UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL NUMERIK PERUBAHAN TOTAL SUSPENDED SOLID DI SUNGAI MENGGUNAKAN MENGGUNAKAN METODE RUNGE KUTTA STUDI KASUS SUNGAI PESANGGRAHAN
SKRIPSI
ADHIE KURNIA 0706275454
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2011
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL NUMERIK PERUBAHAN TOTAL SUSPENDED SOLID DI SUNGAI MENGGUNAKAN MENGGUNAKAN METODE RUNGE KUTTA STUDI KASUS SUNGAI PESANGGRAHAN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
ADHIE KURNIA 0706275454
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2011
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL NUMERIK PERUBAHAN TOTAL SUSPENDED SOLID DI SUNGAI MENGGUNAKAN MENGGUNAKAN METODE RUNGE KUTTA STUDI KASUS SUNGAI PESANGGRAHAN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
ADHIE KURNIA 0706275454
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2011
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Adhie Kurnia
NPM
: 0706275454
Tanda tangan : Tanggal
: 15 Juni 2011
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
: Adhie Kurnia
NPM
: 0706275454
Program Studi
: Teknik Lingkungan
Judul Skripsi
:Model Numerik Perubahan Total Suspended Solid di Sungai Menggunakan Metode Runge Kutta. Studi Kasus Sungai Pesanggrahan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Dr. Nyoman Suwartha, ST, M.Agr (
Pembimbing 2 : Ir. Irma Gusniani, M.Sc
)
(
)
Penguji
: Ir. Gabriel SB Andari, MEng, PhD (
)
Penguji
:Dr. Ir. Djoko M Hartono, SE, MEng (
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 15 Juni 2011
iii Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kuasa-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Indonesia. Tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, sulit rasanya bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Nyoman Suwartha selaku dan Ir. Irma Gusniani selaku dosen pembimbing yang dengan kesabaran dan kebaikan hatinya, selalu memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan selama penelitian dilakukan; 2. Mba Dwinanti Rika M, ST, MT, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi, walaupun bukan sebagai dosen pembimbing; 3. Mba Licka dan Diah sebagai asisten laboratorium teknik penyehatan dan lingkungan yang telah membantu dalam melakukan analisa di laboratorium; 4. Bapak Bagyo sebagai asisten laboratorium hidrolika dan hidrologi teknik sipil UI yang telah membantu untuk melakukan pengukuran di lapangan; 5. Pihak keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat hingga akhirnya saya dapat terus mengerjakan skripsi ini; 6. Hana Maryam dan Gita Lestari sebagai teman satu tema skripsi yang selalu mau membantu bila ada kesulitan dan teman-teman teknik lingkungan UI angkatan 2007; 7. Rezakulhaq yang telah membantu pengerjaan tugas mata kuliah aljabar lini er; 8. Orang-orang yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan pihak pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kemajuan ilmu pendidikan. Depok,15Juni 2011 Penulis
iv Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Adhie Kurnia
NPM
: 0706275454
Program Studi
: Teknik Lingkungan
Departemen
: Teknik Sipil
Fakultas
: Teknik
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non -exclu sive Royalty- ) atas karya ilmiah saya yang berjudul F ree Right Model numerik perubahan total suspended solid di sungai menggunakan metode Run ge Ku tta . Studi kasus sungai Pesanggrahan
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 15 Juni 2011 Yang menyatakan
(Adhie Kurnia)
v Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Adhie Kurnia
Program Studi
: Teknik Lingkungan
Judul
: MODEL NUMERIK PERUBAHAN TOTAL SUSPENDED SOLIDDISUNGAI MENGGUNAKAN METODE RUNGE KATTASTUDI KASUS SUNGAI PESANGGRAHAN
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi umumnya menyebabkan konflik kepentingan dan akan menimbulkan efek buruk bagi penyediaan air bersih. Efek yang terjadi berupa penurunan kualitas air baku dalam jumlah banyak. Disadari atau tidak, permasalahan air bersih seperti bom waktu yang akan siap meledak suatu saat.Untuk mengatasi penurunan kualitas air baku, diperlukan pengendalian kualitas air baku agar memiliki kualitas di bawah standar baku mutu. Salah satu parameter pencemar dalam perairan adalah konsentrasi total suspended solid . Pengendalian air baku memerlukan data perubahan kualitas air baku berdasarkan ruang dan waktu. Pengembangan model matematisdilakukan untuk melihat perubahan konsentrasi total suspended solids yang terjadi di sungai. Studi kasus dilakukan di sungai Pesanggrahan depok, sebagai badan air penerima buangan pengolahan air lindi tempat pembuangan akhir Cipayung, Depok. Beban air lindi yang masuk ke badan air memiliki sifat step loading yang terus menerus masuk ke badan air setiap waktu.Solusi persamaan matematis diturunkan dari persamaan mass balance untuk mendapatkan governing equation. Kemudian, governing equation akan diselesaikan menggunakan metode beda hingga untuk mendapatkan persamaanperubahan konsentrasi pencemar terhadap ruang dan menggunakan metode Runge Kutta untuk menyelesaikan persamaan perubahan konsentrasi pencemar terhadap perubahan waktu. Hasil dari pemodelan berupa grafik perubahan konsentrasi pencemar terhadap ruang dan waktu. Grafik yang didapat dari hasil pemodelan akan dibandingkandengan teori dan observasi lapangan untuk mendapatkan kesesuaian model yang dibuat. Perbedaan konsentrasi pencemar antara hasil pemodelan dengan hasil observasi memiliki selisih paling besar di ruas 2 pada ∆t= 2 detik dengan konsentrasi hasil model sebesar 71,270417 mg/L dan konsentrasi hasil observasi sebesar 45 mg/L. Perbedaan konsentrasi pencemar antara hasil pemodelan dengan hasil observasi yang memiliki selisih paling kecil terjadi di ruas 2 pada ∆t= 6 detik dengan konsentrasi hasil model sebesar 71,541069 mg/L dan konsentrasi hasil observasi sebesar 71 mg/L.
Kata kunci: Pencemar total suspended solids, model matematis, metode numerik, metode beda hingga, metode Runge Kutta, spreedsheet , TPA Cipayung.
vi Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Adhie Kurnia
Program Studi
: Teknik Lingkungan
Judul
: NUMERICAL MODEL OF TOTAL SUSPENDED SOLIDS ALTERATION IN THE RIVER USING THE RUNGE KUTTA METHOD CASE STUDY: PESANGGRAHAN RIVER
The high rate of population growth is generallyled toconflicts of interestandwillcause adverse effects onwater supply. The effectis a decrease inqualityof rawwaterin large quantities.Consciously or not, the issues of clean water is like the time bombs that will be ready to explode someday. To handle theproblem ofloss of qualityof rawwater, the rawwater’squalitycontrolis requiredin order tohave aqualitybelow thequality standard. One of parameteris the concentration ofpollutantsin thewaters oftotal suspendedsolid. Control ofrawwaterrequires databased on therawwaterqualitychanges based onspaceandtime. Development ofmathematicalmodelsis performed to see the changes of total suspended solids concentration that occur in river. The case studies conducted in Pesanggrahan River as the waterbodiesreceivingwastewatereffluentleachate from Cipayung Landfills, Depok. The load ofleachate that entering thewater bodieshas the loading step propertiesthatcontinuousintothe water bodieseverytime. The solutionof mathematicalequations is derivedfrommassbalanceequationstoget thegoverningequation. Then, thegoverningequationwillbe solvedusingthe finite difference methodtoget the equationchanges inpollutantconcentrationsto thechamberandusingthe RungeKuttamethodtosolvethe equationchanges inpollutantconcentrationsto changes intime. The modeling resultis a graph ofpollutantconcentrationchangesbased onspaceandtime. The graph that obtained from the modeling results will be compared with the theory and field's observations to obtain the suitable modeling. The differences of pollutant concentration between the modeling results with the observations have the greatest difference in segment 2 at ∆t= 2 secondwith the model’s concentration is 71,270417 mg/L and the observation’s concentration is 45 mg/L. Pollutant concentration differences between the modeling results with observations that have the smallest difference occurred in segment 2 at ∆t=6 second with the model’s concentration is 71,541069 mg/L and the observation’s concentration is 71 mg/L.
Key words: Total suspended solids, matematical model, numerical method, finite difference, Runge Kutta method, spreedsheet , Cipayung landfills.
vii Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... v ABSTRAK ............................................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii BAB 1 Pendahuluan.............................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3
Ruang Lingkup.......................................................................................... 3
1.4
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.5
Manfaat penelitian .................................................................................... 4
1.6
Metode Penelitian ..................................................................................... 4
1.7
Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
BAB 2 STUDI LITERATUR ............................................................................... 6
2.1
Pencemaran Air ......................................................................................... 6
2.2
Total Suspended Solid .............................................................................. 7
2.2.1
Metode Pengukuran Total Suspended Solid ............................................. 8
2.3
Air Lindi.................................................................................................. 10
2.4
Settling .................................................................................................... 12
2.5
Pemodelan Kualitas air ........................................................................... 15
2.5.1
Metode Numerik ..................................................................................... 15
2.6
Mekanisme Adveksi................................................................................ 16
2.7
Keseimbangan Massa.............................................................................. 17
2.7.1
Akumulasi ............................................................................................... 18
2.7.2
Loading ................................................................................................... 18
viii Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
2.7.3
Outflow .................................................................................................... 19
2.7.4
Pengendapan ........................................................................................... 19
2.7.5
Penurunan Persamaan Mass balance ..................................................... 20
2.8
Model Plug Flow Reactor (PFR) ............................................................ 23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 25
3.1
Umum ..................................................................................................... 25
3.2
Kerangka Penelitian ................................................................................ 25
3.3
Persiapan Penelitian ................................................................................ 27
3.4
Waktu Penelitian ..................................................................................... 27
3.5
Lokasi penelitian ..................................................................................... 30
3.6
Pengambilan Data Sampel ...................................................................... 31
3.7
Peralatan dan Bahan Penelitian ............................................................... 31
3.8
Metode Pengukuran ................................................................................ 32
3.8.1
Metode pengukuran konsentrasi TSS ..................................................... 32
3.8.2
Metode Pengukuran Debit ...................................................................... 33
3.9
Analisa Data ............................................................................................ 34
3.10
Metode Beda Hingga ( Finite Difference) ............................................... 35
3.11
Metode Runge Kutta orde 4 .................................................................... 37
3.12
Pengembangan Model ............................................................................. 38
3.12.1
Kondisi Steady State ............................................................................... 39
3.12.2
Kondisi Unsteady State ........................................................................... 40
BAB 4 GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI ................................................ 42
4.1
Tempat Pembuangan Akhir Cipayung, Depok ....................................... 42
4.2
Sungai Pesanggrahan .............................................................................. 46
BAB 5 ANALISA SIMULASI MODEL DENGAN SPREEDSHET .............. 51
5.1
Tinjauan Umum ...................................................................................... 51
5.2
Skenario Proses Simulasi ........................................................................ 51
5.3
Skenario Sungai Pesanggrahan ............................................................... 52
5.4
Kecepatan Sungai Pesanggrahan ............................................................ 54
5.5
Skenario Beban Pencemar ...................................................................... 56
5.6
Skenario Settling ..................................................................................... 60
5.7
Pemodelan Numerik................................................................................ 61
5.7.1
Analisa Model ......................................................................................... 61
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
5.7.1.1 Simulasi Pertama Kondisi Steady State .................................................. 62 5.7.1.2 Kondisi Unsteady State ........................................................................... 64 5.7.2
Analisa Observasi ................................................................................... 73
5.7.2.1 Kondisi Steady State ............................................................................... 74 5.7.2.2 Kondisi Unsteady State ........................................................................... 76 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 90
6.1
Kesimpulan ............................................................................................. 90
6.2
Saran ....................................................................................................... 90
Daftar Referensi .................................................................................................. 92
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2. Ilustrasi lintasan partikel diskrit dan flokulen .................................. 13 Gambar 2.3.Transport massa dari tinta dalam ruang dan waktu melalui (a) adveksi dan (b) difusi ......................................................................................................... 17 Gambar 2.4. Settling diformulasikan sebagai mass flux yang melewati permukaan air ................................................................................................................. 19 Gambar 2.5. Control Volume ................................................................................ 21 Gambar 2.6.Control Volume dengan mekanisme adveksi .................................... 22 Gambar 2.7. Mass balance untuk Point Source yang Masuk ke Dalam Sistem Plug Flow Reactor ......................................................................................................... 24 Gambar 3.1. Kerangka Penelitian ......................................................................... 26 Gambar 3.3. Mengukur Debit Air Sungai Dengan Metode Pelampung ............... 35 Gambar 3.4. Skema metode beda hingga .............................................................. 36 Gambar 4.1. Tempat pembuangan sampah Cipayung, Depok .............................. 44 Gambar 4.2. Persentase Penutupan Lahan di DAS Pesanggrahan ........................ 49 Gambar 5.1. Skema diskritisasi jarak pada ruas sungai ........................................ 52 Gambar 5.2. Grafik pembebanan di ruas satu untuk simulasi kedua .................... 59 Gambar 5.3. Grafik pembebanan di ruas satu untuk simulasi kedua .................... 60 Gambar 5.4. Grafik perubahan konsentrasi pada kondisi steady state untuk masing-masing ruas ............................................................................................... 63 Gambar 5.5. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 1 ............ 67 Gambar 5.6. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 2 ............ 67 Gambar 5.7. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 3 ............ 68 Gambar 5.8. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 4 ............ 68 Gambar 5.9. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 5 ............ 69 Gambar 5.10.Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 6 ........... 69 Gambar 5.11. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 7 .......... 70 Gambar 5.12. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 8 .......... 70 Gambar 5.13. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 9 .......... 71 Gambar 5.14.Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 10 ......... 71 Gambar 5.15. Grafik perubahan konsentrasi pada kondisi steady state untuk masing-masing ruas hasil observasi ...................................................................... 75 Gambar 5.16. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 1 observasi................................................................................................................ 79 Gambar 5.17. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 2 observasi................................................................................................................ 79
xi Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
Gambar 5.18. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 3 observasi................................................................................................................ 80 Gambar 5.19. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 4 observasi................................................................................................................ 80 Gambar 5.20. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 5 observasi................................................................................................................ 81 Gambar 5.21. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 6 observasi................................................................................................................ 81 Gambar 5.22. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 7 observasi................................................................................................................ 82 Gambar 5.23. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 8 observasi................................................................................................................ 82 Gambar 5.24. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 9 observasi................................................................................................................ 83 Gambar 5.25. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 10 observasi................................................................................................................ 83 Gambar 5.27. Perbandingan konsentrasi hasil pemodelan dengan observasi pada ∆t 2 detik ............................................................................................................... 87 Gambar 5.28.Perbandingan konsentrasi hasil pemodelan dengan hasil observasi pada ∆t 6 detik ....................................................................................................... 87
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel Karakteristik Air Lindi............................................................... 11 Tabel 3.1. Tabel waktu penelitian ......................................................................... 29 Tabel 3.2. Data perhitungan numerik kondisi steady state ................................... 40 Tabel 3.3. Contoh data perhitungan numerik kondisi unsteady state setiap ruas . 41 Tabel 4.1. Kriteria mutu air paramete TSS berdasarkan kelas .............................. 48 Tabel 5.1. Karakteristik sungai Pesanggrahan untuk simulasi petama dengan ∆x= 25.000 meter .......................................................................................................... 53 Tabel 5.2. Karakteristik sungai Pesanggrahan untuk simulasi kedua dengan ∆x= 2 meter ................................................................................................................. 53 Tabel 5.3. Hasil pengukuran kecepatan sungai Pesanggrahan .............................. 55 Tabel 5.4. Kecepatan sungai Pesanggrahan setiap ruas (m/hari) .......................... 56 Tabel 5.5. Beban yang masuk ke dalam masing-masing ruas sungai untuk simulas i kedua ................................................................................................................. 58 Tabel 5.6. Beban yang masuk ke dalam masing-masing ruas sungai untuk simulas i pertama ................................................................................................................. 59 Tabel 5.7. Konsentrasi TSS untuk masing-masing ruas pada kondisi steady state (mg/L) ................................................................................................................. 62 Tabel 5.8. Konsentrasi TSS observasi untuk masing-masing ruas pada kondisi steady state (mg/L) ................................................................................................ 75 Tabel 5.10. Hasil konsentrasi TSS dari observasi lapangan di sungai Pesanggrahan ................................................................................................................. 85 Tabel 5.11. Hasil konsentrasi TSS dari pemodelan .............................................. 86 Tabel 5.12. Perbedaan konsentrasi antara hasil pemodelan dan observasi ........... 86
xiii Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa air. Air yang bersih merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan bangsa. Air bersih yang tersedia dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk industri, domestik, maupun irigasi. Penduduk bumi yang berjumlah sekitar 7 milyar saat ini harus berebut untuk mendapatkan air bersih karena dari 1.385.984.610 km 3 volume air yang ada di bumi, hanya 2,5 persen saja yang dapat digunakan sebagai air baku (Chow, 1980). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi umumnya menyebabkan konflik kepentingan dan akan menimbulkan efek buruk bagi penyediaan air bersih. Efek yang terjadi berupa penurunan kualitas air baku dalam jumlah banyak. Disadari atau tidak, permasalahan air bersih seperti bom waktu yang akan siap meledak suatu saat. Untuk itu, dibutuhkan suatu pengelolaan air sebagai solusi dari permasalahan air bersih. Selain itu, tujuan dari pengelolaan air adalah mencegah terjadinya dan meluasnya penyakit bawaan dari air (water borne diseases). Air permukaan menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat. Air yang mengalir di permukaan dapat tercemar selama perjalanannya menuju badan air. Salah satu badan air itu adalah sungai. Air sungai selama ini menjadi pilihan utama sebagai pasokan air bersih. Air sungai memiliki kuantitas air yang besar dan kontinuitas yang stabil, tetapi secara kualitas tidak terlalu baik hal ini disebabkan karena kontaminan dapat dengan mudah masuk ke dalam sungai. Kondisi kualitas air sungai yang ada diharapkan dapat memiliki kualitas yang baik agar layak dikonsumsi sebagai air bersih bahkan sebagai air minum. Secara alami, air sungai memiliki proses sendiri untuk menghilangkan kontaminan yang ada, yang biasa disebut sebagai self purification. Namun, dalam
1 Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
2
proses purifikasi ini sungai membutuhkan waktu untuk mengurangi konsentrasi pencemar yang ada. Pengurangan konsentrasi pencemar dapat terjadi dengan waktu dan jarak tertentu dari sumber pencemar. Sehingga, dalam menangani pencemaran air sungai diperlukan kontrol konsentrasi pencemar yang masuk ke dalam sungai agar pencemar tidak akan melebihi dari daya dukung lingkungan sungai. Dengan mengetahui berbagai mekanisme yang terjadi di sungai, maka akan dapat ditentukan perlakuan yang tepat terhadap air sungai tersebut sehingga pencemar pun dapat dikendalikan dengan baik. Untuk melihat berbagai mekanisme yang terjadi di sungai, maka dibuat pemodelan yang sesuai dengan kondisi sungai di lapangan. Pemodelan akan dibuat untuk menggambarkan sebaran konsentrasi pencemar di sungai. Pencemar yang akan dimodelkan berupa total suspended solids (TSS). Pencemar TSS ini akan membuat sungai menjadi keruh dan air sungai menjadi sulit untuk dikonsumsi. Salah satu sumber pencemar di sungai adalah air buangan dari pengolahan air lindi. Air lindi memiliki karakteristik yang berpotensi mencemari lingkungan. Studi kasus dilakukan pada sungai Pesanggrahan, Depok, sebagai badan air penerima dari outlet air lindi tempat pembuangan akhir (TPA) Cipayung. TPA Cipayung yang menghasilkan air lindi sebagai beban pencemar berlokasi di kelurahan Cipayung, kecamatan Pancoran Mas, kota Depok, Jawa Barat. Pada penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa konsentrasi TSS pada outlet air lindi cukup tinggi yaitu, 1520 mg/L. Angka ini melebihi baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan oleh SK.Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun 1999, yaitu sebesar 150 mg/L. Kelebihan konsentrasi ini akan berdampak pada sungai Pesanggrahan sebagai badan air penerima dan masyarakat yang memakai air tersebut. Pada penelitian
ini,
akan dimodelkan perubahan
konsentrasi
total suspended
solidsakibat beban air lindi yang masuk ke sungai terhadap jarak dan waktu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan prediksi perubahan konsentrasi total suspended solids yang terjadi di sungai Pesangrahan terhadap ruang dan waktu.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
3
1.2 Rumusan Masalah
Salah satu kualitas fisik air sungai sebagai bahan evaluasi dari baku mutu adalah kadar total suspended solid (TSS). TPA Cipayung menghasilkan air lindi dengan kadar TSS yang melebihi baku mutu air limbah. Pembuangan air lindi dari TPA Cipayung ke sungai Pesanggrahan akan mencemari air sungai yang ada. Seiring berjalannya waktu dan aliran air sungai yang ada, konsentrasi total suspended solid pada air sungai Pesanggrahanakan mengalami perubahan. Perubahan konsentrasi disebabkan karena mekanisme yang terjadi di dalam badan air, seperti decay rate, kecepatan mengendap, dan mekanisme adeveksi. Pemodelan secara numerik diturunkan dari persamaan mass balance untuk mendapatkan governing
equation. Selanjutnya, governing
equation akan
diturunkan dengan menggunakan metode finite difference untuk mendapatkan perubahan konsentrasi terhadap jarak dan menggunakanmetode Runge Katta untuk mendapatkan perubahan konsentrasi terhadap waktu. Grafik yang dihasilkan dari pemodelan numerik antara konsentrasi terhadap jarak dan waktu akan dibandingkan dengan data lapangan. Pengukuran kandungan TSS menggunakan metode gravimetric mengacu kepada buku SNI 06-6989.3-2004 tentang air dan air limbah – bagian 3: cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid , TSS) secara gravimetri. 1.3 Ruang Lingkup
Batasan permasalahan yang akan dikaji dalam tugas akhir ini antara lain sebagai berikut: 1.
Aliran yang ditinjau di sungai bersifat steady uniform.
2.
Pencemar total suspended solidshanya berupa point source dari air lindi TPA Cipayung.Tidak terdapat mekanisme masuknya beban disepanjang badan sungai.
3.
Peristiwa alam yang terjadi seperti, erosi, hujan, tidak dimasukkan ke dalam perhitungan.
4.
Penyelesaian persamaan numerik menggunakan metode finite difference dan Runge Katta.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
4
5.
Model bersifat satu dimensi dan hanya memiliki mekanisme settling dan penjalaran secara adveksi.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat model perubahan konsentrasi pencemar total suspended solids berdasarkan ruang dan waktu di sungai Pesanggrahan yang diakibatkan buangan air lindi TPA Cipayung. 2. Melakukan perbandingan terhadap grafik perubahan konsentrasi total suspended solids yang dihasilkan dari model numerik dengan hasil dari observasi lapangan. 1.5 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa suatu bentuk pemodelan dalam menggambarkan perubahan konsentrasi pencemar TSS terhadap jarak dan waktu dari suatu sumber pencemar. Sehingga, dapat menjadi salah satu bahan rujukan dalam mengelola kualitas air sungai. 1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah: : 1.
Studi literatur dengan menggunakan buku, jurnal ilmiah, internet, atau sumber ilmiah lainnya yang berhubungan dengan pemodelan kualitas air sungai dengan parameter total suspended solids.
2.
Melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan data konsentrasi TSS sebagai pembanding dari hasil model.
3.
Melakukan analisa terhadap hasil yang diperoleh dari perhitungan numerik dengan membandingkan hasil dari pemeriksaan laboratorium.
1.7 Sistematika Penulisan
Secara umum, sistematika penyusunan penulisan tugas akhir ini dibagi ke dalam enam bab, yaitu Pendahuluan; Studi Literatur; Metodologi Penelitian; Gambaran umum objek studi;Pengolahan data; Kesimpulan dan saran. BAB1
: PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
5
Pada bab iniberisi mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, ruang lingkup dan asumsi yang digunakan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB 2
: STUDI LITERATUR
Pada bab ini dijelaskanteori-teori yang menjadidasaranalisis dan pembahasan. Teori-teori yang menjadi dasar antara lain pencemaran air, total suspended solids (TSS), air lindi dan karakteristiknya, dan pemodelan kualitas air permukaan. BAB 3
: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir, langkahlangkah pengambilan data, cara pengolahan data, langkah-langkah analisis, simulasi pemodelan dengan spreeadshet, dan validasi hasil simulasi dengan kenyataan di lapangan. BAB 4
: GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI
Bab ini menjelaskan gambaran umum TPA Cipayung dan sungai Pesanggrahan sebagai badan penerima pengolahan air lindi. BAB 5
: PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini dilakukan pengolahan data dan analisis data dengan membandingkan data hasil simulasi dengan data lapangan dan teori yang ada. BAB 6
: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian. Pada bab ini juga disajikan saran yang berkaitan dengan perbaikan dan pengembangan penelitian.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
6
BAB 2 STUDI LITERATUR
2.1 Pencemaran Air
Dalam PP.No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, didefinisikan pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Definisi pencemaran air tersebut dapat disesuaikan dengan makna pokoknya menjadi tiga aspek yaitu, aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku, dan aspek akibat (Setiawan, 2001). Berdasarkan definisi tersebut, penyebab terjadinya pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air sehingga menurunkan kualitas air pada tingkat air tercemar. Masukan tersebut biasa disebut sebagai unsur pencemar yang pada kondisi lapangan dapat berupa buangan air limbah yang bersifat rutin, misalnya buangan air lindi. Aspek pelaku atau penyebab dapat disebabkan oleh alam atau manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi pemerintah tetap berkewajiban menanggulangi pencemaran yang timbul secara alami. Aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian sampai tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak tercemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkatcemar (kualitas air yang telah sampai ke ambang batas atau melewati ambang batas) (Achmadi, 2004). Ada standar baku mutu tertentu yang ditetapkan untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah Peraturan Pemerintah No.82 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pada Pera turan Pemerintah tersebut, badan sungai dibagi menjadi empat kelas yang masing-masing kelas memiliki standar baku mutu yang berbeda. Selain itu, setiap pemerintah daerah juga memiliki peraturan sendiri yang tidak bertentangan dengan undang-undang yang dibuat
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
7
oleh pemerintah pusat. Peraturan daerah tersebut diperuntukan secara khusus untuk daerah itu saja karena setiap daerah memiliki kondisi yang berbeda. Dengan dibuatkan peraturan, pemerintah menginginkan air baku yang aman dan terjamin kualitasnya bagi masyarakat. Definisi air yang aman adalah air yang sesuai dengan kriteria bagi peruntukannya. Misalnya kriteria air yang dapat diminum secara langsung (air kualitas A) mempunyai kriteria yang berbeda dengan air yang dapat digunakan untuk air baku air minum (kualitas B) atau air kualitas C untuk keperluan perikanan dan peternakan dan air kualitas D untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan, industri dan pembangkit tenaga air. 2.2 Total Suspended Solid
Menurut Pankratz (2000), dalam bukunya Environmental Engineering Dictionary and Directory mengatakan bahwa total suspended solid (TSS) adalah ukuran partikel tersuspensi dalam sampel air bersih atau air limbah. Volume dapat diketahui setelah sampel disaring kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui residu yang tertahan. Dalam literatur yang lain, total suspended solid (TSS) adalah segala macam zat padat dari padatan total yang tertahan pada saringan dengan ukuran partikel maksimal 2,0 µm dan dapat mengendap (sawyer, 2003). Selain zat padat tersuspensi, di dalam air akan ditemui kelompok zat padat terlarut seperti garam dan molekul senyawa organik. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran atau diameter partikel-partikel (Alaerts, et al 1984). TSS terdiri atas lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Sebagai salah satu beban pencemar TSS, air lindi memiliki konsentrasi TSS yang sangat tinggi. Kandungan TSS di dalam air lindi didominasi oleh bakteri yang sudah mati. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga
produktivitas
primer
perairan
menurun,
yang
pada
gilirannya
menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
8
mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehinggamempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat. Peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik , sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat kecerahan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. 2.2.1 Metode Pengukuran Total Suspended Solid Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponenkomponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan. Zat padat total(TS) terdiri dari zat padat tersuspensi (TSS) dan zat padat terlarut (TDS) yang dapat bersifat organik dan in-organik seperti yang dijelaskan pada gambar 2.1
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
9
Gambar 2.1. Hubungan antara zat padat yang ditemukan pada air bersih dan air limbah Sumber: Metcalf& Eddy, 2002
Penentuan zat padat terendap ini dapat dihitung berdasarkan volum zat padat yang disebut analisa Volum Lumpur (sludge volume) atauberdasarkan beratnya yang disebut analisa lumpur kasar atau umumnya disebut zat padat terendap ( settleable solids) (Alaerts, et al, 1984). Prinsip analisa dari pengukuran zat padat tersuspensi adalah menyaring sampel dengan kertas saring. Kertas saring yang mengandung zat tersuspensi dikeringkan pada suhu 105 oC selama dua jam. Dalam pemisahan zat tersuspensi
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
10
dari larutannya dengan filter, jenis filter harus dipilih yang
sesuai dengan
pemegang filter ( filter holder ) atau corongnya. Setelah dikeringkan pada suhu 105oC, berat cawan dan kertas saring ditimbang dan didinginkan pada desikator selama 15 menit. Setelah dilakukan
pengukuran awal, sampel disaring
menggunakan kertas saring yang sudah ditimbang untuk kemudian dikeringkan kembali di atas cawan bersama residu dari sampel pada suhu 105 oC selama dua jam. Setelah dua jam, cawan ditempatkan pada desikator kembali agar tidak terpengaruh oleh kelembaban udara dan penimbangan dilakukan secara cepat. 2.3 Air Lindi
Masalah lingkungan terbesar dengan adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah keluaran air lindi ke dalam air permukaan maupun air tanah. Oleh karena itu, TPA menyediakan sistem unit untuk menampung, mengumpulkan, dan mengendalikan air lindi tersebut. Air lindi dapat didefinisikan sebagai cairan yang merembes melalui material padat dan limbah padat, berisi zat yang tersuspensi atau bahan atau produk dari zat padat (Pankratz, 2000). Cairan tersebut dari aliran permukaan, air hujan, air tanah, dan air yang berasal dari dekomposisi limbah (Tchobanoglous, et al., 1993). Air lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Beberapa unsur berbahaya dari air lindi berasal dari dekomposisi limbah secara biologi dan kimia (Tchobanoglous, et al., 1993). Jika tidak ditangani dengan baik, air lindi dapat menyerap ke dalam tanah sekitar landfill kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar landfill. Komposisi kimia dari air lindi sangat tergantung pada umur TPA dan waktu saat pengambilan sampel. Selain itu, biodegradasi air lindi berubah menurut waktu. Perubahan biodegradasi ini dapat dilihat dengan mengukur rasio BOD5/COD. Pertama, rasio BOD5/COD adalah 0,5 atau lebih. Rasio pada rentang 0,4 sampai 0,6 adalah fase material organik siap untuk melakukan biodegradasi. Untuk fase maturasi, rasio BOD5/COD berkisar pada rentang 0,05 sampai 0,2. Rasio menjadi turun karena air lindi mengandung asam humic dan asam
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
11
fulvicyang tidak siap melakukan biodegradasi (Tchobanoglous, et al., 1993). Karakteristik air lindi dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Tabel Karakteristik Air Lindi Nilai, mg/L Parameter
Landfill baru (<2years)
Landfill yang sudah matang (>10 years)
Rentang
Tepat
BOD5
2.000 – 30.000
10.000
100 – 200
TOC
1.500 – 20.000
6.000
80 – 160
COD
3.000 – 60.000
18.000
100 – 500
200 – 2000
500
100 – 400
Organic nitrogen
10 – 800
200
80 – 120
Ammonia nitrogen
10 – 800
200
20 – 40
Nitrate
5 – 40
25
5 – 10
Total phosphorus
5 – 100
30
5 – 10
Ortho phosphorus
4 – 80
20
4 – 8
1.000 – 10.000
3.000
200 – 1.000
4,5 – 7,5
6
6,6 – 7,5
Total hardness as CaCO3
300 – 10.000
3.500
200 – 500
Calcium
200 – 3.000
1.000
100 – 400
Magnesium
50 – 1.500
250
50 – 200
Potassium
200 – 1.000
300
50 – 400
Sodium
200 – 2.500
500
100 – 200
Chloride
200 – 3.000
500
100 – 400
Sulfate
50 – 1.000
300
20 – 50
Total iron
50 – 1.200
60
20 – 200
Total suspended solids
Alkalinity as CaCO3 pH
Sumber: Tchonabanoglous, et al 1993
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
12
Pada tabel 2.1, terlihat bahwa konsentrasi total suspended solid (TSS) sangat tinggi, nilainya mencapai 200 sampai 2000 mg/L. Dengan konsentrasi TSS yang tinggi, umumnya air lindi berwarna hitam pekat. Konsentrasi TSS yang tinggi dapat memberi rasa pada air. Selain itu, air dengan kadar TSS yang tinggi dapat menyebabkan sakit perut dan orang-orang tidak ingin mempergunakan air untuk keperluan sehari-hari (Sawyer, 2003). Kadar TSS yang tinggi juga dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam air karenapartikel-partikel padat menjadi tempat hidup mikroorganisme. Setiap TPA memiliki karakteristik air lindi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, pengolahan air lindi yang dilakukan bervariasi dan sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing TPA. Air lindi merupakan konsekuensi dari pembuangan sampah. Konsekuensi ini mengharuskan pembuatan sistem pengolahan air lindi agar tidak mencemari air tanah maupun air permukaan di sekitar TPA. Pengelolaan air lindi yang terbaik adalah dengan mengurangi produksi air lindi dari sumbernya yaitu, mencegah terjadinya infiltrasi air ke area TPA. Pembuatan kolam penampungan air lindi diperlukan sebagai pengendalian air lindi agar lebih mudah diolah. Hasil dari pengolahan air lindi merupakan suatu beban pencemar terhadap badan air sebagai penerima dari kolam air lindi. Konsentrasi air lindi ketika dibuang ke badan air diharapkan sudah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. 2.4 Settling
Settling adalah kecepatan mengendap yang dilakukan oleh partikel. Pengendapan dari suatu partikel di dalam air dipengaruhi oleh faktor-faktor: a.
Ukuran partikel
b.
Bentuk partikel
c.
Berat jenis atau kerapatan partikel
d.
Berat jenis cairan
e.
Viskositas cairan
f.
Konsentrasi partikel dalam tersuspensi
g.
Sifat-sifat partikel dalam suspensi
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
13
h.
Temperatur Sedangkan partikel pembangun suspensi tersebut dibedakan atas dua
jenis: 1. Partikel diskrit Partikel
yang
mengendap
sebagai
partikel
tunggal(tidak
bergabung) misalnya; butiran pasir, batu bata, dan lain-lain 2. Partikel flokulen Partikel yang mengendap akibat berat yangdibentuk dengan cara menggabungkan diri agar menjadi lebih besar/flok.Misalnya; senyawa asam organik.
Gambar 2.2. Ilustrasi lintasan partikel diskrit dan f lokulen Sumber: Qasim, 2000
Pada umumnya terdapat empat kelas sedimentasi yaitu : 1. Type I settling, lebih dikenal dengan istilah discrete settling , digunakan untuk sedimentasi pada konsentrasi partikel yang rendah dimana partikel patikel mengendap sebagai partikel tunggal. Partikel bersifat diskrit, tidak mengalami perubahan baik dalam ukuran, berat, bentuk, dan juga partikel tidak saling mengganggu. 2. Type II sedimentation, dikenal dengan istilah flocculation settling, digunakan untuk konsentrasi partikel yang lebih besar yang mana setiap partikel mengalami agglomerasi ketika mengendap. Partikel-partikel tipe ini mengendap sebagai kumpulan dalam bentuk kelompok-kelompok tunggal.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
14
Sifat partikel ini antara lain: suspensi encer, partikel berbentuk flokulen, dan partikel bisa saling mengganggu. 3. Type III sedimentation, dikenal sebagai hindered settling atau zone settling, digunakan untuk suspensi dengan konsentrasi solid cukup tinggi yang menyebabkan partikel mengendap sebagai masa. 4. Type IV sedimentation, dikenal dengan istilah compression settling digunakan untuk sedimentasi dengan konsentrasi solid yang tinggi dimana partikel berikatan satu sama lain dan selanjutnyasedimentasi hanya dapat berlangsung dengan proses kompresi. Kecepatan mengendap dari partikel dapat ditentukan menggunakan hukum Stoke mengenai terminal settling velocity atau kecepatan pengendapan. Berikut ini adalah rumus dari hukum stoke yang sudah diturunkan:
(2.1)
dimana,
: kecepatan mengendap, (m/s) : dimensi dari bentuk partikel di dalam kecepatan mengendap, (bentuk bola= 1)
g
: kecepatan gravitasi, (981 m/s2)
: kerapatan partikel dan air, (g/cm ) : viskositas, (g/m.s) 3
d
: diameter partikel, (cm) Thoman dan Mueller (1987) menurunkan persamaan dari hukum Stoke
menjadi bentuk:
(2.2)
dimana,
: kecepatan mengendap, (m/hari) : dimensi dari bentuk partikel di dalam kecepatan mengendap, (bentuk bola= 1)
: kerapatan partikel dan air, (g/cm ) : viskositas, (g/m.s) 3
d
: diameter partikel, (µm)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
15
2.5 Pemodelan Kualitas air
Menurut American Heritage Dictionary (1987), model adalah sebuah obyek kecil yang dibuat berdasarkan skala dengan merepresentasikan obejek lain besar lainnya. Jadi, model adalah bentuk sederhana yang merepresentasikan keadaan lapangan. Pemodelan matematik adalah formulasi ideal yang merupakan respon dari sebuah sistem fisik untuk rangsangan eksternal (Chapra, 1997). Pada umumnya, metode yang digunakan dalam pemodelan matematik adalah metode numerik. Metode ini digunakan sebagai penyederhanaan proses yang terjadi di alam untuk ditransformasi ke dalam persamaan matematika. Perhitungan ini merupakan pendekatan matematika terhadap metode analitik. 2.5.1 Metode Numerik Metode numerik adalah teknik untuk menyelesaiakan masalah dengan menggunakan persamaan matematika yang diformulasikan sehingga mendapatkan solusi berupa operasi aritmatika. Meskipun terdapat bermacam-macam jenis perhitungan numerik, perhitungan numerik memiliki satu karakteristik yaitu, selalu melibatkan persamaan yang banyak berkaitan dengan perhitungan aritmatika (Chapra, 1998). Perhitungan secara numerik dibutuhkan karena perhitungan analitis memiliki beberapa keterbatasan seperti: a.
Fungsi loading dianggap ideal untuk memenuhi bentuk liner, eksponensial, maupun sinusoidal. Pada kenyataannya, loading tidak sepenuhnnya memenuhi bentuk atau pola seperti itu.
b.
Variabel dari parameter Q(debit) , V (volume) , k (decay rate), dan ʋ(kecepatan
mengendap) dalam perhitungan dianggap konstan. Pada kondisi
lapangan, parameter tersebut dapat bervariasi. c.
Sistem model akan menjadi rumit ketika lebih dari dua segmen. Sehingga, penyelesaian dengan metode numerik lebih efisien.
d.
Metode analitik hanya unggul untuk sejumlah persoalan yang memiliki tafsiran geometri sederhana dan berorde rendah. Padahal kenyataannya,
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
16
pemodelan yang ada seringkali bersifat non-linear serta melibatkan bentuk dan proses yang rumit. Terdapat beberapa jenis metode numerik seperti metode Euler, metode Heun, dan metode Runge Kutta. Metode Euler adalah metode yang paling sederhana untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa. Pengembangan model ini terdapat pada metode Heun dengan meminimalisasi faktor error dari metode Euler dengan cara memperhitungkan turunan sepanjang interval. Selanjutnya, metode Runge Kutta mengusahakan derajat ketelitian yang lebih tinggi dan menghindarkan kebutuhan mencari turunan yang lebih tinggi dengan cara mengevaluasi fungsi f(x,y). 2.6 Mekanisme Adveksi
Terdapat banyak tipe gerak angkutan materi di dalam badan-badan air alami. Energi angin dan gaya berat memberi gerakan pada air yang dapat menyebabkan trejadinya proeses transport massa. Konteks gerakan dalam sistem ini dapat dibagi menjadi dua yaitu, adveksi dan difusi. Adveksi dihasilkan oleh aliran yang bersifat unidirectional dan tidak mengubah identitas dari substansi yang dipindahkan. Adveksi membawa materi dari satu posisi ke posisi lain di dalam ruang. Proses adveksi dapat dilihat pada gambar 2.2. Besar nilai massa flux (J) suatu angkutan massa akibat adveksi secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
(2.3)
dimana: J
: massa flux (ML-2T-1)
u
: kecepatan aliran (LT-1)
c
: konsentrasi (ML-3) Sedangkan, difusi mengacu pada pergerakan massa akibat gerakan
pencampuran air. Pada gambar 2.3 terlihat materi menyebar dan menipis berdasarkan waktu, mengabaikan gerakan pusat massa. Dalam skala mikroskopis, difusi molekuler dihasilkan dari gerak acak Brownian pada molekul air. Pada skala yang lebih besar, gerak jenis yang sama dapat disebut difusi turbulen. Baik
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
17
gerak Brownian maupun difusi turbulen memiliki kecenderungan untuk meminimalisir gradient yaitu, perbedaan konsentrasi dengan memindahkan massa suatu materi dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah.
Gambar 2.3. Transport massa dari tinta dalam ruang dan waktu melalui (a ) adveksi dan (b) difusi Sumber: Chapra, 1997
Pembagian dua jenis gerakan adveksi dan difusi dipengaruhi oleh skala kejadian yang dimodelkan. Sebagai contoh, gerakan air dalam sebuah estuary dapat dikatagorekian sebagai adveksi secara primer dalam skala waktu yang pendek, gerakan pasang surut air menyebabkan air bergerak unidirectional menuju atau keluar dari estuary. Apabila masalah pemodelan fokus kepada efek polusi bakteri dari peristiwa aliran hujan jangka pendek (short term storm water), maka karakteristik perpindahan sebagai mekanisme adveksi. Dalam skala waktu yang lebih lama, peristiwa pasang surut air akan menggerakkan air bolak-balik di dalam sebuah trend yang membentuk siklus dapat dikatagorikan sebagai mekanisme difusi. Dalam banyak kasus perpindahan, dapat dilakukan kombinasi dari mekanisme adveksi dan difusi, kombinasi dilakukan tergantung kepada titik tekan skala permasalahan yang ada (Chapra, 1997). 2.7 Keseimbangan Massa
Pada penelitian ini, model menggunakan persamaan dari sistem Completely Stirred Tank Reactor (CSTR) yang memiliki beban (loading ), pengendapan ( settling ), inflow, dan mengeluarkan debit outflow. Sehingga, keseimbangan massa dalam sistem CSTR dapat dituliskan sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
18
(2.4)
2.7.1 Akumulasi Akumulasi adalah perubahan massa terhadap waktu.
(2.5)
dimana,
: perubahan massa (M) : perubahan waktu (T)
Massa berhubungan dengan konsentrasi, menurut raksi:
(2.6)
dimana, V
: volume sistem (L3)
Dengan demikian, persamaan tersebut dapat disubtitusikan menjadi:
(2.7)
Jika volume diasumsikan sebagai variabel tetap dan
Δt
dianggap sangat
kecil, maka persamaan menjadi:
(2.8)
2.7.2 Loading Loading atau beban adalah massa dengan konsentrasi tertentu yang masuk ke dalam sistem.
(2.9)
dimana, W(t)
:kecepatan dari mass loading (MT-1) dan (t) mengindikasikan bahwa
loading merupakan fungsi dari waktu. Selain itu, loading juga dapat dinyatakan sebagai:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
19
(2.10)
dimana, Q
: debit yang masuk ke dalam sistem (L3T-1)
cin(t )
: konsentrasi rata-rata dari debit yang masuk tersebut (ML-3)
bila disubtitusikan persamaan (2.6) dan (2.7) akan menjadi:
(2.11)
2.7.3 Outflow Outflow adalah massa yang keluar dari sistem. Massa tersebut dapat dinyatakan dengan perkalian debit yang keluar Q dengan konsentrasinya cout . Bila diasumsikan konsentrasi dalam sistem adalah sama, maka cout sama dengan cin. Sehingga, persamaan outflow bisa dinyatakan dengan:
(2.12)
2.7.4 Pengendapan Proses settling (pengendapan) dapat diformulasikan sebagai massa flux yang melalui area permukaan dari sedimen air. Peristiwa ini disajikan secara sederhana pada gambar 2.4, sedangkan rumusnya disajikan pada persamaan 2.13.
Gambar 2.4. Settling diformulasikan sebagai mass flux yang melewati permukaan air Sumber: Chapra, 1997
(2.13)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
20
dimana,
: kecepatan settling (LT-1)
As
: luas permukaan sedimen (L2)
c
: konsentrasi (ML-1) Oleh karena volume sama dengan perkalian antara kedalaman (H) dan
luas permukaan (As), maka persamaan 2.13 juga dapat ditulis ke dalam reaksi orde satu sebagai:
(2.14)
(2.15)
dimana,
k s
: orde pertama kecepatan settling konstan (T-1)
2.7.5 Penurunan Persamaan Mass balance Sehingga, aliran dalam sebuah sistem berlaku hukum kekelan massa sebagai berikut:
∫ ∫ ̅
(2.16)
dimana,
: control volume :volume dari system yang terdiri dari sekelompok materi yang tetap
ρ
: massajenisair
: volume
A
: luas permukaan bidang
̅
: kecepatan fluida : bidang yang ditinjau
Formulasi persamaan kekekalan masa dalam bentuk differensial bisa didapatkan dengan menerapkan persamaan integral kekekalan massa pada suatu
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
21
control volume yang cukup kecil dan diletakkan tidak menyentuh dinding
sehingga harga V n di seluruh permukaannya tidak sama dengan nol. Sehingga, persamaan 2.16 akan menjadi:
∫ ̅
(2.17)
dimana,
: perubahan massa terhadap waktu
Gambar 2.5. Control Volume Sumber: olahan penulis
Selanjutnya, system yang ada pada persamaan 2.17
akan dijabarkan
dengan kondisi seperti pada gambar 2.5 dimana, terdapat inflow, outflow, bebanyang masuk, dan settling . Sehingga, persamaan mass balance dari TSS pada suatu aliran sungai, bentuk hukum kekekalan massa secara lebih lanjut dapat dijabarkan sebagai berikut: Ak umu lasi = beban – outflow – settl i ng
Dalam suatu control volume, persamaan mass balance2.17dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
Dimana,
, sehingga:
(2.18)
(2.19)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
22
Volume yang dimaksud dalam persamaan tesebut adalah volume sistem yang memenuhi ruang control volume, yang besarnya sama dengan volume dari control volume itu sendiri, maka nilai
bersifat konstan. Sehingga, persamaan
2.19 dapat dituliskan menjadi:
(2.20)
Mass flux terlarut dalam arah sumbu-x yang diangkut melalui mekanisme pembawa adveksi.Mekanisme adveksi dapat dikuantifikasikan sebagai berikut: Transport mass flux dengan adveksi :
Gambar 2.6.Control Volume dengan mekanisme adveksi Sumber: olahan penulis
Kedua ruas dalam persamaan 2.20 dikalikan dengan 1/V, sehingga persamaan menjadi:
(2.21)
Semua suku dalam mass balance diarahkan menjadi bentuk mass flux dengan dimensi
, sehingga suku dari inflow dan outflow masing-masing
dikalikan dengan faktor dx, sehingga diperoleh:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
23
[ ]
Faktor dx merupakan control panjang volume dalam arah sumbu-x atau dapat disebut juga dengan interval jarak antara satu control volume dengan control volume yang lain, sehingga mass balance suatu material terlarut dapat dituliskan sebagai berikut:
* +
(2.22) (2.23)
Kedua ruas memiliki faktor panjang dx, maka faktor tersebut dapat diabaikan. Sehingga, persamaan menjadi:
Parameter
(2.24)
adalahbesaran satuan yang konstan. Oleh karena itu dapat
dikeluarkan dari tanda kurung. Sehingga, persamaan menjadi:
(2.25)
Persamaan yang diturunkan secara teoritis dari hukum kekekalan massa menjadi bentuk persamaan 2.25 inilah yang disebut sebagai model adveksi. Model dengan bentuk persamaan diferensial parsial tersebut merupakan persamaan matematis yang akan diselesaikan dengan pendekatan numerik. 2.8 Model Plug Flow Reactor (PFR)
Model Completely Stirred Tank Reactor (CSTR) menjadi dasar untuk pemodelan danau, sedangkan untuk pemodelan di sungai menggunakan model Plug Flow Reactor(PFR). Plug flow dan mixed flow reactor memiliki bentuk memanjang. Keduanya diasumsikan tercampur sempurna searah sumbu lateral (y) dan sumbu vertikal (z). Sehingga, fokus perhitungan dilakukan dengan variasi longitudinal (x).
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
24
Konsentrasi awal (c0) pada model plug flow reactor dengan point source adalah sebagai berikut:
(2.34)
dimana, co
: konsentrasi awal
Qr
: debit upstream (sebelum outlet ), (m3/hari)
Qw
: debit air lindi, (m3/hari)
cr
: konsentrasi TSS sebelum air lindi, (mg/L)
cw
: konsentrasi TSS air lindi yang masuk ke badan sungai, (mg/L)
Gambar 2.7. Mass balance untuk Point Source yang Masuk ke Dalam Sistem Plug Flow Reactor Sumber: Chapra, (1997)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Metode adalah suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu tindakan atau suatu kerangka berfikir menyusun gagasan, yang berurutan, berarah, dan berkonteks, yang terpaut dengan maksud dan tujuan. Metode penelitian yang akurat dapat memberikan alur cerita dari sebuah penelitian dengan baik. 3.2 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian menjelaskan tentang alur penelitian dari awal hingga pengambilan kesimpulan. Kerangka penelitian membantu peneliti agar penelitian dilakukan dengan akurat dan tidak keluar dari ruang lingkup. Selain itu, dengan adanya kerangka penelitian yang dibuat, penelitian berjalan efektif dengan waktu yang tesedia.Berikut adalah kerangka penelitan tugas akhir ini:
25 Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
26
Gambar 3.1. Kerangka Penelitian Sumber: olahan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
27
Penelitian
ini
dimulai
dengan
menemukan
masalah
kemudian
merumuskan masalah tersebut. Perumusan masalah yang ditentukan dikaji lebih lanjut dengan studi literatur dan pengecekan sampel awal sebagai pembanding antara teori dengan kenyataan di lapangan. Berdasarkan studi literatur dan sampel awal dapat dikembangkan pemodelan awal secara teoritis untuk mendapatkan persamaan umum mass balance. Dalam persamaan umum mass balance dimasukkan transport pencemar berupa mekanisme adveksi. Turunan rumus dari mekanisme adveksi dijadikan sebagai governing equation. Selanjutnya, nilai Qw, Qr, cw, dan cr diperoleh dari pengukuran lapangan, sedangkan nilai v s didapatkan dari
studi
literatur.
Selanjutnya,
governing
equationdiselesaikandengan
menggunakan metode finite difference dan menggunakan metode Runge katta. Dengan mendapatkan persamaan dari metode finite differencedidapatkan grafik antara konsentrasi dengan jarak.Dengan mendapatkan persamaan dari Runge Kattadidapatkan grafik antara konsentrasi dengan waktu.Setelah mendapatkan grafik, dilakukan pengambilan sampel untuk mendapatkan nilai konsentrasi total suspended solids di lapangan. Nilai konsentrasi yang didapat dari model matematis akan dibandingkan dengan hasil observasi. Kemudian, dilakukan analisa dan kesimpulan. 3.3 Persiapan Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dataprimer yang bersifat kuantitaif yang didapat dari sampling di lapangan dan uji laboratorium. Data tersebut bersumber dari pengambilan sampel di outlet air lindi TPA Cipayung dan sungai Pesanggrahan di bagian hulu outlet air lindi TPA Cipayung. Uji kualitas air dilakukan di Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan Program Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Data yang diukur adalah besaran konsentrasi TSS pada outlet pengolahan air lindi, debit air lindi, debit sungai Pesanggrahan, konsentrasi TSS di sungai Pesanggrahan di hulu outlet air lindi dan hilir outlet air lindi. 3.4 Waktu Penelitian
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
28
Penelitian dilakukan pada bulan November sampai Juni mulai dari masa persiapan sampai pengambilan kesimpulan. Pada bulan November sampai Desember merupakan masa awal penelitian dengan mencari literatur yang berkaitan dengan tema penelitan. Pada bulan Januari sampai Maret adalah masa penurunan rumus mass balance yang akan digunakan beserta pengembangan modelnya. Bulan April sampai Juni adalah waktu untuk melakukan observasi dan analisa.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
29
Tabel 3.1. Tabel waktu penelitian
Kegiatan
November 1
2
3
4
Desember 1
2
3
4
Januari 1
2
3
Februari 4
1
2
3
Maret 4
1
2
3
April 4
1
2
3
Mei 4
1
2
3
Juni 4
1
2
3
4
Studi Literatur Pengukuran Sampel Awal Pengambilan data primer Pengolahan Data Penyusunan Skripsi
Penyusunan Bab 1,2,3
Penyusunan Bab 4,5 Sumber: olahan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
30
3.5 Lokasi penelitian
Penelitian akan dilakukan di sepanjang sungai pesanggrahan di sekitar outlet air air lindi TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat. Pemilihan titik-titik pengambilan sampel disesuaikan berdasarkan hasil pemodelan yang telah dilakukan.Selain itu, Lokasi TPA Cipayung dipilih karena sebelumnya sudah ada yang melakukan penelitian di tempat yang sama, sehingga memudahkan perizinan. Pengambilan sampel dilakukan pada jarak 2 meter, 4 meter, dan 6 meter setelah outlet air air lindi di sungai Pesanggrahan. Pengambilan sampel menggunakan ∆t 2 detik dan 6 detik. Berikut ini adalah gambar lokasi pengambilan sampel di sungai Pesanggrahan:
30
3.5 Lokasi penelitian
Penelitian akan dilakukan di sepanjang sungai pesanggrahan di sekitar outlet air air lindi TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat. Pemilihan titik-titik pengambilan sampel disesuaikan berdasarkan hasil pemodelan yang telah dilakukan.Selain itu, Lokasi TPA Cipayung dipilih karena sebelumnya sudah ada yang melakukan penelitian di tempat yang sama, sehingga memudahkan perizinan. Pengambilan sampel dilakukan pada jarak 2 meter, 4 meter, dan 6 meter setelah outlet air air lindi di sungai Pesanggrahan. Pengambilan sampel menggunakan ∆t 2 detik dan 6 detik. Berikut ini adalah gambar lokasi pengambilan sampel di sungai Pesanggrahan:
Gambar 3.2. Lokasi Penelitian Sumber: penulis
C1, C2, dan C 3 adalah lokasi penelitian berturut-turut dengan jarak 2 meter, 4 meter, dan 6 meter dari outlet air air lindi. Untuk pengukuran debit air lindi, pengukuran dilakukan di saluran outlet air air lindi. Untuk pengukuran debit sungai dilakukan di sungai Pesanggrahan bagian hulu dari outlet air air lindi yang memiliki karakteristik tidak berkelok. Untuk pengukuran konsentrasi TSS sungai
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
31
Pesanggrahan sebagai nilai c o dilakukan di sungai Pesanggrahan bagian hulu dari outlet air air lindi. 3.6 Pengambilan Data Sampel
Setelah mendapatkan turunan persamaan numerik dengan menggunakan metode finitedifference dan finitedifference dan Runge Kutta, Kutta , selanjutnya dibutuhkan data awal sebagai input dalam menyelesaiakan pemodelan yang sudah dibuat. Data yang dibutuhkan adalah: a.
Qw sebagai Qw sebagai debit yang akan melewati outlet
b.
Qr sebagai sebagai debit sungai di sebelah hulu outlet
c.
cw sebagai cw sebagai konsentrasi air lindi yang keluar dari outlet
d.
k sebagai sebagai decay rate (koefisien rate (koefisien penurunan konsentrasi) Setelah
solusi
numerik
berhasil
diselesaikan,
akan
dilakukan
pengambilan sampel pada jarak ja rak 2 meter, 4 meter, dan 6 meter dari outlet air air lindi (∆x= (∆x= 2meter). Parameter yang akan diukur adalah konsentrasi TSS. Nilai konsentrasi TSS ini akan dijadikan sebagai bahan pembanding nilai TSS hasil perhitungan secara solusi numerik yang telah diselesaikan. 3.7 Peralatan dan Bahan Penelitian
Peralatan dan bahan penelitian yang digunakan untuk mengukur konsentrasi TSS adalah sebagai berikut: 1. Desikator 2. Oven dengan suhu 105 oC 3. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg 4. Pengaduk 5. Pipet volum 6. Gelas ukur 7. Cawan porselen 8. Pengaduk magnetik 9. Penjepit 10. Stopwatch 11. Pompa vakum
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
32
12. Kertas saring 13. Air suling Peralatan penelitian yang digunakan untuk mengukur debit sungai adalah sebagai berikut: 1. Pelampung 2. Stopwatch 3. Alat ukur kedalaman sungai 4. Alat ukur lebar sungai 5. Current meter 6. Roll meter Peralatan penelitian yang digunakan untuk mengukur debit air lindi adalah sebagai berikut: 1. Pelampung 2. Stopwatch 3. Roll meter Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah: 1. Perahu karet 2. Alat pengambil sampel 3. Ice box 4. Botol tempat sampel 3.8 Metode Pengukuran
Pada bagian ini akan dibahas metode dari masing-masing pengukuran yang dilakukan. 3.8.1 Metode pengukuran konsentrasi TSS Berdasarkan SNI 06-6989. 3-2004 tentang air dan air limbah – limbah – bagian 3:cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri, menyatakan bahwa sebelum melakukan prosedur pengukuran, terlebih dahulu dilakukan persiapan penelitian. Berikut adalah prosedur persiapan penelitian pengukuran TSS:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
33
a.
Kertas saringdiletakkan pada peralatan filtrasi. Vakum dan wadah pencuci dipasang dengan air suling berlebih 20 mL. Vakum dinyalakan untuk menyedotdengan tujuan menghilangkan semua sisa air. Selanjutnya, vakum dimatikan, dan menghentikan pencucian.
b.
Kertas saring dipindahkan dari peralatan filtrasi ke cawan Gooch agar dapat langsung dikeringkan.
c.
Kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, dan selanjutnya, kertas saring didinginkan dalam desikator kemudian timbang. Setelah persiapan selesai, selanjutnya adalah pengukuran konsentrasi
TSS. Berikut adalah prosedur pengukuran konsentrasi TSS: a) Kertas saring diletakkan pada peralatan filtrasi. Selanjutnya. dilakukan penyaringan dengan peralatan vakum. Sebelum sampel dituang, kertas saring dibasahi dengan sedikit air suling. b) Sampel uji diaduk telebih dahulu dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh uji yang lebih homogen. c) Setelah homogen, sampel dipipet dengan volume tertentu pada waktu sampel diaduk dengan pengaduk magnetik. d) Kertas saring dicuci terlebih dahulu dengan 3 x 10 mL air suling, kemudian dibiarkan agar kering sempurna, dan sampel yang sudah siap disaring dengan vakum selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna. Sampel uji dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian tambahan. e) Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika digunakan cawan Gooch, cawan dipindahkan dari rangkaian alatnya. f) Kemudian, kertas saring dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC.Selanjutnya, didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan timbang. 3.8.2 Metode Pengukuran Debit
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
34
Metode pengukuran debit ini berdasarkan pada SNI 03-2820-1992 tentang metode pengukuran debit sungai dan saluran terbuka dengan pelampung permukaan. Berikut adalah prosedur pengukuran debit di saluran air lindi: a.
Pertama-tama adalah menentukan panjang sungai yang akan diukur kecepatan arusnya.
b.
Kemudian, mengukur waktu yang digunakan untuk menempuh jarak yang telah ditentukan dengan menggunakan pelampung.
c.
Selanjutnya, menghitung keliling basah dari sungai.
d.
Lalu, memasukkan data-data yang diperoleh ke dalam rumus
.
dan
3.9 Analisa Data
Analisa data merupakan pengolahan data dari pengukuran sampel yang sudah dilakukan. Pengolahan data dilakukan dengan memasukkan rumus yang sudah ditetapkan sehingga mendapatkan angka yang diinginkan. a.
Pengolahan TSS Perhitungan untuk mendapatkan konsentrasi TSS adalah:
(3.1)
dimana, A
: berat kertas saring + residu kering, (mg)
B
: berat kertas saring, (mg)
b.
Pengolahan Debit Perhitungan untuk mendapatkan debit air adalah:
(3.2)
dimana, Q
: debit air, (m3/detik)
U
: kecepatan arus/aliran, (m/detik)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
35
A
: luas penampang basah sungai, (m2)
K
: koefisien pelampung Untuk mencari nilai koefisien pelampung, digunakan perhitungan
sebagai berikut:
(√ )
(3.3)
dimana, K
: koefisien pelampung
: kedalaman pelampung yang tenggelam/kedalaman air
Gambar 3.3. Mengukur Debit Air Sungai Dengan Met ode Pelampung Sumber: SNI 03-2820-1992
3.10Metode Beda Hingga ( F ini te Di ff erence )
Finite difference adalah ekspresi matematika dalam bentuk
. Metode finite difference merupakan metode klasik yang dipergunakan sebagai pendekatan dalam menghitung turunan numerik dalam menyelesaikan
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
36
suatu pemodelan yang memiliki bentuk persamaan diferensial. Metode beda hingga dapat diturunkan dengan dua cara, yaitu dengan deret taylor dan dengan hampiran polinom interpolasi. Kedua cara tersebut menghasilkan rumus beda hingga yang sama. Pada penulisan skripsi ini, penurunan rumus beda hingga tidak dibahas karena yang menjadi fokus pembahasan adalah aplikasi metode tersebut pada model adveksi dengan proses diskritisasinya. Pendekatan turunan yang digunakan dalam metode beda hingga memiliki peranan yang penting dalam menemukan solusi numerik persamaan differensial, terutama masalah nilai batas (William, 1997). Prinsip dari metode beda hingga adalah turunan dalam persamaan diferensial parsial yang didekati oleh kombinasi linier dari nilai fungsi pada titiktitik grid. (Zhilin, 2005). Skema berikut ini menunjukkan konversi dari lapisan planar satu dimensi seragam planar bahan menjadi representasi elemen volume hingga dengan setiap panjang unit elemen Dx.
P 1
P 1
P 1
P i-1
P i
1
2
3
i-1
i
P i+1
P n-1
P n
i+1
n-1
n
Gambar 3.4. Skema metode beda hingga Sumber: Zhilin li, 2005
Pada gambar 3.4 terlihat pembagian planar menjadi 3 bagian kecil, yaitu i-1, i, i+1. Pembagian kecil ini merupakan bagian penyederhanaan dari suatu sistem palanar agar lebih mudah melakukan pendekatan untuk mengetahui nilai yang ada pada setiap bagian-bagian di dalam planar tersebut. i-1 adalah bagian planar pada ruas sebelum yang akan ditinjau. i adalah bagian planar pada ruas yang akan ditinjau. i+1 adalah bagian planar pada ruas selanjutnya pada bagian yang akan ditinjau.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
37
Untuk suatu fungsi f (x,y) yang terdefinisi pada suatu selang tertutup
, terdapat tiga pendekatan metode beda hingga dalam menghitung turunan numerik. Pendekatan yang dilakukan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Forward difference approximation (pendekatan selisih maju) Turunan pertama
:
Turunan kedua
(3.4)
:
(3.5)
2. Backward difference approximation (pendekatan selisih mundur) Turunan pertama:
(3.6)
(3.7)
Turunan kedua:
3. Center difference approximation (pendekatan selisih pusat) Turunan pertama
:
Turunan kedua
(3.8)
:
(3.9)
3.11Metode Run ge Ku tta orde 4
Metode Runge Kutta adalah bagian dari metode numerik yang digunakan dalam pemodelan kualitas air. Metode Runge Kuttamemiliki rumus umum sebagai berikut:
(3.10)
dimana,
atau kemiringan Metode Runge Kuttamemiliki derajat ketelitian yang lebih tinggi. Untuk suatu fungsi f(c,t) yang memiliki nilai awal dan terdefinisi pada suatu selang
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
38
tertutup, perumusan yang baku dalam metode Runge Kutta orde empat dapat dirumuskan sebagai berikut:
* +
(3.11)
Dimana,
(3.12) (3.13) (3.14) (3.15)
Fungsi tersebut untuk menyelesaikan persamaan diferensial yang memuat nilai t dan c. Metode Runge Kutta sama dengan pendekatan metode Heun dalam estimasi slope berkali-kali yang dikembangkan pada perubahan rata-rata slope dalam interval (Chapra, 1997). 3.12Pengembangan Model
Model yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah model aliran
fluida di sungai. Pada penelitian ini pemodelan di sungai menggunakan bentuk persamaanCompletely Stirred Tank Reactor (CSTR).
Pengembangan numerik
diturunkan dari persamaan mass balance ke dalam bentuk Completely Stirred Tank Reactor . Beban pencemar dari air lindi TPA Cipayung berjenis point source dengan sifat berupa step loading (pembebanan yang konstan). Persaman dasar yang sudahdidapat, kemudian diturunkan menggunakan metode beda hingga ( finite difference) untuk mendapatkan perubahan konsentrasi berdasarkan jarak. Selanjutnya, persamaan dasar juga diselesaikan dengan metode Runge Kutta untuk mendapatkan rumus numerik perubahan konsentrasi berdasarkan waktu. Turunan persamaan mass balance pada rumus (2.25) adalah sebagai berikut:
(2.25)
Penggunaan jenis rumus pendekatan di dalam metode finite difference didasarkan pada kemudahan penurunan rumus yang dilakukan, posisi nilai yang ingin diketahui dan ketersediaan data. Pada skripsi kali ini, jenis rumus finite difference yang digunakan adalah backward difference approximation. Pemilihan
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
39
jenis rumus ini karena data yang tersedia meliputi data konsentrasi sungai sebelum ruas pertama dan nilai yang ingin diketahui adalah konsentrasi pada ruas pertama dan ruas berikutnya. Lalu, governing equationyang diturunkan menggunakan persamaan finite differencedengan jenisbackward differenceapproximation akan menjadi:
(3.16)
3.12.1 Kondisi Steady State Kondisi steady state adalah kondisi dimana suatu keadaan tersebut stabil, tidak lagi terpengaruh dengan konsentrasi yang berada di luar lingkungan (Syfa’at, 2010). Pada literatur lain disebutkan bahwa kondisi steady state adalah kondisi dimana variabel tidak berubah menurut waktu yang ada hanya aliran bersih dari massa yang melintasi batasan-batasan dengan jarak. Dengan kata lain perubahan konsentrasi terhadap waktu sama dengan nol (
) (Chapra, 1997).
Persamaan mass balance yang telah diturunkan dengan finite difference (persamaan 3.16) dirubah menjadi kondisi steady stat e, dimana
. Sehingga,
persamaannya akan menjadi:
(3.17)
Persamaan 3.17 disederhanakan untuk mendapat perubahan konsentrasi terhadap jarak. Persamaannya menjadi:
(3.18)
dimana,
u
: konsentrasi TSS ruas, (mg/L) : beban yang berasal dari outlet air lindi, (mg/L) : volume setiap ruas sungai, (m3) : kecepatan sungai arah sumbu-x, (m/hari) : konsentrasi TSS ruas sungai sebelumnya, (mg/L) : panjang ruas sungai, (m)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
40
: kecepatan mengendap, (m/hari) : luas permukaan ruas sungai, (m2) Dengan perumusan yang telah disederhanakan, masing-masing ruas
sungai dapat ditentukan besar konsentrasi yang terjadi. Dari rumus turunan yang didapat akan terbentuk suatu grafik antara ruas sungai atau jarak (sumbu-x) dengan konsentrasi (sumbu-y). Data yang didapat akan berbentuk seperti pada tabel berikut: Tabel 3.2. Data perhitungan numerik kondisi steady state x (m)
x0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 10
c (mg/L)
c0
c1
c2
c3
c4
c5
c10
dimana, x
: jarak pengukuran di sungai, m
c
: konsentrasi, mg/L
3.12.2 Kondisi Unsteady State Kondisi unsteady state adalah kondisi dimana konsentrasi berubah menurut waktu. Perubahan ini akan menyebabkan konsentrasi bersifat fluktuatif (tidak stabil) atau
(chapra, 1997).
Definisi lain menyebutkan bahwa, kondisi unsteady adalah kondisi dimana unit proses tidak bekerja pada kondisi seimbang dan kondisi proses seperti suhu, tekanan, dan debit bekerja secara fluktuatif (Richard, 2011). Menurut Richard, 2011, desain proses harus mempertimbangkan kondisi bekerja pada saat unsteady dimana proses akan selalu berubah-ubah. Di dalam dunia teknik kimia, gagasan tentang pengoperasian suatu reaktor pada kondisi unsteady dengan berbagai variasi proses telah lama dianjurkan (Douglas and Rippin, 1966).
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
41
Metode numerik yang digunakan adalah metode Runge Kutta orde 4. Penggunaan metode Runge Kutta orde 4 akan menghasilkan nilai error yang kecil. Hal ini disebabkan karena slope
yang digunakan dalam metode Runge kutta
memiliki 4 nilai slope untuk setiap fungsinya. Sehingga, nilai yang dihasilkan akan mendekati dengan nilai aslinya. Berikut ini adalah hasil penurunan mass balancebackward difference dengan menggunakan metode Runge Kutta orde empat:
* +
(3.19)
* +
(3.20)
* +
(3.21)
* +
(3.22)
Selanjutnya, nilai dari masing-masing
k dimasukkan ke dalam
persamaan:
* +
(3.23)
Dengan perumusan yang telah disederhanakan, masing-masing ruas dapat ditentukan besar konsentrasi yang terjadi. Dari rumus turunan yang didapat akan terbentuk suatu grafik antara ∆t atau perubahan waktu (sumbu-x) dengan konsentrasi (sumbu-y). Data yang didapat akan berbentuk seperti pada tabel berikut: Tabel 3.3. Contoh data perhitungan numerik kondisi unsteady state setiap ruas ∆t (hari)
0
1
2
3
4
5
n
c (mg/L)
c0
c1
c2
c3
c4
c5
cn
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
BAB 4 GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI
4.1 Tempat Pembuangan Akhir Cipayung, Depok
TPA Cipayung terletak pada Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
:Pemukiman Kampung Bulak, Kelurahan Cipayung
b. Sebelah Selatan
: Sungai Pesanggarahan, Kelurahan Pasir Putih
c. Sebelah Timur
: Kebun campuran di Kampung Bulak
d. Sebelah Barat
: Kebun campuran, Sungai Pesanggrahan
TPA Cipayung dioperasionalkan sejak tahun 1992 dengan sistem open dumping pada areal seluas 2,5 ha. Dikarenakan semakin meningkatnya volume sampah di Kota Depok, TPA Cipayung diperluas kembali hingga 10,6 ha dengan kapasitas
direncanakan
sekitar
4.000.000
m 3timbulan
sampah.
Sistem
pembuangan sampah ditingkatkan dari semula open dumping menjadi controlled landfill.Infrastruktur TPA Cipayung yang ada meliputi: 1. Permukaan landfill Struktur tanah di lokasi TPA Cipayung sebagian besar berupa tanah liat yang mempunyai permeabilitas 10 -7 cm/dt, sehingga tidak diperlukan pelapisan kembali. Fungsi lapisan tersebut untuk menahan rembesan air lindi ke dalam tanah. 2. Pipa air lindi Pipa air lindi pada lahan urug telah terpasang, yang berfungsi untuk mengalirkan air lindi menuju bangunan pengolahan. Pipa penyalur lindi dipasang di atas permukaan geomembran. 3. Pipa Gas Pada lahan urug/landfill dipasang pipa gas setiap radius 50 m. Fungsi dari pipa gas ini adalah untuk mengalirkan gas yang terbentuk dari hasil dekomposisi sampah organik dan mencegah terakumulasi gas di dalam landfill karena akan menimbulkan ledakan atau hal -hal lain yang tidak diinginkan seperti kebakaran.
42 Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
43
4. Drainase saluran pengering di TPA a. Drainase lindi, terdapat di sepanjang pinggir landfill dan mengalir ke kolam lindi. b. Drainase air hujan, terdapat dipinggir jalan akses dan drainase sementara pada lahan landfill diarahkan ke bak pengumpul. 5. Kolam Lindi Kolam lindi merupakan tempat penampungan lindi dari seluruh area landfill. Di kolam tersebut lindi diolah dengan tujuan untuk megurangi konsentrasi pencemaran dalam leachate sampai ke tingkat yang aman untuk dibuang ke badan air terdekat yaitu Sungai Pesanggrahan. Standar efluen dari bangunan instalasi pengolahan leachate dibuang/dialirkan ke badan air penerima. Sistem pengolahan leachate dibuat dengan maksud mengurangi zat pencemar dalam
leachate, tanpa menggunakan
peralatan yang memerlukan investasi tinggi serta pengoperasian dan perawatan yang rumit. Sistem pengolahan yang diterapkan adalah dengan menggunakan kol am stabilisasi yang terdiri atas kolam anaerobik, kolam fakultatif, dan kolam maturasi/ pematangan. 6. Fasilitas Jalan Jalan satu arah menuju lahan TPA. 7. Fasilitas Alat Berat Pada saat ini Kota Depok mempunyai 2 buah buldozer. 8. Kantor Bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat kegiatan petugas TPA. a. Gudang Bangunan yang diperuntukkan untuk menyimpan peralatan dan bahan-bahan untuk pengoperasian TPA. b. Rumah Jaga Berfungsi sebagai tempat petugas jaga yang bertugas mengawasi kegiatan di TPA. c. Tempat cuci mobil
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
44
Fasilitas
penunjang
di
TPA,
berfungsi
untuk
pencucian kendaraan operasional angkutan sampah
melakukan dan juga
kendaraan operasional kantor. d. Tempat parkir Suatu area yang dipergunakan untuk memarkirkan kendaraan, baik itu kendaraan operasional kantor maupun kendaraan operasional angkutan sampah. Kegiatan operasional di TPA Cipayung tidak berbeda dengan TPA lainnya, mulai dari penerimaan dan pendataan sampah hingga pengolahan lindi. Kegiatan penerimaan dan pendataan sampah diperlukan untuk mengevaluasi dan merencanakan pengembangan TPA. Pengukuran dapat dilakukan secara manual dengan cara mengukur ketinggian muatan sampah dalam kendaraan pengangkut. Data pengukuran selanjutnya dicatat oleh petugas dan dibukukan. Pencatatan disusun dalam bentuk tabulasi, meliputi: hari, bulan/tanggal/tahun, jam kedatangan, jam pergi, nomor polisi truk, dan volume sampah. Sampah-sampah yang didatangkan tersebut ditimbun dalam ketentuan rentang waktu puluk 07.00 s.d 17.00.
Gambar 4.1. Tempat pembuangan sampah Cipayung, Depok Sumber: google earth, 2010
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
45
Di TPA Cipayung, penggusuran dilakukan dengan menggunakan buldozer. Pola penggusuran sampah sangat dipengaruhi kondisi cuaca, seperti penggusuran pada musim kemarau dan musim hujan. Penggusuran sampah pada musim kemarau dilakukan pada dasar landfill, sehingga alat berat bekerja lebih optimal. Penggusuran sampah pada musim hujan dapat dilakukan dari atas timbunan sampah. Alat berat hanya dapat bekerja dari atas timbunan sampah sehingga pemadatan tidak optimal. Kemudian dilakukan perataan dan pemadatan sampah dilakukan dengan menggunakan alat berat yaitu truk loader. Perataan dan pemadatan sampah yang dilakukan adalah: a. Dilakukan lapis demi lapis, setiap lapis diratakan sampai setebal 20-60 cm dengan cara mengatur ketinggian blade alat berat. b. Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas 3 -5 kali. c. Perataan dan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah 1,5 m. Perataan diulangi untuk bongkaran sampah berikutnya. Sampah disebarkan keseluruh permukaan sel dengan ketebalan yang sama. Setelah seluruh sel tertutup dengan lapisan sampah dan telah dipadatkan, maka pemadatan dilanjutkan ke sel berikutnya. Di lokasi TPA, tanah penutup dibutuhkan untuk mencegah timbulnya bau, sampah berserakan, bahaya kebakaran, berkembangbiaknya lalat atau binatang pengerat dan mengurangi timbulan lindi serta untuk penstabilan timbunan
sampah.
Proses
penutupan
sampah
akan
dilakukan
dengan
menggunakan alat berat dengan cara meratakan dan pemadatan dengan tanah penutup. Penutupan dilakukan dengan meratakan tanah setebal 25 cm di atas permukaan sel sampah, kemudian dilakukan penggilasan 2-3 kali lintasan hingga menjadi padat atau mencapai ketebalan 20 cm dengan kemiringan tanah pada sisi-sisi lahan TPA tidak lebih dari 30o. Untuk meninjang kegiatan ini, diperlukan bulldozer, dump truck dan peralatan khusus. Peralatan khusus di TPA Cipayung ini antara lain: 1. Pemadaman kebakaran, yang berfungsi untuk pengendalian kebakaran pada lahan timbunan sampah.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
46
2. Kendaraan tangki penyiram air, yang berfungsi untuk penyiraman lahan TPA yang belum tertimbun sampah pada saat musim kemarau sehingga tidak menimbulkan retakan tanah. 3. Pipa penangkap gas Berfungsi menyalurkan gas yang terbentuk dalam timbunan sampah akibat proses degradasi sampah. Sistem pengendalian gas menggunakan sistem perpipaan.Pengoperasian pipa gas dilakukan dengan
casing
berdiameter 30 cm yang dipasang pada pipa gas dan dimasukkan kerikil berdiameter 3-5 cm, setelah itu sampah disebar dan dipadatkan di sekitar selubung pipa hingga lapis pertama. Setelah selesai lapis pertama casing tersebut diangkat untuk tahap selanjutnya dilakukan secara berulang ulang. Terdapat pula instalasi pengolahan lindi di TPA Cipayung. Tujuan dan sasaran
pengoperasian kolam lindi adalah untuk mengurangi polutan-polutan
pencemar yang terkandung dalam lindi, sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Kualitas lindi diperiksa
di laboratorium setiap beberapa
bulan sekali. Titik pengambilan contoh meliputi: 1. Outlet dari lahan timbunan sampah 2. Outlet dari kolam anaerob 3. Outlet dari kolam fakultatif 4. Outlet dari kolam maturasi 4.2 Sungai Pesanggrahan
Menurut UU No.7 tentang Sumber Daya Air, Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik ( physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems) DAS sering didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
47
Secara umum sungai-sungai di Kota Depok termasuk kedalam dua Satuan Wilayah Sungai besar, yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane. Selanjutnya sungai-sungai tersebut dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah Aliran Sungai, yaitu sungai Ciliwung, Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu, Cipinang, Cijantung, Sunter, Krukut, Saluran Cabang Barat, Saluran Cabang Tengah dan sungai Caringin. DAS Pesanggrahan bentuknya memanjang dan ramping. Bagian hulu lebih runcing dan melebar menuju bagian tengah kemudian menyempit dan melebar kembali menuju hilir. Bagian hilir bentuknya lebih oval dan lebih luas dibandingkan bagian hulu dan tengah. Hulu DAS Pesanggrahan terletak di perumahan Budi Agung, Tanah Sareal Kota Bogor dan bagian hilirnya bertemu dengan saluran Cengkareng Drain. Luas kawasan DAS ini ±17.737 Ha. Sungai Pesanggrahan memiliki hilir di DKI Jakarta. Menurut SK gubernur DKI Jakarta nomor 582 tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai atau Badan Air serta Baku Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sungai Pesanggrahan termasuk sungai golongan III dengan peruntukan sebagai pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi
pertanaman,
dan
atau
untuk
peruntukan
lain
yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berikut ini adalah tabel kualitas TSS untuk masing-masing kelas sungai menurut PPNo. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
48
Tabel 4.1. Kriteria mutu air paramete TSS berdasarkan kelas
PARAMETER
SATUAN
KELAS I
II
III
IV
C
Deviasi 3
Deviasi 3
Deviasi 3
Deviasi 5
mg/L
1000
1000
1000
2000
KETERANGAN
FISIKA o
Temperatur Residu Terlarut
Residu Tersuspensi
mg/L
50
50
400
400
Deviasi Temperatur dari keadaan alamiah
Bagi Pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L
Sumber: PP NO. 82 tahun 2001
Tipe penutupan lahan di DAS Pesanggrahan lebih di dominasi oleh lahan terbangun (± 60%). Daerah pemukiman lebih banyak di temukan di bagian tengah sampai hilir. Diantara lahan terbangun yang ada daerah Bogor, yaitu Bojong Gede, Cilebut, Depok, Sawangan, Pondok Cabe, Kebayoran Lama, Cileduk, Kebon Jerung dan Srengseng di Jakarta Barat. Pemukiman padat paling banyak ditemukan kurang lebih 38,43% dari luasan DAS adalah daerah pemukiman padat yang tersebar paling banyak di daerah hilir, khusunya disekitar Kebayoran lama, Kedoya dan kebon jeruk di jakarta Barat.Berdasarkan hasil analisis hanya terdapat Kurang lebih 7% Kawasan hijau hanya sebagian kecil berada di bagian hilir dan sebarannya tidak merata termasuk hutan kota di Srengseng Jakarta Barat.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
49
Gambar 4.2. Persentase Penutupan Lahan di DAS Pesanggrahan Sumber: RTRW Kota Depok, 2000
Sungai Pesnggrahan merupakan sumber daya air terpenting untuk Sawangan dengan kondisi air berwarna coklat bercampur lumpur dankotoran. Sungai ini mempunyai fluktuasi yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Bahkan pada musim hujan sering menimbulkan banjir setempat. Berdasarkan data debit dari Balitbang PU, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Bandung antara 1992 – 1996 statistik pengukuran Sawangan debit minimum adalah Qmin =350 L/detik (sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). Untuk menghitung karakteristik infiltrasi tanah U.S. Soil Conservation Service membagi tanah ke dalam empat Soil Hidrological Group, yang didefinisikan sebagai berikut: a.
Grup A : potensi run-off rendah, tanah mempunyai laju transmisi air tinggi (laju infiltrasi final lebih besar 0,72 cm/jam), tekstur berpasir.
b.
Grup B : tanah mempunyai laju transmisi air tergolong sedang (laju infiltrasi final antara 0,72 – 0.36 cm/jam), tekstur lempung berpasir.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
50
c.
Grup C : tanah mempunyai laju transmisi air tergolong lambat (laju infiltrasi final antara 0,36-0,12 cm/jam), lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah, dan tanah – tanah berkadar liat tinggi.
d.
Grup D : potensi run-off tinggi, tanah mempunyai laju transmisi air tergolong sangat rendah (laju infiltrasi final lebih kecil 0,12 cm/jam), tanahtanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, dan plastis. Pada sungai Pesanggrahan ini pembagian Soil Hidrological Group (SHG)
adalah sebagai berikut: Grup A
:-
Grup B
: 1.840 Ha
Grup C
: 14.987 Ha
Grup D
: 909 Ha Soil Hidrological Group di daerah kajian didominasi oleh grup C.
Namun bagian hilir DAS kajian termasuk dalam Group D, di mana daerah ini memiliki potensi limpasan permukaan yang tinggi atau potensi transmisi air ke dalam tanah sangat rendah.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
BAB 5 ANALISA SIMULASI MODEL DENGAN SPREEDSHET
5.1 Tinjauan Umum
Untuk melakukan simulasi pada model, diperlukan beberapa parameter awal yang perlu diketahui seperti, data karakteristik sungai Pesanggrahan yang dimodelkan, kecepatan sungai Pesanggrahan, besar pembebanan pencemar, serta konstanta yang menyertai mekanisme yang terjadi di dalam sungai, seperti nilai koefisien reaksi apabila terjadi reaksi kimia dan nilai kecepatan pengendapan apabila terjadi mekanisme pengendapan. Selain itu, diperlukan juga data input berupa data hipotetik yang meliputi data hidrolika sungai yang dimodelkan yaitu, nilai initial conditiondan boundary condition dari pencemar. 5.2 Skenario Proses Simulasi
Skenario dilakukan untuk menguji model yang telah dibuat dengan memperhatikan karakteristik formulasi numerik yang dibentuk dalam permodelan sungai Pesanggrahan. Dalam merekayasa suatu skenario secara spesifik untuk dimasukkan
kedalam
simulasi
formulasi
numerik,
pertama-tama
harus
diidentifikasi jenis dan jumlah data input berupa parameter yang diperlukan dalam melakukan running simulasi pemodelan yang telah dibuat. Dan juga, karakteristik formulasi numerik pada model adveksi pencemar total suspended solid di sungai Pesanggrahan sebagai berikut: a.
Model bersifat satu dimensi yaitu, dalam arah sumbu-x. Aliran air akan didekati dengan jenis aliran air satu dimensi (one dimensional flows).
b.
Aliran yang disimulasikan bersifat steady uniform yaitu, kecepatan aliran konstan terhadap waktu (dv/dt=0), tidak tidak terjadi perubahan distribusi kecepatan aliran, dan massa jenis air tidak berubah,
c.
Model ini tidak mengakomodasi badan air dengan percabangan. Badan air yang akan disimulasikan tidak memiliki anak sungai maupun bentuki percabangan lainnya.
d.
Mekanisme yang diperhitungkan adalah mekanisme adveksi dan mekanisme settling .
51 Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
52
e.
Beban yang dimasukkan ke dalam model
berbentuk point-source yang
berasal dari pengolahan air lindi Tempat Pembuangan Akhir Cipayung, Depok ke sungai Pesanggrahan. Beban yang berbentuk non-point source tidak diakomodasikan dalam pengembangan model matematis. f.
Tidak terdapat mekanisme masuknya beban disepanjang badan sungai yang disimulasikan, baik point-source maupun non-point source. Skenario yang telah dibuat kemudian dimasukkan kedalam bahasa
model, selanjutnya memasukkan data parameter awal yang dibutuhkan kedalam spreadsheet dan menjalankan model hingga didapatkan hasil berupa grafik. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai konsentrasi pencemar menurut jarak dan waktu berdasarkan sebaran beban di salah satu sel yang diberikan beban secara konstan terhadap waktu. Simulasi ini dilakukan untuk membuat model yang sesuai dengan teori. Setelah mendapatkan model yang sesuai dengan teori, selanjutnya dilakukan simulasi kedua untuk mengetahui nilai konsentrasi menurut jarak dan waktu berdasarkan hasil observasi. Hasil dari simulasi kedua dibandingkan nilainya dengan hasil dari observasi. 5.3 Skenario Sungai Pesanggrahan
Untuk melakukan pemodelan, sungai Pesanggrahan didiskritasikan menjadi ruas-ruas yang lebih kecil. Pembagian ruas ini berdasarkan jarak dari outlet air lindi yang masuk. Pembagian ruas dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan konsentrasi pada titik yang ingin diketahui. Dalam pemodelan ini, sungai Pesanggrahan akan didiskritasi menjadi 10 ruas. Berikut ini adalah gambar skenario sungai pesanggrahan menjadi 10 ruas: Beban (Air Lindi) (W)
x0
x1
x2
x3
...
x10
Gambar 5.1. Skema diskritisasi jarak pada ruas sungai
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
53
Sumber: olahan penulis
Panjang dari masing-masing ruas menggambarkan dimensi dari variasi gerak hidrauliknya, misalnya panjang dan tinggi gelombang tunggal, dimensi dari sel yang bergerak secara turbulent, serta panjang masing-masing sel, dan juga kedalaman untuk sungai tersebut. Skala waktu menggambarkan masa karakterist ik masing-masing fitur dan kecepatan khas atau rentang kecepatan yang terkait dengan gerakannya (Cullough, 2001). Berikut ini adalah karakteristik sungai Pesanggrahan yang akan dijadikan sebagai badan air penerima pada simulasi pertama: Tabel 5.1. Karakteristik sungai Pesanggrahanuntuk simulasi petama dengan ∆x= 25.000 meter
B (m)
H (m)
A (m2)
7.6
0.573
4.36
∆x (m)
Jumlah Ruas
Luas permukaan/ sel (m2)
Volume /sel (m3)
25000
10
190000
108933
Sumber: pengukuran lapangan
dimana, B
: lebar sungai, m
H
: kedalaman rata-rata sungai
A
: luas melintang sungai, m2
∆x
: panjang setiap ruas sungai, m ∆x yang digunakan cukup besar, yaitu 25.000 meter. Hal ini dilakukan
karena pada simulasi pertama ingin melihat trend grafik yang dihasilkan dari pemodelan. Semakin besar ∆x yang digunakan maka, trend grafik yang dihasilkan akan terlihat semakin lebih smooth. Selanjutnya, karakteristik sungai Pesanggrahan dengan perubahan ∆x menjadi 2 meter untuk melakukan observasi adalah sebagai berikut: Tabel 5.2. Karakteristik sungai Pesanggrahan untuk simulasi kedua dengan ∆x= 2 meter
B (m)
H (m)
A (m )
∆x (m)
Jumlah Ruas
Luas permukaan/ sel (m2)
Volume /sel (m3)
7.6
0.573
4.36
2
10
15.2
8.715
2
Sumber: pengukuran lapangan
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
54
Karakteristik ini menjadi nilai awal yang akan dimasukkan ke dalam rumusan pemodelan. Data lebar sungai rata-rata dan kedalaman rata-rata didapatkan dari hasil pengukuran di lapangan secara langsung yang dilakukan pada tanggal 4 Februari 2011. 5.4 Kecepatan Sungai Pesanggrahan
Kecepatan aliran di sungai Pesanggrahan diasumsikan sama untuk setiap ruasnya. . Penggunaan nilai kecepatan sungai juga sama untuk simulasi pertama dan kedua. Besar kecepatan sungai pesanggrahan yang melewati TPA Cipayung diukur menggunakan alat current meter . Pengukuran kecepatan aliran sungai pesanggrahan dilakukan pada tanggal 4 Februari 2011, jam 11.00 WIB. Pengukuran kecepatan dilakukan sebelum outlet air lindi. Berikut ini adalah tabel pengukuran kecepatan sungai pesanggrahan:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
55
Tabel 5.3. Hasil pengukuran kecepatan sungai Pesanggrahan
Bacaan
Titik Tinjau
Lebar Kedalaman Kedalaman Waktu sungai (H) alat
1 m
m
0,43
1
Jumlah Putaran
7,6
0,65
0,64
2
n ratarata
Kecepatan
Luas sungai
Debit
m/s
m2
m3/s
3
putaran
1/15 s
xH
m
s
0,2
0,086
15
27 26
26
1,76
0,4590
0,6
0,258
15
43 42
41
2,80
0,7220 V1
0,8
0,344
15
46 41
46
2,96
0,7612
0,2
0,13
15
37 36
36
2,42
0,6269
0,6
0,39
15
35 34
35
2,31
0,5989 V2 0,6195 0,6406
0,8
0,52
15
36 37
37
2,44
0,6325
0,2
0,128
15
35 34
34
2,29
0,5933
0,6
0,384
15
38 37
39
2,53
0,6549 V3 0,6549
0,8
0,512
15
38 39
37
2,53
0,6549
0,6474
0,817
0,53
2,47
1,53 2,86
1,216
0,80
Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Pengukuran ditinjau pada tiga titik, ¼ lebar sungai, ½ lebar sungai, dan ¾ lebar sungai dengan masing-masing kedalaman 0,2 kedalaman sungai, 0,6 kedalaman sungai, dan 0,8 kedalaman sungai. Dari pengukuran yang dilakukan, didapat kecepatan sungai Pesanggrahan sebesar 0,64 m/detik atau sama dengan 55348 m/hari dengan debit sungai sebesar 2,86 m 3/detik. Berikut ini adalah kecepatan di sungai pesanggrahan untuk setiap ruas dalam pemodelan yang dibuat dalam m/hari: Tabel 5.4. Kecepatan sungai Pesanggrahan setiap ruas (m/hari) Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
55348
55348
55348 55348
55348
55348
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 10
55348 55348
55348
55348
Sumber: perhitungan penulis
5.5 Skenario Beban Pencemar
Beban pencemar yang masuk ke dalam badan air berasal dari hasil
Pengukuran ditinjau pada tiga titik, ¼ lebar sungai, ½ lebar sungai, dan ¾ lebar sungai dengan masing-masing kedalaman 0,2 kedalaman sungai, 0,6 kedalaman sungai, dan 0,8 kedalaman sungai. Dari pengukuran yang dilakukan, didapat kecepatan sungai Pesanggrahan sebesar 0,64 m/detik atau sama dengan 55348 m/hari dengan debit sungai sebesar 2,86 m 3/detik. Berikut ini adalah kecepatan di sungai pesanggrahan untuk setiap ruas dalam pemodelan yang dibuat dalam m/hari: Tabel 5.4. Kecepatan sungai Pesanggrahan setiap ruas (m/hari) Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
55348
55348
55348 55348
55348
55348
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 10
55348 55348
55348
55348
Sumber: perhitungan penulis
5.5 Skenario Beban Pencemar
Beban pencemar yang masuk ke dalam badan air berasal dari hasil pengolahan air lindi TPA Cipayung. Air lindi yang masuk ke dalam badan air terus menerus masuk ke badan air. Beban seperti ini memiliki sifat step loading atau continues loading (beban yang terus menerus). Sampel air lindi diambil pada outlet kolam air lindi. Air lindi disetarakan dengan air limbah cair yang baku mutunya diatur oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri dan SK Gub. Jabar No. 6 tahun 1999
tentang
Pengendalian Pencemaran Limbah Cair. Pada formulasi numerik, beban step loading hanya diberikan pada ruas pertama saja dari susunan ruas sungai yang disimulasikan. Respons model berupa nilai konsentrasi terhadap jarak dan waktu akan digunakan untuk diperbandingkan dengan trend hasil dari simulasi. Beban ini besarnya merupakan perkalian antara debit dan konsentrasi dari air lindi. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan di lapangan, debit air lindi sebesar:
56 Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
57
dimana, Qw
: debit air lindi, (m3/s)
V
: kecepatan air lindi, (m/s)
A
: luas penampang saluran air lindi, (m2)
Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 4 Februari 2011, pengukuran dilakukan 2 kali dengan melakukan pengenceran sebesar 10 kali, didapatkan konsentrasi air lindi sebesar :
Pengukuran pertama:
Pengukuran kedua:
Sehingga, jika dirata-rata, akan mendapatkan konsentrasi sebesar:
Beban yang masuk ke dalam badan air pada ruas 1 sebesar:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
58
dimana, Qw
: debit air lindi, (m3/hari)
c
: konsentrasi air lindi, (mg/L atau gr/m3) Dengan beban konstan, maka beban yang masuk ke badan air pada ruas
satu akan tetap sama berdasarkan waktu. Berikut adalah ringkasan beban pencemar yang masuk ke dalam badan air untuk masing-masing ruas: Tabel 5.5. Beban yang masuk ke dalam masing-masing ruas sungai untuk simulasi kedua t (hari)
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 10
0
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
n
67393,73
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
59
Pembebanan di Ruas 1 Simulasi 2 80000 ) i r 70000 a h 60000 / g ( 50000 n a 40000 n a b 30000 e b 20000 m e P 10000
Pembebanan di Ruas 1
0 1
21
41
61
81
101
121
141
Waktu (hari)
Gambar 5.2. Grafik pembebanan di ruas satu untuk simulasi kedua Sumber: perhitungan penulis
Nilai beban yang digunakan pada tabel 5.5 diperuntukkan untuk simulasi kedua yang hasil perubahan konsentrasinya akan diperbandingkan dengan hasil observasi. Sedangkan untuk simulasi pertama, beban yang digunakan adalah beban yang sangat ekstrim. Besar beban yang digunakan adalah 50.000.000 gr/hari. Penggunaan beban ekstrim ini untuk melihat perubahan konsentrasi agar lebih terlihat di grafik. Sehingga, trend grafik yang dihasilkan dengan mudah terlihat sesuai atau tidak sesuai dengan teori respon teoritis yang ada. Berikut ini adalah besar beban yang digunakan untuk simulasi pertama: Tabel 5.6. Beban yang masuk ke dalam masing-masing ruas sungai untuk simulasi pertama t (hari)
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 10
0
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
5000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
60
8
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
n
50000000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber: perhitungan penulis
Pembebanan di Ruas 1 Simulasi 1 60000000 ) i r 50000000 a h / 40000000 g ( n a 30000000 n a b e b 20000000 m e P 10000000
Pembebanan di Ruas 1
0 1
21
41
61
81
101
121
141
Waktu (hari)
Gambar 5.3. . Grafik pembebanan di ruas satuuntuk simulasi kedua Sumber: perhitungan penulis
5.6 Skenario Settling
Kecepatan mengendap sungai Pesanggrahan diasumsikan memiliki nilai yang sama untuk masing-masing ruas. Partikel suspended solids yang ada di sungai Pesanggrahan diasumsikan berupa partikel diskrit dengan diameter partikel sebesar 0,01 mm-0,1 mm. Jenis tanah sungai Pesanggrahan diasumsikan didominasi oleh jenis tanah clay. Jenis tanah clay memiliki nilaiρ= 1,2 g/cm3(Chapra, 1997). Nilai
kecepatan pengendapan didapat dari persamaan 2.2 yang
merupakan turunan dari hukum Stoke:
(2.2)
Sehingga, nilai kecepatan mengendap untuk sungai Pesanggrahan adalah:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
61
a.
Diameter 0,01 mm
b.
Diameter 0,1 mm
Dari perhitungan di atas didapat nilai kecepatan pengendapan berkisar dari 0,67 m/hari-67,268 m/hari. Dari kisaran nilai tersebut, maka nilai kecepatan pengendapan yang digunakan adalah 0,67 m/hari.Angka ini diambil karena memiliki nilai cukup dekat dengan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Chapra, 1997. Menurut Chapra, 1997, nilai kecepatan settling di sungai dengan tipe tanah clay memiliki nilai 0,3-1 m/hari. 5.7 Pemodelan Numerik
Pembahasan pada bagian ini berdasarkan penurunan rumus yang telah dilakukan pada bab 3. Turunan rumus yang telah dilakukan kemudian dirangkai ke dalam spreedsheet untuk mendapatkan pemodelan yang dibuat berdasarkan data hipotetik di lapangan. Data-data tersebut kemudian dimasukkan hingga mendapatkan grafik perubahan konsentrasi yang diinginken berdasarkan jarak dan waktu yang telah ditentukan. Pembahasan model kali ini akan dibagi menjadi dua yaitu, pembahasan model yang telah dibuat dengan besar beban 50.000.000 gr/hari dan ∆x= 25.000 meter dan juga ∆t 0,05 hari untuk kemudian grafik yang yang dihasilkan dianalisa dengan teori responsteoritis. Kondisi ini merupakan kondisi ekstrim untuk melihat trend grafik perubahan konsentrasi yang lebih smooth. Kedua, model yang telah telah sesuai degan respons teoritis akan digunakan dengan menggunakan kondisi lapangan menggunakan ∆x= 2 meter danbesar beban 67393,73 gr/hari dan juga ∆t= 2 detik untuk kemudian dibandingkan dengan hasil observasi yang telah dil akukan. 5.7.1 Analisa Model Model dibuat pada program microsoft excel untuk mempermudah pekerjaan. Program ini nantinya dapat digunakan dengan mengganti beberapa
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
62
karakteristik sungai yang dibutuhkan dalam pemodelan sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan pada skripsi ini. Pemodelan dilakukan untuk menghasilkan grafik perubahan konsentrasi terhadap jarak dan waktu pada masing-masing ruas sungai. 5.7.1.1
Simulasi Pertama Kondisi Steady State Perhitungan menggunakan kondisi steady untuk melihat perubahan
konsentrasi terhadap jarak. Perhitungan ini menggunakan persamaan (3.17) yang merupakan turunan dari persamaan mass balance dengan mekanisme adveksi:
(3.17)
Lalu, disederhanakan menjadi:
(3.18)
Dengan persamaan (3.18), masing-masing ruas dapat ditentukan besar konsentrasi yang terjadi. Pada bagian ini akan dilakukan perhitungan dengan kondisi pertama, yaitu dengan beban dan ∆x yang ekstrim. Berikut ini adalah perhitungan untuk ruas pertama: Ruas Pertama
(3.18)
Dengan cara yang sama, kesepuluh ruas dilakukan perhitungan Untuk mendapatkan konsentrasi masing-masing ruas. Sehingga, hasil yang diperoleh untuk konsentrasi masing-masing ruas adalah sebagai berikut: Tabel 5.7. Konsentrasi TSS untuk masing-masing ruas pada kondisi steady state (mg/L)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
63
Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 10
71
182,1673
119,2315
78,0390
51,0778
33,4312
21,8813
14,3217
9,3738
6,1353
4,0156
Sumber: perhitungan penulis
Sehingga diperoleh grafik perubahan konsentrasi dengan masing-masing ruas adalah sebagai berikut:
Grafik Konsentrasi Steady State 200 150 ) L / g 100 m ( c
Grafik Konsentra si Steady State
50 0 0
2
4
6
8
10
12
Ruas
Gambar 5.4. Grafik perubahan konsentrasi pada kondisi steady state untuk masing-masing ruas Sumber: perhitungan penulis
Pada grafik terlihat bahwa konsentrasi akan menurun berdasarkan jarak yang telah ditempuh. Semakin jauh jarak yang ditempuh, maka akan semakin banyak pengurangan konsentrasi yang terjadi. Pengurangan konsentrasi ini terjadi akibat tidak adanya beban lagi yang masuk kecuali pada ruas pertama saja. Terlihat juga bahwa terjadi peningkatan konsentrasi yang cukup signifikan pada ruas pertama karena beban air lindi yang masuk memang cukup besar. Konsentrasi sungai di bagian hulu outlet air lindi hanya 71 mg/L, sedangkan pada ruas pertama tempat air lindi jatuh ke sungai Pesanggrahan konsentrasi TSS menjadi 182,1673 mg/L. Kenaikan konsentrasi yang cukup besar mencapai dua kali lipat. Jarak yang digunakan untuk masing-masing ruas cukup jauh, yaitu 25.000 meter atau ∆x= 25.000 meter. Penentuan jarak sejauh ini bertujuan agar
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
64
grafik perubahan konsentrasi lebih terlihat. Hal ini disebabkan karena kecepatan aliran sungai yang mencapai 55.348 m/hari. Dengan aliran sungai yang cukup cepat, maka dibutuhkan jarak yang agak jauh agar perubahan konsentrasinya lebih terlihat. Trend grafik seperti pada gambar 5.4 sesuai dengan teori respons teoritis beban dengan kondisi steady state. Respon yang terjadi adalah trend grafik akan cenderung menurun berdasarkan jarak yang ditempuh (chapra, 1997). 5.7.1.2
Kondisi Unsteady State Dari persamaan mass balance pada Bab 2 didapatkan governing
equations untuk sungai Pesanggrahan sebagai berikut:
(2.25)
Selanjutnya, governing equation diturunkan menggunakan persamaan finite difference. Governing equation diturunkan menggunakan metode beda hingga dengan backward difference, persamaan mass balance akan menjadi:
(3.16)
Metode numerik yag digunakan adalah metode Runge Kutta orde 4. Penggunaan metode Runge Kutta orde 4 akan menghasilkan nilai error yang kecil. Hal ini disebabkan karena slope yang digunakan dalam metode Runge Kutta memiliki empat nilai slope untuk setiap fungsi nya. Sehingga, nilai yang dihasilkan akan mendekati dengan nilai aslinya. Berikut ini adalah hasil penurunan mass balance backward difference yang sudah diturunkan pada bab 3 dengan menggunakan metode Runge Kutta orde empat:
* +
(3.19)
* +
(3.20)
* +
(3.21)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
65
* +
(3.22)
* +
(3.23)
Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk ∆t = 1 hari pada ruas pertama yang kemudian perhitungan yang dilakukan akan sama untuk masingmasing ∆t. Ruas 1
∆t = 0,05 hari
[ ] [ ] [ ]
] [ [ ] ∆t = 1 hari
[ ] Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
66
[ ] [ ] [ ]
[ ] Perhitungan dilakukan sampai ∆t memiliki kondisi yang relatif stabil. Masing-masing ruas dilakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk mendapatkan perubahan konsentrasi berdasarkan waktu. Berikut ini adalah grafik hasil dari perhitungan yang dilakukan pada masing-masing ruas antara perubahan konsentrasi dengan waktu :
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
67
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 1 400,00 300,00
) L / g 200,00 m ( C
100,00 0,00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.5. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 1 Sumber: perhitungan penulis
Ruas 2 250,00 200,00 ) 150,00 L / g m ( C 100,00
50,00 0,00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.6. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 2 Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
68
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 3 160,00 140,00 120,00 ) 100,00 L / g 80,00 m ( C 60,00
40,00 20,00 0,00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.7. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 3 Sumber: perhitungan penulis
Ruas 4 100,00 80,00 ) L / 60,00 g m ( C 40,00
20,00 0,00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.8. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 4 Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
69
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 5 50,00 40,00 ) L / 30,00 g m ( C 20,00
10,00 0,00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.9. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 5 Sumber: perhitungan penulis
Ruas 6 30,00 25,00 ) 20,00 L / g 15,00 m ( C
10,00 5,00 0,00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.10. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 6 Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
70
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 7 16,50 16,00 ) L / 15,50 g m ( C 15,00
14,50 14,00 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.11. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 7 Sumber: perhitungan penulis
Ruas 8 10,00 9,90 9,80
) L / 9,70 g m 9,60 ( C
9,50 9,40 9,30 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.12. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 8 Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
71
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 9 6,300 6,250 ) L / g 6,200 m ( C
6,150 6,100 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.13. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 9 Sumber: perhitungan penulis
Ruas 10 4,060 4,050 ) L / 4,040 g m ( C 4,030
4,020 4,010 0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
t (hari)
Gambar 5.14. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 10 Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
72
Gambar 5.15 merupakan grafik respon konsentrasi terhadap waktu pada ruas 1. Grafik tersebut menunjukkan kenaikan konsentrasi secara eksponensial terhadap waktu. Kenaikan konsentrasi disebabkan karena adanya beban yang masuk ke dalam badan air dari pengolahan air lindi yang terus menerus terjadi setiap waktu. Kondisi ini akan mencapai kestabilan sampai pada hari ke tiga. Hal ini disebabkan karena ruas sungai 1 sudah mencapai titik jenuh terhadap beban pencemar yang ada. Sehingga, konsentrasi total suspended solids akan tetap sama untuk selanjutnya. Waktu untuk mencapai titik jenuh relatif cukup lama karena control volume yang diasumsikan cukup besar dengan volume 108.933 m 3 karena ∆x yang digunakan 25.000 meter. Selain itu, beban air lindi yang masuk ke dalam ruas 1 sangat besar, beban air lindi yang masuk sebesar
50.000.000
gr/hari.Dengan beban seperti itu, kenaikan konsentrasi yang terjadi cukup besar. Trend grafik antara perubahan konsentrasi dengan waktu yang dihasilkan dari ruas 2 memiliki kemiripan dengan ruas 1. Trend gafik yang dihasilkan memiliki kenaikan konsentrasi secara eksponensial terhadap waktu. Kemiripan grafik yang dihasilkan ruas 2 dari ruas 1 karena perubahan konsentrasi ruas 1 merupakan beban yang masuk untuk ruas 2. Perubahan konsentrasi pada ruas 3sampai ruas 10 memiliki kesamaan bentuk grafik. Kenaikan konsentrasi pada ruas 3 sampai ruas 10 juga terjadi secara eksponensial. Namun, lengkungan hasil grafik yang terjadi tidak sama dengan ruas pertama. Untuk ruas 2 sampai ruas 10memiliki lengkung perubahan konsentrasi di bawah, sedangkan ruas 1 memiliki lengkung perubahan konsentrasi di atas. Perbedaan lengkungan ini karena pada ruas 1 memiliki beban pencemar berupa point source dari air lindi yang masuk terus-menerus ke dalam ruas 1, sedangkan ruas 2 sampai ruas 10 tidak memiliki beban pencemar point source. Beban pencemar yang ada hanya berupa konsentrasi total suspended solid dari ruas sebelumnya yang masuk ke dalam ruas berikutnya. Selain itu, grafik masing-masing ruas memiliki bentuk yang agak sedikitberbeda. Perbedaan bentuk terlihat pada waktu yang dibutuhkan untuk menaikan konsentrasi. Pada ruas 3, waktu yang dibutuhkan untuk menaikan konsentrasi adalah 0,5 hari, untuk ruas 4membutuhkan waktu 1 hari, ruas 5membutuhkan waktu 1,25 hari, ruas 6 membutuhkan waktu 1,5 hari, ruas 7
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
73
membutuhkan waktu 1,75 hari, ruas 8 membutuhkan waktu 2 hari, ruas 9 membutuhkan waktu 2,25 hari, dan ruas 10 membutuhkan waktu 2,5 hari. Perbedaan waktu untuk menaikan konsentrasi TSS disebabkan karena jarak antara ruas 1 dengan ruas 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 yang semakin jauh. Sehingga, konsentrasi total suspended solids di sungai akan bernilai tetap hingga beban pencemar sampai ke ruas 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Waktu perubahan konsentrasi pada ruas 3 sampai ruas 10 ditentukan oleh jarak dari sumber point source dan kecepatan aliran yang terjadi di sungai. Semakin jauh jaraknya dari sumber pencemar, maka waktu untuk menaikan konsentrasi akan semakin lama karena konsentrasi dari sumber pencemar harus jalan dulu untuk mencapai ruas berikutnya dan perjalanan konsentrasi tersebut membutuhkan waktu. Kenaikan konsentrasi pada ruas 3sampai 10 terjadi perbedaannilai untuk sampai titik stabil. Pada ruas 3 memiliki kenaikan konsentrasi yang lebih banyak dibandingkan ruas 4. Ruas 4 memiliki kenaikan konsentrasi yang lebih banyak dibandingkan ruas 5. Kejadian seperti itu akan terus dialami sampai ruas 10. Perubahan konsentrasi yang terjadi hingga mencapai titik stabil, semakin jauh dengan beban point source akan semakin kecil. Ruas 3 memiliki perubahan konsentrasi 90 mg/L yang terjadi dari ∆t=0 sampai kondisi stabil. Ruas4 memiliki perubahan konsentrasi sebesar 59 mg/L. Ruas 5 memiliki perubahan konsentrasi sebesar 38 mg/L.Ruas 6 memiliki perubahan konsentrasi sebesar 25,3 mg/L.Ruas 7 memiliki perubahan konsentrasi sebesar 16,55 mg/L. Ruas 8 memiliki perubahan konsentrasi
sebesar
10,84 mg/L.Ruas
9 memiliki
perubahan
konsentrasi sebesar 7 mg/L.Ruas 10 memiliki perubahan konsentrasi sebesar 4,54 mg/L. Perubahan konsentrasi yang terjadi dari ∆t=0 sampai kondisi stabil semakin jauh jaraknya dari sumber beban pencemar semakin kecil kenaikan konsentrasinya. Hal ini terjadi karena perubahan konsentrasi ruas tiga sampai ruas sepuluh hanya mendapatkan beban dari ruas sebelumnya. Berbeda dengan ruas pertama yang menerima beban pencemar point source dari air lindi. 5.7.2 Analisa Observasi Air lindi
TPA Cipayung memiliki konsentrasi sebesar 430 mg/L.
Konsentrasi ini melebihi kadar yang biasanya terjadi untuk TPA yang memiliki
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
74
umur sudah lebih dari 10 tahun. Hal ini terjadi karena pengelolaan air lindi di TPA Cipayung hanya berupa bak penampungan yang memiliki buffel untuk memperlama aliran masuk ke badan air. Dengan adanya buffel tesebut diharapkan akan terjadi proses denaturalisasi secara alami terhadap pencemar, sehingga pencemar yang masuk ke badan air akan berkurang konsentrasinya. Ternyata pengolahan air lindi yang hanya menggunakan buffel tidak cukup efektif untuk mengurangai konsentrasi pencemar total suspended solids dari air lindi. Mengacu pada standar peraturan dari Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No.6 tahun 1999 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri di Jawa Barat konsentrasi air lindi yang masuk ke dalam sungai pesanggrahan melewati baku mutu yang telah ditetapkan. Baku mutu yang ditetapkan sebesar 200 mg/L, sedangkan konsentrasi air lindi sebesar 430 mg/L. Konsentrasi yang tinggi ini menjadi beban bagi sungai pesanggrahan sebagai badan penerima air limbah. Selain itu, sungai pesanggrahan memiliki konsentrasi sebesar 71 mg/L sebelum adanya beban dari air lindi. Pemodelan dilakukan untuk memprediksi konsentrasi yang ada di sungai pesanggrahan setelah ada beban dari air lindi yang masuk. Simulator pemodelan yang digunakan adalah simulator yang sudah dianalisa pada pembahasan sebelumnya. Berikut ini adalah hasil dari simulasi dengan data yang sudah disesuaikan dengan kondisi observasi yaitu ketika jarak pengambilan sampel (∆x = 2 meter) dan waktu pengambilan (∆t = 2 detik) : 5.7.2.1
Kondisi Steady State Dengan perumusan yang telah disederhanakan, masing-masing ruas
dapat ditentukan besar konsentrasi yang terjadi. Berikut ini adalah perhitungan untuk ruas pertama: Ruas Pertama
(3.18)
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
75
Dengan cara yang sama, kesepuluh ruas dilakukan perhitungan Untuk mendapatkan konsentrasi masing-masing ruas. Sehingga, hasil yang diperoleh untuk konsentrasi masing-masing ruas adalah sebagai berikut: Tabel 5.8. Konsentrasi TSS observasi untuk masing-masing ruas pada kondisi steady state (mg/L) Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 10
71
71,2764
71,2734
71,2704
71,2674
71,2644
71,2614
71,2584
71,2554
71,2524
71,2494
Sumber: perhitungan penulis
Sehingga, diperoleh grafik perubahan konsentrasi dengan masing-masing ruas adalah sebagai berikut:
Grafik Konsentrasi Steady State 71 71 71 ) 71 L / g 71 m ( c 71
Grafik Konsentra si Steady State
71 71 71 0
2
4
6
8
10
12
Ruas
Gambar 5.15. Grafik perubahan konsentrasi pada kondisi steady state untuk masing-masing ruas hasil observasi Sumber: perhitungan penulis
Pada gambar 5.15 terlihat bahwa penurunan konsentrasi yang terjadi dari ruas pertama sampai ruas sepuluh sangat kecil, hanya 0,027 mg/L. Kecilnya penurunan konsentrasi ini disebabkan karena ∆x yang kecil hanya sejauh 2 meter, padahal kecepatan aliran sungai mencapai 55348 m/hari. Pada ruas 1 juga telihat
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
76
mengalami kenaikan konsentrasi sebesar 0,2764 mg/L. Kenaikan konsentrasi ini akibat beban yang berasal dari air lindi.Mekanisme kecepatan mengendap dan penjalaran adveksi yang ada tidak mampu mengurangi nilai konsentrasi dengan cepat karena kecepatan aliran sungai yang terjadi lebih cepat dibandingkan mekanisme purifikasi yang terjadi. Trend grafik seperti pada gambar 5.15 sesuai dengan teori respons teoritis beban dengan kondisi steady state. Respon yang terjadi adalah trend grafik akan cenderung menurun berdasarkan jarak yang ditempuh (chapra, 1997). 5.7.2.2
Kondisi Unsteady State Perhitungan kondisi unsteady untuk kondisi observasi menggunakan
penurunan rumus yang sama dengan model yang sudah dianalisa pada pembahasan 5.7.1 tentang analisa model. Berikut ini adalah hasil penurunan mass balancebackward difference yang sudah diturunkan pada bab 3 dengan menggunakan metode Runge Kutta orde 4:
* +
(3.19)
* +
(3.20)
* +
(3.21)
* +
(3.22)
* +
(3.23)
Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk ∆t = 2 detik atau ∆t= 2,3148 × 10-5hari pada masing-masing ruas yang kemudian akan sama perhitungan untuk masing-masing ∆t. Ruas 1 ∆t = 2 detik
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
77
[ ] [ ( )] [ ( )] [ ]
[ ] ∆t = 6 detik
[ ] [ ( )] [ ( )] [ ] Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
78
[ ] Perhitungan dilakukan sampai ∆t memiliki kondisi yang relatif stabil. Berikut ini adalah grafik hasil dari perhitungan yang dilakukan pada masingmasing ruas antara konsentrasi dengan waktu :
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
79
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 1 Observasi 77,00 76,00 ) 75,00 L / g 74,00 m ( C 73,00
72,00 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.16. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 1 observasi Sumber: perhitungan penulis
Ruas 2 Observasi 77,00 76,00 75,00
) L / g 74,00 m ( C
73,00 72,00 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.17. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 2 observasi Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
80
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 3 Observasi 77,00 76,00 ) 75,00 L / g 74,00 m ( C
73,00 72,00 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.18. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 3 observasi Sumber: perhitungan penulis
Ruas 4 Observasi 76,00 75,00 ) L / 74,00 g m ( C 73,00
72,00 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.19. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 4 observasi Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
81
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 5 Observasi 76,00 75,00 ) L / 74,00 g m ( C 73,00
72,00 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.20. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 5 observasi Sumber: perhitungan penulis
Ruas 6 Observasi 76,00 75,00 ) L / 74,00 g m ( C 73,00
72,00 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.21. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 6 observasi Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
82
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 7 Observasi 76,00 75,00 ) L / 74,00 g m ( C 73,00
72,00 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.22. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 7 observasi Sumber: perhitungan penulis
Ruas 8 Observasi 75,00 74,50 74,00 ) 73,50 L / g 73,00 m ( C 72,50
72,00 71,50 71,00 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.23. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 8 observasi Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
83
diskrtitasi sungai: Ruas 0
Ruas 1
Ruas 2
Ruas 3
Ruas 4
Ruas 5
Ruas 6
Ruas 7
Ruas 8
Ruas 9
Ruas 9 Observasi 75,000 74,500 74,000 ) 73,500 L / g 73,000 m ( C 72,500
72,000 71,500 71,000 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.24. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 9 observasi Sumber: perhitungan penulis
Ruas 10 Observasi 74,500 74,000 73,500
) L / 73,000 g m72,500 ( C
72,000 71,500 71,000 0
0,0001
0,0002
0,0003
0,0004
0,0005
0,0006
0,0007
0,0008
t (hari)
Gambar 5.25. Grafik respon konsentrasi TSS terhadap waktu pada ruas 10 observasi Sumber: perhitungan penulis
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
84
Dari gambar 5.16 sampai 5.25 menunjukkan grafik respon konsentrasi terhadap waktu untuk masing-masing ruas di sungai Pesanggrahan. Perubahan konsentrasi
total
suspended
solids yang
terjadi
menunjukkan
kenaikan
konsentrasitotal suspended solids secara eksponensial terhadap waktu untuk masing-masing ruas di sungai Pesanggrahan. Gambar 5.16 sampai 5.25 belum mencapai kondisi stabil karena plot grafik yang dilakukan hanya pada sampai 0,3 hari. Untuk mencapai kondisi stabil diperlukan waktu yang lebih lama lagi dan grafik akan menjadi sangat sesak. Oleh karena itu, plot yang dilakukan hanya sampai 0,3 hari saja. Untuk melihat kondisi stabil, dapat dilakukan pada spreedshet pemodelan yang telah dibuat. Dari semua ruas diskritasi sungai telihat bahwa konsentrasi total suspended solids di sungai setelah kondisi stabil paling besar hanya 100 mg/L yang terjadi pada ruas pertama. Kondisi ini masih di bawah baku mutu sungai golongan III (lihat gambar 5.16 sampai 5.25). Bahan-bahan tersuspensi pada perairan alami tidak bersifat racun, akan tetapi jika jumlahnya berlebihan dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di perairan (Effendi, 2000). TSS yang mengalir dalam aliran air tanah dapat merusak kehidupan ekosistem di dalam air tersebut. TSS jika bercampur dengan air yang mengandung pembasmi kuman dapat melindungi mikroorganisme dari kuman. Mikroorganisme yang bertahan hidup tersebut dapat mengkontaminasi air (Hill, 2004). Hasil dari pemodelan akan dievaluasi dengan hasil observasi yang telah dilakukan. Observasi dilakukan pada tanggal 5 Mei 2011 pada sungai Pesanggrahan. Pengukuran dilakukan untuk mengevaluasi antara kondisi di lapangan dengan hasil dari pemodelan yang telah dilakukan. Berikut ini adalah hasil dari pengukuran yang dilakukan di sungai Pesanggrahan:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
85
Tabel 5.9. Hasil konsentrasi TSS dari observasi lapangan di sungai Pesanggrahan
Label
Sampel 1 Konsentrasi (mg/L)
Sampel 2 Konsentrasi (mg/L)
Konsentrasi rata-rata (mg/L)
x1t1
78
74
76
x2t1
64
34
49
x3t1
44
46
45
x2t3
74
68
71
x3t3
74
60
67
Lindi
360
500
430
Sumber: perhitungan penulis
dimana, x1
: ruas 1, 2 meter dari outlet air air lindi
x2
: ruas 2, 4 meter dari outlet air air lindi
x3
: ruas 3, 6 meter dari outlet air air lindi
t1
: detik ke 2
t3
: detik ke 6 Dari hasil obervasi terlihat bahwa konsentrasi mengalami penurunan
berdasarkan jarak yang semakin jauh dari outlet air lindi. Selain itu, konsentrasi mengalami peningkatan dengan waktu yang lebih lama pada titik yang sama. Kondisi hasil observasi memiliki trend perubahan konsentrasi yang sama dengan hasil pemodelan. Setelah mengetahui konsentrasi TSS dari observasi kemudian melihat konsentrasi TSS dari pemodelan untuk kondisi yang sama dengan observasi . Konsentrasi TSS pada kondisi yang sama dengan observasi terlihat pada tabel berikut:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
86
Tabel 5.10. Hasil konsentrasi TSS dari pemodelan
Konsentrasi (mg/L)
Label Ruas 1 t= 2 detik
71,453521
Ruas 2 t= 2 detik
71,273426
Ruas 3 t= 3 detik
71,270417
Ruas 2 t= 6 detik
71,541069
Ruas 3 t= 6 detik
71,343085
Sumber: perhitungan penulis
Selanjutnya, perbandingan antara hasil dari pemodelan dengan observasi dapat terlihat pada tabel berikut: Tabel 5.11. Perbedaan konsentrasi antara hasil pemodelan dan observasi Konsentrasi Pemodelan (mg/L)
Konsentrasi Observasi (mg/L)
Ruas 1 t= 2 detik
71,453521
76
Ruas 2 t= 2 detik
71,273426
49
Ruas 3 t= 2 detik
71,270417
45
Ruas 2 t= 6 detik
71,541069
71
Ruas 3 t= 6 detik
71,343085
67
Label
Sumber: perhitungan penulis
Besarnya perbedaan konsentrasi antara hasil pemodelan dengan hasil observasi yang paling besar mencapai 26,27 mg/L pada ruas 3 pada ∆t 2 detik dan dan perbedaan konsentrasi yang paling kecil terjadi pada ruas 2 pada ∆t 6 detik dengan perbedaan konsentrasi 0,54 mg/L. Perbedaan konsentrasi antara hasil pemodelan dengan hasil observasi dapat terlihat pada grafik berikut ini:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
87
Pemodelan vs Observasi ∆t= 2 detik 80,00 70,00 60,00 ) 50,00 L / g 40,00 m ( C 30,00
Observasi Pemodelan
20,00 10,00 0,00 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Ruas
Gambar 5.26. Perbandingan konsentrasi hasil pemodelan dengan observas i pada ∆t 2 detik Sumber: perhitungan penulis
Pemodelan vs Observasi ∆t= 6 detik 72,00 71,50 71,00 70,50 ) 70,00 L / 69,50 g m69,00 ( C 68,50 68,00 67,50 67,00 66,50
Pemodelan Observasi
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Ruas
Gambar 5.27. Perbandingan konsentrasi hasil pemodelan dengan hasil observasi pada ∆t 6 detik Sumber: perhitungan penulis
Pada ∆t=2 detik dan ∆t= 6 detik, hasil konsentrasi pemodelan lebih besar dibandingkan hasil konsentrasi observasi. Kondisi seperti ini dapat disebut sebagai over prediction prediction karena prediksi yang didapat dari hasil pemodelan lebih
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
88
tinggi dari hasil observasi. Dari hasil prediksi yang didapat dengan pemodelan, nilai konsentrasi mengalami penurunan yang sangat sedikit sekali, tidak mencapai 0,1 mg/L. Pada hasil observasi untuk ∆t= 2detik, nilai konsentrasi TSS menurun cukup banyak, sekitar 27 mg/L dari ruas 1. Hasil observasi untuk ∆t= 6 detik penurunan konsentrasi yang terjadi sekitar 4 mg/L. Berdasarkan dari hasil pemodelan, penurunan konsentrasi TSS sangat kecil sekali ketika ∆x= 2 meter. Hal ini disebabkan karena debit beban air lindi yang sangat kecil(156,7 m 3/hari ) dibawa oleh air sungai dengankecepatan aliran sebesar 55348 m/hari, sedangkan jarak yang diprediksi berjarak2 meter. Selain itu, besaran kecepatan mengendap yang terjadi juga kecil, hanya 0,67 m/hari. Konsentrasi TSS di sungai dapat berubah secara fluktuatif, bahkan perubahan konsentrasi yang terjadi dapat berubah secara drastis. Berdasarkan pengamatan
di
lapangan,
fluktuasi
perubahan
konsentrasi
pada
sungai
Pesanggrahan dapat disebabkan oleh erosi tanah, adanya beban pencemar lain yang masuk ke sungai Pesanggrahan baik point source maupun distributed source, perubahan debit air sungai, perubahan kecepatan air sungai, dan perubahan kecepatan pengendapan sungai. Sungai Pesanggrahan pada lokasi studi masih memiliki banyak pepohonan dan semak pada bagian bantaran sungai. Selain itu, pinggiran sungai Pesanggrahan pada lokasi studi memiliki tanah yang mudah erosi. Kondisi ini mengakibatkan akumulasi sedimen pada ruas sungai dan menyebabkan kenaikan konsentrasi total suspended solids di sungai. Perubahan nilai kecepatan mengendap dapat diakibatkan karena perubahan kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran sungai salah satunya dipengaruhi oleh besaran nilai slope. Semakin ke hulu, slope dari sungai Pesanggrahan semakin landai. Selain itu, kecepatan aliran sungai juga dipengaruhi oleh penampang dari sungai Pesanggrahan. Penampang sungai yang berkelokkelok akan membuat kecepatan sungai bervariasi. Pada lokasi kajian juga terdapat percabangan anak sungai yang alirannya masuk ke dalam sungai Pesanggrahan. Pada percabangan anak sungai ini, terlihat memiliki air yang lebih jernihdari sungai utama. Bisa saja hal itu menandakan nilai konsentrasi total suspended solids yang lebih kecil, walaupun itu belum bisa
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
89
dipastikan karena konsentrasi total suspended solids tidak diukur dengan menggunakan warna. Namun, kondisi ini akan menambah konsentrasi TSS di sungai Pesanggrahan. Peristiwa alam yang terjadi pada sungai Pesanggrahan seperti, erosi, percabangan anak sungai, perubahan kecepatan aliran sungai, dan perubahan kecepatan pengendapan, tidak dimasukkan ke dalam persamaan numerik. Peristiwa alam inilah yang menjadikan salah satu alasan perbedaan antara hasil observasi dengan hasil pemodelan. Selain peristiwa alam, kesalahan dalam pengambilan sampeltotal suspended solidsdi sungai Pesanggrahan memiliki peran yang cukup signifikan dalam
perbedaan
hasil
konsentrasi
antara
pemodelan
dengan
observasi.Kekurangan sumber daya manusia dalam mengambil sampel dapat menjadi salah satu penyebab kesalahan yang dibuat. Selain itu, pengambilan sampel air sungai yang mewakili adanya pencemar air lindi di sungai Pesanggrahan cukup sulit dilakukan. Permasalahan dalam pengambilan sampel ini adalah arah aliran dari air lindi di sungai Pesanggrahan tidak langsung menyebar secara merata searah sumbu-y sepanjang 2 meter. Bahakan bisa saja penyebaran air lindi tidak terjadi secara merata searah sumbu-y sepanjang sungai Pesanggrahan. Secara arah sumbu-z pun terjadi demikian, aliran air lindi tidak tersebar secara merata searah dengan sumbu-z. Aliran air lindi hanya terlihat mengalir pada permukaan sungai saja. Kondisi inilah yang menyebabkan sampel yang diambil belum tentu mewakili pencmar air lindi.Namun, peneliti sudah berusaha untuk mengambil sampel yang memiliki konsentrasi air lindi di dalamnya. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara mengambil sampel pada jarak kurang lebih
¼ lebar sungai yang dekat dengan outlet air lindi.
Pengambilan sampel pun dilakukan dengan melihat pergerakan ai r lindi di sungai. Arah aliran air lindi yang terjadi di sungai tidak dimasukkan ke dalam pemodelan karena pada pemodelan di sungai Pesanggrahan, aliran arah sumbu-y dan sumbu-z diasumsikan tercampur secara sempurna. Artinya, setiap titik pada arah sumbu-y dan sumbu-z memiliki nilai konsentrasi yang sama. Perbedaan kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab juga perbedaan konsentrasi total suspended solids di sungai Pesanggrahan .
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
90
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengembangan model matematis yang telah dilakukan dengan menggunakan metode numerik dan hasil dari observasi lapangan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dasar pengembangan model matematis perubahan konsentrasi total suspended solids adalah penurunan hukum kekekalan massa sehingga mendapatkan governing equation sebagai berikut:
Dimana persamaan turunan diatas dapat dijabarkan dalam bentuk: Akumulasi = beban – outflow – settling 2. Berdasarkan hasil pemodelan dengan beban step loading , trend grafik yang dihasilkan ditinjau berdasarkan jarak dan waktu sesuai dengan teori yang ada, yaitu konsentrasi menurun berdasarkan jarak dan konsentrasi akan meningkat berdasarkan waktu. 3. Perbedaan konsentrasi pencemar antara hasil pemodelan dengan hasil observasi memiliki selisih paling besar di ruas 2 pada ∆t= 2 detik dengan konsentrasi hasil model sebesar 71,269333 mg/L dan konsentrasi hasil observasi sebesar 45 mg/L. Perbedaan konsentrasi pencemar antara hasil pemodelan dengan hasil observasi yang memiliki selisih paling kecil terjadi di ruas 2 pada ∆t= 6 detik dengan konsentrasi hasil model sebesar 71,54000 mg/L dan konsentrasi hasil observasi sebesar 71 mg/L. 4. Berdasarkan point 3, sungai Pesanggrahan yang ditetapkan sebagai sungai golongan III memiliki konsentrasi total suspended solids yang berada cukup jauh di bawah baku mutu. 6.2 Saran
Dari proses seluruh proses yang dijalankan dan hasil yang diperoleh dalam tugas akhir ini, terdapat beberapa saran:
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
91
1. Model numerik yang telah dibuat dan disimulasikan dalam tugas akhir dapat dipergunakan dan diaplikasikan di lapangan, sebagai salah satu alat bantu dalam memprediksi perubahan nilai konsentrasi total suspended solids terhadap jarak dan waktu pada sungai, tetapi model tersebut masih harus diuji dengan variasi nilai-nilai parameter lain untuk mengecek respons model terhadap parameter yang bersangkutan dan untuk memeriksa tingkat akurasi dari hasil simulasi yang terkait. 2. Perlu dilakukan pengembangan model lebih lanjut dalam melakukan simulasi perubahan konsentrasi total suspended solids tehadap jarak dan waktu, salah satunya dengan memasukkan faktor erosi terhadap sungai, agar model yang telah terbentuk dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam kehandalan dan sensitivitas terhadap parameter lain yang belum dipertimbangkan. 3. Model dikembangkan secara user interface, sebagai contoh dengan program visual basic agar dapat digunakan dan dijalankan dengan mudah oleh semua orang.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
92
Daftar Referensi
Achmadi, Umar Fachmi, (2004), Peranan Air Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat , http://www.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/200104/lap perananair.pdf., dikunjungi 25/12/2010. Alaerts, G., Santika, Sri S. (1987). Metoda Penelitian Air . Surabaya: Usana Offset Printing. Ames, W.F, (1997). Numerical Methods for Partial Differential Equations, Section 1.6. Academic Press, New York, 1977. ISBN 0-12-056760-1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok (2000). Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Depok tahun 2000. http://bappeda.depok.go.id/,
dikunjungi 27/05/2011. Chapra, S. C, 1997. Surface Water Quality Modelling . USA: MC Graw-Hill Companies. Chapra, S. C.,& Raymond, P. Canale. (1998). Numerical Methods for engineers with Programming and Software Application. USA: MC Graw-Hill Companies. Chow, V. T., Maidment, D. R., & Mays, L. W. (1988). Applied Hydrology, Singapore: Mc-Graw Hill. Departemen Kehutanan (Desember 2007). Laporan Akhir Penyusunan Rencana Detil Penanganan Banjir Di Wilayah Jabodetabekjur. http://bpdas-ctw.simrlps.dephut.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89:ren renc-detil-penanganan-banjir jabodetabek&catid=41:pelaporan&Itemid=72, dikunjungi 1/06/2011 Douglas, J. M., Rippin, D. W. T., (1966). Unsteady State Process Operation, Chemical Engineering Science, 21, 305-315. Effendi, H. (2000). Telaahan Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
93
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. IPB. Bogor. http://www.repository.ipb.ac.id , dikunjungi 25/05/2011. Hildebrand, F.B,(1968). Hildebrand, F.B,(1968). Finite-Difference Finite-Difference Equations and Simulations, Simulations, Section 2.2, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1968. Hill, M.K.. (2004). Understanding Environmental Pollution: Pollution : A Primer.Ed ke-2. Cambridge U niversity. Cambridge. Keputusan Menteri Kesehatan no. 907/MENKES/SK/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum Li, Z. (2000). Finite (2000). Finite Difference Diff erence Methods Basics. Basics. North Carolina State University, Notes.
www4.ncsu.edu/~zhilin/TEACHING/MA402/notes1.pdf, www4.ncsu.edu/~zhilin/TEACHIN G/MA402/notes1.pdf,
dikunjungi 16/05/2011. Manahan, S. E. (2000). Environmental (2000). Environmental Chemistry (7th ed). USA: Lewis Publisher Metcalf & Eddy. (2002). Wastewater Engineering: Treatment and Reuse. Reuse . USA: MC Graw-Hill Companies. Mifflin, H. (2000). American Heritage Dictionary. Dictionary. (4th
ed). USA: Boston
Publisher Pankratz, T. M. (2000). Environmental Engineering Dictionary and Directory. Directory . USA: Lewis Publisher. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Purnamasari, I. ( 2010). Pengembangan Awal Model Adveksi Pencemar Lateral Dua Dimensi Menggunakan Runge-Kutta Sebagai Solusi Dinamika Temporal . Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok. Qasim, S. R, Motley, E.M, Zhu, G.(2000). Water Works Engineering Planning, Design, and Operation. USA: Prentice Hall. Sawyer, C. N., Mc Carty,P. L., & Parkin, G.F. (2003).
Chemistry for
Environmental Engineering and Science. (5th ed). USA: MC Graw-Hill Companies
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
94
Setiawan, H. (2001), Pengertian (2001), Pengertian Pencemaran Air Dari Perspektif Hukum,http://www.menlh.go.id/airnet/Artikel01.htm, Hukum,http://www.menlh.go.id/airnet/Artikel01.htm, dikunjungi 25/12/2010. SK Gubernur DK Jakarta no.582 tahun 1995 Tentang Penetapan dan Peruntukan Baku Mutu Air Sungai Atau Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. SNI 03-2820-1992 Tentang Metode Pengukuran Debit Sungai Dan Saluran Terbuka Dengan Pelampung Permukaan. SNI 06-6989.3-2004 Tentang Air Dan Air Limbah – Limbah – Bagian 3:Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS) Secara Gravimetric. SNI 6989.57: 2008 TentangAir Dan Air Limbah- Bagian 57 Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No.6 tahun 1999 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Di Jawa Barat . Tchobanoglous, G. et.al. (1993). Integrated (1993). Integrated Solid Waste Management . USA: MC Graw-Hill Companies. Thoman, R. V. & Mueller, J. A. (1987). Principles Of Surface Water Quality Modeling And Control Control . Harper & Row, New York. Undang-Undang Republik Indonesia Indonesia No. 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Waryono, T. (Juni, 2002). Konsepsi Restorasi Ekologi Kawasan Penyangga Sempadan Sungai Di DKI Jakarta . Tulisan dipresentasikan pada Seminar Nasional Evaluasi Pasca dan Rancang Tindak Penanggulangan Banjir Wilayah Perkotaan., Kuningan, Jakarta. Yudhita, N. (2007). Pengembangan (2007). Pengembangan Model Model Adveksi-Dispersi Berbasis Spreedsheet Elektronik, Studi Kasus Simulasi Konsentrasi Biochemical Oxygen Demand . Skripsi,
Program
Sarjana
Fakultas
Teknik
UI,
Depok.
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
LAMPIRANA.HASIL PERHITUNGAN RUNGE MASING RUAS HASILMODEL
KUTTA
MASING-
LAMPIRANB. HASIL PERHITUNGAN RUNGE KUTTA MASINGMASING RUAS HASIL OBSERVASI
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
LAMPIRAN A Ruas 1
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 182,17
0,05
246,114782
246,114782
246,114782
246,114782
194,47
0,1
231,734238
231,734238
231,734238
231,734238
206,06
0,15
218,193953
218,193953
218,193953
218,193953
216,97
0,2
205,444829
205,444829
205,444829
205,444829
227,24
0,25
193,440640
193,440640
193,440640
193,440640
236,91
0,3
182,137859
182,137859
182,137859
182,137859
246,02
0,35
171,495501
171,495501
171,495501
171,495501
254,60
0,4
161,474979
161,474979
161,474979
161,474979
262,67
0,45
152,039959
152,039959
152,039959
152,039959
270,27
0,5
143,156228
143,156228
143,156228
143,156228
277,43
0,55
134,791577
134,791577
134,791577
134,791577
284,17
0,6
126,915673
126,915673
126,915673
126,915673
290,51
0,65
119,499961
119,499961
119,499961
119,499961
296,49
0,7
112,517551
112,517551
112,517551
112,517551
302,12
0,75
105,943124
105,943124
105,943124
105,943124
307,41
0,8
99,752843
99,752843
99,752843
99,752843
312,40
0,85
93,924261
93,924261
93,924261
93,924261
317,10
0,9
88,436244
88,436244
88,436244
88,436244
321,52
0,95
83,268894
83,268894
83,268894
83,268894
325,68
1
78,403473
78,403473
78,403473
78,403473
329,60
1,05
73,822340
73,822340
73,822340
73,822340
333,29
1,1
69,508884
69,508884
69,508884
69,508884
336,77
1,15
65,447463
65,447463
65,447463
65,447463
340,04
1,2
61,623353
61,623353
61,623353
61,623353
343,12
1,25
58,022686
58,022686
58,022686
58,022686
346,02
1,3
54,632407
54,632407
54,632407
54,632407
348,75
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
392,77
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 2
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 119,23
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
119,23
0,1
27,243843
26,447911
26,471164
25,697127
120,55
0,15
48,420212
47,005609
47,046937
45,671248
122,91
0,2
64,618881
62,731033
62,786187
60,950270
126,04
0,25
76,745165
74,503046
74,568550
72,388108
129,77
0,3
85,550535
83,051166
83,124186
80,693570
133,93
0,35
91,658192
88,980388
89,058620
86,454476
138,38
0,4
95,584422
92,791912
92,873496
90,157802
143,02
0,45
97,756424
94,900458
94,983896
92,206493
147,77
0,5
98,527194
95,648710
95,732805
92,933503
152,55
0,55
98,187951
95,319379
95,403184
92,613521
157,32
0,6
96,978508
94,145270
94,228043
91,472742
162,03
0,65
95,095924
92,317685
92,398852
89,697037
166,65
0,7
92,701723
89,993431
90,072554
87,438762
171,15
0,75
89,927917
87,300663
87,377418
84,822435
175,52
0,8
86,882031
84,343763
84,417919
81,949473
179,74
0,85
83,651285
81,207403
81,278802
78,902146
183,80
0,9
80,306087
77,959935
78,028478
75,746864
187,70
0,95
76,902936
74,656208
74,721846
72,536921
191,44
1
73,486851
71,339924
71,402647
69,314778
195,01
1,05
70,093378
68,045592
68,105418
66,113963
198,41
1,1
66,750273
64,800156
64,857129
62,960656
201,65
1,15
63,478890
61,624347
61,678528
59,875000
204,74
1,2
60,295348
58,533813
58,585276
56,872197
207,66
1,25
57,211485
55,540045
55,588876
53,963414
210,44
1,3
54,235660
52,651158
52,697450
51,156535
213,08
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
257,08
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 3
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
78,04
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
78,04
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
78,04
0,15
2,929360
2,843779
2,846279
2,763052
78,18
0,2
7,654449
7,430824
7,437357
7,219883
78,55
0,25
13,345044
12,955167
12,966557
12,587405
79,20
0,3
19,404653
18,837743
18,854306
18,302991
80,14
0,35
25,415577
24,673058
24,694751
23,972657
81,38
0,4
31,095747
30,187281
30,213822
29,330346
82,89
0,45
36,264943
35,205459
35,236412
34,206071
84,65
0,5
40,818487
39,625970
39,660810
38,501097
86,63
0,55
44,706852
43,400736
43,438895
42,168708
88,80
0,6
47,919961
46,519974
46,560875
45,199399
91,13
0,65
50,475178
49,000540
49,043621
47,609548
93,58
0,7
52,408202
50,877090
50,921822
49,432828
96,13
0,75
53,766235
52,195449
52,241339
50,713762
98,74
0,8
54,602922
53,007691
53,054296
51,502947
101,39
0,85
54,974652
53,368562
53,415484
51,853573
104,06
0,9
54,937933
53,332915
53,379806
51,818939
106,73
0,95
54,547558
52,953945
53,000502
51,450726
109,38
1
53,855394
52,282002
52,327969
50,797858
111,99
1,05
52,909628
51,363867
51,409027
49,905787
114,56
1,1
51,754353
50,242344
50,286517
48,816100
117,08
1,15
50,429404
48,956103
48,999145
47,566372
119,53
1,2
48,970365
47,539690
47,581487
46,190167
121,90
1,25
47,408710
46,023659
46,064124
44,717173
124,21
1,3
45,772015
44,434780
44,473848
43,173398
126,43
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
168,26
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 4
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
51,08
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
51,08
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
51,08
0,15
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
51,08
0,2
0,314976
0,305774
0,306043
0,297094
51,09
0,25
1,086267
1,054531
1,055459
1,024596
51,15
0,3
2,342725
2,274282
2,276281
2,209721
51,26
0,35
4,044324
3,926168
3,929620
3,814715
51,46
0,4
6,112702
5,934118
5,939336
5,765665
51,75
0,45
8,452041
8,205113
8,212327
7,972192
52,16
0,5
10,962885
10,642603
10,651960
10,340488
52,70
0,55
13,550863
13,154973
13,166538
12,781539
53,35
0,6
16,131780
15,660488
15,674257
15,215929
54,14
0,65
18,634190
18,089790
18,105695
17,576270
55,04
0,7
21,000252
20,386727
20,404651
19,808003
56,06
0,75
23,185463
22,508097
22,527887
21,869154
57,19
0,8
25,157710
24,422725
24,444197
23,729430
58,41
0,85
26,895920
26,110153
26,133109
25,368957
59,72
0,9
28,388548
27,559173
27,583403
26,776843
61,10
0,95
29,632018
28,766316
28,791607
27,949718
62,53
1
30,629238
29,734401
29,760544
28,890322
64,02
1,05
31,388210
30,471200
30,497990
29,606205
65,55
1,1
31,920806
30,988236
31,015481
30,108564
67,10
1,15
32,241688
31,299743
31,327262
30,411229
68,66
1,2
32,367392
31,421775
31,449401
30,529796
70,23
1,25
32,315564
31,371461
31,399043
30,480911
71,80
1,3
32,104335
31,166403
31,193805
30,281674
73,36
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
110,13
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 5
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
33,43
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
33,43
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
33,43
0,15
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
33,43
0,2
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
33,43
0,25
0,033867
0,032878
0,032907
0,031945
33,43
0,3
0,145103
0,140864
0,140988
0,136865
33,44
0,35
0,373164
0,362262
0,362581
0,351979
33,46
0,4
0,746722
0,724906
0,725544
0,704328
33,49
0,45
1,281311
1,243878
1,244971
1,208567
33,56
0,5
1,979613
1,921778
1,923468
1,867224
33,65
0,55
2,833173
2,750402
2,752820
2,672325
33,79
0,6
3,824780
3,713039
3,716303
3,607636
33,98
0,65
4,930996
4,786936
4,791145
4,651048
34,22
0,7
6,124552
5,945622
5,950850
5,776842
34,51
0,75
7,376438
7,160935
7,167231
6,957655
34,87
0,8
8,657627
8,404694
8,412083
8,166107
35,29
0,85
9,940406
9,649996
9,658481
9,376059
35,77
0,9
11,199350
10,872159
10,881718
10,563528
36,32
0,95
12,411967
12,049350
12,059944
11,707302
36,92
1
13,559079
13,162949
13,174522
12,789288
37,58
1,05
14,624968
14,197698
14,210181
13,794664
38,29
1,1
15,597361
15,141682
15,154995
14,711851
39,05
1,15
16,467276
15,986183
16,000238
15,532379
39,85
1,2
17,228784
16,725443
16,740149
16,250654
40,68
1,25
17,878708
17,356380
17,371640
16,863679
41,55
1,3
18,416290
17,878256
17,893975
17,370741
42,45
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
72,08
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 6
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
21,88
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
21,88
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
21,88
0,15
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
21,88
0,2
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
21,88
0,25
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
21,88
0,3
0,003642
0,003535
0,003538
0,003435
21,88
0,35
0,018645
0,018101
0,018117
0,017587
21,88
0,4
0,055706
0,054079
0,054126
0,052544
21,89
0,45
0,126845
0,123139
0,123248
0,119644
21,89
0,5
0,243779
0,236657
0,236865
0,229938
21,90
0,55
0,416586
0,404415
0,404771
0,392935
21,92
0,6
0,652783
0,633712
0,634269
0,615722
21,96
0,65
0,956799
0,928846
0,929662
0,902478
22,00
0,7
1,329815
1,290965
1,292100
1,254318
22,07
0,75
1,769888
1,718181
1,719692
1,669406
22,15
0,8
2,272274
2,205889
2,207829
2,143270
22,26
0,85
2,829886
2,747211
2,749626
2,669225
22,40
0,9
3,433823
3,333504
3,336434
3,238874
22,57
0,95
4,073912
3,954892
3,958369
3,842623
22,76
1
4,739232
4,600775
4,604820
4,470171
22,99
1,05
5,418596
5,260291
5,264916
5,110965
23,26
1,1
6,100962
5,922722
5,927929
5,754592
23,55
1,15
6,775785
6,577829
6,583613
6,391103
23,88
1,2
7,433284
7,216120
7,222464
7,011274
24,24
1,25
8,064650
7,829040
7,835924
7,606795
24,64
1,3
8,662178
8,409111
8,416504
8,170399
25,06
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
47,18
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 7
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
14,32
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
14,32
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
14,32
0,15
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
14,32
0,2
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
14,32
0,25
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
14,32
0,3
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
14,32
0,35
0,000392
0,000380
0,000380
0,000369
14,32
0,4
0,002332
0,002264
0,002266
0,002200
14,32
0,45
0,007939
0,007707
0,007714
0,007488
14,32
0,5
0,020273
0,019681
0,019698
0,019122
14,32
0,55
0,043155
0,041894
0,041931
0,040705
14,33
0,6
0,080858
0,078496
0,078565
0,076268
14,33
0,65
0,137765
0,133740
0,133857
0,129943
14,34
0,7
0,218011
0,211642
0,211828
0,205634
14,35
0,75
0,325183
0,315683
0,315960
0,306722
14,36
0,8
0,462067
0,448568
0,448962
0,435834
14,38
0,85
0,630482
0,612063
0,612601
0,594688
14,42
0,9
0,831187
0,806904
0,807613
0,783998
14,46
0,95
1,063857
1,032777
1,033685
1,003459
14,51
1
1,327130
1,288357
1,289490
1,251784
14,57
1,05
1,618689
1,571399
1,572781
1,526791
14,65
1,1
1,935399
1,878856
1,880508
1,825521
14,74
1,15
2,273451
2,207032
2,208972
2,144380
14,85
1,2
2,628527
2,551734
2,553978
2,479297
14,98
1,25
2,995968
2,908440
2,910997
2,825878
15,13
1,3
3,370933
3,272450
3,275328
3,179554
15,29
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
30,88
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 8
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
9,37
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
9,37
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
9,37
0,15
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
9,37
0,2
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
9,37
0,25
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
9,37
0,3
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
9,37
0,35
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
9,37
0,4
0,000042
0,000041
0,000041
0,000040
9,37
0,45
0,000286
0,000278
0,000278
0,000270
9,37
0,5
0,001093
0,001061
0,001062
0,001031
9,37
0,55
0,003093
0,003003
0,003005
0,002917
9,37
0,6
0,007225
0,007014
0,007020
0,006815
9,37
0,65
0,014732
0,014302
0,014314
0,013896
9,38
0,7
0,027125
0,026333
0,026356
0,025585
9,38
0,75
0,046110
0,044763
0,044803
0,043493
9,38
0,8
0,073500
0,071353
0,071416
0,069327
9,38
0,85
0,111109
0,107863
0,107958
0,104801
9,39
0,9
0,160648
0,155954
0,156092
0,151527
9,40
0,95
0,223629
0,217096
0,217286
0,210933
9,41
1
0,301281
0,292479
0,292736
0,284177
9,42
1,05
0,394485
0,382960
0,383297
0,372089
9,44
1,1
0,503726
0,489010
0,489440
0,475128
9,46
1,15
0,629076
0,610697
0,611234
0,593361
9,50
1,2
0,770181
0,747680
0,748338
0,726456
9,53
1,25
0,926285
0,899224
0,900014
0,873697
9,58
1,3
1,096253
1,064226
1,065162
1,034015
9,63
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
20,21
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 9
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
6,135
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,15
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,2
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,25
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,3
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,35
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,4
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
6,135
0,45
0,000005
0,000004
0,000004
0,000004
6,135
0,5
0,000035
0,000034
0,000034
0,000033
6,135
0,55
0,000146
0,000142
0,000142
0,000138
6,135
0,6
0,000455
0,000442
0,000442
0,000429
6,135
0,65
0,001157
0,001123
0,001124
0,001091
6,135
0,7
0,002551
0,002476
0,002479
0,002406
6,135
0,75
0,005049
0,004901
0,004905
0,004762
6,136
0,8
0,009177
0,008909
0,008917
0,008656
6,136
0,85
0,015573
0,015118
0,015131
0,014688
6,137
0,9
0,024961
0,024232
0,024253
0,023544
6,138
0,95
0,038134
0,037020
0,037052
0,035969
6,140
1
0,055915
0,054281
0,054329
0,052740
6,143
1,05
0,079124
0,076812
0,076880
0,074632
6,147
1,1
0,108542
0,105371
0,105464
0,102380
6,152
1,15
0,144873
0,140641
0,140764
0,136648
6,159
1,2
0,188714
0,183201
0,183362
0,178000
6,168
1,25
0,240525
0,233498
0,233703
0,226870
6,180
1,3
0,300609
0,291827
0,292084
0,283543
6,194
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
13,228
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 10
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
c (mg/L)
k4
0
4,016
0,05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,1
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,15
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,2
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,25
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,3
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,35
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,4
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,45
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,5
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
4,016
0,55
0,000004
0,000004
0,000004
0,000004
4,016
0,6
0,000019
0,000019
0,000019
0,000018
4,016
0,65
0,000065
0,000063
0,000063
0,000061
4,016
0,7
0,000179
0,000173
0,000174
0,000169
4,016
0,75
0,000424
0,000411
0,000412
0,000400
4,016
0,8
0,000897
0,000871
0,000871
0,000846
4,016
0,85
0,001736
0,001686
0,001687
0,001638
4,016
0,9
0,003125
0,003034
0,003037
0,002948
4,016
0,95
0,005296
0,005141
0,005146
0,004995
4,016
1
0,008526
0,008277
0,008284
0,008042
4,017
1,05
0,013138
0,012754
0,012765
0,012392
4,017
1,1
0,019487
0,018918
0,018934
0,018381
4,018
1,15
0,027957
0,027140
0,027164
0,026369
4,020
1,2
0,038941
0,037804
0,037837
0,036730
4,021
1,25
0,052835
0,051292
0,051337
0,049836
4,024
1,3
0,070018
0,067972
0,068032
0,066043
4,027
18
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
8,658
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
LAMPIRAN B
Ruas 1
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,28
2,31481E-05
7650,074446
7650,074446
7650,074446
7650,074446
71,45
4,62963E-05
7649,867504
7649,867504
7649,867504
7649,867504
71,63
6,94444E-05
7649,660567
7649,660567
7649,660567
7649,660567
71,81
9,25926E-05
7649,453636
7649,453636
7649,453636
7649,453636
71,98
0,000115741
7649,246710
7649,246710
7649,246710
7649,246710
72,16
0,000138889
7649,039790
7649,039790
7649,039790
7649,039790
72,34
0,000162037
7648,832876
7648,832876
7648,832876
7648,832876
72,52
0,000185185
7648,625967
7648,625967
7648,625967
7648,625967
72,69
0,000208333
7648,419064
7648,419064
7648,419064
7648,419064
72,87
0,000231481
7648,212166
7648,212166
7648,212166
7648,212166
73,05
0,00025463
7648,005274
7648,005274
7648,005274
7648,005274
73,22
0,000277778
7647,798387
7647,798387
7647,798387
7647,798387
73,40
0,000300926
7647,591507
7647,591507
7647,591507
7647,591507
73,58
0,000324074
7647,384631
7647,384631
7647,384631
7647,384631
73,76
0,000347222
7647,177762
7647,177762
7647,177762
7647,177762
73,93
0,00037037
7646,970898
7646,970898
7646,970898
7646,970898
74,11
0,000393519
7646,764039
7646,764039
7646,764039
7646,764039
74,29
0,000416667
7646,557186
7646,557186
7646,557186
7646,557186
74,46
0,000439815
7646,350339
7646,350339
7646,350339
7646,350339
74,64
0,000462963
7646,143497
7646,143497
7646,143497
7646,143497
74,82
0,000486111
7645,936661
7645,936661
7645,936661
7645,936661
74,99
0,000509259
7645,729831
7645,729831
7645,729831
7645,729831
75,17
0,000532407
7645,523006
7645,523006
7645,523006
7645,523006
75,35
0,000555556
7645,316186
7645,316186
7645,316186
7645,316186
75,53
0,000578704
7645,109373
7645,109373
7645,109373
7645,109373
75,70
0,008125
7577,985427
7577,985427
7577,985427
7577,985427
133,14
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 2
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,27
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,27
4,63E-05
4900,637690
4900,571407
4900,571407
4900,505125
71,39
6,94E-05
6661,704204
6661,614101
6661,614102
6661,524001
71,54
9,26E-05
7294,466566
7294,367905
7294,367906
7294,269246
71,71
0,000116
7521,737165
7521,635429
7521,635431
7521,533697
71,88
0,000139
7603,281482
7603,178644
7603,178646
7603,075809
72,06
0,000162
7632,454458
7632,351225
7632,351227
7632,247995
72,24
0,000185
7642,806140
7642,702767
7642,702768
7642,599397
72,41
0,000208
7646,393798
7646,290377
7646,290378
7646,186958
72,59
0,000231
7647,550594
7647,447157
7647,447159
7647,343723
72,77
0,000255
7647,833787
7647,730346
7647,730347
7647,626908
72,94
0,000278
7647,803026
7647,699586
7647,699587
7647,596148
73,12
0,000301
7647,659440
7647,556001
7647,556003
7647,452565
73,30
0,000324
7647,475310
7647,371874
7647,371875
7647,268440
73,48
0,000347
7647,276612
7647,173179
7647,173180
7647,069748
73,65
0,00037
7647,072683
7646,969253
7646,969254
7646,865825
73,83
0,000394
7646,866878
7646,763450
7646,763452
7646,660025
74,01
0,000417
7646,660402
7646,556977
7646,556978
7646,453555
74,18
0,00044
7646,453688
7646,350266
7646,350267
7646,246846
74,36
0,000463
7646,246893
7646,143473
7646,143475
7646,040057
74,54
0,000486
7646,040071
7645,936655
7645,936656
7645,833241
74,71
0,000509
7645,833244
7645,729831
7645,729832
7645,626420
74,89
0,000532
7645,626419
7645,523008
7645,523009
7645,419600
75,07
0,000556
7645,419598
7645,316189
7645,316191
7645,212784
75,25
0,000579
7645,212782
7645,109376
7645,109377
7645,005973
75,42
0,000602
7645,005971
7644,902568
7644,902569
7644,799168
75,60
0,008125
7578,087928
7577,985430
7577,985432
7577,882935
132,86
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 3
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,27
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,27
4,63E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,27
6,94E-05
3139,306043
3139,263583
3139,263583
3139,221123
71,34
9,26E-05
5395,638866
5395,565887
5395,565888
5395,492910
71,47
0,000116
6611,865483
6611,776054
6611,776055
6611,686627
71,62
0,000139
7194,542543
7194,445233
7194,445235
7194,347926
71,79
0,000162
7456,182549
7456,081700
7456,081702
7455,980854
71,96
0,000185
7568,899112
7568,796739
7568,796740
7568,694368
72,14
0,000208
7616,038570
7615,935559
7615,935560
7615,832551
72,31
0,000231
7635,277847
7635,174576
7635,174577
7635,071308
72,49
0,000255
7642,933123
7642,829749
7642,829750
7642,726377
72,67
0,000278
7645,865699
7645,762285
7645,762287
7645,658874
72,84
0,000301
7646,899908
7646,796480
7646,796481
7646,693055
73,02
0,000324
7647,179604
7647,076172
7647,076173
7646,972742
73,20
0,000347
7647,162169
7647,058737
7647,058739
7646,955308
73,37
0,00037
7647,028620
7646,925190
7646,925191
7646,821762
73,55
0,000394
7646,849989
7646,746562
7646,746563
7646,643137
73,73
0,000417
7646,653956
7646,550531
7646,550532
7646,447109
73,90
0,00044
7646,451238
7646,347816
7646,347817
7646,244396
74,08
0,000463
7646,245966
7646,142546
7646,142548
7646,039130
74,26
0,000486
7646,039723
7645,936307
7645,936308
7645,832893
74,44
0,000509
7645,833116
7645,729702
7645,729703
7645,626291
74,61
0,000532
7645,626373
7645,522962
7645,522964
7645,419554
74,79
0,000556
7645,419583
7645,316175
7645,316176
7645,212770
74,97
0,000579
7645,212779
7645,109373
7645,109375
7645,005971
75,14
0,000602
7645,005972
7644,902570
7644,902571
7644,799170
75,32
0,008125
7578,087932
7577,985434
7577,985436
7577,882940
132,58
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 4
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,27
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,27
4,63E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,27
6,94E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,27
9,26E-05
2011,012251
2010,985051
2010,985052
2010,957852
71,31
0,000116
4179,120335
4179,063811
4179,063811
4179,007287
71,41
0,000139
5737,402751
5737,325149
5737,325150
5737,247550
71,54
0,000162
6670,678676
6670,588452
6670,588453
6670,498230
71,70
0,000185
7173,685205
7173,588177
7173,588178
7173,491152
71,86
0,000208
7426,661757
7426,561307
7426,561308
7426,460860
72,04
0,000231
7547,774006
7547,671919
7547,671920
7547,569834
72,21
0,000255
7603,624036
7603,521193
7603,521195
7603,418353
72,39
0,000278
7628,599414
7628,496233
7628,496234
7628,393055
72,56
0,000301
7639,453688
7639,350360
7639,350362
7639,247036
72,74
0,000324
7644,017020
7643,913631
7643,913632
7643,810244
72,92
0,000347
7645,836168
7645,732754
7645,732755
7645,629343
73,09
0,00037
7646,478768
7646,375345
7646,375347
7646,271925
73,27
0,000394
7646,624156
7646,520731
7646,520733
7646,417309
73,45
0,000417
7646,561976
7646,458553
7646,458554
7646,355132
73,62
0,00044
7646,414053
7646,310631
7646,310633
7646,207212
73,80
0,000463
7646,231033
7646,127613
7646,127615
7646,024197
73,98
0,000486
7646,033763
7645,930347
7645,930348
7645,826933
74,16
0,000509
7645,830751
7645,727337
7645,727339
7645,623926
74,33
0,000532
7645,625441
7645,522030
7645,522031
7645,418622
74,51
0,000556
7645,419219
7645,315811
7645,315812
7645,212405
74,69
0,000579
7645,212639
7645,109233
7645,109235
7645,005831
74,86
0,000602
7645,005920
7644,902518
7644,902519
7644,799118
75,04
0,008125
7578,087936
7577,985439
7577,985440
7577,882944
132,30
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 5
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,26
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
4,63E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
6,94E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
9,26E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000116
1288,237024
1288,219600
1288,219600
1288,202176
71,29
0,000139
3140,076978
3140,034507
3140,034507
3139,992037
71,37
0,000162
4803,816423
4803,751448
4803,751449
4803,686476
71,48
0,000185
5999,582260
5999,501113
5999,501114
5999,419968
71,62
0,000208
6751,540141
6751,448823
6751,448824
6751,357507
71,77
0,000231
7183,834565
7183,737400
7183,737401
7183,640237
71,94
0,000255
7416,776690
7416,676374
7416,676376
7416,576061
72,11
0,000278
7536,268852
7536,166920
7536,166922
7536,064991
72,29
0,000301
7595,211149
7595,108420
7595,108421
7595,005693
72,46
0,000324
7623,347081
7623,243971
7623,243972
7623,140864
72,64
0,000347
7636,381848
7636,278562
7636,278563
7636,175279
72,81
0,00037
7642,231634
7642,128269
7642,128270
7642,024907
72,99
0,000394
7644,745584
7644,642185
7644,642186
7644,538788
73,17
0,000417
7645,742185
7645,638773
7645,638774
7645,535363
73,35
0,00044
7646,060514
7645,957097
7645,957098
7645,853683
73,52
0,000463
7646,080157
7645,976740
7645,976741
7645,873325
73,70
0,000486
7645,969975
7645,866559
7645,866561
7645,763146
73,88
0,000509
7645,804009
7645,700595
7645,700596
7645,597184
74,05
0,000532
7645,614315
7645,510905
7645,510906
7645,407496
74,23
0,000556
7645,414623
7645,311215
7645,311217
7645,207810
74,41
0,000579
7645,210754
7645,107348
7645,107350
7645,003946
74,58
0,000602
7645,005153
7644,901750
7644,901752
7644,798351
74,76
0,008125
7578,087941
7577,985443
7577,985445
7577,882948
132,02
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 6
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,26
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
4,63E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
6,94E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
9,26E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000116
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000139
825,233476
825,222314
825,222314
825,211153
71,28
0,000162
2308,079844
2308,048626
2308,048626
2308,017408
71,33
0,000185
3906,764637
3906,711796
3906,711797
3906,658956
71,42
0,000208
5247,299793
5247,228821
5247,228822
5247,157850
71,55
0,000231
6210,761184
6210,677180
6210,677181
6210,593179
71,69
0,000255
6833,935555
6833,843123
6833,843124
6833,750693
71,85
0,000278
7207,113674
7207,016194
7207,016195
7206,918717
72,01
0,000301
7417,772672
7417,672343
7417,672344
7417,572016
72,19
0,000324
7531,237567
7531,135703
7531,135705
7531,033842
72,36
0,000347
7590,038398
7589,935739
7589,935741
7589,833083
72,54
0,00037
7619,520295
7619,417237
7619,417238
7619,314182
72,71
0,000394
7633,862869
7633,759617
7633,759618
7633,656368
72,89
0,000417
7640,627741
7640,524397
7640,524399
7640,421057
73,07
0,00044
7643,697325
7643,593940
7643,593942
7643,490558
73,24
0,000463
7645,004396
7644,900994
7644,900995
7644,797594
73,42
0,000486
7645,486717
7645,383308
7645,383309
7645,279901
73,60
0,000509
7645,589472
7645,486062
7645,486063
7645,382654
73,77
0,000532
7645,520084
7645,416674
7645,416676
7645,313268
73,95
0,000556
7645,373631
7645,270224
7645,270225
7645,166819
74,13
0,000579
7645,193078
7645,089673
7645,089674
7644,986271
74,31
0,000602
7644,997593
7644,894191
7644,894192
7644,790791
74,48
0,008125
7578,087945
7577,985447
7577,985449
7577,882953
131,74
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 7
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,26
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
4,63E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
6,94E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
9,26E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000116
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000139
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000162
528,637414
528,630264
528,630264
528,623115
71,27
0,000185
1668,518517
1668,495949
1668,495950
1668,473382
71,31
0,000208
3102,274454
3102,232494
3102,232495
3102,190535
71,38
0,000231
4476,275182
4476,214638
4476,214639
4476,154096
71,48
0,000255
5587,250800
5587,175230
5587,175231
5587,099662
71,61
0,000278
6385,715114
6385,628744
6385,628745
6385,542376
71,76
0,000301
6911,723177
6911,629692
6911,629693
6911,536210
71,92
0,000324
7235,707132
7235,609265
7235,609267
7235,511401
72,09
0,000347
7424,825637
7424,725213
7424,725214
7424,624791
72,26
0,00037
7530,458654
7530,356801
7530,356802
7530,254950
72,44
0,000394
7587,307066
7587,204443
7587,204445
7587,101824
72,61
0,000417
7616,925068
7616,822045
7616,822047
7616,719025
72,79
0,00044
7631,902752
7631,799526
7631,799528
7631,696304
72,96
0,000463
7639,251805
7639,148481
7639,148482
7639,045159
73,14
0,000486
7642,730218
7642,626847
7642,626848
7642,523478
73,32
0,000509
7644,289266
7644,185873
7644,185875
7644,082483
73,49
0,000532
7644,915384
7644,811983
7644,811984
7644,708584
73,67
0,000556
7645,095950
7644,992546
7644,992547
7644,889145
73,85
0,000579
7645,067025
7644,963622
7644,963623
7644,860221
74,03
0,000602
7644,940969
7644,837568
7644,837569
7644,734169
74,20
0,008125
7578,087949
7577,985452
7577,985453
7577,882957
131,46
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 8
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,26
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
4,63E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
6,94E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
9,26E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000116
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000139
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000162
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,26
0,000185
338,640547
338,635967
338,635967
338,631387
71,26
0,000208
1190,539692
1190,523589
1190,523589
1190,507487
71,29
0,000231
2415,148211
2415,115545
2415,115546
2415,082880
71,35
0,000255
3735,422959
3735,372436
3735,372436
3735,321914
71,43
0,000278
4921,586784
4921,520217
4921,520218
4921,453651
71,55
0,000301
5859,361574
5859,282323
5859,282324
5859,203074
71,68
0,000324
6533,336799
6533,248432
6533,248433
6533,160068
71,83
0,000347
6983,092418
6982,997968
6982,997969
6982,903520
72,00
0,00037
7265,873994
7265,775719
7265,775720
7265,677447
72,16
0,000394
7435,168088
7435,067523
7435,067525
7434,966962
72,34
0,000417
7532,425873
7532,323993
7532,323994
7532,222115
72,51
0,00044
7586,351568
7586,248959
7586,248960
7586,146352
72,69
0,000463
7615,326046
7615,223045
7615,223046
7615,120046
72,86
0,000486
7630,446680
7630,343475
7630,343476
7630,240272
73,04
0,000509
7638,109000
7638,005690
7638,005692
7637,902384
73,22
0,000532
7641,861409
7641,758049
7641,758050
7641,654692
73,39
0,000556
7643,611041
7643,507658
7643,507659
7643,404277
73,57
0,000579
7644,355496
7644,252102
7644,252103
7644,148711
73,75
0,000602
7644,604510
7644,501113
7644,501115
7644,397719
73,92
0,008125
7578,087954
7577,985456
7577,985458
7577,882961
131,18
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011
Ruas 9
t (hari)
fungsi k1
k2
k3
k4
0
c (mg/L) 71,252
2,31E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
4,63E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
6,94E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
9,26E-05
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
0,000116
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
0,000139
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
0,000162
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
0,000185
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
71,252
0,000208
216,930201
216,927266
216,927267
216,924332
71,257
0,000231
840,610137
840,598767
840,598767
840,587398
71,277
0,000255
1849,222846
1849,197834
1849,197835
1849,172823
71,320
0,000278
3057,456273
3057,414919
3057,414920
3057,373567
71,390
0,000301
4251,519420
4251,461916
4251,461917
4251,404414
71,489
0,000324
5281,374167
5281,302733
5281,302734
5281,231302
71,611
0,000347
6083,227717
6083,145438
6083,145439
6083,063161
71,752
0,00037
6659,508692
6659,418619
6659,418620
6659,328548
71,906
0,000394
7047,760906
7047,665582
7047,665583
7047,570260
72,069
0,000417
7295,739944
7295,641265
7295,641266
7295,542589
72,238
0,00044
7447,161544
7447,060818
7447,060819
7446,960094
72,410
0,000463
7536,124017
7536,022087
7536,022088
7535,920160
72,585
0,000486
7586,656293
7586,553680
7586,553681
7586,451069
72,761
0,000509
7614,502812
7614,399822
7614,399823
7614,296834
72,937
0,000532
7629,418754
7629,315562
7629,315563
7629,212373
73,113
0,000556
7637,183030
7637,079733
7637,079735
7636,976439
73,290
0,000579
7641,094168
7640,990818
7640,990819
7640,887471
73,467
0,000602
7642,976650
7642,873274
7642,873276
7642,769902
73,644
0,008125
7578,087958
7577,985460
7577,985462
7577,882966
130,905
Universitas Indonesia
Model numerik..., Adhie Kurnia, FT UI, 2011