LAPORAN LAPORAN NEKROPS NEKROPSII ANJING ANJING Rabu, 24 Februari 2016
Disusun oleh: Kelompok A PPDH Gelombang I Tahun 2015/2016
Dosen Penanggung Jawab:
Dr Drh Sri Estuni Estunings ngsih, ih, Msi, Msi, APVet APVet Dosen Tentor:
Dr Drh Wiwin Wiwin Winars Winarsih, ih, Msi, Msi, APVet APVet
PROGRAM PROGRAM PENDIDIKAN PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
No. Protokol Hari/Tanggal Dosen PJ Anamnesa
Signalement Nama Hewan Jenis Hewan Bangsa Jenis Kelamin Umur Warna Bulu Tanggal Nekropsi Asal
: P/05/16 : Rabu, 24 Februari 2016 : Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi, APVet : Anjing telah menggigit 3 orang, kemudian di observasi rabies mulai tanggal 17 Januari 2016 hingga tanggal 4 Februari 2016. Kemudian anjing d eutanasia pada tanggal 11 Februari 2016 : Bruno : Anjing : Mix Pitbull dan Rotwiler : Jantan : ± 4 tahun : Coklat : 24 Februari 2016 : RSHP IPB
Hasil Pemeriksaan Nekropsi Organ Keadaan Umum Luar Kulit dan rambut
Mukosa Mata - Kiri - Kanan Telinga Lubang kumlah lain Subkutis Warna Perlemakan Otot Kelenjar pertahanan perifer Ln. Mandibularis Ln. retropharyngeal Ln. Prescapularis Ln. Axillaris Ln. Poplitea
Epikrise
Diagnosa PA
Tidak ada kelainan, ada ektoparasit (merata di seluruh tubuh) Pucat
Infeksi parasit
Lensa keruh Sklera merah Kotorm ditemukan caplak Ada sisa kotoran di anus
Katarak Iritasi Infeksi parasit Tidak ada kelainan
Kemerahan di beberapa bagian Sedang Tidak ada kelainan
Hiperemi subkutis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Kanan dan kiri bengkak Kanan dan kiri bengkak Kanan dan kiri bengkak
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Rongga abdomen Situs viserum Lain-lain Rongga thoraks Tekanan negatif Situs viserum Lain-lain Traktus Respiratorius Sinus hidung Faring Laring Trakhea Bronkhus Paru-paru
Tidak ada kelainan Ada cairan
Tidak ada kelainan Hemoperitonium
Ada Tidak ada kelainan Ada cairan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Hemothorax
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Terdapat busa Terdapat busa Terdapat area berpasir di lobus cranialis dextra Warna gelap pada sebagian paru-paru Uji apung positif
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Edema pulmonum Edema pulmonum Mineralisasi
Ada bercak darah Traktus Digestivus Rongga mulut
Lidah Esofagus Lambung Usus Halus Usus Besar Empedu Pankreas Hati Traktus Sirkulatorius Jantung
Pembuluh darah Sistem Limforetikuler Limpa
Kongesti Emphisema interstisialis Pneumonia
Mukosa pucat, tidak ada perlukaan, ada karang gigi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Masih ada pakan Masih ada pakan Masih ada pakan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Periodontitis
Pembesaran lumen ventrikel kanan dan penipisan dinding vebtrikel kanan Pengecilan lumen ventrikel kanan dan penebalan dinding ventrikel kiri Muskullus papilaris menonjol
Dilatasi ventrikel kanan
Tepi menebal, ujung tumpul, ada ikutan darah saat di insisi, tidak keriput
Splenitis
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Hipertropi ventrikel kiri Endokarditis nodularis valvularis
Insisi : runtuhan + darah Traktus Urogenitalia Ginjal Ureter Vesika urinaria Urethra Kel prostat Testikel Penis Sistem Lokomosi Tulang Sumsung tulang Persendian
Warna medula lebih gelap Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kongesti Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Diagnosa kausalis
: Edema pulmonum, emphysema dan pneumonia
Diagnosa banding
: Splenitis, Endokarditis nodularis valvularis
PEMBAHASAN Pada keadaan luar, ditemukan banyak caplak pada kulit, telinga dan rambut anjing. Pada mukosa mulut dan mata, terlihat berwarna lebih pucat. Hal ini bisa disebabkan karena anjing mengalami anemia akibat infeksi dari parasit. Caplak yang terdapat pada tubuh anjing merupakan Rhipicephalus sanguineu, caplak ini memilki daur hidup diawali dari bentuk telur yang diletakkan induknya di tanah. Caplak dewasa yang telah kawin akan menghisap darah sampai kenyang, kemudian jatuh ke tanah dan bertelur (Dantas and Torrer 2010). Anjing mengalami infeksi yang cukup parah yang ditandai dengan adanya caplak di seluruh bagian tubuh, sehingga anjing dapat terjangkit parasit darah yang menyebabkan anemia. Pada bagian mata kanan, konjungtiva dan sclera terlihat merah dan berair. Keadaan ini menunjukkan adanya peradangan pada konjungtiva (konjungtivitis). Sclera yang berwarna merah dapat disebabkan karena adanya kongesti hipostatik karena posisi kematian. Lensa mata kiri anjing mengalami kekeruhan. Kekeruhan pada lensa mata menandakan adanya katarak. Katarak sering terjadi pada hewan tua,
namun dapat pula terjadi pada hewan muda. Penyebab katarak pada hewan muda antara lain karena trauma, keturunan, atau diabetes mellitus (Vaughan dan Dale 2000). Pada kasus kali ini, kemungkinan katarak disebabkan karena trauma. Bagian rongga mulut, tidak ditemukan kelainan. Jumlah gigi lengkap namun terdapat carries pada beberapa gigi geraham. Lubang kumlah yaitu hidung, mulut, telinga dan penis tidak ditemukan kelainan. Namun pada sekitar anus, terdapat feses yang mengindikasikan anjing mengalami diare. Anjing yang dinekropsi tidak gemuk sehingga perlemakan pada subkutis tidak banyak ditemukan. Beberapa bagian pada subkutis mengalami hiperemi yang terlihat kemerahan. Rongga abdomen dan thoraks ditemukan cairan berwarna merah. Pada keadaan normal, kedua rongga tersebut tidak berisi cairan. Hiperemi dan cairan yang terdapat pada rongga tubuh anjing tersebut terjadi karena adanya kongesti yang disebabkan oleh MgSO4 yang diinjeksi secara intracardial saat eutanasi. Hasil patologi anatomi traktus respiratorius hidung, sinus, larynx dan diafragma anjing tidak mengalami kelainan, ditemukan busa pada trachea sampai bronchus. Cairan berbusa itu timbul sebagai akibat dari gesekan antara udara dan cairan edema. Busa yang terbentuk akan bertahan lama, hal tersebut disebabkan oleh adanya kandungan albumin dalam cairan edema, sebagai protein yang mempertahankan tegangan permukaan. Lesio menunjukkan bahwa hewan mengalami edema pulmonum.
Edema
merupakan
gangguan
sirkulasi
yang
menyebabkan
terakumulasinya cairan edema (transudat) pada alveoli (Ressang 1984). Tertahannya aliran darah pada paru menyebabkan edema dan lolosnya eritrosit ke dalam ruang alveolar (Carlton dan Mc Gavin 1995). Pada paru-paru normal, cairan asal pembuluh darah akan mengalir ke jaringan interstitium dan akan diserap oleh pembuluh limfe. Edema akan terjadi jika ada kelebihan cairan transudat yang melebihi kapasitas penyerapan oleh pembuluh limfe. Edema pulmonum dapat terjadi bila terjadi kegagalan jantung kiri (Alasdair et al. 2008). Secara makroskopis pada edema paru terlihat tekstur seperti karet yang tegas akibat dari cairan edema dalam alveol dan interstitium serta penonjolan pada septa interlobular. Terdapat busa dari cairan edema yang terlihat pada bronkus (McGavin
dan Zachary 2007). Perubahan makroskopis dari edema juga dapat dilihat dengan jelas yang ditandai dengan akumulasi cairan transudate berwarna kekuningan yang umumnya mengandung protein dalam jumlah kecil. Kosistensi transudat biasanya kental dan meluas pada interstisium yang terkena dampak. Akumulasi cairan pada edema paru ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan (Nendrastuti dan Soetomo 2010). Edema paru dapat menyebabkan kematian karena mengganggu ventilasi normal. Kejadian edema paru paling sering ditemukan pada gagal jantung kiri. Paru-paru lobus cranialis dextra ditemukan mineral. Mineralisasi jaringan lunak ini terjadi karena hiperkalsemia sistemik, kalsium mengendap pada pembuluh darah dan apabila terjadi pada paru-paru secara patologi anatomi tampak kasar seperti berpasir serta berkonsistensi keras. Paru-paru juga mengalami kongesti, emphysema, dan pneumonia intersisialis. Setelah dilakukan uji apung, pada tiap lobus paru-paru, hasil menunjukkan terapung, hal ini diduga hewan mengalami pneumonia intertisialis. Pneumonia intertisial, daerah intertisium paru-paru berisi sel-sel radang dan sel-sel debris yang mengakibatkan pembuluh darah akan mengalami kongesti dan dilatasi, bila berlangsung kroni akan menyebabkan pneumonia alveolaris Emphysema merupakan merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan dinding alveolar yang menyebabkan overdistensi permanen ruang udara dan mengganggu jalannya udara sebagai pertukaran gas atau darah ( Santo 2001). Pemeriksaan sistem sirkulasi menunjukkan adanya kelainan pada organ jantung. Pengamatan pada organ jantung meliputi pericardium dan jantung. Pada pemeriksaan perikardium jantung masih terlihat terang tembus dengan sedikit perlemakan. Pada inspeksi organ jantung masih terlihat homogen. Pada saat dilakukan insisi pada pada ventrikel kiri terlihat hipertrofi sedangkan pada ventrikel kanan mengalami dilatasi. Hipertropi ventrikel kiri pada jantung ini ditandai dengan penyempitan lumen ventrikel jantung karena penebalan dinding karena M.papillaris yang menonjol dan M.trabekula cordis yang celahnya dalam. Pada hipertrofi jantung terjadi penambahan
jaringan otot jantung, hal ini disebabkan karena miokardium menyesuaikan diri pada penambahan kerja jantung dalam memenuhi kebutuhan darah seluruh tubuh. Hipertrofi jantung dapat disebabkan oleh kompensasi (kerja jantung yang berlebihan) dan dekompensasi (ditemukan pada anjing yang mengalami nefritis menahun). Selanjutnya kompensasi dari kerja jantung yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada bagian endocardium dan katup jantung yaitu berupa endocarditis nodularis valvularis. Dilatasi ventrikel kanan ditandai dengan otot jantung sebelah kanan yang cenderung lebih tipis, M.papillaris yang memipih dan M.trabekula cordis yang celahnya dangkal. Hasil patologi anatomi yang ditemukan pada jantung anjing adalah terjadi dilatasi ventrikel kanan karena adanya peningkatan tekanan pengisian ventrikel. Jantung kanan terutama ventrikel kanan berperan penting terhadap suplai darah menuju organ paru-paru. Apabila paru-paru mengalami peradangan akan berimplikasi terhadap dilatasi ventikel kanan. Sel-sel otot pada ventrikel kanan akan berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan kontraktil sehingga menimbulkan peningkatan aliran cardiac output dan volume darah menuju paru-paru (Madias, 2011). Kontraksi sel-sel otot ventrikel kanan terbatas sehingga sewaktu-waktu kerja ventrikel kanan akan menurun akibat kekuatan kontraktil menurun (Carlton & McGavin, 1995). Menurut Vleet & Ferrans (2006), hipertrofi dan dilatasi jantung serta terjadi peningkatan denyut jantung dapat menyebabkan kerja jantung semakin meningkat. Dilatasi dan hipertrofi pada otot jantung dapat mengakibatkan kegagalan fungsi jantung karena jantung tidak dapat memompa untuk memasok dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian pada hewan. Dengan pemberian MgSO4 yang diinjeksikan secara intracardial pada hewan anjing dapat menyebabkan jantung berhenti berdetak. Dimana MgSo4 berfungsi sebagai neuromuscular blocking agent . Zat ini tidak dapat dipakai sebagai anastetik, karena tidak menekan SSP. Pemberian secara cepat dengan dosis yang cukup besar dapat segera menyebabkan jantung berhenti berdetak (cardiac arrest ).
Pada pemeriksaan traktus digestivus, situs viscera anjing didapati tidak ada kelainan. Mulut anjing bersih, warna mukosanya pucat dan tidak ada perlukaan namun ada karang gigi. Gigi merupakan alat prehensi utama dalam mengambil makan. Anjing memiliki empat jenis gigi, yaitu gigi incisivus, caninus, premolar, dan molar. Gigi incisivus berfungsi untuk memotong makanan, gigi caninus digunakan untuk merobek makanan, gigi premolar untuk merobek dan membantu menggiling makanan serta gigi molar untuk mengunyah dan menggiling makanan (Hale 1998). Gigi yang berada di cavum oral rentan terhadap bakteri, virus, dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit periodontal. Penyakit periodontal disebabkan oleh infeksi bakteri dalam plak gigi yang terbentuk pada permukaan oral. Penyakit periodontal dapat memengaruhi kondisi gigi atau jaringan mulut lainnya (Bell 1965). Karang gigi merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi dan objek solid lainnya di dalam mulut (Colin 2006). Karang gigi berwarna kuning, cokelat, dan hitam (Carranza et al. 2006). Keberadaan karang gigi dapat memengaruhi status kesehatan anjing. Apabila karang gigi tidak diatasi maka akan menimbulkan bau tidak sedap dari mulut (halitosis) sebagai akibat pembusukan bakteri di karang gigi sehingga anjing menjadi gelisah. Aktivitas bakteri di antara gusi dan gigi tersebut menyebabkan struktur perlekatan gusi dan gigi menjadi lemah (Zambori et al. 2012). Karang gigi bersama saliva menghasilkan iritasi mekanik dan gangguan pengunyahan sehingga hewan kesulitan makan. Kondisi selanjutnya dapat menyebabkan penyakit periodontal, seperti gingivitis dan karies. Karang gigi anjing yang dinekropsi berwarna k uning. Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi lidah, didapati lidah tidak ada perlukaan, warnanya merah pucat dan homogen. Pemeriksaan traktus digestivus dilanjutkan dengan pemeriksaan pada esofagus. Esofagus anjing ini tidak ada perlukaan, warnanya homogen dan tidak ada kelainan lain. Pada lambung, usus halus dan usus besar didapati tidak ada kelainan, warnanya homogen tetapi berisi pakan. Pakan lebih banyak di bagian lambung berbanding di usus halus dan usus besar. Hal ini membuktikan bahwa pakan pada hari anjing tersebut mati masih belum tercerna dengan baik. Sekum didapati tidak ada kelainan.
Limpa anjing ini mengalami pembengkakan, dan ada pulpa merah yang melekat di pisau ketika uji usap dilakukan. Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring sel-sel darah merah, leukosit dan trombosit yang sudah tua. Darah dari limpa akan bergabung dengan aliran darah dari usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan tekanan vena porta karena sirosis, terjadi peningkatan blokade aliran darah dari limpa. Akibatnya, terjadi aliran darah kembali ke limpa dan limpa membesar (Kusumobroto 2007). Bentuk limpa membesar atau bengkak, hal ini ditunjukan dari ujung-ujungnya yang menjadi tumpul dan permukaan yang tidak keriput. Permukaan limpa tidak ada kelainan, memiliki aspek yang mengkilat, dan tidak ada perlukaan. Saat melakukan uji usap terdapat darah dan butiran seperti pasir yang menempel. Butiran seperti pasir ini adalah pulpa merah, hali ini disebabkan karna adany kongesti dan peradangan yang terjadi pada limpa atau splenitis (Trotta M et al. 2009).
Splenitis pada anjing merupakan peradangan atau penyakit infeksius pada limpa, seringkali disertai dengan pembengkakan atau splenomegali. Salah satu penyebab terjadinya terjadinya splenitis adalah adanya parasit darah. Parasit darah yang sering ditemukan adalah Babesia sp . Babesia sp. merupakan parasit darah yang memiliki vektor caplak. Caplak yang dapat menjadi vektor dari babesia adalah Ixodes sp., Dermacentor sp. dan Rhipicephalus sp. (Ano et al. 2001). Selain menimbulkan
splenitis dan splenomegali babesiosis juga dapat menyebabkan gejala klinis demam, pucat pada membran mukosa, depresi, dan limfadenitis. Mukosa pada rongga mulut anjing terlihat pucat, sementara limfadenitis ditandai dengan banyaknya limfunodus yang mengalami pembengkakan. Pada pemeriksaan traktus urogenital anjing ditemukan adanya kelainan berupa perubahan warna medula ginjal lebih gelap. Perubahan warna yang lebih gelap ini menandakan
terjadinya
kongesti.
Kongesti
merupakan
pembengkakan
pasif
pembuluh darah yang umumnya disebabkan oleh aliran darah yang keluar menurun sedangkan aliran darah yang masuk normal atau mengalami peningkatan (Miller 2007). Ginjal merupakan salah satu organ yang terkena efek toksisitas jika tubuh terpapar oleh zat-zat kimia. Glomerulus dan tubulus adalah bagian dari ginjal yang
mudah mengalami kelainan sehingga akan berdampak secara morfologis dan fungsional jika terjadi kerusakan. Kerusakan dapat berupa nekrosis, proliferasi sel, infiltrasi sel radang, lolosnya protein, dan makromolekul lain dalam jumlah yang besar, serta dapat terjadi atrofi, fibrosis, edema, vakuolisasi (Adinata et al. 2012).
Secara patologi, perubahan patologi yang disebabkan oleh Rabies dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis
Perubahan patologi dari penyakit Rabies adalah perubahan pada system saraf pusat (SPP) berupa enchepalomyelitis. Otak hanya terlihat sedikit mengalami kebengkakan pada bagian meningeal, pembuluh darah parenkim tersumbat, perubahan pada organ respirasi, dan gagal jantung (Civas 2014). Umumnya perubahan patologi secara makroskopis pada penyakit Rabies sangat bervariasi dan tidak terdapat perubahan patognomonis yang menciri terhadap Rabies (Akoso 2007). Perubahan yang makroskopis lainnya yang sering terlihat ialah adanya perdarahan pada selaput lendir didaerah mulut disebabkan oleh gejala pika atau anjing memakan segala sesuatu yang tidak wajar dan mengigit benda-benda keras yang meyebabkan trauma disekitar mulut. Hal ini sering diikuti oleh perubahan makroskopis yang berupa temuan barang-barang asing di perut seperti kawat, kayu dan sebagainya (Akoso 2007). Pembukaan jaringan (nekropsi) selain otak tidak diperlukan karena tidak akan membantu proses diagnosis (Akoso 2007). Untuk menunjang diagnosa dapat dilakukan pengambilan sampel berupa kelenjar ludah dan hypochampus (Civas 2014). Secara histologis tdak ada perubahan secara spesifik yang terjadi pada jaringan selain pada otak. Perubahan yang paling signifkan /atau patognomonik adalah adanya badan negeri (negri bodies) yaitu badan inklusi yang terdapat pada sitoplasma sel neuron (badan inklusi intrasitoplasma) yang diinfeksi oleh Rabies. Hal yang unik lainnya yang dapat dilihat dari Rabies adalah adanya persitensi virus dalam organ extraneural. Pada kasus-kasus Rabies yang bersifat dumb atau paralytic Rabies dengan bentuk awal dan prominent paralysis, perubahan pada saraf spinal akan
sangat terlihat bahkan pada beberapa kasus organ otak juga akan terlihat perubahan dengan memeperlihatakan gejala inflamasi pada batang otak (Civas 2014). Pengambilan
sampel
untuk
preparat
histopatologi
sebaiknya
diambil
pada
hipokampus, mesenfalon, otak kecil dan berbagai macam ganglia sehingga kemungkinan untuk mendeteksi adanya badan negri lebih besar (Civas 2014).
DAFTAR PUSTAKA Akoso, B T. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies Penyakit Menular Pada Hewan dan Manusia. Kanisius. Yogyakarta (ID). Alasdair et al. 2008. Noninvasive ventilation in acute cardiogenic pulmonary edema. N Engl J Med 359: 142-51. Adinata MO, Sudira WI, Berata KI. 2012. Efek ekstrak daun ashitaba (angelica keiskei) terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit (mus musculus) jantan. Buletin Veteriner Udayana 4(2):55-62. Ano H, Makimura S, Harasawa R (2001) Detection of Babesia species from infected dog blood by polymerase chain reaction. J Vet Med Sci 63:111-113 Bell, AF. 1965. Dental disease in the dog. J Small Anim Pract. 6: 421-428. th Carranza FA, Newman MG, Takei HH. 2006. Clinical Periodontology. 9 ed. Philadelphia (US): WB Saunders Company. Carlton WW, McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology Second Edition. Missouri (USA): Mosby. [CIVAS] Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies. 2014. Rabies. [diunduh 2016 Februari 2]. Tersedia pada: http://www.civas.net Colin D. 2006. Why Does Supragingival Calculus Form Preferentially on the Lingual Surface of the 6 Lower Anterior Teeth. J Can Dent Asso C. 72 (10) : 9223-6. Dantas and Torrer. 2010. Biology and ecology of the brown dog tick, Rhipicephalus sanguineus. Parasites & Vectors. 3:26. Hale, FA. 1998. Dental caries in the dog. Journal of Veterinary Dentistry. 15 : 79-83. Kusumobroto OH. 2007. Sirosis Hati dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi 1. Jakarta (ID): Jayabadi. Hal 335-345. Madias JE. 2011. Right ventricular dilatations often neglected component in the electrocardiographic assessment of patients with heart failure. Europaece. 13(9): 1217-1218 McGavin MD, Zachary JF. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke-4. USA (US): Mosby Elsevier. Miller L. 2007. Disturbances Of circulation. [internet]. [diunduh 2016 Feb 24]. Tersedia pada: http:// people.upei.ca/lmiller/2007_Circulatory_notes.pdf. Nendrastuti H, Soetomo M. 2010. edema paru akut kardiogenik dan non kardiogenik. Majalah Kedokteran Respirasi. 1: (3). Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed. Ke-2. Bali (ID): IFAD.
Santo Thomas. Emphysema and chronic obstructive pulmonary disease in coal miners. Curr Opin PulmMed (2): 123-5. Trotta M et al (2009) Clinicopathological findings, molecular detection and characterization of Babesia gibsoni infection in a sick dog from Italy. Vet Parasitol 165(3-4):318-322 Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Editor: Jan Tambayong & Brahm U. Pendit, Edisi 14. Jakarta (ID): Widya Medika. Vleet JF, Ferrans Vj.2006. Cardiovascular system dalam McGavin MD, Zachary JF 2006. Pathology Basis of Veterinary disease 4 th edition. Philadelphia (US): Mosby Elsevier. Zambori C, Tirziuq E, Nichita I, Cumpanasoiu C, Gros RV, Seres M, Mladin B, Mot D. 2012. Biofilm Implication in Oral Diseases of Dogs and Cats. Anim. Biotechnol. 45: 208.