IV
BAB IV
AKHLAK DALAM BERMUAMALAH
Akhlak Dalam Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai' yang berarti menjual dan menukar dengan sesuatu yang lain. Jual Beli bisa juga bermakna pemindahan hak milik kepada orang lain dengan imbalan harga.
Rukun jual beli ada tiga macam yaitu :
Adanya penjual dan pembeli
Adanya barang yang dijual/yang ditransaksikan
Ijab (ucapan dari penjual saya jual) dan Qabul (ucapan dari pembeli saya beli) ini bentuknya sighat jual beli dengan ucapan. Adapun sighat dengan perbuatan yaitu seorang pembeli memberi uang dari barang yang ia ingin beli dan seorang penjual memberikan barang kepada pembeli tanpa ada ucapan.
Syarat-syarat Jual Beli :
Adanya keridhaan antara penjual dan pembeli
Orang yang mengadakan transaksi jual beli seseorang yang dibolehkan untuk menggunakan harta. Yaitu seorang yang baligh, berakal, merdeka dan rasyiid (cerdik bukan idiot).
Penjual adalah seorang yang memiliki barang yang akan dijual atau yang menduduki kedudukan kepemilikkan, seperti seorang yang diwakilkan untuk menjual barang.
Barang yang di jual adalah barang yang mubah (boleh) untuk diambil manfaatnya, seperti menjual makanan dan minuman yang halal dan bukan barang yang haram seperti menjual khamr (minuman yang memabukkan), alat musik, bangkai, anjing, babi dan yang lainnya.
Barang yang dijual/di jadikan transaksi barang yang bisa untuk diserahkan. Dikarenakan jika barang yang dijual tidak bisa diserahkan kepada pembeli maka tidak sah jual belinya. Seperti menjual barang yang tidak ada. Karena termasuk jual beli gharar (penipuan). Seperti menjual ikan yang ada air, menjual burung yang masih terbang di udara.
Barang yang dijual sesuatu yang diketahui penjual dan pembeli, dengan melihatnya atau memberi tahu sifat-sifat barang tersebut sehingga membedakan dengan yang lain. Dikarenakan ketidak tahuan barang yang ditransaksikan adalah bentuk dari gharar.
Harga barangnya diketahui, dengan bilangan nominal tertentu.
Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran islam).
Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal, dapat memilih. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :
Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.
Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.
Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
Jual beli terpaksa
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau pun sakit.
Jual beli malja' adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim.
Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian maka dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang sebab shiqat sebagai berikut :
Jual beli Mu'athah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabul yang melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan orang yang dimaksudkan.
Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak memenuhi syarat in'iqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang.
Terlarang Sebab Ma'qud Alaih (Barang jualan) Ma'qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi '(barang jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama, tetapi diperselisihkan.
Terlarang Sebab Syara'. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara' nya.
B.Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam
Islam melarang bentuk jual beli yan mengandung tindak bahaya bagi yang lain semacam jika BBM naik, sebagian pedagang menimbun barang sehingga membuat warga sulit mencari minyak dan hanya bisa diperoleh dengan harga yang relatif mahal. Begitu pula segala bentuk penipuan dan pengelabuan dalam jual beli menjadikannya terlarang. Saat ini kita akan melihat bahasan sebagai tindak lanjut dari tulisan sebelumnya mengenai bentuk jual beli yang terlarang.
Sebagai agama yang lengkap telah memberikan petunjuk lengkap tentang perdagangan, termasuk didalamnya barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan. Sebagai pengusaha muslimsudah sepantasnya kita mempelajari masalah ini agar terhindar dari perniagaan yang haram dan tidak di ridhoi allah.
Islam adalah agama yang syamil, yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma' dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.
Namun dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu pihak, maka jual beli tersebut dilarang. Diantara jual beli yang dilarang dalam Islam tersebut antara lain:
1. Jual beli yang diharamkan
Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Begitu juga jual beli yang melanggar syar'I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.
2. Barang yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.
3. Jual beli Hashat.
Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang berkata: " Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian". Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.
4. Jual beli Mulamasah.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: "Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian". Atau "Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian".
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
5. Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1. Khamer (Minuman Keras)
2. Bangkai, Babi dan Patung
3. Anjing
4. Gambar yang Bernyawa
5. Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya
6. Biji-Bijian yang Belum Mengeras
Akhlak Dalam Bisnis (Etika Bisnis Islami)
Kajian etika atau tingkah laku bisnis merupakan ibadah kepada Allah. Kekayaan ekonomi merupakan suatu alat untuk memenuhi hajat dan kepuasaan hidup dalam rangka meningkatkan kemampuan agar dapat mengabdi kepada Allah.
Dalam mencari kebutuhan itu, maka sistem ekonomi berfungsi atau bekerja untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu dengan memiliki nilai prioritas. Oleh karena itu, sistem ekonomi yang Islami merupakan alternatif jalan keluar bagi seseorang yang memiliki etika, keadilan, keseimbangan dan kejujuran. Dengan demikian orientasi dasar ekonomi yang paradigmanya relevan dengan nilai-nilai logik dan etik, sehingga nilai-nilai itu dapat difungsionalkan kedalam tingkahlaku ekonomi manusia.
Kelebihan bisnis atau ekonomi seseorang dengan yang lainnya berdasarkan kepada hasil usaha dan ikhtiarnya. Antara manusia itu terjalin persaudaraan dan persamaan dalam kegiatan bisnis, saling membantu, saling tolong menolong dan bekerjasama antara yang satu dengan lainnya.
Sejarah Etika Bisnis Islami
Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980 an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya.
Jika ditelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur'an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) "Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba". Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: "Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki". Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
b. Pengertian Bisnis Islami
Kata bisnis diartikan dengan usaha dagang; usaha komersial di dunia perdagangan; bidang usaha. Contoh : bekerja di bidang bisnis kepariwisataan. Dagang adalah suatu pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan, jual beli dan niaga. Maka dagang dimaksudkan juga dengan masalah ekonomi.
Adapun yang dimaksudkan dengan bisnis disini adalah suatu usaha guna memenuhi kebutuhan jasmani dan mengatur pemasukan (income), untuk mendapatkan kekayaan yang berhubungan dengan tata cara tertentu, guna untuk memenuhi kebutuhan hidup. Persoalan bisnis agar perekonomian ini terus berlangsung selama manusia masih hidup.
Bisnis atau dagang, dalam bahasa Arab disebut dengan al-tijarah, al-bay' dan syira'. Dalam Islam, bisnis berdasarkan kepada al-qur'an dan hadis Nabi SAW sebagai tolak ukur dan bertingkah laku dalam perdagangannya. Untuk itu, betapa pentingnya kajian dagang / bisnis yang berkarakteristik religius dan bermoral.
Kalimat atau kata al-tijarah adalah mashdar dan kata kerja (fi'il), yaitu : تجر – يتجر – تجرا – تجارة yang berarti jual beli dengan tujuan mendapatkan laba (keuntungan). Kata lainnya yang menunjukkan bisnis/dagang adalah al-bay' ( البيع ), yang artinya adalah menyerahkan barang dan menerima harganya. Senada dengan kalimat al-tijarah dan al-bay' tersut adalah al-syira (الشراء ), artinya sama dengan al-bay', yaitu jual beli.
Dengan demikian jelaslah, bahwa etika bisnis bertolak kepada kemakmuran masyarakat. Untuk kemakmuran masyarakat tersebut di antaranya ialah dengan jalan bertingkah laku, bermoral dalam perdagangan. Perdagangan yang dilakukan itu haruslah memenuhi kriteria perdagangan dalam Islam, seperi bertaqwa, adil, jujur, menepati janji dan jangan lupa untuk membuat neracanya agar jangan terjadi kekeliruan dalam pencatatan hutang-piutang, serta pada akhir tahun, dapat dikeluarkan zakat dari perdagangan itu.
Menghayati beberapa prinsip/ciri ekonomi Islam sebagaimana telah dikemukakan, dapatlah dikonklusikan, bahwa etika busnis sangat diperlukan sekali, sebab hal ini akan membuahkan/menghasilkan ekonomi yang baik. Justru itu, keadaan mental, moral, tingkah laku dan etika manusia sangat menentukan dalam melakukan bisnis secara Islam, hal ini tidak lain adalah berdasarkan kepada kesadaran, ketaqwaan atau keyakinan bagi orang-orang yang melakukan bisnis tersebut.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71).
Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya "Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga" (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia.
Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya "Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji", "pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada" (Hadits). Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal "Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang" (Hadits).
Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu "Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu" (QS: Al- Maidah;1), "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya" (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah "Tanda-tanda munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat" (Hadits).
Maka hidup dalam dunia bisnis memerlukan bantuan orang lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun : "bagaimanapun juga manusia itu tidak bisa hidup sendiri, tidak bisa memenuhi keperluan hidupnya oleh dan atas pekerjaannya sendiri walaupun soal yang kecil sekali, karena hal itu diluar batas kekuasaan manusia."
c. Prinsip Etika Bisnis
Dalam etika bisnis ada beberapa hal yang dijadikan prinsip dalam melakukan transaksi:
Jujur dalam takaran
Menjual barang baik mutunya
Dilarang menggunakan sumpah
Longgar dan bermurah hati
Membangun hubungan baik
Tertib admnistrasi
Menetapkan harga dengan transparan.
Melakukan bisnis tentu ingin mendapatkan keuntungan yang bannyak. Namun dalam mencari keuntungan tentu ada hal-hal yang diperhatikan:
Investasi modal sebaik-baiknya
Keputusan yang sehat
Perilaku yang benar
c. Etika Bisnis Islami
Jenis-jenis bisnis yang dilarang dalam Islam:
Riba
Menipu (urang, bohong, kurangi timbangan dan lain-lain)
Ba'I qablal qabdi (menjual barang yang belum diserahkan)
Ba'I al-Mulamasah (menjual barang yang belum jelas)
Ba'I al-Munabadzah (menjual minuman keras/arak)
Mengkonsumsi milik orang lain dengan cara bathil.
Tidak menghargai prestasi
Partnersip yang invalid
Melanggar pembayaran gaji dan hutang
Penimbunan
Penentuan harga yang fix
Proteksionisme
Hima (menyusahkan orang lain) dan monopoli
Melakukan hal yang melambungkan harga
Tindakan yang menimbulkan kerusakan
Pemaksaan
Langkah-langkah sukses dalam berbisnis menurut Islam:
Niat yang benar untuk beribadah.
Menentukan cita-cita dengan positif thingking kepada Allah sebagai penetu rizki, diri sendiri dan orang lain, sehingga membantu motivasi tinggi untuk bekerja sungguh-sungguh.
Menggunakan modal dengan harta halal untuk meraih keuntungan di dunia dan pahala di akhirat.
Kerja keras dan pintar, pantang menyerah untuk memperbaiki nasib, mengoptimalkan segala potensi akal sehat.
Berakhlak mulia, yaitu sabar, tekun, ulet, adil, tepat janji, tanggung jawab, dan tawakkal kepada Allah.
3. Aturan-aturan dalam Bisnis
Dalam melaksanakan bisnis tentu ada aturan-aturan yang mesti ditaati oleh yang melakukan bisnis tersebut:
Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam.
Seorang muslim harus komitmen dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang diharamkan oleh syariah. Dan seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak halal atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap seperti night club discotic café tempat bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A'raf;32. QS: Al Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.
Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal.
Praktik riba yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 – 35). Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a'raf;31).
Persaingan yang tidak sehat.
Hal ini sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah: 188: "Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil". Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut : "Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah", "Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat". Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Rasulullah bersabda : "Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat".
Pemalsuan dan penipuan.
Kegiatan ini Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: "Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar". Nabi bersabda "Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis". Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang dilakukan sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu.
Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau dalam suatu pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim menjadi penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu pembeli agar melakukan pembelian terhadap produk mereka. Model promosi tersebut dapat dikategorikan melanggar 'akhlaqul karimah', Islam sebagai agama yang menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses jual beli harus dikaitkan dengan 'etika Islam' sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkan rezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari'ah Islam secara menyeluruh, termasuk 'etika jual beli'.
Konsep Halal dan haram.
_____________
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hal.111
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 70
Abdurrahman Ghazali dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010), hal.80jj
Salah satu yang paling ditolak dalam ekonomi Islam adalah adanya unsur zalim dalam berekonomi. Prinsip ekonomi zulumat adalah prinsip ekonomi yang melandaskan pada pola pikir materialisme, yang menempatkan manusia sebagai segala-galanya, baik secara kolektif atau komunal maupun individual atau liberal. Tata aturan yang bersangkut paut dengan kegiatan ekonomi ditetapkan berdasarkan aturan manusia. Berdasarkan itu ajaran Tuhan ditolaknya. Prinsip ekonomi inilah yang melandasi ekonomi konvensional pada kurun waktu sejak dunia Barat mendominasi peradaban. Prinsip ekonomi yang demikian dapat menyesatkan kehidupan, yang pada akhirnya akan melahirkan peradaban yang saling baku hantam dan mencari kelengahan pihak lain
Dep. DikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 121
Abu Louis al-Ma'luf. Al-Munjid fi al-lughah wa al-a'lam (Beirut : dar al-masyriq, 1984) Cet XXVII, h. 59
Rus'an. Ibnu Khaldun. Tentang Sosial dan Ekonomi.(Jakarta : Bulan Bintang. 1980) h. 22
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, (Jakarta: Penebar Plus, 2012), hal.34-40
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2001), hal.38-42
Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: YPKN, 2004), hal.52
Faisal Badroen, et.al, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hal.169
142