PENGUKURAN AKTIVITAS PROTEASE PADA IKAN LELE (Clarias batrachus) DAN IKAN NILEM (Osteochilus vittatus)
Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
Oleh : : Praditya Teguh Priambodo : B1J013061 : III :3 : Ristiandani Riana P
LAPORAN PRAKTIKUM FISOLOGI NUTRISI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2016
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencernaan protein pada ikan terjadi di saluran pencernaan dimulai dari lambung hingga intestine. Pengukuran laju pencernaan makan dapat dilakukan dengan cara mengukur laju pengosongan lambung, daya cerna dan aktivitas protease atau amilase. Pengukuran aktivitas protease dapat digunakan untuk mengevaluasi kapasitas pencernaan ikan terhadap protein, sebab protease akan menghidrolisis protein atau peptida dan menghasilkan asam amino, yang diantaranya adalah asam amino tirosin. Oleh karena itu, pengukuran aktivitas non spesifik protease dapat menggunakan tirosin sebagai standar. Jumlah tirosin yang dibebaskan dapat diukur dengan spektrofotometer pada 280 nm. Besarnya konsentrasi tirosin akan mencerminkan besarnya aktivitas protease non spesifik. Pakan yang mengandung pati atau amilum, maka pati akan dihidrolisis oleh αamilase menghasilkan fragmen berupa gugus hemisetal yang tereduksi dan dapat ditentukan dengan 3,5-dinitrosalicylic acid. Konsentrasi asam dinitrosalisilat yang terbentuk dapat diukur dengan pewarnaan, ini mengekspresikan langsung konsentrasi gugus ujung yang dibentuk dan oleh karena itu dapat dinyatakan sebagai aktivitas enzim. Ekstraksi enzim dapat dilakukan dengan prinsip bahwa protein enzim dapat diendapkan dengan penambahan aseton, etanol, sodium sulfat atau ammonium sulfat. Sifat ini digunakan sebagai prinsip dari isolasi enzim. Enzim ini dapat diekstrak dan kemudian proses pengendapannya dapat dilakukan dengan penambahan garam (NH4)2SO4 (ammonium sulfat) (Rahman, 1992). Ekstrak kasar enzim desaturase diisolasi dengan pemacahan sel fungi menggunakan blender dan penambahan salin buffer fofat (PBS) ph 7,2 dengan nisbah biomassa: PBS -1 ;2 (b/v). Homogenate disentrifuse pada kecapatan 5000 rpm selam 15 menit. Ekstrak enzim kasar dipisahkan dari pecahan sel dengan penyaringan menggunkan kertas saring pada corong buchner dan dibantu dengan pompa vakum. Supernatant yang berisi ekstrak kasar desaturese diamobilisasi untuk pengujian lebih lanjut (Panji et al., 2005). Cara untuk mendapatkan ekstrak enzim kasar dari masing - masing makhluk hidup pun berbeda - beda. Bila sumber enzim berasal dari tanaman atau hewan maka jaringan tanaman dan hewan tersebut dihancurkan sampai rata dalam air / buffer. Bagian yang tidak larut dipisahkan dengan sentrifugasi / penyaringan sehingga diperoleh ekstrak berupa cairan. Sedangkan untuk sumber enzim berasal dari
mikrobia, maka sel mikrobia dipanen dari kulltur medianya kemudian sel dipecah dengan cara menggiling / lisis kemudian dilakukan ekstraksi dengan air / buffer. Enzim ekstraselular mikrobia diperoleh dengan cara menyaring / sentrifugasi untuk memisahkan sel / miselia dan bahan padat lainnya dari kultur medianya (Tranggono & Sutardi, 1990). Ekstraksi dengan cara penggojogan atau sentrifugasi. Akan didapatkan dua bagian, yaitu supernatan dan residu (Winarno, 1995). Enzim yang terlarut dalam air dan bersifat polar mengakibatkan sebagian sisi aktif enzim terhalang untuk melakukan kontak dengan substrat (Panji et al., 2005). 1.2 Tujuan Tujuan praktikum acara 2 adalah mengetahui perbedaan kapasitas pencernaan ikan yang terukur sebagai aktivitas protease pada ikan yang memperoleh asupan pakan dengan kualitas berbeda.
II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi Alat-alat yang digunakan meliputi akuarium, alat bedah, inkubator, spektrofotometer, kompor listrik, homogeniser, sentrifugator, freezer, mikropipet, blue dan yellow tip. Bahan-bahan yang digunakan meliputi ikan lele (Clarias batrachus), ikan nilem (Osteochilus vittatus), pakan ikan, es balok, tabung eppendorf, reagen kimia, botol sampel, tabung reaksi, es balok, dan substrat enzim. 2.2 Metode Metode yang dilakukan dalam praktikum antara lain: A. Preparasi jaringan 1. Isolasi saluran digesti ikan diakukan dengan cara pembedahan lalu dibersihkan, dilakukan di atas lempengan es. 2. Organ/saluran digesti ditampung di dalam botol sampel yang telah diberi label. 3. Usus ikan dilumatkan atau dihancurkan menggunakan homogeniser listrik dalam 50 mM Tris-HCl buffer dingin dengan rasio 1 : 4 (w/v). 4. Homogenat yang diperoleh ditampung dalam tabung eppendorf volume 1,5 mL. 5. Homogenat kemudian disentrifugasi menggunakan sentrifugator bersuhu 4oC pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Fraksi lipid yang mengambang dikeluarkan dan cairan supernatan ditampung di dalam tabung eppendorf. 6. Supernatan atau ekstrak enzim kemudian disimpan dalam freezer dengan suhu -80oC hingga digunakan untuk pengukuran aktivitas enzim. B. Pengukuran aktivitas protease 1. Pada tabung sampel dicampurkan buffer Tris-HCl pH 8,1 (350 µL) dan ekstrak enzim 50 µL. 2. Diinkubasikan selama 10 menit pada 37oC, lalu ditambahkan substrat kasein 1 % sebanyak 350 µL. Campuran reaksi kemudian diinkubasi ulang pada 37 oC selama 30 menit. 3. Setelah inkubasi selesai, reaksi dihentikan dengan penambahan 750 µL dari 8 % (w/v) asam trichloroacetat (TCA)
4. Untuk tabung blanko dilakukan prosedur yang sama kecuali ekstrak enzim ditambahkan setelah pemberian TCA sebanyak 750 µL. 5. Empat tabung standard diisi masing-masing dengan 50 µL, 100 µL, 200 µL, dan 400 µL larutan tirosin standar (kons. 1000 µL/mL), lalu diencerkan dengan akuabides hingga volume 400 µL. Pada keempat tabung standard tersebut ditambahkan 350 µL substrat kasein, diinkubasikan pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah diinkubasi, ditambahkan 750 µL reagen TCA 8 %. 6. Setelah didiamkan minimal selama 60 menit di dalam refrigerator, campuran reaksi disentrifugasi pada kecepatan 6.000 rpm selama 10 menit. 7. Superntannya diambil sebanyak 1000 µL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi akuabides 1500 µL. 8. Campuran reaksi dihomogenkan menggunakan vorteks. 9. Absorbansi campuran reaksi diukur pada panjang gelombang 280 nm. 10. Aktivitas protease dihitung menggunakan kurva standard tirosin yang diperoleh. 11. Unit aktivitas enzim akan dinyatakan sebagai U/ mg jaringan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Tabel 3.1.1 Data Ikan, Bobot Usus & Rasio Tris HCl.
Kel 1 2 3 4
Jenis ikan Lele makan Lele puasa Lele makan Lele puasa Nilem makan Nilem puasa Nilem makan Nilem puasa
No Eppendendor f sebelum sentrifugasi 53-54 55-56 57-58 59-60 61-62 63-64 65-66 67-68
No Eppendendor f sebelum sentrifugasi 33-34 35-36 37-38 39-40 41-42 43-44 45-46 47-48
Berat usus (gram) 1,30 0,75 1,13 0,61 0,73 0,97 0,94 0,66
Berat Tris HCl (x8) (gram) 10,4 6 9,04 4,88 5,84 7,76 7,52 5,28
Keterangan Perhitungan Kelompok 3 Berat Tris HCL = Berat usus x 8 1. Ikan Nilem makam = 0,73 x 8 = 5,84 gr 2. Ikan Nilem puasa = 0,97 x 8 = 7,76 gr Jumlah homogenat sebelum disentrifugasi = berat ependorf + sampel = ± 2,5 gr Tabel 3.1.2 Pengukuran Aktivitas Protease No . 1 2 3 4 5 6
Standar 25.000 50.000 100.000 200.000 400.000
Sampel
Blanko
330.229 262.682
Aktivitas Enzim dalam Konsentrasi (x) 225.054,5
Aktivitas Enzim dalam Konsentrasi (x) / menit 12.752,725
14.7705,5
7.385,275
71.401 199.371 279.184 91.572
Ikan Nilem makan Ikan Nilem puasa
Perhitungan Aktivitas Protease Aktivitas Enzim dalam Konsentrasi (x) {((Sampel 1+sampel 2)/ 2) + konsentrasi blanko} Ikan Nilem makan = (330.229+262.682 ) - 71.401 2 = 225.054 µgr Ikan Nilem puasa = (199.371+279.184) - 91.572 2 =147.705, 5 µgr Aktivitas Enzim dinyatakan dalam konsentrasi (x)/ menit X / Waktu inkubasi (20 menit) Ikan Nilem makan = 225.054, 5 / 20 = 12.752,725 µgr/ menit Ikan Nilem puasa = 147.705, 5 / 20 = 7.385,275 µgr/ menit
3.2 Pembahasan Enzim secara umum menghasilkan kecepatan, spesifikasi, dan kendali pengaturan terhadap reaksi dalam tubuh. Enzim berfungsi sebagai katalisator, yaitu senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia (Marks, dkk., 2000). Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan ketika reaksi tersebut tidak menggunakan katalis. Seperti katalis lainnya, enzim juga menurunkan atau memeprkecil energi aktivasi suatu reaksi kimia (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Dalam
reaksi tersebut enzim mengubah senyawa yang
selanjutnya disebut substrat menjadi suatu senyawa yang baru yaitu produk, namun enzim tidak ikut berubah dalam reaksi tersebut (Palmer, 1991 dalam Supriyatna, et al., 2015). Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim pada umumnya suhu optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang (Gaman & Sherrington, 1994) Supriyatna et al, (2015) menambahkan bahwa setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas enzim akan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu hingga suhu optimum tercapai. Setelah itu kenaikan suhu lebih lanjut akan menyebabkan aktivitas enzim menurun. Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992). Penyimpanan enzim yang dilakukan didalam pendingin sebelum digunakan dalam percobaan aktivitasi enzim adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas akibat denaturasi enzim atau hilangnya kofaktor yang penting. Dimana dengan perlakuan ini akan menjamin kehilangan aktivitas enzim lebih minimal.
Sedangkan pembekuan danthawing sebaiknya dicegah karena dapat menginaktifkan enzim dengan cepat (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim protease mempunyai dua pengertian, yaitu proteinase yang mengkatalisis hidrolisis molekul protein menjadi fragmen-fragmen yang lebih sederhana, dan peptidase yang menhdirolisis fragmen polipeptida menjadi asam amino. Enzim proteoitik yang berasal dari mikroorganisme adalah protease yang mengandung proteinase dan peptidase (Frazier dan Westhoff, 1983, dalam Supriyatna et al, 2015). Larutan buffer adalah larutan yang tahan panas terhadap perubahan pH dengan penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat (Fardiaz, 1992). Buffer dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi. Penambahan ammonium sulfat kering pada enzim cair untuk mengurangi ketersediaan air sehingga mengendapkan protein. Adanya pengadukan menyebabkan ketersediaan air yang berinteraksi dengan protein berkurang sehingga protein terpresipitasi (salting out). Pada saat terjadi salting out, protein atau enzim mudah dipisahkan. Tujuan pemblenderan adalah memudahkan dalam pengekstraksian, karena dengan adanya proses penghalusan bahan, maka luas permukaan bahan tersebut akan menjadi semakin luas, sehingga enzim yang terdapat dalam bahan tersebut akan mudah bereaksi dengan buffer, sehingga enzim tidak akan mengalami inaktivasi (Winarno, 1995). Buffer dibutuhkan untuk melindungi enzim dari sejumlah besar asam yang dilepaskan dari vakuola pada sel yang terputus dan untuk menyesuaikan serta memantapkan pH makanan dengan pH yang diinginkan. Daya ionisasi yang tinggi dibutuhkan untuk menyerap enzim dari dinding sel. Pada tanaman yang mengandung sejumlah besar komponen phenol, poliethylene glycol atau polivinilpyrolidone mungkin bergabung menjadi ekstrak cairan untuk perlindungan melawan enzim inaktif melalui reaksi dengan komponen phenol yang dilepaskan (Whitaker, 1994). Salah satu cara untuk mengetahui adanya zat kimia pada suatu medium adalah dengan cara spektrofotometri. Cara ini dilakukan dengan melewatkan suatu cahaya atau sinar putih pada medium tertentu. Yang akan tampak adalah cahaya yang telah diabsorbsi dan diteruskan untuk setiap konsentrasi yang berbeda sehingga akan terjadi perbedaan warna. Analisa secara spektrofotometri merupakan pengukuran
seberapa jauh emisi radiasi yang akan diserap/diabsorbsi oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi maupun pengurangan absorbansi suatu panjang gelombang (Ewing, 1985). Preparasi jaringan yang dilakukan kelompok tiga yaitu preparasi pada jaringan ikan nilem makan dan puasa. Percobaan ini dilakukan sebanyak dua ulangan yang dimasukkan pada dua tabung ependorf dengan menggunakan ikan nilem puasa dan ikan nilem yang telah dibiarkan untuk makan. Ikan nilem yang diberi perlakuan makan dimasukkan dalam tabung ependorf nomer 61 dan 62, sedangkan ikan nilem yang telah puasa dimasukkan tabung ependorf nomer 63 dan 64. Berat usus yang didapat untuk ikan nilem yang telah makan yaitu 0,73 gr dan ikan nilem yang telah puasa seberat 0,97 gr. Penambahan buffer Tris HCl pada saat preparasi jaringan ikan nilem yang telah makan sebanyak 5,84 gr dan pada ikan nilem yang telah puasa sebanyak 7,76 gr. Sedangkan jumlah homogenat sebelum disentrifugasi yaitu ± 2,5 gr. Ikan nilem yang telah diberi perlakuan makan besar nilai absorbansi 330.229 pada ependorf berisi tirosin standar 25.000 dan besar nilai absorbansi 262.682 pada ependorf berisi tirosin standar 50.000 dengan nilai absorbansi blanko sebesar 71.401 memiliki aktivitas enzim dalam konsentrasi (x) sebesar 225.054, 5 µgr serta aktivitas enzim dalam konsentrasi (x)/ menit sebesar 12.752, 725 µgr/ menit. Ikan nilem yang telah diberi perlakuan puasa besar absorbansi 199.371 pada ependorf berisi tirosin standar 200.000 dan besar nilai absorbansi 2179.184 pada ependorf berisi tirosin standar 400.000 dengan nilai absorbansi blanko 91.572 memiliki aktivitas enzim protease dalam konsentrasi 147.705,5 µgr serta aktivitas enzim protease dalam konsentrasi (x)/ menit sebesar 7.385,275 µgr/ menit. Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat diketahui bahwa pada ikan nilem dengan perlakuan puasa memiliki aktivitas enzim protease yang lebih kecil dibandingkan ikan nilem yang diberi perlakuan makan, diduga untuk memenuhi kebutuhan energinya selama tidak adanya asupan energy sehingga enzim proteasenya berelangsung dengan lambat. Saryono (2011) menyatakan bahwa perubahan aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Konsentrasi enzim berpengaruh terhadap kecepatan reaksi katalitik enzim, ketika konsentrasi enzim meningkat maka kecepatan reaksinya juga meningkat, sebaliknya jika konsentrasi enzim rendah maka kecepatan reaksi akan semakin lambat. Aktivitas protease pada intestin ikan selain dipengaruhi oleh jumlah pakan juga dipengaruhi oleh kadar
protein pakan yang diberikan. Kebutuhan protein untuk setiap ikan berbeda-beda, tergantung pada jenis ikan, ukuran ikan, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas protein pakan. Umumnya kebutuhan protein ikan berkisar antara 25-50%. Jenis ikan herbivora membutuhkan kadar protein yang lebih rendah daripada ikan omnivora maupun karnivora (Lovell, 1989 dalam Marzuqi, 2015). Menurut Tengjaroenkul (2000) dalam Arafat et al. (2015) ikan herbivora memiliki aktivitas protease yang rendah sehingga apabila diberi pakan yang mengandung protein cukup tinggi dan dalam jumlah yang berlebih maka proses pencernaan dan absorpsi protein dalam saluran pencernaannya menjadi tidak optimal. Menurut Henken et al. (1985) daya cerna ikan terhadap protein semakin rendah dengan meningkatnya level pemberian pakan. Daya cerna yang rendah dapat menjelaskan bahwa enzim protease pada ikan tersebut memiliki aktivitas yang rendah dalam mencerna protein. Menurut Ceccaldi (1997) dalam Pradhan et al. (2014) peningkatan jumlah karbohidrat yang melampaui batas optimumnya akan menyebabkan penurunan aktivitas enzim amilase dalam mencerna karbohidrat. Lebih lanjut Marzuqi (2015) menyatakan bahwa penurunan aktivitas amilase dapat menyebabkan kecernaan terhadap karbohidrat semakin menurun sehingga akan berdampak pada penurunan penyerapan glukosa pada intestin ikan. N,N-dimetil kasein berfungsi sebagai substrat protein yang akan berinteraksi dengan sisi aktif (induce fit) enzim sehingga enzim protease dapat bekerja memecah ikatan peptida dari protein, jadi pengukuran aktivitas enzim protease dapat dilakukan. Buffer fosfat pH 7,6 digunakan agar protein tidak rusak oleh PH karena harus dijaga dengan pH yang netral. Inkubasi dilakukan untuk memberikan waktu kepada enzim untuk memecah ikatan peptida substrat protein yang panjang menjadi fragmen-fragmen protein yang kecil. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC untuk meningkatkan aktivitas enzim (dicapai aktivitas optimum) karena kebanyakan enzim memiliki aktivitas optimum pada suhu tersebut (Ismail, 1990). Penambahan larutan TCA berperan sebagai inhibitor yang akan menghentikan reaksi antara enzim dan substrat. Larutan TCA dapat menghentikan reaksi yaitu dengan mengubah pH larutan sekaligus mengendapkan protein yang masih panjang, sehingga tidak ada lagi protein yang dapat dipecah ikatan peptidanya oleh enzim protease. Kemudian tiap fraksi disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan endapan dan supernatan setelah ditambah TCA, karena di dalam supernatannyalah terdapat enzim protease yang murni sedangkan dalam endapannya
tidak. Kontrol dan 18 fraksi diukur absorbansinya pada panjang gelombang 280 nm, yang merupakan serapan maksimum sehingga didapatkan nilai absorbansinya (Ismail, 1990).
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Ikan nilem yang diberi perlakuan puasa memiliki aktivitas enzim protease yang lebih rendah dibandingkan ikan nilem yang diperlakuan makan prapercobaan ini dilakukan 2. Aktivitas enzim protease dalam konsentrasi untuk ikan nilem dengan perlakuan puasa sebesar 147.705, 5 µgr dan aktivitas enzim protease dalam konsentrasi (x)/ menit sebesar 7.385,275 µgr/ menit, sedangkan aktivitas enzim protease dalam konsentrasi untuk ikan nilem yang diberi perlakuan makan sebesar 225.054 µgr dan aktivitas enzim protease dalam konsentrasi (x)/ menit sebesar 12.752,725 µgr/ menit.
DAFTAR REFERENSI Arafat, M.Y., Abdulgani, N. & Devianto, R.D., 2015. Pengaruh Penambahan Enzim pada Pakan Ikan terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains dan Seni ITS, 4(1), pp.21-25. Ewing, G.W. 1985. Instrumental Methods of Chemical Analysis. USA: McGraw-Hill Book Company. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka. Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Henken, A.M., Kleingeld, D.W. & Tijssen, P.A.T., 1985. The Effect of Feeding Level on Apparent Digestibility of Dietary Dry Matter, Crude Protein and Gross Energy in the African Catfish Clarias gariepinus (Burchell, 1822). Aquaculture, 51, pp.1-11. Ismail, S. D. 1990. Nutrisi dan Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Lee, J. M. 1992. Biochemical Engineering. Prentice Hall Inc. New Jersey. Martoharsono, S. 1994. Biokimia I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Marzuqi, M., 2015. Pengaruh Kadar Karbohidrat dalam Pakan terhadap Pertumbuhan, Efisiensi Pakan dan Aktivitas Enzim Amilase pada Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Panji, Tri, Suharyanto, Gunawan & Khaswar Syamsu. 2005. Biokonversi Minyak Sawit Kasar Menggunakan Desaturase Amobil Sistem Curah pada Skala Semipilot. Menara Perkebunan: 63-73. Pradhan, C., Mohanty, S. N., Rath, S. C. & Giri, S. S., 2014. Influence of Feeding an All Plant Ingredients Containing Diet at Different Levels on Growth and Digestive Enzyme Activity of Pond Raised Indian Major Carps. Journal of Animal Nutrition and Feed Technology, 14, pp.251-262. Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Penerbit Arcan. Saryono, 2011. Biokimia Enzim. Yogyakarta: Nuha Medika. Sunarto & Sabariah, 2009. Pemberian Pakan Buatan dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Benih Ikan Semah (Tor douronensis) dalam Upaya Domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(1), pp.67-76. Supriyatna, A., Amalia, D., Jauhari, A.A., Holydaziah, D. 2015. Aktivitras Enzim Amilase, Lipase, Dan Protease Dari Larva. Vol. IX. No. 2. Halaman 18-32. ISSN: 1979-8911.
Tranggono, B. S. & B. Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Whitaker, J. R. 1994. Principles of Enzymology for the Food Sciences. California: Marcel Dekker Inc. Winarno, F. G. 1995. Enzim Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.