Buku Blok Muskuloskeletal Semester 4
Tim Penyusun Penanggungjawab Blok: Hanik Badriyah Hidayati, dr., SpS Sekretaris Blok: Dr. Rosy Setiawati, dr, SpRad (K) Sulis Bayusentono, dr., MKes. SpOT Martha Kurnia Kusumawardani, dr., SpKFR Rr. Indrayuni Lukitra Wardhani, dr., Sp.KFR (K)
Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2018
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
1
Daftar isi Desain Pembelajaran Pembelajaran Deskripsi ………………………………………………………………… …………………………………………………………………............. ............. Pendahuluan …………………………………………………………………….. Capaian dan Sasaran Pembelajaran …………………………………………….... …………………………………………….... Sesi pembelajaran …………………………………………………………….. ……………………………………………………………..... ... Kuliah dan Praktik Penilaian …………………………………………………………………… …………………………………………………………………… ......... Peraturan pelaksanaan …………………………………………………………… • • • •
•
• •
Topik pembelajaran pembelajaran Topik 1 Pengantar Perkuliahan Topik 2 Anatomi dan Histologi Muskuloskeletal o 2.1. Anatomi Tulang dan Kolumna Vertebra 2.2. Anatomi Arthrologi Umum o o 2.3. Histologi Otot Bergaris Bergaris & Regenerasi Jaringan Otot o 2.4. Histologi Tulang & Bone & Bone Remodelling Remodelling Topik 3 Fisiologi dan Patofisiologi Neuromuskuler 3.1. Fisiologi Neuromuskuler (Fisiologi Kinesiologi, Otot dan Kontraksi Otot o pada Level Selular, Transmisi Neuromuskular, Transduksi Sinyal Saraf) 3.2. Patofisiologi Klinis Neuromuskuler (Transmisi Neuromuskular, o Transduksi Sinyal Saraf, contoh kasus MG GBS Bells palsy dll) Topik 4 Neuroanatomi Korelatif Muskuloskeletal (Buku Neurologi-Orthopaedi) o 4.1. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Neurologi) 4.2. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Orthopedi) o Topik 5 Kinesiologi dan ROM Topik 6 Gait o 6.1. Fisiologi Berjalan 6.2. Gangguan Jalan o Topik 7 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik o 7.1. Anamnesis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik I (Aspek Neurologi) o 7.2. Anamnesis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik II ( Aspek Aspek Neurologi ) 7.3. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik III (Aspek Orthopedi - Tulang o Belakang dan Pelvis) 7.4. Anamnesis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik IV (Aspek Orthopedi – Ekstremitas o atas dan bawah) Topik 8: Imejing pada MSK o 8.1. Pemilihan Modalitas Imejing pada MSK 8.2. Analisis Sistematis Imejing pada Foto Konvensional Tulang o o 8.3. Imejing pada fraktur Topik 9 Acute 9 Acute Medullar Compression Topik 10 Radicular 10 Radicular Syndrome (LBP: Hernia Nucleus Pulposus dan Referred dan Referred Pain) Topik 11 Nyeri Muskuloskeletal o 11.1. Nyeri Muskuloskeletal I (Nyeri Neuropatik (Nyeri Neuropatik & Nosiseptif, dll) 11.2. Nyeri Muskuloskeletal II (Nyeri Psikogenik) o Topik 12 Gangguan Tulang Belakang (Contoh: Fraktur dan Gangguan Lain pada Spine) Spine) Topik 13 Trauma • •
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
2
Daftar isi Desain Pembelajaran Pembelajaran Deskripsi ………………………………………………………………… …………………………………………………………………............. ............. Pendahuluan …………………………………………………………………….. Capaian dan Sasaran Pembelajaran …………………………………………….... …………………………………………….... Sesi pembelajaran …………………………………………………………….. ……………………………………………………………..... ... Kuliah dan Praktik Penilaian …………………………………………………………………… …………………………………………………………………… ......... Peraturan pelaksanaan …………………………………………………………… • • • •
•
• •
Topik pembelajaran pembelajaran Topik 1 Pengantar Perkuliahan Topik 2 Anatomi dan Histologi Muskuloskeletal o 2.1. Anatomi Tulang dan Kolumna Vertebra 2.2. Anatomi Arthrologi Umum o o 2.3. Histologi Otot Bergaris Bergaris & Regenerasi Jaringan Otot o 2.4. Histologi Tulang & Bone & Bone Remodelling Remodelling Topik 3 Fisiologi dan Patofisiologi Neuromuskuler 3.1. Fisiologi Neuromuskuler (Fisiologi Kinesiologi, Otot dan Kontraksi Otot o pada Level Selular, Transmisi Neuromuskular, Transduksi Sinyal Saraf) 3.2. Patofisiologi Klinis Neuromuskuler (Transmisi Neuromuskular, o Transduksi Sinyal Saraf, contoh kasus MG GBS Bells palsy dll) Topik 4 Neuroanatomi Korelatif Muskuloskeletal (Buku Neurologi-Orthopaedi) o 4.1. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Neurologi) 4.2. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Orthopedi) o Topik 5 Kinesiologi dan ROM Topik 6 Gait o 6.1. Fisiologi Berjalan 6.2. Gangguan Jalan o Topik 7 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik o 7.1. Anamnesis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik I (Aspek Neurologi) o 7.2. Anamnesis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik II ( Aspek Aspek Neurologi ) 7.3. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik III (Aspek Orthopedi - Tulang o Belakang dan Pelvis) 7.4. Anamnesis Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik IV (Aspek Orthopedi – Ekstremitas o atas dan bawah) Topik 8: Imejing pada MSK o 8.1. Pemilihan Modalitas Imejing pada MSK 8.2. Analisis Sistematis Imejing pada Foto Konvensional Tulang o o 8.3. Imejing pada fraktur Topik 9 Acute 9 Acute Medullar Compression Topik 10 Radicular 10 Radicular Syndrome (LBP: Hernia Nucleus Pulposus dan Referred dan Referred Pain) Topik 11 Nyeri Muskuloskeletal o 11.1. Nyeri Muskuloskeletal I (Nyeri Neuropatik (Nyeri Neuropatik & Nosiseptif, dll) 11.2. Nyeri Muskuloskeletal II (Nyeri Psikogenik) o Topik 12 Gangguan Tulang Belakang (Contoh: Fraktur dan Gangguan Lain pada Spine) Spine) Topik 13 Trauma • •
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
2
13.1. Fraktur pada Tulang Anak dan Remaja o 13.2. Fraktur pada Ekstremitas Atas dan Bawah Topik 14 Peripheral Nerve Compression (radial, ulnaris, medianus compression, Peroneal Palsy & Tarsal Tunnel Syndrome) Topik 15 Gangguan Metabolisme pada Tulang Topik 16 Gangguan Otot (Nyeri, Kaku Otot dan Otot Mengecil) Topik 17 Gangguan Tendon (Tenosynovitis ( Tenosynovitis,, Strain & Strain & Ruptur Achilles Ruptur Achilles)) Topik 18 Gangguan Ligamen (Sprain Ligamen) Topik 19 Gangguan Sendi o 19.1. Aspek Medis Osteoartritis 19.2. Aspek Medis Artritis Reumatoid o o 19.3. Patofisiologi dan Strategi Manajemen Osteoarthritis Topik 20 Infeksi MSK (Osteomielitis , Artritis Septik & & Ulkus pada Tungkai) Topik 21 Kelainan Kongenital Muskuloskeletal (Contoh ( Contoh Duschene Duschene dll) dll) Topik 22 Rehabilitasi Medik Dasar pada Muskuloskeletal Topik 23 Benjolan pada MSK/ Miscelenous Miscelenous (Tumor, Bengkak pada Lengan dan Tungkai) Topik 24 Sport Medicine Topik 25 Aspek Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Analgesik pada Gangguan Muskuloskeletal o
Tambahan Referensi ……………………………………………………………………………… Jadwal harian ……………………………………………………………………… Daftar keterampilan klinis yang terkait/ dipelajari……………………………………. Lain-lain • • • •
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
3
Desain Pembelajaran
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
4
Deskripsi
Mata kuliah ini mempelajari tentang muskuloskeletal beserta anatomi, fisiologi, patofisiologi dan beberapa gangguan yang sering mengenai sistem muskuloskeletal berdasarkan SKDI 2012. Mahasiswa akan menerima pembelajaran berupa kuliah interaktif, belajar mandiri dan tutorial. Diharapakan setelah mengikuti semester ini mahasiswa semester 4 dapat mengenal dan memahami tentang cara pencegahan, pemeriksaan fisik terkait, penegakan diagnosis dan pengobatan terhadap gangguan serta cedera yang mengenai muskuloskeletal dengan pengobatan, pembedahan, dan rehabilitasi medik. Penyusunan modul ini berdasarkan susunan daftar masalah dan penyakit yang tertulis dalam SKDI 2012. Untuk menyesuaikan daftar materi dan waktu yang tersedia, maka belajar mandiri dilakukan mahasiswa semester 4 untuk kelompok kompetensi 1 dan 2. Mata kuliah ini diberikan pada mahasiswa pendidikan dokter semester 4 sebanyak 4 SKS. .
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
5
Pendahuluan Latar Belakang
Blok muskuloskeletal merupakan blok yang diberikan pada mahasiswa jenjang sarjana pada program studi pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Blok ini merupakan bagian dari kurikulum yang diterapkan yang mengacu kepada standar kompetensi dokter Indonesia (SKDI) tahun 2012. Blok ini hanya dapat diikuti setelah mahasiswa menyelesaikan semua perkuliahan dasar (anatomi dan fisiologi). Blok muskuloseletal merupakan blok yang mempelajari mengenai tulang rangka beserta jaringan lunak yang menyertainya yang dikaitkan dengan etiologi, patofisiologi, diagnosis, pengobatan terhadap penyakit, gangguan klinis atau cedera yang mengenainya di mana kedalaman pembahasannya disesuaikan dengan kompetensi lulusan dokter Indonesia berdasarkan SKDI tahun 2012. Blok ini berada pada semester 4 dan merupakan mata kuliah yang diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk memahami kaitan ilmu kedokteran dasar dan ilmu klinis. Bagi mahasiswa diharapkan setelah mengikuti perkuliahan di blok ini dapat mengenal dan memahami tentang cara pencegahan, pemeriksaan, penegakan diagnosis dan pengobatan terhadap kelainan serta cedera yang mengenai muskuloskeletal dengan pengobatan, pembedahan, dan rehabilitasi medik.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
6
Capaiaan Pembelajaran
Mahasiswa semester 4 setelah mengikuti blok muskuloskeletal mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi fungsional, patofisiologi, diagnosis serta penatalaksanaan beberapa penyakit yang terdapat pada sistem muskuloskeletal berdasarkan SKDI 2012 sesuai tingkat kompetensinya
Sasaran Pembelajaran
Bila dihadapkan pada masalah klinis, mahasiswa semester 4 setelah mengikuti blok muskuloskeletal ini mampu : (prinsip penulisan : Audience – Behaviour – Condition – Degree of competence) 1. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi fungsional sistem tulang dan persendian pada ekstremitas atas 2. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi fungsional sistem tulang dan persendian pada ekstremitas bawah 3. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi fungsional sistem tulang dan persendian pada sistem tulang belakang dan pelvis 4. Mampu menjelaskan sistem persarafan sistem muskuloskeletal, sentral dan perifer, terutama yang berkaitan dengan keluhan nyeri dan kelumpuhan. 5. Mampu menjelaskan masalah nyeri yang berhubungan dengan sistem muskuloskeletal 6. Mampu menjelaskan masalah kelemahan yang berhubungan dengan sistem muskuloskeletal 7. Mampu melakukan pemeriksaan kekuatan otot dan refleks fisiologis pada pasien simulasi 8. Mampu melakukan pemeriksaan dasar persendian pada sistem ekstremitas atas dan ekstremitas bawah 9. Mampu melakukan pemeriksaan dasar persendian pada ekstremitas atas 10. Mampu melakukan pemeriksaan dasar persendian pada ekstremitas bawah 11. Mampu melakukan pemeriksaan dasar sistem spine (tulang belakang) dan pelvis 12. Mampu menjelaskan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit di bidang muskuloskeletal sesuai SKDI 2012 13. Mampu menjelaskan dasar pemeriksaan radiologi pada kasus muskuloskeletal 14. Mampu merencanakan program rehabilitasi dasar pada kasus muskuloskeletal 15. Mampu menjelaskan aspek farmakokinetik dan farmakodinamik obat analgesik pada gangguan neuromuskuler
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
7
Sesi pembelajaran Sesi Metode pembelaaran
Sasaran pemjabela -jaran (tulis nomor saja)
Topik
Tujuan sesi
Wakt u
Bidang terkait
1
Interactive Lecture
1 -15
Pengantar Perkuliahan Muskuloskeletal
Menjelaskan Modul MSK
100
Orthopedi
2
Interactive Lecture
1-3
Anatomi Tulang dan Kolumna Vertebralis
Menjelaskan tentang Anatomi Tulang dan Kolumna Vertebralis
50
Anatomi
3
Interactive Lecture
1-3
Anatomi Arthrologi Umum
Menjelaskan tentang Arthrologi Umum
50
Anatomi
4
Interactive Lecture
1-3
Histologi Otot Bergaris dan Regenerasi Jaringan Otot
Menjelaskan tentang Histologi Otot Bergaris dan Regenerasi Jaringan Otot
50
Histologi
5
Interactive Lecture
1-3
Histologi Tulang dan Bone Remodelling
Menjelaskan tentang histologi tulang dan bone remodelling
50
Histologi
6
Interactive Lecture
1-3
Fisiologi Neuromuskuler I (Fisiologi Kinesiologi, Transmisi Neuromuskular)
Menjelaskan tentang Fisiologi Neuromuskuler (Fisiologi Kinesiologi, Transmisi Neuromuskular)
50
Faal
7
Interactive Lecture
1-3
Fisiologi Neuromuskuler II (Otot dan Kontraksi Otot pada Level Selular, Transduksi Sinyal Saraf , contoh kasus MG GBS Bells palsy dll)
Menjelaskan tentang Fisiologi Neuromuskuler II (Otot dan Kontraksi Otot pada Level Selular, Transduksi Sinyal Saraf , contoh kasus MG GBS Bells palsy dll)
50
Neurologi
8
Interactive Lecture
1-4
Neuroanatomi Korelatif dari Aspek Neurologi
Menjelaskan tentang Neuroanatomi Korelatif dari Aspek Neurologi
50
Neurologi
9
Interactive Lecture
1-4
Neuroanatomi Korelatif dari Aspek Orthopedi
Menjelaskan tentang Neuroanatomi Korelatif dari Aspek Orthopedi
50
Orthopedi
10
Interactive Lecture
14
Kinesiologi dan ROM
Menjelaskan tentang Kinesiologi dan ROM Anggota Gerak
100
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
8
11
Interactive Lecture
1-4,14
Fisiologi Berjalan
Menjelaskan tentang fisiologi berjalan
50
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
12
Interactive Lecture
4,6,14
Gangguan Berjalan
Menjelaskan tentang Gangguan Berjalan
50
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
13
Interactive Lecture
7-11
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Neurologi I
Menjelaskan tentang Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Neurologi
50
Neurologi
14
Interactive Lecture
7-11
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Neurologi II
Menjelaskan tentang Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Neurologi II
50
Neurologi
15
Interactive Lecture
7-11
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Orthopedi I (Tulang Belakang dan Pelvis)
Menjelaskan tentang Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Orthopedi I (Tulang Belakang dan Pelvis)
50
Orthopedi
16
Interactive Lecture
7-11
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Orthopedi II (Ekstremitas atas dan bawah)
Menjelaskan tentang Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Orthopedi II (Ekstremitas atas dan bawah)
50
Orthopedi
17
Interactive Lecture
12,13
Pemilihan Modalitas Imejing pada MSK
Menjelaskan tentang Pemilihan Modalitas Imejing pada MSK
50
Radiologi
18
Interactive Lecture
12,13
Analisis Sistematis Imejing pada Foto Konvensional Tulang
Menjelaskan tentang Analisis Sistematis Imejing pada Foto Konvensional Tulang
50
Radiologi
19
Interactive Lecture
12,13
Imejing pada Fraktur
Menjelaskan tentang Imejing pada Fraktur
50
Radiologi
20
Interactive Lecture
12
Acute Medullar Compression
Menjelaskan tentang Acute Medullar Compression
50
Neurologi
21
Interactive Lecture
12
Radicular syndrome, Hernia Nucleus Pulposus, dan Referred Pain
Menjelaskan tentang Radicular Syndrome (LBP: Hernia Nucleus Pulposus dan Referred Pain)
50
Neurologi
22
Interactive Lecture
12
Nyeri Muskuloskeletal I (Nyeri Neuropatik & Nosiseptif)
Menjelaskan tentang Nyeri Neuropatik & Nosiseptif
50
Neurologi
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
9
23
Interactive Lecture
12
Nyeri Muskuloskeletal II (Nyeri Psikogenik)
Menjelaskan tentang Nyeri Psikogenik
50
Psikiatri
24
Interactive Lecture
12
Gangguan Tulang Belakang
Menjelaskan tentang Gangguan Tulang Belakang
100
Orthopedi
25
Interactive Lecture
12
Trauma: Fraktur pada Tulang Anak dan Remaja
Menjelaskan tentang Fraktur pada Tulang Anak dan Remaja
50
Orthopedi
26
Interactive Lecture
12
Trauma: Fraktur pada Ekstremitas Atas Bawah
Menjelaskan tentang Fraktur pada Ekstremitas Atas - Bawah
50
Orthopedi
27
Interactive Lecture
12
Peripheral Nerve Compression (radial, ulnaris, medianus compression, Peroneal Palsy & Tarsal Tunnel Syndrome)
Menjelaskan tentang Peripheral Nerve Compression ( Radial, Ulnaris, Medianus Compression, Peroneal Palsy & Tarsal Tunnel Syndrome)
50
Neurologi
28
Interactive Lecture
12
Gangguan Metabolisme pada Tulang
Menjelaskan tentang Gangguan Metabolisme pada Tulang (Osteoporosis)
100
Orthopedi
29
Interactive Lecture
12
Gangguan Otot (Nyeri, Kaku Otot dan Otot Mengecil)
Menjelaskan tentang Gangguan Otot (Nyeri, Kaku Otot dan Otot Mengecil)
50
Orthopedi
30
Interactive Lecture
12
Gangguan Tendon (Tenosynovitis, Strain & Ruptur Achilles)
Menjelaskan tentang Gangguan Tendon (Tenosynovitis, Strain & Ruptur Achilles)
100
Orthopedi
31
Interactive Lecture
12
Gangguan Ligamen (Cedera Ligamen: Sprain Ligamen)
Menjelaskan tentang Gangguan Ligamen (Cedera Ligamen: Sprain Ligamen)
50
Orthopedi
32
Interactive Lecture
12
Aspek Medis Osteoartritis
Menjelaskan tentang Aspek Medis Osteoartritis
50
Ilmu Penyakit Dalam
33
Interactive Lecture
12
Aspek Medis Artritis Reumatoid
Menjelaskan tentang Aspek Medis Artritis Rematoid
50
Ilmu Penyakit Dalam
34
Interactive Lecture
12
Patofisiologi dan Strategi Manajemen Osteoartritis
Menjelaskan tentang Patofisiologi dan Strategi Manajemen Osteoarthritis
50
Orthopedi
35
Interactive Lecture
12
Infeksi MSK (Osteomyelitis, Arthritis septik &
Menjelaskan tentang Infeksi MSK (Osteomyelitis, Arthritis septik & Ulkus pada Tungkai)
50
Orthopedi
Ulkus pada Tungkai)
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
10
36
Interactive Lecture
12
Kelainan Kongenital Muskuloskeletal ( Duschene, dll)
Menjelaskan tentang Kelainan Kongenital Muskuloskeletal (Duschene)
50
Orthopedi
37
Interactive Lecture
14
Rehabilitasi Medik Dasar pada Muskuloskeletal
Menjelaskan tentang Rehabilitasi Medik Dasar pada Muskuloskeletal
50
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
38
Interactive Lecture
12
Benjolan pada MSK/ Miscelaneous (Tumor, Bengkak pada Lengan dan Tungkai)
Menjelaskan tentang Benjolan pada MSK/ Miscelenous (Tumor, Bengkak pada Lengan dan Tungkai )
50
Orthopedi
39
Interactive Lecture
12
Sport Medicine
Menjelaskan tentang Sport Medicine
50
Orthopedi
40
Interactive Lecture
15
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Analgesik Neuromuskuler
Menjelaskan tentang Farmakokinetik dan Farmakodinamik Analgesik Neuromuskuler
50
Farmakologi
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
11
Kegiatan tutorial kelompok kecil – Skenario
Kegiatan tutorial kelompok kecil merupakan kegiatan diskusi untuk menunjang kegiatan belajar dalam blok muskuloskeletal. Setelah menyelesaikan PBL ini, mahasiswa semester 4 Fakultas Kedokteran Unair mampu: 1. Menerapkan berpikir kritis untuk memecahkan masalah dalam skenario secara ilmiah, 2. Menerapkan ketrampulan belajar untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan dengan melakukan penelusuran kajian ilmiah yang sahih dan relevan, 3. Menggunakan teknologi informasi untuk mencari kajian ilmiah, menilai relevansi dan validitasnya untuk dipakai dalam memecahkan masalah kedokteran sesuai tingkat kedalaman ilmu. Peran dosen dalam PBL adalah sebagai fasilitator dan mentor, sedangkan mahasiswa aktif melakukan diskusi (ketrampilan berkomunikasi), mulai dari menentukan masalah, kata kunci, learning issues dengan menelusuri literatur yang sahih dan relevan, merumuskan hipotesis penyebab masalah, analisis, concept mapping, dan membuat kesimpulan untuk memecahkan masalah. Skenario gangguan muskoskeletal ada 2 versi kasus, versi kasus 1 untuk kelompok ganjil dan versi kasus 2 untuk kelompok genap. Detil skenario akan disampaikan dalam buku skenario tersendiri dan dibagiakan pada hari H. Jumlah sesi tutorial adalah 3 x 2 jam tatap muka, yang kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi (pleno) sebanyak 1 x 2 jam tatap muka.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
12
Kegiatan pembelajaran spesifik -
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
13
Penilaian Definisi Ujian Blok 1 adalah ujian utama blok musculoskeletal dengan nilai maksimal A Ujian Blok 2 adalah ujian ulangan untuk memperbaiki nilai ujian blok 1, dengan nilai maksimal AB Ujian Perbaikan adalah ujian ulangan untuk memperbaiki nilai, dilakukan pada akhir semester, dengan nilai maksimal B. Metode Penilaian: Journal appraisal Ujian Praktik: e-Exam pada akhir perkuliahan (sesuai jadwal) Laporan PBL Soft skill: tugas dosen dan kehadiran dalam proses belajar mengejara EBL. Kriteria Penilaian: Nilai akhir diperoleh melalui komponen berikut : 1. Ujian teori tes tulis (55%) 2. Tutorial (10%) (laporan skenario + laporan praktikum dan soal anatomi) 3. Tramed (25%) (tramed + radiologi) 4. Softskill , meliputi kepatuhan dan attitude (10%).
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
14
Peraturan pelaksanaan
Peraturan Pelaksaan blok secara umum mengacu pada Buku Panduan Pendidikan. Dalam blok ini terdapat aturan spesifik yaitu persyaratan mengikuti ujian teori tes tulis: 1. Kehadiran dalam tutorial PBL 100% 2. Kehadiran dalam praktik 100% 3. Kehadiran dalam perkuliahan >70%
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
15
Topik pembelajaran
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
16
Topik 1 Pengantar Perkuliahan
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang: 1. Etika dan penjelasan umum perkuliahan meliputi: Penjelasan tentang attitude, metode belajar, motivasi dan pemahaman pentingnya menjalankan sistem rujukan yang baik Pada attitude ditekankan tentang pentingnya kedisiplinan waktu, cara berpakaian, hubungan antar manusia dan hubungan dengan guru Pada metode belajar ditekankan tentang hubungan keilmuan dalam blok ini dan menjelaskan prinsip dasar menghubungkan antar keilmuan dasar biomedik dengan masalah klinis yang akan dipelajari dalam blok ini Pada motivasi ditekankan tentang pentingnya pemahaman learning for forever dan
learning every time. 2. Mendiskripsikan sejarah dan taksonomi ilmu Pada toksonomi, sejarah dan pengertian mahasiswa akan dijelaskan mengenai sejarah manusia mengenal prinsip-prinsip dasar pertolongan pada korban perang maupun kondisi cedera musculoskeletal masa lampau sampai dengan konsep modern oleh Nicolas Andrey. Era Lampau Penanganan terhadap kelainan pada musculoskeletal telah dimulai sejak 9000 tahun sebelum masehi, pada zaman paleolithic, di mana manusia telah mulai menggunakan bidai untuk tungkai yang lemah atau patah tulang. Pada 5000 tahun sebelum masehi, manusia telah mulai melakukan amputasi pada tungkai yang rusak atau mengalami kelainan. Orang Mesir telah mengembangkan konsep crutch pada 2000 tahun sebelum masehi. Pada periode 430 dan 330 SM, sebuah teks Yunani sangat penting disusun yang dikenal sebagai Corpus Hippocrates. Dia dikenal telah membawa pendekatan sistematis dan ilmiah pada kedokteran dan telah menjelaskan untuk pertama kali posisi dan peran dokter dalam komunitas. Beragam bab dalam Corpus Hipokrates yang relevan dengan Orthopaedi. Salah satunya adalah bab mengenai sendi. Disini dislokasi bahu digambarkan bersama dengan metode reduksinya. Juga terdapat bagian menjelaskan reduksi akromioklavikular, temporomandibular, lutut dan panggul serta dislokasi sendi siku. Koreksi Clubfoot (kaki Pengkor) juga diterangkan. Masalah infeksi setelah fraktur komplek telah diterangkan dan ditangani dengan ramuan dedaunan dan kompres anggur tanpa perban yang kuat. Ekplorasi yang berlebihan terhadap fraktur komplek juga telah dihindari. Hipokrates mempunyai pemahaman yang menyeluruh terhadap fraktur. Dia mengetahui prinsip traksi dan countertraksi, mengembangkan bidai khusus untuk fraktur tibia, mirip dengan fiksasi eksternal. Saat era Romawi, terdapat seorang figur Yunani yang dihormati bernama Galen (129-199 SM). Galen sering dianggap sebagai “Bapak Kedokteran Olahraga”. Dia memberikan pemahaman mengenai rangka dan otot yang menggerakkannya. Secara khusus, juga cara penyampaian sinyal dari otak menuju saraf dan otot. Dia pertama mencatat mengenai kasus cervical ribs. Dia menjelaskan destruksi tulang, sequestrasi dan regenerasi pada osteomyelitis dan kadang melakukan reseksi pada kasus-kasus tersebut. Galen dipercaya menjadi yang pertama menggunakan istilah Yunani, “Kif osis, Lordosis dan Skoliosis” untuk deformitas yang diterangkan dalam teks Hipokrates, serta merancang beberapa metode untuk mengoreksi deformitas tersebut. Pada abad pertengahan, Seorang Persia bernama Abu Mansur Mufawwak menjelaskan pembungkusan plaster pada fraktur dan cedera tulang lainnya pada ekstremitas. Dengan penambahan air pada bubuk anhydrous calcium sulphate, maka sebuah material Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
17
kristalin yang keras terbentuk. Inilah yang menjadi awal dan dasar terapi konservatif pada fraktur tulang panjang dengan gips (POP=Plaster of Paris) Era Modern Ambroise Pare (1510-1590) dari Perancis, merupakan ahli bedah terkenal yang disebut sebagai Bapak Ahli Bedah Perancis, mempublikasikan karya yang berjudul Dix Livres de la Chirurgie. Dalam buku disebutkan berbagai tenik pemebedahan, yang diantaranya adalah tindakan ligasi pembuluh darah dan penggunaan tourniquet pada prosedur amputasi. Dia juga mendesainn berbagai macam instrument, brace, kaki buatan, korset untuk scoliosis dan boot untuk clubfoot . Nicholas Andry (1658-1759), seorang Profesor kedokteran dari Perancis, mempublikasikan bukunya yang terkenal, dengan judul “Orthopaedia: or the Art of Preventing and Correcting Deformities in Children”. Dalam buku ini Andry menjelaskan tentang kata Orthopeadi, yang berasal dari bahasa Yunani, Orthos yang berarti lurus, dan Paidos yang berarti anak-anak. Andry sangat tertarik dengan gangguan postural, dan ini digambarkan dengan ilustrasinya yang sangat terkenal, yang disebut dengan “ Pohon Andry”, berupa pohon muda yang bengkok yang diluruskan dengan bidai, yang saat ini menjadi simbol dari ortopedik.
3. Ruang lingkup keilmuan Pada pengenalan ruang lingkup keilmuan mahasiswa akan menerima penjelasan dan penekanan bahwa ruang lingkup orthopedi saat ini adalah untuk segala umur, serta dianggap sebagai seni dan ilmu pengetahuan dari prevensi/pencegahan, investigasi, diagnostic dan tata laksana dari kelainan dan trauma pada sistem musculoskeletal dengan medikasi, pembedahan, terapi fisik, termasuk fisioterapi, termasuk juga studi tentang fisiologi, patologi dan ilmu dasar lain yang terkait dengan musculoskeletal. Bidang yang diliputi ada 7 antara lain : 1. Kelainan kongenital, contoh : clubfoot, hypoplasia tulang dan otot 2. Kelainan karena cidera/trauma, contoh : fraktur, dislokasi 3. Kelainan karena tumor, contoh : osteosarcoma, ewing sarcoma 4. Kelainan karena infeksi, contoh : osteomyelitis, spondilitis 5. Kelainan karena metabolic, contoh : rickets, renal osteodistrophy 6. Kelainan karena arthritis, contoh : Rheumatoid Arthritis, Osteoarthritis. Gout 7. Kelainan karena gangguan neurologis , contoh: Poliomyelitis, Carpal Tunnel Syndrome 4. Prinsip umum dan metode spesifik dalam penanganan kasus orthopedi Prinsip umum yang harus dipegang oleh seorang professional dalam bidang medis, terutama dalam menganani kasus orthopedi, meliputi 1. First, do no harm (primum non nocere) 2. Tata laksanan berdasar diagonis dan prognosis yang akurat. 3. Memilih terapi untuk tujuan spesifik. 4. Selaras dengan hukum alam. 5. Terapi yang realistis dan praktis 6. Memilih terapi untuk pasien sebagai ndividual
Sedangkan metode spesifik dalam penanganan kasus orthopedi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode berikut : 1. Pendekatan psikologis 2. Terapi farmakologis 3. Modalitas dan peralatan orthopedic (Brace, Korset,dsb) 4. Terapi okupasi dan fisik Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
18
5. 6. 7. 8. 9.
Manipulasi di pembedahan Operasi pembedahan Stimulasi elektrikal untuk penyembuhan patah tulang Continuous passive motion device Radioterapi
Referensi:
Robert B Salter, Textbook of Disorders and Injuries of the Musculosceletal System, Third Edition, Lippincott William & Wilkins, 1999
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
19
Topik 2 Anatomi dan Histologi Muskuloskeletal
Mata kuliah ini terdiri dari 4 sub pokok bahasan, yaitu: 2.1. Anatomi Tulang dan Kolumna Vertebralis 2.2. Anatomi Arthrologi Umum 2.3. Histologi Jaringan Tulang Dewasa dan Bone Remodelling 2.4. Histologi jaringan Otot Bergaris dan Regenerasi Otot Pada topik anatomi muskuloskeletal akan dibahas aspek anatomi sistem musculoskeletal yang penekanannya diberikan pada materi tulang dan kolumna vertebralis dan arthrologi umum. Kolumna vertebralis dipilih terkait struktur tulangnya yg berbeda dengan tulang penyusun extremitas lainnya, serta topografinya dikaitkan dengan nn.spinalis yang akan keluar diantara tulang-tulang penyusunnya. Sedangkan pada arthrologi umum akan disampaikan struktur umum sendi, sebagai penghubung antar tulang. Pada topik histologi muskuloskeletal akan dibahas struktur mikroskopis jaringan otot bergaris, mekanisme kontraksi otot, neuromuscular junction, tipe otot bergaris dan regenerasi jaringan otot bergaris. Pada topik histologi muskuloskeletal ini juga akan dibahas struktur mikroskopis jaringan tulang, tipe tulang, ossifikasi, dan bone remodeling. Referensi Anatomi: 1. Buku Petunjuk Praktikum Anatomi 2. Diktat Kuliah Anatomi FK UNAIR Jilid 1, 2, 3 3. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM, 2015. Gray’s Anatomy for Students, 3rd ed., Churchill Livingstone Elsevier. 4. Netter FH. Netter Atlas of Human Anatomy, Elsevier. 5. Sobotta Atlas of the Human Anatomy. 6. Standring S, 2015. Gray’s Anatomy, the Anatomical Basis of Clinical P ractice, 41st ed., Churchill Livingstone Elsevier. Referensi Histologi: 1. Ross M. H & Pawlina, Histology a Text and Atlas, 6th Ed. 2011, Lippincott Williams & Wilkins 2. Gartner L.P., Textbook of Histology, 4th Ed, International Ed, Elsevier 2017
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
20
Topik 3 Fisiologi Neuromuskuler 3.1. Fisiologi Neuromuskuler I (Fisiologi Kinesiologi, Transmisi Neuromuskular) Pada topik fisiologi neuromuskuler I akan dibahas kinesiologi dan transmisi neuromuskuler. Kinesiologi berasal dari kata kines dan logos. Kines artinya gerak, logos artinya ilmu. Jadi kinesiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gerak tubuh manusia yang bisa diaplikasikan dengan prinsip mekanik dalam gerak tubuh manusia. Di dalam fisiologi terdapat tiga sistem utama yang terlibat dalam produksi gerak tubuh manusia, yaitu sistem saraf, sistem otot, dan skeletal (neuromuskuloskeletal). Impuls yang dikirimkan dari sistem saraf pusat akan berjalan melalui saraf motorik sampai ke neuromuscular junction dan akhirnya timbul potensial aksi di membrane sel otot ( sarcolemma). Selanjutnya impuls akan diteruskan ke dalam sel otot (muscle fiber ) melalui T tubule yang akan menimbulkan serangkaian proses fisiologi yang dapat dijelaskan dengan sliding filament theory. Dasar – dasar ini penting untuk dipahami sebelum mempelajari proses-proses lainnya, seperti motor unit recruitment , terjadinya summasi dan tetani, efek pembebanan, sumber energi pada kontraksi otot, timbulnya kelelahan dan lain-lain. Referensi 1. Boron WF, Boulpaep E, 2012. Medical physiology. 2 nd ed. A cellular and molecular approach. Updated ed. Elsevier Saunders, Philadelphia. 2. Ganong WF, 2005. Review of medical physiology. 22 nd ed. McGraw Hill, New York. 3. Guyton AC, Hall JE, 2011. Textbook of medical physiology. 12 th ed. WB Saunders Co, Philadelphia. 4. Sherwood L, 2010. Human Physiology from Cells to Systems. 7 th ed. Brooks/Cole, Cengage Learning. 5. Silverthorn DU, 2010. Human Physiology – An Integrated Approach 5 th ed. Pearson Education Inc. San Francisco, CA 94111.
3.2. Fisiologi Neuromuskuler II (Otot dan Kontraksi Otot pada Level Selular, Transduksi Sinyal Saraf, contoh kasus MG, GBS, Bell’s Palsy, dll) Kelainan autoimun pada kasus neurologi khususnya saraf tepi yang paling sering dijumpai pada klinik dan kadang merupakan penyebab kegawatan di bidang Neurologi antara lain Myasthenia Gravis dan Guillain Barre Syndrome. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi perjalanan penyakit pada kedua kasus tersebut. Terdapat perbedaan yang mendasar pada kelainan dari kedua penyakit tersebut. Myasthenia Gravis merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan kerusakan pada reseptor asetilkolin pada membran pasca sinap, sementara Guillain Barre Syndrome yang mengalami kerusakan pada sel schwan yang berdampak pada proses demyelinisasi. Meskipun keduanya merupakan kelianan autoimun, namun memiliki prinsip dasar terapi yang berbeda. Hasil akhir dari blok ini, diharapkan mahasiswa dapat mengenali sedini mungkin gejala-gejala dari Myasthenia Gravis dan Guillain Barre Syndrome, serta dapat menangani secara tepat khususnya pada kasus kegawatdaruratannya. Referensi: 1. Mumenthaler M, Mattle H, Taub E. Fundamental of Neurology. New York; 2006 2. Silbernagl S, Lang F, Color Atlas of Patophysiology. New York; 2000 3. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. New York; 2004 4. Gilman S. Oxford American Handbook of Neurology. New York; 2010
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
21
5. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 10th Edition. Toronto; 2014 6. Samuels MA. Manual of Neurologic Therapeutics. 7th Edition. Philadelpia; 2004
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
22
Topik 4 Neuroanatomi Korelatif Muskuloskeletal
Mata kuliah ini terdiri dari 2 sub pokok bahasan, yaitu: 4.1. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Neurologi) 4.2. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Orthopedi) 4.1. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Neurologi) Sel saraf mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Neurologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sel saraf baik secara fisiologis maupun patologis. Beberapa penyakit neurologis dapat kita tegakkan dengan pemeriksaan yang baik meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Susunan saraf sangatlah kompleks dan mempunyai keunikan tersendiri. Untuk mengetahui dan mendiagnosis penyakit-penyakit di bidang neurologis, mengetahui fungsi masingmasing sel saraf beserta anatominya sangatlah penting sehingga jika terdapat gangguan pada sel saraf maka akan menimbulkan gejala tertentu, yang pada hal ini sering kita sebut dengan Neuroanatomi Korelatif. Dalam mempelajari Neuroanatomi korelatif, informasi keluhan utama dan penyerta kita dapatkan dari anamnesis dengan pasien maupun keluarga. Anamnesis juga memegang peranan penting, utamanya keluhan utama dan keluhan yang menyertai sehingga kita dapat ambil suatu kesimpulan tentang fungsi masing-masing susunan saraf yang terganggu berada pada lokasi tertentu sehingga lebih akurat dalam diagnostik. Kemudian untuk mempertajam anamnesis baik dari pasien maupun keluarga pasien, dilakukan pemeriksaan fisik neurologis utamanya yang mempunyai hubungan dengan keluhan yang disampaikan pada anamnesis. Selanjutnya jika diperlukan suatu pemeriksaan penunjang, maka dapat memberikan pengantar pemeriksaan penunjang tersebut dengan benar dan tepat sesuai dengan klinis dan yang dikeluhkan oleh pasien. Dengan mempelajari neuroanatomi korelatif ini kita dapat mengetahui keluhan yang disampaikan yang mempunyai hubungan dengan sistem saraf serta pemeriksaan klinis apa yang tepat dan pemilihan pemeriksaan penunjang serta pada lokasi yang tepat, sehingga dapat membantu ketepatan dalam mendiagnosis, memberikan terapi serta memberikan edukasi utamanya tentang prognosis pada pasien. Referensi Hoppenfeld S, Orthopaedic Neurology, A Diagnostic Guide to Neurologic Levels, Lippincott Williams & Wilkins, New York. 4.2. Neuroanatomi Korelatif (Aspek Ortopedi) Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang:. 1. Level lesi berdasarkan lesi pada akar saraf 2. Level lesi berdasarkan lesi pada spinal cord 3. Lesi saaraf radialis, medianus, ulnaris pada semua level 4. Lesi saaraf ishiadika dan cabang-cabang nya
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
23
Setelah mengikuti perkuliahan biomedik serta diperkuat dengan perkuliahan anatomi dan fisiologi neuromuskuler mahasiswa sudah memahami tentang susuan struktur dan fungsi dari sayaraf perifer. Pada topik ini mahasiswa akan mengenal beberapa kondisi patologi yang terjadi pada saraf perifer setelah mengalami cedera antara lain : 1. Transient ischaemia 2. Neurapraxia 3. Axonotmesis 4. Neurotmesis Beberapa ahli telah mengklasifikasikan cedera pada saraf menjadi beberapa tipe yang berbeda. Seddon mengklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu neurapraxia , axonotmesi dan neurotmesis. Sedangkan Sunderland membagi menjadi 5 tipe yaitu : derajat 1, derajat 2, derajat3, derajat 4 dan derajat 5 beserta rekomendasi pilihan terapinya. Setelah mengalami cedera, saraf dapat memberikan beberapa gambaran klinis yang membantu dokter menentukan lokasinya. Gambaran numbness, paraesthesia, kelemahan otot dan berkurangnya sensitifitasnya adalah salah tanda telah terjadi gangguan neurologis. Berikutnya adalah menentukan seberapa berat cedera yang terjadi dan bagaimana saraf bisa kembali berfungsi. Pemahaman tentang dermatome dan myotome akan memudahkan menentukan area yang relevan. Memahami beberapa pemeriksaan khusus seperti Tinel sign, two point discrimination test, Threshold test, Moberg pick-up test, motor power grading EMG dan NCV akan membantu menjawab beberapa pertanyaan diatas. Beberapa prinsip pengobatan terhadap saraf yang mengalami cedera antara lain : 1. Eksplorasi 2. Repair primer 3. Repair sekunder 4. Graft saraf 5. Transfer saraf Beberapa faktor mempengaruhi prognosis dari sebuah saraf yang cedera antara lain : 1. Tipe lesi 2. Level lesi 3. Ukuran gap yang terjadi 4. Umur penderita 5. Penundaan repair 6. Lesi lain yang menyertai cedera misalnya cedera pembuluh darah dan tendon 7. Tehnik pembedahan 4.1. Level lesi berdasarkan lesi pada saraf root Pemeriksaan dengan mengikuti level neurologis ini dipakai berdasarkan fakta bahwa efek patologis pada cervical spine sering menimbulkan gejala di ekstremitas atas. Masalah yang mengenai spinal cord atau saraf root akan muncul pada ekstremitas berupa kelemahan otot, kelainan sensoris,atau reflex patologis. Distribusi pada temuan neurologis bergantung pada level yang terkena. Ektremitas atas Motorik : C5 : Abduksi shoulder C6 : Ekstensi pergelangan tangan C7 : Fleksi pergelangan tangan dan ekstensi jari tangan C8 : Fleksi jari tangan Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
24
T1 : Abduksi jari tangan, dan adduksi Sensorik C5 : Lateral lengan atas C6 : Laetral lengan atas, ibu jari, dan jari kedua tangan C7 : jari tengah C8 : bagian tengan pada lengan bawah, jari ke empat dan li ma T1 : tengah lengan atas T2 : Axilla Refleks C5 : biseps C6 : Brancioradialis C7 : Triceps Ekstremitas bawah L3 : Adduksi hip L4 : Inversi kaki L5 : Dorsofleksi kaki S1 : Eversi kaki Sensorik T12 : perut bawah diproximal dari ligamentum inguinale L1 : Paha bagian atas di bawah ligamentum inguinale L2 : Paha bagian tengah L3 : Paha bagian bawah L4 : Betis bagian tengah sampai sisi medial kaki L5 : Bagian lateral betis sampai dorsum kaki S1 : Lateral kaki S2 : Longitudinal strip,posterior paha Reflek : L4 : patella L5 : Tibialis posterior ( Sulit ditemukan ) S1 : Tendon achilles 4.2.Level lesi berdasarkan lesi pada saraf spinal cord Lesi spinal cord setinggi : Level C3 = vertebra level C3 C4 Motorik : Tetraplegia dan Hilangnya persarafan pada otot nafas ( depresi nafas) Sensorik : tidak ada sensasi pada ekstremitas atas Refleks : reflex fisiologis hilang, reflex patologis mungkin muncul Level C4 = vertebra level C4-C5 Motorik : Tetraplegia, tapi sebagian otot nafas dapat digerakkan Sensorik : hilang pada ekstremitas atas, masih ada di dad thoraks anterior Refleks : reflex fisiologis hilang Level C5 = vertebra C5-C6 Motorik : abduksi bahu (+) Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
25
Sensorik : normal pada dada anterior dan sisi lateral lengan Refleks : Refleks fisioligis biceps masih normal Level C6 = vertebra C6-C7 Motorik : abduksi bahu (+) , Fleksi siku (+), ekstensi wrist (+) Sensorik : normal pada ekstremitas atas samapi ibu jari tangan Refleks :Refleks biceps dan barncioradialis normal Level C7 = vertebra C7-Th1 Motorik : abduksi bahu (+) , Fleksi siku (+), ekstensi wrist (+), fleksi wrist (+) Sensorik : normal pada ekstremitas atas Refleks : Refleks biceps, barncioradialis, dan triceps normal Level C8 = vertebra C7-Th1 Motorik : normal apada ekstremitas atas Sensorik : normal pada ekstremitas atas Refleks : Refleks biceps, barncioradialis, dan triceps normal Level Th1 Motorik : normal pada ekstremitas atas, paraplegia ekstremitas bawah Sensorik : normal pada ekstremitas atas Refleks : Refleks biceps, barncioradialis, dan triceps normal 4.3. Lesi saraf radialis, medianus, ulnaris pada semua level Lesi nervus radialis Low lesion Terjadi pada fraktur/dislokasi/ luka setinggi elbow Motorik : tidak dapat ektensi thumb (MCP I) High lesion Terjadi pada fraktur setinggi humerus atau akibat torniket prolong. Sensoris : hipoestesi anatomical snuffbox Motorik : drop wrist (kelemahan ekstensor carpi radialis), tidak dapat ekstensi MCP dan ekstensi thumb Very high lesion Akibat trauma atau operasi pada bahu, atau kompresi kronis pada axilla Kelemahan pada pergelangan tangan dan tangan serta paralisis dari tricep. Lesi nervus ulnaris Low lesion Lesi akibat terputus atau robek pada level di bawah siku Sensoris : hipoestesi pada jari kelingking dan separuh jari manis Motorik : deformitas claw hand dengan hiperekstensi MCP 4,5 , akibat paralisis otot intrinsik High lesion Lesi akibat fraktur setinggi siku Kelainan sensoris dan motoric sama dengan low lesion, namun kurang claw, akibat paralisis FDP 4,5 (high ulnar paradox) Lesi nervus medianus Low lesion : hilangnya sensorik pada 3 ½ jari , thenar eminensia akan hilang Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
26
High lesion : sama seperti low lesion ditambah todak dapt fleksi pada ibu jari, jari kedua, dan ketiga tangan 4.4. Lesi saraf Ishiadika dan cabang-cabang nya Lesi pada nervus ischiadicus : drop foot , paraestesia pada betis dan kaki Lesi pada nervus peroneus communis : drop foot, sonsorik akan hilang pada betis bagian depan dan tengah dan dorsum pedis Lesi pada cabang superficial nervus peroneus : tidak bisa eversi kaki, tapi masih bisa dorsofleksi Lesi pada cabang profundus nervus perous : sensorik abnormal dan tidak bisa dorsofleksi kaki Referensi: 1. Hoppenfeld S. Orthopaedic Neurology. A Diagnostic Guide to neurologic levels.JB Lippincoott Company.1977. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
27
Topik 5 Kinesiologi dan ROM
Kinesiologi merupakan perpaduan ilmu anatomi, fisiologi dan mekanika. Ilmu ini menggambarkan dan menganalisis gerakan manusia serta gaya mekanikal yang menyebabkan terjadinya gerakan tersebut. Ada beberapa performa yang dianalisis dalam bidang kinesiologi, yaitu kemampuan motorik, analisis anatomi, analisis mekanika, dan peresepan untuk memperbaiki performa. Dua bagian penting yang perlu dipelajari dalam kinesiologi adalah kinematik dan kinetik suatu gerakan, baik dalam kondisi statik maupun dinamik. Aplikasi kinematik adalah suatu deskripsi, pengukuran dan pencatatan gerakan tubuh, dengan memperhatikan karakteristik sendi dan bagian tulang yang terlibat. Kinetik adalah prinsip biomekanika yang berhubungan dengan gaya yang menyebabkan tahanan (arrest ) atau memodifikasi gerakan badan. Tulang merupakan salah satu sistem lever . Saat terjadi gerakan, perlu dianalisis mekanikal axis dari tulang atau segmen tubuh yang menjadi lever (lengan). Ada beberapa struktur sendi yang diklasifikasikan berdasarkan axis mekaniknya. Ada sendi diarthrosis, ginglymus, trochoid, condyloid, dan sebagainya. Selain struktur sendi dan axis mekanik, pada ilmu kinesiologi, perlu diketahui prinsip newton (gaya gravitasi) yang mempengaruhi gerakan manusia. Pusat gravitasi pada manusia didefinisikan sebagai titik di mana seluruh beban tubuh terkonsentrasi atau semua bagian tubuh yang terbagi dengan seimbang. Ada tiga bidang yang membagi tubuh manusia secara seimbang, yaitu bidang sagital, koronal dan horisontal. Prinsip arah gerakan yang terjadi pada manusia berdasarkan bidang tersebut. Ada gerakan fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi, rotasi, dan sebagainya. Referensi: 1. Hamilton N. Weimar W. Kinesiology: Scientific Basis of Human Motion. International Edition. McGrawHill. 2012. 2. Reyes TM, Reyes OBL. Kinesiology. Volume Four of The Philippine Physical Therap y, Textbook series. UST Printing Office, 1978.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
28
Topik 6 Gait
Mata kuliah ini terdiri dari 2 sub pokok bahasan, yaitu: 6.1. Fisiologi Berjalan 6.2. Gangguan Berjalan Semua gerakan, termasuk berjalan merupakan koordinasi dari suatu proses rumit yang melibatkan otak, medulla spinalis, saraf perifer, otot, tulang dan sendi. Ilmu anatomi, fisiologi dan biomekanik merupakan dasar dalam mempelajari gerakan berjalan manusia. Berjalan (walking ) normal didefinisikan sebagai suatu metode lokomotor yang melibatkan penggunaan kedua tungkai secara bergantian untuk mendukung dan mendorong ( support and propulsion), dengan setidaknya satu kaki kontak dengan tanah sepanjang waktu berjalan. Beda dengan lari. Lari ada waktu di mana kedua kaki melayang. Pola jalan ( gait ) sendiri agak sulit didefinisikan. Intinya, pola jalan adalah suatu model/cara berjalan dari proses berjalan itu sendiri yang biasanya bisa berbeda pada setiap individu. Siklus gait adalah interval waktu antara dua successive occurences of one of the repetitive events of walking. Siklus gait dimulai dari dan berakhir saat initial contact kaki kanan. Hal ini berlaku sama untuk kaki kiri. Terminologi yang digunakan untuk identifikasi selama siklus gait adalah initial contact, opposite toe off, heel rise, opposite initial contact, toe off, feet adjacent , dan tibia vertical. Pada siklus gait dibagi dalam tujuh momen, empat dalam stance phase (loading respons, mid-stance, terminal stance, pre swing) dan tiga dalam swing phase (initial swing, mid swing, dan terminal swing). Pada masalah gait juga perlu diketahui gait cycle timing yang dibagi menjadi stance phase dan swing phase. Pola jalan manusia akan berubah seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, ada beberapa abnormal gait yang terjadi akibat kelainan pada tulang, sendi, otot maupun saraf. Referensi: 1. Reyes TM, Reyes OBL. Kinesiology. Volume Four of The Philippine Physical Therapy, Textbook series. UST Printing Office, 1978. 2. Levine D, Richards J, Whittle MW. Whittle’s Gait Analysis 5 th Edition. Churchill Livingstone Elsevier. 2012
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
29
Topik 7 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Mata kuliah ini terdiri dari 2 sub pokok bahasan, yaitu: 7.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Neurologi 7.2. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Orthopedi 7.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Neurologi Anamnesis seperti kita ketahui merupakan merupakan hal penting untuk menegakkan diagnosis kedokteran. Demikian juga dalam hal kasus-kasus muskuloskeletal. Dengan Teknik anamnesis yang baik, dokter dapat menentukan diagnosis klinis sebelum melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoris dan pemeriksaaan penunjang lain. Namun sebaliknya, kesalahan dalam menegakkan diagnosis dapat disebabkan oleh anamnesis yang tidak akurat dan tidak lengkap. Aspek terpenting dalam anamnesis neuromuskuloskletal adalah mendengarkan pasien secara langsung (autoanamnesis) maupun heteroanamnesis. Dengan teknik mengajukan pertanyaan terbuka, pada beberapa pasien akan lebih lancer bercerita mengenai keluhannya. Aspek utama dalam anamnesis meliputi pertanyaan mengenai keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sebelumnya, pengobatan, kesehatan pasien secara umum, faktor lain yang mempengaruhi masalah pada muskuloskeletal (misalnya: pertambahan berat badan, pekerjaan, pola hidup), riwayat penyakit keluarga dan lain-lain. Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga tidk kalah penting dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisik umum dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan neuromuskuloskeletal. Pemeriksaan fisik juga dilakukan secara awal, bersamaan saat anamnesis, seperti dengan melihat pasien, dokter dapat mengamati adanya perubahan posisi tubuh, suara dan wajah pasien saat mengeluh nyeri. Saat melakukan pemeriksaan fungsi neuromuskular ekstremitas, secara simultan dapat dilakukan pemeriksaan adanya edema, deformitas, arthropathy dan lain-lain. Demikian juga saat memeriksa ekstremitas untuk kekuatan, refleks, sensorik, dapat juga dilakukan pemeriksaan otonomik ( seperti keringat, kulit, kuku) secara simultan. Pemeriksaan pasien saat posisi diam, berjalan, nyeri saat posisi berjalan, bentuk kelainan tulang belakang juga memberikan informasi tambahan pada kasus muskuloskeletal. Referensi: 1. Campbell WW, DeJong RN. DeJong's The Neurologic Examination. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. 2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurology. 9th ed. New York: McGraw Hill, 2012. 3. Priguna. Sakit neuromuskuloskeletal dalam praktik umum 7.2. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Orthopedi Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Melakukan anamnesis secara komprehensif 2. Melakukan pemeriksaan fisik dasar 3. Melakukan pemeriksaan fisik khusus orthopedi 4. Menganalisa data dan menarik kesimpulan 7.2.1. Anamnesis Anamnesis : autoanamnesis dan alloanamnesis Gejala/keluhan utama : nyeri, kaku, bengkak, kelemahan, deformitas, gangguan fungsi, instablitas Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
30
Mechanism of injury (MOI) Waktu terjadinya cedera Gejala/keluhan lain yang menyertainya Riwayat penyakit lain/penyakit dahulu/riwayat cedera sebelumnya Riwayat sosial ekonomi dan pekerjaan Riwayat keluarga
7.2.2. Pemeriksaan fisik dasar Kasus trauma : primary survey (ABCDE; resusitasi dan stabilisasi) secondary survey (head to toe) Status generalis : Vital sign Kepala dan leher Thorax Abdomen Ekstremitas 7.2.3. Pemeriksaan khusus orthopedic Pemeriksaan fisik orthopedic, dengan terlebih dahulu memastikan bahwa bagian yang akan dievaluasi cukup terbuka untuk diperiksa. Look : deformitas, postur, hiperemi, jejas, luka, atropi, scar Feel : nyeri, konsistensi, suhu kulit, krepitasi, false movement Move : Range of movement aktif dan pasif o Pemeriksaan status vascular (AVN distal) Pemeriksaan neurologis (motorik, sensoris, reflex, tonus otot), terutama penting saat o didapatkan adanya kelemahan otot maupun perubahan sensasi pada kulit. o Gait Special test o Special test regio ektremitas atas (contoh: shoulder apprehension test) Special test regio ektremitas bawah (contoh: Thomas test, Trendelenberg test, Lachman test, Mc Murray test, dll) Pada bayi dengan instability hip (contoh: Barlow dan Ortolani test)
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan benar, dan saling menghubungkannya agar bisa membuat working diagnosis. Saat didapatkan ketidakcukupan bukti dan data untuk mendukung satu working diagnosis dapat dibuat beberapa differential diagnosisnya. Selanjutnya dapat meminta pemeriksaan penunjang yang tepat untuk mendukung diagnosis defintifnya. Beberapa pemeriksaan pendukung antara lain: laboratorium dasar, laboratorium spesifik, rontsen plain dan rontsen khusus lainnya sepeti USG, CT scan atau MRI. Setelah mengumpulkan semua data klinis dan pemeriksaan pendukung lainnya, klinisi harus mampu menghubungkan semua temuan tersebut a gar dapat menarik kesimpulan dari sebuah permasalahan. Referensi: 1. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010. 2. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8. Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
31
Topik 8 Imejing pada MSK
Mata kuliah ini terdiri dari 2 sub pokok bahasan, yaitu: 8.1. Pemilihan Modalitas Imejing pada Muskuloskeletal 8.2. Analisis Sistematis Imejing pada Foto Konvensional Tulang 8.3. Imejing pada Fraktur 8.1. Pemilihan Modalitas Imejing pada Muskuloskeletal Kemajuan dalam pencitraan cross-sectional seperti Ultrasonografi, CT dan MR serta kemajuan dalam bidang pendidikan dan penelitian pencitraan muskuloskeletal telah memberikan kontribusi lebih lanjut untuk pertumbuhan radiologi muskuloskeletal. Dokter harus memiliki kemampuan untuk memilih jenis pemeriksaan yang cocok untuk pasien tergantung dari masalah dan keluhan yang dialaminya, keuntungan dan kerugian pemeriksaan tersebut, serta ketersediaan alat dan keahlian dokter spesialis radiologi, dan juga mempertimbangkan biaya dari pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan radiologi sangat berperan penting dalam melakukan diagnostik dengan menggunakan sinar-sinar (pengion atau nonpengion). Sinar pengion ditemukan dalam sinarx atau sinar gamma, sedangkan sinar nonpengion ditemukan pada modalitas ultrasonografi (USG), dan magnetic Resonance Imaging (MRI). Radiologi diagnostik terdiri dari foto xray konvensional, computed tomography scan (CT Scan), MRI, kedokteran nuklir, dan arteriografi. Satu modalitas radiologi saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis semua kasus radiologi muskuloskeletal. Setiap kasus-kasus radiologi muskuloskeletal berbeda memerlukan modalitas radiologi yang berbeda pula. Setiap modalitas digunakan untuk fungsi spesifik dan digunakan untuk memecahkan setiap kasus muskuloskeletal spesifik. Seperti, imejing radiografi (foto sinar-x) berguna untuk melakukan skrening untuk fraktur ekstremitas, sedangkan MRI lebih berguna untuk mendiagnosis jaringan lunak. Penggunaan berbagai macam modalitas dapat memiliki kemampuan diagnosis dan karakterisasi patologi muskuloskeletal yang lebih luas. Dalam materi kuliah ini, akan dipaparkan strategi dalam pemilihan modalitas pencitraan untuk diagnosis kasus-kasus radiologi muskuloskeletal. Tulang memiliki bagian yang kompak yang letaknya di bagian terluar yang dinamai korteks. Di bagian dalam ditemukan tulang spongious yang dinamai medula. Medula yang spongious ini dibentuk oleh struktur yang dinamai trabekula tulang. Trabekula ini yang memberikan kelenturan pada tulang untuk bertahan terhadap stres dan gaya ketika kita bergerak dan berjalan. Foto polos sinar-x tulang dapat membedakan antara korteks dan medula. Memahami anatomi radiografi gambar pada foto sinar-x yang normal merupakan dasar pemahaman dan ketrampilan diagnosis dibidang radiologis. Tantangan berikutnya adalah menguasai temuan variasi normal. Ada beberapa variasi normal yang harus dipahami supaya tidak terjadi diagnosis positif-palsu.. Radiologi tidak dapat diinterpretasikan terlepas dari temuan klinis pada pasien. Kesalahan diagnosis seperti diagnosis positif-palsu karena variasi anatomi yang normal, akan terhindari bila dokter pemeriksa benar-benar melakukan pemeriksaan klinis pada pasien dengan teliti. Seorang dokter yang meminta pemeriksaan radiologi juga harus memberikan informasi yang penting untuk menjadi pertimbangan dokter spesialis radiologi sehingga diagnosis yang akurat dapat dicapai.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
32
8.2. Analisis Sistematis Imejing pada Foto Konvensional Tulang Analisis sistematis imejing pada foto radiografi menggunakan cara yang mudah diingat (mnemonik dalam bahasa Inggris) untuk langkah-langkah interpretasi foto sinar-x muskuloskeletal, sebagai berikut: A lignment, B one, C artilage, soft tissue ( ABCs) Sistematika ini disingkat sebagai “ ABCs ”. Contoh-contoh kelainan Alingment adalah dislokasi, subsluksasi pada sendi, dan displacement yang terjadi pada fraktur. Untuk evaluasi Bone atau tulang, kita membiasakan diri melihat kontur korteks dari tulang satu persatu diikuti dengan mencermati bagian medula atau sponius-n ya. Contoh-contoh kelainan Bone adalah fraktur, infeksi tulang (osteomielitis), tumor tulang, kelainan kongenital dan penyakit metabolik. Pada foto sinar-x, cartilage (atau tulang rawan) berada pada permukaan ujung-ujung tulang yang membentuk sendi. Sendi (dengan tulang rawannya) tampak sebagai celah antara dua buah tulang. Tulang rawan sendi, kapsul sendi, cairan sendi tidak tampak pada foto sinar-x. Kelainan sendi dideteksi melalui pengamatan ukuran celah sendinya. Bisa melebar bila ada peningkatan cairan sendi atau dinamai efusi sendi, atau sebaliknya yaitu penyempitan akibat kerusakan tulang rawan) yang juga bisa diikuti dengan tanda lain yaitu permukaan sendinya menjadi kasar atau tererosi. Kelainan sendi yang sering adalah akibat proses degeneratif dan dinamai osteoarthrosis atau osteoarthritis. Umumnya foto sinar-x kurang bermakna untuk pemeriksaan jaringan lunak (Soft tissue). Tetapi ada t emuan-temuan pada soft tissue yang bermakna untuk diagnosis seperti miositis ossifikans, flebolit pada hemangioma, dan tanda sekunder dari fraktur misalnya, fat pad sign. 8.3. Imejing pada Fraktur Diagnosis fraktur tulang panjang biasanya dimulai dengan kecurigaan secara klinis. Ada trauma yang cukup adekuat, nyeri hebat disertai dengan tanda-tanda fisik fraktur, terutama hilangnya fungsi dari ekstremitas tersebut. Kalau itu terjadi pada tungkai bawah, jelas pasien tidak akan lagi mampu berjalan. Radiologi mengkonfirmasi kebenaran atas kecurigaan klinis. Informasi yang didapat pada foto sinar-x termasuk: Jenis fraktur pada tulang panjang (tergantung dari jumlah fragmen, dan arah garis fraktur terhadap sumbu panjang tulang tersebut.) Ada/ tidaknya kelainan alignment yang pada fraktur disebut displacement. Jenis faktur yang dapat ditentukan secara klinis adalah fraktur terbuka (open fracture) dimana salah satu fragmen frakturnya menembus kulit, atau ada luka atau robekan kulit yang signifikan di area yang sama dengan frakturnya. Jenis fraktur yang lainnya adalah fraktur tertutup (closed fracture) yang jauh lebih sering dari pada yang terbuka. Diagnosis fraktur adalah syarat dasar saat melakukan penilaian foto sinar-x. Ada banyak cara untuk melakukan penilaian foto sinar-x. Ketika mendeskripsikan fraktur, hal pertama yang harus dilihat adalah tipe fraktur. Pada kuliah ini akan disampaikan tipe fraktur dapat dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain fraktur komplet, fraktur tulang belakang, fraktur patologis, fraktur stress dan fraktur pada anak.Dst. Referensi: 1. Patel J. Sanjay et.al, Musculoskeletal Imaging , McGraw-Hill Education, Europe, 2014.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
33
Topik 9 Acute Medullar Compression
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang: - neuroanatomi medulla spinalis - etiologi medullar compression - sindroma medullar compression Pada topik ini akan dibahas aspek neuroanatomi medulla spinalis. Penekanan diberikan pada materi etiologi dan sindroma medullar compression. Referensi: 1. De Jong (2005). Neurology Examination. McGraw-Hill. 2. Departemen Neurologi FK Unair (2011). Buku Ajar Neurologi. Airlangga University Press. 3. Departemen Neurologi FK Unair (2011). Pedoman Diagnosis dan Terapi. Airlangga University Press. 4. Schwartzman RJ (2006). Neurologic Examination. Blackwell Publishing Inc. 5. Tsementzis SA (2000). Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. Thieme
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
34
Topik 10 Radicular Syndrome (LBP: Hernia Nucleus Pulposus dan Referred Pain)
Sindrom radikuler atau "radiks" umumnya nyeri bersifat tajam, kualitas menusuk dan seringkali dapat diperburuk oleh aktivitas yang meregangkan radiks saraf yang terkena (misalnya: straight leg raising atau fleksi pada leher). Nyeri radikuler memiliki beberapa karakteristik referred pain namun berbeda dalam hal intensitas yang lebih berat, terbatas pada daerah radiks, dan hal yang memicunya. Mekanismenya adalah peregangan, iritasi atau kompresi radiks spinal di dalam atau sentral dari foramen intervertebralis. Batuk, bersin dan regangan dapat secara khas menimbulkan nyeri tajam radikuler ini. Selain gejala nyeri radikuler, iritasi dan cedera radiks saraf juga bisa mengakibatkan defisit sensorik dan motorik mengikuti distribusi dermatom dan myotom yang sama dengan radiks saraf yang terkena. Contoh tersering adalah sciatica, nyeri yang berasal dari pantat dan diproyeksikan sepanjang paha posterior atau posterolateral. Hal ini terjadi akibat iritasi radiks saraf L5 atau S1. Nyeri radikuler biasanya disertai dengan parastesia atau gangguan sensorik superfisial, nyeri pada kulit, dan nyeri tekan pada area saraf tertentu. Kelemahan otot, atrofi, atau muscular twitching dapat muncul jika terdapat keterlibatan radiks anterior. Herniasi diskus intervertebralis dapat terjadi pada bagian servikal, thorakal, atau lumbal. Herniasi diskus lumbal merupakan penyebab utama nyeri punggung bawah dan tungkai yang berat, kronik, dan berulang. Diskus diantara lumbal 5 dan sakral 1 (L5-S1) merupakan bagian yang paling sering terkena, diikuti diskus antara lumbal 4 dan 5 (L4-L5). Herniasi diskus jarang terjadi pada area thorakal, namun dapat muncul pada area vertebra servikal 5 dan 6 (C5-C6), serta servikal 6 dan 7 (C6-C7). Nyeri punggung yang ringan dan berulang, dapat disebabkan oleh degenerasi annulus dan ligamen longitudinalis posterior serta perubahan pada nukleus pulposus itu sendiri. Bagian-bagian dari nukleus pulposus akan mengalami protrusi di dalam annulus, seringkali ke satu sisi atau sisi lainnya (kadang pada garis tengah), kemudian bagian tersebut menekan satu atau lebih radiks saraf dan menyebabkan gejala khas sciatica atau nyeri radikuler lainnya serta tanda-tanda neurologis. Pada kasus kerusakan diskus yang lebih parah, sebagian kecil nukleus mengalami ekstrusi sebagai "fragmen bebas", disebut pula fragmen diskus dengan sekuestrasi, dan dapat mempengaruhi radiks yang berdekatan atau dapat menimbulkan nyeri radikuler yang tidak lazim. Elongasi radiks saraf dengan tes straight leg raising atau fleksi tungkai pada pinggul dan ekstensi pada lutut (manuver Lasegue) adalah tes provokasi nyeri yang paling konsisten. Banyak variasi manuver Lasegue yang telah dijelaskan, seperti nyeri yang bertambah dengan dorsofleksi kaki (tanda Bragard ) atau jempol kaki (tanda Sicard ). Namun, tes crossed straight-leg-raising sign berguna untuk menunjukkan adanya ruptur diskus sebagai penyebab sciatica. Tes lain untuk memeriksa sciatica adalah tanda Neri dan Naffziger. Tanda-tanda kompresi radiks spinal yang lebih berat adalah gangguan sensasi, kehilangan atau berkurangnya refleks tendon, dan kelemahan otot. Penyebab lain dari sciatica dan nyeri punggung bawah meliputi penyakit degeneratif sendi facet, hipertrofi facet, spur spondylotik dengan stenosis sisi lateral, sindrom pyriformis, kompresi kauda equina, stenosis kanalis spinalis (dengan "klaudikasio neurogenik": berdiri atau berjalan menyebabkan onset gradual berupa mati rasa dan kelemahan tungkai, biasanya dengan sciatica asimetris, ketidaknyamanan betis atau bokong yang memaksa pasi en untuk duduk).
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
35
Iritasi atau cedera pada tulang belakang dan struktur terkait dapat menyebabkan nyeri yang dapat diproyeksikan ke bagian tubuh lainnya (misalnya, proses patologis yang melibatkan sendi facet maka nyeri dapat dirasakan pada ekstremitas atas atau bawah). Bila terdapat iritasi atau cedera radiks saraf, maka nyeri yang diproyeksikan merupakan nyeri radikuler. Sebaliknya, ketika tulang belakang itu sendiri teriritasi, nyeri non-radikuler yang mempengaruhi bagian tubuh lain dapat menjadi referred pain. Referred pain yang terkait tulang belakang terdiri dari dua jenis: pertama nyeri yang diproyeksikan dari tulang belakang ke visera dan struktur lain yang berada pada area dermatom, dan kedua nyeri yang diproyeksikan dari visera ke tulang belakang. Penyakit yang timbul pada tulang belakang servikal bagian atas, terutama OA dapat menyebabkan referred pain ke area oksipital dan temporal, dan bahkan retro-orbita (nyeri kepala servikogenik). Nyeri akibat penyakit pada tulang belakang lumbal bagian atas dapat menjalar ke panggul medial, pinggul lateral, selangkangan, dan paha anterior. Rasa sakit jenis ini seringkali diffus dengan kualitas menyakitkan dan dalam, namun cenderung diproyeksikan lebih superfisial. Referred pain dari visera terkait dengan aktivitas dari visera dan mungkin bersifat hiperalgesia terhadap stimulus. Zona referred pain dan hiperalgesia ditemukan pada berbagai gangguan visera sehingga kurang terlokalisir dan sangat bervariasi. Referred pain dapat dirasakan pada dermatom atau segmen kulit secara langsung di atas organ yang terkena sebagai akibat dari adanya innervasi segmental di area distribusi kutaneus saraf spinal yang sesuai dengan tingkat segmental myelum yang mensuplai viskus, atau nyeri yang dirasakan mungkin agak jauh dari tempat sakit, akibat pergeseran viskus selama perkembangan embrio. Referensi: 1. Adam’s and Victor’s Principles of Neurology, Tenth Edition. McGraw-Hill 2014. 2. Bradley’s Neurology in Clinical Practice. Vol 1, seventh edition. Elsevier 2016. 3. Campbell WW, DeJong RN. DeJong’s The Neurolo gic Examination. 7 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
36
Topik 11 Nyeri Muskuloskeletal
Mata kuliah ini terdiri dari 2 sub pokok bahasan, yaitu: 11.1. Nyeri Muskuloskeletal: Nyeri Nosiseptik dan Nyeri Neuropatik 11.2. Nyeri Muskuloskeletal: Nyeri Psikogenik 11.1. Nyeri Muskuloskeletal: Nyeri Nosiseptik dan Nyeri Neuropatik Pada topik nyeri muskuloskeletal ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Mengenal definisi nyeri 2. Mengenal klasifikasi nyeri berdasarkan: a. Lama diderita (waktu): akut, kronik b. Patofisiologi: nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik dan nyeri psikogenik c. Lokasi anatomis nyeri: Nyeri di daerah bahu, siku, leher (tulang belakang servikal), punggung bawah, panggul, pantat, lutut d. Intensitas (ringan, sedang dan berat) e. Kualitas: rasa tajam, tumpul, terbakar, tersetrum, dll Definisi nyeri Nyeri merupakan keluhan terbanyak yang membawa pasien mencari pertolongan dokter baik dokter umum maupun spesialis. Nyeri merupakan masalah medis yang masih belum terselesaikan. Pengelolaan nyeri, terutama tipe kronik, sampai saat ini dapat dikatakan masih belum memuaskan. Hal tersebut dikarenakan fenomena nyeri yang begitu kompleks. Nyeri menurut The International Association for the Study of Pain (IASP) adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Klasifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri berdasarkan lama diderita (waktu) Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan Klasifikasi nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri Berdasarkan patofisiologinya, nyeri diklasifikasikan menjadi nyeri nosiseptif, nyeri neuropatik dan nyeri psikogenik. Nyeri terjadi sebagai akibat dari serangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor (disebut sebagai nyeri inflamasi/ nyeri nosiseptif) atau terjadi di serabut saraf perifer maupun sentral (disebut sebagai nyeri neuropatik). Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang terjadi akibat kerusakan jaringan (kecuali jaringan saraf). Kerusakan jaringan ini bisa diakibatkan oleh stimulus mekanik, kimia, termis dan polimodal, Stimulus mekanik bisa berupa tekanan, pembengkakan, incisi dan pertumbuhan tumor. Stimulus kimia bisa berupa neurotransmitter, zat toksik, iskemia, dan infeksi. Stimulus termis berupa suhu (terbakar) Baik stimulus mekanik (missal adanya tumor), kimia (misal infeksi jamur) maupun termis bisa berperan sebagai stimulus terhadap sekresi mediator inflamasi. Trauma atau lesi di jaringan akan dijawab oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai macam mediator inflamasi (MI). MI yang keluar akibat stimulasi yang terjadi antara lain seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain sebagainya. MI ini akan mengaktivasi nosiseptor atau Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
37
membuat nosiseptor menjadi lebih sensitif. Proses ini disebut sebagai proses sensitisasi. Sensitisasi dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Mediator inflamasi ini selanjutnya akan menstimulasi ujung-ujung jaringan saraf (reseptor nyeri) sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri ini muncul sebagai adaptasi terhadap penyembuhan jaringan itu sendiri. Jika jaringan menjadi sembuh, maka nyeri akan hilang. Nyeri nosiseptif disebut juga sebagai nyeri akut. Klasifikasi nyeri nosiseptif terdiri dari 3 tipe berdasarkan lokasi asalnya, yaitu: 1. Nyeri somatik superfisial atau nyeri kutaneus Nyeri somatik superfisial atau nyeri kutaneus pada umumnya terjadi akibat kerusakan atau lesi pada jaringan kulit, di mana ujung nosiseptor ditemukan di bawah kulit. Nyeri yang terjadi berupa rasa tajam, nyeri ini terlokalisasi dengan jelas dan pada umumnya berlangsung tidak terlalu lama. 2. Nyeri somatik dalam Nyeri somatik dalam berasal dari kerusakan jaringan tulang, tendon, faskia, ligamentum, dan pembuluh darah. Nyeri pada tipe ini berupa nyeri tumpul, lokaisnya kurang jelas, nyeri berlangsung lama disbanding nyeri kutaneus. 3. Nyeri visceral Sumber nyeri visceral berasal dari organ visceral . Nosiseptor organ visceral ditemukan di organ dalam. Nyeri viskeral biasanya terlokalisir ditandai oleh nyeri yang berat, berlangsung lebih lama dibanding nyeri somatik, sangat sulit untuk dilokalisir. Nyeri nosiseptif ini berlokasi di sekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis sangat minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri Neuropatik Menurut International Association for The Study of Pain (IASP), nyeri neuropatik didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi pada sistem saraf somatosensorik, baik sistem saraf pusat maupun perifer. Nyeri neuropatik yang terjadi akibat postsurgical seperti post torakotomi, post herniorafi, post mastektomi, post sternotomi, akibat Diabetes Mellitus (DM), akibat kompresi atau infiltrasi nervus oleh suatu tumor, akibat Trigeminal Neuralgia, Carpal Tunnel Syndrome, Postherpetic Neuralgia, Radicular Pain, Spinal Canal Stenosis, Meralgia Paresthetica, Peripheral Neuropathy, Pain in the Stump serta Phantom Limb Pain, Neuropathic Pain Syndromes, dll. Nyeri neuropatik ditandai dengan adanya karakteristik berupa hiperalgesia dan allodinia. hiperalgesia adalah peningkatan sensitivitas (respon abnormal/ berlebihan) atas stimulus yang secara normal terasa nyeri, sedangkan allodinia adalah persepsi nyeri yang dihasilkan oleh stimulus yang seharusnya tidak menimbulkan nyeri. Nyeri neuropatik berdasarkan asalnya dapat dibagi menjadi dua yaitu yaitu nyeri neuropatik perifer dan nyeri neuropatik sentral.
Nyeri Psikogenik Nyeri psikogenik akan dibahas dalam sesi tersendiri oleh departemen psikiatri. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi anatomis nyeri Nyeri di daerah bahu: bursitis, arthritis, rotator cuff injury, adhesive capsulitis Nyeri di daerah siku: tendinitis, olecranon bursitis, traumatic arthritis Nyeri di daerah leher (tulang belakang servikal) Nyeri di daerah punggung bawah: otot and ligamen, tulang vertebral, facet joints, diskus vertebra Nyeri di daerah panggul: arthritis, ischemic (avascular) necrosis, fraktur Nyeri di daerah pantat: sacroiliac joint, greater trochanteric bursitis, ischiogluteal bursitis
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
38
Nyeri di daerah lutut : arthritis, meniscal tear, patellar tendonitis, osteochondritis
Klasifikasi nyeri berdasarkan intensitas Ringan Sedang Berat Klasifikasi nyeri berdasarkan kualitas Rasa tajam Rasa tumpul Rasa terbakar Rasa tersetrum Dll Referensi: 1. Hoppenfield, J. D. (2014) Fundamentals of Pain Medicine How to Diagnose and Treat Your Patients. Wolters Kluwer Health. 2. Jan Sudir Purba. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Suatu Tinjauan Seluler dan Molekuler Biologi. Edisi Kedua. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
11.2. Nyeri Muskuloskeletal: Nyeri Psikogenik Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang: 1. Persepsi dalam menanggapi nyeri a. Definisi dan alur persepsi b. Kaitan persepsi dengan nyeri c. Total suffering 2. Persepsi mempengaruhi skala VAS nyeri a. Assesmen skala VAS b. Aspek psikososial nyeri c. Keterkaitanpersepsi dengan skala VAS nyeri 3. Modifikasi persepsi nyeri terhadap treatment nyeri a. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri b. Intervensi psikiatri mengatasi nyeri Referensi: 1. – -
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
39
Topik 12 Gangguan Tulang Belakang (Contoh: Fraktur dan Gangguan Lain pada Spine)
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang : 1. Trauma pada tulang belakang 2. Penyakit spondylitis TB 3. Penyakit dengan kelainan bentuk tulang belakang 12.1.Trauma tulang belakang Patofisiologi : Stable dan Unstable Mekanisme injuri : traksi/avulsi, direct injury, indirect injury Diagnosis : Riwayat/anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi, Prinsip tata laksana trauma tulang belakang : In line imobilisasi Pencegahan komplikasi Terapi konservatif Terapi operatif 12.2.Spondilitis TB Patologi : Infeksi tuberculosis yang menyebar melalui hematogen ke tulang belakang, dengan kerusakan dan pengkejuan tulang.Infeksi lalu menyebar ke disc dan tulang balakang sekitarnya dengan terbentuk abses, sepanjang otot psoas ke paha, atau pada otot sacro-iliac dan hip. Corpus vertebra kolaps, dan terjadi gibus. Manifestasi klinis Riwayat nyeri punggung kronis, dan pada tahap lanjut terdapat gibus, deficit neurologis berupa parastesi ataupun kelemahan pada tungkai (Pott’s paraplegia). Dapat terjadi disfagi atau disfoni apabila infeksi mengenai vertebra servikal. Pencitraan : Tahap awal penyempitan dikus intervertebra, serte kerusakan pada end-plate. Tahap lanjut berupa kerusakan dan kolaps corpus vertebra. Pemeriksaan khusus : Mantoux Test dapat positis, serta peningkatan LED pada fase akut. Diagnosa banding : infeksi piogenik, infeksi fungi, malignansi, infeksi parasit Terapi : - Eradikasi kuman dengan OAT Rifampisin 600mg, INH 300mg, pirazynamid 2gr selam 6-12 bulan - Operasi deberidement dan dekompresi 12.3. Penyakit dengan kelainan bentuk tulang belakang Deformitas Spinal Scoliosis Secara umum dibagi menjadi : Postural Scoliois Structural Scoliosis Berdasarkan etiologi/penyebabnya, scoliosis dibedakan menjadi : Congenital/osteopathic scoliosis Idiopathic scoliois Neuropathic atau myopathic scoliois
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
40
Idiopathic Scoliosis Merupakan 80% dari kasus scoliois, berdasarkan onset, dibagi menjadi : Infantile Idiopathic Scoliosis : usia kurang dari 4 tahun Juvenile Idiopathic Scoliosis : usia 4-10 tahun Adult Idiopathic Scoliosis : usia 10-18 tahun Terapi Konservatif : Bila usia mendekai maturitas dan angulasi kurang dari 30 o, dengan brace dan back exercise Operatif : Angualsi lebih dari 30 o dan progresivitas dari deformitas yang berlangsung cepat Kifosis
Yaitu kelengkungan abnormal dari vertebra thorakal Kelengkungan berlebihan dari thorakal disebut hiperkifosis. Kifos atau gibus, yaitu angulasi posterior yang tajam dari vertebra thoracal, disebabkan oleh kolaps local atau wedging dari satu atau lebih vertebra, dapat disebabkan kelainan kongenital, fraktur, ataupun tuberkulosist tulang belakang. Penyakit degenerative tulang belakang Degenerasi discus intervertebralis Patologi : dehidrasi dari discus, volume nucleus pulposus berkurang dan kering. Fissure pada annulus fibrosus.Protrusi ke ligamen, terbentuk osteofit, disebut spondylosis. Efek sekunder : facet joint displacement, pergeseran corpus vertebra, root dan canal stenois Manifestasi klinis : awalnya asimtomatik. Diikuti dengan back pain dan gejala dari efek sekunder. Pencitraan : - X-Ray: flattening disc, marginal osteofit, vertebral body displacement, facet joint osteoarthritis. - MRI: bulging annulus fibrosus - Terapi: terapi asimptomatik. Terapi pembedahan untuk mengatasi efek sekunder yang terjadi.
Prolaps akut discus intervertebral - Herniasi akut discus ( prolapse, rupture) - Protrusi - Ekstrusi - Sequestrasi Manifestasi klinis : nyeri punggung akut yang berat, tidak mampu meluruskan punggung,; sciatica Pencitraan : X ray : untuk eksklusi kelainan pada tulang. Mielografi, CT atau MRI Cauda equine syndrome : inkontinensia alfi dan urin, perineal numbness, sciatica bilateral, kelemahan tungkai bawah, tanda cross straight-leg raising, Terapi : rest, reduction, removal, dan rehabilitasi Spondilosistesis Yaitu translasi ke anterior satu atau lebih corpus vertebra. Klasifikasi : Displastic Isthmic atau lytic (tersering) Degeneratif
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
41
Post traumatik Patologis Postoperatif Patologi : kerusakan pada pars interatricularis, arcus posterior terpisah dari corpus. Pembebanan, facet dan corpus subluksasi ke anterior.Dapat terjadi penekanan pada dura, cauda equine dan root. Manifestasi klinis : nyeri punggung, sciatica, step off pada tulang belakang. Pencitraan : X-ray : translasi anterior corpus vertebra, pad foto lateral Terapi : - Konservatif - Operatif
Spinal stenosis Yaitu penyempitan abnormal dari canalis spinalis, lateral reses, atau foramen intervertebral, dan menimbulkan gejala neurologis Penyebab : Displasia vertebra kongenital Protrusi discus kronis Hipertrofi, pergeseran, atau osteoarthritis facet joint Hipertrofi ligamentum flavum Pebalan tulang karena penyakit Paget Spondilolistesis Manifestasi klinis : nyeri, berat, kesemutan, pada pantat dan paha, setelah berdiri atau berjalan selama 5-10 menit. Membaik setelah duduk, jongkok atau bersandar ke tembok dengan posisi fleksi tulang belakang (claudikasio spinal). Pencitraan : - X ray : gambaran degenerasi disc, osteoarthritis, atau spondilolistesis - MRI. Terapi : Konservatif. Operatif : dekompresi.
Referensi: 1. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3 rd ed. Boston: Lippincott Williams&wilkins; 2001. 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics a nd fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
42
Topik 13 Trauma
Mata kuliah ini terdiri dari 2 sub pokok bahasan, yaitu: 13.1. Faktur Anak dan Dewasa 13.2. Fraktur Ekstremitas Atas dan Bawah Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Menjelaskan prinsip-prinsip fraktur 2. Menjelaskan gambaran klinis fraktur 3. Menjelaskan kegawat daruratan di bidang orthopedi 4. Menjelaskan tatalaksana fraktur 5. Menjelaskan komplikasi fraktur 6. Menjelaskan fraktur pada anak 7. Menjelaskan penyembuhan fraktur 1. Prinsip-Prinsip Fraktur Trauma bisa bersifat: Trauma langsung Trauma tidak langsung Tekanan pada tulang dapat berupa : Tekanan berputar Tekanan membengkok Tekanan sepanjang aksis tulang Kompresi vertikal Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu Fraktur oleh karena remuk Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo Etiologi Fraktur: Dua faktor mempengaruhi terjadinya fraktur: Ekstrinsik Intrinsik Fraktur berasal dari: Cedera Stress berulang Fraktur patologis. Tipe Fraktur. Fraktur untuk alasan praktis dibagi menjadi beberapa kelompok. A. Fraktur komplit Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. B. Faktur inkomplit Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap intak. Klasifikasi Fraktur: Klasifikasi etiologis o Fraktur traumatik Fraktur patologis o o Fraktur stres Klasifikasi klinis o Fraktur tertutup (simple fracture) Fraktur terbuka (compound fracture)
o
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
43
Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson, yang pertama kali diajukan pada tahun 1976 dan modifikasi pada tahun 1984. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) o Klasifikasi radiologis. Klasifikasi ini berdasarkan atas : o Lokalisasi Diafisial Metafisial Intra-artikuler Fraktur dengan dislokasi o Konfigurasi Fraktur transversal Fraktur oblik Fraktur spiral Fraktur segmental Fraktur komunitif Fraktur baji Fraktur avulsi Fraktur depresi Fraktur impaksi Fraktur pecah (burst) Fraktur epifisis o Menurut eksistensi Fraktur total Fraktur tidak total (fraktur crack ) Fraktur buckle atau torus Fraktur garis rambut Fraktur green stick o Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya Tidak bergeser (undisplaced) Bergeser (displaced) dapat terjadi dalam 6 cara : Bersampingan Angulasi Rotasi Distraksi Over-riding Impaksi
2. Gambaran Klinis Fraktur Anamnesis Biasanya pasien datang dengan suatu trau, adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan gejala-gejala lain. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya : 1. Syok, anemia atau pendarahan 2. Kerusakan pada organ-organ lain 3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis Pemeriksaan lokal 1. Inspeksi (Look) Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
44
2.
3.
4.
5.
- Ekspresi wajah karena nyeri - Bandingkan dengan bagian yang sehat - Perhatikan posisi anggota gerak - Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan - Perhatikan adanya pembengkakan - Perhatikan adanya gerakan yang abnormal - Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka - Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai beberapa hari - Perhatikan keadaan vaskular Palpasi (Feel) - Temperatur setempat yang meningkat - Nyeri tekan - Krepitasi - Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, dan temperatur kulit. - Pengukuran panjang tungkai Pergerakan (Move) Mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis. Pemeriksaan radiologis - Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi - Untuk konfirmasi adanya fraktur - Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya - Untuk menentukan teknik pengobatan - Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak - Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler - Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang - Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI, tomografi, dan radioisotop scanning.
3. Kegawat Daruratan di Bidang Orthopedik Kegawatadaruratan orthopedic antara lain: Open fracture Dislokasi Lesi vaskuler Compartment sindrom 4. Tatalaksana Fraktur Penatalaksanaan Awal 1. Pertolongan pertama
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
45
Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, kontrol perdarahan dan imobilisasi fraktur 2. Penilaian klinis Menilai klinis fraktur dan perdarahan yang terkena 3. Resusitasi
Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur 1. First, do no harm 2. Tatalaksana dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat 3. Pemilihan tatalaksana dengan tujuan yang spesifik Untuk mengurangi rasa nyeri Untuk memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union) Untuk mengembalikan fungsi secara optimal 4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan penyembuhan secara alami 5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan 6. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual
Terdapat 4 Prinsip Pengobatan Definif, yaitu : (4R) Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur R eduction ucti on; reduksi fraktur apabila perlu R etenti tention on; imobilisasi fraktur R ehabi habi lita li tatti on; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin Penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan “ORIF” maupun “OREF”. Tujuan pengobatan fraktur yaitu : a. Reposisi b. Imobilisasi/ fiksasi. Jenis Fiksasi : Eksternal Internal
5. Komplikasi Fraktur Komplikasi fraktur antara lain: a. Komplikasi dini (immediate ( immediate complication) complication) Injuri saraf Injuri pembuluh darah Komplikasi lokal b. Komplikasi awal (early (early)) Infeksi Kompartemen sindrom Emboli paru c. Komplikasi akhir (late ( late)) Malunion, non union union Joint stiffness 6. Fraktur pada Anak Ciri khas berikut ini berhubungan dengan fraktur pada anak : 1. Fraktur lebih sering Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
46
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Periosteum lebih kuat dan lebih aktif Penyembuhan tulang lebih cepat Permasalahan khusus dalam mendiagnosa Terdapat koreksi spontan pada deformitas dari bekas fraktur Perbedaan dalam komplikasi Perbedaan terhadap metode penanganan Perobekan Ligamen dan disokasi lebih jarang Kurang toleran terhadap kehilangan darah dalam jumlah besar
Sekitar 10% fraktur pada anak melibatkan cedera pada lempeng pertumbuhannya (growth plate=physis). Klasifikasi yang secara luas digunakan untuk cedera pada physis yaitu Salter dan Harris (1963). Terdapat 5 tipe cedera yang bisa terjadi : Tipe 1: fraktur transverse melalui zona hipertropi dan kalsifikasi dari physis Tipe 2 : seperti tipe 1, namun garis fraktur melebar mengenai metaphysis membentuk triangular Tipe 3: fraktur melewati physis kemudian memotong epiphysis Tipe 4 : seperti tipe 3, memotong epiphysis kemudian meluas sampai dengan metaphysis Tipe 5 : cedera kompresi longitudinal yang mengenai physis. 7. Penyembuhan Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas li ma fase, yaitu : 1,3 1. Fase hematoma 2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal 3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis) 4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik) 5. Fase remodeling
Referensi: 1. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3 rd ed. Boston: Lippincott Williams&wilkins; 2001. 2. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 3. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
47
Radial, Ulnaris, Medianus Compression, Topik 14 Peripheral Nerve Compression ( Radial, Peroneal Palsy & Tarsal Tunnel Syndrome) Mata kuliah ini diajarkan pada semester empat bagi para mahasiswa kedokteran sebagai bagian dari modul muskuloskeletal. Mata kuliah ini ini memiliki beban 2 sks yang dilaksanakan dalam 1 kelas. Materi disampaikan dengan tatap muka dan diskusi yang membahas mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, tanda dan gejala klinis, diagnosis, dan tatalaksana dari Carpal tunnel syndrome, Tarsal tunnel syndrome, dan peroneal dan peroneal palsy. Pada mata kuliah ini juga akan dibahas mengenai anatomi, penyebab, faktor resiko, juga pemeriksaan fisik pada kasus-kasus tersebut. Mahasiswa juga akan mempelajari berbagai diagnosa banding penyakit tersebut. Setelah mendapatkan kuliah ini, diharapkan mahasiswa dapat mendiagnosa dan melakukan tatalakasa terhadap berbagai kelainan muskuloskeletal. Penilaian mata kuliah ini dilakukan bersama mata kuliah Muskuloskeletal yang lain dengan ujian tertulis yang dilaksanakan secara serentak. Kelulusan ditetapkan sesuai standar yang berlaku bagi mahasiswa S1 FK Unair. Referensi: 1. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 10th Edition. Toronto; 2014 2. Bromberg MB, Gordon SA, Handbook of Peripheral Neuropathy, USA, 2006.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
48
Topik 15 Gangguan Metabolisme pada Tulang
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Menjelaskan remodeling tulang 2. Menjelaskan metabolisme normal tulang 3. Menjelaskan beberapa gangguan metabolism tulang Remodeling Tulang Prinsip terjadinya remodeling: Hukum wolf Piezoelectric Mekanisme : Aktivitas osteoclast dan osteoblast Metabolisme Tulang Fisiologi metabolism tulang Regulator metabolism tulang : Hormon: PTH, calcitonin, growth hormone, hormon tiroid Metabolisme calcium Peran vitamin D Gangguan Metabolisme Tulang Defisiensi vitamin D : rickets, osteomalacia Gangguan metabolisme calcium : hipoklasemia, hipekalsemia Osteoporosis : Mekanisme dan gejala klinis Pemeriksan penunjang Faktor resiko Pencegahan Tata laksana Renal osteodistrofi Penyakit Paget Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
49
Topik 16 Gangguan Otot (Nyeri, Kaku Otot dan Otot Mengecil)
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Menjelaskan patologi nyeri pada otot 2. Menjelaskan kontraktur pada otot 3. Menjelaskan atropi pada otot 4. Menjelaskan ketidakseimbangan pada otot 1. Patologi Nyeri pada Otot Disebabkan edema dan inflamasi di jaringan ikat Neutrofil adalah sel yang banyak muncul saat fase akut o Dan menghasilkan radikal bebas yang dapat mengakibatkan kerusakan lebih o lanjut Semakin memberat saat latihan eccentrik Puncaknya pada 1-2 hari Terjadi peningkatan Serum kreatinin dalam serum
2. Kontraktur pada Otot Terbatasnya mobilitas sendi sebagai akibat dari perubahan patologis pada permukaan sendi atau jaringan lunak yang secara fungsional berhubungan dengan sendi. Terjadi oleh karena keadaan iskemi yang lama, terjadi jaringan ikat dan atrofi. Misalnya pada penyakit neuromuscular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degeneratif ataupun inflamasi. 3. Atropi pada Otot Disebabkan karena immobilisasi (tidak dipakai) atau kelainan saraf Akan mengakibatkan infiltrasi sel-sel lemak Akan menurunkan penampang melintang otot dan berkurangnya kekuatan otot
4. Ketidakseimbangan pada Otot Ketidakseimbangan pada otot terjadi etika satu otot lebih kuat daripada otot lawannya. Adanya kelainan yang mendasari: Gangguan neurologis Gangguan anatomis (discrepancy, kelainan kongenital) Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
50
Topik 17 Gangguan Tendon (Tenosynovitis, Strain & Ruptur Achilles)
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Menjelaskan tenosynovitis pada tangan dan penanganan awalnya 2. Menjelaskan trigger finger dan trigger thumb kongenital 3. Menjelaskan ruptur tendon achiles, pemeriksaan khusus dan penanganan awal 4. Menjelaskan tentang beberapa penyakit yang diakibatkan oleh apophisitis (Osgood Schlatter) 1. Tenosynovitis pada Tangan dan Penanganan Awalnya Definisi: yaitu inflamasi pada tendon dan pembungkus tendon (tendon sheath) Banyak terjadi pada ekstremitas atas, salah satunya adalah DeQuarvain tenosynovitis DeQuarvain Tenosynovitis : yaitu inflamasi dan atau jepitan dari tendon extensor pollicis brevis (EPB) dan abductor pollicis longus (APL) Penyebab : gerakan repetitif pergelangan tangan, khususnya fleksi ibu jari dan daviasi ulnar pergelangan tangan Gejala dan tanda: nyeri dan bengkak pada region stiloid radius, terutama pada gerakan menggenggam dengan ibu jari. Spesial test : Finkelstein’s test. Penanganan awal : RICE, NSAID Thumb spica 2. Trigger Finger Finger dan Tr igger Thumb Kongenital Definisi : gangguan pada tangan di mana jari ter asa terkunci saat hendak diluruskan yang disebabkan oleh jepitan tendon fleksor jadi oleh pulley A1. Gejala dan tanda : Terkunci saat fleksi-ekstensi jari Kaku pada sendi Terasa pelatuk/trigger saat ekstensi jari Teraba benjolan atau nyeri pada area pulley A1 Tata laksana : Konservatif dengan injeks steroid Pembedahan dengan release pada pulley A1 Congenital trigger finger Definisi : kelainan kongenital pada anak di mana terdapat fleksi abnormal pada PIP jari tangan Epidemiologi : 3:1000 anak Patofisiologi : penebalan fleksor tendon oleh karena degenerasi abnormal kola gen, atau peningkatan diameter tendon Fleksors Gejala dan tanda : Deformitas fleksi pada PIP Penonjolan dari nodul tendon fleksor, yang disebut dengan Notta’s node Tata laksana : Konservatif dengan latihan ekstensi pasif dan splinting Operatif dengan release pulley A1
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
51
3. Ruptur Tendon Achilles, Pemeriksaan Khusus dan Penanganan Awal Definisi : rupture akut tendon Achilles, biasanya akibat trauma, atau gaya mendadak plantar fleksi, atau dorsofleksi paksa pada keadaan plantar fleksi Anatomi Achilles : Merupakan tendon terbesar Dibentuk dari gabungan tendon soleus dan gastrocnemius Gejala dan tanda : Pasien merasakan pop/ sensasi putus Kelamahan dan kesulitan berjalan Nyeri pada sekitar tumit Dapat terasa gap pada region Achilles Thompson test positif (tidak adanya plantar fleksi saat betis diremas) Tata laksana : Konservatif dengan brace fungsional posisis equinus Operatif dengan repair tendon achilles 4. Beberapa Penyakit yang Diakibatkan Oleh Apophisitis (Osgood Schlatter) (Avulsi parsial dari tuberkel tibia/ Apophisitis dari tuberkel tibia) Etiologi dan Angka Kejadian Terjadi karena kegagalan dari apophasis tuberkel tibia menahan tarikan dari mekanisme ektensor dari ligamen patella pada anak yang sedang tumbuh. Umumnya mengenai anak laki-laki yang lebih aktif diantara umur 10- 15 tahun. Sering mengenai atlet khususnya atlet olahraga lompat. Tidak jarang menyebabkan keluhan bilateral. Batasan Cidera tarikan pada apophisis yang terletak pada bagian dari insersi ligamen patella, dengan keluhan nyeri dan bengkak pada daerah diatas tuberositas tibia. Patofisiologi Pada masa awal anak-anak, tuberositas tibia dibentuk oleh susunan tulang rawan. Menjelang akhir dari pertumbuhan mulai tampak pusat osifikasi pada daerah tuberositas tibia. Pada fase ini pada daerah tersebut rentan terjadi cidera akibat tarikan berulang dari ligamen patella. Akibat aktivitas yang terus menerus akan menyebabkan avulsi parsial pada tuberositas tibia dan jika dibiarkan akan diikuti terjadinya avaskuler nekrosis lokal. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan gambaran radiologis secara cermat. Tidak ada riwayat trauma yang adekwat, namun umumnya didapatkan riwayat latihan yang terus menerus yang bersifat akselerasi dan deselerasi. Pada fase akut pasien biasanya mengeluh nyeri disekitar tuberositas tibia terutama setelah aktivitas. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan pembengkakan dan nyeri tekan pada bagian atas tuberositas tibia (gambar 1a,1b). Nyeri lebih dirasakan saat pasien diminta melakukan ekstensi lutut dengan diberikan tahanan. Setelah fase akut reda biasanya yang tersisa tinggal benjolan di bagian anterior tuberositas tibia ( prominent tubercle) dan keluhan nyeri muncul lagi setelah aktivitas. Radiologis dimintakan untuk melakukan konfirmasi terutama pada keluhan unilateral guna menyingkirkan kemungkinan tumor dan infeksi. Foto radiologis meliputi true lateral view dengan tungkai bawah rotasi ke dalam sekitar 10-20 0, akan menunjukkan gambaran fragmentasi dari apophisis, peningkatan densitas dan area yang irregular dibandingkan dengan sisi kontralateral (gambar 2a, 2b). Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
52
Differensial Diagnosis 1. Fraktur pada tuberositas tibia (Ogden Fracture) 2. Tumor seperti osteoid osteoma, osteoblastoma, enchondroma 3. Infeksi seperti osteomyelitis pada apophasis Penatalaksanaan Osgood-Schlatter ini biasanya bisa membaik sendiri secara spontan ( self limiting disease) tetapi membutuhkan waktu. Tujuan pengobatan ini adalah untuk mencegah iritasi lebih lanjut selama fase penyembuhan. Untuk mencapai tujuan ini pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan waktu istirahat yang adekwat dan membatasi aktivitas sampai nyeri reda. Pada fase akut dapat diberikan kompres dingin dan pemberian analgesik NSAID. Setelah fase akut reda segera dapat dilakukan peregangan dan penguatan dari otot-otot hamstring dan quadriceps sebelum kembali beraktivitas seperti semula. Pembedahan eksisi hanya dilakukan pada pasien yang sudah dewasa dan mengalami fragmentasi yang tidak bisa men yatu lagi. Komplikasi Avaskuler nekrosis local Fraktur pada tuberositas tibia (Ogden fracture)
Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaed ics and fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold; 2010. 3. Tachdjian MO, 1997. Clinical Pediatric Orthopaedics. The Art of Diagnosis an Principles of Management.Stamford : Appleton&Lange.pp107-8 4. Miller MD, 2008. Review of Orthopaedics. 5 th edition.Philadelphia : Saunders Elsevier.pp230-236 5. Morrissy RT, Weinstein SL, 2006. Lovell& Winter’s Pediatric Orthopaedics 6 th edition.e-book:Lippincott Williams&Wilkins.pp1411-12
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
53
Topik 18 Gangguan Ligamen (Sprain Ligamen)
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : Menjelaskan sprain ligamen serta penanganan awal pada ekstremitas inferior (instability knee)
Sprain Ligamen Definisi: adalah regangan atau robekan pada ligament, sering terjadi pada ankle dan lutut Diagnosis: Gejala dan tanda: nyeri, swelling/bruising, spasme otot, instabilitas, hemartrosis, tidak ada nyeri tekan pada tulang,
Ligamen pada lutut : ACL ( Anterior Cruciate Ligament ) - Fungsi : mencegah translasi anterior tibia terhadap femur - Anatomi: intra capsular , origo : lateral condyle femur , insersi: intercondyler eminens tibia PCL ( Posterior Cruciate Ligament ) - Fungsi : mencegah translasi posterior tibia terhadap femur - Anatomi : intracapsular , origo : medial condyle femur, insersi : sulcus tibial MCL ( Medial Collateral Ligament ) - Fungsi : mencegah angulasi valgus - Anatomi : origo : medial condyle femur, insersi : medial proksimal tibia LCL ( Lateral Collateral Ligament ) - Fungsi : mencegah angulasi varus - Anatomi : origo : lateral condyle femur, insersi : fibula
Special test sederhana pada pemeriksaan ligamen lutut (dilakukan setelah fase akut) Anterior Drawer Test Posterior Drawer Test Lachman Test Varus Test Valgus Test
Penanganan awal sprain ligament (Fase akut) RICE Bandage, splinting
Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
54
Topik 19 Gangguan Sendi
Mata kuliah ini terdiri dari 3 sub pokok bahasan, yaitu: 19.1. Aspek Medis Osteoartritis 19.2. Aspek Medis Artritis Reumatoid 19.3. Patofisiologi dan Strategi Manajemen Osteoartritis 19.1. Aspek Medis Osteoartritis Osteoartritis (OA) adalah suatu sindroma klinis akibat perubahan struktur rawan sendi dan jaringan sekitarnya, ditandai dengan menipisnya kartilago secara progresif, terbentuknya tulang baru pada trabekula subkondral dan pada tepi sendi (osteofit). OA merupakan penyakit sendi yang paling sering terjadi. Faktor risiko terjadinya OA a.l : usia tua, wanita, obesitas, faktor mekanik (overuse dan repetitive trauma), dan faktor genetik. Dari anamnesis biasanya didapatkan nyeri dan keterbatasan gerak sendi yang memburuk dengan aktivitas. Bisa juga terjadi kekakuan sendi tapi umumnya < 30 menit. Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan nyeri tekan ringan pada palpasi, biasanya tanpa tanda radang yang nyata. Pemeriksaan reumatologi menunjukkan adanya krepitasi sendi, terbatasnya ROM (range of motion), dan bisa didapatkan efusi sendi. Sendi yang sering terkena adalah lutut, hip, tulang belakang, DIP, PIP, dan karpometakarpal I. Bila manifestasi klinis belum jelas, analisis cairan sendi, pemeriksaan radiologi, maupun pertanda inflamasi dapat diusulkan untuk membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis banding OA antara lain: RA, spondiloartritis, artropati kristal, dll. Tatalaksana OA meliputi terapi non-farmakologis, farmakologis, dan terapi bedah. Terapi non-farmakologis meliputi penurunan berat badan, terapi fisik, alat bantu berjalan, olahraga dalam air, knee braces, dll. Terapi farmakologis meliputi parasetamol, NSAIDs, opioid, dan terapi steroid intraartikuler. Bila terapi medis tidak berhasil, perlu dipikirkan pilihan terapi bedah seperti artroplasti lutut maupun hip. Referensi: 1. Current Diagnosis & Treatment Rheumatology. 2013. Eds: Imboden JB, Hellmann DB, Stone JH. 3 rd ed. Mc Graw Hill Education. 2. Harrison’s Rheumatology. 2013. Ed: Fauci AS. 3 rd ed. Mc Graw Hill Education. 3. Kelley’s Textbook of Rheumatology. 2013. Editors: Firestein GS, Budd RC, Gabriel SE, McInnes IB, O’Dell JR. 9 th ed. Elsevier Saunders. 19.2. Aspek Medis Artritis Reumatoid Artritis reumatoid (RA) merupakan penyakit inflamasi otoimun sistemik, kronik dan eksaserbatif yang menyerang persendian dengan target jaringan sinovia. Pada RA terjadi poliartritis inflamasi yang simetris, yang berpotensi menimbulkan erosi dan kerusakan sendi. Nyeri dan destruksi sendi yang progresif pada RA dapat menimbulkan penderitaan dan cacat permanen. Hal ini menimbulkan dampak psiko-sosio-ekonomik yang berat. Penyebab AR belum dapat dipastikan, tetapi merupakan interaksi faktor genetik dengan faktor lingkungan. RA menyerang wanita tiga kali lebih sering dibanding pria. Umumnya pasien RA mengeluhkan adanya nyeri dan bengkak sendi yang simetris dengan adanya kekakuan sendi di pagi hari saat bangun tidur yang kemudian membaik dengan aktivitas. RA umumnya menyerang sendi-sendi kecil pada tangan (pergelangan tangan, MCP, PIP), sendi-sendi kaki (MTP), dan bisa juga sendi besar seperti lutut, siku, hip, dan pergelangan kaki. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya artritis inflamasi dengan sendi teraba hangat, bengkak, nyeri tekan, dan terbatasnya ROM. Pada kondisi lanjut bisa didapatkan deformitas sendi. Selain kelainan pada sendi, pasien RA dapat juga mengeluhkan Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
55
adanya gejala konstitusional seperti demam, cepat lelah, dan manifestasi ekstraartikuler seperti kelainan pada kulit, mata, paru, saraf, dll. Pemeriksaan penunjang diagnosis RA antara lain berupa laboratorium DL (darah lengkap), fungsi ginjal, fungsi hati (untuk syarat pemberian terapi), pertanda inflamasi berupa LED atau CRP, dan serologi RA (anti-CCP dan faktor reumatoid). Bila terdapat efusi sendi, juga perlu dilakukan analisis cairan sendi. Pada kasus lanjut pemeriksaan radiologi dapat menunjukkan adanya erosi sendi. Tujuan terapi RA adalah mengatasi nyeri, mengontrol inflamasi, mencegah destruksi sendi lebih lanjut, dan meningkatkan kualitas hidup. Deteksi dini penyakit dan pemberian DMARDs (disease modifying anti-rheumatoid drugs) sedini mungkin sangat penting untuk dilakukan. Terapi medis RA meliputi pemberian NSAIDs, steroid, dan DMARDs. Perlu juga diperhatikan terapi non-farmakologi RA seperti fisioterapi dan edukasi kepada penderita. Referensi: 1. Current Diagnosis & Treatment Rheumatology. 2013. Eds: Imboden JB, Hellmann DB, Stone JH. 3 rd ed. Mc Graw Hill Education. 2. Harrison’s Rheumatology. 2013. Ed: Fauci AS. 3 rd ed. Mc Graw Hill Education. 3. Kelley’s Textbook of Rheumatology. 2013. Editors: Firestein GS, Budd RC, Gabriel SE, McInnes IB, O’Dell JR. 9 th ed. Elsevier Saunders. 19.3. Patofisiologi dan Strategi Manajemen Osteoartritis Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Menjelaskan etiologi dan pathogenesis osteoartritis 2. Menjelaskan gambaran klinis dan radiologis osteoartritis 3. Menjelaskan prinsip manajemen osteoartritis 4. Menjelaskan beberapa trauma pada sendi dan prinsip manajemennya 1. Etiologi dan Patogenesis Osteoartritis Perubahan biochemical paling awal dari penyakit sendi degeneratif selalu pada kartilago dan terdiri dari hilangnya proteoglycan dari matriks. Hasil dari perubahan pada fisikal atau biomekanikal, perlunakan pada kartilago (chondromalacia) dan hilangnya kelenturan normal yang memberi kartilago kemampuan shock-absorbing . Jadi, serabut kolagen dari kartilago kehilangan sokongannya dan menjadi “ unmasked ”, akan menyebabkan lebih mudahnya terjadi gesekan dari fungsi sendi. sendi yang awalnya putih kebiruan, halus, dan berkilauan mejadi kekuningan, mengeras dan menjadi terlihat usang. 2. Gambaran Klinis dan Radiologis Osteoartritis Secara karakteristik, nyeri memberat saat tekanan barometer menurun. Keparahan pada nyeri pasien dari tidak selalu berhubungan dengan keparahan dari penyakit sendi degeneratif seperti yang ditunjukkan oleh perubahan radiologis Pasien akan lebih waspada ketika sendi mereka tidak lagi bergerak dengan halus dan berhubungan dengan berbagai macam tipe dari krepitasi sendi seperti squeaking ,creaking , grating . Sendi akan cenderung menjadi kaku pada saat istirahat, fenomena ini disebut sebagai articular gelling . Pemeriksaan fisik akan didapatkan pembengkakan pada sendi karena adanya efusi tetapi terdapat penebalan relatif dari sinovial, pembengkakan sendi menjadi lebih nyata karena atrofi dari otot sekitar, tidak ada perabaan hangat pada kulit sekitar. Baik gerakan sendi aktif maupun pasif keduanya mengalami restriksi dan berhubungan dengan krepitasi sendi,
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
56
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan perubahan yang berhubungan dengan proses patologis. Termasuk di dalamnya penyempitan dari celah sendi, sclerosis dari tulang subchondral dan kista, pembentukan osteophyte, remodeling dari sendi, dan ketidakseimbangan dari sendi. Pemeriksaan laboratoris tidak menunjukkan adanya kelainan sistemik, tetapi peningkatan cairan synovial menghambat peningkatan dari musin dan peningkatan viskositas. 3. Prinsip Prinsip Manajemen Osteoartritis Metode pengobatan Non – operatif 3. Pertimbangan Psikologis 4. Terapi Pengobatan Salisilat, baik dalam bentuk aspirin atau sodium salisilat, merupakan obat yang sangat bermanfaat bagi terapi penyakit sendi degeneratif 1. Alat – alat Orthopaedi Sebagai tambahan proses penyembuhan yang adekuat, penggunaan splint yang dapat dilepas untuk mengistirahatkan sendi lokal yang mengalami degenerasi 2. Terapi Fisik Gerakan aktif dari sendi pada sendi yang terdampak sangatlah penting untuk menjaga pergerakan sendi dan kekuatan otot
Tindakan Pembedahan di Bidang Orthopaedi a) Profilaksis Debridement dan irigasi dari sendi besar dengan artroskopi, terutama di sendi, dapat mengurangi nyeri sendi pada kebanyakan pasien secara dalam sementara waktu. b) Prosedur Terapi Tindakan pembedahan sebagai terapi dari penyakit sendi degeneratif harus dipertimbangkan pada fase awal dan tidak pada fase akhir ketika perubahan degeneratif dari sendi menjadi semakin parah tipe operasi yang dilakukan untuk penyakit sendi degeneratif adalah sebagai berikut : 1. Osteotomy dekat dengan sendi 2. Arthroplasty 3. Arthrodesis 4. Operasi dari jaringan lunak 5. Transplantasi dari sebagian sendi 6. Metode eksperimental Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
57
Topik 20 Infeksi MSK (Osteomielitis , Artritis Septik & Ulkus pada Tungkai)
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu menjelaskan etiologi, patofisiologi dan prinsip terapi pada infeksi tulang dan sendi: Osteomyelitis Artritis Septik Ulkus pada Tungkai
OSTEOMYELITIS Definisi Osteomeylitis adalah suatu proses peradangan akut atau kronik dari tulang dan strukturstrukturnya, sekunder terhadap infeksi dari organisme pyogenik. Klasifikasi Osteomyelitis dapat diklasifikasikan menurut menurut patogenesisnya direct/ eksogen dan hematogen, dan menurut perjalanan penyakitnya sebagai akut, subakut, dan kronis; tiap tipe didasarkan pada lamanya waktu dari onset timbulnya penyakit (terjadinya infeksi atau luka). Etiologi Agen penginfeksi osteomyelitis hematogen meliputi S aureus, organisme enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. Agen penginfeksi osteomyelitis direct/eksogen; meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa. Faktor predisposisi Status penyakit diketahui sebagai faktor predisposisi pasien terhadap osteomyelitis meliputi diabetes mellitus, penyakit sickle cell, AIDS, penyalahgunaan obat-obatan secara i.v., alkoholik, penggunaan steroid jangka panjang, penurunan kekebalan tubuh, dan penyakit sendi kronik. Sebagai tambahan, implant prosthetik dalam ortopedik dapat merupakan faktor resiko terjadinya osteomyelitis pada pembedahan ortopedik atau fraktur terbuka. Patogenesis Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua cara. Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak ekstremitas serta membentuk abses. Bakteri bisa juga mencapai sistem muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma.2 Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak. Pada osteomyelitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah staphylococcus aureus. Pada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Manifestasi Klinis Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul dengan cepat, malaese generalisata, demam dan kedinginan. Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien. Pembengkakan generalisata dal;am Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
58
daerah infeksi biasanya disertai dengan eritema. Pembesaran kelenjar limfe proksimal bisa ada. Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang terkena, merupakan gejala osteomyelitis hematogen akut. OSTEOMYELITIS AKUT Dua kategori primer dari osteomyelitis akut yaitu osteomyelitis hematogen dan osteomyelitis direct / eksogen. Osteomyelitis hematogen merupakan infeksi yang disebabkan oleh penyebaran bakteri melalui darah. Osteomyelitis direct disebabkan oleh kontak langsung jaringan dan bakteri selama trauma atau pembedahan. Manifestasi klinis osteomyelitis direct lebih terlokalisasi daripada osteomyelitis hematogen dan terdiri dari berbagai macam organisme. Diagnosis Diagnosis osteomyelitis akut dapat di tegakkan berdasarkan beberapa penemuan klinik yang spesifik. 2 dari 4 tanda dibawah ini harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis osteomyelitis akut: o Adanya materi purulen/ pus pada aspirasi tulang yang teinfeksi Kultur bakteri dari tulang atau darah menunjukkan hasil positif o o Ditemukannya tanda-tanda klasik lokal berupa nyeri tekan pada tulang , dengan jaringan lunak yang eritem atau udem o Pemeriksaan radiologi menunjukkan hasil yang positif, berupa gambaran udem pada jaringan lunak diatas tulang setelah 3-5 hari terinfeksi. Pada minggu kedua gambaran radiologi mulai menunjukkan destruksi tulang dan reaksi periosteal pembentukan tulang baru. Diagnosis Banding Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan sellulitis. Penyakit lain bisa menyerupai osteomyelitis akut yaitu Artritis reumatoid juvenilis akut, demam reumatik akut, lekemia, artritis septik akut, scurvy dan sarkoma Ewing, semuanya bisa menampilkan gambaran klinis serupa. gambaran klinis osteomyelitis yang kurang dramatik. Komplikasi Komplikasi yang terjadi dapat berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa destruksi sendi, fraktur, abses tulang, sellulitis, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, pelepasan implant buatan, timbulnya saluran sinus pada jaringan lunak dan osteomyelitis kronik. Prinsip prinsip terapi pada tulang dan sendi Penatalaksanaan infeksi pada tulang dan sendi meliputi terapi antimikroba, debridemen, dan jika perlu stabilisasi tulang. Missal Pada kebanyakan pasien dengan osteomyelitis, terapi antibiotik menunjukkan hasil yang maksimal. Antimikroba harus diberikan minimal 4 minggu (idealnya 6 minggu) untuk mencapai tingkat kesembuhan yang memadai. Untuk megurangi biaya pemberian antibiotik secara oral dapat dipertimbangkan. Pada Anak-anak dengan osteomyelitis akut harus diberi terapi antibiotik secara parenteral selama 2 minggu sebelum diberikan per oral. Pasien diberikan istirahat baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, antipiretik diberikan untuk demam dan ektremitas dimobilisasi dalam gips dua katup, yang memungkinkan inspeksi harian. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian terapi antibiotik. Jika timbul kemunduran, maka diperlukan intervensi Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
59
bedah.2 Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan meliputi; (a) adanya abses; (b) rasa sakit yang hebat; (c) adanya sekuester, dan; (d) bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma epidermoid). Terapi bedah adalah insisi dan drainase. Pendekatan bedah tergantung pada lokasi dan luas infeksi serta harus memungkinkan untuk drainase selanjutnya bagi luka. Korteks di atas abses intramedula dilubangi serta debris nekrotik disingkirkan dengan kuretase manual dan irigasi bilas pulsasi. ARTRITIS SEPTIK
Definisi Septik arthritis adalah suatu penyakit radang sendi yang disebabkan oleh bakteri atau jamur Pasien immunocompromise untuk beberapa alasan dan penyakit seperti diabetes mellitus, alkoholisme, sirosis, kanker, dan uremia meningkatkan resiko infeksi. Etiologi Biasanya, faktor predisposisi berhubungan dengan tipe dari organisme penyebab, sesui dengan hasil kultur Patogenesis Infeksi melalui hematogen pada sendi dimulai dari bakteremia sistemik yang menyerang synovial cartilaginous junction dari ruang intravaskuler dan menyebar ke sinovium dan cairan synovial. Reseptor kolagen yang ditemukan pada Staphylococcus aureus ikut berperan dalam infeksi sendi. Segera setelah terinfeksi, sinovium berubah menjadi hiperemi dan infiltrat mengandung sel polimorfonuklear (PMN) yang akan meningkat secara cepat dalam beberapa hari kemudian. Secara histologi, perubahan dari inflamasi akut menjadi kronik dengan meningkatnya sel mononuklear (MN) dan limfosit, dan akan menjadi sel dominan penyebab inflamasi dalam waktu 3 minggu. Destruksi dari kartilago artikular akan menyebabkan terjadinya degradasi dari bahan dasar, yang tampak dalam 4-6 hari setelah infeksi. Menurunnya bahan dasar, menurut Perry, dimulai 2 hari setelah inokulasi karena adanya aktivasi enzim dari respon inflamasi akut, produkasi toksin dan enzim dari bakteri, serta stimulasi dari limfosit T selama “delayed immune response”. Antigen bakteri akan terdeposit di cairan sinovium dan spesifik toksin, seperti enterotoksin dari staphylococcal, dimana produksinya dipengaruhi oleh proliferasi bakteri akibat aktivasi limfosit T. Destruksi komplit dari artikular kartilago terjadi sekitar 4 minggu. Dislokasi atau subluksasi dan osteomielitis bisa terjadi. Gejala klinis Faktor resiko artritis septik sebagai berikut: a. Keadaan gizi dan keadaan umum buruk b. Tua atau bayi c. Penyakit sistemik yang menekan sistem imun : o Diabetes mellitus o Gangguan faal ginjal Penyakit hati o o Keganasan Pecandu obat intravena atau alcohol o o Obat imunosupresan atau AIDS Diagnosa Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akan memunculkan berbagai gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
60
Ringkasan diagnosis septik arthritis : a. Nyeri sekitar sendi b. Hambatan gerak c. Tanda-tanda sistemik o Demam Menggigil o o Malaise d. Sendi o Bengkak o Hidrops o Panas o Nyeri tekan 1. Aspirasi Cairan keruh o o Nanah dengan bacteria(3) Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan cairan sendi merupakan pemeriksaan yang rumit. Ketika gejala klinis telah tampak, maka pada cairan sendi akan tampak keruh atau purulen. Hitung sel darah putih sering lebih dari 50.000/μL, dengan lebih dari 90% merupakan sel PMN, glukosa menurun sampai 50 mg/dl. B. Pemeriksaan Radiologi Tampakan signifikan pada pemeriksaan X-ray tergantung dari durasi dan virulensi dari infeksi itu sendiri. Selama 2 minggu pertama, kapsul sendi akan tampak distended, penebalan soft tissue, dan jaringan lemak tidak terlihat. Pada neonatus, terjadi peningkatan tekanan intraartikuler dari efusi yang menyebabkan pelebaran celah sendi pada gambaran radiologik. Dengan kemungkinan progresifitas yang mengarah ke disl okasi patologik. Radiografi juga dapat digunakan untuk memonitor respon terapi dan deteksi ketidakadekuatan mengatasi stadium dari penyakit, sperti destruksi sendi general, osteomielitis, osteoarthritis, joint fusion, atau hilangnya tulang. Ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mendeteksi cairan sendi yang terletak lebih dalam. Gambaran khas dari septik arthritis pada pemeriksaan USG berupa non-echofree effusion yang berasal dari bekuan darah.. Diagnosa Banding Septik arthritis harus dibedakan dari arthropati akut lain seperti arthritis reaktif, lupue eritematosus sistemik, rheumatoid arthritis, gout, pseudogout, artropathy neurogenik, dan lain sebagianya. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan pada septik arthritis akut: (1) Drainase sendi harus adekuat, (2) antibiotik harus diberikan untuk mengurangi efek sistemik dari sepsis, (3) sendi harus diistirahatkan dalam posisi stabil.
ULKUS TUNGKAI Definisi Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
61
Etiologi Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen. Faktor internal: 1. Genetik, metabolik. 2. Angiopati diabetik. 3. Neuropati diabetic Faktor eksternal: 1. Trauma 2. Infeksi 3. Obat
Patofisiologi Penyakit diabetes berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Manifestasi Klinis Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : 1. Pain (nyeri) 2. Paleness (kepucatan) 3. Paresthesia (kesemutan) 4. Pulselessness (denyut nadi hilang) 5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Enzim: Bone alkaline phosphatase yang diproduksi oleh osteoblast, berperan dalam produksi osteoblastik dari matrix organik sebelum kalsifikasi, yaitu osteoid. Dan yang selanjutnya berperan dalam proses kalsifikasi 3. Gangguan metabolisme tulang : 1. Rakitis: Rakitis adalah kelainan dengan gangguan pertumbuhan tulang akibat kegagalan deposisi garam kalsium pada matriks tulang (osteoid) dan tulang rawan pra-osseus dari epifisis. 2. Osteomalacia: Gangguan pembentukan tulang sehingga tulang lembek dan melunak, disebabkan oleh kurangnya asupan kalsium dan vit.D serta kurangnya berjemur di sinar matahari. Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
62
3. 4.
Osteoitis deformans (penyakit paget): Merupakan kelainan peningkatan remodeling tulang lokal, kebanyakan mengenai tengkorak, femur, tibia, tulang pelvis, vertebra. Arthritis gout: Penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang.
Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
63
Topik 21 Kelainan Muskuloskeletal Kongenital
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Menjelaskan beberapa kelainan bentuk bawaan (malformasi kongenital) 2. Menjelaskan proses pertumbuhan normal pada anak 3. Menjelaskan beberapa penyakit bawaan pada anak Beberapa penyakit bawaan pada anak yang dibahas antara lain: 1. Duchenne Muscular Dystrophy 2. Developmental Dysplasia of The Hip (DDH) 3. Congenital Talipes Equinovarus (Idiophatic Club Foot) 1. Duchenne Muscular Dystrophy Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit terkait kromosom seks secara resesif. Hanya terjadi pada anak laki-laki (atau anak perempuan dengan gangguan kromosom seks), dengan insidensi 1 dari 3.500 kelahiran laki-laki. Defek lokus p21 pada kromosom X menyebabkan kegagalan kode protein dystrophin, yang penting untuk menjaga integritas sel otot jantung dan kerangka. Gambaran klinis Anak akan mengalami kesulitan berdiri dan menaiki tangga, dia tidak bisa berlari dengan baik dan sering jatuh. Kelemahan dimulai pada otot proksimal eksterimitas inferior menuju ke arah distal. Ciri khas dari anak dengan DMD adalah pada saat naik dari lantai dengan memanjat kakinya sendiri (Gowers sign); Kelemahan pada shoulder girdle terjadi sekitar 5 tahun setelah onset klinis penyakit ini. Keterlibatan otot wajah terjadi kemudian. Pada usia 10-12 tahun anak biasanya kehilangan kemampuan untuk berjalan dan menjadi tergantung pada kursi roda. Diagnosis Diagnosis biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan riwayat keluarga dan dengan melihat kadar kreatinin fosfokinase serum yang 200-300 kali normal pada tahap awal penyakit. Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan biopsi otot dan pengujian genetik dengan PCR DNA. Tatalaksana Tujuannya untuk memperlama fase berjalan anak. Fisioterapi dan splintage seiring dengan prosedur pemanjangan otot dapat membantu mencapai hal ini. Penggunaan kortikosteroid bertujuan untuk menjaga kekuatan otot. Begitu terjadi skoliosis, instrumentasi awal dan fusi tulang belakang (dengan kurva sekitar 30 derajat) dapat membantu mempertahankan fungsi paru. 2. Developmental D ysplasia of The H ip (DDH ) Mencerminkan spektrum kelainan pada perkembangan sendi panggul, mulai dari displasia acetabular yang ringan hingga dislokasi yang tidak dapat direduksi. Jenis-jenis: 1. Tereduksi dan stabil, namun displastik 2. Tereduksi namun dapat didislokasikan 3. Dislokasi namun dapat direduksi 4. Dislokasi dan tidak dapat direduksi
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
64
Patofisiologi Pertama kali dislokasi dapat terjadi adalah 10 minggu ketika limb bud ekstremitas bawah berputar secara medial. Gangguan neuromuskular dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot yang menyebabkan dislokasi sekitar usia gestasi 18 minggu. Selama 4 minggu terakhir masa gestasi, kekuatan mekanik berperan penting dalam posisi sendi panggul. Pasca persalinan, pembungkus ekstremitas bawah menyangga panggul dalam posisi ekstensi dan adduksi dan hal ini dapat menjadi faktor tambahan untuk terjadinya subluksasi atau dislokasi. Dalam posisi subluksasi, labrum akan diratakan di bawah tekanan caput femur dan menjadi rata atau eversi, kemudian akan terjadi pendangkalan acetabulum sendi panggul yang tidak stabil. Kelainan skeletal lainnya yang umumnya terkait dengan DDH meliputi torticollis dan kelainan postural kaki seperti metatarsus adductus Diagnosis Semua neonatus harus menjalani pemeriksaan klinis pada panggulnya, dan pada panggul – panggul bayi yang berisiko tinggi akan dilakukan pemeriksaan USG, namun masih ada perdebatan mengenai peran optimalnya. Tes Barlow dan Ortolani adalah pemeriksaan penting dalam pemeriksaan panggul pada bayi baru lahir. DDH bilateral selalu lebih sulit didiagnosis karena perubahan simetris lebih sulit untuk dinilai. Pemeriksaan Pencitraan Penggunaan USG multiplanar dan dinamis memungkinkan kita untuk visualisasi caput femur didalam acetabulum dan untuk menilai bentuk dan kedalaman cup acetabulum. USG paling baik digunakan sebelum usia 6 bulan, setelah itu pemeriksaan dengan x-ray polos lebih bermanfat oleh karena mulainya proses osifikasi. Managemen dan Tatalaksana Penanganan pasien dengan hasil Ortolani yang positif, terdislokasi namun dapat direduksi, harus dimulai sesegera mungkin. Tatalaksana umumnya dilakukan dengan mempertahankan hip dalam posisi abduksi dengan menggunakan brace. Brace yang paling umum digunakan secara internasional adalah Pavlik harness (PH). 3. Congenital Talipes Equinovarus (I diophatic Club F oot) Dalam kondisi equinovarus full-blown tumit berada dalam posisi equinus, seluruh hindfoot posisi varus dan mid and hindfoot dalam posisi adduksi dan supinasi. Penyebab pasti dari club foot tidak diketahui, meski kemiripan dengan kelainan lain menunjukkan beberapa kemungkinan mekanisme yang mendasari. Patologi Anatomi Poin utama dari CTEV adalah os calcis mengalami internal rotasi di sekitar ligamentum talocalcaneal. Kulit dan jaringan lunak cruris dan sisi medial pedis menjadi pendek dan kurang berkembang. Gambaran klinis Kedua kakinya berbalik dan memutar ke dalam dimana plantar pedis menghadap posteromedial. Gambaran klinis CTEV diklasifikasikan oleh Pirani sehingga derajat beratnya CTEV dapat dinilai saat lahir dan kemajuan terapi dapat dipantau. Enam penilaian klinis masing – masing diberi nilai 0, 0.5 atau 1.0: Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
65
• M edial crease • Lateral border of foot • Caput lateral os talus • Posterior crease • Empty heel • Dorsofleksi ankle. Pada bayi dengan club foot , manuver untuk menggerakkan posisi tersebut akan mengalami tahanan dan bahkan tidak bisa digerakkan sama sekali pada kasus yang parah. Pemeriksaan X-ray Pemeriksaan x-ray digunakan terutama untuk menilai kemajuan setelah terapi pada anak yang lebih tua dan jarang digunakan dalam penilaian awal dan manajemen CTEV. Proyeksi anteroposterior diambil didapatkansudut layang-layang / kite’s angle) mungkin hampir sejajar. Film lateral diambil dengan pedis diposisikan dorsofleksi dan didapatkan rockerbottom deformity. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah untuk membuat dan mempertahankan padis dalam posisi plantigrade. Metode tatalaksana namun manajemen konservatif dengan casting serial sekarang dianggap paling sesuai. Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
66
Topik 22 Rehabilitasi Medik Dasar pada Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, sendi, kartilago, ligamen, tendon, dan otot. Kelainan muskuloskeletal memiliki beragam variasi dari cidera atau trauma akut sampai kondisi kronis misalnya osteoarthritis, yang menjadi salah satu diagnosis terbanyak pada praktik umum.. Kelainan muskuloskeletal kronis adalah penyebab tersering nyeri kronis yang didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Osteoarthritis merupakan penyebab utama nyeri kronis, dan nyeri punggung bawah adalah lokasi paling sering. Individu dengan nyeri kronis memiliki risiko lebih tinggi depresi, obesitas, penyakit jantung, dan mortalitas dini. Disabilitas yang ditimbulkan oleh kelainan muskuloskeletal adalah limitasi gerakan, gangguan aktivitas sehari-hari, dan ketidakmandirian sehingga membutuhkan bantuan saat aktivitas dan perawatan diri. Peran rehabilitasi medis adalah diagnosis sampai terapi secara komprehensif. Intervensi terapeutik harus berdasarkan evaluasi pasien yang benar, dengan tujuan terapi adalah mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi, aktivitas, dan partisipasi, serta tujuan jangka panjang adalah mengembalikan individu dengan disabilitas ke tingkat kemandirian terbaik yang dimungkinkan baik dari segi fisik, mental, sosial, mapupun ekonomi. Evaluasi sistem muskuloskeletal bersifat menyeluruh. Anamnesis mencakup nyeri otot dan atau sendi, kelemahan otot, atrofi, hipertrofi, deformitas skeletal, fraktur, keterbatasan lingkup gerak sendi, kaku sendi, pembengkakan jaringan lunak dan pembengkakan sendi. Evaluasi pasien tidak hanya mengenai penyakit, tetapi juga bagaimana penyakit tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keluarga pasien dan lingkungan sosial, pekerjaan, status ekonomi, dan harapan pasien. Penilaian fungsional memerlukan pengertian tentang perbedaan antara penyakit (disease), impairment , disabilitas dan handicap. Impairment tidak dapat dikurangi atau diperbaiki pada beberapa penyakit kronis, sehingga intervensi berfokus pada disabilitas dan handicap. Identifikasi kemampuan fungsi yang masih ada penting untuk menyusun program rehabilitasi. Konsekuensi fungsional ditetapkan setelah diagnosis medis ditegakkan, mendasari diagnosis rehabilitasi. Manajemen kelainan sistem muskuloskeletal yang optimal meliputi terapi farmakologis dan non-farmakologis, termasuk edukasi, penurunan berat badan, terapi latihan, dan modalitas fisik. Terapi farmakologi berupa medikasi oral, topikal, ataupun injeksi intraartikular. Aktivitas fisik adalah gerak tubuh oleh otot skeletal yang menghasilkan pengeluaran energi, sedangkan latihan adalah aktivitas fisik yang terstruktur, terencana, dan repetitif. Latihan dan atau aktivitas fisik menjadi kunci rekomendasi terapi sistem muskuloskeletal. Komponen peresepan latihan adalah mode yaitu bentuk/tipe latihan yang dilakukan, intensitas yaitu tingkat kesulitan secara fisiologi, durasi yaitu lama latihan dilakukan, frekuensi yaitu jumlah sesi latihan per hari dan per minggu, progresi yaitu peningkatan aktivitas karena adanya adaptasi tubuh. Terapi latihan yang dapat diberikan adalah latihan lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif, peregangan, penguatan otot, latihan keseimbangan, propriosepsi, latihan aerobik, dan latihan berbasis air. Latihan penguatan otot quadriceps memperbaiki kekuatan otot, mengurangi nyeri, dan memperbaiki fungsi fisik pada 50-75% pasien dengan osteoarthritis lutut. Latihan akuatik memperbaiki nyeri dan disabilitas pada banyak kondisi muskuloskeletal. Program terapi latihan harus bersifat individual, berfokus pada pasien dengan mempertimbangkan faktor usia, komorbiditas, dan mobilitas individu. Modalitas adalah agen fisik yang memproduksi respon terapi pada jaringan, dibagi menjadi modalitas terapi panas, dingin, air, suara, listrik, dan elektromagnetik. Terapi panas berdasarkan kedalaman yang dapat dicapai, dibagi menjadi terapi panas superfisial dan Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
67
dalam. Janis terapi panas superfisial adalah hot packs, heating pads, paraffin bath, fluidotherapy, whirpool bath , dan radiasi. Terapi panas dalam atau yang disebut diathermy meliputi ultrasound (USD), shortwave (SWD), dan microwave (MWD). Efek fisiologis yang ditimbulkan adalah relaksasi, mengurangi nyeri, efek khusus pada sendi dan jaringan konektif adalah meningkatkan ekstensibilitas tendon dan aktivitas kolagenase sehingga mengurangi kaku sendi. Terapi panas diberikan untuk kasus tendonitis, tenosynovitis, bursitis, capsulitis, arthritis, dan relaksasi otot. Pada kondisi inflamasi akut, sprain atau strain, dapat digunakan terapi dingin dengan cold-pack , ice massage, whirpool bath, dan cryotherapy-compression unit . Terapi listrik berupa Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan terapi laser dapat mengurangi nyeri dan inflamasi. Penggunaan alat bantu jalan dan orthosis membantu mengurangi beban pada sendi, stabilisator dan protektor sendi. Terapi okupasi dapat diberikan kepada penderita penyakit muskuloskeletal, dengan tujuan untuk memperbaiki atau mempertahankan fungsi dalam pekerjaan, perawatan diri dan aktivitas dalam rumah tangga, peran sosial, dan status psikologis. Referensi: 1. Delisa JA (ed). Physical Medicine and Rehabilitation, PRinciples and Practice, 4 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2005
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
68
Topik 23 Benjolan pada MSK/ Miscelenous (Tumor, Bengkak pada Lengan dan Tungkai mis: Kista, Lipoma, dll)
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu : 1. Menjelaskan perbedaan tumor ganas dan jinak 2. Menjelaskan tumor tulang perimer dan sekunder 3. Menjelaskan prinsip penanganan pada tumor 4. Menjelaskan beberapa tumor pada muskuloskeletal Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut neoplasma. Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Insiden terjadinya dari seluruh tumor tulang primer : 65,8% bersifat jinak dan 34,2% bersifat ganas, ini berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat ganas. KLASIFIKASI TUMOR TULANG MENURUT WHO Klasifikasi menurut WHO ditetapkan berdasarkan atas kriteria histologis, jenis diferensiasi sel sel tumor yang diperlihatkan dan jenis intraseluler matriks yang iproduksi. KLASIFIKASI TUMOR TULANG MENURUT WHO TAHUN 1972
ASAL SEL JINAK Osteogenik Osteoma Osteosarkoma Osteoid Osteoma Parosteal osteosarkoma Osteoblatoma Osteoblatoma Koundrogenik Kondroma Osteokondroma Giant cell tumor Mielogenik Sarkoma reticulum Limfosarkoma Mieloma Vaskuler Hemangioma Limfangioma Intermediate: Tumor glamous Hemangioma – endotelioma Hemangioma perisitoma Jaringan lunak Fibroma desmoplastik Liposarkoma Mesenkimoma ganas Sarkoma tak berdeferensiasi Tumor lain Neurofibroma Tumor tanpa klasifikasi Kista aneurisma Kista juxta artikuler Defek metafisis Granuloma eosinofil Displasia Fibrosa Miositis eosifikasi Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
Neurinoma Adamantinoma
GANAS
Kondrosarkoma Osteoklastoma Sarkoma Erwing
Angiosarkoma
Fibrosarkoma
Kardoma
Kista soliter
69
Yang paling penting untuk mengetahui bahwa seseorang menderita tumor tulang adalah anamnesis untuk menegakkan diagnosis tumor tulang jenis apa yang diderita oleh si pasien dan tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah: umur, lama dan perkembangan, nyeri, pembengkakan Pemeriksaan fisik meliputi :lokasi, besar, bentuk, batas dan sifat tumor, gangguan pergerakan sendi, spasme otot dan kekakuan tulang belakang, dan fraktur patologis. Pemeriksaan Radiologis Foto polos dapat memberikan gambaran tentang: 1. lokasi lesi yang lebih akurat apakah pada daerah epifisis, metafisi, diafisis atau pada organ organ tertentu. 2. apakah tumor bersifat sifat soliter atau multipel 3. jenis tulang yang terkena 4. dapat memberikan gambaran sifat sifat tumor yaitu:batas dan sifat sifat tumor. Pemeriksaan Laboratorium Biasanya pemeriksaan yang dilakukan meliputi:darah, LED, hemoglobin, serum alkali fosfatase, serum elektroforesis protein, serum asam fosfatase serta pemeriksaan protein urin Bence jones. Pemeriksaan Biopsi Tujuan untuk memperoleh material yang cukup untuk pemeriksaan histologis, untuk membantu menentapkan diagnosisi serta staging tumor. Tentang biopsi tumor akan di elearning kan. Penatalaksanaan Penatalaksanaan tumor tumor jinak biasanya tidak terlalu sulit dibandingkan tumor tumor ganas. Pada tumor tumor ganas diperlukan kerjasama dan konsultasi antara ahli bedah onkologi, ahli bedah ortopedi, ahli radiologi, ahli patologi serta ahli prostetik dan rehabilitasi. A. Operasi Eksisi tumor dengan cara operasi dapat dilakukan dengan beberapa tehnik, yaitu: eksisi, eksisi marginal, eksisi luas, serta operasi radikal. B. Radioterapi Kombinasi radioterapi dapat pula diberikan berama sama dengan kemoterapi. Radioterapi dilakukan pada keadaan keadaan yang in openable misalnya adanya metastasis atau keadaan lokal yang tidak memungkinkan untuk tindakan operasi. C. Kemoterapi Obat obatan yang dipergunakan adalah metotreksat, adriamisin, Siklofosfamid, vinkristin, sisplatinum, pemberian kemoterapi biasanya dilakukan pada pre/pasca operasi.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
70
KISTA ATEROMA Definisi Kista ateroma adalah benjolan dengan bentuk yang kurang lebih bulat dan berdinding tipis, yang terbentuk dari kelenjar keringat (sebacea), dan terbentuk akibat adanya sumbatan pada muara kelenjar tersebut. Epidemiologi Kista epidermoid ditemukan kebanyakan pada orang dewasa baik laki laki maupun perempuan. Kelainan genetik seperti Gorlin sindrom (basal nevoid sel karsinoma), Pa Pancho chonych nychia ia kongenital tipe 2 (Jackson-Lawler tipe), dan Gardner sindrommungkin menjadi predisposisi tersendiri untuk menjadi kista. Gejala dan Tanda Kista sebasea tampak sebagai benjolan kecil, biasa tumbuh membesar perlahan di wajah, kulit kepala, punggung, telinga, dan lengan atas. Pada laki-laki, predileksi lokasi tersering adalah pada skrotum dan dada. Kista ini lebih sering ditemukan pada tempat-tempat berambut. Pada wanita benjolan kecil dapat ditemukan di genitalia, payudara, abdomen, wajah, leher, atau di mana saja. Infeksi dapat terjadi dengan manifestasi: kemerahan, tenderness, tenderness, t eraba eraba hangat pada massa dan daerah sekitarnya, terdapat material berwarna keabu-abuan, seperti keju, dan berbau busuk yang berasal dari benjolan Penyebab Terjadi proliferasi dari sel-sel epidermis. Sel epidermis membentuk dinding dari kista dan menyekresikan keratin protein ke dalam kantung. Keratin ini berwarna kuning yang kadang keluar dari kista. Faktor Resiko Usia, dapat terjadi pada semua usia, tapi tersering usia 30-40 tahun Pria : wanita = 2 : 1 Riwayat jerawat Luka pada kulit
Patofisiologi Kista ateroma sebagian besar merupakan hasil dari penyempitan unit dari pilosebasea. Kista tersebut sama seperti profil Sitokreatin pada infundibulum folikuler. Kista biasanya berkembang dengan lambat dan asimptomatis, terkadang bisa ruptur. Terapi Tidak memerlukan terapi medika mentosa. Kista sebasea ini dapat regresi spontan. Apabila tumbuh membesar dan mengganggu dapat dilakukan ekstirpasi kista. Apabila terjadi inflamasi pada kista dapat diinjeksikan steroid intra lesi dan antibiotik. Beberapa teknik operasi yang dapat digunakan untuk terapi kista sebasea antara lain: traditional wide excision, eksisi minimal, punch biopsy excision, serta lase r. Komplikasi Kista sebasea ini dapat terinfeksi, ruptur, dan terbentuk abses, namun jarang terjadi malignansi. Dapat pula terjadi infeksi serta berkembang mejadi karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa. LIPOMA Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
71
Definisi Lipoma merupakan tumor mesenkim jinak ( benign mesenchymal tumors) tumors ) yang berasal dari jaringan lemak (adipocytes (adipocytes). ).
Epidemiologi Sekitar satu persen dari populasi memiliki lipoma. Tumor Tumor ini dapat dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi t etapi paling sering terjadi pada usia pertengahan, sering ser ing muncul pada usia dari 40 sampai 60 tahun. Etiologi Penyebab sebenar tidak diketahui. Jenis-jenis lipoma Jenis-jenis lipoma antaranya adalah angiolipoleiomyoma , hibernoma, pleomorphic hibernoma, pleomorphic lipomas, serta lipomas, serta spindle-cell spindle-cell lipomas. lipomas.
corpus callosum,
Manifestasi klinis Lipoma seringkali tidak memberikan gejala. Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan dari dasar, dan tidak nyeri. Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm. Pemeriksaan Penunjang Pada lipoma yang letaknya subkutan biasanya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang kecuali untuk menyingkirkan menyingkirkan kecurigaan liposarcoma. Penatalaksanaan Lipoma dapat dilakukan eksisi in toto Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
72
Topik 24 Sport Medicine
Pada topik ini pengajar menyampaikan kepada mahasiswa agar mampu: 1. Menjelaskan cedera akibat olahraga 2. Melakukan Rest,Icing, Melakukan Rest,Icing, Compression dan Elevation (RICE) Cedera terkait olahraga dapat menyebabkan gangguan pada tulang belakang, extremitas bagian atas, serta extremitas bagian bawah. A. Cedera pada Tulang Belakang Klasifikasi 1. Cedera cervical spine tipe 1: Cedera spinal cord permanen, tipe 2: Cedera spinal cord sementara, tipe 3: terdapat kelainan radiologis tanpa defisit neurologis 2. Cedera thoracolumbar spine spine terdiri atas cedera jaringan lunak serta cedera pada tulang Epidemiologi Data NCAA tentang cedera sepak bola menunjukkan yang lebih tinggi tingkat trauma tulang belakang servikal pada tahun 1977. Tingkat fraktur, subluksasi, dan dislokasi tulang belakang cervical adalah 7,72 / 100.000 dan 30,66 / 100.000 untuk sekolah menengah dan atlet perguruan tinggi. Dengan pengenalan peraturan dilarang untuk melakukan tackling yang keras terutama pada sepak bola, angka ini menurun drastis, dan mengulangi studi pada tahun 1984 tercatat 2.31 / 100.000 dan 10.66 / 100.000 luka di kelompok usia atleti k serupa. Evaluasi Klinis Evaluasi meliputi kaidah ATLS meliputi mekanisme cedera, jenis olahraga yang mendasari, dan gejala pada ektremitas yang terjadi. B. Extremitas Atas 1. Cedera Bahu 1.1. Cedera sendi acromioclavicular Meliputi sendi sinovial diantara 1/3 distal clavicula dan acromion dari scapula. Jenis Jenisnya terdiri atas: trauma, AC joint arthrosis, dan osteolysis distal clavicula. 1.2 Cedera Glenohumeral Pola khas dari cedera ini adalah instabilitas shoulder dan impingement. Jenis Jenisnya terdiri dari murni impingement tanpa instabilitas, Instabilitas primer terkait cedera labral kronis, Instabilitas primer terkait hiperelastisitas ligamen, dan murni instabilitas tanpa impingement. 1.3 Fraktur clavicula dan humerus Fraktur clavicula diakibatkan kontak langsung ketika berolahraga. Fraktur humerus diklasifikasikan menjadi proximal, shaft, dan distal. Epidemiologi Cedera Bahu Pada pemain voli didapatkan angka kejadian cedera bahu kronik dan reinjury sebesar 2,98/1000 pemain jam dan 9,29/1000 jam pemain. Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
73
Evaluasi Klinis Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: tes active compression, anterior slide test , serta beberapa tes khusus terkait rotator cuff ( Neer impingement test, Kennedy-Hawkins test, painful arc test, whipple test). Serta tidak lupa dilakukan pemeriksaan posterior dan anterior drawer test. 1.4 Cedera Siku Klasifikasi Dikelompokkan menjadi cedera pada jaringan lunak dan cedera pada tulang. Fraktur supracondyler. Terjadi akibat cedera sekunder hiperekstensi pada siku. Tipenya dibagi menjadi tipe 1, tipe 2, tipe 3, dan tipe 4. Fraktur Caput radii dan collum. Terjadi akibat terjatuh dengan posisi tangan pronasi. Berdasarkan displacementnya, fraktur ini dibagi menjadi tipe 1, tipe 2, tipe 3, dan tipe 4. Fraktur Olecranon Terjadi akibat benturan langsung pada ulna atau terkadang akibat tarikan kuat pada otot tricep. Jenisnya berdasarkan derajat cominusi, stabilitas, da, displacement dibagi menjadi 3 yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Fraktur coronoid Jarang terjadi pada atlet. Dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Dislokasi siku Terjadi akibat jatuh dalam keadaan tangan terulur dan posisi hiperekstensi pada sendi siku Evaluasi Klinis Cedera Siku Perlu diketahui lebih lanjut mengenai usia, jenis olahraga yang dilakukan, titik paling nyeri pada siku, onset serta timbulnya nyeri terkait gerakan dalam olahraga, gejala neurovascular, cedera sebelumnya pada siku, adanya bengkak serta deformitas. Perlu dilakukan pemeriksaan palpasi dan range of movement. Cedera Wrist dan Hand Cedera pada regio ini dapat dibagi menjadi traumatik (fraktur, dislokasi, dan cedera ligamen) serta cedera overuse (De Quervains syndrome, extensor carpi ulnaris tendonitis, subluksasi extensor carpi ulnaris, intersection syndrome). Cedera Tulang pada Pergelangan Tangan Fraktur distal radius. Biasa terjadi ekstra artikuler dan merupakan low energy trauma. 2. Tatalaksana Metode RICE Protokol Rest, Ice, Compression dan Elevation (RICE) digunakan dalam penanganan awal cedera olahraga. 1. Pengompresan untuk mencegah pembengkakan bertambah, pakailah perban kompres yang lentur 2. Mengangkat kaki untuk mengurangi pembengkakan, duduk bersandar saat Anda istirahat dan naikkan kaki Anda lebih tinggi daripada level jantung Anda 3. Kompreskan es pada cedera selama 20 menit setiap kali, beberapa kali sehari 4. Minum obat non-steroidal anti-inflammatory yang akan mengurangi rasa nyeri dan pembengkakan 5. Beristirahat yang membolehkan Anda cuti dari aktivitas yang menyebabkan cedera. Jika pembedahan diperlukan untuk memperbaiki atau mengangkat kepingan meniskus yang robek, ini biasanya dilakukan dengan artroskopi (pembedahan lubang kunci). Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
74
Referensi: 1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. 2. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
75
Topik 25 Aspek Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Analgesik dan Muscle Relaxan pada Gangguan Muskuloskeletal
Kuliah farmakologi pada sistem neuromuskuloskeletal membahas dasar pemakaian obat yang digunakan pada: 1. Cedera yg kemudian menyebabkan nyeri neuropatik dan nosiseptik 2. Autoimun seperti reumatoid arthritis 3. Proses degeneratif (mis: osteoarthritis) 4. Gangguan metabolik (mis: gout arthritis) 5. Lain2 (mis: spame otot) Kuliah ini akan menekankan pada pemahaman farmakodinamik (mekanisme kerja) obat golongan: NSAID, kortikosteroid, opioid, urikostatik dan urikosurik, dan muscle relaxan. Materi tersebut akan disesuaikan dengan konsep patofisiologi masing-masing kelainan muskuloskeletal. Kuliah ini juga membahas aspek farmakokinetika masing-masing golongan obat tsb sehingga mahasiswa akan mampu memahami basis teori penatalaksanaan kasus neuromuskuloskeletal. Materi tentang tentang aspek farmakokinetik dan farmakodinamik obat analgesik pada gangguan muskuloskeletal akan diberikan pada perkuliahan, sedangkan materi tentang tentang aspek farmakokinetik dan farmakodinamik obat Muscle Relaxan pada gangguan musculoskeletal akan die-learningkan. Referensi: 1. Katzung BG, Trevor AJ, 2018. Basic and clinical pharmacology, 14thed. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc 2. Brunton L, Chabner B, Knollman B, 2011. Goodman & Gilman’s, The Pharmacological Basis of Therapeutics, 12thed. USA: The Mc Graw-Hill Companies, Inc. 3. Trevor AJ, Katzung BG, Kruidering-Hall M, Masters SB. 2015. Katzung & Trevors Pharmacology Examination & Board Review 11th ed. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc. 4. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G, 2015. Rang & Dale’s, Pharmacology, 8thed. London: Elsevier, Churchill Livingstone.
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
76
Tambahan
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
77
Referensi
Adam’s and Victor’s Principles of Neurology, Tenth Edition. McGraw -Hill 2014.
Boron WF, Boulpaep E, 2012. Medical physiology. 2 nd ed. A cellular and molecular approach. Updated ed. Elsevier Saunders, Philadelphia. Bradley’s Neurology in Clinical Practice. Vol 1, seventh edition. Elsevier 2016. Bromberg MB, Gordon SA, Handbook of Peripheral Neuropathy, USA, 2006. Brunton L, Chabner B, Knollman B, 2011. Goodman & Gilman’s, The Pharmacological Basis of Therapeutics, 12thed. USA: The Mc Graw-Hill Companies, Inc. Buku Petunjuk Praktikum Anatomi Campbell WW, DeJong RN. DeJong's The Neurologic Examination. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. Chapman MW. Chapman’s orthopaedic surgery. 3 rd ed. Boston: Lippincott Williams&wilkins; 2001. Current Diagnosis & Treatment Rheumatology. 2013. Eds: Imboden JB, Hellmann DB, Stone JH. 3 rd ed. Mc Graw Hill Education. De Jong (2005). Neurology Examination. McGraw-Hill. Delisa JA (ed). Physical Medicine and Rehabilitation, PRinciples and Practice, 4 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2005 Departemen Neurologi FK Unair (2011). Buku Ajar Neurologi. Airlangga University Press. Departemen Neurologi FK Unair (2011). Pedoman Diagnosis dan Terapi. Airlangga University Press. Diktat Kuliah Anatomi FK UNAIR Jilid 1, 2, 3 Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM, 2015. Gray’s Anatomy for Students, 3rd ed., Churchill Livingstone Elsevier. Ganong WF, 2005. Review of medical physiology. 22 nd ed. McGraw Hill, New York. Gartner L.P., Textbook of Histology, 4th Ed, Internati onal Ed, Elsevier 2017 Gilman S. Oxford American Handbook of Neurology. New York; 2010 Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurology. 9th ed. New York: McGraw Hill, 2012. Guyton AC, Hall JE, 2011. Textbook of medical physiology. 12 th ed. WB Saunders Co, Philadelphia. Hamilton N. Weimar W. Kinesiology: Scientific Basis of Human Motion. International Edition. McGrawHill. 2012 Harrison’s Rheumatology. 2013. Ed: Fauci AS. 3 rd ed. Mc Graw Hill Education. Hoppenfeld S, Orthopaedic Neurology, A Diagnostic Guide to Neurologic Levels, Lippincott Williams & Wilkins, New York. Hoppenfeld S. Orthopaedic Neurology. A Diagnostic Guide to neurologic levels.JB Lippincoott Company.1977. Katzung BG, Trevor AJ, 2018. Basic and clinical pharmacology, 14thed. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc Kelley’s Textbook of Rheumatology. 2013. Editors: Firestein GS, Budd RC, Gabriel SE, McInnes IB, O’Dell JR. 9 th ed. Elsevier Saunders. Konsil Kedokteran Indonesia (2012) Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Levine D, Richards J, Whittle MW. Whittle’s Gait Analysis 5 th Edition. Churchill Livingstone Elsevier. 2012
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
78
Miller MD, 2008. Review of Orthopaedics. 5 th edition.Philadelphia : Saunders Elsevier.pp230-236 Morrissy RT, Weinstein SL, 2006. Lovell& Winter’s Pediat ric Orthopaedics 6th edition.e-book:Lippincott Williams&Wilkins.pp1411-12 Mumenthaler M, Mattle H, Taub E. Fundamental of Neurology. New York; 2006Silbernagl S, Lang F, Color Atlas of Patophysiology. New York; 2000 Netter FH. Netter Atlas of Human Anatomy, Elsevier. Patel J. Sanjay et.al, Musculoskeletal Imaging , McGraw-Hill Education, Europe, 2014 Practice, 41st ed., Churchill Livingstone Elsevier. Priguna. Sakit neuromuskuloskeletal dalam praktik umum. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ, Henderson G , 2015. Rang & Dale’s, Pharmacology, 8thed. London: Elsevier, Churchill Livingstone. Reyes TM, Reyes OBL. Kinesiology. Volume Four of The Philippine Physical Therapy, Textbook series. UST Printing Office, 1978. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. New York; 2004 Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 10th Edition. Toronto; 2014 Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. 10th Edition. Toronto; 2014 Ross M. H & Pawlina, Histology a Text and Atlas, 6th Ed. 2011, Lippincott Williams & Wilkins Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal system. USA: Williams & Wilkins; 1999. Samuels MA. Manual of Neurologic Therapeutics. 7th Edition. Philadelpia; 2004 Schwartzman RJ (2006). Neurologic Examination. Blackwell Publishing Inc. Sherwood L, 2010. Human Physiology from Cells to Systems. 7 th ed. Brooks/Cole, Cengage Learning. Silverthorn DU, 2010. Human Physiology – An Integrated Approach 5 th ed. Pearson Education Inc. San Francisco, CA 94111. Sobotta Atlas of the Human Anatomy. Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed. London: Hodder Arnold; 2010. Standring S, 2015. Gray’s Anatomy, the Anatomical Basis of Clinical Practice, 41st ed., Churchill Livingstone Elsevier. Tachdjian MO, 1997. Clinical Pediatric Orthopaedics. The Art of Diagnosis an Principles of Management.Stamford : Appleton&Lange.pp107-8 Trevor AJ, Katzung BG, Kruidering-Hall M, Masters SB. 2015. Katzung & Trevors Pharmacology Examination & Board Review 11th ed. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc. Tsementzis SA (2000). Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. Thieme
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
79
Jadwal harian (landscape) Jam
07.0007.50 07.5008.40 08.4009.00 09.0009.50
Senin, 9 April 2018 A B Internas KonKonKontrak trak trak Perku- Perku- Perkuliahan liahan liahan
Selasa, 10 April 2018 A B Internas Sesi 10 Sesi 2 Sesi 7 (PAT) (NWT) (FB)
Break
Break
Break
Sesi 1 ( DNU)
Sesi 1 (BP)
Sesi 1 ( IKM)
09.5010.40
Minggu 1 Rabu, 11 April 2018 A B Internas Sesi 40 Sesi 11 Sesi 2 (MFQ) (LS) (NWT)
Kamis, 12 April 2018 A B Internas Sesi 7 Sesi 21 Sesi 20 (FB) (DAS) (AM)
Jumat, 13 April 2018 A B Internas Sesi 8 Sesi 37 Sesi 40 (PN) (MFQ)
Sesi 3 (NWT)
Sesi 22 (HBH)
Sesi 27 (F)
Sesi 12 (LS)
Sesi 3 (NWT)
Sesi 22 (HBH)
Sesi 27 (F)
Sesi 23 (AK)
Sesi 32 (AD)
Sesi 13 (MSA)
Sesi 27 (F)
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Sesi 13 (MSA)
Sesi 4 (TA)
Sesi 11 (TA)
Sesi 23 (AK)
Sesi 32 (AD)
Sesi 4 (TA)
Sesi 11 (RHM)
Sesi 20 (AM)
Sesi 13 (MSA)
Sesi 33 (LDR)
Sesi 14 (YA)
Sesi 8 (PN)
Sesi 14 (YA)
Sesi 5 (R)
Sesi 12 (TA)
Sesi 4 (TA)
Sesi 33 (LDR)
Sesi 5 (R)
Sesi 12 (RHM)
Sesi 8 (PN)
Sesi 14 (YA)
Sesi 25 (PAY)
Sesi 25 (EDY)
Sesi 25 (MED)
10.4011.00 11.0011.50
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Sesi 2 (NWT)
Sesi 22 (HBH)
Sesi 10 (RHM)
Sesi 20 (AM)
Sesi 23 (AK)
Sesi 32 (AD)
Sesi 9 (HSO)
Sesi 9 (ERW)
Sesi 9 (KIS)
Sesi 38 (MED)
Sesi 38 (FER)
Sesi 38 (LUK)
11.5012.40
Sesi 3 (NWT)
Sesi 7 (FB)
Sesi 21 (DAS)
Self study
Sesi 33 (LDR)
Sesi 5 (R)
Sesi 40 (MFQ)
Self study
Sesi 39 (DNU)
Sesi 39 (TYO)
Sesi 39 (JUP)
12.4013.30 13.3014.20
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study Self study
Praying
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
Jam
80
Senin, 16 April A B Internas
07.0007.50
Tutorial 1
07.5008.40 08.4009.00 09.0009.50
Break
Break
Break
TRAMED 1
09.5010.40
Selasa, 17 April A B Internas Sesi 15 Sesi 15 Sesi 15 (FER) (ERW) (MCH) Sesi 16 (FER)
Sesi 16 (ERW)
Sesi 16 (MCH)
Break
Break
Break
Sesi 31 (TYO)
Sesi 31 (SBS)
Sesi 31 (EDY)
Sesi 17 (RS)
Sesi 6 (II)
Sesi 37
Break
Break
Break
Sesi 30 (TYO)
Sesi 30 (SBS)
Sesi 30 (EDY)
10.4011.00 11.0011.50
Break
Break
Break
Self study
Sesi 18 (RS)
Sesi 19 (PR)
11.5012.40
Self study
Self study
Sesi 21 (DAS)
12.4013.30
Self study
Self study
Self study
Sesi 6 (II)
Self study
13.3014.20
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
Minggu 2 Rabu, 18 April 2018 A B Internas Tutorial 2 e- forum
Break
Break
Break
TRAMED 2
Kamis, 19 April 2018 A B Internas Sesi 37 Sesi 17 Sesi 26 (RS) (EDY)
Jumat, 20 April 2018 B Internas Self Sesi 26 Sesi 26 study (PAY) (MED)
Sesi 18 (RS)
Sesi 19 (PR)
Sesi 35 (TYO)
Sesi 35 (KIS)
Sesi 35 (LUK)
Sesi 17 (RS)
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Sesi 24 (BP)
Sesi 24 (LUK)
Sesi 24 (PAY)
Sesi 19 (PR)
Sesi 10 (TA)
Sesi 18 (RS)
A
Self study Break
Break
Break
Break
Break
Break
Sesi 34 (MCH)
Sesi 34 (DNU)
Sesi 34 (TRI)
Sesi 36 (TRI)
Sesi 36 (PAY)
Sesi 36 (SBS)
Sesi 29 (EDY)
Sesi 29 (TYO)
Sesi 29 (HSO)
Sesi 28 (IKM)
Sesi 28 (SBS)
Sesi 28 (FER)
Self study
Self study
Self study
Sesi 6 (II)
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Praying
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
81
Jam
Senin, 16 April A B Internas
07.0007.50
Tutorial 1
07.5008.40 08.4009.00 09.0009.50
Break
Break
Break
TRAMED 1
09.5010.40
Minggu 2 Rabu, 18 April 2018 A B Internas
Selasa, 17 April A B Internas Sesi 15 Sesi 15 Sesi 15 (FER) (ERW) (MCH) Sesi 16 (FER)
Sesi 16 (ERW)
Sesi 16 (MCH)
Break
Break
Break
Sesi 31 (TYO)
Sesi 31 (SBS)
Sesi 31 (EDY)
Sesi 17 (RS)
Sesi 6 (II)
Sesi 37
Break
Break
Break
Sesi 30 (TYO)
Sesi 30 (SBS)
Sesi 30 (EDY)
10.4011.00 11.0011.50
Break
Break
Break
Self study
Sesi 18 (RS)
Sesi 19 (PR)
11.5012.40
Self study
Self study
Sesi 21 (DAS)
12.4013.30
Self study
Self study
Self study
Sesi 6 (II)
Self study
13.3014.20
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Tutorial 2 e- forum
Break
Break
Break
TRAMED 2
Kamis, 19 April 2018 A B Internas Sesi 37 Sesi 17 Sesi 26 (RS) (EDY)
Jumat, 20 April 2018 B Internas Self Sesi 26 Sesi 26 study (PAY) (MED)
Sesi 18 (RS)
Sesi 19 (PR)
Sesi 35 (TYO)
Sesi 35 (KIS)
Sesi 35 (LUK)
Sesi 17 (RS)
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Sesi 24 (BP)
Sesi 24 (LUK)
Sesi 24 (PAY)
Sesi 19 (PR)
Sesi 10 (TA)
Sesi 18 (RS)
A
Self study Break
Break
Break
Break
Break
Break
Sesi 34 (MCH)
Sesi 34 (DNU)
Sesi 34 (TRI)
Sesi 36 (TRI)
Sesi 36 (PAY)
Sesi 36 (SBS)
Sesi 29 (EDY)
Sesi 29 (TYO)
Sesi 29 (HSO)
Sesi 28 (IKM)
Sesi 28 (SBS)
Sesi 28 (FER)
Self study
Self study
Self study
Sesi 6 (II)
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Praying
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
Jam
81
Senin, 23 April 2018 A B Internas.
07.0007.50
Selasa, 24 April 2018 A B Internas. Self study
Self study
Minggu 3 Rabu, 25 April 2018 A B Internas.
Self study
Tutorial 3
Break
Break
Jumat, 27 April 2018 A B Intern as Self Self Self study study study
PLENO
07.5008.40
08.4009.00 09.0009.50
Kamis, 26 April 2018 A B Internas Self Self Self study study study
Break
TRAMED 3
09.5010.40
Self study
Self study
Self study
Break
Break
Break
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Break
Break
Break
TRAMED 4
Praktikum Anato mi Break Praktikum Anato mi
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Break
Break
Break
Break
Break
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Praktikum Anatomi
10.4011.00 11.0011.50
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
11.5012.40
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
12.4013.30
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
13.3014.20
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
Break
Break Praying
Praktikum Anatomi
82
Jam
Senin, 23 April 2018 A B Internas.
07.0007.50
Minggu 3 Rabu, 25 April 2018 A B Internas.
Selasa, 24 April 2018 A B Internas. Self study
Self study
Self study
Tutorial 3
Break
Break
Jumat, 27 April 2018 A B Intern as Self Self Self study study study
PLENO
07.5008.40
08.4009.00 09.0009.50
Kamis, 26 April 2018 A B Internas Self Self Self study study study
Break
TRAMED 3
09.5010.40
Self study
Self study
Self study
Break
Break
Break
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Break
Break
Break
Praktikum Anato mi Break
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Break
Break
Break
Break
Break
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Praktikum Anato mi
TRAMED 4
Praktikum Anatomi
10.4011.00 11.0011.50
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Break
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
11.5012.40
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
12.4013.30
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
13.3014.20
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Praying
Praktikum Anatomi
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
82
Senin, 30April 2018 Jam
A
B
Internas
07.0007.50 07.5008.40 08.4009.00 09.0009.50
Selasa, 1 Mei 2018 A
B
Internas
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Break
Break
Break
Minggu 4 Rabu, 2 Mei 2018 A
B
Internas
Kamis, 3 Mei 2018 A
B
Internas
Jumat, 4 Mei 2018 A
Ujian Blok 1
Break
Break
Internas
Ujian Blok 2
Break
Ujian TRAMED
B
Break
Break
Break
Ujian TRAMED 2
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
09.5010.40
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
10.4011.00
Break
Break
Break
Break
Break
Break
11.0011.50 11.5012.40 12.4013.30
Self study
Self study
Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study
Self study
Self study
13.3014.20
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Praying
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
83
Senin, 30April 2018 Jam
A
B
Internas
07.0007.50 07.5008.40 08.4009.00 09.0009.50
Selasa, 1 Mei 2018 A
B
Internas
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Break
Break
Break
Minggu 4 Rabu, 2 Mei 2018 A
B
Internas
Kamis, 3 Mei 2018 A
B
Internas
Jumat, 4 Mei 2018 A
Ujian Blok 1
Break
Break
Internas
Ujian Blok 2
Break
Ujian TRAMED
B
Break
Break
Break
Ujian TRAMED 2
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
09.5010.40
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
10.4011.00
Break
Break
Break
Break
Break
Break
11.0011.50 11.5012.40 12.4013.30
Self study
Self study
Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study Self study
Self study
Self study
Self study
13.3014.20
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Self study
Praying
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
83
Keterangan Tabel (Indeks Berdasarkan Departemen)
ORTHOPEDI Sesi 1
Nama Sesi
Pengantar Perkuliahan Muskuloskeletal
Kelas, Hari, Tanggal dan Jam (WIB) A, B & Int: Senin, 9 April 2018, 09.00-10.40
Dosen (Nomer Telepon) A: Dr. Dwikora N, dr, SpOT (K) 08123036236 B: Prof Dr Bambang Prijambodo, dr, SpB., SpOT (K) 0811336033 Int: I Ketut M, dr., SpOT (K) 0811311725
9
Neuroanatomi Korelatif dari Aspek Orthopedi
A, B & Int: Rabu, 11 April 2018, 11.00-11.50
A: Dr. Heri Suroto, dr, SpOT (K) 08123406342 B: Erwin R, dr, SpOT (K) 0811345643 Int: Dr. Komang Agung I, dr, SpOT (K) 0811336080
15
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Orthopedi I
A, B & Int: Selasa, 17 April, 07.00-07.50
A: Dr. Ferdiansyah, dr, SpOT (K) 0811320635 B: Erwin R, dr, SpOT (K)
Keterangan Tabel (Indeks Berdasarkan Departemen)
ORTHOPEDI Sesi 1
Nama Sesi
Pengantar Perkuliahan Muskuloskeletal
Kelas, Hari, Tanggal dan Jam (WIB) A, B & Int: Senin, 9 April 2018, 09.00-10.40
Dosen (Nomer Telepon) A: Dr. Dwikora N, dr, SpOT (K) 08123036236 B: Prof Dr Bambang Prijambodo, dr, SpB., SpOT (K) 0811336033 Int: I Ketut M, dr., SpOT (K) 0811311725
9
Neuroanatomi Korelatif dari Aspek Orthopedi
A, B & Int: Rabu, 11 April 2018, 11.00-11.50
A: Dr. Heri Suroto, dr, SpOT (K) 08123406342 B: Erwin R, dr, SpOT (K) 0811345643 Int: Dr. Komang Agung I, dr, SpOT (K) 0811336080
15
16
24
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Orthopedi I (Tulang Belakang dan Pelvis)
A, B & Int: Selasa, 17 April, 07.00-07.50
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Orthopedi II (Ekstremitas atas dan Bawah)
A, B & Int: Selasa, 17 April, 07.50-08.40
Gangguan Tulang Belakang
A, B & Int: Kamis, 19 April 2018, 09.00-10.40
A: Dr. Ferdiansyah, dr, SpOT (K) 0811320635 B: Erwin R, dr, SpOT (K) 0811345643 Int: M. Zaim Chilmi, dr, SpOT (K) 0811310346 A: Dr. Ferdiansyah, dr, SpOT (K) 0811320635 B: Erwin R, dr, SpOT (K) 0811345643 Int: M. Zaim Chilmi, dr, SpOT (K) 0811310346 A: Prof. Dr. Bambang Prijambodo, dr, SpB., SpOT (K) B: Lukas W, dr, SpOT (K) 081230720898 Int: Primadenny A, dr, SpOT (K) 081803336666
25
Trauma: Fraktur pada Tulang Anak dan Remaja
A, B & Int: Jumat, 13 April 2018, 09.50-10.40
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
A: Primadenny A, dr, SpOT (K) 081803336666 B: Teddy Heri W, dr, SpOT (K) 081330047500 Int: Mouly Edward, dr, SpOT (K) 081331717005
84
26
Trauma: Fraktur pada Ekstremitas Atas - Bawah
A & B: Jumat, 20 April 2018, 07.00-07.50
A: Primadeni A, dr, SpOT (K) 081803336666 B: Mouly Edward, dr, SpOT (K) 081331717005
Int: Kamis, 19 April 2018, 07.00-07.50
Int: Teddy Heri W, dr, SpOT (K) 081330047500
28
Gangguan Metabolisme pada Tulang
A, B & Int: Kamis, 19 April 2018, 09.00-10.40
A: I Ketut M, dr, SpOT (K) 0811311725 B: Sulis Bayusentono, dr, Mkes, SpOT 081931505932 Int: Dr Ferdiansyah, dr, SpOT (K) 0811320635
29
Gangguan Otot (Nyeri, Kaku Otot dan Otot Mengecil)
A, B & Int: Rabu, 18 April 2018, 11.50-12.40
A: Teddy Heri W, dr, SpOT (K) 081330047500 B: Andre T, dr, SpOT (K) 0811304604 Int: Dr. Heri S, dr, SpOT (K) 08123406342
30
31
34
Gangguan Tendon (Tenosynovitis, Strain & Ruptur Achilles)
A, B & Int: Selasa, 17 April, 11.00-12.40
A: Andre T, dr, SpOT (K) 0811304604 B: Sulis Bayusentono, dr, Mkes, SpOT 081931505932 Int: Teddy Heri W, dr, SpOT (K) 081330047500
Gangguan Ligamen (Cedera Ligamen: Sprain Ligamen)
A, B & Int: Selasa, 17 April, 09.00-09.50
Patofisiologi dan Strategi Manajemen Osteoartritis
A, B & Int: Rabu, 18 April 2018, 11.00-11.50
A: Andre T, dr, SpOT (K) 0811304604 B: Sulis Bayusentono, dr, Mkes, SpOT 081931505932 Int: Teddy Heri W, dr, SpOT (K) 081330047500 A: M Zaim Chilmi, dr, SpOT (K) 0811310346 B: Dr Dwikora, dr, SpOT (K) 08123036236 Int: Triwahyu M, dr, SpOT
35
Infeksi MSK (Osteomyelitis, Arthritis septik & Ulkus pada Tungkai)
A & B: Jumat, 20 April 2018, 07.50-08.40
Int: Kamis, 19 April 2018, 07.50-08.40
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
A: Dr Komang A, dr, SpOT (K) 0811336080 B: Lukas W, dr, SpOT (K) 081230720898 Int: Andre T, dr, SpOT (K) 0811304604
85
36
Kelainan Kongenital Muskuloskeletal ( Duschene, dll)
A, B & Int: Kamis, 19 April 2018, 11.00-11.50
A: Tri Wahyu, dr, SpOT (K) 0811339114 B: Primadenny A, dr, SpOT (K) 081803336666 Int: Sulis Bayusentono, dr, Mkes, SpOT 081931505932
38
39
Benjolan pada MSK/ Miscelaneous (Tumor, Bengkak pada Lengan dan Tungkai) Sport Medicine
A, B & Int: Kamis, 12 April 2018, 11.00-11.50
A: Mouli E, dr, SpOT (K) 081331717005 B: Dr Ferdiansyah, dr, SpOT (K) 0811320635 Int: Lukas W, dr, SpOT (K) 081230720898
A, B & Int: Kamis, 12 April 2018, 11.50-12.40
A: Dr Dwikora, dr, SpOT (K) 08123036236 B: Andre T, dr, SpOT (K) 0811304604 Int: Jefri A, dr, SpOT (K) 08113602904
ANATOMI DAN HISTOLOGI 2
Anatomi Tulang dan Kolumna Vertebralis
A: Senin, 9 April 2018, 11.00-11.50 B: Selasa, 10 April 2018, 07.00-07.50
A, B & Int: Dr. Ni Wajan T, dr., MS., PA(K) 0811342135
Int: Rabu, 11 April 2018, 07.00-07.50 3
Anatomi Arthrologi Umum
A: Senin, 9 April 2018, 11.50-12.40 B: Selasa, 10 April 2018, 07.50-08.40
A, B & Int: Dr. Ni Wajan T, dr., MS., PA(K) 0811342135
Int: Rabu, 11 April 2018, 07.50-08.40 4
5
Histologi Otot Bergaris dan Regenerasi Jaringan Otot Histologi Tulang dan Bone Remodelling
A: Rabu, 11 April 2018, 09.50-10.40 B: Selasa, 10 April 2018, 09.00-09.50
A, B & Int: Tania Ardiani, Dra, MS 08123076520
Int: Rabu, 11 April 2018, 09.00-09.50 A: Rabu, 11 April 2018, 11.50-12.40 B: Selasa, 10 April 2018, 09.50-10.40
A, B & Int: Rimbun, dr, M.Si 081231669386
Int: Rabu, 11 April 2018, 09.50-10.40
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
86
FISIOLOGI 6
Fisiologi Neuromuskuler I (Fisiologi Kinesiologi, Transmisi Neuromuskular)
A: Selasa, 17 April 2018, 12.40-13.30 B: Selasa, 17 April 2018, 09.50-10.40
A, B & Int: Irfiansyah Irwadi, dr., M.Si 0818323529
Int: Rabu, 18 April 2018, 12.40-13.30
PSIKIATRI 23
Nyeri Muskuloskeletal II (Nyeri Psikogenik)
A: Rabu, 11 April 2018, 09.00-09.50 B: Selasa, 10 April 2018, 11.00-11.50
A, B & Int: Agustina Konginan, dr, SpKJ-K 08123139533
Int: Kamis, 12 April 2018, 07.50-08.40
INTERNA 32
Aspek Medis Osteoartritis
A: Jumat, 13 April 2018, 07.50-08.40 B: Rabu, 11 April 2018, 09.00-09.50
A, B & Int: dr. Awalia, SpPD-KR 08123525982
Int: Selasa, 10 April 2018, 11.00-11.50 33
Aspek Medis Artritis Reumatoid
A: Jumat, 13 April 2018, 09.00-09.50 B: Rabu, 11 April 2018, 09.50-10.40
A, B & Int: dr. Lita Diah, SpPD-KR 0817588684
Int: Selasa, 10 April 2018, 11.50-12.40
NEUROLOGI 7
8
Fisiologi Neuromuskuler II (Otot dan Kontraksi Otot pada Level Selular, Transduksi Sinyal Saraf , contoh kasus MG GBS Bells palsy dll)
A: Kamis, 12 April 2018, 07.00-07.50
Neuroanatomi Korelatif dari Aspek Neurologi
A: Jumat, 13 April 2018, 07.00-07.50
A, B & Int: Fadil Baktir, dr., SpS 08563139723
B: Senin, 9 April 2018, 11.50-12.40
Int: Selasa, 10 April 2018, 07.00-07.50
B: Kamis, 12 April 2018, 09.50-10.40
A, B & Int: Priya Nugraha, dr, SpS 081330466000
Int: Jumat, 13 April 2018, 09.00-09.50 13
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Neurologi I
A: Selasa, 10 April 2018, 09.00-09.50 B: Jumat, 13 April 2018, 07.50-08.40
A, B & Int: M. Saiful Ardhi, dr., SpS 08123133374
Int: Kamis, 12 April 2018, 09.00-09.50
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
87
14
20
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik dari Aspek Neurologi II
A: Selasa, 10 April 2018, 09.50-10.40
Acute Medullar Compression
A: Selasa, 10 April 2018, 11.00-11.50
B: Jumat, 13 April 2018, 09.00-09.50
A, B & Int: Yudhi Adrianto, dr., SpS 081288299990
Int: Kamis, 12 April 2018, 09.50-10.40
B: Kamis, 12 April 2018, 09.00-09.50
A, B & Int: Abdullah Machin, dr., SpS 081330008306
Int: Kamis, 12 April 2018, 07.00-07.50 21
22
Radicular Syndrome, Hernia Nucleus Pulposus, dan Referred Pain
A: Selasa, 10 April 2018, 11.50-12.40
Nyeri Muskuloskeletal I
A: Kamis, 12 April 2018, 07.50-08.40
B: Kamis, 12 April 2018, 07.00-07.50
A, B & Int: Devi Ariani Sudibyo, dr., SpS 0818310035 08113321802
Int: Senin, 16 April, 11.50-12.40
B: Senin, 9 April 2018, 11.00-11.50
A, B & Int: Hanik B. Hidayati, dr., SpS 082131035699
Int: Selasa, 10 April 2018, 07.50-08.40 27
Peripheral Nerve Compression (radial, ulnaris, medianus compression, Peroneal Palsy & Tarsal Tunnel Syndrome)
A: Rabu, 11 April 2018, 07.50-08.40
B: Kamis, 12 April 2018, 07.50-08.40
A, B & Int: Fidiana, dr., SpS 0811319957
Int: Jumat, 13 April 2018, 07.50-08.40
KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI 10
11
12
Kinesiologi ROM
dan
Fisiologi Berjalan
Gangguan Berjalan
A: Selasa, 10 April 2018, 07.00-08.40
A. dr. Patricia Maria, SpKFR-K 08123019576
B: Jumat, 20 April 2018, 09.00-10.40
B: TA, dr, SpKFR
Int: Senin, 9 April 2018, 11.00-12.40
Int: dr. Reni Hendrarati, SpKFR-K 0816500083
A: Kamis, 12 April 2018, 09.00-09.50
A: dr. Reni Hendrarati, SpKFR-K 0816500083
B: Rabu, 11 April 2018, 07.00-07.50
B: LS, dr, SpKFR
Int: Selasa, 10 April 2018, 09.00-09.50
Int: TA, dr, SpKFR
A: Kamis, 12 April 2018, 09.50-10.40
A: RHM, dr, SpKFR
B: Rabu, 11 April 2018, 07.50-08.40
B: LS, dr, SpKFR
Int: Selasa, 10 April 2018, 09.50-10.40
Int: TA, dr, SpKFR
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
88
37
Rehabilitasi Medik Dasar pada Muskuloskeletal
A: Kamis, 19 April 2018, 07.00-07.50
A.
B: Jumat, 13 April 2018, 07.00-07.50
B.
Int: Selasa, 17 April 2018, 09.50-10.40
Int.
RADIOLOGI 17
Pemilihan Modalitas Imejing pada MSK
A: Selasa, 17 April, 09.50-10.40 B: Kamis, 19 April 2018, 07.00-07.50
A, B & Int: Dr Rosy Setiawati, dr., Sp.Rad(K) 08155032109
Int: Jumat, 20 April 2018, 07.50-08.40 18
19
Analisis Sistematis Imejing pada Foto Konvensional Tulang
A: Kamis, 19 April 2018, 07.50-08.40
Imejing pada Fraktur
A: Jumat, 20 April 2018, 09.00-09.50
B: Senin, 16 April, 11.00-11.50
A, B & Int: Dr Rosy Setiawati, dr., Sp.Rad(K) 08155032109
Int: Jumat, 20 April 2018, 09.00-09.50 A, B & Int: Dr Paulus Rahardjo, Sp.Rad(K)
B: Kamis, 19 April 2018, 07.50-08.40 Int: Senin, 16 April, 11.00-11.50
FARMAKOLOGI 40
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Analgesik Neuromuskuler
A: Rabu, 11 April 2018, 07.00-07.50 B: Rabu, 11 April 2018, 11.50-12.40
A, B & Int: Mohammad Fathul Qorib, dr., SpKFR 08123447376
Int: Jumat, 13 April 2018, 07.00-07.50
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
89
Daftar keterampilan klinis yang terkait/ dipelajari Jadwal Tramed
TRAMED
KELOMPOK
Kelompok I-V Kelompok VI-X Kelompok XI-XV Kelompok XVI-XX
TRAMED 1
TRAMED 2
TRAMED 3
TRAMED 4
Senin, 16 April 2018 09.00-10.40
Rabu, 18 April 2018 09.00-10.40
Senin, 23 April 2018 09.00-10.40
Rabu, 25 April 2018 09.00-10.40
Materi 1
Materi 2
Materi 3
Materi 4
Materi 2
Materi 3
Materi 4
Materi 1
Materi 3
Materi 4
Materi 1
Materi 2
Materi 4
Materi 1
Materi 2
Materi 3
Keterangan Materi TRAMED: Materi 1: Pemeriksaan sensorik Penanggung jawab: M. Saiful Ardhi, dr, SpS (08123133374) Materi 2: Pembacaan foto fraktur pada ekstrimitas atas dan bawah Penanggung jawab: Dr Rosy Setiawati, dr, Sp.Rad (K) (08155032109) Materi 3: Pemasangan bidai pada fraktur Penanggung jawab: Sulis Bayusentono, dr, Mkes, SpOT (081931505932) Materi 4: Pemeriksaan fisik pada ekstrimitas atas dan bawah Penanggung jawab: Sulis Bayusentono, dr, Mkes, SpOT ( 081931505932)
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
90
Lain-lain Jadwal Tutorial
TUTORIAL
Tutorial 1
Waktu
Kelas
Senin, 16 April 2018, 07.00-08.40
Tatap muka
Pembagian Kasus
Kelompok ganjil: kasus 1 Tutorial 2
Rabu, 18 April 2018, 07.00-08.40
E-forum Kelompok genap: kasus 2
Tutorial 3
Senin, 23 April 2018, 07.00-08.40
Tatap muka
Pleno
Rabu, 25 April 2018, 07.00-08.40
Tatap muka
Membahas kasus 1 & 2
Kasus 1: Penanggung jawab: Fadil Baktir, dr, SpS (08563139723) Kasus 2: Penanggung jawab: Sulis Bayusentono, dr, Mkes, SpOT (081931505932)
Buku Blok Muskuloskeletal PSDP FK UNAIR
91