MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RENAL KALKULI Dosen Pembimbing: Ns. Ana Fitria Nusantara, S.Kep., M.Kep.
Di Susun Oleh Kelompok : 1. Istatutik Nabilah
(14201.06.14022)
2. Siti Ismaul
(14201.06.14036)
3. Nur Kholidiyah
(14201.06.14074)
Nbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbn nnnbm
m m,,
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN STIKES HASHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PAJARAKAN – PROBOLINGGO TAHUN AJARAN 2016-2017
i
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BATU GINJAL (RENAL KALKULI)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Sistem Perkemihan
Mengetahui, Dosen Mata Ajar
Ns. Ana Fitria Nusantara, S.Kep., M.Kep.
ii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW. Adapun maksud penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty, saya susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Renal Kalkuli” dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, saya juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren Zainul Hasan Genggong. 2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. 3. Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat., sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan. 4. Ana Fitria N, S.Kep.Ns.,M.Kep, sebagai dosen mata ajar Sistem Perkemihan. 5. Santi Damayanti,A.Md. sebagai ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.
Probolinggo, Maret 2017
Penyusun
iii
DAFTAR ISI Halaman Sampul ..............................................................................................
i
Lembar Pengesahan .........................................................................................
ii
Kata Pengantar .................................................................................................
iii
Daftar Isi ..........................................................................................................
iv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................
2
1.3 Tujuan ........................................................................................................
2
1.4 Manfaat ......................................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi ......................................................................................
3
2.2 Definisi .......................................................................................................
4
2.3 Epidemiologi ..............................................................................................
5
2.4 Klasifikasi ..................................................................................................
5
2.5 Etiologi .......................................................................................................
6
2.6 Patofisiologi ...............................................................................................
8
2.7 Manifestasi Klinis ......................................................................................
11
2.8 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................
11
2.9 Penatalaksanaan .........................................................................................
12
2.10 Komplikasi ...............................................................................................
14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian ..................................................................................................
15
3.2 Diagnosa Keperawatan ..............................................................................
18
3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................................
18
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan ................................................................................................
20
4.2 Saran ..........................................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
21
Lampiran
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya, batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat (Mary, 2009). Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 112 % penduduk menderita batu saluran kemih (Bustan, 2000). Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya: batu asam kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya: batu asam urat). Konsentrasi bahanbahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urine serta kebiasaan makn atau obat tertentu, juga dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu (Corwin, 2009). Batu kalsium, yang biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering menyertai keadaan-keadaan yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering menyertai gout, suatu penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi asam urat (Corwin, 2009). Faktor yang sudah dijelaskan di atas adalah salah satu dari beberapa faktor yang bisa mengakibatkan terjadinya penyakit batu ginjal. Dengan demikian kita dapat mencegah terjadinya hal tersebut dengan cara memperbanyak minum air putih minimal 2 liter perhari, dan modifikasi makanan dapat mengurangi kadar bahan pembentuk batu, bila kandungan batu teridentifikasi. Selain itu, bagi perempuan maupun laki-laki sebaiknya menghindari konsumsi tinggi kalsium dan fosfat.
1
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus renal kalkuli?
1.3 Tujuan Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus renal kalkuli. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi ginjal. 2. Untuk mengetahui definisi dari penyakit renal kalkuli. 3. Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit renal kalkuli. 4. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit renal kalkuli. 5. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit renal kalkuli. 6. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit renal kalkuli. 7. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit renal kalkuli. 8. Untuk menegatahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita renal kalkuli. 9. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita renal kalkuli. 10. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit renal kalkuli. 11. Untuk mengetahui pengkajian yang dilakukan pada penderita renal kalkuli. 12. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada penderita renal kalkuli. 13. Untuk mengetahui intervensi yang akan dilakukan pada penderita renal kalkuli.
1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan 1. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang proses terjadinya batu ginjal. 2. Menambah referensi pendidikan mengenai asuhan keperawatan pada pasien batu ginjal. 1.4.2 Bagi Mahasiswa Untuk menambah wawasan mengenai konsep terjadinya batu ginjal dan asuhan keperawatan pada pasien batu ginjal.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah bagian utama dari sistem perkemihan yang juga masuk didalamnya ureter, kandung kemih dan uretra. Ginjal terletak pada rongga abdomen posterior, dibelakang peritonium diarea kanan dan kiri dari kolumna vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Pada orang dewasa normal panjangnya 12 – 13 cm, lebar 6 cm dan beratnya antara 120 -150 gram. Setiap ginjal memiliki korteks dibagian luar dan di bagian dalam yang terbagi menjadi
piramide-piramide. Pada setiap piramide
membentuk duktus papilaris yang selanjutnya
menjadi kaliks minor, kaliks mayor dan
bersatu membentuk ginjal tempat terkumpulnya urine. Ureter menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Garis-garis yang terlihat pada piramide disebut nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Setiap ginjal terdiri dari satu juta nefron. Setiap nefron terdiri atas glomerulus yang merupakan lubang-lubang yang terdapat pada piramide-piramide renal, membentuk simpul dan kapiler badan samulpigli, kapsul bowman, tubulus proximal, ansa henle dan tubulus distal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 10 – 12 inc. Ureter berfungsi menyalurkan urin ke kandung kemih. Kandung kemih mempunyai tiga muara. Dua maura ureter dan satu muara uretra. Kandung kemih sebagai tempat menyimpannya urin dan mendorong urin
untuk 3
keluar. Uretra adalah saluran kecil yang berjalan dari kandung kemih sampai ke luar tubuh yang disebuat meatus uretra. Fungsi ginjal: 1. Fungsi ekskresi a. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 cm osmol dengan mengubah ekskresi air. b. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal. c.
Mempertahankan pH plasma dengan mengeluarkan kelebihan dan membentuk kembali HCo3.
d. Mengekskresikan produk ahkir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kretinin. 2. Fungsi non ekskresi a. Menghasilkan renin, penting untuk mengatur tekanan darah. b. Menghasilkan eritropoitin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah dan sumsum tulang. c. Metabolisme vitamin D menjdai bentuk aktifnya. d. Degradasi insulin e. Menghasilkan prostaglandin.
2.2 DEFINISI
4
Batu (kalkulus) ginjal adalah batu yang terdapat di mana saja di saluran kemih. Batu yang paling sering dijumpai tersusun dari kristal-kristal kalsium. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah struvit atau magnesium, amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan ini (Corwin, 2009). Batu ginjal merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal. Batu ginjal berbentuk pada tubuh ginjal kemudian berada di kilaks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kalikas ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelviklises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu salurah kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis (Muttaqin & Sari, 2014). Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya, batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat (Mary, 2009). Jadi, dapat disimpulkan bahwa renal kalkuli adalah proses pengkristalan mineral dan kalsium serta fosfat yang terjadi di ginjal yang berupa batu. Jika batu tersebut sampai pecah, maka batu tersebut akan dapat menyebabkan obstruksi pada saluran kemih sehingga akan terjadi retensi urine pada pasien dengan kasus renal kalkuli.
2.3 Epidemiologi Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 112 % penduduk menderita batu saluran kemih (Bustan, 2000).
2.4 Klasifikasi Batu ginjal pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. 5
1. Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: a. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. b. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. c. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. d. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. e. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat. 2. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.
6
3. Batu Urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria. (Muttaqin & Sari, 2014)
2.5 Etiologi Meskipun beragam penyakit dapat menyebabkan terbentuknya batu ginjal, sedikitnya 75% batu ginjal mengandung kalsium. Sebagian besar kasus batu kalsium disebabkan oleh hiperkalsiuria idiopatik, dengan hiperurikosuria dan hiperparatiroidisme sebagai kausa utama lain. Batu asam urat biasanya disebabkan oleh hiperrurikosuria, khususnya pada pasien dengan riwayat gout atau purin yang berlebihan (misalnya: diet dengan produk daging organ/ jeroan yang tinggi). Gangguan transpor asam amino, seperti yang terjadi pada sistinuria, dapat menyebabkan terbentuknya batu. Akhirnya, batu struvit, yang terbentuk dari garam magnesium, amonium, dan fosfat, terjadi akibat infeksi saluran kemih kronik atau rekuren oleh organisme penghasil urease (biasanya proteus) (Stephen & William, 2010). Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran kemih, yaitu sebagai berikut: a. Hiperkalsiuria Adalah kelainan metabolik yang paling ummu. Beberapa kasus hiperkalsiuria berhubungan dengan gangguan usus meningkat penyerapan kalsium (dikaitkan dengan kelebihakelebihan n diet kalsium dan atau mekanisme penyerapan kalsium tidak aktif ), beberapa
terkait dengan resorpi kalsium dari tulang (yaitu
hiperparatiroidisme), dan beberapa yang berhubungan dengan ketidakmampuan dari tubulus ginjal untuk merebut kembali kalsium dalam filtrasi glomerulus (ginjalkebocoran hiperkalsiuria). b. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan pH urine. c.
Infeksi saluran kencing
7
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali. d. Lamanya kristal terbentuk didalam urine, dipengaruhi mobilisasi rutin. e. Idiopatik Akan tetapi, ada faktor yang merupakan predisposisi dan yang utama adalah ISK. Infeksi ini akan meningkatkan terbentuknya zat organik. Zat ini dikelilingi mineral yang mengendap. Pengendapan mineral (karena infeksi) akan meningkatkan alkalinitas urine dan mengakibatkan pengendapan kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat. Statis urine juga dapat menyebabkan pengendapan zat organik dan mineral. f. Obstruksi dan stasis urin Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya oleh tumor, striktur dan hiperplasi prostat, akan menyebabkan stasis urine sedangkan urine sendiri adalah substansi yang banyak mengandung kuman sehingga mempermudah terjadinya infeksi dan pembentukan batu. g. Kurangnya asupan air putih Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat dan dapat menurunkan konsentrasi substansi dalam urine dan mengendapkan kristal yang dapat membentuk batu. h. Konsumsi antasida Jika mengkomsumsi antasida dalam jangka panjang dapat mengakibatkan pembentukan batu (Muttaqin & Sari, 2014).
2.6 Patofiologi Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang kelarutannya terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan kristal mungkin tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat jenuh, namun, jika konsentrasinya meningkat melebihi rentang metastabil, maka terjadilah kristalisasi. Pelarutan kristal yang telah terbentuk hanya dapat terjadi dengan menurunkan konsentrasi dibawa rentang metastabil. Menurut Silbernagl (2007) dalam Muttaqin & Sari (2014), senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal adalah kalsium, oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau 8
magnesium-amoniom fosfat (sekitar 30%), asam urat atau garam asam urat (sekitar 30%) serta kantix atau sistin (kurang 5%). Beberapa zat bisa terdapat didalam satu batu karna kristal yang telah terbnetuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan memudahkan pengendapan bagi zat metastabil terlarut lain (oleh karena itu adalah totalnya < 100%). Pada peningkatan filtrasi dan eksresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan konsentrasi didalam plasma. Jadi, hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkat absorpsi di usus dan mobilisasi dari tulang, contonya jika terdapat kelebihan PTH atau kalsitriol. Hiperkalselmia dapat disebabkan oleh kelainan metabolik pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan absorsinya di usus. Hieprurisemia terjadi akibat suplai yang berlebih, sintesis baru yang meningkat, atau peningkatan pemecahan purin. Batu kantix dapat terjadi jika pembentukan purin sangat meningkat dari pemecahan purin kantix menjadi asam urat dihambat. Namun, kantix lebih mudah larut dari pada asam urat sehingga batu kantix lebih jarang ditemukan. Gangguan reabsobsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan eksresi ginjal dari hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria. Konsentrasi Ca2+ didalam darah dipertahankan melalui absorpsi di usus dan mobilisasi mineral tulang, sementara konsentrasi sistin dipertahankan dengan mengurangi pemecahannya. Pelepasan ADH (pada situasi volume yang berkurang pada saat dehidrasi, kondisi strerss, dan lainnya) menyebabkan peningkatan konstentrasi zat pembentuk batu melalui peningkatan konsentrasi urin. Kelarutan beberapa zat bergantung pada pH urine. Fosfat mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar larut pada urin yang alkalis. Jadi, fosfat baru biasanya hanya ditemukan pada urine yang alkalis. Sebaliknya, asam urat (garam asam urat) lebih mudah larut jika terdisosiasi dari pada yang tidak terdiosiasi, dan asam urat baru lebih cepat terbentuk pada urine yang asam. Jika pembentukan NH3 berkurang, urine harus lebih asam untuk dapat mengeluarkan asam, dan hal ini meningkatkan pembentukan batu garam asam urat. Faktor lain yang juga penting adalah beberapa lama sebenarnya kristal yang telah terbentuk teteap berada didalam urine yang sangat jenuh. Lama waktu berganti pada diuresis da kondisi aliran dari saluran kemih bagian bawah, misalnya dapat menyebabkan kristal menjadi terperangkap. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada dikalix infun dibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyurupai tanduk rusa
9
sehingga disebut batu staghorn. Kealinan atau obstrusi pada sistem pelvikalies ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu ginjal. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot sisttem pervikalises dan tururn ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (< 5 mm) tetap pada umunya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidronefrosis. Batu yang terletak pada ureter maupun sistren pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi diureter menimbulkan hidroureter dan hidroenfrosis, batu di pielum dapat mnimbulkan hidronefrosis, dan batu dikaliks mayor dapat menimbulkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen. Kondisi adanya batu pada ginjal memberikan masalah keperwatan pada pasien dengan adanya berbagai respons obstruksi, infeksi, dan peradangan. (Muttaqin & Sari, 2014).
10
2.7 Manifestasi Klinik Pasien dengan batu ginjal datang dengan nyeri pinggang dan hematuria dengan atau tanpa demam. Gambaran ini dapat dipersulit oleh obstruksi disertai produksi urine yang berkurang atau terhenti, bergantung pada ketinggian letak batu dan anatomi pasien (misalnya: jika hanya terdapat satu ginjalyang berfungsi atau terdpat penyakit ginjal yang signifikan sebelumnya) (Stephen & William, 2010). 1. Nyeri sering bersifat kolik (ritmik), terutama apabila batu terletak di ureter atau di bawahnya, nyeri mungkin hebat, lokasi nyeri akan bergantung pada letak batu. 2. Batu di ginjal itu sendiri mungkin asimtomatik kecuali apabila batu tersebut menyebabkan obstruksi atau timbul infeksi. 3. Hematuri, disebabkan oleh iritasi dan cedera struktur ginjal, sering terjadi menyertai batu. 4. Penurunan pengeluaran urine apabila terjadi obstruksi aliran. 5. Pengenceran urine apabila terjadi obstruksi aliran, karena kemampuan ginjal memekatkan urine terganggu oleh pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler peritubulus.
6. Mual muntah. 7. Distensi abdomen 8. Anuria akibat obstruksi pada ginjal yang tinggal satu satunya di miliki oleh pasien (Kowalak,2011).
2.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Urinalysis : terdapat sel darah merah, sel darah putih, kristal, mineral, perubahan pH. b. Urine kultur : terdapat bakteri. c. Urine tampung (24 jam) : menunjukan peningkatan kalsium, phospor, asam urat kreatinin, oxalat dan sistin. d. Tes kreatinin dalam serum urine : kadar kreatinin dalam darah meningkat, kadar kreatinin dalam urine menurun. 2. Sinar X (X-Ray) Menunjukan kehadiran batu kalsium dan perubahan anatomi seperti pembesaran. 3. Foto rontgen BNO untuk memperlihatkan sebagian besar urolithiasis. 11
4. Urografi ekskretori untuk membantu memastikan diagnosis dan menentukan ukuran dan lokasi batu. 5. USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obstruksi seperti : hidronefrosis unilateral atau bilateral dan melihat batu radiolusen yang tidak tampak pada foto BNO. 6. Pielografi intravena atau retrograd (IVP) memberi informasi lengkap / cepat urolitiasis seperti : penyebab nyeri abdominal atau panggul menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik. 7. CT Scan menggambarkan kalkuli dan masa lain. 8. Sistoureterokopi visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan atau efek obstruksi (Mary, 2009).
2.9 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Medis a. Dipecahkan dengan ESWL.
Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL) ini mempunyai daya kerja dengan memberikan gelombang kejut yang dibangkitkan dalam reflektor blips (generator gelombang kejut). Fluoroskopi digunakan untuk menempatkan pasien yang secara parsial terbenam di dalam air sehingga kelombang kejut langsung diarahkan ke batu. Gelombang kejut berjalan melalui air menuju ke batu dan menghancurkannya menjadi partikel yang lebih kecil agar bisa keluar bersama urine (Demetrius el all,2012). b. Tindakan endorologi atau bedah laporoskopi. (Muttaqin & Sari, 2014)
12
c. Mungkin diperlukan tindakan bedah untuk mengangkat batu besar atau untuk menempatkan selang di sekitar batu untuk mengatasi obstruksi (Corwin, 2009). d. Prosedur Pembedahan
Terumo kawat pemandu di ginjal dan 0,89 mm dimasukkan dalam ureter sampai ke ginjal. Ureter dilatasi dilakukan dengan menggunakan dua ureteroscope dan dipelihara di situ selama 2 menit, diikuti oleh ureteroscope besar kedua 8,5-11 F di bawah penglihatan langsung. Sebuah teknik yang dirancang untuk memungkinkan penempatan selubung akses ureter tanpa panduan gambar dengan mengganti fluoroscopy dengan isyarat visual dan taktil. Akses selubung 12 F, 35/45 cm (Navigator, Boston Scientific Corp, USA) digunakan pada semua pasien, karena menghasilkan akses langsung ke pelvis ginjal, irigasi cairan yang lebih baik, dan memungkinkan penghapusan fragmen batu. Pada pasien perempuan, kita berusaha untuk menggunakan short akses selubung (35 cm) tanpa selubung cystoscopic. Setelah lingkup mencapai sistem pelviokalises, itu diputar lembut di kedua sisi dengan menggunakan mekanisme membelokkan, untuk memvisualisasikan sistem 13
pelviokalises jelas. irigasi terus menerus dan / atau pompa manual intermiten normal saline memastikan pandangan Ureteroscopic jelas. (Hamdy, 2016) 2. Penatalaksanaan Non-Medis a. Peningkatan asupan cairan dapat meningkatkan aliran urine dan membantu mendorong batu. Asupan cairan dalam jumlah besar pada orang rentan yang mengalami batu ginjal dapat mencegah pembentukan batu. b. Modifikasi makanan dapat mengurangi kadar bahan pembentuk batu, bila kandungan batu teridentifikasi. c. Mengubah pH urine sedemikian untuk meningkatan pemecahan batu. (Corwin, 2009)
2.10 Komplikasi 1. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah halu dari batu bagian mana saja di saluran kemih. Obstruksi di atas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidroureter yang tidak dilatasi, atau obstruksi pada atau di atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan. 2. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik interstisium dan dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal gijal jika kedua ginjal terserang. 3. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi bakteri meningkat. 4. Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan cederaberulang (Corwin, 2009).
14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian 1. Anamnesis Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu. 2. Keluhan Utama Keluhan yang didapat dari pasien bergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pada anamnesis biasanya di dapat adanya nyeri pada pinggang, mual dan muntah, dan penurunan pengeluaran urine. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pernah menderita infeksi saluran kemih, sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi, bekerja di lingkungan panas,
penderita osteoporosis dengan pemakaian
pengobatan kalsium, olahragawan. 5. Riwayat Keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit urolitiasis, riwayat ISK dan batu ginjal. 6. Pola kesehatan a. Aktivitas/ istirahat Tanda
Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)
b. Cairan dan nutrisi Gejala:
Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat 15
Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup Tanda:
Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
Muntah
c. Pola tidur Biasanya mengalami kesulitan tidur karna nyeri yang menyerang biasa nyeri pinggang d. Pola eliminasi uri dan Eliminasi alvi Gejala: Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya Penrunan volume urine Rasa terbakar, dorongan berkemih Diare Tanda: Oliguria, hematuria, piouria Perubahan pola berkemih 7. Pemeriksaan fisik fokus a. Ginjal Inspeksi
: pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuria,
retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual muntah. Palpasi
: ada nyeri tekan pada ginjal, palpasi ginjal dilakukan
untuk
mengindentifikasi massa. Pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis. Perkusi
: pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebra dan didapatkan respon nyeri. b. Abdomen Palpasi
: distensi abdomen
c. Pinggang Palpasi
: nyeri pinggang
d. Ekstermitas Lemah, keringat dingin. 16
17
3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral 2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal oleh ureteral 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah 4. Retensi urine berhubungan dengan terjadinya obstruksi di ureter 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen menurun 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru 9. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi 10. Ansieta berhubungan dengan Kurang pengetahuan,kurang terpajan/ menginggat salah interpertasi informasi. 11. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3.3 Intervensi Keperawatan DX 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam di harap klien Kriteria hasil
:
Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi : a. Catat lokasi, lamanya intensitas (0-10) dan penyebaran b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan tentang perubahann kejadian / karakyeristik nyeri. c. Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung lingkungan istirahat. d. Perhatikan keluhan/menetap nya nyeri abdomen. e. Berikan banyak cairan bila tidak ada mual, lakukan dan pertahankan terapi IV yang diprogramkan bila mual dan muntah terjadi. f. Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan analgesic dan anti emetic sebelum bergerak bila mungkin.
18
DX 2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal oleh ureteral Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam di harap klien Kriteria hasil :
Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
Tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi : a. Awasi pemasukan dan keluaran serta karakteristik urine b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi c. Dorong meningkatjkan pemasukan cairan d. periksa semua urine catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa e. Observasi perubahan status mental,perilaku atau tingkat kesadaran f. Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh BUN,elektrolit,kreatinin
DX 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam di harap klien Kriteria hasil :
Mempertahankan keseimbangan cairan
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Intervensi : a. Awasi intake dan Output b.
Catat insiden muntah,diare perhatikan karakteristik dan frekuensi mual / muntah dan diare.
c. Awasi Hb /Ht, elektrolit d. Berikan cairan IV e. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi.
19
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan Batu (kalkulus) ginjal adalah batu yang terdapat di mana saja di saluran kemih. Batu yang paling sering dijumpai tersusun dari kristal-kristal kalsium. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah struvit atau magnesium, amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan ini. Batu ginjal dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu Hiperkalsiuria, idiopatik, infeksi saluran kencing, Obstruksi dan stasis urin, kurang asupan air putih, Konsumsi antasida. Penyakit batu ginjal dapat di curigai melalui beberapa tanda gejala seperti nyeri pinggang dan hematuria dengan atau tanpa demam, Penurunan pengeluaran urine apabila terjadi obstruksi aliran, mual muntah Penatalaksanaan non farmakologi yang dapat dilakukan untuk penderita batu ginjal berupa Peningkatan asupan cairan meningkatkan aliran urine dan membantu mendorong batu, Modifikasi makanan dapat mengurangi kadar bahan pembentuk batu, bila kandungan batu teridentifikasi. Penatalaksanaan farmakologi berupa Litotripsi (terapi gelombang kejut) ekstrakorporeal (di luar tubuh)/ terapi laser dapat digunakan untuk memecahkan batu,
Mungkin diperlukan tindakan bedah untuk
mengangkat batu besar atau untuk menempatkan selang di sekitar batu untuk mengatasi obstruksi.
4.2 Saran Mengenai makalah yang kami susun, bila ada kesalahan maupun ketidaklengkapan materi batu ginjal kami memohon maaf. Kamipun sadar bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bradero, Mary, Mary Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC Bustan, M.N. 2000. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku in Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC Demetrius H. Bagley, Kelly A. Healy, Nir Kleinmann, 2012. Ureteroscopic treatment of larger renal calculi (>2 cm). USA. Department of Urology, Thomas Jefferson University, Philadelphia, PA Doenges Marilynin E dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC Hamdy Aboutaleb, 2016. Fluoroscopy Free Flexible Ureteroscopy With Holmium: YttriumAluminium-Garnet Laser Lithotripsy For Removal Of Renal Calculi. Arab saudi. Arab Association of Urology Kowalak dkk. 2011. Buku Ajar PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemiha. Jakarta: Salemba Medika Stephen J. McPhee, William F. Ganong. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta: EGC
21