Akreditasi RS adalah bentuk evaluasi eksternal mutu pelayanan kesehatan yang diwajibkan oleh pemerintah dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. SPM RS adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar.Bagaimanakah hubungan antara SPM RS dengan akreditasi RS KARS versi baru? Topik ini menjadi salah satu pembahasan dalam workshop Finalisasi Revisi Standar Pelayanan Minimal-RS (SPM RS) yang dilaksanakan oleh Dirjen BUK-Kemenkes pada 29-30 Nopember 2011 yang lalu dan disampaikan oleh dr. Hanevi Djasri, MARS. Menurut dr. Hanevi Djasri, MARS akreditasi dengan SPM memang harus sejalan, karena keduanya adalah sama-sama proses mutu, dimana ada pengukuran-evaluasi-perbaikan. Sudah terlihat benang merah antara SPM RS dengan standar akreditasi KARS versi baru, ditunjukkan dengan adanya kaitan konten antara keduanya. Misalnya, beberapa jenis pelayanan SPM telah masuk secara khusus dalam Bab standar akreditasi, antara lain indikator mutu pelayanan Bedah Sentral terdapat dalam Kelompok Standar Pelayanan Berfokus Pada Pasien (Bab 5: Pelayanan anastesi dan bedah) kemudian indikator Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi terdapat dalam Kelompok Standar Manajemen RS (Bab 2: Pencegahan dan Pengendalian Infeksi). Beberapa indikator lain, meskipun tidak masuk secara khusus dalam bab tertentu tetapi ada dalam beberapa standar/elemen akreditasi KARS, seperti indikator pelayanan radiologi yang masuk dalam standar AP.6 (Pelayanan Radiologi dan diagnostik imaging) Lebih lanjut dalam standar akreditasi KARS, yaitu tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) pada Standar PMKP.3. menyebutkan bahwa pimpinan RS harus menetapkan indikator kunci baik struktur , proses dan hasil untuk diterapkan diseluruh RS dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Ini merupakan standar yang dapat menjadi dasar kuat bagi Direktur RS untuk menggunakan indikator SPM RS. Melihat keterkaitan tersebut maka sangat penting dilakukan pemetaan untuk melihat hubungan antara SPM RS dengan akreditasi KARS agar RS tidak menganggap bahwa akreditasi KARS dengan SPM RS merupakan 2 hal yang berbeda. Selain itu tentunya akan memudahkan RS karena pemenuhan SPM RS juga merupakan pemenuhan standar akreditasi , sehingga indikator SPM RS dapat diintegrasikan dalam standar akreditasi KARS. Disamping pemetaan hubungan juga perlu dilakukan telaah lebih lanjut tentang proses penerapan standar akreditasi dengan proses pengukuran dan evaluasi SPM RS, telaah proses ini penting untuk melihat kesamaan sistem, baik sistem penilaian maupun pengukuran keduanya. Melalui integrasi kedua sistem ini, apalagi didukung dengan sisitem informasi berbasis web maka dapat memudahkan RS dalam hal pelaporan dan ketepatan pengiriman
pelaporan serta juga memudahkan Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan menjalankan fungsi regulasinya (irfi)
2. BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Lembaga di bidang kesejahteraan sosial merupakan salah satu ujung tombak berhasilnya penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Seiring dengan tuntutan global maka peningkatan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial yang dilakukan lembaga di bidang kesejahteraan sosial merupakan hal yang harus dipenuhi. Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Sosial perlu menjawab peluang dan tantangan dalam upaya peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial di Indonesia. Upaya pemerintah dalam menjamin pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial yang berkualitas salah satunya melalui pelaksanaan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial. Kenyataan faktual di Indonesia menunjukkan bahwa beberapa tahun berselang telah berkembang demikian banyak lembaga di bidang kesejahteraan sosial, baik jumlah maupun mutu pelayanan dengan kecenderungan mengalami perkembangan yang relatif pesat. Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) Kementerian Sosial RI memperlihatkan secara grafis perkembangan LKS di Indonesia. Trend sosial tersebut, terlihat dari keberadaan LKS yang terus meningkat. Pada tahun 2004 tercatat sebanyak 33.364 organisasi sosial lokal yang terdaftar di Kementerian Sosial. Selama periode Tahun 2004-2009, terjadi peningkatan yang cukup signifikan yakni dari 33.364 organisasi sosial telah meningkat menjadi 34.587 organisasi sosial lokal (belum termasuk organisasi sosial asing). Dalam penyelenggarakan akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial diperlukan penilaian terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial. Dalam penilaian akreditasi tersebut diperlukan panduan teknis akreditasi. Panduan teknis ini sangat penting
artinya untuk menjadi tuntunan, pegangan, acuan, dan kesatuan gerak dalam menjamin mutu penyelenggaraan akreditasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Pedoman pelaksanaan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial dimaksudkan sebagai acuan dalam menyelenggarakan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial secara obyektif dan memenuhi akuntabiilitas publik. ii
3. 2. Tujuan a. Tersedianya acuan dan alat kerja yang bersifat teknis didasarkan pada norma, standar, prosedur dan kriteria. b. Terbangunnya kesatuan pemahaman dan gerak langkah dalam penyelenggaraan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial. c. Terlaksananya akreditasi secara transparan, benar, tepat dan terukur serta berkualitas.C. Ruang Lingkup Panduan ini mendeskripsikan hal-hal teknis yang terkait dengan penyelenggaraan akreditasi dan pihak-pihak yang berperan serta dalam penyelenggaraan akreditasi. Penyelenggaraan akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial, dilaksanakan sebagai bagian dari proses untuk mendorong terciptanya sistem pelayanan sosial yang profesional dan memiliki akuntabilitas terhadap kepentingan publik sebagai penerima pelayanan. Proses akreditasi dilakukan secara obyektif dengan memperhatikan aspek transparansi, kesesuaian, ketepatan dan terukur (measurable). Atas dasar itu, maka akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial diselenggarakan dalam ruang lingkup yang sangat terbatas, yakni dalam cakupan : 1. Pelayanan sosial langsung yang diselenggarakan oleh lembaga kesejahteraan sosial; dan 2. Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Lingkup kegiatan ini secara eksplisit menunjukkan bahwa proses akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial hanya mencakup pelayanan
sosial langsung yang diselenggarakan oleh LKS dan pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh UPT dan UPTD.D. Sasaran Sasaran pengguna buku Panduan Teknis Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial ini adalah para pemangku kepentingan, yang terdiri dari: 1. Kementerian/Instansi/lembaga terkait di tingkat pusat, baik Kementerian Sosial RI maupun kementerian/instansi/lembaga lainnya; 2. Badan Akreditasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial; iii
4. 3. Lembaga Sertifikasi Pekerja Sosial dan Tenaga Kesejahteraan Sosial; 4. Instansi/Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 5. Instansi/Dinas terkait pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 6. Lembaga koordinasi kesejahteraan sosial tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, asosiasi pekerja sosial, asosiasi lembaga pendidikan pekerjaan sosial, serta asosiasi lembaga kesejahteraan sosial; 7. Lembaga kesejahteraan sosial yang menyelenggarakan pelayanan sosial langsung; dan 8. Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang diselenggarakan Pemerintah Pusat dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia.E. Dasar Hukum 1. UndangUndang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4967); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5294); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2011; 4. Keputusan Presiden Nomor 84/P tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 5.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan, Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2011; 6. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; 7. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial . iv
5. F. Pengertian 1. Panduan Teknis adalah acuan kerja yang memuat ketentuan yang bersifat teknis mengenai tata cara pelaksanaan NSPK dan spesifikasinya, yang harus dijadikan sebagai patokan oleh semua pihak yang terkait; Panduan Teknis ini merupakan ketentuan yang akan dijabarkan lebih lanjut ke dalam ketentuan lainnya secara berjenjang. 2. Akreditasi adalah penentuan tingkat kelayakan dan standarisasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada lembaga di bidang kesejahteraan sosial. 3. Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial adalah lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat. 4. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah unit kelembagaan di bidang kesejahteraan sosial yang didirikan oleh pemerintah pusat. 5. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) adalah unit kelembagaan di bidang kesejahteraan sosial yang didirikan oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. 6. Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 7. Badan Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disebut Badan Akreditasi adalah lembaga yang melakukan penilaian untuk menetapkan tingkat kelayakan dan
standardisasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial 8. Pekerja Sosial Profesional yang selanjutnya disebut pekerja sosial adalah sesorang yang bekerja,baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 9. Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS) adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. v
6. 10. Asesor adalah seseorang berdasarkan kompetensi yang dimilikinya diangkat, ditugaskan dan diberhentikan oleh Menteri Sosial serta mendapat penugasan dari Badan Akreditasi untuk melakukan penilaian terhadap tingkat kelayakan dan standardisasi Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial.11. Standar Pelayanan Minimal di bidang Pelayanan Kesejahteraan Sosial adalah ukuran teknis dan spesifik tentang pelayanan minimal yang perlu dilakukan oleh lembaga di bidang kesejahteraan Sosial meliputi program, sumber daya manusia, manajemen organisasi, sarana dan prasarana, proses pelayanan dan hasil pelayanan. vi
7. BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWABA. Kewenangan Penerapan Peraturan Menteri Sosial Nomor 17 Tahun 2012 tentang Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial melibatkan berbagai pihak, untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan Akreditasi perlu diatur kewenangan berbagai pihak tersebut. 1. Menteri Sosial RI a. Mengangkat dan Memberhentikan : 1) Anggota dan
Sekretaris Akreditasi; 2) Asesor; 3) Anggota Dewan Kehormatan Akreditasi; b. Menetapkan: 1) Standar Pelayanan Minimal Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial; 2) Instrumen akreditasi; 3) Sertifikat Akreditasi; 2. Kepala Badan Pendidikan & Penelitian Kesejahteraan Sosial Menetapkan Pedoman Pelaksanaan akreditasi; 3. Dewan Kehormatan Akreditasi Memberikan pertimbangan kepada Menteri Sosial dalam hal : a. Pengangkatan dan pemberhentian asesor; b. Pemberian dan pencabutan sertifikat akreditasi; c. Pemberhentian anggota Badan akreditasi; d. Pengembangan kebijakan akreditasi; 4. Badan Akreditasi a. Badan Akreditasi mempunyai tugas 1) Menyusun, menetapkan kriteria dan tugas asesor; 2) Melaksanakan seleksi asesor; 3) Menugaskan kepada asesor untuk melaksanakan penilaian akreditasi; vii
8. b. Badan akreditasi mengusulkan kepada Menteri Sosial dalam hal 1) Pengangkatan dan pemberhentian asesor; 2) Hasil penilaian akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial; 5. Asesor Akreditasi Melaksanakan penilaian terhadap pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal. 6. Sekretariat Badan Akreditasi a. Sekretariat Pusat 1). Melaksanakan kegiatan kesekretariatan Badan Akreditasi Pusat dan 6 Balai Besar Diklat Kessos; 2). Mengelola seluruh sarana dan prasarana Badan Akreditasi; 3). Pengelolaan keuangan Akreditasi. b. Sekretariat Wilayah Berada di Balai Besar Pendidikan & Pelatihan Kesejahteraan Sosial untuk memfasilitasi kegiatan Akreditasi di wilayah kerjanya mencakup: 1). Menyediakan sarana kegiatan akreditasi; 2). Menyiapkan tenaga kesekretariatan; 3). Memfasilitasi kerja anggota Badan Akreditasi dan asesor.B. Tugas dan Tanggung Jawab Penerapan Peraturan Menteri Sosial Nomor 17 Tahun 2012 tentang Akreditasi Lembaga Di Bidang Kesejahteraan Sosial melibatkan berbagai pihak, untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan Akreditasi perlu diatur
kewenangan berbagai pihak tersebut. 1. Menteri Sosial RI Sebagai pembina pelaksanaan akreditasi 2. Dewan Kehormatan Memberikan pertimbangan kepada Menteri Sosial dalam hal : a. Pengangkatan dan pemberhentian asesor b. Pemberian dan pencabutan sertifikat akreditasi c. Pemberhentian anggota Badan akreditasi d. Pengembangan kebijakan akreditasi viii
9. 3. Badan Akreditasi a. Ketua Badan Akreditasi, bertugas: 1) Mengkoordinasikan pengelolaan organisasi 2) Mempimpin Rapat Pleno, Rapat Konsultasi Dewan Kehormatan, Rapat Rutin Anggota Badan Akreditasi, Rapat Rutin Bersama (rapat bersama jajaran Sekretariat Badan Akreditasi), dan rapat lainnya (termasuk Rapat Paripurna serta forum-forum pertemuan Badan Akreditasi lainnya). 3) Menandatangani surat keputusan, surat menyurat, pernyataan resmi, perjanjian kerjasama dengan berbagai pihak atas nama Badan Akreditasi. 4) Tugas dan tanggung jawab lainnya. b. Wakil Ketua Badan Akreditasi, bertugas: 1) Mengkoordinasikan pengawasan terhadap kinerja organisasi. 2) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua Badan Akreditasi dan/ atau tugas-tugas lainnya yang disepakati anggota Badan Akreditasi. c. Anggota Badan Akreditasi, bertugas: 1) Melaksanakan program yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab yang didelegasikan. 2) Menangani permasalahan terkait dengan tugas yang dipimpin, baik internal maupun eksternal. 3) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Ketua Badan Akreditasi dan/atau tugas-tugas lainnya yang disepakati oleh anggota Badan Akreditasi. d. Asesor, bertugas: 1) Melakukan penilaian terhadap kinerja lembaga dibidang kesejahteraan sosial; 2) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan akreditasi e. Sekretaris Badan Akreditasi, bertugas: 1) Memfasilitasi dukungan administratif terhadap seluruh kegiatan perencanaan, pelaksanaan program dan anggaran
Badan Akreditasi. 2) Memfasilitasi seluruh perangkat organisasi Badan Akreditasi. ix
10. 3) Mengkoordinasikan fungsi-fungsi kehumasan Badan Akreditasi. 4) Mengkoordinasikan fungsi administrasi, baik tata laksana maupun keuangan Badan Akreditasi. 5) Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan seluruh fungsi Badan Akreditasi 6) Mengendalikan pengelolaan aset dan perlengkapan Badan Akreditasi. 7) Memfasilitasi penyusunan laporan, saran, masukan dan pertimbangan yang akan disampaikan dalam Rapat Pleno dan rapat-rapat lainnya. 8) Melaksanakan tugastugas lain yang diberikan oleh Ketua Badan Akreditasi dan/atau tugastugas lainnya yang disepakati anggota Badan Akreditasi.C. Mekanisme Pengambilan Keputusan Mekanisme Pengambilan Keputusan dilakukan melalui forum rapat sebagai berikut: 1. Rapat Pleno: Rapat Pleno merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi pada Badan Akreditasi. Forum ini dilaksanakan untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan: a. Penetapan Peraturan Badan Akreditasi; b. Penetapan Keputusan Badan Akreditasi; c. Penetapan Akreditasi terhadap lembaga kesejahteraan sosial; d. Pengangkatan Asesor; e. Pengambilan keputusan lainnya, sebagai tindak lanjut Rapat Rutin, Rapat Konsultasi Tim Pakar, dan Rapat Rutin Gabungan. 2. Rapat Konsultasi Dewan Kehormatan: Rapat ini diselenggarakan sebagai forum untuk membahas berbagai hal yang dipandang memerlukan pendapat dari Dewan Kehormatan demi keberhasilan pelaksanaan tugas Badan Akreditasi. Forum Rapat Konsultasi Dewan Kehormatan diselenggarakan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali; 3. Rapat Rutin: Forum Rapat Rutin dilaksanakan untuk membahas persiapan pelaksanaan kegiatan Badan Akreditasi, membahas berbagai masukan yang diterima melalui pengaduan masyarakat serta laporan hasil monitoring dan evaluasi yang bersifat mendesak. Forum ini sekurang-
kurangnya dihadiri oleh 3 (tiga) Anggota Badan Akreditasi. Rapat rutin diselenggarakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sebulan; x
11. 4. Rapat Rutin Gabungan: Forum Rapat Gabungan dilaksanakan bersama jajaran Sekretariat Badan Akreditasi, untuk membahas substansi yang berkenaan dengan ketatalaksanaan administrasi, program kerja dan penganggarannya. Rapat Rutin Gabungan dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan; dan5. Rapat Koordinasi: Forum Rapat Koordinasi merupakan pertemuan yang bersifat koordinatif untuk membahas aktivitas yang berkenaan dengan dukungan kemitraan, pelaksanaan advokasi, sosialisasi, desiminasi dan aktivitas terkait lainnya yang dipandang memerlukan keterlibatan pihak lain sebagai mitra Badan Akreditasi. Rapat koordinasi ini dapat bersifat lokal, regional maupun nasional, bertempat di Jakarta maupun di tempat lain yang dipandang representatif. Pelaksanaan rapat koordinasi diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun. . xi
12. BAB III KERANGKA KERJA AKREDITASIA. Persyaratan dan Jenis Lembaga 1. Persyaratan a. Persyaratan Akreditasi untuk Unit Pelayanan Sosial langsung baik yang diselenggarakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial maupun mandiri dilakukan dengan ketentuan: 1) berbadan hukum; 2) terdaftar dan memiliki ijin operasional di kementerian/ instansi sosial 3) melakukan pelayanan kesejahteraan sosial langsung kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial 4) rekomendasi dari instansi sosial. b. Persyaratan Akreditasi untuk Unit Pelaksana Teknis milik pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan dengan ketentuan: 1) mempunyai Struktur Organisasi dan Tata Kerja berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang 2) melakukan pelayanan kesejahteraan sosial langsung kepada penyandang masalah
kesejahteraan social 2. Jenis Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial yang akan diakreditasi a. Unit Pelaksana Teknis milik pemerintah dan pemerintah daerah 1) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, seperti: Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA), panti/ sasana anak yatim piatu, Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA), Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP), Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) dan lembaga lainnya sejenis. 2) Lembaga rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, seperti Panti Sosial Bina Daksa (PSBD), Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW), Panti Sosial Bina Grahita (PSBG), Panti Sosial Bina Laras (PSBL),Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD), dan lembaga lainnya sejenis. 3) Lembaga rehabilitasi sosial tuna sosial, seperti Panti Sosial Karya Wanita (PSKW), Panti Sosial Bina Karya (untuk rehabilitasi penyandang masalah gelandangan dan pengemis, dan lembaga lainnya sejenis 4) Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza, seperti Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) dan lembaga lainnya sejenis. xii
13. 5) Unit layanan lanjut usia, seperti Panti Sosial Tresna Werdha, Sasana Tresana Werdha, Klub Lansia, Karang Werdha, dan lembaga lainnya sejenis. b. Unit Pelayanan Sosial langsung baik yang diselenggarakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial maupun mandiri, antara lain 1) Panti-panti sosial/lembaga pelayanan sosial yang dikelola/di bawah binaan Organisasi Keagamaan dan/atau Organisasi Kemasyarakatan. Seperti: Panti Asuhan Muhammadiyah, Panti Asuhan Kristen dan sebagainya 2) Lembaga-lembaga kesejahteraan sosial mandiri seperti: panti asuhan yayasan, lembaga kesejahteraan sosial, dengan cakupan pelayanan sosial antara lain: a). Kesejahteraan Sosial Anak, seperti: Panti Sosial Asuhan Anak, Anak yatim piatu, Petirahan Anak (PSPA), Panti Sosial untuk Anak yang berkonflik/berhadapan dengan hukum, Panti Sosial Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) dan
lembaga lainnya sejenis. b). Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, Panti Sosial Bina Daksa, Panti Sosial Bina Rungu Wicara, Panti Sosial Bina Grahita, Panti Sosial Bina Laras dan lembaga lainnya sejenis. c). Rehabilitasi sosial tuna sosial, seperti Panti Sosial Karya Wanita, Panti Sosial Bina Karya untuk rehabilitasi penyandang masalah gelandangan dan pengemis, dan lembaga lainnya sejenis d). Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza, seperti Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) dan lembaga lainnya sejenis. e). Pelayanan lanjut usia, seperti Panti Sosial Tresna Werdha, Sasana Tresana Werdha, Klub Lansia, Pusaka (di DKI Jakarta), Karang Werdha, dan sebagainya dan lembaga lainnya sejenis.B. Nilai dan Prinsip Akreditasi 1. Nilai a. Profesionalisme Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan etika moral dalam menjalankan tugas-tugas akreditasi. b. Akuntabilitas Penyelenggaraan Akreditasi dapat dipertanggungjawabkan. Pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan termasuk keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. xiii
14. c. Transparan Data/ Informasi akreditasi dan pelaksanaan kerja organisasi akreditasi dapat diakses oleh publik, d. Pengawasan Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan akreditasi dengan mengusahakan keterlibatan masyarakat luas. e. Mudah, Cepat dan Tepat2. Prinsip Penyelenggaraan Akreditasi a. Prinsip Komitmen Setiap Anggota, Sekretariat dan Asesor Badan Akreditasi harus berkomitmen untuk: 1) mematuhi peraturan perundang-undangan dan ketentuan; 2) menjunjung tinggi independensi, integritas dan profesionalisme; 3) menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas Badan Akreditasi; 4) mendorong LKS dan UPT/UPTD agar berorientasi pada upaya peningkatan mutu lembaganya dan bukan sekedar untuk memperoleh peringkat akreditasi semata; 5) tidak
menyalahgunakan identitas, jabatan, dan sumberdaya lembaga untuk kepentingan pribadi; b. Prinsip Integritas Untuk menjamin integritasnya dalam menjalankan tugas dan wewenang setiap Anggota, Sekretariat dan Asesor Badan Akreditasi dilarang: 1) menerima pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidak langsung yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugasnya; 2) menyalahgunakan wewenangnya sebagai pihak yang mengakreditasi guna memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain; 3) membuat kesepakatan atau bargaining dalam arti negatif dengan pihak yang diakreditasi; 4) menggurui dan atau mendebat argumentasi pihak yang diakreditasi; c. Prinsip Independensi Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenang setiap Anggota, Sekretariat dan Asesor Badan Akreditasi wajib: 1) bersikap netral dan tidak memihak; xiv
15. 2) menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam melaksanakan kewajibannya; d. Prinsip Kerahasiaan 1) merahasiakan proses akreditasi; 2) menyampaikan informasi tentang lembaga kepada professional terkait hanya untuk kepentingan akreditasiC. Pengukuran Akreditasi 1. Penentuan Tingkat Akreditasi Akreditasi untuk Lembaga di bidang kesejahteraan sosial dikelompokkan 3 kategori: a. Kategori A (baik sekali) adalah Lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang memperoleh skor/ nilai ≥ 86- 100% b. Kategori B (baik) adalah Lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang memperoleh skor/ nilai antara 68-85% c. Kategori C (cukup) adalah Lembaga di bidang kesejahteraan sosial yang memperoleh skor/ nilai ≤ 50 - 67% d. < 50 belum terakreditasi Nilai tersebut diperoleh melalui Nilai Gabungan dari 3 instrumen : a. Instrumen isian lembaga di bidang kesejahteraan sosial. b. Instrumen Diskripsi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial c. Hasil penilaian asesor xv
16. BAB IV PENYELENGGARAAN AKREDITASIA. Tata Cara Akreditasi 1. Proses Akreditasi Tingkat kelayakan dan standardisasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial ditentukan melalui suatu proses akreditasi. Secara umum, proses pelaksanaan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial dapat digambarkan sebagai berikut: xvi
17. Keterangan : a. Instrumen Daftar isian lembaga di bidang Kesejahteraan sosial: Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial dengan mengisi instrumen.; b. Mengajukan Permohonan: Lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial mengajukan permohonan akreditasi kepada Ketua Badan Akreditasi dengan melampirkan isian instrumen dan persyaratan administrasi ke kantor Badan Akreditasi; c. Verifikasi oleh Sekretariat Badan Akreditasi untuk memeriksa kelengkapan instrumen beserta lampiran-lampirannya. Apabila memenuhi persyaratan dilanjutkan dengan Visitasi ke Lembaga di Bidang Kesos, apabila tidak memenuhi persyaratan dikembalikan kepada lembaga di bidang Kesejahteraan Sosial; d. Penugasan asesor ke Lembaga di Bidang Kesos melalu Visitasi dan Penyusunan Laporan Hasil Visitasi kepada Badan Akreditasi: Visitasi dilakukan oleh asesor dan Tim; e. Rapat Pleno Pengusulan Penetapan Hasil Akreditasi oleh Badan Akreditasi Rapat pleno dihadiri minimal 2/3 dari anggota Badan Akreditasi untuk mengusulkan hasil penilaian akreditasi dan dimohonkan pertimbangan dari Dewan kehormatan Akreditasi. f. Penetapan Hasil Akreditasi oleh Menteri Sosial atas Pertimbangan Dewan Kehormatan Akreditasi hasil pertimbangan dewan kehormatan diusulkan kepada kepada Menteri Sosial untuk ditetapkan akreditasi. g. Penerbitan Sertifikat Akreditasi: Sertifikat akreditasi diterbitkan oleh Menteri Sosial dan berlaku sesuai dengan tingkatan akreditasi yang di capai oleh Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial.B. Alur Kegiatan Akreditasi 1. Penyampaian informasi mengenai kebijakan, tatacara dan penetapan formasi
akreditasi dalam tahun anggaran melalui surat kilat khusus, P4s.kemsos.go.id; dan/atau ; www.depsos.go.id. 2. LKS atau UPT/UPTD yang akan mengikuti akreditasi diwajibkan mengisi ‘Formulir Online’ dan men-scan, meng- up load berkas yang di persyaratkan. dan di kirim melalui P4s.kemsos.go.id. 3. Badan Akreditasi melakukan penelaahan kelengkapan administrasi yang dikirim lembaga pemohon xvii
18. 4. Badan Akreditasi menginformasikan hasil penelaahan administrasi melalui p4s.kemsos.go.id kepada peserta akreditasi. Peserta akreditasi yang memenuhi syarat akan mendapatkan ‘Kartu Peserta penilaian akreditasi’ 5. Setelah itu dilakukan penilaian lembaga pemohon oleh asesor yang ditugaskan badan akreditasi sesuai dengan urutan penilaian akreditasi (dengan menggunakan instrumen) 6. Hasil penilaian disampaikan kepada badan akreditasi 7. Badan akreditasi selanjutnya menelaah hasil penilaian yang hasil penilaian itu disampaikan kepada Menteri Sosial 8. Menteri Sosial atas dasar pengajuan badan akreditasi dan pertimbangan dewan kehormatan akreditasi menetapkan akreditasi lembaga di bidang kesejahteraan sosial. Penetapan itu diwujudkan dalam bentuk Piagam Akreditasi Lembaga di Bidang Kesejahteraan Sosial 9. Surat Penetapan Akreditasi tersebut disampaikan kepada lembaga dimaksud dan dipublikasikan dalam bentuk informasi digital dan tertulis melalui media yang ada.C. Hasil Akreditasi 1. Lembaga yang sudah telah memenuhi ketentuan administratif dan penilaian, maka yang bersangkutan akan memperoleh bukti berupa sertifikat akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Sosial. 2. Masa berlaku sertifikat akreditasi sesuai dengan tingkatan akreditasi yang diperoleh lembaga di bidang kesejahteraan sosial tersebut, yaitu: a. Akreditasi A (baik sekali) berlaku selama 5 (lima) tahun b. Akreditasi B (baik) berlaku selama 3 (tiga) tahun. c. Akreditasi C
(cukup) berlaku selama 2 (dua) tahun. 3. Lembaga yang tidak memenuhi syarat akreditasi diberikan kesempatan untuk mengajukan kembali dan apabila masa berlakunya akreditasi telah berakhir maka lembaga yang bersangkutan mengajukan permohonan kembali. 4. Pengumuman hasil akreditasi dilakukan melalui: P4s.kemsos.go.id; dan ; www.depsos.go.id dan sertifikat akan dikirimkan kepada LKS dan/atau UPT/UPTD yang telah mengikuti akreditasi. xviii
19. BAB V PENGENDALIAN AKREDITASIA. Supervisi Supervisi adalah asistensi/ bimbingan teknis terhadap proses akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dan UPT/UPTD yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Pelaksana : Kementerian Sosial dan Badan Akreditrasi sesuai kewenangan masing- masing Tujuan supervisi adalah: 1. Melakukan pembinaan kepada yang disupervisi (LKS dan UPT/D) agar kinerja pelayanan kesejahteraan sosial semakin baik sesuai standar pelayanan minimal. 2. Membangun kesiapan diri LKS dan UPT/D mengikuti akreditasi 3. LKS dan UPT/D menyiapkan perangkat software dan hardware. 4. Membantu menganalisis faktor penghambat dan pendukung proses akreditasi yang sesuai dengan standar pelayanan minimal Pelaksana supervisi adalah: 1. Kementerian Sosial RI cq. Badiklit: memberikan bimbingan teknis kepada LKS dan UPT/D agar dapat menyiapkan diri mengikuti akreditasi. 2. Badan Akreditasi a. Bimbingan teknis kepada perwakilan Badan Akreditasi di daerah b. Bimbingan teknis kepada para asesor didalam melakukan penilaian akreditasi Langkah-langkah supervisi: 1. Menyusun panduan dan instrument supervisi 2. Melaksanakan supervisi 3. Laporan hasil supervisi. xix
20. B. Monitoring Monitoring merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis dan dilakukan oleh Kementerian Sosial
dalam rangka untuk memantau situasi dan kondisi, baik terhadap LKS dan/atau UPT/UPTD yang belum maupun yang telah terakreditasi. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala setiap triwulan, semester dan tahunan. Tujuan Monitoring adalah memberikan jaminan bagi terlaksananya proses akreditasi sesuai dengan rencana, dengan melakukan pengecekan terhadap aktivitas-aktivitas yang dijalankan, mencatat kemajuan-kemajuan yang sesuai dengan rencana, menemukenali kekuatan-kekuatan dan masalah-masalah yang timbul dan melakukan penyesuaian dengan adanya perubahan yang terus terjadi di lingkungan program/ kegiatan akreditasi Lembaga dibidang kesejahteraan sosial. Pelaksana Monitoring 1. Kementerian Sosial RI cq. Badiklit: Melakukan pemantauan perkembangan akreditasi terhadap LKS dan UPT/D. 2. Badan Akreditasi a. Pemantauan perkembangan penilaian akreditasi kepada perwakilan Badan Akreditasi di daerah b. Pemantauan terhadap berfungsi atau tidaknya peran asesor didalam melakukan penilaian akreditasi. Hasil monitoring digunakan sebagai: 1. Masukan untuk proses verifikasi dan validasi; 2. Bahan pertimbangan untuk penetapan kebijakan; dan/atau 3. Masukan untuk proses pengambilan keputusan akreditasi.C. Evaluasi Evaluasi merupakan suatu rangkaian kegiatan penilaian yang terencana dan terjadwal. 1. Tujuan evaluasi dilakukan untuk menilai: a. Kinerja dan kemajuan yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan (evaluasi proses); xx
21. b. Tingkat keberhasilan yang dicapai pada tahapan akhir kegiatan (evaluasi hasil); c. Situasi umum perkembangan LKS dan/atau UPT/UPTD ybs; d. Pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan akreditasi; e. Faktor-faktor pelancar dan pembatas (hambatan) dalam proses pelaksanaan akreditasi LKS dan/atau UPT/UPTD.2. Pelaksana Evaluasi a. Kementerian Sosial RI cq. Badiklit: Melakukan penilaian perkembangan akreditasi terhadap LKS dan UPT/D. b. Badan
Akreditasi 1) Penilaian akreditasi kepada perwakilan Badan Akreditasi di daerah 2) Penilaian terhadap berfungsi atau tidaknya peran asesor didalam melakukan penilaian akreditasi.D. Pelaporan Laporan merupakan suatu rangkaian aktivitas penyampaian data dan informasi yang terencana dan terjadwal. Bentuk laporan pelaksanaan kegiatan akreditasi baik yang dilakukan oleh Kementerian Sosial maupun yang dilakukan oleh Badan Akreditasi terdiri dari: a. Laporan hasil visitasi/ pelaksanaan akreditasi b. Laporan pelaksanaan hasil supervisi c. Laporan pelaksanaan hasil monitoring; d. Laporan pelaksanaan hasil evaluasi; e. Laporan rutin berkala, baik laporan semester maupun laporan akhir tahun; f. Laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran. xxi
22. BAB VI P E N U T U P Buku Panduan Umum ini disusun untuk menjadi acuan dan pegangan bagi parapenanggung-jawab program pada Kementeria/Instansi/Lembaga yang menjadi mitraBadan Akreditasi, baik di tingkap pusat, di provinsi maupun di kabupaten/kota. BukuPanduan Umum ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan oleh semua pihak, baiksegenap civitas Badan Akreditasi maupun Kementerian/ Instansi/Lembaga terkait dankhususnya para penyelenggara lembaga kese-jahteraan sosial yang berada diberbagaiwilayah Indonesia. Kehadiran buku panduan ini, pada prinsipnya tidak hanya sebagai acuan bagipihak terkait, akan tetapi juga dimaksudkan sebagai upaya perluasan informasi dalamrangka peningkatan pemahaman dari segenap pemangku kepentingan (stakeholders)khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan tersusunnya buku ini, segenap civitas Badan Akreditasi berharap agarproses pelaksanaan akreditasi terhadap lembaga di bidang kesejahteraan dapat berjalansesuai ketentuan yang berlaku. xxii Search
Follow us on LinkedIn
Follow us on Twitter
Find us on Facebook
Find us on Google+
LEARN ABOUT US
About
Careers
Our Blog
Press
Contact Us
Help & Support
USING SLIDESHARE
Terms of Use
Privacy Policy
SlideShare 101
Akreditasi Rumah Sakit, Pengakuan Atas Kualitas Layanan Tulis apa yang kamu kerjakan. Kerjakan apa yang kamu tulis.
drg. Puti Aulia Rahma, MPH
(seperti ditulis dalam Majalah Dental&Dental edisi September-Oktober 2012)
Saat ini masyarakat semakin sadar untuk memilih layanan kesehatan yang baik. Beberapa contohnya adalah masyarakat saat ini tidak sungkan lagi untuk mempertanyakan alternatif perawatan yang akan mereka terima sesuai dengan kondisi keuangan mereka saat ini. Mereka juga tidak sungkan lagi untuk berdiskusi dengan dokter mengenai kegunaan dan efek samping obat yang diresepkan dokter kepada mereka. Masyarakat juga mulai kritis mempertanyakan apakah alat kedokteran yang digunakan untuk memeriksa mereka sudah steril atau belum. Bahkan tidak sedikit orang yang ingin melihat proses sterilisasi tersebut. Bila ada pelayanan yang dirasa kurang memuaskan, masyarakat saat ini tidak malas lagi menegur staf medis yang bersangkutan atau mengeluarkan unek-unek mereka melalui kotak saran. Singkatnya masyarakat mau yang terbaik untuk diri mereka sesuai kondisi mereka saat ini.
Untuk menghadapi dinamika masyarakat sedemikian rupa, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan tidak tinggal diam. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mewajibkan dilaksanakannya akreditasi rumah sakit dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit di Indonesia. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi di rumah sakit adalah UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah
sakit dan Permenkes 1144/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan. Akreditasi mengandung arti suatu pengakuan yang diberikan pemerintah kepada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Rumah sakit yang telah terakreditasi, mendapat pengakuan dari pemerintah bahwa semua hal yang ada di dalamnya sudah sesuai dengan standar. Sarana dan prasarana yang dimiliki rumah sakit, sudah sesuai standar. Prosedur yang dilakukan kepada pasien juga sudah sesuai dengan standar.
Berdasarkan standar akreditasi versi 2007, terdapat tiga tahapan dalam pelaksanaan akreditasi yaitu akreditasi tingkat dasar, akreditasi tingkat lanjut serta akreditasi tingkat lengkap. Akreditasi tingkat dasar menilai lima kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu: Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Gawat Darurat dan Rekam Medik. Akreditasi tingkat lanjut menilai 12 kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu: pelayanan yang diakreditasi tingkat dasar ditambah Farmasi, Radiologi, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi, Pelayanan Resiko Tinggi, Laboratorium serta Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K-3). Akreditasi tingkat lengkap menilai 16 kegiatan pelayanan di rumah sakit, yaitu: pelayanan yang diakreditasi tingkat lanjut ditambah Pelayanan Intensif, Pelayanan Tranfusi Darah, Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Pelayanan Gizi. Rumah sakit boleh memilih akan melaksanakan akreditasi tingkat dasar (5 pelayanan), tingkat lanjut (12 pelayanan) atau tingkat lengkap (16 pelayanan) tergantung kemampuan, kesiapan dan kebutuhan rumah sakit baik pada saat penilaian pertama kali atau penilaian ulang setelah terakreditasi. Berdasarkan standar akreditasi versi 2007 ini, sertifikasi yang diberikan kepada rumah sakit berupa: tidak terakreditasi, akreditasi bersyarat, akreditasi penuh dan akreditasi istimewa. Tidak terakreditasi artinya hasil penilaian mencapai 65% atau salah satu kegiatan pelayanan hanya mencapai 60%. Akreditasi bersyarat artinya penilaian mencapai 65% - 75% dan berlaku satu tahun. Akreditasi penuh artinya hasil penilaian mencapai 75% dan berlaku selama 3 tahun. Akreditasi istimewa diberikan apabila dalam tiga tahun berturut-turut rumah sakit mencapai nilai terakreditasi penuh dan status ini berlaku selama 5 tahun. Rumah sakit wajib melaksanakan akreditasi minimal 6 bulan setelah SK perpanjangan izin keluar dan 1 tahun setelah SK izin operasional.
Manfaat implementasi standar akreditasi versi 2007 ini terutama ditujukan bagi penerima layanan kesehatan, pasien. Selain bermanfaat bagi pasien, akreditasi juga bemanfaat bagi petugas kesehatan di rumah sakit, bagi rumah sakit itu sendiri, bagi pemilik rumah sakit dan bagi perusahaan asuransi. Bagi tenaga kesehatan di rumah sakit, akreditasi berfungsi untuk menciptakan rasa aman bagi mereka dalam melaksanakan tugasnya. Mereka akan merasa aman karena sarana dan prasarana yang tersedia di rumah sakit
sudah memenuhi standar sehingga tidak akan membahayakan diri mereka. Selain itu, sarana dan prasarana yang sesuai standar juga sangat membantu mempermudah proses kerja mereka. Bagi rumah sakit, akreditasi bermanfaat sebagai alat untuk negosiasi dengan pihak ketiga misalnya asuransi atau perusahaan. Dalam hal ini, akreditasi bisa dibilang berfungsi sebagai salah satu alat berpromosi. Bagi pemilik rumah sakit, akreditasi berfungsi sebagai alat untuk mengukur kinerja pengelola rumah sakit. Sedangkan bagi perusahaan asuransi, akreditasi bermanfaat sebagai acuan dalam memilih dan mengadakan kontrak dengan rumah sakit. Perusahaan asuransi enggan mempertaruhkan nama baiknya dihadapan kliennya dengan memilih rumah sakit berpelayanan buruk.
Dalam penerapannya, standar akreditasi versi 2007 memiliki banyak kekurangan. Seperti dilansir dalam situs Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), standar akreditasi versi 2007 lebih berfokus pada penyedia layanan kesehatan (rumah sakit), kuat pada input dan dokumen namun lemah dalam implementasi dan dalam proses akreditasi kurang melibatkan petugas. Untuk menutupi kekurangan ini, KARS mengembangkan standar akreditasi versi 2012. Standar akreditasi versi 2012 ini memiliki kelebihan yaitu lebih berfokus pada pasien; kuat dalam porses, output dan outcome; kuat pada implementasi serta melibatkan seluruh petugas dalam proses akreditasinya. Dengan adanya perbaikan ini diharapkan rumah sakit yang lulus proses akreditasi versi 2012 ini benar-benar dapat meningkatkan mutu pelayanannya dengan lebih berfokus pada keselamatan pasien.
Standar akreditasi 2012 ini mirip dengan standar akreditasi internasional. Dalam standar akreditasi baru ini terdapat 4 kelompok standar yang terdiri dari 1.048 elemen yang akan dinilai. Keempat kelompok standar akreditasi rumah versi 2012 yaitu: kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, kelompok standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien rumah sakit dan sasaran Millenium Development Goals. Dalam kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, komponen penilaian selain berfokus pada hal – hal terkait pelayanan pasien dan keluarga, mulai dari pemenuhan hak-hak pasien, pendidikan pasien dan keluarga sampai ke pelayanan yang akan diberikan kepada pasien. Pada kelompok standar manajemen rumah sakit, komponen yang dinilai misalnya upaya manajemen untuk memberikan dukungan agar rumah sakit dapat memberi pelayanan yang baik kepada pasien. Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan lebih baik dan memperhatikan keselamatan pasien. Jangan sampai pasien yang datang ke rumah sakit membawa pulang penyakit lagi. Sasaran Millenium Development Goals merupakan komponen penilaian tambahan dalam standar akreditasi rumah sakit, khusus di Indonesia. Sasaran-sasarannya berupa penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan kasus
HIV dan AIDS serta pengendalian tuberkulosis. Tingkat-tingkat kelulusan berdasarkan standar akreditasi versi 2012 adalah dasar, madya, utama dan paripurna. Tingkat paripurna adalah tingkat kelulusan tertinggi yang dapat diraih oleh rumah sakit. Dalam pelaksanaan akreditasi rumah sakit menggunakan standar akreditasi versi 2012 ini, surveyor akan menemui pasien untuk mencari bukti adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yang berfokus pada keselamatan pasien. Bila tidak ditemukan bukti, maka proses penilaian tidak akan lanjut ke komponen lain. Saat ini seluruh rumah sakit memiliki kewajiban untuk menjaga mutu pelayanannya dengan melaksanakan akreditasi minimal setiap 3 tahun sekali.
Manfaat langsung dari implementasi standar akreditasi versi 2012 adalah rumah sakit akan lebih mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya. Rumah sakit akan lebih "lapang dada" menerima kritik dan saran dari pasien dan keluarganya, tidak lagi menjadi pihak yang selalu benar. Rumah sakit juga akan lebih menghormati hak-hak pasien dan melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra. Dalam hal ini, pasien dan keluarganya akan diajak berdiskusi dalam menentukan perawatan terbaik sesuai kondisi pasien saat ini. Implementasi standar akreditasi versi 2012 juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit telah melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan berdasar keselamatan pasien. Selain itu, implementasi standar akreditasi versi 2012 juga akan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga berkontribusi terhadap kepuasan karyawan. Rumah sakit yang telah lulus akreditasi versi 2012 akan memiliki modal negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan dan sumber pembayar lainnya dengan lengkapnya data tentang mutu pelayanan rumah sakit. Implementasi standar akreditasi versi 2012 akan dapat menciptakan budaya belajar dengan adanya sistem pelaporan yang tepat dari kejadian yang tidak diharapkan di rumah sakit. Manfaat lain dari implementasi standar akreditasi versi 2012 adalah terbangunnya kepemimpinan kolaboratif yang menetapkan kualitas dan keselamatan pasien sebagai prioritas dalam semua tahap pelayanan.
Tahapan yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan akreditasi adalah: pembinaan akreditasi oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan, bimbingan akreditasi oleh surveyor pembimbing, survei akreditasi oleh surveyor akreditasi dan pendampingan pasca akreditasi oleh tim pendampingan yang terdiri dari Kemenkes, KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), PERSI daerah dan Dinas Kesehatan. Tahap pembinaan akreditasi bertujuan untuk menyiapkan sistem pelayanan di rumah sakit. Hasil pembinaan berupa rekomendasi yang mencakup aspek hukum atau aspek manajemen pelayanan yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah rumah sakit perlu bimbingan atau tidak. Tahap bimbingan akreditasi bertujuan untuk memberikan penjelasan, pemahaman dan penerapan standar pelayanan yang menjadi item penilaian dalam
akreditasi. Hasil bimbingan ini berupa rekomendasi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan rumah sakit dan dokumen yang perlu disediakan untuk mencapai akreditasi. Bila masih membutuhkan bimbingan, rumah sakit berhak untuk meminta bimbingan dari konsultan luar selain KARS untuk mendapat bimbingan lebih intensif. Tahap survey akreditasi merupakan saatnya penilaian terhadap pemenuhan standar rumah sakit menggunakan instrumen akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS. Survei akreditasi dilakukan oleh KARS sedangkan sertifikasi diberikan oleh Dirjen Pelayanan Medik DepKes RI berdasarkan rekomendasi KARS. Rumah sakit tidak dapat memilih surveyor akreditasi untuk menjamin objektivitas penilaian. Tahap pendampingan pasca akreditasi bertujuan menindaklanjuti rekomendasi hasil survey akreditasi agar rumah sakit yang telah terakreditasi dapat meningkatkan mutu pelayanan yang masih dibawah standar dan tetap mempertahankan mutu pelayanan yang sudah tercapai. Pendampingan dilaksanakan secara berkala minimal 6 bulan pasca survey akreditasi.
Selain diakreditasi dengan standar nasional, beberapa rumah sakit di Indonesia, khususnya rumah sakit pemerintah, juga akan diakreditasi menggunakan standar internasional. Sebenarnya telah banyak rumah sakit di Indonesia yang terakreditasi secara internasional, namun kebanyakan rumah sakit swasta. Kondisi ini semakin menanamkan kesan bahwa rumah sakit pemerintah memang kurang layak dipercaya dan kurang mampu memberikan pelayanan terbaik baik masyarakat. Rencananya, tujuh rumah sakit besar pemerintah akan dipersiapkan untuk akreditasi internasional pada tahun 2013. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah bekerjasama dengan lembaga akreditasi internasional yaitu Joint Commission International (JCI) dari Amerika Serikat. JCI dipilih karena paling banyak berafiliasi dengan berbagai rumah sakit besar di dunia dan merupakan salah satu lembaga akreditasi yang dianggap berpengalaman. Akreditasi internasional ini bertujuan untuk "menyetarakan" mutu pelayanan rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit internasional. Dengan adanya akreditasi internasional ini diharapkan tumbuh pula kepercayaan dan pengakuan dari masyarakat bahwa rumah sakit pemerintah mampu memberikan layanan kesehatan terbaik. Dengan pengakuan ini diharapkan dapat membendung arus masyarakat yang berlomba-lomba berobat ke luar negeri. Dengan adanya akreditasi internasional ini, pemerintah menjamin adanya peningkatan mutu layanan kesehatan di rumah sakit pemerintah tanpa diiringi dengan kenaikan harga. Kedepannya, tidak hanya rumah sakit swasta atau pemerintah yang akan mendapat akreditasi tetapi juga Rumah Sakit TNI atau Polri dan Rumah Sakit pendidikan. Terutama rumah sakit pendidikan, penting untuk mendapatkan akreditasi untuk membuktikan bahwa pelayanan yang diberikan rumah sakit ini memang benarbenar merupakan layanan bermutu. Adanya akreditasi bagi Rumah Sakit Pendidikan
juga diharapkan dapat meluruskan anggapan masyarakat bahwa mereka akan menjadi "kelinci percobaan" bila menjadi pasien di rumah sakit tersebut.
Untuk mendapatkan tingkat kelulusan akreditasi yang baik, diperlukan adanya kerja sama antar semua pihak di rumah sakit. Semua staf rumah sakit, mulai dari pimpinan puncak sampai staf lapis terbawah harus memiliki semangat yang sama dalam mewujudkannya. Pimpinan puncak hingga ke staf lapisan bawah harus memiliki pemahaman yang sama mengenai alasan dilaksanakannya akreditasi. Jangan sampai ada pihak yang menganggap bahwa akreditasi ini akan menjadi beban yang menambah-nambah kerjaan mereka karena harus bekerja sesuai standar-standar akreditasi. Sejatinya, standar-standar yang dijadikan komponen penilaian dalam survey akreditasi adalah untuk dipenuhi dan diimplementasikan dalam jangka panjang bukan hanya pada saat survey akreditasi. Dengan adanya kerjasama dan semangat yang sama tinggi dari semua pihak di rumah sakit, bukan hal mustahil akan terciptanya layanan kesehatan berkualitas tinggi yang langgeng bagi masyarakat.