LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA SELEKTIVITAS DAN EFEKTIVITAS HERBISIDA
Oleh : Nama
: Ruth Elizabeth
NIM
:
Kelas
:B
Kelompok
: B2 (Rabu, 10.30-12.10)
Asisten
: Rahmania Wahida
145040201111295
UNIVERSITAS UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2018
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Di tingkat petani, kehilangan hasil padi karena persaingan dengan gulma mencapai 10-15%. Karena terbatasnya tenaga kerja untuk menyiang, dalam mengendalikan gulma petani mulai beralih dari penyiangan secara manual ke pemakaian herbisida (Pane et al. 1999). Selain itu, penggunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif mengendalikan gulma dibanding cara lain, terutama pada hamparan yang luas. Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan atau mengurangi populasi gulma sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Soerjandono, 2005). Pada pengendalian gulma, mengendalikan gulma secara khemis merupakan salah satu cara pengendalian disamping pengendalian secara manual/mekanis. Dalam mengendalikan gulma secara khemis digunakan herbisida. Herbisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan gulma. Secara kasat mata tanaman dan gulma memiliki morfologi yang hampir sama namun berbeda peran dalam pertanian. Penyemprot harus memastikan bahwa herbisida yang diberikan terarah pada gulma dan meniadakan persentuhan semprotan herbisida terhadap tanaman. Herbisida merupakan bagian atau anggota dari pestisida. Praktek penggunaan herbisida di lokasi pertanian terjadi karena kemampuan herbisida pada umumnya untuk mematikan beberapa jenis tumbuhan (gulma) tanpa menggangu jenis lain atau tanaman lain (tanaman pokok). Jika dibandingkan dengan pengendalian secara manual, biaya pengendalian akan semakin tinggi. Apalagi ketika kemampuan selektivitas herbisida dapat ditingkatkan, maka akan mempermudah pengendalian gulma dilapangan (Muliyadi, 2005).
Saat ini kehadiran herbisida bukanlah menjadi barang baru bagi petani. Banyaknya jenis gulma menuntut petani untuk menggunakan herbisida yang tepat untuk gulma sasaran. Dalam menentukan herbisida yang akan digunakan tersebut maka salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan adalah bahan aktif yang terkandung di
dalamnya. Berkaitan dengan itu, banyaknya jenis gulma ternyata berimplikasi pada berbagai jenis bahan aktif dari herbisida.
Pemilihan jenis herbisida dan waktu aplikasi sangat menentukan keberhasilan pengendalian gulma. Sifat herbisida yang mematikan gulma adalah gabungan dari tosisitas dan persistensinya. Kedua sifat herbisida ini apabila dikelola akan dapat membantu upaya pengendalian gulma dalam jangka waktu yang panjang (Adam, 2008). Pada penggunaan herbisida terdapat keuntungan, namun demikian beberapa hal juga perlu dipertimbangkan sebelum pemakaian. Keuntungan pemakaian herbisida adalah: 1) pada umumnya ekonomis (tenaga kerja, waktu, modal), 2) gulma yang peka tertekan, 3) dapat menggantikan sebagian pengolahan lahan, 4) kerusakan akar lebih sedikit daripada cara mekanis 5) mengurangi erosi, 6) dapat mengendalikan gulma sejak awal (pra tumbuh), 7) dapat menghemat waktu dan tenaga kerja, 8) dapat menjangkau tempat-tempat yang tidak tercapai secara manual/mekanis, 9) saat pengendalian dapat disesuaikan dengan waktu yang tersedia, 10) areal pemakaian dapat diperluas, 11) herbisida yang selektif dapat mematikan gulma yang tumbuh dekat tanaman, 12) dapat mengurangi gangguan terhadap struktur tanaman, 13) gulma yang mati dapat ber fungsi sebagai mulsa dan berperan sebagai sumber bahan organik (Purba, 2004).
Tujuan
Tujuan dari praktikum efektivitas hebisida adalah untuk mengetahui kemampuan herbisida sebagai pengendalian gulma pada tanaman budidaya.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas dan Selektivitas Herbisida
Efektivitas herbisida adalah penggunaan herbisida yang ditentukan oleh dosis. Dosis herbisida yang tepat akan dapat mematikan gulma sasaran, tetapi jika dosis herbisida terlalu tinggi maka dapat merusak bahkan mematikan tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu perlu sudatu pengujian terhadap kisaran dosis campuran herbisida yang optimal agar dapat meningkatkan penekanan gulma pada tanaman budidaya (Nurjannah, 2013). Selain mematikan spesies tumbuhan tertentu dari suatu populasi campuran namun spesies yang lain tidak terpengaruhi. Selektivitas adalah sifat yang ada pada senyawa kimia yang hanya mematikan gulma yang tidak mampu mendetoksifikasi herbisida (susceptible plants). Selektivitas adalah aplikasi herbisida pada berbagai tumbuhan tetapi hanya akan mematikan gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan ( Riva, 2009 ).
2.2 Macam Herbisida dan Bahan Aktifnya
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. MenurutSembodo, (2010) berdasarkan sifat kerjanya herbisida digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu herbisida kontak dan herbisida sistemik. 1. Herbisida Kontak Herbisida kontak adalah herbisida yang langsung cepat mematikan atau membunuh jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau.Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas. setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Contohnya adalah paraquat 2. Herbisida Sistemik Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran
atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu prosesfisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Bahan aktif herbisida berdasarkan sifat kerja, yaitu sebagai berikut; 1. Parakuat Sifat herbisida jenis ini merupakan herbisida kontak yang menyebabkan kematian pada bagian atas gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon, atau batang dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma tumbuh kembali. Herbisida berbahan aktif Parakuat sangat baik digunakan bila ingin mengolah lahan dengan cepat dan efisien. Karena daya kerja parakuat sangat cepatsetelahaplikasinyadan dapat terlihat 1 jam setelah penyiangan, sehingga dalam waktu 3 – 4 hari berikutnya lahan bisa ditanami. Adapun contoh herbisida yang berbahan aktifparakuat di Indonesia yaitu Sidaxone 276SL dan Gramoxone.
Gambar 1. Gramoxone (Sarbino, 2012)
2. Glifosat. Herbisida berbahan aktif Glifosat merupakan herbisida yang bersifat sistemik bagi gulma sasaran. Diantara keempat jenis bahan aktif pembahasan ini, herbisida glifosat merupakan herbisida berbahan aktif yang paling banyak dipakai diseluruh dunia. Selain sifatnya sistemik yang membunuh tanaman hingga mati sampai ke akar-akarnya serta juga mampu mengendalikan banyak jenis gulma seperti Imperata cylindrica, Eulisine indinca, Axomophus comprsseus (pahitan),
Mimosa invisa (putri malu), Cyperus iria (teki), Echinocloa crussgali (jajagoan) dan lain-lain.
Gambar 2. Glisat (Daud, 2008)
3. Metil Metsulfuron Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron ini merupakan herbisida sistemik dan bersifat selektif untuk tanaman padi. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pra tumbuh dan awal pra tumbuh. Beberapa gulma yang mampu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain: Monocholria vaginalis (eceng gondok), Cyperus diformis (teki), Echinocloa crusgalli (jajagoan), semanggi serta gulma lain yang tergolong pakis-pakisan.
Gambar 3. Rapid
4. Glufosinate-ammonium Kerja
herbisida
glufosinate-ammonium
sebenarnya
berdasar
pada
penonaktifan dari sintesa enzim glutamine.Sintesa Glutamine menyebabkan reaksi dari ammonia dan glutamic acid untuk membentuk glutamine. Ammonia, sebuah zat yang sangat phytotoxic untuk sel tanama n terbentuk pada waktu proses biokimia tanaman, tepatnya pada saat pengurangan nitrate, metabolisme amino
acid dan photo-respiration.Pengambilan glufosinate-ammonium oleh tumbuhan, biasanya dilakukan melalui hijau daun dan tumbuhan yang tumbuh dengan aktif.
Gambar 4. Herbicide
5. 2,4 – D. 2,4 – D termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal. Sifat herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik dan selektif.Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna tumbuh baik yang berdaun lebar maupun teki pada padi sawah. Adapun beberapa jenis gulma yang dapat dikendalikan dengan herbisida 2,4-D ini antara: Monochoria vaginalis (eceng), Spenochlea zeylanica, Cyperus iria (teki), Limnocharis flava (genjer), kangkung, keladi dan lain-lain.
Gambar 5. CMA-6
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas dan Selektivitas Herbisida
Herbisida yang selektif terhadap suatu tanaman belum tentu selektif terhadap tanaman lainnya. Contohnya herbisida berbahan aktif atrazin dan ametrin sangat selektif bagi tanaman jagung, tebu, dan nanas, tapi tidak selektif terhadap padi. Di sisi lain, propanil, triasulforan, dan metsulfuron metil sangat selektif terhadap padi, tetapi belum tentu selektif terhadap tanaman lainnya Faktor tanaman yang berhubungan dengan herbisida, terdiri dari selektivitas fisiologis dan selektivitas fisik.
Selektivitas fisiologis dapat dikatakan selektivitas bawaan bahan aktif herbisida tersebut dalam “memilih” tumbuhan sasarannya yang akan “dibunuh”. Suatu tanaman dapat mengubah bahan aktif herbisida(dalam takaran tertentu) menjadi bahan yang tidak meracuni tanaman tersebut. Contoh kasusnya adalah atrazin pada tanaman jagung, dimana tanaman ini mampu mendetoksifikasi atrazin sehingga tidak beracun bagi jagung.
Selektivitas fisik terjadi karena adanya zat penghalang atau lapisan tertentu pada tanaman yang mampu menahan herbisida sehingga tidak bisa mencapai bagian tanaman yang peka. Contoh kasusnya adalah lapisan kayu pada pohon dewasa, sehingga herbisida yang non-selektif sekali pun dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman perkebunan yang sudah berkayu.
1. Faktor teknik penggunaan, terdiri dari selektivitas posisional dan selektivitas teknik penyemprotan. Selektivitas posisional memanfaatkan perbedaan posisi dari bagian-bagian tanaman dan gulma yang peka terhadap herbisida. Contoh kasusnya adalah herbisida pra-tumbuh yang aktif di dalam tanah ( soil acting ) sesudah diaplikasikan pada tanah, akan segera membentuk semacam lapisan herbisida dengan kedalaman tertentu di lapisan tanah bagian atas. Biji-biji gulma yang kebanyakan berada di lapisan ini akan terpapar oleh herbisida dan tidak akan berkecambah. Jika berkecambah pun, kecambah akan segera mati. Sementara benih tanaman utama yang ditanam lebih dalam tidak terpapar herbisida dan akan t etap tumbuh. Selektivitas teknik penyemprotan, berdasarkan pada tata cara aplikasi yang tepat, sehingga herbisida yang non-selektif pun bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma pada beberapa jenis tanaman. Contoh kasusnya adalah penggunaan
herbisida
non-selektif
(yang
bukan
sistemik)
bisa
digunakan
untuk
mengendalikan gulma diantara barisan beberapa jenis tanaman dengan teknik directed spray menggunakan sungkup atau corong (Sriyani, N. 2011) Menurut Novizan (2007) faktor yang mempengaruhi efektivotas herbisida sistemik adalah 1. Gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif 2. Cuaca cerah waktu menyemprot. 3. Tidak menyemprot menjelang hujan. 4. Keringkan areal yang akan disemprot. 5. Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.
1.4 Keuntungan dan Kerugian Efektivitas Herbisida
Keuntungan Efektivitas Herbisida Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma, serta memberukan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Adapun keuntungan yang diberikan oleh herbisida adalah sebagai berikut Sukman (2002): a)
Dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu.
b) Dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman c) d)
Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan
penyiangan biasa. Kerugian Efektivitas Herbisida Kelemahan atau kerugian efektivitas herbisida antara lain adalah: a) Species gulma yang resisten, akibat penggunaan yang terus menerus dari satu jenis herbisida di dalam suatu lahan, maka akan terjadi perubahan dominansi dalam komunitas gulma dari jenis-jenis yang peka menjadi jenis-jenis yang toleran (Sastroutomo, 1990). b) Polusi dan c) Residu yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).
BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada 25 April 2018 di samping Gedung Sentral Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Kota Malang. 3.2 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat dan Fungsi Alat
Fungsi
Sprayer lengkap
Untuk wadah aplikasi herbisida
Stopwatch
Sebagai pengukur waktu
Frame/ tali rafia 1mx1m
Sebagai plot penyemprotan herbisida
Alat tulis
Untuk mencatat hasil identifikasi.
Kamera
Untuk mendokumentasikan spesimen.
3.1.2
Bahan dan Fungsi Bahan
Fungsi
Herbisida
Sebagai bahan perlakuan
Air 250 mL
Untuk melarutkan herbisida
Lahan bergulma
Sebagai area dari aplikasi herbisida
3.2 Pelaksanaan
Menyiapkan alat dan bahan
Membuat larutan herbisida dengan dosis yang telah ditentukan
Kemudian menyemprotkan ke lahan bergulma
Kemudian melakukan pengamatan pada lahan bergulma sesuai interval waktu yang ditentukan
Mendokumentasi hasil pengamatan
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Praktikum Selektivitas 4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Cawan 1
Herbisida A Dosis
Persentase
0,1 ml/100 ml
Cawan
4
air (3-kali
Herbisida B Dosis
Persentase
0,1 ml/100 ml air (3-kali semprot)
semprot) 90%:10%
2
40%:60%
5
0,2 ml/100 ml
air (6-kali
air (6-kali semprot)
3
0,2 ml/100 ml
semprot)
85%:15%
0,3 ml/100 ml
35%:65%
6 0,3 ml/100 ml air
air (9-kali
(9-kali semprot)
semprot) 35%:65%
25%:75%
NB. Persentase (% tanaman yang hidup : % gulma yang hidup)
4.1.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan bahwa dengan menggunakan herbisida 9-kali penyemprotan menunjukkan respon herbisida paling cepat membunuh gulma dibandingkan penyemprotan lainnya yang dapat membunuh gulma 65& untuk herbisida A dan 75% untuk herbisida B. Menurut
Sutanto (2005), aplikasi herbisida dengan dosis dan konsentrasi yang lebih tinggi memberikan pengaruh lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma. Herbisida sangat efektif diaplikasikan pada lahan bergulma dan juga yang sangat efektif dalam membunuh tumbuhan secara kontak dan bersifat non selektif, sehingga semua jenis gulma akan mati apabila disemprot dengan herbisida. Keefektivan herbisida dapat dilihat dari bagaimana kondisi gulma setiap waktunya dilihat dari kenampakan fisik gulma. 4.2 Hasil Praktikum Efektivitas 4.2.1 Tabel Hasil Pengamatan Pengamatan
Herbisida Kontak
Herbisida Sistemik
Dosis
Dosis
2,5 ml/ 250 ml 1
3,75 ml/ 250 ml 5 ml/ 250 ml 2,5 ml/ 250 ml
2
3,75 ml/ 250 ml 5 ml/ 250 ml 2,5 ml/ 250 ml
3
3,75 ml/ 250 ml 5 ml/ 250 ml
4
2,5 ml/ 250 ml
Score
0
0
1
0
1
2
0
2
2
2
2,5 ml/ 250 ml 3,75 ml/ 250 ml 5 ml/ 250 ml 2,5 ml/ 250 ml 3,75 ml/ 250 ml 5 ml/ 250 ml 2,5 ml/ 250 ml 3,75 ml/ 250 ml 5 ml/ 250 ml 2,5 ml/ 250 ml
Score
0
0
0
6
6
6
7
7
7
7
3,75 ml/ 250 ml 5 ml/ 250 ml
3,75 ml/
6
6
250 ml 5 ml/ 250 ml
7
7
4.2 Pembahasan
Pada pengamatan herbisida kontak ke-1 terlihat sedikit terpengaruh dengan skor 1 pada dosis 5 ml sedangkan herbisida sistemik t idak terpengaruh dengan skor 0. Pengamatan ke-2 herbisida kontak terlihat sedikit terpengaruh dengan skor 1 pada dosis 3,75 ml, pengamatan selanjutnya yaitu pengamatan ke-3 keadaan lahan bergulma cukup terpengaruh dengan skor 2 hingga dosis 2,5 ml pada pengamatan ke 4 keadaan lahan bergulma masih tetap dan pada dosis 5 ml keadaan gulma 50% sudah terbunuh. Sedangkan untuk herbisida sistemik pada pengamatan ke-2 bahwa gulma sudah terbunuh 50% dengan skor 6. Pada pengamatan ke-3 hingga ke-4 keadaan gulma 100% yaitu dengan skor 7 sudah terbunuh ditunjukkan pada sebaran gulma sudah tidak lagi berwarna kuning, tetapi hampir kecoklatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) bahwa, aplikasi herbisida dengan dosis dan konsentrasi yang lebih tinggi memberikan pengaruh lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma. Dan karena sifatnya yang sistemik, herbisida ini mampu mematikan jaringan gulma yang berada di dalam tanah (akar, rimpang, umbi), namun daya kerjanya lebih lambat terlihat. (Cahndeso-mbangundeso, 2011)
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Herbisida
merupakan
senyawa
kimia
yang
digunakan
untuk
mengendalikan, mematikan, atau menghambat pertumbuhan gulma tanpa mengganggu tanaman pokok. Klasifikasi Herbisida berdasarkan waktu aplikasi Pre plant, Pre emergence, Post emergence, berdasarkan cara aplikasi yaitu aplikasi melalui daun dan aplikasi melalui tanah, berdasarkan bentuk molekul yaitu herbisida anorganik dan herbisida organik, berdasarkan cara kerja kontak & ditranslokasikan dan herbisida menurut mekanisme kerja. Keuntungan Penggunaan Herbisida, dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman, lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar, dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan penyiangan biasa. Kerugian Penggunaan Herbisida yaitu species gulma yang resisten, polusi dan residu yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).
5.2 Saran
Semoga praktikum kedepannya semakin lebih baik lagi.
LAMPIRAN Pengamatan Selektivitas
Pengamatan Efektivitas
DAFTAR PUSTAKA
Adam C. Hixson, John S. Harden, Leo D. Char vat, Troy D. Klingaman, and Walter E T. 2008. Herbicide Combinations With Saflufenacil For Preplant Burndown Weed Management In Soybean. North Central Weed Science Society Proc. 63:27. Hasanuddin. 2012. Aplikasi Herbisida Clamazone dan pendimethalin pada Tanaman Kedelai Kultivar Agromulyo. Jurnal Agrista 16(1) : 1-6 Mustopa, D.N. 2012. Pengaruh Efektifitas Herbisida Diuron 500g/l SC dalam Pengendalian Gulma pada Tanaman Tebu. Institute Pertanian Bogor : Bogor Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Nurjannah, U. 2013. Pengaruh Dosis Herbisida Glifosat dan 2,4-D Terhadap Pergeseran Gulma dan Tanaman Kedelai Tanpa Olah Tanah. Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian Indonesia 5 (1) : 27-33. Sarbino, Syahputra E. 2012. Keefektifan parakuat diklorida sebagai herbisi da untuk persiapan tanam padi tanpa olah tanah di lahan pasang surut. Jurnal Perkebunan & Lahan T. Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: Gramedia. 217, 173 Hal. Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaanya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 166 hlm. Soerjandono, Noeriwan B. 2005. Teknik pengendalian gulma dengan herbisida persistensi rendah pada tanaman padi. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1
Sriyani, N. 2011. Mekanisme Kerja Herbisida. Bahan Kuliah Herbisida dan Lingungan.
Fakultas
Pertanian.
Universitas
Lampung
(Tidak
Dipublikasikan). 27 hlm. ropika. 2(1):15-22. Sukman, Y. dan Yakup, M.S., 2008. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta Sutanto, L. 2005. Pengendalian Gulma. Djaka Pustaka, Jakarta Purba, M. 2004. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta Pane, H., P. Bangun, dan S.Y. Jatmiko. 1999. Pengelolaan gulma pada pertanaman padi gogorancah dan walik jerami di lahan sawah tadah hujan. hlm. 321-334. Dalam S. Partohardjono, J. Soejitno, dan Hermanto (Ed.). Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Wibawa, W dan D. Sugandi. 2012 Herbisida Efektif, Efisien dan Ramah Lingkungan Untuk Pengendalian Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Provinsi Bengkulu. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian : Bengkulu Yardha. 2010. Efektivitas Aplikasi Beberapa Herbisida Sistemik Terhadap Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. Jurnal Agroekotek 2 (1) : 1-6