan.
9
Dan tidak adanya - Gejala dan tanda non-motorik seperti tanda gangguan sensasi
- Kegagalan otonom - Tanda cerebelar atau ekstrapiramidal - Gangguan penglihatan atau pergerakan bola mata - Fakta elektrofisiologi atau neuroimaging memperlihatkan proses lain yang dapat
menjelaskan tanda-tanda klinik Kriteria Airlie House yang direvisi memungkinkan 4 kategori tertentu dalam membuat diagnosis, terutama didasarkan pada jumlah area yang dipengaruhi melalui gejala UMN dan LMN:5, 11 - Pasti ALS secara klinik: adanya tanda klinik UMN dan LMN pada sekurang-
kurangnya tiga area berbeda. - Kemungkinan ALS secara klinik: adanya tanda klinik UMN dan LMN pada dua
atau lebih area berbeda dengan sedikitnya ada beberapa tanda UMN sampai tanda LMN. - Kemungkinan ALS dengan disokong pemeriksaan laboratorium ALS: adanya
tanda klinik UMN dan LMN pada satu area dengan didukung pemeriksaan elektrofisiologi dari LMN pada dua atau lebih area, sesudah menyingkirkan penyebab lain melalui studi neuroimaging, elektrofiologi dan pemeriksaan laboratorium; adanya tanda klinik UMN pada satu area dengan fakta elektrofisiologi tanda LMN pada dua atau lebih area sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan studi neuroimaging, elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium. - Mungkin ALS: adanya tanda klinik LMN dan UMN hanya pada satu area, sesudah
menyingkirkan penyebab lain dengan studi neuroimaging, elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium; adanya tanda klinik UMN pada dua atau lebih area, sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan studi neuroimaging, elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium; adanya tanda rostral LMN sampai UMN, tanpa tanda LMN
dengan elektrofisiologi pada area lain, sesudah menyingkirkan
10
penyebab lain dengan studi neuroimaging, elektrofisiologi dan pemeriksaan laboratorium. PENANGANAN Riluzole, suatu antagonis glutamate, merupakan satu-satunya obat yang disetujui oleh FDA untuk penanganan ALS. Riluzole secara istimewa memblokade chanel sodium yang sensitif TTX, yang berhubungan dengan kerusakan neuron. Penurunan infulks ion kalsium dan pencegahan stimulasi reseptor glutamate secara tidak langsung. Bersama-sama dengan blockade reseptor glutamate secara langsung, efek dari glutamate neurotransmitter terhadap motor-motor neuron sangat jelas berkurang. Akan tetapi, kerja riluzole terhadap reseptor glutamat masih kontroversial, seperti tidak adanya ikatan molekul yang terlihat pada beberapa reseptor yang diketahui. Selain itu peranannya sebagai antiglutamat masih dapat ditemukan pada keadaan adanya sodium channel blocker, juga belum diketahui apakah riluzole bekerja atau tidak pada jalur ini.2 Dalam dua penelitian riluzole memperpanjang harapan hidup 3-7 bulan. Efikasi riluzone didukung ole teori excitotoxic-glutamat mengenai pathogenesis ALS. Tapi antagonis asal amino rantai cabang, lamotrigine, dan dextromethorphan, tidak memberikan efek pada percobaan klinik. Mutant SOD1, gabapentin, seperti riluzole, memperpanjang harapan hidup tapi tidak memiliki efek signifikan pada onset klinik penyakit. Sebaliknya vitamin E memperlambat onset dan progresifitas penyakit tapi gagal memperpanjang harapan hidup. Agent-agent yang saat ini masih dalam evaluasi termasuk xaliproden (yang dapat membantu pelepasan faktor neurotrophic), creatine, 133 coenzyme Q10, yang diberikan secara intratekal (lumbal pungsi) brain-derived neurotrophic faktor, dan brain-derived neurotrophic faktor, yang diberikan peroral. Inhibitor cyclooxygenase-2135 dan inhibitor caspase masih dipertimbangkan.2,9,11 Kesuksesan terapi dihasilkan dari kombinasi pengobatan. Politerapi termasuk didalamnya penggunaan glutamate antagonists, antioxidant (khususnya yang memproteksi sistem perbaikan mitokondria), anti-apoptotic agent, growth factor konvensional dan kurang konvensional seperti immunophillin, agen yang memicu
11
integritas neurofilamen, dan akhirnya, anti-inflamasi. Masing-masing dari obat-obat ini bekerja pada aspek-aspek yang berbeda pada kaskade terminal yang terjadi pada ALS. Pendekatan terapi saat ini Berkurangnya gejala-gejala dan pengukuran suportif penting sekali dalam penanganan ALS. Capaian terbaik melalui pendekatan tim multidisipliner. Untuk memperbaiki kualitas hidup pasien, diperlukan keahlian dalam bidang fungsi respirasi, nutrisi dan rehabilitatif serta pengukuran pekerjaan. Selain itu pekerja sosial dan konseling merupakan hal penting, khususnya dalam hal keputusan untuk mengakhiri kehidupan. Di Amerika utara, penggunaan bimodal passive airway pressure (BIPAP), yang secara aktif menyokong fase inspirasi dari respirasi, dengan cepat menjadi standar penanganan untuk pasien ALS. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan dengan penggunaan alat ini diantara periode jangka pendek. Terapi sehari-hari yang lain adalah nutrisi enteral via endoskopi perkutaneus yang ditempatkan secara gastrostomy (PEG). Jika kedua pendekatan ini diterapkan tepat waktu, PEG dan BIPAP akan meningkatkan masa hidup pasien ALS. Salivasi yang berlebihan dan penebalan mukous merupakan masalah besar bagi pasien
yang menderita ALS.
Peningkatan salivasi dapat ditangani dengan penggunaan suatu transdermal patch yang mengandung scopolamin, yang dilekatkan dua kali seminggu. Sebuah percobaan terbaru yang belum dipublikasikan, yang meneliti efek radiasi dosis kecil terhadap glandula submandibular pada 18 pasien ALS dengan kelebihan salivasi, mencatat bahwa 11 pasien ini menunjukkan adanya keringanan lebih dari 3 bulan. Mesin suction rumah biasanya dibutuhkan bila kelebihan saliva lebih persisten. Penebalan mukosa merupakan masalah yang jarang dan dapat ditangani dengan penggunana agent mukolitik seperti mucomyst, pada dosis 1-2 cc dua kali sehari. Oleh karena dipercaya bahwa setiap orang yang terdiagnosis ALS mengalami depresi, obat anti depressant seringkali dianjurkan, tapi belum ada percobaan yang mengevaluasi praktek ini. Pada dua studi yang belibatkan 100 pasien dengan ALS, depresi klinik ditemukan hanya pada 11 persen pasien. 2,9,12
12
Percobaan klinik mengalami perkembangan dan teroganisir dengan baik, dan hampir semuanya dibiayai oleh perusahaan obat. Satu pendekatan adalah penggunaan vector virus untuk delivery gen untuk EAAT2 kedalam medulla spinalis melalui injeksi intraparenkim dalam usaha untuk menurunkan level glutamate dalam sirkulasi. Tujuan proyek selanjutnya adalah untuk mengembalikan fungsi motorik dengan memasukkan stem sel manusia kedalam medulla spinalis untuk menggantikan motor neuron yang mengalami degenerasi. Terapi stem cell untuk ALS, bagaimana stem cell dibuat dalam suatu cara agar tetap pada posisi yang tepat, perlekatan, penggantian selsel yang mengalami disfungsi.4, 12 KESIMPULAN ALS masih menjadi penyakit fatal. Perkembangan penelitian telah dibuat selama beberapa dekade lalu, tapi belum ada terapi yang terbukti efektif untuk penanganannya. Walau demikian, tetap ada alasan untuk berharap. Analsisi genetik telah mengidentifikasi penyebab primer ALS. Mutasi pada gen tunggal dapat menginisiasi proses yang memicu degenerasi selektif motor neuron. Kemiripan klinik dan patologi dari ALS familial dan sporadik, patogenesisnya telah diduga. Tantangan saat ini adalah bagaimana memahami mutasi ini bisa menyebabkan penyakit dan untuk menggunakan pemahaman ini untuk perkembangan penanganan, mungkin untuk kesembuhan penyakit ini. Kaskade kejadian yang memicu kematian motor neuron merupakan bagian yang kompleks. Isolasi gen yang bertanggung jawab untuk bentuk ALS familial dapat menunjukkan point lain dalam pathway dimana intervensi terapi dimungkinkan.
13
REFERENSI Lomen-Hoerth C. Amyotrophic Lateral Sclerosis from Bench to Bedside. Department of Neurology, University of California, San Francisco, San Francisco, California. Published: May 13, 2008 1. Armon C. Amyotropic lateral sclerosis. Tufts University School of Medicine; Chief, Division of Neurology, Baystate Medical Center. Published: Jun 29,2009. 2. Rowland LP, Shneider NA. Amyotrophic lateral sclerosis. N Engl J Med. May 31, 2001, Vol. 344, No. 22. 3. Valenti Ma, Pontieri F.E, Conti F, Altobelli E, Manzoni T, Frati L. Amyotrophic lateral sclerosis and sports: a case–control study. Section of Medical Statistics and Epidemiology, University of L’Aquila, L’Aquila, Italy. European Journal of Neurology 2005, 12: 223–225 4. Van der graft M. Amyotrophic lateral sclerosis. Department of neurology, academic medical centre. Amsterdam, Nederland. September 2004. Available at. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-ALS.pdf 5. Trotti D, Aoki M, Pasinelli P, Berger U V, Danbolt NC, Brown RH, Hediger MA. Amyotrophic Lateral Sclerosis-linked Glutamate Transporter Mutant Has Impaired Glutamate Clearance Capacity. The journal of biological chemistry. Vol. 276, No. 1, Issue of January 5, pp. 576–582, 2001. 6. Amyotrophic Lateral Sclerosis Fact Sheet. National institute of neurological disorder and stroke. National institute of health. September 09, 2008. Available at. http://ghr.nlm.nih.gov/condition=amyotrophiclateralsclerosis.htm 7. Kato Y, Matsumura K, Kinosada Y, Narita Y, Kuzuhara S, Nakagawa T. Detection of Pyramidal Tract Lesions in Amyotrophic Lateral Sclerosis with Magnetization-Transfer Measurements. AJNR Am J Neuroradiol. September 1997 P. 18:1541–1547. 8. ALS: Amyotrophic Lateral Sclerosis. University of Pittsburgh Medical Center. Available
at.
http://www.upmc.com/HealthAtoZ/patienteducation/Documents/
AmyotrophicLateralSclerosis.pdf
14
9. Definition of Familial amyotrophic lateral sclerosis. Familial amyotrophic lateral sclerosis Index. April 12, 2009. Available at. http://www.medterms. com/script/main/art.asp?articlekey=34045 10.
U.S. National Library of Medicine. Amyotrophic lateral sclerosis.
August,
2007.
Available
at.
http://ghr.nlm.nih.gov/condition=amyotrophiclateralsclerosis. 11.
Jain MR, Ge W, Elkabes S, Li H. Amyotrophic lateral sclerosis: Protein
chaperone dysfunction revealed by proteomic studies of animal models. Center for Advanced Proteomics Research and Department of Biochemistry and Molecular Biology,UMDNJ. New Jersey Medical School Cancer Center. Appl. 2008, 2, 670–684
15