LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PERIOPERATIF PADA Ny. S DENGAN SK UL L D E F E CT DENGAN TINDAKAN CRANI OPLASTY PLASTY DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD dr. SOEBANDI JEMBER
oleh: Ananta Erfrandau, S.Kep. NIM 122311101015
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Alamat: Jl. Kalimantan No. 37 Jember Telp./Fax. (0331) 323450
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Perioperatif pada Ny. S dengan Skull Defect Defect dengan Tindakan Cranioplasty di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSD dr. Soebandi Jember Telah di setujui dan disahkan pada: Hari, Tanggal : Tempat
: Ruang Instalasi Bedah Sentral RSD dr. Soebandi Jember
Jember,
April 2017
Pembimbing Klinik Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSD dr. Soebandi Jember
Pembimbing Akademik Stase Keperawatan Bedah PSIK Universitas Jember
H. Mustakim, S.Kep., Ns., MMKes. NIP 19750225 19750225 199703 1 003
Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB M.Kep.,Sp.Kep.MB NIP 19810319 19810319 2014041 001
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PERIOPERATIF PADA Ny. S DENGAN SK UL L D E F E CT DENGAN TINDAKAN CRANI OPLASTY PLASTY DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD dr. SOEBANDI JEMBER Oleh : Ananta Erfrandau, S.Kep.
A. Anatomi dan Fisiologi Kepala
Gambar 1. Anatomi dan fisiologi kepala
1. Tengkorak Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce Pea rce (2008) merupakan struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan luar, etmoid dan lapisan
dalam.
Lapisan
luar
dan
dalam merupakan struktur yang kuat
sedangkan etmoid merupakan struktur yang yang menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis,
fosa tengah berisi
lobus temporalis,
parientalis, oksipitalis, fosa posterior
berisi otak tengah dan sereblum.
Gambar 2. Lapisan cranium
2. Meningen Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia
yang melindungi
syruktur
saraf
yang halus
itu, membawa
pembulu darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu: a. Dura mater Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari arachnoid di
bawahnya,
kranium.
Karena tidak melekat
maka terdapat
pada selaput
suatu ruang potensial
ruang
subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami
robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke Laserasi dari
sinus transversus dan sinus sigmoideus.
sinus-sinus ini dapat
Hematoma
subdural
neurologis
biasanya
yang
besar,
dikeluarkan
mengakibatkan perdarahan hebat . yang
menyebabkan
melalui
gejala-gejala
pembedahan. Petunjuk
dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap
2)
rasa
mengantuk
yang
hilang-timbul
3) linglung 4)
perubahan ingatan 5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi
pada
arteri-arteri
ini
dan
menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa media fosa temporalis. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan. b. Selaput Arakhnoid Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial,
disebut
spatium subdural dan
dari
piamater oleh
spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. c. Pia mater Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
3. Otak Menurut Price, (2005), otak terdiri dari 3 bagian, antara lain yaitu: a. Cerebrum
Gambar 3. Lobus-lobus Otak
Serebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang masingmasing lobus memiliki fungsi yang berbeda, yaitu: 1) Lobus frontalis Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan tangan. daerah tertentu
isyarat
pada lobus frontalis bertanggung jawab
terhadap aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
2) Lobus parietalis Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang
berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan
hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian
tubuhnya
atau
ruang
di
sekitarnya
atau
bahkan
bisa
mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau jam dinding. Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya. 3) Lobus temporalis Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang nondominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
4) Lobus Oksipital Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan. b. Cereblum Terdapat dibagian belakang 8sophag menepati fosa serebri posterior dibawah lapisan durameter. Cereblum mempunyai aski yaitu; merangsang dan menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input sensori. c. Brainstem Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan 8sophag oblongata. Otak tengah
midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan
hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan sereblum antara otak tengah dan 8sophag, serta merupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan juga antara medulla dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik. Medula oblongata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-pusat
otonom yang mengatur
fungsi-fungsi
vital seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan bersin. 4. Syaraf-Syaraf Otak Smeltzer (2001) Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang
otak
karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan
nervus yaitu: a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I) Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris. d. Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata. e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V) Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyaitiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu: 1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput 9sopha kelopak mata dan bola mata. 2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris. 3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. f. Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI) Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata. g. Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII) Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput 9sopha ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah
dan
kulit
kepala
fungsinya
menghantarkan rasa pengecap.
sebagai
9soph
wajah
untuk
h. Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII) Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran
dan
dari
telinga
ke
otak.
Fungsinya
sebagai
saraf
pendengar. i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak. j. Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, 10sophagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa. k. Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI) Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII) Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung. 4. Kulit kepala
Lapian Kulit Kepala jika diurut dari luar ke dalam biasa disingkat dengan SCALP, yang merupakan singkatan dari : a. Skin atau kulit; b. Connective Tissue atau jaringan penyambung; c. A poneurosis atau galea aponeurotika, merupakan jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tulang tengkorak; d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar, Merupakan tempat yang biasa
terjadinya
perdarahan
subgaleal
(hematom
subgaleal)
pada
trauma/benturan kepala; e. Perikranium, merupakan lapisan yang membungkus dan berhubungan langsung dengan permukaan luar tulang tengkorak. f. B. Pengertian
Skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode kehidupan manusia. Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum. Skull defect adalah kelainan pada kepala dimana tidak adanya tulang cranium/tulang tengkorak. Skull effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh adanya pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga bisa berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk membantu pengeluaran cairan atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.
C. Penyebab
Penyebab terjadinya skull defect adalah: 1) Fraktur kranium 2) Tumor 3) Penipisan tulang 4) Kelainan kongenital (enchephalocele) 5) Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
6) Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997) 7) Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah 8) Reseksi tumor tengkorak 9) Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakansuatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantaranya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu kecelakaan mobil atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu luka tusuk dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat gangguan jalan nafas, cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot pernapasan, kolaps paru, dan pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul akibat kehilangan cairan masif dari pembuluh besar, ruptur jantung, atau hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponade jantung yaitu kompresi pada jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakus perikardial. Mekanisme ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang mengarah pada gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer, 2001).
E. Tanda dan Gejala
Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa: 1) Bentuk kepala asimetris 2) Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak 3) Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau fontanela Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala yaitu berupa: 1) Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera kepala berat nilai GCS nya 3-8 2) Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil. 3) Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia). 4) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.
1. Pemeriksaan Penunjang a. Foto polos kepala
Indikasi foto polos kepala Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique. b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Indikasi CT Scan adalah : 1) Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah. 2) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial dicebandingkan dengan kejang general. 3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll). 4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan. 5) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru 6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS. 7) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit). Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
c. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. d. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. e.
Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis f.
BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil g. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak h. CSF, Lumbal Punksi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. i.
Analisis Gas Darah
Mendeteksi
keberadaan
ventilasi
atau
masalah
pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial j.
Kadar Elektrolit
Untuk
mengkoreksi
keseimbangan
elektrolit
sebagai
akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
2. Penatalaksanaan
a. Observasi 24 jam b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. d. Pasien diistirahatkan atau tirah baring. e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. g. Pemberian obat-obat analgetik. h. Pembedahan bila ada indikasi. Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah pelaksanaan operasi trepanasi atau cranioplasty. Trepanasi/kraniotomi adalah
suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitive (seperti adanya SDH (subdural hematoma) atau EDH (epidural hematoma) dan kondisi lain pada kepala yang memerlukan
tindakan
kraniotomi).
Cranioplasty
adalah
memperbaiki
kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastic atau metal plate. Epidural Hematoa (EDH) adalah suatu pendarahan yang terjadi diantara tulang dang dan lapisan duramater; Subdural Hematoa (SDH) atau pendarahan yang terjadi pada rongga diantara lapisan duramater dan dengan araknoidea. Pelaksanaan operasi trepanasi ini diindikasikan pada pasien 1) Penurunan kesadaran tiba-tiba terutama riwayat cedera kepala akibat berbagai faktor,2) Adanya tanda herniasi/lateralisasi,3) Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. Perawatan pasca bedah yang penting pada pasien post trepanasi adalah memonitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Terapi konservatif meliputi bedrest total, pemberian obat-obatan, observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran). Prioritas perawatan adalah maksimalkan perfusi/fungsi otak, mencegah komplikasi, pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal, mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga, pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
3. Komplikasi
a. Koma Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh b. Seizure Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy c. Infeksi Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain d. Kerusakan saraf Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda e. Hilangnya kemampuan kognitif Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.
F.
Cranioplasty
1. Definisi Cranioplasty
adalah
prosedur
bedah
saraf
yang
dirancang
untuk
memperbaiki atau membentuk kembali penyimpangan atau ketidaksempurnaan dalam tengkorak. Untuk memperbaiki cacat atau celah dalam tengkorak, dapat digunakan cangkok tulang dari tempat lain di dalam tubuh atau bahan sintesis.
2. Indikasi Beberapa faktor yang dapat ditangani dengan tindakan cranioplasty adalah: - Premature closing dari sutura tengkorak atau craniosynostosis -
Tengkorak yang tidak berkembang
-
Faktor genetik yang mengakibatikan cacat lahir
-
Trauma
-
Cacat tengkorak lain yang mengakibatkan lubang atau daerah sensitif pada tengkorak
-
Kelainan
tengkorak
yang
tidak
diketahui
penyebabnya
yang
mempengaruhi penampilan Cranioplasty umumnya dilakukan terhadap pasien yang mengalami cedera traumatis. Dengan anak berusia kurang dari 3 tahun, growing skull fractures dan anomali kongenital adalah penyebab umum. Pada semua kelompok umur, pengangkatan tumor atau craniectomies decompressive adalah penyebab cacat tengkorak yang paling sering terjadi. Tujuan cranioplasty bukan hanya masalah kosmetik tetapi juga perbaikan dari cacat tengkorak memberikan bantuan kepada kelemahan psikologis dan meningkatkan kinerja sosial. Selain itu, kejadian epilepsi terbukti menurun setelah cranioplasty. Kontraindikasi untuk cranioplasty adalah adanya hidrosefalus, infeksi, dan pembengkakan otak. Pada anak-anak di bawah usia 4 tahun, jika dura mater utuh, tengkorak dapat menutup dengan sendirinya. Saat menunggu untuk melakukan cranioplasty, penting untuk mencegah perkembangan autograft devitalized atau allograft infeksi. Biasanya operasi rekosntruktif dilakukan setelah 3 sampai 6
bulan. Namun, jika ada daerah yang mengalami infeksi, masa tunggu ini bisa selama satu tahun. Beberapa alasan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan cranioplasty antara lain : a.
Kosmetik : akibat terdapat lubang di kepala yang menggangu penampilan
b.
Protection : Untuk melindungi otak yang terekspose sehingga mengurangi kerusakan berlanjut pada bagian otak tersebut.
c. Nyeri Kepala : Nyeri kepala dapat timbul jika tulang tengkorak yang telah di angkat tidak digantikan dengan tulang baru. d.
Fungsi Neurologis: Pada beberapa pasien dapat mengalami perbaikan yang nyata dalam fungsi neurologis jika tulang di ganti.
a. Komplikasi Post Operasi
a. Edema cerebral. b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral. c. Hypovolemik syok. d. Hydrocephalus. e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus). f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. b. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi. c. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini d. Infeksi Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajiaan
a. Data subjektif : 1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim). 2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain? 3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam), lokasi/tempat mengalami cedera. 4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera. 5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan (jenisnya), obat, dan lainnya. 6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan pertama
setelah
cedera,
apakah
pasien
sedang
menjalani
proses
pengobatan terhadap penyakit tertentu? 7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera? 8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi. 9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi? b. Pengkajian ABCD FGH
1) AIRWAY
-
Cek jalan napas paten atau tidak
-
Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
-
Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring, gurgling, crowing.
2) BREATHING
-
Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
-
Gerakan dinding dada simetris atau tidak
-
Irama napas cepat, dangkal atau normal
-
Pola napas teratur atau tidak
-
Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
-
Ada sesak napas atau tidak (RR)
-
Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
3) CIRCULATION
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi) -
Tekanan darah
-
Sianosis, CRT
-
Akral hangat atau dingin, Suhu
-
Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
-
Turgor kulit
-
Diaphoresis
-
Riwayat kehilangan cairan berlebihan
4) DISABILITY
-
Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
-
GCS : EVM
-
Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
-
Ada tidaknya refleks cahaya
-
Refleks fisiologis dan patologis
-
Kekuatan otot
5) EXPOSURE
-
Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
-
Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
-
Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
-
Saturasi oksigen
-
Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
-
Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
-
Ada tidaknya nyeri
-
Kaji nyeri dengan P : Problem Q : Qualitas/Quantitas R : Regio S : Skala T : Time
8) H 1 SAMPLE
-
Keluhan utama
-
Mekanisme cedera/trauma
-
Tanda gejala
9) H 2 HEAD TO TOE
-
Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
-
Kepala dan wajah
2. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK 2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis 3. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan gangguan persepsi, transmisi 4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan saraf
5. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian Intra Operasi
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik 2. Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial 3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3. Rencana Keperawatan No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
Rasional
NIC : Menejemen Nyeri Intervensi : 1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (misal lampu ruangan redup, tidak ada kebisingan, tidak ada gerakan tiba-tiba). 2. Berikan analgesia sesuai ketentuan, observasi adanya efek samping. 3. Lakukan strategi sesuai non farmakologi untuk membantu mengatasi nyeri. 4. Gunakan strategi yang dikenal pasien atau gambarkan beberapa strategi dan biarkan pasien memilih. 5. Libatkan keluarga dalam pemilihan strategi 6. Ajarkan pasien untuk menggunakan strategi non farmakologi sebelum terjadi nyeri
1. Meminimalkan rasa nyeri yang dirasakan pasien 2. Mengurangi rasa nyeri 3. Mengurangi rasa nyeri 4. Pasien bisa mimilih teknik yang tepat untuk mengurangi nyeri 5. Dukungan keluarga dapat memotivasi pasien 6. Mengantisipasi nyeri yang berulang
Pre Operasi
1
Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
NOC : Perilaku Kriteria hasil : Mengendalikan Nyeri a. Tidak menunjukkan Tujuan : Pasien tidak adanya nyeri atau mengalami nyeri atau nyeri minimalnya bukti-bukti menurun sampai tingkat ketidaknyamanan yang dapat diterima pasien b. TIK dalam batas normal c. Tidak menunjukkan bukti-bukti peningkatan TIK d. Belajar dan mengimplementasikan strategi koping yang efektif.
2
Resiko cedera NOC : Keamanan Sosial Kriteria hasil : berhubungan Tujuan : Pasien tidak a. Bebas dari cedera dengan mengalami cedera b. Pasien dan keluarga perubahan menyetujui aktivitas atau fungsi modifikasi aktivitas yang neurologis tepat
3
Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan gangguan persepsi, transmisi
NOC : Pengendalian Kriteria hasil : Ansietas a. Pasien menyesuaikan diri Tujuan : Pasien pada defisit sensoris / menunjukkan tanda-tanda persepsi penyesuaian terhadap defisit b. Pasien menunjukkan sensoris / persepsi sikap dan rasa aman dalam lingkungan
4
Gangguan komunikais verbal berhubungan dengan tumor otak
Neurogical Status Tujuan : Pasien menunjukkan komunikasi verbal yang efektif.
Kriteria hasil : a. Fungsi neurologis b. TIK dbn c. Komunikasi d. TTV dbn
atau sebelum menjadi lebih berat. NIC : Mencegah Jatuh 1. Tekankan pentingnya mematuhi program terapeutik 2. Dampingi pasien selama aktivitas yang diijinkan 3. Jaga agar penghalang tempat tidur tetap terpasang 4. Bantu ambulasi dan aktivitas hidup seharihari dengan tepat NIC : Pengelolaan Lingkungan 1. Berikan lingkungan yang mendorong rasa akrab dan rasa aman 2. Dorong partipasi dalam bermain aktif 3. Diskusikan bersama keluarga pentingnya membatasi lingkungan NIC : Pengelolaan Lingkungan 1. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan 2. Berbicara kepada pasien dengan suara yang jelas 3. Menggunakan kata dan
1. Pasien mengetahui tujuan perawatan 2. Memberikan dukungan 3. Mencegah terjadi cedera 4. Mencegah terjadinya dekubitus
1. Memberikan rasa nyaman pada pasien 2. Dukungan pasien selama perawatan 3. Dukungan keluarga memberikan dampak positif pada pasien
1. Informasi bisa dapat dipahami 2. Pasien paham maksud dan tujuan 3. Memberikan pemahaman yang jelas 4. Memudahkan komunikasi
5
Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan
NOC: Decision Making Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
Kriteria Hasil: a. Identifikasi informasi yang relevan b. Identifikasi alternative c. Memilih berbagai alternatif
6
Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : Tujuan : Setelah dilakukan a. Monitor tindakan keperawatan kecemasan diharapkan kecemasan b. Rencanakan
intensitas strategi
kalimat yang singkat 4. Instruksikan pasien dan keluarga untuk menggunakan bantuan berbicara 5. Anjurkan pasien untuk mengulangi pembicaraannya jika belum jelas 6. Beri pujian positif ketika pasien bisa bicara NIC: Family Support 1. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusi 2. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian alternatif lain 3. Tawarkan informasi 4. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannya pada anggota keluarga yang lain, jika diperlukan 5. Berikan dukungan secara penuh NIC : Enhancement Coping 1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatment dan
5. Pasien dapat menyampaikan keluhan 6. Memberikan dukungan selama perawatan
1. Keluarga memahami tindakan selama perawatan 2. Keluarga dapat mengetahui keuntungan dan kelebihan alternatif yang lain 3. Memberikan informasi 4. Memberikan dukungan dalam pemberian keputusan yang tepat yang diambil 5. Memberikan dukungan selaman perawatan
1. Memberikan informasi selama perawatan yang didapatkan pasien 2. Memberikan rasa
hilang atau berkurang.
1
2
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
NOC : Fluid balance Tujuan : Pasien tidak mengalami dehidrasi atau cairan tubuh pasien adekuat.
Resiko infeksi berhubungan pertahan tubuh primer tidak adekuat
NOC : Pengenalian Resiko Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien.
koping untuk prognosis mengurangi stress 2. Tetap dampingi kien c. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga untuk mengurangi keselamatan pasien dan kecemasan mengurangi d. Kondisikan lingkungan 3. Instruksikan pasien nyaman untuk melakukan ternik relaksasi 4. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas. Intra Operasi Kriteria hasil : NIC : Manajemen cairan a. Kulit dan membran 1. Catat intake dan output mukosa lembab 2. Monitor status hidrasi b. Tidak terjadi demam, seperti membran TTV normal mukosa, nadi, tekanan darah dengan cepat. 3. Beri cairan yang sesuai dengan terapi Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi Tidak menunjukkan tanda- 1. Pantau tanda / gejala tanda infeksi infeksi 2. Rawat luka operasi dengan teknik steril 3. Memelihara teknik isolasi, batasi jumlah pengunjung 4. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai dengan protap
nyaman 3. Memberikan rasa nyaman pada pasien 4. Mengurangi ansietas
1. Mengetahui cairan 2. Antisipasi dehidrasi 3. Mengatur cairan
balance tanda balance
1. Mencegah terjadinya infeksi 2. Mencegah invasi mikroorganisme 3. Mencegah inos 4. Mencegah inos
1
Nyeri berhubungan dengan prosedur bedah
2
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan trauma intrakranial
3
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post
Post Operasi NOC : Tingkat Nyeri Kriteria hasil : NIC : Menejemen Nyeri Tujuan : Pasien tidak a. Tidak menunjukkan Intervensi : mengalami nyeri, antara lain tanda-tanda nyeri 1. Berikan pereda nyeri penurunan nyeri pada b. Nyeri menurun sampai dengan manipulasi tingkat yang dapat diterima tingkat yang dapat lingkungan (misal diterima ruangan tenang, batasi pengunjung). 2. Berikan analgesia sesuai ketentuan 3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur 4. Cegah peningkatan TIK NOC : Pengendalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Positioning Tujuan : Pasien mengalami a. Stress minimal pada sisi 1. Konsul dengan ahli stress minimal pada sisi operasi bedah mengenai operasi b. Pasien tetap pada posisi pemberian posisi, yang diinginkan termasuk derajat fleksi leher. 2. Posisikan pasien datar dan mirirng, bukan terlentang atau tinggikan kepala 3. Balikkan pasien dengan hati-hati 4. Hindari posisi trendelenburg NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 5. Pantau tanda / gejala mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi
1. Mengurangi stressor yang dapat memperparah nyeri 2. Mengurangi nyeri 3. Meminimalkan nyeri 4. Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
1. Menerikan posisi yang tepat sehingga mengurangi risiko cedera 2. Mengurangi peningkatan TIK 3. Mencegah terjadinya cedera 4. Mencegah peningkatan TIK
5. Mencegah infeksi 6. Mencegah
terjadinya invasi
5
operasi
tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien.
Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : Tujuan : Setelah dilakukan e. Monitor intensitas tindakan keperawatan kecemasan diharapkan kecemasan f. Rencanakan strategi hilang atau berkurang. koping untuk mengurangi stress g. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan h. Kondisikan lingkungan nyaman
6. Rawat luka operasi dengan teknik steril 7. Memelihara teknik isolasi, batasi jumlah pengunjung 8. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai dengan protap NIC : Enhancement Coping 5. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatment dan prognosis 6. Tetap dampingi kien untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi 7. Instruksikan pasien untuk melakukan ternik relaksasi 8. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.
mikroorganisme 7. Mencegah inos 8. Mencegah inos
5. Memberikan informasi selama perawatan yang didapatkan pasien 6. Memberikan rasa nyaman 7. Memberikan rasa nyaman pada pasien 8. Mengurangi ansietas