REFERAT
Maret 2017
DISLEKSIA
“
”
Nama
: Shofa Aji Setyoko
NIM
: N 111 16 034
Pembimbing
: dr. Kartin Akune, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2017
1
BAB I PENDAHULUAN
Disleksia merupakan bentuk gangguan belajar yang paling umum ditemukan. Istilah disleksia sering dipakai untuk menggambarkan semua aspek kesulitan membaca, menulis, mengeja, dan gabungan ketiganya. Disleksia pada awalnya diketahui pada orang dewasa pada akhir abad XIX, sedangkan pada anak dilaporkan pertama kali pada tahun 1896.1 Disleksia yaitu suatu istilah luas yang digunakan untuk gangguan kemampuan membaca, sering disebabkan oleh kelainan herediter yang mengenai 5% populasi. Penyebabnya tidak diketahui, meskipun telah diajukan dua teori patogenik. Salah satunya adalah bahwa kemampuan mengikat bunyi pembicaraan berkurang, sehingga pasien mengalami kesulitan menerjemahkan bunyi itu secara mental dalam satuan bunyi (fonem). Teori lain adalah bahwa defek di bagian magnoseluler sistem penglihatan memperlambat pemrosesan defisit fonemik. Bagaimanapun, sering dijumpai penurunan aliran darah di gyrus angularis pada hemisfer kategoris.2 Disleksia, gangguan bahasa yang lain, adalah kesulitan belajar membaca karena kesalahan interpretasi kata-kata. Gangguan ini timbul akibat kelainan perkembangan di koneksi-koneksi antara daerah penglihatan dan daerah bahasa korteks atau di dalam daerah penglihatan dan daerah bahasa korteks atau di dalam daerah bahasa itu sendiri; yaitu pasien lahir dengan “cacat kabel” di dalam sistem pemrosesan bahasa. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa disleksia berakar pada defisit dalam pemrosesan fonologis, yang berarti gangguan kemampuan untuk menguraikan bahasa tulisan menjadi komponen-komponen fonetik yang mendasarinya. Pengidap disleksia mengalami kesulitan mengurai dan, karenanya, mengidentifikasi dan memberi arti pada kata-kata. Keadaan ini sama sekali tidak berkaitan dengan kemampuan intelektualitas. 3
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Disleksia didefinisikan sebagai gangguan membaca primer, yang dibedakan dari bentuk sekunder. Kata dyslexia berasal dari bahasa Yunani, dys artinya tanpa, tidak adekuat atau kesulitan dan lexis/lexia yang artinya kata atau bahasa, sehingga diartikan sebagai kesulitan membaca kata-kata. Disleksia sekunder yaitu kesulitan membaca yang disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan visual atau pendengaran, cacat intelektual, kurangnya pembelajaran/latihan atau sebab lainnya. 1 Terdapat 5 kriteria yang harus terpenuhi untuk mendefinisikan disleksia, yaitu: 1) anak tidak menderita kelainan neurologis mayor, misal palsi serebral; 2) fungsi sensorik utama harus normal, dan anak tidak buta atau tuli; 3) anak tidak mengalami masalah psikiatri yang berat (karena seringkali ditemukan masalah rendah diri pada anak disleksia); 4) intelegensia anak harus normal; 5) anak tinggal dalam lingkungan sosial dan pendidikan yang kondusif untuk belajar membaca. 1 Menurut WHO, disleksia didefinisikan sebagai gangguan pada kemampuan membaca yang spesifik dan bermakna, yang tidak dapat dijelaskan atas dasar berbagai defisit intelegensia umum, kesempatan dalam belajar, kemauan atau kemampuan indra. 1 Menurut DSM IV, disleksia adalah gangguan kemampuan membaca, meskipun penderita mempunyai intelegensia normal, tidak terdapat kecacatan fisik dan psikologis, dan mendapatkan pendidikan formal yang memadai. 1
2.2
Epidemiologi
Prevalensi disleksia di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 5% sampai 17% pada anak usia sekolah; dan 40% dengan kemampuan membaca sangat rendah. Prevalensi yang hampir sama didapatkan di
3
daerah Persia, yakni sebesar 5,2%. Kelainan ini terdapat pada sedikitnya 80% dari semua individu yang teridentifikasi sebagai kesulitan belajar. 1 Penelitian dengan populasi yang dipilih secara acak, menunjukan bahwa disleksia dialami oleh anak laki-laki dan perempuan dengan proporsi yang sama. Beberapa penelitian yang mengikutkan populasi besar menunjukkan disleksia terjadi 2-3 kali lebih banyak pada laki-laki. Ketika dibedakan antara gangguan membaca dengan gangguan mengeja, hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung mengalami gangguan mengeja, sedangkan gangguan membaca pada laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang sama.1 Disleksia adalah gangguan perkembangan yang berbasis genetik, dan dijumpai lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Untuk beberapa tahun, disleksia dikonsepkan secara spesifik sebagai gangguan membaca yang mempengaruhi proses belajar anak. Pada dasarnya kemampuan membaca merupakan kemampuan alami yang bisa dipelajari setiap orang, namun terdapat beberapa orang yang memiliki kesulitan membaca dikarenakan adanya gangguan dalam otak. Jenis gangguan ini dinamakan dengan disleksia. Hambatan utama yang dialami anak disleksia, yaitu kesulitan untuk memaknai simbol, huruf dan angka, melalui persepsi visual dan auditoris.4,5
2.3
Etiologi
Disleksia diketahui sebagai gangguan yang diturunkan dan familial. Penurunannya terjadi secara autosomal dominan pada beberapa keluarga dan kemungkinan pembawa sifatnya adalah gen pada kromosom 15. Bukti ini semakin menunjukkan bahwa disleksia merupakan kelainan yang diturunkan. Kemungkinan 50% orang tua disleksia mempunyai anak disleksia, 50% saudara kandung penderita mungkin menderita kelainan yang sama dan 50% penderita anak-anak mempunyai orang tua yang menderita disleksia. Sebuah bukti penelitian menunjukkan bahwa kelainan disleksia ini melibatkan lokus pada kromosom 2, 3, 6, 15, dan 18. 1
4
2.4
Patofisiologi
Disleksia
dikarakteristikkan
sebagai
gangguan
kemampuan
membaca tanpa atau dengan masalah psikologi. Membaca merupakan proses yang berlangsung di daerah spasio-temporal, yang melibatkan pengkodean berurutan terhadap simbol-simbol visual. Kemampuan spasiotemporal seperti mendeteksi perubahan huruf-huruf mempunyai peranan yang penting dalam proses membaca. 1,6 Pemeriksaan neurobiologik pada penderita disleksia menunjukkan adanya gangguan fungsi membaca pada bagian posterior hemisfer kiri, terutama di daerah temporo-parieto-oksipitalis. 1 Gyrus angularis merupakan bagian lobus parietalis posterior yang paling inferior, terletak tepat di belakang area Wernicke dan di sebelah posterior bergabung dengan area visual lobus oksipitalis. Bila daerah ini mengalami kerusakan sedangkan area Wernicke di lobus temporalis tetap utuh, pasien masih dapat menginterpretasikan pengalaman auditorik seperti biasanya, namun rangkaian pengalaman visual yang berjalan dari korteks visual ke area Wernicke benar-benar terhambat. Oleh karena itu, pasien mungkin masih mampu melihat kata-kata dan bahkan tahu mengenai kata-kata itu, tetapi tidak dapat menginterpretasikan arti katakata itu. Keadaan ini disebut disleksia, atau buta kata-kata (word blindness).7 Sebuah teori disleksia yang bersumber pada defisit proses di temporal,
yang
menggabungkan
gejala
klinis
dengan
kompleks
neuropsikologis dan keragaman bentuk disleksia. Teori ini berdasarkan pendekatan neuropsikologis yang mengarah pada defisit fonologis dan gangguan visual. Dalam teori ini dikemukakan bahwa pada anak disleksia didapatkan kesulitan untuk menyatukan perubahan stimulus yang berlangsung cepat (khas pada disleksia). Kesulitan ini akan mengakibatkan kegagalan persepsi pendengaran pada konsonan, defisit dalam penilaian perintah temporal, dan defisit dalam berbagai tingkat membaca cepat. Diskalkulia, biasanya terdapat pada disleksia berat juga merupakan hasil
5
dari kegagalan fungsi proses numerik temporal. Koordinasi motorik halus juga dapat terganggu pada penderita disleksia, yang akan mengakibatkan disgrafia atau kesulitan dalam menulis, dan dispraksia atau kesulitan dalam koordinasi gerakan motorik. 1 Perkembangan terlambat pada daerah
Dispraksia, disgrafia
Diskalkulia
Gangguan Defisit proses di temporal
Gangguan diskriminasi
Aturan morfosintakti
Gangguan pengucapan
Gangguan awareness fonem
Gangguan memori jangka pendek
Gangguan persepsi visual
Disleksia
Gambar 1. Mekanisme terjadinya disleksia dan kelainan penyerta
Para ilmuwan telah menggunakan teori membaca untuk membantu memahami disleksia. Salah satu teori membaca yang paling banyak diterima adalah teori jalur ganda. Dalam teori ini terdapat dua mekanisme yang digunakan untuk membaca sebuah kata, yaitu jalur langsung (ortografi) dan jalur tidak langsung (fonologis). Jalur langsung adalah melihat kata dan otomatis mengetahui apa yang dibaca. Untuk orang yang sering melihat kata-kata, dan kata-kata tersebut telah dikenali sebelumnya, maka kemungkinan besar jalur inilah yang digunakan. Pembaca terlatih menggunakan jalur ini untuk sebagian besar yang mereka baca, meskipun
6
mereka dapat menggunakan jalur lain ketika mereka menemukan kata-kata yang baru atau kata asing. Jalur tidak langsung menterjemahkan hurufhuruf menjadi suara, dan mengetahui pengucapan kata -kata dari kombinasi suara yang dihasilkan. Jalur ini menggunakan proses fonologis dan biasanya digunakan pada awal perkembangan keterampilan membaca. Pembaca yang menemukan kata-kata baru maka kata-kata tersebut dibaca dengan
hati-hati.
Banyak
penderita
disleksia
memiliki
kesulitan
menggunakan jalur ini karena keterampilan fonologis mereka kurang. 1 Pada dasarnya, membaca terdiri dari 2 proses utama, yaitu pengkodean dan pemahaman. Pada penderita disleksia, terdapat defisit fonologis sehingga terjadi kegagalan dalam memisahkan fonem sebagai segmen dasar sebuah kata-tulis. 1
2.5
Gambaran Klinis
Anak-anak dengan gangguan membaca sering membutuhkan waktu dua-tiga kali lebih banyak untuk membaca teks dibanding anak normal. Keterlambatan membaca ini menyebabkan kesulitan untuk memahami apa yang telah dibaca, terutama ketika membaca kalimat yang panjang. Katakata yang mengandung huruf mati, dibaca sangat lambat dan sering terjadi kesalahan membaca. Pada kata yang sulit dibaca, anak-anak dengan gangguan membaca cenderung untuk membaca kata-kata lain dengan huruf yang mirip. Beberapa anak berhasil menyimpulkan isi kalimat berdasarkan kata-kata lain meskipun dengan pengucapan yang salah. Karena itu, diagnosis harus dibuat tidak hanya memperhatikan pemahaman bacaan, tetapi juga memperhatikan kecepatan membaca, dan kata-kata yang dapat diucapkan dengan jelas.1 Kecepatan membaca yang lambat merupakan gejala utama gangguan membaca pada anak yang lebih besar. Kesulitan khususnya terjadi pada kata-kata yang lebih kompleks, bersuku kata banyak, dan jarang digunakan. Dalam situasi tertekan, gejala akan meningkat.
7
Gangguan membaca juga bermanifestasi dalam bentuk kesulitan berhitung (diskalkulia) dan belajar bahasa asing. 1 Gangguan mengeja ditandai oleh peningkatan jumlah kesalahan mengeja yang bermakna. Anak-anak dengan gangguan ini biasanya hanya dapat mengeja dengan benar sebanyak 10% dari 40 kata dalam tes pemeriksaan. Ketika diberi kebebasan untuk menulis, anak-anak ini akan menghindari kata-kata yang tidak dapat mereka eja dengan benar, yang sering dijadikan kompensasi untuk menghindari kesalahan mengeja. Kondisi ini sering disalah artikan sebagai keterbatasan kosa kata atau kurangnya kemampuan linguistik. 1 Komunikasi antara dokter anak dan pasien dapat memberi kesempatan untuk mengidentifikasi faktor risiko gangguan membaca secara lebih awal, untuk mendapatkan terapi secepatnya. Keluhan orang tua, berupa keterlambatan bicara pada anak, yang mendorong mereka datang kepada dokter dapat menjadi indikator pertama bahwa seorang anak berisiko menderita kesulitan membaca. Keterlambatan perkembangan bahasa ringan sampai sedang seperti tidak mampu mengucapkan 1 kata pada usia 15-16 bulan dan tidak mampu mengucapkan kalimat setelah usia 24 bulan harus mendapat perhatian sebagai faktor risiko. 1 Pada usia 3-4 tahun, harus ditanyakan kemampuan anak-anak untuk melafalkan sajak atau permainan yang menggunakan irama. Ketika anak berusia 5 tahun, seharusnya mereka sudah mengenal huruf pada nama mereka. Akhir periode taman kanak-kanak, mereka harus bisa membedakan huruf besar dan huruf kecil. Pengenalan abjad pada usia ini sangat penting karena merupakan awal dalam proses membaca. Pengenalan huruf pada awal sekolah merupakan prediktor tunggal untuk gangguan membaca. 1
8
Gambar 2. Contoh tulisan penderita disleksia
2.6
Diagnosis
Disleksia
merupakan
diagnosis
klinis.
Diagnosis
ditentukan
berdasarkan riwayat penderita, pengamatan dan penilaian psikometri. Dasar diagnosis ICD-10 dan DSM-IV adalah gambaran klinis yang ditandai oleh kegagalan perkembangan proses membaca dan mengeja. Namun, penelitian terkini menunjukkan terdapat 3 kelainan yang terpisah, yaitu 1) kombinasi gangguan membaca dan mengeja atau disleksia, 2) gangguan membaca, dan 3) gangguan mengeja. 1 Sebagian besar gangguan membaca tidak terdiagnosis sampai anak di kelas 3 atau sekitar umur 6-9 tahun. Anak usia prasekolah mempunyai faktor risiko untuk menderita disleksia, antara lain kalo ada riwayat keterlambatan bahasa atau tidak dapat mengeluarkan suara tertentu (kesulitan dalam permainan kata-kata, kerancuan pada kata-kata dengan bunyi yang sama, kesulitan belajar mengenal huruf), dan ada keluarga lain yang menderita disleksia. Pada usia sekolah, anak sering dikeluhkan tidak
9
dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik. Orang tua dan guru seringkali tidak menyadari bahwa penyebabnya adalah gangguan membaca. 1 Untuk menentukan apakah anak berisiko menderita disleksia, skrining biasanya dilakukan pada akhir masa taman kanak-kanak atau memasuki sekolah dasar. Siswa dengan kemampuan membaca di bawah teman seusianya pada skrining dicurigai berisiko dan diberikan intervensi. 1 1. Penilaian kemampuan membaca Pada saat ini, penilaian kemampuan membaca yang paling diterima adalah penilaian berdasarkan fonologis. Anak dinilai dengan mengukur pengkodean, kelancaran, dan pemahaman dalam membaca. Pemeriksaan analisis fonologis untuk anak yang tersedia saat ini adalah Comprehensive Test of Phonological Processing (CTOPP). Tes ini terdiri atas pengukuran pengetahuan fonologis, pengkodean fonologis, dan kemampuan mengingat dan memberi nama dengan c epat. 1 Pada anak usia sekolah, salah satu elemen yang penting untuk dievaluasi adalah seberapa akurat anak dapat mengkode kata (membaca kata-kata
tunggal).
Kelancaran
membaca
dapat
dinilai
dengan
menggunakan the Gray Oral Reading Test . Tes ini terdiri atas 13 bagian yang semakin sulit dan masing-masing diikuti oleh lima pertanyaan pemahaman. Kemampuan membaca kata tunggal dapat diketahui dengan menggunakan Test of Word Reading Efficiency (TOWRE ), sebuah tes untuk kecepatan membaca kata-kata. Skrining oleh dokter dapat dilakukan dengan mendengarkan anak membaca dengan keras berdasarkan tingkat kemampuan membacanya. 1 2. Pemeriksaan Fisik, Neurologis dan Laboratorium Pemeriksaan fisik secara umum memiliki peran yang sangat kecil untuk mengevaluasi disleksia. Gangguan sensorik primer harus disingkirkan terutama pada anak-anak. Jenis pemeriksaan ditentukan oleh gejala-gejala non-disleksia yang menunjukkan kelainan khusus. Hasil pemeriksaan neurologis rutin biasanya normal. Pemeriksaan lain,
10
seperti MRI atau analisis kromosom, hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis spesifik. 1
2.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disleksia terdiri atas menentukan kelainan serta memberi
pengetahuan
kepada
orang
tua
dan
guru.
Selanjutnya,
penatalaksanaan tergantung pada beratnya disleksia dan kelainan psikologis lain yang menyertai. Medikamentosa tidak bermanfaat untuk disleksia. Apabila
disleksia
disertai
dengan
ADHD,
medikamentosa
dapat
memperbaiki kesulitan belajar yang ditimbulkan. 1 Intervensi ditujukan untuk memperbaiki kemampuan memanipulasi fonem pada suku kata dengan cara memfokuskan intruksi pada satu atau dua jenis fonem, mengajar anak-anak dalam kelompok kecil, dan memberikan instruksi yang eksplisit (daripada insidentil). Keberhasilan terapi mengacu pada kemampuan membaca secara oral dengan kecepatan, akurasi dan ekspresi yang tepat. Metode yang digunakan adalah membangun minat baca dengan panduan, yaitu anak membaca dengan suara yang keras berulang kali dihadapan guru, orang dewasa, atau temantemannya, dan menerima umpan balik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa membaca oral dengan panduan memiliki dampak yang jelas dan positif terhadapap pengenalan kata, kelancaran, dan pemahaman membaca. Metode yang harus dihindari adalah mendorong membaca dalam jumlah besar dan membaca dalam hati (diam), tanpa umpan balik kepada siswa. 1 Perangkat untuk terapi disleksia dapat berupa komputer dan perekam suara. Penderita disleksia biasanya mempunyai tulisan tangan yang tidak dapat dibaca. Komputer akan sangat bermanfaat karena dilengkapi dengan program pemantau ejaan, sehingga dapat mengoreksi kesalahan ejaan yang sering didapatkan pada penderita disleksia. Perekam suara dapat menyimpan gagasan-gagasan penderita yang susah dituangkan dalam bentuk tulisan. 1
11
Pada terapi dengan Read Write and Type (RWT) dan Lindamood Phoneme Sequencing Program for Reading, Spelling, and Speech (LIPS) selama 1 tahun, didapatkan perbaikan pada phonological awareness, rapid naming, phonemic decording , akurasi dan kelancaran membaca, mengeja, membaca secara komprehensif. Intervensi jangka panjang sering dilakukan pada disleksia. Namun, terapi dengan intervensi jangka pendek pada anak kelas I sekolah dasar yang berisiko disleksia pada sebuah studi memberikan perbaikan yang bermakna terhadap kemampuan membaca. 1 Intervensi keluarga dilakukan pada lingkungan keluarga yang berisiko yang berfokus pada phoneme awareness dan pengenalan huruf pada tahun-tahun sebelum anak diberi pendidikan formal. Anak yang diberi intervensi keluarga mempunyai pengenalan huruf yang lebih baik. 1 Besar dan bentuk huruf dapat memengaruhi kemampuan membaca anak. Didapatkan hubungan yang berbanding lurus antara besar huruf dengan kemampuan membaca. Penderita disleksia memerlukan ukuran huruf yang lebih besar untuk mencapai kecepatan membaca maksimum. 1
2.8
Prognosis
Sekitar seperlima individu disleksia yang mendapatkan intervensi akan memiliki kemampuan membaca yang cukup pada usia dewasa. Prognosis tergantung pada tingkat keparahan disleksia, kekuatan dan kelemahan penderita, intensitas, serta waktu dan kecepatan terapi. Terapi harus berlangsung intensif dan dalam waktu yang cukup untuk mendapatkan
efek
penatalaksanaannya
positif. merupakan
Identifikasi kunci
yang
untuk
lebih
membantu
awal
dan
anak-anak
disleksia, karena anak-anak 8 tahun atau lebih muda lebih mungkin menunjukkan perbaikan. 1 Kesulitan belajar anak disleksia dalam membaca pelajaran perlu diberikan stimulasi
yang berbeda dalam proses belajar anak seperti
penggunaan media baik secara verbal maupun menggunakan media audio visual. Meskipun saat ini penggunaan media ini masih dianggap mahal,
12
akan tetapi dalam beberapa tahun mendatang biaya ini akan semakin rendah dan dapat terjangkau sehingga dapat digunakan secara meluas di berbagai jenjang sekolah.8
2.9
Pencegahan
Pencegahan dengan cara memasukkan anak pada kelompok bermain/PAUD, sangat membantu meningkatkan kemampuan linguistik. Pencegahan berfokus pada kegiatan permainan bahasa, pengenalan irama, mengenal suku kata, dan pengenalan suara. Kegiatan ini telah dibuktikan dengan penelitian jangka panjang dapat memberikan manfaat untuk perkembangan bahasa tertulis. Perlu ada tenaga yang terlatih dan memiliki motivasi tinggi sebagai pengajar, agar berhasil dengan efektif. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung keterampilan berbahasa. Adanya program membaca bersama-sama yang dilakukan dengan suara keras pada kelompok prasekolah dapat mendorong pengetahuan tentang alphabet. Sebelum anak akan mulai bersekolah, setiap hari selama 15 menit orang tua dapat memberikan kegiatan pengenalan alphabet. Adanya permainan yang memperkenalkan irama dan kreasi, bersajak, mengenal huruf dan kalimat, bunyi huruf akan sangat membantu dalam program pencegahan disleksia. Kegiatan permainan pada kelompok bermain
dapat
sangat
menyenangkan
bagi
anak-anak,
dan
juga
mempersiapkan mereka untuk sekolah karena mereka dihadapkan dengan tugas-tugas tertentu. 1
13
BAB III PENUTUP
Disleksia adalah gangguan kemampuan membaca dan mengeja; tetapi penderita mempunyai intelegensia normal, tidak terdapat kecacatan fisik dan psikologis, dan mendapatkan pendidikan formal yang memadai. Dasar diagnosis ICD-10 dan DSM-IV adalah gambaran klinis yang ditandai oleh kegagalan perkembangan proses membaca dan mengeja. Terdapat 3 kelainan yang terpisah, yaitu 1) kombinasi gangguan membaca dan mengeja atau disleksia, 2) gangguan membaca dan 3) gangguan mengeja. Kesulitan belajar anak disleksia dalam membaca pelajaran perlu diberikan stimulasi yang berbeda dalam proses belajar anak seperti penggunaan media baik secara verbal maupun menggunakan media audio visual. Meskipun saat ini penggunaan media ini masih dianggap mahal, akan tetapi dalam beberapa tahun mendatang biaya ini akan semakin rendah dan dapat terjangkau sehingga dapat digunakan secara meluas di berbagai jenjang sekolah.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak . Edisi 2. EGC. 2013: 453-461. 2. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. 2008 : 290. 3. Sherwood, L. Fisiologi Kedokteran dari Sel ke Sistem. EGC. 2012: 163. 4. Snowling, M. (2012). Early Identification and Interventions for Dyslexia: a contemporary view. (online) doi: 10.1111/j.1471-3802.2012.01262.x. 5. Qodariah, Hatta & Rahayu (2012). Pengaruh “Brain Gym” terhadap Penurunan Frekuensi Kesulitan Membaca pada Anak Disleksia. (online) http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/ sosial/article/download/380/pdf. 6. Bogliotti, Serniclaes, Messaoud-Galusi & Charolles (2008). Discrimination of Speech Sounds by Children with Dyslexia: Comparisons with Chronological Age
and
Reading
Level .
Elsevier
Article
(online)
doi:10.1016/j.jecp.2008.03.006. 7. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. 2008 : 755. 8. Kawuryan
&
Meningkatkan
Rahardjo Kemampuan
(2012). Pengaruh Membaca
pada
Stimulasi Anak
Visual
Disleksia .
Untuk (online)
http://jurnal.umk.ac.id/index.php/PSI/article/view/32/31.
15