PENGHAMBATAN PROTEASE OLEH ZAT ANTI NUTRISI
Oleh : Nama : Finna Fernanda Hapsari NIM : B1A015122 Rombongan : I Kelompok :4 Asisten : Annisa Fitri Larassagita
LAPORAN PRAKTIKUM FISOLOGI NUTRISI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2017
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida yang berfungsi sebagai katalis dalam suatu reaksi kimia. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap (Campbell & Reece, 1995). Protease adalah enzim yang berperan dalam reaksi pemecahan protein. Enzim ini akan mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan unsur air pada ikatan spesifik substrat. Potease merupakan enzim yang sangat kompleks, enzim ini mempunyai peranan penting dalam metabolisme sel dan keteraturan dalam sel (Ward, 1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim antara lain adalah konsentrasi enzim, substrat, pH, suhu, inhibitor, dan aktivator (Suhartono, 1989). Protease inhibitor adalah senyawa yang bisa menghambat tripsin dan kimotripsin dan umumnya pada tanaman mengandung protease inhibitor tinggi. Penghambat aktivitas tripsin berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah aktivator dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen termasuk tripsinogen, kimotripsin, proelastase, dan procarboxypeptidase (Noor, 1992). Protease inhibitors atau senyawa-senyawa penghambat kerja enzim protease lebih banyak dijumpai dalam tanaman dan sangat sedikit dijumpai dalam jaringan tubuh hewan. Salah satu bahan pakan yang mengandung trypsin dan/atau kimotripsin inhibitor adalah jenis kacang-kacangan. Penghambat enzim protease yang terdapat di dalam kacang kedelai dan d an kacang merah ternyata ter nyata juga mampu menghambat enzim elastase yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Oleh karena penghambat protein adalah juga protein, maka penghambat protein juga tidak tahan terdapat panas (Astuti, 2008). 1.2 Tujuan
Mengetahui efek menggunakan zat anti nutrisi yang berasal dari biji kedelai (crude (crude anti trypsin) trypsin) terhadap perubahan aktivitas protease ikan.
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan adalah alat bedah, timbangan analitik, es balok, mikropipet beserta tipnya, freezer, tabung reaksi, homogenizer elektrik, inkubator, botol sampel, tabung eppendorf, refrigerator, sentrifugator, vortex, dan spektrofotometer. Bahan-bahan
yang
digunakan
adalah
ikan
bawal
((Colossoma Colossoma
macropomum), macropomum), ikan nila (Oreochromis (Oreochromis niloticus), niloticus), buffer tris-HCl pH 7,8, crude anti tripsin, ekstrak enzim, substrat kasein 1%, reagen TCA 8%, dan akuabides. 2.2 Cara Kerja
Metode yang dilakukan dalam praktikum antara lain: A. Preparasi jaringan
1. Organ digesti ikan diisolasi dengan cara pembedahan lalu dibersihkan di atas es balok. 2. Organ digesti ikan ditampung di dalam botol sampel yang telah diberi label. 3. Tris-HCl ditambahkan ke botol sampel dengan rasio 1:8 (w/v). 4. Usus dilumatkan dengan menggunakan homogenizer elektrik. 5. Homogenat yang diperoleh ditampung dalam tabung eppendorf 1,5 ml. 6. Homogenat kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4˚C. 7. Ekstrak enzim diambil dan disimpan di freezer pada suhu -80 - 80 ˚C. B. Penghambatan Penghambatan protease oleh zat anti nutrisi
Dipipetkan ke tabung
Sampel
Blanko
Buffer Tris HCl pH 7,8
250 µl
250 µl
Crude anti tripsin
100 µl
100
Ekstrak enzim
50 µl
-
350 µl
350 µl
750 µl
750 µl
Diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37˚C Substrat kasein Diinkubasi selama 20 menit pada suhu 37˚C Reagen TCA 8%
Ekstrak enzim
-
50 µl
Disimpan di dalam refrigator selama 10 menit Dipindahkan ke tabung eppendorf Disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 10 menit Supernatan sebanyak 1000 µl diambil dan dipindahkan ke tabung reaksi yang sudah diisi 1500 µl akuabides a kuabides kemudian dihomogenkan menggunakan vortex Absorbansi dari campuran larutan diukur pada panjang gelombang 280 nm
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Tabel 3.1 Hasil Spektrofotometri Spektrofotometri Aktivitas Protease dengan Pemberian Zat Antinutrisi dan Tanpa Zat Antinutrisi
No Tabung
Jenis Sampel
Absorbansi
Konsentrasi
19
Protease dengan anti nutrisi
0,450
380,255
20
Protease dengan anti nutrisi
0,637
553,031
21
Blanko protease dengan anti nutrisi
0,525
449,550
22
Protease tanpa anti nutrisi
0,169
120,630
23
Protease tanpa anti nutrisi
0,175
126,173
24
Blanko protease tanpa anti nutrisi
0,134
88,292
Perhitungan konsentrasi
Konsentrasi = a + bx a = -35,515 b = 923,935 x = nilai absorbansi sampel
Tabung no 19 = -35,515 -35,515 + + (923,935 (923,935 × × 0,450) = 380,255 Tabung no 20 = -35,515 -35,515 + + (923,935 (923,935 × × 0,637) = 553,031 Tabung no 21 = -35,515 -35,515 + + (923,935 (923,935 × × 0,525) = 449,550 Tabung no 22 = -35,515 -35,515 + + (923,935 (923,935 × × 0,169) = 120,630 Tabung no 23 = -35,515 -35,515 + + (923,935 (923,935 × × 0,175) = 126,173
Tabung no 24 = -35,515 -35,515 + + (923,935 (923,935 × × 0,134) = 88,292 Perhitungan Aktivitas enzim : 1. Perlakuan dengan Pemberian Zat Antinutrisi
Aktivitas Enzim Protease dalam Konsentrasi (X)
=
sampel 1+ sampel 2 2
- Konsentrasi Blanko
= 380,255 + 553,031 - 449,550 2 =17,093 U
Aktivitas Enzim Protease dalam Konsentrasi/Menit Konsentrasi/Menit =
X Waktu Inkubasi
= 17,093 20 = 0,854 U/menit 2. Perlakuan tanpa Pemberian Zat Antinutrisi
Aktivitas Enzim Protease dalam Konsentrasi (X) =
sampel 1+ sampel 2 2
- Konsentrasi Blanko
= 120,630+126,173 120,630+126,173 - 88,292 2 = 35,109 U
Aktivitas Enzim Protease dalam Konsentrasi/Menit Konsentrasi/Menit =
X Waktu Inkubasi
= 35,109 20 = 1,755 U/menit
3.2 Pembahasan
Berdasarkan perhitungan, nilai aktivitas protease dengan penambahan zat anti nutrisi adalah 0,854 U/menit, sedangkan pada protease tanpa penambahan zat anti nutrisi nilainya sebesar 1,755 U/menit. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Tandi (1993), bahwa pengaruh penambahan pena mbahan anti tripsin yang dalam penelitian tersebut menggunakan tanin sangat nyata terhadap aktivitas enzim protease (tripsin). Ini berarti semakin tinggi kadar anti tripsin dalam substrat akan menyebabkan aktivitas enzim protease semakin rendah dalam memecah protein menjadi asam amino. Melihat penurunan aktivitas enzim tripsin yang sangat signifikan maka pada kadar anti tripsin yang lebih tinggi dari 8% kemungkinan besar aktivitas enzim tripsin akan berhenti. Ternak yang mengkonsumsi anti tripsin tinggi akan menimbulkan berbagai problem akibat dari gangguan metabolisme protein, energi dan vitamin B komplek. Pengertian antinutrisi menurut Jurgens (1997) adalah senyawa yang terdapat dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan keracunan walaupun tidak menjadi media atau senyawa aktif. Kumar (2003) mendefinisikan antinutrisi sebagai senyawa yang dihasilkan di dalam bahan pakan alami oleh proses
metabolisme
normal
dan
oleh
perbedaan
mekanisme
seperti
pengtidakaktifan beberapa zat makanan, interfensi dalam proses pencernaan atau pemanfaatan produk dari proses metabolisme bahan makanan tersebut dengan memberikan pengaruh yang bertentangan terhadap zat makanan secara optimum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata antinutrisi terdiri dari dua kata dasar yaitu anti dan nutrisi, yang dapat diartikan sebagai senyawa bersifat racun yang dapat menghambat proses pemasukan dan pengolahan zat makanan yang ada di dalam tubuh. Antinutrisi tidak memberikan pengaruh keracunan tersebut secara langsung melainkan dengan cara mengakibatkan defisiensi zat makanan atau dengan cara mengganggu fungsi dan pemanfaatan zat makanan di dalam tubuh. Menurut Purwandani et al. (2017), ada tidaknya zat anti nutrisi dalam pakan dapat mempengaruhi tingkat kecernaan kalsium dan absorsi nutrient lain menjadi rendah. Menurut Gemede dan Ratta (2014), faktor anti nutrisional dalam makanan bertanggung jawab atas efek merusak yang terkait dengan penyerapan nutrisi dan nutrisi mikronutrien yang dapat mengganggu fungsi
organ tertentu. Sebagian besar anti nutrisional ini ada pada makanan yang berasal dari tumbuhan. Aktivitas protease pada sampel yang diberi zat anti nutrisi akan dihambat karena anti tripsin yang berperan sebagai inhibitor dapat berikatan dengan enzim protease yang merupakan protein sehingga terbentuk ikatan kompleks antara kedua zat tersebut (interaksi protein-protein). Adanya ikatan tersebut menyebabkan kerja enzim protease untuk memecah protein terhambat. Terjadinya penghambatan akan menyebabkan hipertrofi (pembesaran) pankreas hewan percobaan yang diberi ransum kedelai mentah. Sedangkan aktivitas protease pada sampel yang tidak diberi zat anti nutrisi memil iki mekanisme yang normal. Enzim ini akan berperan dalam reaksi pemecahan protein dan mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan unsur airpada ikatan spesifik substrat (Wati et al., 2013). Penghambatan enzim proteolitik (tripsin dan kimotripsin) oleh senyawa antitripsin terjadi karena pembentukan ikatan kompleks antara enzim proteolitik dan senyawa antitripsin. Pertama, akan terjadi pemutusan ikatan disulfide antara arginin-isoleusin pada senyawa inhibitor oleh enzim tripsin untuk membentuk senyawa inhibitor modifikasi. Selanjutnya terjadi ikatan antara gugus hidroksil serin yang terdapat pada sisi aktif enzim tripsin dan gugus karbonil arginin yang terdapat pada senyawa inhibitor modifikasi yang baru dibebaskan. Senyawa kompleks tripsin-inhibitor yang terbentuk menyebabkan enzim proteolitik tersebut kehilangan aktivitasnya sehingga tidak mampu memecah protein dan menyebabkan daya cerna protein akan menurun. Daya hambat suatu senyawa inhibitor terhadap aktivitas enzim tripsin berbanding lurus dengan jumlah senyawa inhibitornya (Cahyadi, 2006).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa protease yang ditambahkan zat anti nutrisi memiliki aktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan protease tanpa zat anti nutrisi.
DAFTAR REFERENSI
Astuti, S. 2008. Isoflavon Kedelai dan Potensinya seba gai Penangkap Radikal Bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Hasil Pertanian, Pertanian , 13(2): 124-129. Cahyadi, W. 2006. Kedelai 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Teknologi. Bandung: Bumi Aksara. Campbell, N. A. & Reece, J. B. 1995. Biology 1995. Biology.. Jakarta: Erlangga. Gemede, H. F. & Ratta, N. 2014. Antinutritional factors in plant foods: Potential health benefits and adverse effects. International Journal of Nutrition and Food Sciences, Sciences, 3(4): 284-289. Jurgens, M. H. 1997. Animal 1997. Animal Feeding and Nutrition. 8th Edition Edition.. USA: Kendall/Hunt publishing company. Kumar, R. 2003. Anti-nutritive factors, the potential risks of toxicity and methods to alleviate them. them. Australian Journal of Agricultural Research, Research , 34(2): 781-790. Noor, Z. 1992. 1992. Senyawa Antigizi. Antigizi. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi. Purwandani, R. E., Mahfudz, L. D. & Atmomarsono, U. 2017. Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Terhadap Kecernaan Protein, Kalsium dan Energi Metabolis Itik Mojosari Petelur. Jurnal Petelur. Jurnal Peternakan Indonesia, Indonesia, 19(3): 110-115. Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bioteknologi . Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tandi, E. J. 1993. Penggunaan Biji Pohon Tahan Api ( Macadamia ( Macadamia hildebrandii) hildebrandii ) dalam Pakan Ternak Babi Ditinjau dari Kandungan Taninnya. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ward, O. P. 1985. Proteolytic 1985. Proteolytic Enzyme. Enzyme. Oxford: Pergamon Press. Wati, I. P., Aulanni’am, A. & Mahdi, C. 2013. Aktivitas Protease d an Gambaran Histologi Ginjal Tikus Putih ( Rattus norvegicus) norvegicus) Pasca Induksi CyclosporineA. Jurnal A. Jurnal Ilmu Kimia Universitas Brawijaya, Brawijaya, 1(2): 257-263.