2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Udang
Udang merupakan salah satu biota laut yang mempunyai nilai ekonomis penting dan mempunyai nilai komersial yang tinggi dibandingkan dengan biota yang lainnya.Salah satu jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia, yaitu udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Udang vannamei merupakan spesies introduksi yang berasal dari Amerika Selatan membudidayakan jenis udang tersebut yang dikenal dengan nama pacific white shrimp. (Amri dan Kanna, 2008)
2.1.1 Klasifikasi Udang
Udang vannamei digolongkan kedalam genus penaeid pada filum arthropoda.Ada ribuan spesies di filum ini. Namun, yang mendominasi perairan berasal dari subfilum crustaceae. Ciri- ciri crustaceae yaitu memiliki 3 pasang kaki yang berjalan.(Haliman. R.W dan Adijaya S, 2005).
Klasifikasi udang vannamei Menurut Haliman dan Adijaya (2005), adalah
Phylum : Arthropoda
Sub Phylum : Crustacea
Class : Malacostrata
Sub Class : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobrachiata
Family : Penaeidae
Sub family : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.1.2. Morfologi Udang Vannamei
Menurut Bertiantono (2011), tubuh Udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan edopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Adapun morfologi udang vannamei adalah sebagai berikut:
Kepala terdiri dari 6 ruas, pada ruas kepala pertama terdapat mata majemuk bertangkai. Beberapa ahli berpendapat bahwa mata bertangkai ini bukan suatu anggota badan seperti pada ruas-ruas yang lain, sehingga ruas kepala dianggap berjumlah 5 buah pada ruas kedua terdapat antena I atau antennule yang mempunyai duah buah flagella pendek yang berfungsi sebagai alat peraba dan pencium.
Bagian dada terdiri dari delapan ruas yang masing-masing ruas mempunyai sepasang anggota badan yang disebut thoracopoda. Thoracopoda pertama sampai dengan ketiga dinamakan maxillipedyang berfungsi sebagai pelengkap bagian mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda lainnya (ke-5 dan ke-8) berfungsi sebagai kaki jalan yang disebut pereiopoda.
Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat lima pasang kaki renang dan sepasang uropodus (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Ruas yang pertama sampai dengan ruas yang kelima masing-masing memiliki sepasang anggota badan yang dinamakan pleopoda yang berfungsi sebagai alat untuk berenang oleh karena itu bentuknya pendek dan kedua ujungnya pipih dan berbulu (setae). Pada ruas yang keenam berubah bentuk menjadi pipih dan melebar dinamakan uropoda, yang bersama-sama dengan telson berfungsi sebagai kemudi.
Gambar 1. Morfologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
2.1.3. Siklus Hidup Udang Vannamei
Udang vannamei nokturnal, yaitu melakukan aktifitas pada malam hari. Proses perkawinan di tandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat bersamaan, udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung sekitar 1 menit. Sepasang udang vannamei berukuran 30-45 g dapat menghasilkan 100.000-250.000 butir telur yang berukuran 0,22 mm (Haliman. R. W dan Adijaya S, 2005).
2.2. Komposisi Kimia Udang
Daging udang mempunyai kelebihan dalam hal kandungan asam aminonya daripada daging hewan darat. Asam aminonya tirosin, triptofan dan sistein lebih tinggi terdapat pada daging udang. Tetapi daging udang mengandung asam amino histidin lebih rendah. Di samping itu daging udang mempunyai rasa lebih spesifik daripada daging hasil perikanan lainnya (Hadiwiyoto, 1993).
Adapun komposisi kimia udang dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging udang
Kandungan
Komposisi
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Garam mineral
Garam magnesium
Phospor
Zat besi
Natrium
Kalium
78,2 %
18,1 %
0,8 %
1,4 %
145-320 mg/100gr
40-105 mg/gr
1,6 mg/100gr
140 mg/100gr
220 mg/100gr
0,81 %
Sumber : Hadiwiyoto, 1993
2.3 Proses Kemunduran Mutu Udang
Udang segar adalah udang yang baru ditangkap, menurut Purwaningsih (1995), udang segar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Rupa dan warna : bening, spesifik jenis, cemerlang, sambungan antar
ruas kokoh, kulit melekat kuat pada daging
Bau : segar spesifik menurut jenisnya
Daging : bentuk daging kompak,elastis, dan rasanya manis.
Udang yang rusak atau busuk ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Rupa dan warna : kemerahan atau kusam, sambungan antar ruas longgar, sudah mulai ditandai adanya bercak-bercak hitam
Bau : Bau amoniak dan bau busuk (H2S)
Daging : lunak, kadang-kadang berlendir, rasa daging alkalis
Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini terjadi secara autolysis, bakteriologis, dan oksidasi. Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk dalam bahan makanan yang mudah busuk biladibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan udang segar diperlukan perhatian dan perlakuan cermat (Purwaningsih, 1995).
Susunan tubuh udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian ini mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Purwaningsih, 1995)
Sesuai dengan SNI-01-2728.1-2006 yang dimaksud dengan udang segar adalah produk hasil perikanan dengan bahan baku yang telah mengalami perlakuan sebagai berikut : Pencucian, sortasi, pemotongan atau tanpa pemotongan kepala, pencucian, pendinginan dan pengemasan. Sedangkan untuk persyaratan mutu udang segar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan Mutu Udang Segar
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Organoleptik
Angka (1-9)
Minimal 7
Cemaran Mikroba*
- ALT
- Escherichia coli
- Salmonella
- Vibrio cholera
Koloni/g
APM/g
APM/25 g
APM/25 g
Maksimal 5,0 x 105
Maksimal <2
Negative
Negative
Cemaran kima*
- Kloramfenikol
- Nitrofuran
- Tetrasiklin
µg/kg
µg/kg
µg/kg
Maksimal 0
Maksimal 0
Maksimal 100
Filth
Maksimal 0
CATATAN* Bila diperlukan
Sumber: Persyaratan mutu udang segar SNI ( 01-2728.1-2006)
Keterangan : ALT = Angka Lempeng Total
APM = Angka Paling Memungkinkan
2.3.1 Kemunduran Mutu Secara Autolisis
Penurunan mutu secara autolisis adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang yang tidak terkendali sehingga senyawa kimia dalam jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia. Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, tekstur, dan rupa yang berubah (Purwaningsih, 1995).
Penurunan mutu secara autolysis merupakan suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena kegiatan enzim dalam tubuh udang yang tidak terkendali, sehingga senyawa kimia pada jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimia. Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, teksturdan rupa yang berubah.Penurunan mutu secara mikrobiologis adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasaldari selaput lendir dari permukaan tubuh, insang dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai dan menimbulkan bau busuk
2.3.2 Kemunduran Mutu Secara Kimiawi
Penurunan mutu secara kimiawi biasanya terjadi pada udang yang kandungan lemaknya tinggi. Lemak udang akan dioksidasi oleh oksigen yang berada di udara, sehingga menimbulkan bau dan rasa tengik (Purwaningsih, 1995).
Kecepatan oksidasi ini dapat diperlambat oleh penurunan suhu, melindungi produk sehingga tidak berhubungan dengan udara atau dibungkus dengan antioksidan, sehingga produk tidak berkontak dengan logam lain. ( Anonim,2013)
Penurunan secara oksidasi biasanya terjadi pada udang yanag kandungan lemaknya tinggi. Lemak udang akan dioksidasi oleh oksigen yang ada di udara sehingga menimbulkan rasa dan bau tengik (Afrianto dan Livianty, 2002dalam Suliana, 2009).
Penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan timbulnya bercak-bercak hitam (black spots), atau garis-garis hitam pada bagian dalam terutama kulit ruas atau melintang pada bagian ekor udang juga pada ujung kulit yang menutupi kulit ruas belakang. Bercak hitam terjadi karena adanya aktivitas sejenis enzim yang disebut "tyrosinase". Enzim ini terdapat pada kulit udang dan mudah bereaksi dengan satu jenis asam amino. Dari hasil reaksi akan terbentuk pigmen-pigmen hitam yang disebut melanin. Prosesnya disebut melanosis. (Moeljanto, 1992)
2.3.3 KemunduranMutu Secara Bakterial
Penurunan mutu secara bakterial adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan tubuh, insang, dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai dan menimbulkan bau busuk (Purwaningsih, 1995).
Aktivitas bakteri baru berhenti pada suhu -750 C dan bakteri tidak berkembang pada suhu -200 C ke bawah. Cara mengatasinya adalah dengan membekukan udang tanpa kepala karena banyak bakteri yang terdapat pada bagian ini (Purwaningsih, 1995).
2.3.4 Kemunduran Mutu Secara Fisik
Kerusakan fisik yang ditemukan pada udang selama proses penanganan dan pengolahan dikarenakan kurangnya penanganan yang baik dan benar, apabila rantai dingin tidak diterapkan maka ditempat yang kritis akan menyebabkan kerusakan pada produk yang sifatnya tidak dapat diperbaiki kembali, memperpendek umur produk bahkan mungkin dapat menyebabkan perubahan-perubahan mikrobiologis yang dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi konsumen. ( Nuryani, 2006)
2.4. Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satucara pengawetan dengan prinsip menurunkan suhu di mana dapat mengurangi reaksi kimia yang terjadi dengan menurunkan aktivitas air (aw), sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pembekuan adalahcara pengawetan yang paling populer, dengan persentase 53% dari semua olahan ikanyang langsung dikonsumsi manusia.Pembekuan juga dapat digunakan untuk menjaga mutu ikan diatas kapal dan seluruh distribusi rantai dingin produk. Perlakuan untuk ikan yang dibekukan biasanyadalam bentuk ikan utuh, seperti fillet, loindan sebagainya.( Hall, 2011)
Air Blast Freezer ini memanfaatkan udara dingin sebagai refrigerant. Alat ini terdiri dari beberapa tipe, yaitu tipe ruangan, terowongan dan tipe ban berjalan (belt conveyor)(Hariadi, 1994).
Keuntungan dari ABF adalah cara ini dapat membekukan segala macam produk dan pengoperasiannya mudah. Kerugiaannya adalah memerlukan jumlah udara dalam jumlah yang besar, waktu pembekuan relatif lama, ruang lebih besar, tenaga besar dan adanya beban panas tambahan. (Saulina,2009)
2.5.Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku SNI 01-3457.3-2006
Prinsip yang dianut dalam penanganan udang adalah mempertahankan kesegaran udang selama mungkin dengan memperlakukan udang dengan cermat dan hati-hati, segera dan cepat mendinginkan udang hingga mencapai suhu 00C, memperlakukan udang secara bersih, higienik dan sehat serta selalu memperhatikan faktor waktu dan kecepatan bekerja selama rantai penanganan dingin (Purwaningsih, 1995)
Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk maksimal 5°C.
Pencucian I
Selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan air bersih dengan caraudang dimasukkan kedalam keranjang lalu dicuci dengan air dingin yang mengalir dan di dilakukan secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhuproduk maksimal 5°C.
Selama pencucian harus menggunakan air dingin maksimal 100C dengan menggunakan es atau sistem pendinginan yang lain agar mutu udang tetap baik. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, benda-benda asing, lendir dan mengurangi jumlah bakteri.
Pemotongan Kepala dan Pengupasan Kulit
Bahan baku yang diterima di unit pengolahan apabila dalam bentuk utuhdilakukan pemotongan kepala dan pengupasan kulit. Untuk produk tail on pengupasankulit sampai batas ruas terakhir.Pengupasan dilakukan secara hati-hati, cepat, cermatdan saniter dengan suhu produk maksimal 5°C.
Pemotongan kepala dan pengupasan kulit bertujuan untuk mendapatkan bahan baku yang bermutu baik serta bebas bakteri patogen danmemenuhi persyaratan mutu
Pencucian II
Proses selanjutnya yaitu pencucian. Pencucian II ini bertujuan untuk mendapatkan udang kupas yang bebas dari kulit dan bakteri patogen.
Cara pencuciannya yaitu udang dimasukan kedalam keranjang lalu dicuci dengan air dingin yangmengalir dan di dilakukan secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu produk maksimal 5°C.
Sortasi
Setelah proses pencucian kemudian dilakukan sortasi yaitu udang dipisahkan berdasarkan mutu, dan ukuran. Sortasi dilakukan secara organoleptik. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu produk maksimal 5°C.
Sortasi bertujuan untuk mendapatkan mutu, dan ukuran yang sesuai serta bebas dari kontaminasi dan bakteri patogen.
Penimbangan
Penimbangan dilakukan dengan cara udang dimasukan ke dalam keranjang plastik dan kemudian ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan. Penimbangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 5°C.
Penimbangan bertujuan untuk mendapatkan berat sesuai dengan ukuran yang diharapkan dan bebas dari bakteri patogen.
Pembelahan atau Tanpa Pembelahan
udang yang telah dikupas apabila dilakukan pembelahan dengan cara udang dibelah dibagian punggung dengan menggunakan pisau. Untuk produk butterfly, pembelahan dilakukan sampai terbentuk dua belahan yang tidak terputus. Proses pembelahan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 5°C.
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan produk yang bersih dan bermutu baik serta bebas dari bakteripatogen.
Pencucian III
Pencucian III dilakukan dengan cara udang dimasukan kedalam keranjang plastik lalu dicuci dengan air dingin yang mengalir dan di dilakukan secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 5°C.
Pencucian III bertujuan untuk mendapatkan produk yang bersih dan bebas dari bakteri patogen.
Penyusunan
Setelah dicuci udang disusun dalam pan pembekuan satu per satu, kemudian diberi kode sesuai dengan jenis dan ukurannya kemudian disusun dalam pan-pan pembeku. Pengaturan udang dalam pan pembeku, disusun berlapis-lapis (2-4 lapis sesuai dengan ukurannya). Antara lapisan yang satu dengan lapisan atasnya dapat disusun bersilangan. Dalam pan yang telah berisi udang, ditambahkan air secukupnya (semua bagian terendam). Air yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan air minum.
Penyusunan dalam pan harus dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal5°C. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan susunan udang yang rapi dan bebas dari bakteri patogen.
Pembekuan
Udang yang sudah disusun dalam pan pembekuan ditambahkan air dingin.Kemudian dibekukan dalam alat pembeku (freezer) hingga suhu pusat udang mencapaimaksimal –18°C dalam waktu maksimal 4 jam.
Pembekuan bertujuan untuk membekukan produk hingga mencapai suhu pusat maksimal –18°C secara cepat dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk.
Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan serta sesuai dengan label.
Proses Pengemasannya yaitu udang kupas mentah beku dimasukan kedalam plastik dan innercarton yang telah diberi label. Proses pengepakan dilakukan secara cepat, cermat dansaniter dengan mempertahankan suhu pusat udang maksimal –18°C.
Setiap kemasan harus diberi label dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertaiketerangan sekurang-kurangnya sebagai berikut:
a) jenis produk;
b) berat bersih produk;
c) nama dan alamat unit pengolahan;
d) bila ada bahan tambahan lain harus diberi keterangan bahan tersebut;
e) tanggal, bulan dan tahun produksi;
f) tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.
Penyimpanan
Penyimpanan udang kupas mentah beku harus dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu maksimal –25°C dengan fluktuasi suhu ± 2°C.Penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pembongkaran.
Penerimaan Bahan BakuSortasiPencucian IIPencucian IPembelahan/tanpa PembelahanPenyusunan dalam PanPencucian IIIPemotongan dan Pengupasan ZZZZZZZZZZzzzzzzzzzx Pengupasan KulitPenimbanganPenyimpananPengemasan dan pelabelanPembekuan (freezing)Penggelasan(Glazing)Teknik penanganan dan pengolahan udang PTO dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:
Penerimaan Bahan Baku
Sortasi
Pencucian II
Pencucian I
Pembelahan/tanpa Pembelahan
Penyusunan dalam Pan
Pencucian III
Pemotongan dan Pengupasan ZZZZZZZZZZzzzzzzzzzx
Pengupasan Kulit
Penimbangan
Penyimpanan
Pengemasan dan pelabelan
Pembekuan (freezing)
Penggelasan(Glazing)
Gambar 2. Alur Proses Udang Kupas Mentah Beku
2.6 Ketelusuran (traceabillity)
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER. 19/MEN/2010, ketelusuran (traceability) adalah kemampuan untuk menelusuri riwayat, aplikasi atau lokasi dari suatu produk atau kegiatan untuk mendapatkan kembali data dan informasi melalui suatu identifikasi terhadap dokumen yang terkait. Menurut peraturan Uni Eropa, traceability adalah kemampuan untuk menelusuri dan mengikuti setiap hal yang berhubungan dengan produk pangan, pakan, produksi makanan hewan, ataupun kandungan melalui semua kegiatan produksi dan distribusi. Penerapan traceability suatu perusahahn sangat erat kaitannya apabila dihubungkan dengan penerapan rantai dingin. Pencatatan suhu dalam perusahaan dilakukan pada tiap tahapan proses untuk melakukan suatu evaluasi apabila terdapat suatu kesalahan dalam produk akhir yang dihasilkan ebagai output dari hasil pengolahan (Derick dan Dillon, 2004).
2.6.1 Ketelusuran internal
Ketelusuran dalam proses ini meliputi pencatatan dalam setiap detil proses produksi meliputi suhu produk dan ruang produksi,karyawan yang melaksanakan proses produksi dan lain-lain. Ketelusuran dalam seluruh tahapan proses diharapkan dapat menyakinkan bahwa suatu unit pengolahan mampu melakukan identifikasi terhadap semua bahan-bahan dan semau proses pencatatannya untuk setiap individu produk yang dihasilkan oleh unit pengolahan tersebut komponen-komponen sistem ketelusuran internal meliputi:
Kode identifikasi Produk
Kunci keberhasilan untuk ketelusuran adalah pemberian kode identifikasi untuk spsifik (batch) produk dan kemudian bersama-sama mempertahankan integritas dengan informasi disepanjang waktu dalam pabrik.
Kode aktual yng akan digunakan untuk membedakan T-Unit tersendiri bergantung pada perusahaan dan sistem ketelusuran yang akan digunakan, tetapi dalam banyak hal kode ID harus:
Unik
Pendek agar mudah dibaca dan ditulis
Menyampaikan informasi yang menandai sehingga dapat menghubungkan produk khusus untuk catatan yang relevan.
Prinsip utama dalam pengkodean produk adalah untuk memastikan berbagai sumber informasi yang sudah digunakan dalam operasi pabrik terkait, sehingga jika diperlukan sejarah sementara produk di pabrik dapat ditemukan.
Data Manajemen
Ketelusuran dalam pabrik yang terutama berkaitan dengan manajemen iformasi. Ada beberapa jenis operasi data yang digunakan dalam operasi pabrik yang khusus, yaitu:
Transfer
Ini adalah opersi sederhana, dimana kode ID produk yang ditransfer dengan produk selama pemrosesan.
Penambahan
Dimana selama pengolahan bahan tambahan ditambahkan ke produk. Dalam situasi ini selama kode ID masih khusus untuk produk, itu masih terus digunakan, meskipun catatan pemgolahan harus mengidentifikasikan kode ID dari tambahan yang digunakan.
Penggabungan
Dimana satu langkah proses penggabungan beberapa unit ketelusuran (batch) masing-masing dengan kode ID yang khusus. Kode ID yang baru harus diterapkan untuk penggabungan yang baru unit T dan catatan harus jelas menunjukkan kode ID dari semua komponen unit T.
Pemisahan
Dimana satu unti T dilakukan pemisahaan pada saat proses dan produk yang berbeda.
Kode ID yang baru diberikan kepada masing-masing unit, walaupun dalam prakteknya kode baru tidak dapat dipakai sampai menjalani langkah-langkah proses selanjutnya.
Operasi batch
Operasi batch dimana pengolahan dilakukan pada satu lot atau batch pada suatu waktu (misalnya pembekuan blast, pengasapan, pemfiletan, dll) disini batch catatan pengolahan menyediakan kode ID dan waktu/tanggal dimana proses itu dilakukan
Operasi berlanjut
Dalam operasi lainnya seperti gutting/heading, pembekuan tunnel, metal detector dan penyimpanan, catatan pengolahan sering dicatat secara terus menerus dan otomatis yang berhubungan dengan kode batch tertentu. Tanggal dan waktu batch tertentu mulai dan akhir proses harus dicatat secara terpisah, catatan pengolahan sering dicatat secara terus-menerus dan otomatis, yang berhubungan dengan kode batch kode tertentu. Tanggal dan waktu batch tertentu mulai dan akhir proses harus dicatat secara terpisah.
2.6.2 Ketelusuran eksternal
Ketelusuran eksternal berkaitan dengan informasi produk dari suatu unit pengolahan baik bhan baku yang diterima maupun produk akhir yang didistribusikan ke pihak lain yang memasarkan produk tersebut sampai produk tersebut dikonsumsi.
Dalam external traceability terdapat istilah tracing yaitu upaya untuk mendapatkan kembali informasi yang berkaitan sebelum suatu produk dikirim dan tracking yaitu upaya untuk mengikuti rantai perdagangan dari produk setelah dikirim/didistribusikan.
Setiap suplier harus mencantumkan informasi yang perlu diketahui oleh konsumen, termasuk metode produksi, dan daerah penangkapan bahan baku, dengan kata lain, setiap produsen diharapkan mengetahui informasi tentang identifikasi dan dokumen sumber bahan baku, bahan tambahan dan semi material yang digunakan selama proses baerlangsung. Proses penerimaan bahan baku untuk tujuan ketelusuran meliputi tanggal penerimaan bahan baku, supplier, spesies, kuantitas, grade dan lain-lain.
Implementasi traceability dalam perusahaan
Implementasi ketelusuran baru dapat dilaksanakan apabila telah ada kesepatan yang terjalin antar tiap departemen yang terkait dalam pengoperasian perusahaan.
Departemen yang dimaksud adalah pembelian, pemasaran, Quality Assurance, dan departemen lain yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan produk. Langkah pertama yang dilakukan adlah analisis terhadap sistem yang diterapkan, dan menentukan elemen mana yang dibutuhkan dalam transfer informasi untuk informasi tracebility yang rutin dilakukan. (Derrick dan Dillon, 2004).
Analisis sistem traceability dalam Perusahaan
Analisis sistem ketelusuran di unit pengolahan diawali dengan menganalisis sistem produksi yang diterapkan pada perusahaan. Analisis sistem tesebut terdiri atas:
Membuat tim manajemen
Langkah awal dalam pengembangan sistem traceability adalah membuat tim manajemen traceability. Tim Traceability dipimpin oleh seorang yan memiliki pengetahuan tentang traceability dan memiliki posisi penting dalam kegiatan produksi.
Membuat diagram tahapan proses produksi
Pembuatan diagram tahapan proses produksi bertujuan membantu dalam penentuan pos-pos kegiatan perekaman dalam kegiatan produksi. Tahapan proses produksi yang dimaksudkan dimulai dari tahapan proses produksi yang dimaksudkan dimulai dari tahap pengadaan bahan baku (raw material) hingga produk akhir di dalam container.
Membuat prosedur identifikasi
Prosedur identifikasi disusun dengan pedoman pada diagram tahapan proses produksi yang telah dibuat. Pembuatan prosedur identifikasi bertujuan untuk menentukan format ala-alat dokumentasi yang akan digunakan dalam kegiatan perekaman serta menentukan pihak-pihak yang akan bertanggung jawab terhadap rekaman tersebut. Dengan prosedur perekaman (record keeping) yang baik dapat menarik ulang produk (withdraw atau recall) apabila terdapat suatu kasus terkait mutu pangan yang tidak sesuai standar (Tall, 2003).
Melakukan perekaman pada setiap tahapan proses produksi
Perekaman adalah formulir yang digunakan untuk mencatat hasil dari masing-masing aktivitas monitoring dan berbagai tindakan koreksi, baik yan terkait Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operation Procedures (SSOP) maupun Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) (ababouch 2002). Formulir tersebut berisi semua informasi yang dipantau dan dikoreksi serta data-data penunjang untuk memudahkan pelacakan, misalnya waktu, tanggal, jenis, nama, petugas, tanda tangan petugas dan nomor lot atau batch (Ditjenkan 1999).
Verifikasi
Verifikasi merupakan kegiatan penting dalam sistem perekaman yang berfungsi alat konfirmasi dengan manajemen tingkat atas. Verifikasi dilakukan pada tahap dari pelaksanaan traceability (Derrick and Dillon, 2004)
Asesmen traceability di unit pengolahan
Asesmen tarceability merupakan sebuah kegiatan menentukan kemampuan suatu prosedur dan perekaman mendukung penerapan sistem traceability di unit pengolahan. Asesmen traceability di unit pengolahan dilakukan dengan menggunakan traceability decision tree. Traceability decision tree diawali dengan menjawab pertanyaan dengan masing-masing proses produksi secara berurutan (Derrick and Dillon, 2004) yang meliputi:
Identifikasi prosedur dan rekaman perusahan yang menyangkut traceability. Apabila dokumen dalam tiap proses yang dibutuhkan untuk menjamin traceability tidak ada, maka prosedur harus dimodifikasi.
Identifikasi apakah kode pengenal batch yang dicatat berdasarkan hubungan data proses dengan masing-masing batch.
Indentifikasi apakah kode pengenal batch dipindahkan dengan produk ke tahap selanjutnya.
Apabila jawaban semua pertanyaan tersebut adalah tidak maka perlu dilakukan perubahan rekaman atau prosedur untuk memperbaiki pelaksanaan traceability selama di dalam industri.
Prosedur Penarikan Produk (recall)
Prosedur penarikan produk (recall) akan terlihat manfaatnya pada saat suatu produk mengandung bahwa oleh pihak yang bersangkutan yaitu penjualan atau pembeli. Jika demikian produk ditarik dari peredaran maupun tahapan dari proses produksinya.
Dokumentasi dan perekaman
Setelah semua tahapan penerapan sistem traceability dilakukan kegiatan selanjutnya adalah mendokumentasikan serangkaian kegiatan yang telah dilakukan sebagai arsip apabila kelak dibutuhkan perusahaan. Rekaman mutu mewakili bahwa prosedur mutu yang harus diterapkan pada produk dan jasa yang ditentukan. Rekaman harus dalam keadaan sah, mudah diidentifikasi, dan mudah ditemukan.
2.7 Fish Losses
Fish Losses (susut hasil) perikanan adalah keseluruhan nilai kerugian pasca hasil perikanan akibat terjadinya kerusakan fisik dan kemunduran mutu yang terjadi mulai saat ikan ditangkap sampai ke tangan konsumen. Menurut Ward dan Jeffries (200), susut hasil menerangkan periode waktu ikan terpisah dari media hidupnya.
Susut hasil terdiri dari beberapa jenis yaitu susut hasl (physical losses), susut mutu (quality losses), susut harga (market losses), susut nutrisi (nutrional losses) dan susut fungsi (fungtion losses).
2.7.1 Physical losses (susut fisik)
Physical losses (susut hasil) merupakan jumlah/berat ikan ynag hilang atau terbuang. Penyusutan fisik ikan disebabkan beberapa faktor, antara lain kerrusakan ikan, diserang serangga, dimakan hewan, kelebihan persedian dan tidak adanya pembeli sehingga ikan terbuang, atau ikan terbuang akibat pengakapan (Ward dan Jeffries, 2000).
Menurut JICA (2008), semua berat ikan berkurang selama penyimpanan, berkurangnya cairan atau "tetesan". Beberapa faktor penyebab pengurangan berat ikan antara lain ikan terpapar tekanan ekstrim dari berat ikan dan es diatasnya, penyimpanan terlalu besar karena ikan bagian bawah dapat hancur yang menyebabkan memar.
2.7.2 Quality losses (susut mutu)
Quality losses (susut mutu) merupakan selisih nilai mutu iakn yang terbaik dan terendah. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi perubahan prarigormortis, rigormortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan oksidasi. Perubahan prarigormortis merupakan peristiwa yang terlepasnya lendir dari kelenjar dibawah kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musim yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri. Perubahan rigormortis merupakan akibat dari suatu serangkaian perubahan kimia yang kompleks didalam otot ikan setelah kematiaannya. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat (Junianto, 2003).
Menurut Ward dan Jeffries (2000), ikan yang rusak terjual dengan harga yang rendah kerena mulutnya telah turun. Ikan yang telah rusak tidak dijual seharga ikan segar akan tetapi dijual pada pasar yang berbeda atua dijual untuk tujuan lain, Tabel 1 menunjukan mengapa susut fisik dan susut mutu dapat terjadi dalam sistem distribusi ikan.
Tabel 1. Tahap Distribusi dan penyebab Penyusutan
Tahap Distribusi
Penyebab penyusutan
Penangkapan
Ikan jatuh dari jaring selama penangkapan dan kembali ke air
Ikan tertunda terlalu lama dalam jaring dan membusuk
Ikan tidak diinginkan dan dibiarkan diatas dek dengan maksud untuk menghindari suhu tinggi dalam perahu
Pendaratan
Ikan jatuh dari kontainer ke pantai selama pembongkaran dan transport
Pengolahan
Kapasitas terlalu rendah untuk menampung ikan hasil pendaratan
Kondisi cuaca yang tidak memungkinkan
Gangguan serangga
Transport
Penurunan kinerja kerja mesin
Penundaan
Penyimpanan
Fasilitas penyimpanan yang kurang, pembusukan
Gangguan serangga
Pemasaran
Gangguan serangga
Persediaan dan permintaan
Sumber : Ward dan Jeffries (2000)
Menurut Ward dan Jeffries (2000), ikan yang rusak akan terjuall dengan haga yang rendah karena mutunya telah turun. Ikan yang telah rusak tidak dijual seharga ikan segar akan tetapi dijual pada pasar yang berbeda atau dijual untuk tujuan lain.
2.7.3 Market force losses (susut harga)
Market force losses (susut harga) merupakan susut iakn yang paling sulit diukur. Susut harga dapat di pengaruhi oleh supply/demand /musim dan sebagainya. Mutu tidak sepenuhnya mempengaruhi harga ikan. Ketika musim panen datang maka ikan dengan mutu I akan memiliki harga yang murah. Pada saat musim paceklik ikan dengan mutu rendah akan menjadi mahal. Ikan sebagai salah satu komoditas yang diperdagangkan memiliki nilai ekonomi. Kerusakan (kemunduran mutu) ikan memiliki korelasi positif terhadap harga jual ikan tersebut. Dengan demikian kemunduran mutu ikan akan membawa kerugian secara ekonomi (financial) bagi pelaku usaha (Muttaqin, 2007).
Menurut Ward dan Jeffries (2000), terdapat factor-faktor umum yang dapat meningkatkan atau memungkinkan terjadinya susut pasca panen, antara lain:
Transportasi yang buruk
Saran penanganan yang tidak memadai
Kondisi udara yang tidak mendukung
Keterampilan pekerja
Jenis ikan
Alat penangkapan yang digunakan
Metode pengolahan yang digunakan
Persedian ikan yang melebihi permintaan dan pasar ikan tidak meningkat